BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Sungai Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dimaksud dengan wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengolahan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari sama dengan 2.000 km2. Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, landai dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik dari pada hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alamiah seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke arah hilir keragaman pemanfaatan lahan meningkat (Wiwoho, 2005 dalam Yuliastuti, 2011). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Menurut Mulyanto (2007:7) ada dua fungsi utama sungai secara alamiah yaitu mengalirkan 9 10 air dan mengangkut sedimen hasil erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dan alurnya. Kedua fungsi ini terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi. Jenis-jenis jenis sungai berdasarkan debit airnya (Muly (Mulyanto, 2007) diklasifikasikan menjadi : 1) Sungai permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap; 2) Sungai periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim penghujan debit airnya besar, sedangkan pada musim m kemarau debit airnya kecil; 3) Sungai episodik, yaitu sungai yang pada musim kemarau kering dan pada waktu musim penghujan airnya banyak; banyak 4) Sungai ephermal, al, yaitu sungai yang hanya ada airnya pada musim hujan dan airnya belum tentu banyak. 2.1.2 Sifat dan Penyebaran Merkuri Logam merkuri atau air raksa, mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti perak cair. Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Gambar. 2.1 Merkuri 11 Pada tabel periodika unsur-unsur kimia menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA 200,59), titik didih 357°C, Titik Leleh 38,4°C,dan massa jenis 13,6 g/mL. Tidak larut dalam air, alkohol, eter, asam hidroklorida, hydrogen bromida dan hidrogen iodida. Larut dalam asam nitrat, asam sulfuric panas dan lipid. Tidak tercampurkan dengan oksidator, halogen, bahan yang mudah terbakar, logam, asam, logam carbide dan amine. Di alam merkuri terdapat dalam 4 bentuk yaitu merkuri unsur (Hg0), merkuri bivalen (Hg2+), merkuri teralkilasi dan ligand dengan sulfida (HgS) (Palar, 2008:94). Merkuri (Hg) mudah menguap pada ruangan. Hg akan memadat pada tekanan 7.640 atm. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basah. Kelimpahan Hg pada bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang di dapatkan dalam bentuk bebas di alam, tetapi berupa biji cinnabar (Widowati,dkk, 2008:127). Menurut Fahruddin (2010) terdapat tiga sifat yang menyebabkan merkuri bersifat toksik yaitu: 1) Afinitas kuat dari senyawa Hg2+, dan merkuri organik terhadap gugus tiol 2) Kecenderungan membentuk ikatan kovalen dengan molekul organik 3) Stabilitas ikatan Hg-C tinggi, sehingga memiliki afinitas rendah terhadap oksigen Pada pertambangan, merkuri dilepaskan ke atmosfir dalam bentuk metalik atau Hg0 adalah bersifat volatil, terjadi reaksi oksidasi melalui proses foto kimia menjadi Hg2+ dan dapat terakumulasi di dalam tanah dan sedimen selanjutnya 12 berikatan dengan CH3 dari bahan organik tanah atau sedimen membentuk metil merkuri (CH3Hg+) atau Me-Hg yang disebut proses metilasi (Fahruddin, 2010:133-134). Menurut Fardiaz (2006), merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1) Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25oC) dan memilki titik beku yang paling rendah dibanding logam lainnya, yaitu -39oC. 2) Merkuri dalam bentuk cair memiliki kisaran suhu yang luas, yaitu 396oC. 3) Memiliki volatilitas yang tinggi dibanding logam lainnya. 4) Merupakan konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang rendah. 5) Banyak logam yang dapat berikatan dalam merkuri yang membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy). Sifat-sifat itulah yang menyebabkan merkuri banyak digunakan oleh manusia seperti dalam aktivitas penambangan, peleburan untuk menghasilkan logam dari bijih tambang sulfidanya, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi baja, semen serta fosfat, namun merkuri (Hg) dapat menyebabkan sifat toksik terhadap semua makhluk hidup (Sarjono, 2009). Penelitian yang dilakukan Badan Survey Geologi di Amerika Serikat pada tahun 1974 dalam Palar (2008:94), bahwa dapat diketahui konsentrasi merkuri di lingkungan sebagai berikut: 13 a. Dalam Batuan Pada struktur batuan di alam, logam merkuri ditemukan dalam kisaran 0,1 sampai 20 part per milion (ppm). Pada penelitian tersebut ternyata 20% dari contoh mengandung lebih dari satu ppm. b. Dalam Tanah Pada lapisan tanah melalui penelitian yang telah dilakukan secara acak pada tempat dan daerah serta wilayah yang berbeda ditemukan bahwa logam merkuri berkonsentrasi 0,1 ppm, jumlah tersebut bervariasi pada batasan yang lebih kecil. c. Dalam Sungai Penelitian yang dilakukan dalam perairan ditemukan konsentrasi logam merkuri dalam konsentrasi bervariasi : - 65% contoh mengandung < 10-4 ppm - 15% contoh mengandung < 10-3 ppm - 3% contoh mengandung <5.10-3 ppm d. Dalam Udara Lokasi pengambilan sampel udara untuk pengujian kandungan merkuri ditemukan konsentrasi yang bervariasi: - Dekat penambangan Hg didapatkan merkuri dengan kisaran 9.10-5 ppm. - Dekat dengan penambangan Cu didapatkan merkuri dengan kisaran 4.10-5 ppm - Pada lokasi udara yang tidak mengandung devosit ditemukan merkuri pada konsentrasi sekitar 10-5 ppm. 14 Contoh pada penelitian yang dilakukan diambil pada ketinggian 400 kaki dari permukaan tanah. 2.1.3 Pencemaran Merkuri (Hg) Pelepasan merkuri di lingkungan menyebabkan pencemaran air, tanah, sedimen dan atmosfer. Konsentrasi merkuri yang tinggi di biosfir akan terakumulasi dalam lingkungan, hal ini akan menyebabkan keracunan pada berbagai organisme, terutama pada manusia dan hewan. Keracunan tersebut dapat mengganggu sistem kehidupan di alam, sehingga tidak hanya menimbulkan kerusakan ekologi. Apabila telah masuk ke lingkungan, merkuri cepat tersebar luas karena mobilitasnya sangat tinggi dan dapat terkonsentrasi melalui rantai makanan. Kasus dampak pencemaran merkuri sebenarnya bukanlah hal yang baru. Diberbagai negara sudah terjadi kasus serupa yang menimbulkan berbagai penyakit, bahkan sampai mematikan yang disebabkan oleh merkuri. Sumber toksik merkuri adalah melalui konsumsi makanan yang tercemar, ikan dan kerang (Fahruddin, 2010:127). Merkuri merupakan elemen alami, oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang ditemukan di alam terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah (Fardiaz, 2006 dalam Sarjono, 2009). Merkuri (Hg) pada kerak bumi sebesar 0,08 mg/kg banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih banyak di gunakan dalam bentuk anorganik. 15 Merkuri anorganik (HgCI) akan berubah menjadi merkuri organik (metal merkuri) oleh mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di dasar perairan. Ancaman pencemaran merkuri di lingkungan bukan hanya bersumber dari industri pertambangan logam. Sumber lain merkuri adalah berasal dari berbagai sumber yang timbul dari penggunaan unsur itu oleh manusia seperti buangan laboratorium kimia, batu baterai bekas, pecahan termometer, fungisida, amalgam, dan buangan farmasi (Fahruddin, 2010:130-131). 2.1.4 Ambang Batas Merkuri PPM (Part per Million) atau dalam bahasa Indonesianya "Bagian per Sejuta Bagian" adalah satuan konsentrasi yang sering dipergunakan dalam cabang Kimia Analisa. Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau biasanya kandungan yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm. Konsentrasi ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem. Sama halnya dengan “persentase” yang menunjukan bagian per seratus. Konversi satuannya: 1 ppm = 1000 ppb 1 ppb = 1/1000 ppm 1 ppm = 1 mg/L Beberapa kasus akibat merkuri, dilaporkan telah melebihi ambang batas yang ditetapkan, antara lain oleh Food and Drug Administration (FDA) menetapkan batas kandungan merkuri maksimum 0,005 ppm untuk air dan 0,5 16 ppm untuk makanan, sedangkan World Health Organization (WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 ppm untuk air. Pemerintah Indonesia memberi batasan melalui Baku Mutu Ambient dan Limbah yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan KEK02/MENKHL/I/1988. Baku mutu untuk air golongan A dan B kandungan merkuri maksimum yang dianjurkan sebesar 0,0005 ppm dan maksimum yang diperbolehkan 0,0001 ppm. Pada air golongan C kadar maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,002 ppm, sedangkan golongan D sebesar 0,005 ppm. Untuk baku mutu air limbah kandungan merkuri yang di ijinkan untuk golongan I sebesar 0,001 ppm; golongan II sebesar 0,002 ppm; golongan III sebesar 0,005 ppm sedangkan golongan IV sebesar 0,001 ppm (Fahruddin, 2010:132). Parameter yang diukur pada air sungai menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air untuk kandungan unsur merkuri (Hg) dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Parameter Satuan Kelas I Air Raksa mg/l 0,001 Sumber : PP No.82 Tahun 2001 Keputusan Menteri II III IV 0,002 0,002 0,005 Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002, untuk kandungan maksimum merkuri (Hg) air minum adalah 0,001 ppm. 17 2.1.5 Kegunaan merkuri Pemanfaatan logam merkuri pada saat ini sudah hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun, merkuri telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian, dan industri. Bidang kedokteran telah menggunakan merkuri sejak abad ke-15 dimana merkuri (Hg) digunakan untuk pengobatan penyakit kelamin (sifilis). Kalomel (HgCl) digunakan sebagai pembersih luka sampai diketahui bahwa bahan tersebut beracun sehingga tidak digunakan lagi (BALIHRISTI, 2008). Merkuri (Hg) dalam bidang pertanian digunakan secara luas sebagai pestisida terutama fungisida untuk membunuh jamur sehingga baik digunakan untuk pengawet produk hasil pertanian (Achmad, 2004:100) Merkuri (Hg) di bidang industri, digunakan oleh pabrik alat-alat listrik yang menggunakan lampu-lampu merkuri untuk penerangan jalan raya. Mungkin ini disebabkan biaya pemasangan dan operasi yang murah dan arus listriknya dapat dialiri dengan voltase yang tinggi. Merkuri juga digunakan pada pembuatan baterai, karena baterai dengan bahan yang mengandung merkuri dapat tahan lama dan tahan terhadap kelembapan yang tinggi (BALIHRISTI, 2008). 2.1.6 Efek Toksik Merkuri Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa menghancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Absorpsi etil merkuri di tubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi 18 melalui makan, minuman dan pernapasan serta kontak kulit. Keracunan akut oleh Hg bisa terjadi pada konsentrasi Hg uap sebesar 0,5-1,2 mg/m3. Keracunan akut oleh Hg uap menunjukkan gejala faringitis, sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah yang disertai darah dan shock. Inhalasi uap Hg secara akut bisa mengakibatkan bronkitis, pneumonitis, serta menyebabkan munculnya gangguan sistem syaraf pusat, seperti tremor. Inhalasi uap Hg secara kronis mempengaruhi sistem syaraf pusat dengan gejala yang belum spesifik dan selanjutnya menunjukkan gejala tremor, pembesaran kelenjar tiroid, takikardi, demografisme, gingivitis, perubahan hematologis, serta peningkatan eksresi Hg dalam urin (Widowati, 2008:139). Hg selain diakumulasi pada berbagai organ juga mampu menembus membran plasenta sehingga bisa mencapai janin hasil penelitian menunjukkan bahwa otak janin lebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan orang dewasa. Hasil penelitian pada janin gugur kera yang terpapar uap Hg sebesar 0,5 mg/m3 selama 20 minggu menunjukkan kadar Hg pada berbagai organ, seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Konsentrasi Hg Dalam Beberapa Organ Tubuh Organ Hg pada dewasa (µg/g) Ginjal 518 Paru-paru 77,5 Hati 8 Cerebrum 10,9 Cerebellum 5,8 Jantung 3,2 Limpa 5,2 Darah 15 µg/100 mL Sumber : Smith, 1970 dalam Palar, 2008:108 Hg pada janin (µg/g) 5,8 0,6 10,1 0,05 0,24 0,15 1,8 2,35 µg/100 mL 19 2.1.7 Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran Merkuri Untuk mengurangi pencemaran limbah Hg di daerah pertambangan emas, di lakukan dangan cara sebagai berikut: 1) Memilih teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu menerapkan sistem pertambangan tertutup sehingga memperkecil keluarnya Hg dari dalam tanah. 2) Menggunakan teknologi pemrosesan batuan tambang yang tidak menggunakan Hg, tetapi diganti dengan menggunakan bioteknologi, yaitu proses pencucian menggunakan mikroba. Mikroorganisme yang banyak digunakan adalah Thiobacillus feroxidans. Di lingkungan yang telah tercemar oleh Hg, upaya yang digunakan adalah penyehatan kembali lingkungan dengan cara : 1) Memindahkan sedimen yag mengandung Hg tinggi, lalu melakukan isolasi 2) Treathment tanah atau air yang terpolusi secara fisik atau kimiawi 3) Imobilisasi dengan memasang batas daerah yang tercemar 4) Remediasi secara biologis atau fitoremidiasi menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap metal merkuri. Untuk meminimalisasi tingginya tingkat pencemaran Hg dalam usaha PETI dengan membuat bak pengendap yang mampu menampung material yang tercecer pada saat dan sedang melakukan penggaran didalam ruang tertutup atau kedap udara sehingga uap merkuri yang terbentuk bias dialirkan masuk kedalam bak pengendap yang tertutup rapat (Juliawan, 2006 dalam Widowati, 2008: 137138). 20 2.1.8 Merkuri di Lingkungan Perairan Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh buangan industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-senyawa merkuri dibidang pertanian. Merkuri dapat berada dalam bentuk metal, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa organik. Merkuri dan turunannya telah lama diketahui sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioaccumulation maupun biomagnification yaitu melalui food chain (Sanusi, 1980 dalam BALIHRISTI, 2008) 2.1.9 Kualitas Air, Kriteria Baku Mutu Air, dan Pencemaran Air 1. Kualitas Air Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air munum, perikanan, irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu pada air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan yaitu uji kimia, fisik biologi atau uji kenampakan (warna dan bau). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa 21 parameter, yaitu parameter fisik (kekeruhan, suhu, padatan terlarur dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya, dan parameter (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya) (Yuliastuti, 2011). 2. Kriteria Baku Mutu Air Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada, atau harus ada dan atau unsur pencemar yang harus ditenggang keberadaannya di dalam air (Yuliastuti, 2001). Kelas air merupakan peringkat kelas air yang dinilai masih layak dimanfaatkan untuk peruntukan tertentu (Rahmawati, 2011). Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan mutu air kedalam empat kelas, yaitu : a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b. Kelas dua, air yang peruntukannya digunakan untuk prasaran/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas tiga, air yang peruntukannnya digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. 22 d. Kelas empat, air yang peruntukannnya digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. Pembagian kelas ini didasarkan pada tingkatan baiknya mutu air berdasarkan kemungkinan penggunaanya bagi suatu peruntukan air. Peruntukan air yang dimaksud dalam kriteria kelas diatas misalnya kegunaan air untuk proses produksi dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan air sebagaimana kriteria mutu air dan kelas yang dimaksud (Rahmawati, 2011). 3. Pencemaran Air Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 1 pencemaran air didefinisikan sebagai : “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya”. Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam, atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu ekosistem tersebut. Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan antropogenik) (Effendi, 2003, dalam Yuliastuti, 2001). manusia (polutan 23 2.1.10 Sedimen Sedimen merupakan material hasil erosi yang dibawa oleh aliran air sungai dari daerah hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu meninggalkan dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen di hilir seringkali menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di daerah hilir. Oleh karena itu besarnya aliran sedimen atau hasil sedimen digunakan sebagai indikator kondisi DAS (Rahayu, 2009). Erosi tanah tidak hanya berpengaruh negatif pada lahan dimana terjadi erosi, tetapi juga didaerah hilirnya dimana material sedimen diendapkan. Kandungan sedimen yang tinggi pada air sungai akan merugikan pada penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan, biaya pengolahan akan menjadi mahal (Andi, 2004:27). Menurut Fardiaz (2005) dalam Sarjono, 2009 sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan dengan ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Sedimen yang mengendap tersebut kemudian membentuk dasar suatu perairan dimana tumbuhan dan hewan dasar perairan tinggal. Perairan pesisir banyak didominasi oleh substrat lunak seperti lumpur dan butir-butir pasir. Fajri (2001) dalam Sarjono (2009) menyatakan bahwa air sungai mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi, ketika partikel mencapai muara dan bercampur dengan air laut partikel lumpur akan membentuk partikel yang lebih besar dan mengendap di dasar perairan. 24 Menurut Fardiaz (2005) adanya sedimen dalam jumlah tinggi di perairan dapat merugikan karena: 1. menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan sehingga mengurangi volume air yang ditampung, mengurangi populasi. 2. mengurangi populasi ikan dan hewan air lainnya karena telur dan sumber makanan terendam oleh sedimen. 3. mengurangi penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis. 4. menyebabkan air menjadi keruh (dalam Sarjono, 2009) Pada umumnya logam-logam berat pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi makhluk hidup perairan, tetapi oleh adanya pengaruh kondisi perairan yang bersifat dinamis seperti perubahan pH, akan menyebabkan logam-logam yang mengendap dalam sedimen terionisasi ke perairan. Hal inilah yang merupakan bahan pencemar dan akan memberikan sifat toksik terhadap organisme hidup bila ada dalam jumlah yang berlebih (Connel dan Miller, 1995 dalam Sarjono, 2009). 2.1.11 Merkuri dalam Sedimen Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar. Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur dan bahan anorganik yang umumnya berasal dari pelapukan batuan. Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan 25 morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Sverdrup, 1966 dalam Erlangga, 2007). Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Sarjono, 2009) Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Konsentrasi logam berat pada sedimen tergantung pada beberapa faktor yang berinteraksi. Faktor-faktor tersebut adalah : 1) Sumber dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil aktivitas manusia, melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen. 2) Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar. 3) Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan. Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan. Dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion kompleks. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh International Association of Drilling Certification (IADC/CEDA, 1997) mengenai 26 kandungan logam yang dapat ditoleransi keberadaannya dalam sedimen berdasarkan standar kualitas Belanda, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Kandungan Merkuri (Hg) Dalam Sedimen (dalam ppm) Logam berat Level Level Level Level target limit tes intervensi Merkuri (Hg) 0,3 ppm 0,5 ppm 1,6 ppm 10 ppm Sumber: IADC/CEDA, 1997, dalam Erlangga, 2007 Level bahaya 15 ppm Keterangan : a) Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan. b) Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen memiliki nilai maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem. c) Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai tercemar ringan. d) Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai antara level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai tercemar sedang. e) Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan berada pada nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus dengan segera dilakukan pembersihan sedimen. 27 2.2 Kerangka Berpikir 2.2.1 Kerangka Teori Pertanian Sumber Polutan Pencemaran perairan Pertambangan Merkuri (Hg) Rumah tangga Sungai Air Sedimen Efek bagi biota Perubahan perairan kualitas perairan Pemeriksaan Kadar Hg Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Gambar 2.2 Kerangka Teori 28 2.2.2 Kerangka Konsep Air dan sedimen sungai di hulu Air dan sedimen sungai di tengah Air dan sedimen sungai di hilir Keterangan : : Variabel independen : Variabel dependen : Variabel yang di teliti Gambar 2.3 Kerangka Konsep Kadar merkuri (Hg)