BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jamblang Syzygium cumini termasuk kedalam keluarga suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Jenis ini termasuk jenis asli kawasan Indo-Malaysiana, termasuk Indonesia. Masyarakat di kawasan ini telah lama mengenalnya sebagai tanaman buah yang dapat dikonsumsi. Informasi terakhir mengenai tumbuhan jenis ini adalah kegunaannya sebagai bahan baku obat diabetes militus (Mudiana, 2007). Gambar 1. Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini) (Leimena, 2008) Tumbuhan jamblang ini termasuk buah-buahan yang langka. Di Indonesia, tumbuhan ini dapat tumbuh dengan subur. Kebanyakan masyarkat suka dengan daging buahnya yang putih kemerah-merahan serta kulit buahnya yang licin berwarna merah hingga ungu kehitaman. 2.1.1 Taksonomi Tumbuhan Menurut Yuzami dkk, tumbuhan jamblang memiliki taksonomi tumbuhan sebagai berikut: Kingdom Divisi Class Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : : Plantae Angiospermae Dicotyledoneae Myrtales Myrtaceae Syzygium Syzygium cumini (Yuzami dkk, 2010) 2.1.2 Morfologi Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpenting (Verheij dan Coronel, 1997). Bunganya kecilkecil, berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai (Anonim, 2006a) 2.1.3 Nama Lokal Tanaman Syzgium cumini yang merupakan nama baru dari nama sebelumnya yaitu Eugenia cumini memiliki beberapa nama daerah, yaitu Jambe kleng (Aceh), Jambe kling (Gayo), Jambu kalang (Minangkabau), Jambelang (Melayu), Jamblang (Sunda), Duwet (Jawa), Juwet (Jakarta), jambulang (Ternate), dan jambura (Gorontalo) 2.1.4 Kandungan Kimia Menurut Mahmoud et. al (2001) bahwa secara umum genus Syzygium mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid, tannin, terpenoid, yang digunakan di dalam dunia pengobatan antara lain untuk antiradang, penahan rasa sakit, dan anti jamur. Arifin (2006) melaporkan bahwa tumbuhan Eugenia cumini Merr (Syzgium cumini) (myrtaceae) mengandung senyawa kimia antara lain suatu alkaloid, flavonoid, resin, tannin, dan minyak atsiri. Dan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa ekstrak etanol daun jamblang (Syzgium cumini) mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, fenolik, dan saponin. Jamblang (Syzgium cumini) mengandung beberapa senyawa kimia yang terdapat pada beberapa bagian diantaranya, pada buah terkandung senyawa penyamak tanin, minyak terbang, damar, asam gallus, dan glicosida,asam galat, triterpenoid. Pada biji terkandung senyawa tanin, asam galat, glukosida phytomelin, dan alfa-phytosterol yang bersifat anticholestemik, minyak atsiri, jambosin (alkaloid),triterpenoid . Sementara itu, pada kulit pohonnya terkandung seyawa zat samak, asam galat, alkaloid (jambosin) dan jambulol, Triterpenoid, zat tanin . 2.1.5 Manfaat Tumbuhan Manfaat yang dimiliki oleh tumbuhan jamblang ini adalah berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah (efek hipoglikemik) pada penderita diabetes mellitus tipe II baik pada kulit kayu, biji, dan daun dari tumbuhan ini. Selain itu, dengan rasa buahnya yang asam manis, sifatnya sejuk, astringen kuat, berbau aromatik berkhasiat melumas organ paru, menghentikan batuk, peluruh kencing (diuretic), peluruh kentut (karminatif), memperbaiki gangguan pencernaan, merangsang keluarnya air liur, dan menurunkan kadar glukosa darah (hipoglikemik). Hasil penelitian di India menyatakan bahwa buah jamblang memiliki potensial sebagai obat kontrasepsi pada pria. Pada percobaan binatang, jamblang dapat mencegah timbulnya katarak akibat diabetes. Jamblang juga menurunkan risiko timbulnya atherosklerosis sampai 60-90% pada penderita diabetes. Hal ini terjadi karena kandungan oleanolic acid pada jamblang dapat menekan peran radikal bebas dalam pembentukan atherosclerosis (Anonim, 2012). Grover, et al; (2002) melaporkan bahwa tumbuhan Syzgium cumini digunakan sebagai obat tradisional beranekaragam. Kulit batang, buah, daun dan biji digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. 2.2 Senyawa Flavonoid Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid. C3 C 3 C 2 B C2 C C1 C3 1 A C2 C1 Flavonoid Isoflavonoid Neoflavonoid Gambar 2. Kerangka Struktur Flavonoid (Ahmad, 1989) Istilah “flavonoid” yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini berasal dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, di mana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C) B O1 C2 A C C3 C4 -2Fenilkroman Gambar 3. Struktur 2-fenilkroman (Ahmad, 1986) Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Sebanyak 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tanaman diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berhubungan erat dengannya (Markham,1988). Taher (2011:7) menjelaskan bahwa dalam tumbuhan, flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi glikosida. Aglikon yaitu flavonoid tanpa gula terikat yang terdapat dalam berbagai bentuk struktur, sedangkan glikosida yaitu kombinasi antara gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosid. Jika dihidrolisa dalam asam, maka suatu glikosida akan terurai kembali menjadi komponen-komponen yakni gula dan alkohol. 2.2.1 Klasifikasi Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil ditunjukkan pada Gambar 4 O O OH O O Flavones Flavonols O O O O Isoflavones Flavanones O C H O Chalcones O Aurones Gambar 4. Jenis – jenis flavonoid (Mabry, et al, 1970, dalam Sjahid,2008) 2.2.2 Identifikasi Flavonoid Suatu senyawa kimia yang terkandung didalam tumbuhan dapat diidentifikasi dengan langkah pertama yaitu diisolasi dan dimurnikan, kemudian setelah itu terlebih dahulu ditentukan golongan apa senyawa tersebut barulah kita dapat menentukan jenis senyawa kimia dalam golongan tersebut. Pemeriksaan golongan senyawa tersebut harus dilakukan secara cermat dengan menggunakan KLT/KKt apabila telah terbentuknya bercak tunggal dalam sistem tersebut. Hal inipun dapat ditentukan dengan melakukan uji warna, penentuan pelarutan, dan bilangan Rf. Namun, kita tidak dapat langsung menyimpulkan jenis senyawa apa yang terkandung dalam senyawa tersebut sebelum diidentifikasi dengan spektrum UV dan IR. Tabel 1. Reaksi Warna dari Berbagai Jenis Flavonoid Golongan Flavonoid NaOH Kalkon Jingga, merah Dihidroksi kalkon Auron Flavanon Reaksi Warna H2SO4 pekat Mg-HCl Jingga, merah magneta Tak berwarnaTak kuning muda berwarnakuning muda Merah-ungu Merah magneta Kuning/jingga Jingga-merah (dingin) tua Flavon Merah/ungu (panas) Kuning Flavonol Kuning-jingga Leukoantosianin, Kuning biruantosianin dan ungu proantosianidin Katekin Kuning-merah coklat Isoflavon Kuning Isoflavonon Kuning Sumber . Harborne (2006) - Na amalgamHCl Kuning muda - - - Kuning muda Merah magneta, ungu, biru Merah Kuningjingga Kuningjingga Merah tua kuningjingga Merah Kuning Merah Merahmagneta Merah-merah muda Kuningmerah muda Pink kuning jingga - - Kuning Kuning Kuning Kuning Merah muda Merah Flavonoid dalam tumbuhan terdapat sebagai campuran, seringkali terdiri atas flavonoid yang berbeda golongan. Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan ( Rijke, 2005). Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spketrum tampak (Markham, 1988). Pemeriksaan pendahuluan golongan flavonoid dilakukan dengan pereaksi spesifik. Reaksi yang terjadi antara pereaksi spesifik dan suatu golongan flavonoid akan menghasilkan warna tertentu. Jenis pereaksi dan golongan flavonoid yang menghasilkan warna tertentu dapat dilihat pada tabel 1. 2.3 Metode Ektraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Simanjuntak, 2008). Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel, 1989 dalam Sjahid, 2008). 2.3.1 Maserasi Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotongpotong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1995 dalam Sjahid, 2008). Metode ekstraksi maserasi digunakan untuk mengekstrak suatu komponen kimia yang tahan panas maupun tidak. Kekurangan dari metode ini, yaitu diperlukan waktu yang lama dan banyak menggunakan larutan pengekstrak (Akbar, 2010). 2.4 Teori Kromatografi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oxide),kieselguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai nama perdagangan macam-macam (Adnan, 1997). Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar (Adnan, 1997). Kieselguhr merupakan adsorben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai campuran pada silica gel yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif, juga dapat ditambah dengan Ca2SO4 (Nurhidayat, 2012). 2.4.1.1 Meneteskan Sampel pada KLT Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan,dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunya titik didih antara 50100ºC. Larutan sampel tersebut diteteskan pada plat dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Pada plat mikro kira-kira 8 – 10 mm dari dasar, sedangkan untuk plat makro kira-kira 1,5 – 2,0 cm dari dasar. Jumlah sampel yang diteteskan dapat berkisar antara 5 – 100 µg dari larutan 0,1%. Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dengan dibiarkan mongering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan (Adnan, 1997). 2.4.1.2 Pengembangan KLT Pengembangan dilaksanakan dengan mencelupkan dasar plat TLC yang telah ditetesi sampel dalam sistem pelarut untuk proses pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, tetapi akan lebih cepat dengan mengambil pengalaman para peneliti, yaitu dengan daftar pustaka yang sudah ada. Pemilihan sistem pelarut atas dasar like dissolves like berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar juga. Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut. Hal ini dapat segera tercapai dengan meletakkan kertas filter pada dinding ruangan dengan dasar kertas tersebut tercelup pada sistem pelarutnya. Pengembangan yang dilaksanakan dalam ruangan tertutup tersebut diakhiri setelah ujung zat pelarut pada plat telah mencapai kirakira ¾ tinggi adsorben, atau kira-kira setinggi 15 – 16 cm pada plat TLC makro (Adnan, 1997). 2.4.1.3 Parameter Kualitatif Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf (Rate of Low) didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal (Rumate, 2000 dalam Ibrahim, 2002) Rf = jarak titik tengah noda dari titik awal jarak tepi muka pelarut dari titik awal Harga Rf berkisar antara 0,1 – 0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Ukuran partikel lapisan penyerap 2. Derajat keaktifan lapisan penyerap 3. Kemurnian pelarut 4. Kejenuhan ruang elusi 5. Ketebalan lapisan pelarut Harga Rf menyatakan identitas noda, dan secara matematis dapat dituliskan menjadi : Rf = Dengan I = titik tengah noda , dan h = jarak tepi muka pelarut dari titik awal. 2.4.2 Kromatografi Kolom Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil untuk mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom (Adnan 1997). Pengisian kolom dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada kesetimbangan adsorpsi-adsorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite and Smith, 1995). 2.4.2.1 Pengisian Kolom Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing, sehingga terjadi pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. (Adnan, M., 1997) 2.4.2.2 Memilih Kemasan Kolom Kemasan kolom yang tersedia sangatlah banyak dan senarai di bawah memberikan pedoman mengenai pemakaian dan ciri sejumlah jenis kemasan yang berguna. Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah. Sedangkan untuk silika paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metal flavon, dan flavanol. Kapasitas pertengahan (Adnan, 1997). 2.5 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995 dalam Sjahid, 2008). Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya pada daerah tampak (yakni senyawa berwarna ) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek ( Fessenden dan Fessenden, 1982). Spektroskopi UV-Vis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi diagnostik ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat pada salah satu gugus hidroksi fenol (Markham, 1988 dalam Sjahid, 2008). Jenis flavonoid ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid (Markham, 1988 dalam Sjahid, 2008) Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid 250-280 250-280 250-280 245-275 310-350 330-360 350-385 310-330 bahu Kira-kira 320 puncak 300-330 bahu 340-390 Flavon Flavonol (3-OH tersubstitusi) Flavonol (3-OH bebas) Isoflavon Isoflavon (5-deoksi-5, 7dioksigenasi) Flavanon dan dihidro flavonol Khalkon 275-295 230-270 (kekuatan rendah) 230-270 380-430 (kekuatan rendah) 270-280 465-560 Auron Antosianidin dan antosianin 2.6 Spektrofotometer IR Spektrofotometri inframerah (IR) sangat penting dalam kimia modern, terutama (meskipun bukan satu-satunya) dalam daerah organik. Spektrofotometer ini merupakan alat rutin untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawaan, dan menganalisis campuran (Day and Underwood, 2001). Daerah inframerah dan spektrum elektromagnetik meliputi panjang gelombang kurang lebih antara 0,78 – 300 µm (12.000-10-1cm), akan tetapi untuk penggunaan pengukuran serapan terbatas pada daerah antara 4.000-670 cm-1(2,5 15 µm). Spektrum inframerah senyawa organic maupun anorganik merupakan sifat fisik yang khas bagi senyawa-senyawa tersebut. (Isa, 2006). 2.6.1 Penyerapan Sinar Infra Merah Jika suatu molekul menyerap sinar ultraviolet atau sinar tampak, maka di dalam molekul itu akan terjadi perubahan tingkat energi elektron, tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi. Akan tetapi jika molekul itu menyerap sinar infra merah, maka di dalam molekul itu akan terjadi perubahan tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi. Ada persyaratan agar molekul dapat menyerap sinar inframerah. Persyaratan tersebut adalah bahwa gerakan vibrasi dan rotasi molekul harus disertai perubahan netto momen dipolnya (net change in dipole moment). Bila kondisi ini terpenuhi, maka medan listrik bolak balik dari sinar akan dapat berantaraksi dengan molekul yang dapat menyebabkan perubahan dalam gerakan vibrasi dan rotasinya (Isa, 2006) 2.6.2 Interpretasi Data IR Spektroskopi inframerah membantu dalam mengidentifikasi macam ikatan yang terdapat dalam suatu senyawa. Dengan diketahuinya macam ikatan kovalen yang ada dan mana yang tidak maka dapat kita perkirakan gugus fungsional yang ada atau tidak ada dalam suatu struktur. Serapan khas beberapa gugus fungsi dapat dilihat pada Tabel 3. 2.6.2.1 Jenis-jenis Vibrasi Molekul Letak atom yang satu terhadap lainnya di dalam suatu molekul tidak tetap, melainkan berubah-ubah (berfluktuasi secara terus menerus, sebagai akibat terjadinya beraneka ragam vibrasi atom-atom tersebut. Vibrasi-vibrasi molekul itu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi tekuk. Vibrasi regang adalah vibrasi yang menyebabkan perubahan terus menerus dari jarak antara dua ikatan kimia, sedang vibrasi tekuk adalah vibrasi yang menyebabkan perubahan sudut dari dua ikatan kimia (Isa, 2006). Tabel 3. Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi Gugus C-H C-H C-H C-H C=C C=C C-O C=O O-H O-H O-H N-H C-N -NO2 Jenis Senyawa Alkana alkena aromatik alkuna alkena aromatik (cincin) alkohol,eter, asam karboksilat,ester aldehida, keton, asam karboksilat,ester alkohol,fenol (monomer) alkohol, fenol (ikatan H) asam karboksilat amina amina nitro Sumber : Mahajani, 2012 Daerah serapan (cm-1) 2850-2960,1350 1470 3020-3080, 675-870 3000-3100, 675-870 3300 1640-1680 1500-1600 1080-1300 1690-1760 3610-3640 2000-3600 3000-3600 3310-3500 1180-1360 1515-1560,1345-1385