BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Katalis telah diterapkan secara luas dalam berbagai proses kimia baik dalam skala industri maupun laboratorium. Penerapan katalis meliputi berbagai bidang diantaranya pengolahan energi, produksi bahan kimia murni maupun teknis serta industri makanan. Pada bidang pengolahan energi, sebagian besar katalis digunakan untuk produksi biodiesel. Industri biodiesel banyak menggunakan katalis untuk mengoptimalkan hasil produk reaksi utamanya yakni metil ester (Guo, et al., 2011). Biodiesel secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari minyak minyak nabati atau lemak hewani (Srivastava, et al., 2000). Biodiesel pada umumnya disintesis melalui reaksi transesterifikasi senyawaan trigliserida minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis homogen berupa basa kuat, seperti KOH dan NaOH (Knothe, et al., 2005). Penggunaan katalis homogen berdampak pada proses pemurnian dan pencucian produk akhir yang kurang ramah lingkungan dan kurang ekonomis (Xie, et al., 2006). Disamping itu, penggunaan katalis tersebut memiliki kecenderungan meningkatkan korosifitas biodiesel bila digunakan pada mesin (Lee, et al., 2014). Di sisi lain, katalis heterogen memiliki banyak keunggulan dibanding katalis homogen, diantaranya produksi biodiesel yang hanya menggunakan sedikit unit operasi dengan kemudahan pemisahan dan pemurnian produk (Atadashi et al., 2013). Katalis juga bersifat non-korosif, non-toksik dan dapat diregenerasi setelah digunakan (Guo et al., 2011). 1 2 Sejumlah material padat yang dipandang kurang bernilai telah dimanfaatkan sebagai katalis heterogen untuk produksi biodiesel. Salah satu diantara material tersebut adalah abu sekam padi. Abu sekam padi memiliki komposisi utama berupa silika atau SiO2 dengan kandungan 87-99% dan juga sebagian kecil oksida anorganik lain (Della, et al., 2002). Tingginya kandungan silika membuat abu sekam padi dipandang sebagai bahan baku yang ekonomis dalam produksi silikat dan silika dalam beberapa tahun terakhir (An, et al., 2011 dan Wang, et al., 2011). Abu sekam padi diketahui memiliki luas permukaan yang besar sekitar 13,243 m2/g dan merupakan material yang memiliki banyak pori (Hindryawati et al., 2014). Karakter ini menjadikan abu sekam padi sebagai adsorben yang dapat diregenerasi (Nurhasni, et al., 2014). Disamping itu, karakter-karakter tersebut juga menjadikan abu sekam padi sebagai pengemban katalis yang potensial (Hindryawati et al., 2014). Pemanfaatan abu sekam padi sebagai material pengemban katalis alternatif dapat ditinjau sebagai langkah yang cermat dalam memanfaatkan material yang kurang bernilai. Akbar et al. (2009) telah meneliti bahwa senyawaan silika tidak menunjukkan aktivitas katalitik dalam transesterifikasi trigliserida, akan tetapi modifikasi dengan cara mengembankan kation alkali pada silika diketahui dapat menyediakan situs aktif basa yang mampu mengkatalisis reaksi-reaksi tersebut. Chen et al. (2013) telah memanfaatkan abu sekam padi sebagai prekursor litium yang sangat aktif dalam transesterifikasi minyak kedelai dengan metanol, dimana litium juga diketahui bersifat lebih tahan air dan udara luar dibanding natrium. Sementara itu, Hindryawati et al. (2014) telah meneliti bahwa abu sekam padi mampu bertindak sebagai material pengemban katalis yang baik bagi logam-logam alkali termasuk 3 natrium, kalium, dan litium dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. Kedua penelitian tersebut telah membuktikan bahwa logam alkali litium lebih unggul sebagai situs aktif katalis dalam abu sekam padi dibandingkan kation alkali lainnya, akan tetapi temperatur kalsinasi pembuatan katalis dan karakter-karakter seperti sifat fisik dan kimianya masih perlu diteliti. Sehingga dalam penelitian ini, abu sekam padi akan dijadikan pengemban litium dan dimodifikasi menjadi katalis heterogen. Modifikasi dilakukan dengan menggunakan metode keramik pada variasi temperatur kalsinasi 700oC, 800oC, 900oC. Katalis yang telah dimodifikasi akan ditentukan sifat-sifat fisik maupun kimianya dan katalis dengan modifikasi terbaik akan diuji aktivitasnya dalam pembuatan biodiesel. Pada penelitian ini biodiesel dibuat menggunakan minyak biji malapari (Milletia pinnatta L.) dimana minyak tersebut merupakan minyak non-pangan yang sangat potensial sebagai bahan baku biodiesel (Karmee et al., 2005 dan Bobade et al., 2012). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah sifat kimia dan fisik katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium yang meliputi luas permukaan spesifik, keasaman dan kebasaan permukaan, serta perbandingan unsur Li:Si? 2. Berapakah temperatur kalsinasi optimum pembuatan katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium? 3. Bagaimanakah aktivitas katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium dalam mengkonversi minyak biji malapari menjadi biodiesel? 4 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengkarakterisasi sifat kimia dan fisik katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium yang meliputi luas permukaan, keasaman dan kebasaan permukaan, serta perbandingan unsur Li:Si. 2. Menentukan temperatur kalsinasi optimum pembuatan katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium. 3. Menentukan aktivitas katalis heterogen abu sekam padi termodifikasi litium dalam mengkonversi minyak biji malapari menjadi biodiesel dengan meninjau hasil konversi biodiesel. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang hendak dicapai melalui penelitian ini yaitu menghasilkan alternatif katalis heterogen yang baru, ekonomis dan efisien.