BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum Tentang Jamblang
Syzygium cumini termasuk kedalam keluarga suku jambu-jambuan
(Myrtaceae). Jenis ini termasuk jenis asli kawasan Indo-Malaysiana, termasuk
Indonesia. Masyarakat di kawasan ini telah lama mengenalnya sebagai tanaman
buah yang dapat dikonsumsi. Informasi terakhir mengenai tumbuhan jenis ini
adalah kegunaannya sebagai bahan baku obat diabetes militus (Mudiana, 2007).
Gambar 1. Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini) (Leimena, 2008)
Tumbuhan jamblang ini termasuk buah-buahan yang langka. Di Indonesia,
tumbuhan ini dapat tumbuh dengan subur. Kebanyakan masyarkat suka dengan
daging buahnya yang putih kemerah-merahan serta kulit buahnya yang licin
berwarna merah hingga ungu kehitaman.
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan
Menurut Yuzami dkk, tumbuhan jamblang memiliki taksonomi tumbuhan
sebagai berikut:
Kingdom
Divisi
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Angiospermae
Dicotyledoneae
Myrtales
Myrtaceae
Syzygium
Syzygium cumini (Yuzami dkk, 2010)
2.1.2 Morfologi
Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan
dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai
30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian
bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan
semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya
bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm
lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul
atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir
tipis serta tembus
pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya
menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Jika diremas,
daunnya agak berbau terpenting (Verheij dan Coronel, 1997). Bunganya kecilkecil,
berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada
umumnya muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya
berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai (Anonim, 2006a)
2.1.3 Nama Lokal
Tanaman Syzgium cumini
yang merupakan nama baru dari nama
sebelumnya yaitu Eugenia cumini memiliki beberapa nama daerah, yaitu Jambe
kleng (Aceh), Jambe kling (Gayo), Jambu kalang (Minangkabau), Jambelang
(Melayu), Jamblang (Sunda), Duwet (Jawa), Juwet (Jakarta), jambulang (Ternate),
dan jambura (Gorontalo)
2.1.4 Kandungan Kimia
Menurut Mahmoud et. al (2001) bahwa secara umum genus Syzygium
mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid, tannin, terpenoid,
yang digunakan di dalam dunia pengobatan antara lain untuk antiradang, penahan
rasa sakit, dan anti jamur.
Arifin (2006) melaporkan bahwa tumbuhan Eugenia cumini Merr
(Syzgium cumini) (myrtaceae) mengandung senyawa kimia antara lain suatu
alkaloid, flavonoid, resin, tannin, dan minyak atsiri. Dan berdasarkan hasil
penelitiannya bahwa ekstrak etanol daun jamblang (Syzgium cumini) mengandung
alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, fenolik, dan saponin.
Jamblang (Syzgium cumini) mengandung beberapa senyawa kimia yang
terdapat pada beberapa bagian diantaranya, pada buah terkandung senyawa
penyamak tanin, minyak terbang, damar, asam gallus, dan glicosida,asam galat,
triterpenoid. Pada biji terkandung senyawa tanin, asam galat, glukosida
phytomelin, dan alfa-phytosterol yang bersifat anticholestemik, minyak atsiri,
jambosin (alkaloid),triterpenoid . Sementara itu, pada kulit pohonnya terkandung
seyawa zat samak, asam galat, alkaloid (jambosin) dan jambulol, Triterpenoid, zat
tanin .
2.1.5 Manfaat Tumbuhan
Manfaat yang dimiliki oleh tumbuhan jamblang ini adalah berkhasiat
untuk menurunkan kadar glukosa darah (efek hipoglikemik) pada penderita
diabetes mellitus tipe II baik pada kulit kayu, biji, dan daun dari tumbuhan ini.
Selain itu, dengan rasa buahnya yang asam manis, sifatnya sejuk, astringen kuat,
berbau aromatik berkhasiat melumas organ paru, menghentikan batuk, peluruh
kencing
(diuretic),
peluruh
kentut
(karminatif),
memperbaiki
gangguan
pencernaan, merangsang keluarnya air liur, dan menurunkan kadar glukosa darah
(hipoglikemik). Hasil penelitian di India menyatakan bahwa buah jamblang
memiliki potensial sebagai obat kontrasepsi pada pria. Pada percobaan binatang,
jamblang
dapat mencegah timbulnya katarak akibat diabetes. Jamblang juga
menurunkan risiko timbulnya atherosklerosis sampai 60-90% pada penderita
diabetes. Hal ini terjadi karena kandungan oleanolic acid pada jamblang dapat
menekan peran radikal bebas dalam pembentukan atherosclerosis (Anonim,
2012).
Grover, et al; (2002) melaporkan bahwa tumbuhan Syzgium cumini
digunakan sebagai obat tradisional beranekaragam. Kulit batang, buah, daun dan
biji digunakan untuk menurunkan kadar gula darah.
2.2 Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur,
yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid.
C3
C
3
C
2
B
C2
C
C1
C3
1
A
C2
C1
Flavonoid
Isoflavonoid
Neoflavonoid
Gambar 2. Kerangka Struktur Flavonoid (Ahmad, 1989)
Istilah “flavonoid” yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini
berasal dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar
jumlahnya dan juga lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai
kerangka 2-fenilkroman, di mana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang
terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen,
sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C)
B
O1
C2
A
C
C3
C4
-2Fenilkroman
Gambar 3. Struktur 2-fenilkroman (Ahmad, 1986)
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid terdapat
pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, nectar,
bunga, buah, dan biji. Sebanyak 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tanaman diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berhubungan erat
dengannya (Markham,1988).
Taher (2011:7) menjelaskan bahwa dalam tumbuhan, flavonoid terikat
pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam
satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi glikosida. Aglikon yaitu flavonoid tanpa
gula terikat yang terdapat dalam berbagai bentuk struktur, sedangkan glikosida
yaitu kombinasi antara gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui
ikatan glikosid. Jika dihidrolisa dalam asam, maka suatu glikosida akan terurai
kembali menjadi komponen-komponen yakni gula dan alkohol.
2.2.1 Klasifikasi
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada
tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol
dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering
disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonida ini disebabkan
oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur
tersebut.
Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan
perbedaan distribusi dari gugus hidroksil ditunjukkan pada Gambar 4
O
O
OH
O
O
Flavones
Flavonols
O
O
O
O
Isoflavones
Flavanones
O
C
H
O
Chalcones
O
Aurones
Gambar 4. Jenis – jenis flavonoid (Mabry, et al, 1970, dalam Sjahid,2008)
2.2.2 Identifikasi Flavonoid
Suatu senyawa kimia yang terkandung didalam tumbuhan
dapat
diidentifikasi dengan langkah pertama yaitu diisolasi dan dimurnikan, kemudian
setelah itu terlebih dahulu ditentukan golongan apa senyawa tersebut barulah kita
dapat menentukan jenis senyawa kimia dalam golongan tersebut. Pemeriksaan
golongan senyawa tersebut harus dilakukan secara cermat dengan menggunakan
KLT/KKt apabila telah terbentuknya bercak tunggal dalam sistem tersebut. Hal
inipun dapat ditentukan dengan melakukan uji warna, penentuan pelarutan, dan
bilangan Rf. Namun, kita tidak dapat langsung menyimpulkan jenis senyawa apa
yang terkandung dalam senyawa tersebut sebelum diidentifikasi dengan spektrum
UV dan IR.
Tabel 1. Reaksi Warna dari Berbagai Jenis Flavonoid
Golongan
Flavonoid
NaOH
Kalkon
Jingga, merah
Dihidroksi
kalkon
Auron
Flavanon
Reaksi Warna
H2SO4 pekat
Mg-HCl
Jingga,
merah
magneta
Tak berwarnaTak
kuning muda
berwarnakuning muda
Merah-ungu
Merah
magneta
Kuning/jingga Jingga-merah
(dingin)
tua
Flavon
Merah/ungu
(panas)
Kuning
Flavonol
Kuning-jingga
Leukoantosianin, Kuning biruantosianin dan
ungu
proantosianidin
Katekin
Kuning-merah
coklat
Isoflavon
Kuning
Isoflavonon
Kuning
Sumber . Harborne (2006)
-
Na amalgamHCl
Kuning muda
-
-
-
Kuning muda
Merah
magneta,
ungu, biru
Merah
Kuningjingga
Kuningjingga
Merah tua
kuningjingga
Merah
Kuning
Merah
Merahmagneta
Merah-merah
muda
Kuningmerah muda
Pink kuning
jingga
-
-
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Merah muda
Merah
Flavonoid dalam tumbuhan terdapat sebagai campuran, seringkali terdiri
atas flavonoid yang berbeda golongan. Flavonoid merupakan senyawa polar
karena memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar
seperti etanol, metanol, etilasetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat
digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari jaringan tumbuhan ( Rijke, 2005).
Flavonoid
mengandung
sistem
aromatik
yang
terkonyugasi
sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spketrum tampak
(Markham, 1988). Pemeriksaan pendahuluan golongan flavonoid dilakukan
dengan pereaksi spesifik. Reaksi yang terjadi antara pereaksi spesifik dan suatu
golongan flavonoid akan menghasilkan warna tertentu. Jenis pereaksi dan
golongan flavonoid yang menghasilkan warna tertentu dapat dilihat pada tabel 1.
2.3 Metode Ektraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Simanjuntak,
2008). Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan
ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari
yang sesuai sifat kepolarannya.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati
sempurna (Ansel, 1989 dalam Sjahid, 2008).
2.3.1 Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan
simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotongpotong
atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi.
Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung
(mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis
pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin
besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak
hasil yang diperoleh (Voigt, 1995 dalam Sjahid, 2008).
Metode ekstraksi maserasi digunakan untuk mengekstrak suatu komponen
kimia yang tahan panas maupun tidak. Kekurangan dari metode ini, yaitu
diperlukan waktu yang lama dan banyak menggunakan larutan pengekstrak
(Akbar, 2010).
2.4 Teori Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan
campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua
fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase
diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan
(adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini
disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan adsorbsi dan adsorben bertindak
sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel
(asam silikat), alumina (aluminium oxide),kieselguhr (diatomeous earth), dan
selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai ialah
silika gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai nama
perdagangan macam-macam (Adnan, 1997). Kieselguhr merupakan adsorben
yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk
memisahkan senyawa-senyawa polar (Adnan, 1997).
Kieselguhr merupakan
adsorben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat
ditambahkan sebagai campuran pada silica gel yang akan memberikan adsorben
campur yang kurang aktif, juga dapat ditambah dengan Ca2SO4 (Nurhidayat,
2012).
2.4.1.1 Meneteskan Sampel pada KLT
Sampel
yang
merupakan
campuran
senyawa
yang
akan
dipisahkan,dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya
kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunya titik didih antara 50100ºC. Larutan sampel tersebut diteteskan pada plat dengan menggunakan pipet
mikro atau syringe. Pada plat mikro kira-kira 8 – 10 mm dari dasar, sedangkan
untuk plat makro kira-kira 1,5 – 2,0 cm dari dasar. Jumlah sampel yang diteteskan
dapat berkisar antara 5 – 100 µg dari larutan 0,1%. Tetesan sampel harus
diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dengan dibiarkan
mongering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan (Adnan, 1997).
2.4.1.2 Pengembangan KLT
Pengembangan dilaksanakan dengan mencelupkan dasar plat TLC yang
telah ditetesi sampel dalam sistem pelarut untuk proses pengembangan.
Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like
dissolves like, tetapi akan lebih cepat dengan mengambil pengalaman para
peneliti, yaitu dengan daftar pustaka yang sudah ada. Pemilihan sistem pelarut
atas dasar like dissolves like berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat
nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar juga.
Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan
tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut. Hal ini dapat segera tercapai
dengan meletakkan kertas filter pada dinding ruangan dengan dasar kertas tersebut
tercelup pada sistem pelarutnya. Pengembangan yang dilaksanakan dalam ruangan
tertutup tersebut diakhiri setelah ujung zat pelarut pada plat telah mencapai kirakira ¾ tinggi adsorben, atau kira-kira setinggi 15 – 16 cm pada plat TLC makro
(Adnan, 1997).
2.4.1.3 Parameter Kualitatif
Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga Rf
(Rate of Low) didefinisikan sebagai
perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari
titik awal (Rumate, 2000 dalam Ibrahim, 2002)
Rf =
jarak titik tengah noda dari titik awal
jarak tepi muka pelarut dari titik awal
Harga Rf berkisar antara 0,1 – 0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
1. Ukuran partikel lapisan penyerap
2. Derajat keaktifan lapisan penyerap
3. Kemurnian pelarut
4. Kejenuhan ruang elusi
5. Ketebalan lapisan pelarut
Harga Rf menyatakan identitas noda, dan secara matematis dapat
dituliskan menjadi :
௜
Rf = ௛
Dengan I = titik tengah noda , dan h = jarak tepi muka pelarut dari titik
awal.
2.4.2 Kromatografi Kolom
Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu
kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil
untuk mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom
(Adnan 1997). Pengisian kolom dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam
bentuk larutan (slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap.
Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung
pada kesetimbangan adsorpsi-adsorpsi antara senyawa yang teradsorb pada
permukaan dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi
komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas
fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan
teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung
komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite and
Smith, 1995).
2.4.2.1 Pengisian Kolom
Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam setelah adsorben
dimasukkan
dapat
diseragamkan
kepadatannya
dalam
kolom
dengan
menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga
dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan
partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan
menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing, sehingga terjadi
pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah
(dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass
disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan
cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas,
karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom.
(Adnan, M., 1997)
2.4.2.2 Memilih Kemasan Kolom
Kemasan kolom yang tersedia sangatlah banyak dan senarai di bawah
memberikan pedoman mengenai pemakaian dan ciri sejumlah jenis kemasan yang
berguna. Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan
glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon,
serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah.
Sedangkan untuk silika paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang
polar, misalnya isoflavon, flavanon, metal flavon, dan flavanol. Kapasitas
pertengahan (Adnan, 1997).
2.5 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995
dalam Sjahid, 2008).
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya pada
daerah tampak (yakni senyawa berwarna ) mempunyai elektron yang lebih mudah
dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV
yang lebih pendek ( Fessenden dan Fessenden, 1982).
Spektroskopi UV-Vis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi
jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan
gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan
menambahkan pereaksi diagnostik ke dalam larutan cuplikan dan mengamati
pergeseran puncak serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung
cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat pada
salah satu gugus hidroksi fenol (Markham, 1988 dalam Sjahid, 2008). Jenis
flavonoid ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid (Markham, 1988 dalam
Sjahid, 2008)
Pita II (nm)
Pita I (nm)
Jenis Flavonoid
250-280
250-280
250-280
245-275
310-350
330-360
350-385
310-330 bahu
Kira-kira 320
puncak
300-330 bahu
340-390
Flavon
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
Flavonol (3-OH bebas)
Isoflavon
Isoflavon (5-deoksi-5, 7dioksigenasi)
Flavanon dan dihidro flavonol
Khalkon
275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
380-430
(kekuatan rendah)
270-280
465-560
Auron
Antosianidin dan antosianin
2.6 Spektrofotometer IR
Spektrofotometri inframerah (IR) sangat penting dalam kimia modern,
terutama (meskipun bukan satu-satunya) dalam daerah organik. Spektrofotometer
ini merupakan alat rutin untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi
senyawaan, dan menganalisis campuran (Day and Underwood, 2001).
Daerah inframerah dan spektrum elektromagnetik meliputi panjang
gelombang kurang lebih antara 0,78 – 300 µm (12.000-10-1cm), akan tetapi untuk
penggunaan pengukuran serapan terbatas pada daerah antara 4.000-670 cm-1(2,5 15 µm). Spektrum inframerah senyawa organic maupun anorganik merupakan
sifat fisik yang khas bagi senyawa-senyawa tersebut. (Isa, 2006).
2.6.1 Penyerapan Sinar Infra Merah
Jika suatu molekul menyerap sinar ultraviolet atau sinar tampak, maka di
dalam molekul itu akan terjadi perubahan tingkat energi elektron, tingkat energi
vibrasi dan tingkat energi rotasi. Akan tetapi jika molekul itu menyerap sinar infra
merah, maka di dalam molekul itu akan terjadi perubahan tingkat energi vibrasi
dan tingkat energi rotasi.
Ada persyaratan agar molekul dapat menyerap sinar inframerah.
Persyaratan tersebut adalah bahwa gerakan vibrasi dan rotasi molekul harus
disertai perubahan netto momen dipolnya (net change in dipole moment). Bila
kondisi ini terpenuhi, maka medan listrik bolak balik dari sinar akan dapat
berantaraksi dengan molekul yang dapat menyebabkan perubahan dalam gerakan
vibrasi dan rotasinya (Isa, 2006)
2.6.2 Interpretasi Data IR
Spektroskopi inframerah membantu dalam mengidentifikasi macam ikatan
yang terdapat dalam suatu senyawa. Dengan diketahuinya macam ikatan kovalen
yang ada dan mana yang tidak maka dapat kita perkirakan gugus fungsional yang
ada atau tidak ada dalam suatu struktur. Serapan khas beberapa gugus fungsi dapat
dilihat pada Tabel 3.
2.6.2.1 Jenis-jenis Vibrasi Molekul
Letak atom yang satu terhadap lainnya di dalam suatu molekul tidak tetap,
melainkan berubah-ubah (berfluktuasi secara terus menerus, sebagai akibat
terjadinya beraneka ragam vibrasi atom-atom tersebut. Vibrasi-vibrasi molekul itu
dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi tekuk. Vibrasi
regang adalah vibrasi yang menyebabkan perubahan terus menerus dari jarak
antara dua ikatan kimia, sedang vibrasi tekuk adalah vibrasi yang menyebabkan
perubahan sudut dari dua ikatan kimia (Isa, 2006).
Tabel 3. Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi
Gugus
C-H
C-H
C-H
C-H
C=C
C=C
C-O
C=O
O-H
O-H
O-H
N-H
C-N
-NO2
Jenis Senyawa
Alkana
alkena
aromatik
alkuna
alkena
aromatik (cincin)
alkohol,eter, asam karboksilat,ester
aldehida, keton, asam karboksilat,ester
alkohol,fenol (monomer)
alkohol, fenol (ikatan H)
asam karboksilat
amina
amina
nitro
Sumber : Mahajani, 2012
Daerah serapan (cm-1)
2850-2960,1350 1470
3020-3080, 675-870
3000-3100, 675-870
3300
1640-1680
1500-1600
1080-1300
1690-1760
3610-3640
2000-3600
3000-3600
3310-3500
1180-1360
1515-1560,1345-1385
Download