EFFECT OF ACTIVITY GROUP THERAPY: THE SOCIALIZATION OF THE CLIENT’S VERBAL COMMUNICATION SKILL WITH SOCIAL ISOLATION IN THE PSBL PHALA MARTHA Herlina Lidyawati, Rahil Putra Rizaldi [email protected] Abstract Decreasing ability in socialization proces can bringing on social isolation. A way that clients wants to socializer with social isolation is the TAKS. The purpose in this study is to determine the ‘Effect Of Activity Group Therapy: The Socialization Of The Client’s Verbal Communication Skill With Social Isolation In The PSBL Phala Martha’.Types of studies that used is the quasi experiment. With a population 23 people and the sample is 15 people, with manner sample interpretatin is purposive sampling. The analyzer used were paired t-test. To prove whether there is the influence of the TAKS on the client’s verbal communication of social isolation. Prior to the paired t-tast test done first kolgomorov smirnov test with the results before 0,718 and after 1,045 and obtained results are normally distributed. After that be tasted paired t-test with a result before the mean 13,87 with standard deviation 2,973, after mean of 21,133 with a standard deviation of 4,627. And obtained p-value is 0,000, there is the influence of the TAKS on verbal communication skill with a value of respondents r 0,801 which quite strongly influence. During the intervention there may be other factors which may enhance the verbal communication of respondents as mood and physical situational. Therefore further research is needed determines the relationship there factors. PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK:SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI VERBAL PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL DI PSBL PHALA MARTA CI BADAK Herlina Lidyawati, Rahil Putra Rizaldi [email protected] Abstrak Penurunan kemampuan dalam bersosialisasi dapat menyebabkan isolasi sosial. Salah satu cara agar klien dengan isolasi sosial mau besosialisasi adalah dengan TAKS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Klien dengan Isolasi Sosial di PSBL Phala Martha. Jenis penelitian dengan quasi eksperimen, populasinya 23 orang dan sample sebanyak 15 orang, dengan cara pengambilan sample purposive sampling. Analisa yang digunakan adalah paired ttest untuk membuktikan apakah ada pengaruh TAKS terhadap kounukasi verbal pada klien isolasi sosial. Sebelum dilakukan uji paired t-tes dilakukan terlebih dahulu uji kolgomorov smirnov dengan hasil sebelum 0,718 dan sesudah 1,045 dan didapat hasil berdistribusi normal. Setelah itu baru dilakukan uji paired t-tes dengan hasil sebelum adalah mean 13,87 dengan standar deviasi 2,973, sesudah mean 21,13 dengan standar deviasi 4,627. Dan didapat p-value adalah 0,000 maka terdapat pengaruh TAKS terhadap kemampuan komunikasi vebal responden dengan nilai r 0,801 yang berpengaruh kuat. Selama proses intervensi terdapat faktor lain yang dapat meningkatkan komunikasi verbal responden seperti mood dan keadaan fisik, karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut. 1.1 Pendahuluan Tingginya angka gangguan yang terjadi terhadap seorang individu bisa juga dikarenakan kurangnya beradaptasi terhadap lingkungan dan faktor itu juga dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial, agar dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan kesehatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau tidak mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya. Dikarenakan penderita merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan saling percaya dengan orang lain (Yosep, 2009). Isolasi sosial juga bisa disebabkan oleh faktor predisposisi yang diantaranya, dikarenakan faktor perkembangan, faktor komunikasi dalam keluarga, faktor sosial budanya, faktor biologis. Dan faktor presifitasi juga berpengaruh terhadap klien isolasi sosial seperti dikarenakan stressor sosial budaya, stressor biokimia, stressor biologis dan sosial budaya, stressor psikologis (Keliat, 2005). Dari beberapa faktor diatas yang sangat berpengaruh adalah peran keluarga yang dimana keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, komunikasi dan kehangatan dari keluarga pada saat bayi hingga seorang individu mencapai kedewasaannya akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidak percayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Komunikasi yang sangat penting dalam masa ini, agar anak atau remaja tidak merasa diperlakukan sebagai objek ( Fitri, 2010). Dari faktor diatas proses yang menyebabkan isolasi sosial itu adalah proses sosialisasi yang kurang dengan keluarga, kelompok, sosial budaya, dsb, yang membuat individu tersebut enggan untuk berkomunikasi dengan orang disekitarnya, dan dari proses sosialisasi yang kurang tersebut klien selalu sendiri, merasa kurang percaya diri, karena kurangnya stimulasi yang didapat oleh individu tersebut (Fitri, 2010). Sosialisasi tersebut juga bisa dilakukan terhadap pasien gangguan jiwa yakni dengan cara terapi modalitas yang satu diantaranya adalah terapi aktivitas kelompok: sosialisasi, dimana klien yang mengalami gangguan komunikasi atau tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain dirangsang untuk melakukan komunikasi terhadap lingkungan di sekitarnya, salah satu klien yang harus dilakukan terapi aktivitas kelompok adalah klien dengan isolasi sosial. Terapi aktivitas kelompok tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku maladaptif atau destruktif menjadi adaptif atau konstruksi. Tujuan lain terapi aktivitas kelompok yaitu untuk membantu anggota yang melakukan terapi aktivitas kelompok tersebut berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Karena kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah (Keliat dan Akemat, 2005). Kelompok didefinisikan sebagai suatu kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuard & Laraia, 2001, dikutip oleh Keliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok kebanyakan dilakukan pada klien dengan isolasi sosial karena klien dengan gangguan tersebut tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang lain, dan rata-rata klien dengan isolasi sosial paling sering mendapatkan terapi aktivitas kelompok dibandingkan dengan klien dengan gangguan jiwa yang lainnya, karena disana klien dengan gangguan isolasi sosial tersebut dapat mengembangkan komunikasi yang dia miliki. Dalam terapi aktivitas kelompok tersebut juga membutuhkan peran seorang perawat yang dimana perawat tersebut bertugas sebagai fasilitator, karena untuk memfasilitasi klien yang mengikuti terapi aktivitas kelompok untuk bersosialisasi dengan pasien lain. Rata-rata klien yang sangat membutuhkan peran perawat dalam terapi aktivitas kelompok tersebut adalah pasien dengan isolasi sosial, karena pasien dengan isolasi sosial tersebut cenderung pasif dalam proses terapi aktivitas kelompok tersebut dan sangat membutuhkan dorongan seorang perawat agar klien tersebut mampu untuk berperan aktif dalam proses terapi aktivitas kelompok. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di PSBL Phala Martha, diketahui di PSBL Phala Martha jarang dilakukan terapi aktivitas kelompok: sosialisasi (TAKS) dan terapi aktivitas kelompok tersebut hanya dilakukan apabila ada mahasiswa yang melakukan praktek. Klien yang mengalami isolasi sosial di PSBL Phala Martha adalah 23 orang (14%) dari 160 klien yang meagalami gangguan jiwa. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik meneliti tentang: “Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok: Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Klien Dengan Isolasi Sosial di PSBL Phala Martha”. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok: sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien dengan isolasi sosial di PSBL Phala Martha. 1.2 Metode Jenis penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah experiment research. Jenis eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yakni quasi eksperimen, yaitu eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2006). Sedangkan untuk jenis design pre eksperimen dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test group yaitu memberikan pre-test atau pengamatan awal terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi kemudian dilakukan post-test atau pengamatan akhir (Hidayat, 2007). Populasinya 23 orang dan sample sebanyak 15 orang, dengan cara pengambilan sample purposive sampling. Analisa yang digunakan adalah paired t-test untuk membuktikan apakah ada pengaruh TAKS terhadap kounukasi verbal pada klien isolasi sosial. 1.3 Hasil dan Pembahasan Gambaran komunikasi verbal sebelum dilakukan TAKS pada klien dengan isolasi sosialyakni sebanyak 15 responden, menunjukan bahwa sebelum dilakukan TAKS komunikasi verbal pada responden kurang baik karena responden cenderung pasif dan jarang berinteraksi dengan orang disekitarnya. Dengan hasi komunikasi verbal sebelum TAKS (pre-test) adalah 13,87 dengan standar deviasi 2,973. Hasil penelitian menunjukan gambaran komunikasi verbal pada klien isolasi sosial sebelum dilakukan TAKS cenderung mumpunyai tingkat kommunikasi verbal yang kurang baik. Kerena klien isolasi sosial cenderung pasif dalam kehidupan sehari-hari dan lebih banyak berdiam diri dikamar dari pada berinteraksi dengan orang disekitarnya (Nita Fitri, 2010). Kurangnya proses sosiaisasi tersebut menyebabkan kemampuan komunikasi verbal klien isolasi sosial akan menurun karena jarang bersosialisasi, hal tersebut juga bisa dikarenakan klien merasa ditolak, tidak dibutuhkan, dan juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya (Keliat dan Akemat, 2005). Hal tersebut terlihat pada saat pre-test, saat diobsrvasi kebanyakan klien isolasi sosial memiliki tingkat komunikasi verbal kurang baik, karena klien isolasi sosial tersebut enggan untuk berkomunikasi dengan orang di sekitarnya dan kebanyakan klien isolasi sosial mengurung diri dikamar adapun kemampuan komunikasi verbal yang di observasi pada klien isolasi sosial adalah kemampuan klien dalam berkenalan dan memperkenalkan diri, bercakap-cakap topik tertentu, dan kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi. Dari hasil obsevasi tersebut diketahui kemampuan komunikasi verbal klien dengan isolasi sosial kurang baik sebelum dilakukan TAKS. Tetapi setelah dilakukan TAKS selama 7 sesi rata-rata klien dengan isolasi sosial mengalami peningkatan dalam komunikasi verbal. Hasil penelitian menunjukan sesudah diberikan TAKS selama 7 sesi terjadi peningkta komunikasi verbal pada klien isolasi sosial. Rata-rata tigkat komunikasi verbal yang dimiliki klien dengan isoasi sosial berjalan cukup baik setelah dilakukan TAKS selama 7 sesi. Maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan komunikasi verbal pada klien dengan isolasi sosial setelah dilakukan TAKS. TAKS yang dilakukan pada responden, dilakukan selama 20-40 menit pada setiap sesinya. Selama 7 sesi tersebut responden justru cukup baik saat berkomunikasi dengan responden lain, dikarena melalui TAKS tersebut kemampuan komunikasi verbal responden diasah agar mau berinteraksi dengan orang lain. Pada hari ke 7 didapatkan nilai mean post-test sebesar 21,13 dengan standar deviasi 4,627. Adapun selisih mean antara pengukuran pre-test dan post-test adalah -7,267 dengan standar deviasi 2,865. Dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,000, yang berarti p < 0,05 makan Ho ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh “Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Di PSBL Phala Mharta”. Adapun kuatnya pengaruh TAKS terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien dengan isolasi sosial dibuktikan dengan nilai r pada paired samples correlations yaitu sebesar 0.801 yang memiliki arti bahwa pengaruh terapi ini sangat kuat. 1.4 Simpulan dan Saran 1.4.1 Kesimpulan Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa sebagian besar klien dengan isolasi sosial di PSBL Phala Martha mempunyai komnikasi verbal kurang baik sebelum dilakukan TAKS. Klien dengan isolasi sosial di PSBL Phala Martha memiliki perbandingan yang tidak sama pada saat sebelum dilakukan TAKS dan sesudah dilakukan TAKS. Setelah dilakukan TAKS diketahui komunikasi verbal yang dimiliki klien isolasi sosial cukup baik karena dari sesi 1-7 peneliti mengobservasi kemampuan komunikasi verbal klien yang meliputi: kemampuan klien berkenalan, kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan bercakapcakap, kemampuan bercakap-cakap topik tertentu, kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi, kemampuan bekerjasama, dan mengevaluasi kemampuan sosialisasi klien. Dan dari sanalah ketahui ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Di PSBL Phala Martha. 1.4.2 Saran Setelah dilakukan penelitian terdapat pengaruh aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien dengan isolasi sosial, semoga dapat meningkatkan kinerja tenega kerja kesehatan dalam menyembuhkan klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan TAKS. Dan semoga TAKS dapat dijadikan program mingguan, sehingga klien dengan isolasi sosial dapat meningkatkan komunikasi verbal yang klien miliki, sehingga dapat dipraktikan oleh klien dalam kehidupan sehari-hari. Daftar Pustaka Alimul Aziz Hidayat, 2011, Metode Penelitian dan Tehknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Arikunto, 2010, Statistik Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Carman Coper Linda, 2007, Keperawatan Jiwa & Psikiatri (Pedoman Klinis Perawatan Jiwa). Jakarta: EGC. Fitria Nita, 2010, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Keliat Budi Anna & Akemat, 2004, Keperawatan Jiwa (Terapi Aktivitas Kelompok). Jakarta: EGC. , 2009, Model Praktik Keperawatan Propesional Jiwa. Jakarta: EGC. Muslihah & Fatmawati Siti, 2009, Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta. Nasir Abdul & Muhith Abdul, 2011, Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Potter & Perry, 2005, Pundamental Keperawatan (Edisi 4). Jakarta: EGC. Purwaningsih Wahyu & Herlina Ina, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Setiadi, 2007, Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu. Sugiono, 2009, Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta. Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung.