Perilaku Berjudi

advertisement
Perjudian, sama halnya dengan pelacuran, telah ada dimuka bumi sama dengan peradaban manusia
(baca: Sejarah & Jenis Perjudian). Dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi
kehilangan kerajaan dan dibuang kehutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi
melawan Kurawa. Didunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno.
Keanekaragaman permainan judi dan tekniknya yang sangat mudah membuat perjudian dengan cepat
menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Sama seperti bangsa-bangsa lain di dunia, perilaku berjudi juga merebak dalam masyarakat Indonesia.
Namun karena hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengijinkan adanya perjudian, maka kegiatan
tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Perjudian dalam masyarakat Indonesia dapat dijumpai
diberbagai lapisan masyarakat. Bentuk-bentuk perjudian pun beraneka ragam, dari yang tradisional
seperti perjudian dadu, sambung ayam, permainan ketangkasan, tebak lagu sampai pada penggunaan
teknologi canggih seperti judi melalui telepon genggam atau internet. Bahkan kegiatan-kegiatan
olahraga seperti Piala Dunia 2002 (Worldcup 2002) yang baru saja berlangsung tidak ketinggalan
dijadikan sebagai lahan untuk melakukan perjudian. Perjudian online di internet pun sudah sangat
banyak dikunjungi para penjudi, meskipun tidak diperoleh data apakah pengguna internet Indonesia
sering ngebrowse ke situs -situs tersebut. Webstakes.com dan Aceshigh.com merupakan dua nama situs
judi online yang telah dikunjungi oleh jutaan pengunjung, sebagai mana dilansir oleh majalah info
komputer (dalam Glorianet.org). Dari sekian banyak jumlah pengunjung yang masuk bukan tidak
mungkin bahwa pengunjungnya adalah orang Indonesia.
Niat pemerintah propinsi DKI Jakarta untuk melokalisasikan perjudian ke sebuah tempat di Kepulauan
Seribu beberapa waktu yang lalu, mendapatkan berbagai tanggapan baik pro maupun kontra. Sebagian
menyambut baik usulan tersebut dengan alasan agar dapat memonitor kegiatan perjudian seperti yang
juga dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia atau ingin mengulang kembaliapa yang pernah
dilakukan oleh Gubernur DKI tahun 1967 dengan melokalisasi perjudian liar ke tempat-tempat tertentu.
Sebagian lagi menentang dengan kerasusulan tersebut karena dengan lokalisasi tersebut pemerintah
dianggap mendukung perilaku berjudi, padahal hal tersebut jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.
Terlepas dari berbagai pendapat yang pro maupun kontra terhadap perjudian, perilaku berjudi menjadi
bahan menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat perilaku tersebut sebenarnya amat sulit diberantas.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut
ditinjau dari sudut pandang psikologi dan apakah suatu perilaku berjudi dapat dianggap sebagai
perilaku yang menyimpang (pathologis). Perjudian di satu pihak sangat terkait dengan kehidupan dunia
bawah kita (underworld), tapi di pihak lain dilegalisasi (legitimated world), dan seakan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian mengambil risiko dan
ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang
nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas
masyarakat tertentu perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan
masalah moral dalam komunitas. Berbeda dengan pendapat tersebut, DSM-IV yang dikeluarkan oleh
American Psychiatric Assocation (APA) justru mengatakan bahwa perilaku berjudi dapat dianggap
sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders, jika perilaku berjudi
tersebut sudah tergolong kompulsif. Hal ini didasarkan atas kriteria perilaku yang cenderung dilakukan
secara berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, sudah mendarah daging dan sulit untuk ditinggalkan.
Definisi Perjudian
Setiap perilaku manusia pada dasarnya melibatkan pilihan-pilihan untuk merespon ataukah membiarkan
suatu situasi berlalu begitu saja. Pada umumnya setiap pilihan yang diambil akan membawa kepada
suatu hasil yang hampir pasti atau dapat diramalkan. Namun demikian ada kalanya pilihan tersebut
jatuh pada sesuatu yang tidak dapat diramalkan hasilnya. Jika pilihan yang diambil jatuh pada hal yang
demikian maka dapat dikatakan bahwa kita telah memberikan peluang untuk kehilangan sesuatu yang
berharga. Dengan kata lain kita telah terlibat dalam suatu “perjudian” (gambling).
Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan
elemen risiko. Dan risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara
Robert Carson & James Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life,
mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu
dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat
saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain –lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam
suatu komunitas.
Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, dkk dalam buku The Individual in the Economy, A
Textbook of Economic Psychology (1987). Menurut mereka perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah
suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang
mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu
dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandungrisiko. Ketiga unsur dibawah ini
mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga
mengandung risiko:
1. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang
berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
2. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang
tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
3. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat
dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya risiko
kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk
memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berjudi
Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun
keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka
menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil
penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh 5 (lima) faktor yang amat
berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima factor tersebut adalah:



Faktor Sosial & Ekonomi
Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap
sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika
pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak
dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki
lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial
masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku
tersebut dalam komunitas.
Faktor Situasional
Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan
dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan
metode metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok
membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh
kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian
dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada
calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat
terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran
media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang "seolaholah" dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung -agungkan sosok
sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.
Faktor Belajar
Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi,
terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan
menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan
sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai
Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung
diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan.


Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan
Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap
peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit
meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan
untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan
diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang
ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau
kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam
pikiran: "kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu
seterusnya".
Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan
Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan
judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi
adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan
membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion
of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh
karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam
perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hamper menang ”,
sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.
Apakah Perilaku Berjudi termasuk Perilaku Pathologis?
Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, maka perlu
dipahami terlebih dahulu kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa
perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi.
Pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:


Social Gambler
Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori “normal” atau
seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery
(kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan
kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif
terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol
dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi
waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke
dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin
bersosialisasi dengan teman atau keluarga. Di negara-negara dimana praktek perjudian tidak
dilarang dan masyarakat terbuka terhadap suatu penelitian seperti di USA, jumlah populasi
penjudi tingkat pertama ini diperkirakan mencapai lebih dari 90% dari orang dewasa.
Problem Gambler
Penjudi tingkat kedua disebut sebagai penjudi “bermasalah” atau problem gambler, yaitu
perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun
karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan
(National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan
perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi
bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang
paling tinggi yang disebut penjudi pathologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan
terhadap masalahmasalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall,

dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam American Journal of Public Health, No. 89, ada 3,9%
orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini
dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis.
Pathological Gambler
Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi “pathologis” atau pathological gambler atau
compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari
dorongandorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terusmenerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan tanpa dapat
mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik
terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya.
American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan ciri-ciri pathological gambling
sebagai berikut: “The essential features of pathological gambling are a continuous or periodic
loss of control over gambling; a progression, in gambling frequency and amounts wagered, in
the preoccupation with gambling and in obtaining monies with which to gamble; and a
continuation of gambling involvement despite adverse consequences” .
Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat kimia tertentu,
namun menurut para ahli, perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat digolongkan
sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological
gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder. Menurut DSM-IV tersebut
diperkirakan 2% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan ini. Individu yang didiagnosa
mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif,
sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi
yang lain. Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi pathologis seringkali diiringi dengan
masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat
(Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang
berhubungan dengan fungsi seksual (Pasternak & Fleming, dalam Archives of Family Medicine, No. 8,
1999).
Adapun kriteria individu yang dapat digolongkan sebagai penjudi yang patologis menurut DSM-IV Screen
(alat yang digunakan untuk mengukur tingkatan penjudi) adalah jika individu tersebut menunjukkan 5
(lima) faktor atau lebih dari faktorfaktor sebagai berikut:
1. PREOCCUPATION
Terobsesi dengan perjudian (cth. sangat terobsesi untuk mengulangi pengalaman berjudi yang
pernah dirasakan dimasa lalu, sulit mengalihkan perhatian pada hal-hal lain selain perjudian,
atau secara khusuk memikirkan cara-cara untuk memperoleh uang melalui perjudian)
2. TOLERANCE
Kebutuhan untuk berjudi dengan kecenderungan meningkatkan jumlah uang (taruhan) demi
mencapai suatu kenikmatan/kepuasan yang diinginkan WITHDRAWAL Menjadi mudah gelisah
dan mudah tersinggung setiapkali mencoba untuk berhenti berjudi
3. ESCAPE
Menjadikan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah hidup atau
perasaan yang kurang menyenangkan (cth. Perasaan bersalah, tidakberdayaan, cemas, depresi,
sedih)
4. CHASING
Setelah kalah berjudi, cenderung kembali berjudi lagi untuk mengejar kemenangan supaya
memperoleh titik impas
5. LYING
Berbohong kepada anggota keluarga, konselor atau terapist atau orang lain tentang
keterlibatan dirinya dalam perjudian
6. LOSS OF CONTROL
Selalu gagal dalam usaha mengendalikan, mengurangi atau menghentikan perilaku berjudi
7. ILLEGAL ACTS
Terlibat dalam tindakan-tindakan melanggar hukum, seperti penipuan, pencurian, pemalsuan,
dsb, demi menunjang biaya finansial untuk berjudi
8. RISKED SIGNIFICANTRELATIONSHIP
Membahayakan atau menyebabkan rusaknya hubungan persahabatan dengan orang-orang yang
sangat berperan dalam kehidupan, hilangnya pekerjaan, putus sekolah atau keluarga menjadi
berantakan, atau kesempatan berkarir menjadi hilang
9. BAILOUT
Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang kepada dirinya ataupun keluarganya dalam
rangka mengurangi beban finansial akibat perjudian yang dilakukan
Apa yang Dapat Anda Lakukan?
Diakui atau pun tidak, praktek perjudian di Indonesia tetap saja tumbuh dan berkembang di seluruh
penjuru negeri ini, apalagi dengan tidak kunjung adanya supremasi hukum seperti yang dicita-citakan
oleh para kaum reformis selama ini. Dengan semakin banyaknya tempat-tempat perjudian dan
tersedianya sarana yang memungkinkan para penjudi untuk berpartisipasi tanpa harus hadir langsung
secara fisik di tempat perjudian tersebut (cth. lewat internet atau telepon), maka dapat dipastikan
bahwa para penjudi pathologis akan terus bertambah dari hari ke hari. Kenyataan ini tentu saja harus
menjadi perhatian serius para professional seperti psikolog, psikiater, konselor atau terapist dalam
membimbing para penjudi tersebut supaya dapat kembali ke kehidupan normal. Tugas ini tentu bukan
hal yang mudah mengingat di Indonesia belum banyak diperoleh hasil penelitian ataupun referensi
tentang sisi-sisi psikologis seorang penjudi karena sample yang mau diteliti tentu amat langka sebagai
akibat dari dilarangnya perjudian secara hukum. Namun satu hal terpenting yang harus dilakukan oleh
semua pihak adalah bagaimana mencegah supaya diri kita tidak terlibat ke dalam perjudian. Ibarat
kata pepatah “adalah lebih baik mencegah daripada mengobati”.
Dalam menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang mungkin perlu
anda perhatikan:
 Mengingat bahwa perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu
diperhatikan untuk melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah
melalui penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam
masyarakat. Kalau orangtua dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak usia dini
maka anak akan memiliki kontrol diri dan kontrol sosial yang kuat dalam kehidupannya,
sehingga mampu memilih alternatif terbaik yang berguna bagi dirinya dan masyarakat di
sekitarnya. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata tetapi juga
lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua.
 Mengingat pula bahwa perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang
dalam memilih suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim
ulama untuk mengajarkan pola piker rasional. Pola pikir rasional yang saya maksudkan adalah
mengajarkan seseorang untuk melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan
untuk menerima atau menolak alternatif yang ditawarkan. Dengan memiliki kemampuan
berpikir rasional seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas. 3. Bagi
anda yang merasa sudah sangat sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi, sebaiknya anda
tidak segan-segan atau malu untuk meminta bantuan orang -orang professional seperti
psikiater, psikolog, konselor atau terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan
diri dari masalah perjudian.
 Jika memang tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda
mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan pula
menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda sehari-hari. Jika
memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional, bukan pergi
ketempat-tempat perjudian.
 Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan
meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama anda masing-masing maka kemungkinan
untuk terlibat perjudian secara kompulsif akan semakin kecil.
Semoga berguna…
Download