Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik PLN Pada Kelompok Pelanggan Rumah Tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : CATUR SUTRISWANTO AJI F1105010 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh kehidupan dan bagi pembangunan, terutama untuk mendukung proses industrialisasi. Pembangunan energi diarahkan untuk mendorong kegiatan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memenuhi kebutuhan energi masyarakat dengan menjamin tersedianya energi dan meningkatkan mutu pelayanannya. Pembangunan energi harus memperhatikan kelestarian energi untuk jangka panjang, kebutuhan energi dalam negeri, peluang ekspor dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk menjaga kelestarian sumber daya tersebut perlu diupayakan pemanfaatan secara optimal dan penggunaan peralatan dan teknologi hemat energi dalam rangka kebijakan energi nasional yang menyeluruh dan terpadu. Listrik sebagai komoditi tidak dapat disimpan dalam jumlah besar. Listrik harus dibangkitkan dan diproduksi seketika serta langsung disalurkan kepada pemakai akhir dalam kuantitas dan kualitas yang tepat saat dibutuhkan. Hal ini berbeda dengan BBM yang dapat disimpan dalam tanki untuk beberapa waktu sambil menyesuaikan dengan kebutuhan, karena itu perencanaan pengembangan tenaga listrik perlu dilakukan secara cermat, terutama proyeksi kebutuhan masa depan. Penyediaan tenaga listrik harus seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan. Energi lisrik yang berlebih mengakibatkan kapasitas yang terpasang yang ada tidak termanfaatkan, sehingga biaya persatuan kwh menjadi mahal. Begitu pula sebaliknya, ii kekurangan persediaan listrik akan menyebabkan pemadaman bahkan menjurus pada kerawanan sosial dan politik. Dengan demikian keseimbangan pasar tenaga listrik sangat penting, sehingga perlu dilakukan pemantauan dan penyesuaian terus-menerus dari waktu ke waktu. Listrik merupakan satu energi vital pendukung pembangunan dalam suatu negara. Namun dalam skala besar saat ini belum ada teknologi yang cukup efisien digunakan untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh sebuah pembangkit atau lebih sering disebut dengan generator, yang kemudian langsung didistribusikan kepada konsumen akhir dengan mutu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan saat itu (Listrikita, 2006). Tabel 1. Produksi dan Pembelian Tenaga Listrik di Jateng, Jawa, dan Indonesia Tahun 2000-2006 dalam (GWh). Nasional Jawa Jawa Tengah Tahun Produksi Dibeli Produksi Dibeli Produksi Dibeli 2000 84,190.14 9,135.14 66,617.29 8,301.12 0.38 - 2001 88,354.71 13,299.21 68,853.02 12,357.80 0.57 - 2002 89,293.24 19,066.61 68,787.48 17,671.11 0.28 - 2003 92,480.92 20,538.76 70,836.85 19,110.26 0.52 - 2004 96,191.17 24,053.14 73,163.69 22,236.90 0.28 9.22 2005 101,282.09 26,087.70 77,470.63 23,477.59 0.21 49.32 2006 104,468.62 28,639.75 79,909.22 24,865.86 0.3 57.49 Jumlah 656,260.89 140,820.31 505,638.18 128,020.64 2.54 116.03 Sumber: DJLPE ESDM dan PT. PLN (Persero), diolah. iii Berdasarkan data pada tabel 1 diatas terlihat bahwa produksi dan pembelian tenaga listrik baik secara nasional maupun di pulau jawa dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan sedangkan untuk propinsi jawa tengah untuk produksi tenaga listrik mengalami pasang surut ini terlihat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 mengalami kenaikan sebesar 0,19 GWh sedangkan untuk tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan produksi sebesar 0,29 GWh dan pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 mengalami kenaikan lagi sebesar 0,24 GWh akan tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan produksi lagi sebesar 0,24 GWh. Untuk tahun berikutnya mengalami penurunan produksi yaitu sebesar 0,07 GWh pada tahun 2005 akan tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan produksi sebesar 0,09 GWh dan untuk pembeliannya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006. Tenaga listrik sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia diera modern ini, karena hampir semua sektor industri bergantung pada energi listrik yang dihasilkan oleh PT. PLN (Persero). Saat ini energi listrik sudah digolongkan sebagai kebutuhan pokok suatu daerah yang digunakan oleh empat kelompok pemakai listrik. Kelompok pemakai tersebut adalah kelompok rumah tangga, industri, bisnis, dan umum (Hasid, 2005:20). Golongan rumah tanggalah yang merupakan kelompok pemakai energi listrik paling besar dalam setiap tahunnya. Didalam kelompok rumah tangga, listrik digunakan sebagai penerangan dan alat untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari. Pada kelompok industri, seperti industri tekstil, alat berat, makanan, dan lain-lain. Listrik merupakan motor penggerak utama terselenggaranya proses produksi. Dalam kelompok bisnis yang meliputi berbagai bidang usaha seperti iv penginapan, tempat hiburan, rumah makan, dan sebagainya. Sedangkan kelompok umum meliputi sosial, penerangan jalan umum dan kepentingan multiguna. Penggunaan listrik untuk kepentingan multiguna bersifat sementara contohnya untuk keperluan pesta, pameran, dan acara-acara khusus lain. Listrik juga menjadi kebutuhan wajib dalam menjalankan aktivitas usaha. Dengan listrik semua pekerjaan dapat dikerjakan dengan lebih praktis, apalagi dijaman serba cepat seperti sekarang ini, peralatan-peralatan kerja, perabot rumah tangga, bahkan sampai mainan anakanak menggunakan tenaga listrik. Tidak hanya di kota saja yang menganggap listrik sudah merupakan barang kebutuhan pokok, tetapi di desa juga begitu. Dengan demikian jaringan listrik semakin luas karena masyarakat desa sudah bisa menikmati adanya listrik, sehingga permintaan dan konsumsi akan listrik semakin meningkat. Konsumsi energi listrik terus mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Semakin bertambah penduduknya maka konsumsi listrik juga akan mengalami peningkatan mengingat kebutuhan energi listrik sangat vital penggunaanya bagi masyarakat. Hal ini di tunjukan oleh besarnya jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan terbesar dari sektor: Pertanian (Bahan makanan, Perkebunan rakyat, Peternakan, Kehutanan, Perikanan); Industri pengolahan; Perdagangan. Tenaga listik merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang cukup penting dan menyangkut kepentingan umum, maka pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah walaupun dimungkinkan sektor swasta untuk berperan didalamnya. Listrik termasuk kebutuhan dasar masyarakat modern baik yang tinggal v di daerah perkotaan maupun pedesaan, maka mendorong pemerintah untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik dengan melaksanakan program pengembangan tenaga listrik. Permintaan energi listrik terus mengalami peningkatan untuk setiap tahunnya. Hal ini disebabkan semakin tingginya konsumsi listrik oleh masyarakat di Kabupaten Purworejo. Sejalan semakin membaiknya kondisi perekonomian akibat pembangunan yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam penggolongan untuk aktivitas sektor ekonomi dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu Rumah Tangga, Usaha, Industri, dan Umum. Rumah tangga adalah kelompok pelanggan yang menggunakan listrik sebagai salah satu energi yang dipakai dalam memenuhi kebutuhannya. Kelompok usaha terdiri dari usaha penginapan, rumah makan, perdagangan, jasa keuangan, jasa hiburan, dan jasa sosial. Kelompok industri berupa industri makan, tekstil, logam, permesinan dan industri lainnya. Semua kelompok ini sebagai konsumen listrik, kebutuhannya terus meningkat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka akan diadakan penelitian dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo tahun 2002-2008.” a. Rumusan Masalah Mengingat permintaan akan energi listrik yang terus meningkat, terutama pada kelompok pelanggan rumah tangga. Maka akan dilakukan analisa tentang vi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 2. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo? 3. Bagaimana pengaruh tarif dasar listrik terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo? 4. Bagaimana pengaruh harga minyak tanah terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo? E. Tujuan Penelitian Dengan melihat pada perumusan masalah diatas, maka penelitian yang dilakukan ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tarif dasar listrik terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. c. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga minyak tanah terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. vii i. Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo yang dipengaruhi oleh PDRB, tarif, dan harga minyak tanah maka penulis bermaksud untuk: a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan kebijakan perlistrikan dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. b. Dapat dijadikan sebagai masukan kepada PLN di Kabupaten Purworejo agar dapat memberikan pelayanannya sebagai penyedia listrik di daerah dengan baik. c. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai latihan dalam penulisan yang bersifat ilmiah dan untuk acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya. viii BAB II Landasan Teori a. Pengertian Konsumsi Dalam kehidupan sehari-hari, istilah konsumsi dapat dikaitkan dengan makanan dan minuman yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dalam ilmu ekonomi, konsumsi tidak hanya terbatas pada persoalan makan dan minum, tetapi juga menyangkut semua kebutuhan hidup di masyarakat, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Konsumsi merupakan suatu perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan manusia. Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia. Pengertian konsumsi dalam kehidupan sehari-hari yang diartikan dengan perilaku makan dan minum (Yuliadi, 2001:282). Jadi, dapat diartikan bahwa konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep konsumsi berasal dari kata bahasa inggris ”Consumption” yang berarti pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut (www.wikipedia.com). Untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan tersebut maka diperlukan barang dan jasa. Menurut Yuliadi (2001:283), barang-barang konsumsi mempunyai ciri-ciri, diantaranya: 1. Barang yang dikonsumsi adalah barang yang dihasilkan oleh manusia. Barang yang dikonsumsi ditujukan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup. ix Penggunaan cangkul, gergaji, mesin, bangunan kantor, dan barang modal lainnya pada hakikatnya ditujukan untuk menghasilkan barang atau jasa sehingga tidak dapat dimasukan dalam pengertian konsumsi. 2. Barang yang dikonsumsi akan mengalami penyusutan sedikit demi sedikit sehingga lama-lama tidak dapat digunakan lagi. Dari pengertian tentang ciri-ciri barang konsumsi diatas, secara umum barang semacam itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Barang yang dapat dipakai sekali saja, seperti makanan, minuman, dan obatobatan. b. Barang yang dapat dipakai beberapa kali, seperti pakaian, perabot rumah tangga, dan kendaraan. Barang-barang seperti itulah yang akan mengalami penyusutan secara berangsur-angsur atau kegunaannya semakin berkurang sehingga akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Menurut definisi dari Biro Pusat Statistik (BPS), secara umum konsumsi dibagi dua macam yaitu konsumsi makanan dan konsumsi bukan makanan. Konsumsi makanan yaitu segala pengeluaran dalam bentuk makanan dan minuman. Sedangkan konsumsi bukan makanan yaitu segala pengeluaran pakaian, hiburan, pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Kemudian dalam ilmu ekonomi makro, pelaku konsumsi dibagi ke dalam dua macam yaitu konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah. Secara makroagregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula pengeluaran konsumsinya (Dumairy, 1997:114). x Tujuan kegiatan konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup secara langsung. Hal ini berarti, bahwa penggunaan barang di luar tujuan tersebut tidak dapat dimasukan sebagai kegiatan konsumsi. Misalnya suatu kendaraan dapat digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup pemiliknya atau disewakan kepada orang lain. Apabila digunakan sendiri oleh pemiliknya kendaraan itu merupakan barang konsumsi. Akan tetapi jika disewakan maka kendaraan itu bukan merupakan barang konsumsi. 1. Teori-Teori Konsumsi a. Teori Konsumsi Keynes Dalam buku the General Theory (1936) Keynes mengemukakan fungsi konsumsi yang didasarkan pada teori hipotesis pendapatan mutlak (absolute income hypothesis). Oleh karena itu, hubungan antara pendapatan dan konsumsi merupakan fungsi konsumsi jangka pendek. Persamaan fungsi konsumsi tersebut adalah : C C + cY Dimana C adalah konsumsi, C adalah konstanta (konsumsi otonomi), yaitu tingkat konsumsi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. c adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal, Y merupakan pendapatan disposabel. Fungsi konsumsi diatas terbentuk berdasarkan tiga dugaan (Mankiw, 2003:425): 7. Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume) adalah antara nol dan satu, keynes menulis tentang hukum psikologis bahwa manusia diatur, sebagai sebuah peraturan dan berdasarkan rata-rata untuk meningkatkan xi konsumsi ketika pendapatan naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan mereka. 8. Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun ketika pendapatan naik. 9. Konsumsi ditentukan oleh pendapatan sekarang dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. i. Hipotesis Pendapatan Relatif Hipotesis ini dikemukakan oleh James S. Duesenberry. Menjelaskan bahwa konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan saat ini relatif dalam perbandingannya dengan pendapatan tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya. Demikian juga konsumsi masyarakat sekitar akan memberi pengaruh terhadap konsumsi seseorang. Akibatnya jika tingkat pendapatan individu itu bertambah tinggi maka konsumsi akan meningkat secara proporsional terhadap peningkatan pendapatan tersebut. Tetapi jika pendapatan turun, maka konsumsi turun secara proporsional mengikuti fungsi konsumsi jangka pendek. Jadi fungsi dasar hipotesis pendapatan relatif adalah fungsi konsumsi jangka panjang. Kemudian fungsi konsumsi jangka pendek diperoleh dengan melihat pergeseran pendapatan jangka pendek (Suparmoko, 1998:71). c. Hipotesis Daur-Hidup Hipotesis ini dikemukakan oleh Franco Modigliani. Modigliani menekankan bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan tabungan membuat konsumen dapat menggerakan pendapatan dari masa hidupnya (Mankiw, 2003:439). xii Karena orang cenderung menerima pendapatan rendah saat usia muda, tinggi saat usia menengah, dan pendapatan berkurang saat usia tua. Rasio tabungan akan berfluktuasi mengikuti perkembangan umur. Saat usia muda memiliki tabungan negatif, usia menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda, dan usia tua akan mengambil tabungan. Fungsi konsumsi daur-hidup : C W Y Dimana parameter adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari kekayaan, adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal pendapatan. Dari fungsi konsumsi tersebut dapat dinyatakan konsumsi bergantung pada kekayaan dan pendapatan (Mankiw, 2003:440). d. Hipotesis Pendapatan Permanen Hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman dalam bukunya A Theory Of The Consumption Function. Hipotesis tersebut melengkapi hipotesis daur-hidup yang berpendapat bahwa konsumsi rumah tangga ditentukan oleh pendapatan jangka panjang. Menurut Friedman konsumsi seharusnya bergantung terutama pada pendapatan permanen karena konsumen menggunakan tabungan dari pinjaman untuk meratakan konsumsi dalam menanggapi perubahan-perubahan transitoris dalam pendapatan (Mankiw, 2003). Yang dimaksud dengan pendapatan permanen menurut Friedman adalah pendapatan jangka panjang rata-rata yang diharapkan akan diterima dari human and nonhuman wealth. Pendapatan permanen pada suatu periode tertentu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pendapatan permanen pada tahun sebelumnya dan persentase xiii dari perbedaan diantara pendapatan masa kini dengan pendapatan permanen pada tahun sebelumnya (Sukirno, 2000). Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi konsumsi menurut Friedman adalah C Y P Dimana adalah konstanta yang mengukur bagian dari pendapatan permanen yang dikonsumsi. Y P adalah pendapatan permanen. a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Penentuan tingkat konsumsi rumah tangga selain dari pendapatan, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan konsumsi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Sukirno, 2000:101-02): a. Kekayaan Kekayaan seseorang memiliki pengaruh besar terhadap konsumsi otonominya. Orang yang tidak memiliki kekayaan atau miskin tidak akan membeli barang-barang mewah. Mereka hanya akan membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti makanan. Sebaliknya, seseorang yang digolongkan dalam kelompok orang kaya akan mampu untuk membeli barang-barang superior. Contoh ini jelas menunjukan bahwa kekayaan dapat mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga. b. Ekspektasi Ekspektasi mengenai keadaan dimasa datang sangat mempengaruhi konsumsi rumah tangga pada masa sekarang. Keyakinan bahwa dimasa mendatang akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi akan mendorong rumah tangga xiv meningkatkan konsumsinya sekarang. Keadaan ekonomi yang diharapkan semakin pesat perkembangannya dimasa depan biasanya mendorong rumah tangga untuk meningkatkan pengeluaran konsumsinya. c. Jumlah Penduduk Dalam analisis mengenai pengeluaran agregat yang diperhatikan adalah konsumsi penduduk diseluruh negara. Oleh sebab itu, tingkat konsumsi bukan hanya tergantung tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang tetapi juga yang diterima penduduk secara keseluruhan. Sebagai contoh, penduduk Singapore menerima pendapatan lebih tinggi daripada Indonesia apabila dihitung dari segi keseluruhan jumlah konsumsi Indonesia lebih besar dari Singapore. Keadaan ini menunjukan bahwa disamping tingkat pendapatan individu, perlu juga diperhatikan jumlah penduduk dalam menganalisis tingkat konsumsi masyarakat. d. Suku Bunga Menurut pandangan Klasik, semakin tinggi suku bunga maka tabungan yang akan diciptakan masyarakat meningkat. Keynes mempunyai pendapat yang bertentangan. Menurut pendapatnya tingkat tabungan masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh pendapatan masyarakat tersebut dan suku bunga tidak akan mempengaruhi. Dalam prakteknya tidak dapat disangkal bahwa suku bunga mempengaruhi tabungan namun tidak sebesar yang diyakini oleh ekonom Klasik. e. Tingkat Harga Apabila dalam suatu perekonomian mengalami inflasi, pendapatan riil masyarakat mengalami perubahan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap konsumsi. xv Konsumsi secara nominal tidak berpengaruh namun konsumsi secara riil akan menurun. Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas, terdapat pula faktor penting lainnya yang mempengaruhi konsumsi (Suparmoko,1998:79-80): 1. Selera Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapat sama, beberapa orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak daripada yang lain. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam penghematan. Bila masyarakat mengubah sikap maka fungsi konsumsi agregat akan berubah. Sebagai contoh, bila selera masyarakat menurun, masyarakat memutuskan untuk mengurangi konsumsi. Pengurangan konsumsi akan menggeser fungsi konsumsi (jangka pendek) ke bawah. 2. Faktor Sosial Ekonomi Beberapa yang termasuk dalam faktor sosial ekonomi antara lain: umur, pendidikan, pekerjaan, dan keadaan keluarga. Biasanya kelompok usia muda memiliki pendapatan yang tinggi dan mencapai puncaknya pada usia pertengahan. Pada kelompok usia tua pendapatan akan turun. Demikian juga dengan pendapatan yang di tabung, kelompok usia muda dan pertengahan adalah tinggi sedangkan kelompok usia tua adalah rendah. Yang berarti konsumsi relatif tinggi pada usia muda dan tua tetapi rendah pada usia pertengahan. Dengan adanya perbedaan konsumsi dalam kelompok umur maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat. xvi 3. Keuntungan/kerugian kapital (Windfall) Keuntungan kapital akan meningkatkan hasil bersih dari kapital sehingga mendorong tambahnya konsumsi. Sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan menurunkan konsumsi. Beberapa ahli ekonomi memiliki pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara keuntungan/kerugian kapital dengan konsumsi. John J. Arena mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi agregat dengan keuntungan kapital. Karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang yang berpendapatan tinggi, konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan saham jangka pendek. Menurut Kul B. Bhatia dan Barry Boswort ada hubungan yang positif antara konsumsi agregat dengan keuntungan kapital a. Pengertian Permintaan 6. Definisi Permintaan Menurut pengertian sehari-hari permintaan diartikan secara absolut yaitu jumlah barang yang dibutuhkan. Jalan pikiran ini berangkat dari titik tolak bahwa manusia mempunyai kebutuhan. Atas kebutuhan ini individu tersebut mempunyai permintaan akan barang, semakin banyak penduduk suatu negara makin besar permintaan masyarakat akan jenis barang (Sudarsono, 1992: 8). Dalam menganalisis permintaan perlu dibedakan antara istilah permintaan dengan jumlah barang yang diminta. Pengertian permintaan adalah keadaan keseluruhan dan hubungan diantara harga dan jumlah permintaan, sedangkan jumlah barang yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu (Arsyad, 1987:26). xvii Permintaan menurut ilmu ekonomi diartikan sebagai jumlah barang yang dibeli oleh sejumlah konsumen dengan harga tertentu pada waktu dan tempat tertentu (Samuelson, 2003). Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli disebut permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja disebut sebagai permintaan absolut atau potensial (Sudarsono, 1998). Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan. Analisis permintaan merupakan alat yang penting untuk: A. Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi (misalnya variabel perubahan teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, harga faktor produksi). B. Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas. C. Menunjukan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen. D. Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar (seperti pengendalian harga, kuota, pajak, subsidi, penetapan upah minimum, insentif produksi, dan lain-lain). Dua hal yang mendasari daya beli konsumen yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tergantung pada besar kecilnya pendapatan yang siap dibelanjakan (disposible income), b. Tergantung pada tingkat harga yang dikehendaki. xviii Berdasarkan dua hal tersebut, maka apabila pendapatan dan harga berubah maka akan menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta. Pengaruh pendapatan dan harga terhadap jumlah barang yang diminta ini dapat dianalisis dengan pendekatan garis dan analisis. Dalam hal ini ahli ekonomi bernama Alfred Marshall menggunakan asumsi analisis bahwa ”hal-hal lain” selain harga barang yang diamati bersifat konstan atau cateris paribus. Maka pengertian permintaan menurut Alfred Marshall adalah jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga yang diamati. Adapun rumusan matematisnya sebagai berikut: Qd = f ( Px ) Dimana : Qd = jumlah barang yang diminta P = harga Karena Alfred Marshall masih menggunakan konsep cateris paribus maka kerangka pemikirannya bersifat parsial. Setelah masa itu timbul pemikiran baru yang lebih umum yang dikemukakan oleh Leon Walas, yang konsep pemikirannya dapat dirumuskan seperti berikut ini: Qd = f ( Px1, Px2, Pxn, Y, E ) Dimana: Px1 = harga barang pertama Px2 = harga barang kedua Pxn = harga barang n Y = pendapatan konsumen yang siap dibelanjakan E = selera / faktor lain yang tidak diobservasi xix Dari kedua pendapat tersebut, yaitu pendapat Marshall dan Waralas dapat disimpulkan bahwa teori permintaan adalah suatu teori yang bertujuan mempelajari variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan. Ditinjau dari daya beli konsumen, permintaan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu permintaan absolut, permintaan potensial dan permintaan efektif. Berikut ini masing-masing penjelasannya: o Permintaan absolut adalah permintaan yang tidak diikuti dengan daya beli. Permintaan absolut lebih merupakan angan-angan semata. o Permintaan potensial yaitu permintaan yang memiliki daya beli tetapi belum dilaksanakan. o Permintaan efektif artinya permintaan yang disertai daya beli dan dilaksanakan. Permintaan terhadap suatu barang dapat dilihat dari dua sudut yaitu permintaan yang dilakukan oleh seseorang dan permintaan yang dilakukan semua orang di pasar. Oleh karena itu, dalam analisis perlu dibedakan antara permintaan individu dan permintaan pasar (Sukirno, 2006: 78). A. Permintaan individu Permintaan individu adalah permintaan seorang individu terhadap produk tertentu. B. Permintaan pasar Permintaan pasar adalah penjumlahan dari permintaan individu. Permintaan akan suatu barang dapat dilihat dari permintaan yang dilakukan seseorang tertentu dan permintaan yang dilakukan oleh semua orang di dalam pasar. Permintaan pasar xx adalah jumlah dari permintaan individu di dalam pasar sehingga kumpulan permintaan individu membentuk permintaan pasar. 7. Hukum Permintaan Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana didapati dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa bila harga suatu barang naik cateris paribus, maka jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun dan sebaliknya jika harga barang tersebut turun maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik dengan syarat faktor-faktor lain dianggap cateris paribus. Cateris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah. Kenaikan harga dan permintaan seperti tersebut di atas disebabkan oleh (Arsyad, 1996: 26-27): 1. Kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang yang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atas barang yang mengetahui kenaikan harga, demikian sebaliknya. 2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Setiap penurunan harga suatu barang tanpa ada perubahan atas harga barang lain atau pendapatan uang yang diterimanya selalu berarti kenaikan pendapatan riil, yaitu jumlah barang yang dibeli. Gejala ini dinamakan efek dari penurunan harga. Kemudian apabila kualitas barang yang diminta cenderung turun apabila harga naik, terdapat dua alasan (Samuelson, 2003: 54): xxi a. Efek substitusi (substitusion effect) Apabila harga sebuah barang naik, maka konsumen akan menggantikannya dengan barang-barang yang serupa lainnya (misalnya: ketika harga tahu naik konsumen akan makan lebih banyak tempe). Efek substitusi menerangkan bahwa perubahan harga suatu barang berpengaruh terhadap barang yang menjadi subsitusinya. Barang subsitusi adalah barang yang dapat menggantikan peran barang yang digantikannya. Jika suatu barang mengalami kenaikan harga, konsumen akan beralih pada barang yang menjadi substitusinya yang tidak mengalami kenaikan harga. Hal ini berakibat permintaan terhadap suatu barang tersebut turun sehingga hukum permintaan berlaku. Demikian pula sebaliknya, jika harga suatu barang turun, substitusi barang tersebut tidak lagi menarik karena barang yang digantikannya turun sehingga konsumen meminta lebih banyak barang tersebut yang mengakibatkan meningkatnya kuantitas yang diminta atas barang tersebut. b. Efek pendapatan (income effect) Apabila harga naik maka konsumen menganggap bahwa dirinya sekarang lebih miskin daripada sebelumnya (misalnya: apabila bahan kebutuhan pokok naik tiga kali lipat maka sebetulnya konsumen mempunyai pendapatan riil yang lebih sedikit sehingga akan menekan konsumsi akan bahan kebutuhan pokok dan barang-barang lain). Perubahan harga bisa menyebabkan efek pendapatan. Artinya, dengan naik turunya harga barang, pendapatan riil konsumen bisa berubah. xxii D. Skedul dan Kurva Permintaan Para ekonom menganggap istilah ”permintaan” mempunyai arti yang khusus. Permintaan adalah suatu skedul atau kurva yang menggambarkan hubungan antara berbagai kuantitas suatu barang yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga barang tersebut, cateris paribus. Sepanjang suatu kurva permintaan atau skedul permintaan hanya harga dan kuantitas yang berubah-ubah. Kurva permintaan diperoleh dengan menambahkan seluruh kuantitas yang diminta oleh seluruh induvidu pada tiap tingkat harga. Maka dari itu banyak faktor yang menentukan permintaan salah satunya yang terpenting adalah harga barang itu sendiri. Bila faktor-faktor lain, bukan harga mengalami perubahan maka lokasi kurva permintaan akan bergeser ke kiri atau ke kanan. Skedul dan kurva permintaan dapat diketahui melalui mekanisme berikut ini: a. Skedul permintaan adalah daftar hubungan antara harga barang dengan jumlah barang yang diminta. b. Kurva permintaan adalah gambaran hubungan jumlah barang yang diminta dengan harganya. 1. Teori Permintaan Konsumen Asumsi dasar yang digunakan dalam pendekatan tradisional ini adalah daya guna (utilitas). Daya guna atau utilitas adalah kemampuan suatu barang untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakkan barang tersebut, hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakkan teori dibawah ini: xxiii a. Teori Daya Guna Kardinal Teori Kardinal adalah teori yang menganggap besarnya daya guna yang diterima konsumen sebagai akibat dari tindakan mengkonsumsi barang itu dapat diukur. Teori ini beranggapan bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang tergantung dari subyek yang memberikan penilaian. Suatu barang akan mempunyai daya guna baginya. Suatu barang akan mempunyai daya guna baginya. Besarnya daya guna tergantung pada konsumsi orang yang bersangkutan sehingga pengukuran daya guna bersifat subyektif. Persoalan pokok yang terdapat dalam teori daya guna kardinal yaitu bagaimana cara membelanjakan kekayaan atau pendapatan sebaik-baiknya. Melalui kacamata ekonomi pengertian sebaik-baiknya diartikan sebagai memaksimalkan daya guna yang dapat diperoleh. Kemudian masalah yang timbul adalah dalam pengukuran daya guna yang bersifat subyektif. Oleh karena itu dipandang perlu mengajukan asumsi bahwa konsumen mampu mengukur daya guna jika menggunakkan beberapa asumsi: 1. Asumsi pertama bahwa mampu mengukur daya guna 2. Asumsi kedua konsumen bersifat rasional karena perilakunya harus dapat dipahami menurut logika umum, maka setiap konsumen dianggap mempunyai tujuan yang ideal yaitu daya guna marjinal 3. Asumsi ketiga menyangkut laju pertambahan daya guna, sehingga asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap barang mempunyai kemampuan untuk memberikan daya guna pada konsumennya. Dengan makin banyaknya barang yang dikonsumsi makin besar pula daya guna total yang diperoleh, namun laju pertumbuhan daya guna total ini semakin lama xxiv semakin rendah, dimana jumlah pertambahannya dapat menjadi nol. Secara grafis hubungan antara barang yang dikonsumsikan dengan daya guna total dan laju pertumbuhan daya guna dapat ditunjukan pada gambar berikut: Kurva U (x) diatas menunjukkan hubungan antara besarnya daya guna dengan banyaknya barang yang dikonsumsikan. Makin banyak barang yang dikonsumsikan makin besar pula jumlah daya guna yang diperoleh konsumen sampai dengan Xm lereng kurva U positif yang berarti terjadi penambahan daya guna bila konsumsi barang X diteruskan jumlah daya guna justru semakin menurun. Titik Xm mencerminkan jumlah barang X yang memberikan tingkat daya guna maksimal atau titik kepuasan maksimal. Pada titik A diman Xa dikonsumsikan kurva U (x) mempunyai lereng yang curam. Pada titik B dimana Xb dikonsumsikan lereng U (x) lebih landai yang berarti daya guna marjinalnya lebih rendah. Pada titik C dimana Xm dikonsumsikan barang xxv X pada titik ini tidak menambah daya guna bagi konsumen, bahkan pada titik D daya guna menjadi negatif. b. Teori Daya Guna Ordinal Teori kurva indeferensi menyatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang baru dapat disusun apabila konsumen mampu mengukur besarnya daya guna dari barang-barang yang dikonsumsi. Teori daya guna ordinal ini tidak menuntut konsumen untuk mengukur daya guna barang, namun konsumen perlu mempunyai kemampuan untuk membuat urutan preferensi dari kelompok barang yang dikonsumsikan. Urutan tersebut didasarkan atas utilitas dan konsumen bertujuan memaksimalkan daya guna, maka kombinasi yang mempunyai daya guna lebih tinggi menduduki urutan lebih atas akan disukai konsumen. Seperti halnya teori daya guna kardinal, teori daya guna ordinal juga menggunakkan asumsi rasionalitas, dimana dengan dana tertentu dan harga pasar tertentu konsumen dianggap selalu akan memiliki kombinasi barang yang memberikan daya guna maksimal. Konsumen juga dianggap mempunyai informasi sempurna atas uang yang tersedia baginya maupun harga barang dipasar. Asumsi lainnya adalah konsumsi perlu mempunyai skala preferensi yang disusun atas dasar urutan besar kecilnya daya guna antara berbagai kombinasi konsumsi sekelompok barang. Secara rasional konsumen selalu berusaha mencapai kurva indiferen adalah kurva yang menerangkan tempat kedudukan titik yang menunjukan kombinasi barang-barang yang dikonsumsi konsumen yang memberikan kepuasan yang sama bagi rumah tangga (Adiningsih, 1991:66). xxvi Rumah tangga bersikap indiferen terhadap kombinasi-kombinasi yang ditunjukan oleh dua titik manapun pada satu kurva indeferen. Semakin jauh kurva indiferen dari titik nol, maka semakin tinggi juga tingkat kepuasan yang disajikan oleh kombinasi barang manapun yang ditunjukkan oleh titik-titik pada kurva tersebut. Berapa banyak barang Y yang harus dikorbankan rumah tangga untuk memperoleh tambahan satu unit barang X dapat disebut dengan pengukuran tingkat substitusi marjinal untuk barang Y terhadap barang X. Tingkat substitusi marjinal adalah jumlah komoditi tertentu yang akan dikorbankan oleh konsumen untuk memperoleh suatu unit tambahan komoditi lain. Asumsi dasar dari teori indiferen adalah sebagai berikut : (Lipsey et al, 1995:202) xxvii D. Nilai MRS selalu negatif. Hal tersebut berarti bahwa untuk meningkatkan konsumsi satu komoditi, maka rumah tangga siap menurunkan konsumsinya untuk komoditi yang lain. E. MRS antara dua komoditi maupun tergantung pada jumlah komoditi yang sekarang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut. Ciri-ciri kurva indiferen antara lain: a. Kurva indiferen berbentuk turun dari kiri atas kekanan bawah. Artinya kurva indiferen memiliki kemiringan negatif. Setiap konsumen menambah konsumsi suatu barang, konsumen harus mengurangi konsumsi barang lain. b. Kurva indiferen harus cembung terhadap titik origin (0). Artinya kurva indiferen harus menunjukan derajat penggantian antara satu barang dengan barang lain yang semakin kecil, yang berarti semakin banyak suatu barang yang dikonsumsi. Kesimpulannya adalah bahwa kurva indiferen merupakan kurva yang menggambarkan preferensi konsumen terhadap kombinasi barang yang dikonsumsinya, dimana utilitas atau kepuasan sama. Angka utilitas yang diberikan terhadap suatu kurva indiferen merupakan angka numerik yang menunjukan kepuasan yang diperoleh konsumen dari kombinasi yang ia pilih. Hal inilah yang dimaksud dengan pendekatan ordinal, yaitu pemeringkatan kombinasi yang dipih dengan angka numerik. xxviii 2. Peta Indiferen Peta indiferen adalah himpunan beberapa kurva indiferen. Sebuah peta indiferen terdiri dari beberapa kurva indiferen. Semua titik pada suatu kurva tertentu merupakan konsumsi alternatif dari barang x dan barang y yang memberikan kepuasan yang sama bagi rumah tangga. Kurva yang makin jauh dari titik nol memberikan tingkat kepuasan yang makin tinggi (Lipsey et al, 1995:204). Sebagai contoh, I3 merupakan kurva yang lebih tinggi dari I2. Ini berarti bahwa semua titik pada I3 memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari pada yang diberikan oleh titik-titik I2. Asumsi yang perlu diperhatikan dalam menggambar peta indiferen adalah sebagai berikut: 1. Rasional, artinya konsumen diasumsikan rasional dan berusaha memaksimalkan kepuasan. xxix 2. Selera konsumen tercermin dalam peta indiferen yang terdiri dari banyak kurva indiferen yang tidak saling berpotongan satu sama lain. 3. Kurva indiferen yang letaknya lebih jauh dari titik origin menggambarkan kepuasan konsumen yang lebih tinggi. 4. Dalam peta indiferen, kurva indiferen tidak boleh saling berpotongan. Jika kurva indiferen I1 dan I2 saling memotong, salah satu asumsi teori kurva indiferen dilanggar. Titik C lebih disukai dari pada titik B karena pada titik C kedua barang lebih banyak. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Menurut Sukirno (2006: 81) permintaan terhadap suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh hal-hal berikut: D. Harga barang itu sendiri Jika harga barang turun, maka permintaan terhadap barang tersebut semakin bertambah begitu pula sebaliknya. Dengan asumsi faktor lain dianggap cateris paribus. Jadi hubungan jumlah barang yang diminta dengan harga barang adalah negatif. E. Harga barang lain yang berkaitan (substitusi dan komplementer). Barang substitusi adalah barang pengganti, seperti beras disubstitusi dengan jagung, daging sapi disubstitusi dengan daging ayam, dan lain sebagainya. Jika terjadi kenaikan terhadap harga beras, maka permintaan akan beras turun dan permintaan terhadap jagung akan naik, karena jagung merupakan barang substitusi yang baik terhadap beras, dengan asumsi harga jagung relatif tetap. xxx Sedangkan barang komplementer adalah barang pelengkap, seperti kopi dan gula, printer dengan tinta, dan motor dengan bensin. Jika harga gula turun, maka permintaan terhadap gula akan turun serta permintaan terhadap kopi juga berkurang. Karena gula merupakan barang komplementer kopi. Oleh karena itu, hubungan jumlah barang yang diminta dan harga barang lain ada dua: (1) jika barang substitusi hubungannya adalah positif (searah), dan (2) jika barang komplementer hubungannya adalah negatif (berlawanan). F. Tingkat pendapatan konsumen Tingkat pendapatan konsumen mencerminkan kemampuan atau daya beli konsumen. Semakin tinggi pendapatan konsumen, semakin besar permintaan terhadap suatu barang sebab daya belinya meningkat. Karena jenis barang dalam kaitannya dengan pendapatan ada dua, yaitu barang normal dan barang inferior, maka bentuk hubungan jumlah barang yang diminta juga ada dua: (1) hubungan positif (searah) untuk barang normal, dan (2) hubungan negatif (berlawanan) untuk barang inferior (Adiningsih, 1991: 88). Barang inferior adalah barang yang permintaannya semakin berkurang apabila pendapatan konsumen semakin naik, misalnya gaplek. G. Selera atau kebiasaan Selera dan kebiasaan akan mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang. Seperti selera dan kebiasaan mengkonsumsi beras, jagung, sagu dan sebagainya. Hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan selera adalah searah (positif). Dimana jika selera seseorang semakin tinggi maka permintaan terhadap barang tersebut juga semakin meningkat. xxxi H. Jumlah penduduk Semakin banyak jumlah penduduk, semakin besar permintaan terhadap suatu barang dan jasa. Penduduk yang dimaksud adalah konsumen yang potensial dalam mengkonsumsi barang. Hubungan variabel jumlah barang yang diminta dengan konsumen potensial adalah positif. I. Usaha-usaha produsen dalam meningkatkan penjualan Contohnya adanya promosi dengan iklan yang akan mendorong penambahan jumlah permintaan barang oleh konsumen. Rangsangan berupa insentif seperti hadiah-hadiah juga dapat menjadi pendorong konsumen untuk meminta barang dan jasa tersebut. Dengan adanya iklan akan berpengaruh positif terhadap jumlah barang dan jasa yang diminta, sehingga hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan iklan dan hadiah (insentif) juga positif. J. Distribusi pendapatan Artinya ada sebagian kelompok masyarakat yang menguasai perekonomian menyebabkan mereka mempunyai daya beli lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan kelompok masyarakat umum, sehingga daya beli mereka lemah dan berpengaruh terhadap permintaan suatu barang. K. Perkiraan (estimate) Perkiraan atau ramalan konsumen terhadap harga dimasa datang pada suatu barang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut. Jika perkiraan harga barang tersebut dimasa datang naik, maka ada kecenderungan permintaan terhadap barang tersebut dimasa sekarang akan naik. Jadi, dalam hal ini mempunyai hubungan yang positif. xxxii L. Harapan (expectation) Harapan konsumen terhadap ketersediaan barang dan jasa di masa mendatang dengan jumlah barang yang diminta adalah negatif. Artinya jika ketersediaan barang dimasa datang cukup banyak, maka permintaan akan barang tersebut cenderung menurun. Sebaliknya jika ketersediaannya sedikit, maka permintaan terhadap barang tersebut akan naik. Kenyataan ini terjadi karena pada diri konsumen ada faktor kekhawatiran terhadap ketersediaan barang tersebut. b. 1. Pengertian Konsumen Definisi Konsumen Pengertian konsumen adalah mereka yang memiliki pendapatan (uang) dan menjadi peminta barang atau jasa dipasar. Kita semua adalah seorang konsumen pada pasar komoditas, terutama pasar barang atau jasa kebutuhan pokok baik kita sadari atau tidak. Biasanya masalah yang dihadapi oleh konsumen adalah bagaimana konsumen dapat mengalokasikan pendapatannya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa secara maksimal, supaya tingkat kesejahteraan yang diperoleh adalah maksimal (Sri Adiningsih,1991: 45). Dalam memaksimalkan kepuasan, konsumen dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu: (1) barang- barang dan jasa-jasa ekonomi yang dikonsumsinya pasti mempunyai harga, serta (2) pendapatannya terbatas sehingga untuk mendapatkan tingkat kepuasannya juga terbatas. Para ekonom mengemukakan dua asumsi yang menonjol yang berkaitan dengan perilaku konsumen. Asumsi tersebut adalah sebagai berikut: xxxiii 2. Asumsi Rasionalitas, artinya bahwa seorang konsumen senantiasa berusaha menggunakan pendapatannya yang terbatas untuk memperoleh kombinasi barangbarang dan jasa-jasa konsumsi yang menurut perkiraannya akan mendapatkan kepuasan yang maksimum. 3. Asumsi Perfect Knowledge atau pengetahuan yang sempurna, khususnya pengetahuan mengenai macam-macam barang dan jasa konsumsi yang tersedia dipasar, harga masing-masing barang dan jasa, besarnya pendapatan yang mereka peroleh, dan cita rasa yang mereka inginkan (Machfudz, 2007:28). E. Garis Anggaran Konsumen (Budget Constraint) Garis anggaran merupakan kombinasi barang yang memerlukan dana sebesar uang yang dimiliki oleh konsumen. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu mengenai kombinasi yang memberikan kepuasan maksimum (kombinasi terbaik) dan dana yang terbatas. Untuk pengertian ini guna mudah dipahami kita batasi dengan model. Misalkan barang dan jasa yang dikonsumsi hanya ada dua, yaitu X1 dan X2 dimana harganya masing-masing P1 dan P2, maka kombinasi barang yang dipilih (consumtion bundle) dapat ditulis (X1, X2), dimana banyaknya konsumsi barang pertama adalah sebesar X1 dan banyaknya konsumsi barang kedua adalah X2. Dari data yang ada tersebut kita dapat mencari berapa uang atau budget yang diperlukan untuk membiayai pembelian kedua barang tersebut. Misalkan jumlah uang yang diperlukan tadi adalah m, dengan demikian kita dapat menentukan budget constraintnya, yaitu P1X1+P2X2 ≤ m xxxiv Dimana = P1X1 = Jumlah uang yang diperlukan untuk pembelian barang 1 P2X2 = Jumlah pengeluaran untuk membeli barang 2 Ini berarti bahwa konsumen dapat membeli kombinasi barang yang memerlukan uang lebih kecil atau sama dengan jumlah dana yang dimiliki. Jadi kemampuan konsumen ditunjukan oleh kombinasi barang dan jasa yang dapat dibeli yang memerlukan dana lebih kecil atau sama dengan m. Himpunan yang menunjukkan kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen pada harga P1 dan P2 disebut budget set Pada gambar diatas Budget Set ditunjukkan oleh segitiga OAB termasuk didalamnya garis yang menghubungkan A dan B. Sedangkan garis budget (budget line) ditunjukan oleh garis yang menghubungkan A dan B. Untuk menggambar garis budget kita mengubah persamaan garis budget diatas menjadi: X2 = xxxv m P1 X1 P2 P2 Persamaan diatas menunjukan persamaan garis lurus pada gambar 2.1 yang merupakan garis budget. Intercept (perpotongan garis ini dengan sumbu vertikal) adalah m/P2 sedangkan slopenya ditunjukkan oleh –P1/P2. Perpotongan antara garis vertikal dengan garis budget diperoleh dengan membagi seluruh dana yang ada yaitu dengan harga barang 2 karena titik perpotongan tersebut menunjukan berapa barang 2 yang dapat dibeli bila seluruh dana digunakan semua. Demikian titik potong antara garis horizontal dengan garis budget diperoleh dengan cara yang sama, yaitu dengan membagi m dengan harga barang 1. Garis budget dapat kita gambar dengan menghubungkan kedua titik potong tersebut. Jadi garis budget adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukan kombinasi dua barang X dan Y yang dapat dibeli oleh konsumen dengan seluruh dana yang dimiliki konsumen. Model pendekatan untuk menghitung konsumsi suatu komoditi telah dicoba dengan berbagai penelitian. Knudsen dan Scandizzo 1982 menggunakan cara pendekatan utilitas untuk mendapatkan fungsi pengeluaran. Secara umum cara pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Hermanto dan Andriati, 1986:35-36). Maks U = U (X1,....., Xm) (1) Dengan pembatas Xi = fi (q1,....., qn) (2) i = 1,2,3,......, m dan n Pjqj-y = 0 (3) j i xxxvi Dimana = U = fungsi utilitas Xi = (i = 1,2,3,......,m) qj = jumlah komoditi yang dikonsumsi Pj = harga pasar komoditi ke j y = pendapatan konsumen Dari persamaan (1), (2),(3) dapat diperoleh persamaan: n L = U [f1(q1,.....,qn),....fm(q1,...qn)]- λ Pjqj-y j i L = Fungsi Permintaan Lagrange Berdasarkan pada konsep tersebut, ada dua hal penting yang relevan untuk dapat dijadikan dasar pembuatan model analisis konsumsi. Pertama adalah kurva fungsi permintaan dapat diturunkan dari fungsi utilitas dengan pembatasan pendapatan yang diperoleh. Kedua adalah bahwa permintaan pada masing-masing komoditi dalam anggaran belanja unit ekonomi ditentukan secara simultan. Artinya bahwa keputusan untuk membeli satu jenis barang ditentukan oleh sikap dari konsumen tersebut. c. Keseimbangan Konsumen Konsumen akan memperoleh kepuasan maksimum apabila menghabiskan semua pendapatannya untuk membeli dan mengkonsumsi kombinasi barang dimana garis anggaran tepat bersinggungan dengan kurva indiferen (Samuelson, 1996:120). Keadaan ini disebut keseimbangan konsumen. Keseimbangan konsumen ini terjadi saat marginal utility (nilai guna marginal) barang Y dibagi dengan harga barang Y xxxvii sama dengan marginal utility (nilai guna marginal) barang X dibagi dengan harga barang X. Secara notasi dapat dinyatakan sebagai berikut: MUy MUx = Px Py Kondisi keseimbangan konsumen dapat digambarkan dengan menggabungkan kurva indiferen dan garis anggaran. Dengan cara ini akan terlihat salah satu kurva indiferen tersebut akan menyinggung garis anggaran. Dititik E konsumen mencapai kepuasan maksimal pada kurva indiferen tertinggi dengan anggaran terbatas. E merupakan titik singgung garis anggaran dengan kurva indiferen yang tertinggi. Saat persinggungan kurva indiferen dengan garis anggaran inilah terjadi keseimbangan konsumen seperti yang terlihat pada gambar berikut ini. xxxviii 1) Pasar Monopoli a. Deskripsi Pasar Monopoli Sesuai dengan namanya, monopoli adalah struktur pasar dimana hanya terdapat satu penjual atau produsen yang melayani sedemikian banyak pembeli atau konsumen. Monopoli merupakan bentuk ekstrim dari struktur pasar selain pasar persaingan sempurna. Namun, jika persaingan sempurna sulit ditemukan maka monopoli lebih mudah dan cukup banyak pelakunya di Indonesia. Misalnya PT. PLN (Persero) yang melayani masalah kelistrikan, PT. KAI yang menyediakan angkutan kereta api, PT. PDAM yang melayani penyediaan air bersih, dan sebagainya. Monopoli tidak lahir begitu saja, sebab dan sumber-sumber terjadinya monopoli adalah sebagai berikut (www.wikipedia.com): b. Monopoli Sumber Daya Monopoli sumber daya adalah cara termudah untuk menjadi pelaku monopoli. Monopoli sumber daya ditandai oleh sebuah perusahaan yang menguasai sumber daya penting secara tunggal. Contohnya PT. Freeport di Papua yang menguasai sumber tembaga dan menjadi perusahaan monopolis dalam memproduksi emas dan tembaga. c. Monopoli Ciptaan Pemerintah Monopoli ciptaan pemerintah terjadi jika pemerintah memberikan hak cipta atas suatu produk kepada sebuah perusahaan tunggal tersebut. Biasanya hal ini merupakan penghargaan pemerintah atas prestasi perusahaan tertentu dalam menemukan teknologi atau produk baru yang inovatif. Tetapi ada kalanya monopoli ciptaan pemerintah merupakan sebuah solusi yang dibutuhkan untuk menghasilkan xxxix barang dan jasa dipasar tertentu. Misalnya hak monopoli yang diperoleh PT. PLN (Persero) disektor kelistrikan merupakan solusi untuk melayani pemasangan dan permintaan terhadap energi listrik di Indonesia. 4. Monopoli Alamiah Monopoli alamiah terjadi jika sebuah perusahaan tunggal mampu melayani keseluruhan pasar dengan biaya atau harga lebih murah dibandingkan jika sektor tersebut terdapat dua atau lebih perusahaan. Monopoli alamiah sering kita temukan pada pelayanan air minum di daerah atau perusahaan daerah air minum. Biasanya harga terdapat satu PDAM disetiap daerah. Karena dengan hanya ada satu perusahaan, kebutuhan masyarakat dapat dilayani dengan harga yang lebih murah. Seandainya ada dua atau lebih perusahaan yang mengelola air minum, bukan hanya output per perusahaan yang berkurang, tetapi juga biaya yang ditanggung lebih tinggi sehingga harga outputnya juga tinggi dan tentu akan merugikan konsumen. 1. Kebaikan Pasar Monopoli Monopoli memiliki beberapa kebaikan sebagai berikut: a. Efisiensi Produksi Dalam kasus monopoli alamiah akan lebih efisien jika hanya satu perusahaan memproduksi barang dan jasa tertentu. Seperti diuraikan diatas, dengan adanya perusahaan tunggal biaya produksi untuk mendistribusikan air lebih murah dibandingkan jika dua atau lebih perusahaan. Hal ini tentu saja menguntungkan konsumen yang bisa membayar lebih murah. xl b. Mendorong Terjadinya Inovasi Pemberian paten dan hak cipta bisa mendorong terjadinya inovasi. Banyak perusahaan menganggarkan dana untuk kegiatan riset dan penelitian terhadap teknik dan cara baru dalam berproduksi. Dengan adanya paten dan hak cipta, perusahaan makin terinovasi untuk melakukan hal tersebut karena usaha mereka dihargai oleh pemerintah dan tidak khawatir produk mereka ditiru oleh pesaing karena dilindungi oleh hak cipta. c. Mengurangi Persaingan Yang Tidak Bermanfaat Dalam pasar tertentu, persaingan bisa meningkatkan biaya sehingga konsumen dirugikan karena membayar lebih mahal. Jadi dengan adanya monopoli, konsumen lebih untung daripada ada banyak perusahaan dipasar tersebut. 2. Keburukan Pasar Monopoli a. Penyalahgunaan Kekuatan Pasar Monopoli cenderung menyalahgunakan kekuatan pasar yang dimilikinya untuk bisa mencapai laba maksimal dengan cara menetapkan harga yang tinggi padahal biaya marjinal yang ditanggung sangat kecil. b. Tingkat Produksi Yang Lebih Rendah Pelaku monopoli memproduksi lebih rendah dibandingkan dari jumlah seharusnya. Hal ini tentu saja membuat konsumen sangat tergantung pada monopolis, dan monopolis dapat menetapkan harga yang tinggi bagi produknya sehingga merugikan konsumen. xli c. Mengurangi Kesejahteraan Konsumen Harga tinggi yang ditetapkan monopolis akan mengurangi kesejahteraan konsumen. Setiap kali konsumen membayar lebih kepada monopolis, kesejahteraan konsumen berkurang sebesar pembayaran yang lebih itu. Namun, kondisi sebaliknya terjadi pada monopolis. Kesejahteraan konsumen yang berkurang membuat monopolis makin sejahtera. Surplus konsumen yang biasanya dinikmati konsumen, sekarang berpindah kepada monopolis. d. Ketidakadilan Hal yang paling mendasar dari sisi negatif monopoli adalah ketidakadilan. Hal ini terwujud dalam bentuk harga yang tinggi dan jumlah penduduk yang tidak maksimal diproduksi. Dengan demikian laba yang diperoleh monopolis sangat tinggi. Monopolis sejahtera di atas penderitaan konsumen yang membayar lebih mahal dari semestinya. a. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Bagio Mudakir (2007) dengan judul ”Analisis Permintaan Listrik di Jawa Tengah”. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa besarnya permintaan listrik dipengaruhi oleh PDRB perkapita, PDRB sektor industri dan jumlah penduduk di daerah tersebut. Penelitian dengan tema yang sama pernah dilakukan oleh Nia Nurmiyati (2005) dengan judul ”Analisis Permintaan Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Sukoharjo”. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan perkapita, dan rasio elektrifikasi berpengaruh positif sedangkan harga listrik mempunyai xlii pengaruh negatif terhadap permintaan listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Sukoharjo. Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Zamruddin Hasid (2005) dengan judul ”Analisis Konsumsi Listrik di Kalimantan Timur Tahun 19952002 dengan menggunakan data time series”. Menyimpulkan bahwa penduduk, PDRB dan rasio elektrifikasi menunjukkan memiliki pengaruh positif terhadap konsumsi listrik di Kalimantan Timur, baik secara parsial maupun secara bersamasama. b. Kerangka Pemikiran Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk dan tingkat pendapatan suatu daerah, sehingga penawarannya perlu juga ditingkatkan sesuai dengan kebijakan ketenagalistrikan, baik dari pusat maupun dari daerah. Peningkatan konsumsi listrik merupakan konsekuensi logis dari makin banyaknya aktivitas manusia yang harus memakai listrik akibat kemajuan yang dicapai dari hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat. Semakin maju suatu daerah atau wilayah juga semakin tinggi pula energi listrik yang dibutuhkan. Dengan demikian peningkatan pendapatan dapat menyebabkan peningkatan konsumsi listrik baik langsung maupun tidak langsung. Peningkatan konsumsi listrik secara langsung dapat dilihat dan diukur dengan memperhatikan parameter dari persamaan atau fungsi konsumsi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Purworejo berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk dan juga permintaan untuk konsumsi listrik. xliii Perkembangan penduduk akan mengakibatkan bertambahnya kebutuhan dari berbagai macam barang baik langsung maupun tidak langsung. Untuk memudahkan tingkat penelitian sejak dari perencanaan pelaksanaan sampai dengan penyelesaian sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang pasti. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat diringkas dalam bentuk skema sebagai berikut: Keterangan: Keterangan: Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan berkembangnya pembangunan dan kondisi perekonomian. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh pakar ekonomi terdahulu, permintaan atau konsumsi suatu barang dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya pendapatan, harga barang tersebut, harga barang lain yang menjadi substitusi, dan lain-lain. Dalam penelitian ini akan dianalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo dengan variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga sebagai variabel yang dipengaruhi, sedangkan variabel-variabel xliv yang mempengaruhi adalah PDRB Harga Berlaku, tarif listrik, dan harga minyak tanah. PDRB Kabupaten Purworejo dari tahun ketahun terus mengalami perkembangan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan juga konsumsi di sektor kelistrikan dan sektor-sektor yang lain seperti pertanian (bahan makanan, perkebunan rakyat, peternakan, kehutanan, perikanan); industri pengolahan; perdagangan. Beberapa lapangan usaha tersebut tidak terlepas dari peran pentingnya listrik yang telah disediakan oleh PLN. PDRB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu kabupaten dan kemampuan sumber daya ekonomi dalam menghasilkan barang dan jasa di suatu kabupaten. Apabila nilai PDRB tersebut besar berarti menunjukan bahwa kemampuan sumber daya ekonomi di kabupaten tersebut besar begitu juga sebaliknya apabila nilai PDRB di kabupaten tersebut kecil berarti menunjukan bahwa kemampuan sumber daya ekonomi di kabupaten tersebut kecil. Dari skema tersebut, beberapa faktor antara lain: PDRB harga berlaku, tarif listrik, dan harga minyak tanah dapat diketahui pengaruhnya terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA). Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah kapasitas listrik yang terpakai dalam mengkonsumsi listrik sebagai kebutuhan sehari-hari, terlihat bahwa konsumsi listrik dipengaruhi oleh tarif listrik PLN, perubahan tarif listrik yang berlaku akan mempengaruhi jumlah konsumsi listrik pelanggan. Tarif ini merupakan harga dari listrik yang mencerminkan tentang harga suatu barang. Perubahan tarif tidak terjadi setiap tahun. Dan faktor lain yang juga xlv mempengaruhi adalah besarnya harga minyak tanah yang harganya di tentukan oleh pemerintah. a. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan yang menjadi jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Dari uraian dan kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan hipotesis awal tentang jawaban dari permasalahan yang akan dipecahkan dan di dalam penelitian ini peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut: 2. Diduga variabel PDRB mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. 3. Diduga variabel tarif listrik mempunyai pengaruh negatif terhadap konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. 4. Diduga variabel harga minyak tanah mempunyai pengaruh positif terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. xlvi BAB III Metodologi Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) yang mengambil lokasi di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat kumulatif dengan mengambil data tahunan pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2008. Konsumen PLN Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan dan 470 desa. Adapun yang dimaksud konsumen PLN Kabupaten Purworejo adalah seluruh konsumen PLN yang telah mengkonsumsi listrik dan tercatat dalam daftar pelanggan di PLN UPJ Purworejo dan di PLN UPJ Kutoarjo. Perlu diketahui bahwa data juga diambil dari PLN UPJ Kutoarjo, hal ini dilakukan karena wilayah operasional PLN UPJ Kutoarjo adalah wilayah kutoarjo dan sekitarnya yang tidak satu wilayah dengan daerah operasional PLN UPJ Purworejo tetapi masih satu wilayah Kabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo tahun 2002-2008. 2. Jenis dan Sumber Data yang digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data lain yang dipakai untuk melengkapi analisis dalam penelitian ini berbasis dari data yang bersumber dari lembaga-lembaga atau instansi dan kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini melalui data kurun waktu (time series) tahun 2002-2008. xlvii Data sekunder diperoleh dari publikasi penerbitan seperti: Laporan Tahunan PLN, Badan Pusat Statistik, website, dan home page dari instansi terkait. Data mengenai tarif listrik dan jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) diperoleh dari PLN UPJ Purworejo dan PLN APJ Magelang, data mengenai harga minyak tanah diperoleh dari website Pertamina, sedangkan data mengenai PDRB harga berlaku diperoleh dari kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Purworejo. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain meliputi bahan-bahan bacaan yang relevan untuk mengumpulkan berbagai data yang relevan guna mendapatkan bahan yang berhubungan dengan penelitian ini. 4. Definisi Operasional Variabel Adapun variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel dependen (variable terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah permintaan listrik yang merupakan besarnya daya atau tenaga listrik yang dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga tiap tahun dalam satuan KWh(Kilowatt hour) dalam hal ini yang dianalisis adalah: Jumlah konsumsi listrik rumah tangga (Y) Jumlah konsumsi listrik rumah tangga merupakan seluruh permintaan energi listrik dalam kurun waktu satu tahun oleh kelompok pemakai rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Diukur dengan satuan rupiah/KVa. xlviii 1. Variabel independen (variable bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat, antara lain: a. PDRB (X1) PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi sebagai unit produksi di dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Satuannya adalah rupiah. b. Tarif listrik (X2) Besarnya biaya beban daya listrik dibedakan menurut daya listrik yang terpasang disetiap rumah tangga. Biaya beban daya listrik ini ditentukan oleh pemerintah dan diatur dengan keputusan presiden. Besarnya ini tergantung dari golongan tarif daya listrik yang dinyatakan dengan satuan rupiah/Kva/bulan. c. Harga Minyak Tanah (X3) Harga minyak tanah adalah harga minyak tanah per liter di tingkat pengecer yang ditentukan oleh pemerintah. Satuannya adalah Rupiah per liter. A. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Uji ekonometrika yaitu uji untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, dan uji Multikolinearitas. Sedangkan uji ekonomi teori merupakan pengujian yang didasarkan pada konsep yang terdapat dalam teori-teori ekonomi, dimana pengujian ini akan berhubungan dengan tanda koefisien yang menunjukan hubungan variabel independen dengan variabel dependen serta menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. xlix C. Uji Stasioneritas Uji stasioneritas dilakukan karena data dalam penelitian merupakan data sekunder. Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan uji akar unit (unit root test) dan atau uji derajat integrasi. Apabila ditemukan bahwa data yang digunakan mempunyai derajat integrasi sama I (1), maka dilanjutkan dengan uji kointegrasi. Uji kointegrasi untuk mengetahui hubungan jangka panjang model yang sedang diamati. a. Uji akar unit atau Unit Root Test Pengujian ini bertujuan untuk menentukan stasioner sebuah variabel. Keadaan stasioner adalah suatu keadaan dimana karakteristik proses stokastik atau random tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Keadaan ini diperlukan untuk dapat membentuk persamaan yang mampu menggambarkan keadaan variabel di masa lalu dan di masa yang akan datang. Pengujian uji akar-akar unit atau unit root test akan dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. b. Uji derajat integrasi Apabila data yang diamati pada akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji derajat integrasi dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau orde diferensi keberapa data yang diamati akan stasioner (Modul lab. Ekonometrika, 2006:143). c. Uji kointegrasi Tujuan uji kointegrasi adalah menguji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Apabila kita mempunyai data variabel ekonomi yang non stasioner, kita tetap dapat melakukan analisis. Caranya dengan membentuk kombinasi linier dari l variabel-variabel tersebut. Jika kombinasi linier tersebut dapat dibentuk, maka variabel tersebut dapat dikatakan terkointegrasi. Artinya variabel-variabel tersebut mempunyai hubungan jangka panjang. D. Model Regresi Linier Berganda Untuk dapat menguji dan menganalisis variabel independen terhadap variabel dependen, dalam penelitian ini digunakkan data-data bulanan. Data PDRB harga berlaku diperoleh dengan menggunakkan metode interpolasi. Sedangkan data mengenai jumlah konsumsi listrik, tarif listrik, dan harga minyak tanah merupakan data per bulan. Berikut adalah rumus metode interpolasi yang dikemukakan oleh Insukindro dalam Rismutia (2007:71). Metode interpolasi bulanan: Yit = 1 i 6,5 (Yt + (Yt-Yt-1)),i = 1,2,3,....,12 12 12 Dimana, Yit = data pada bulan ke-i tahun t Yt = data pada tahun ke-t Yit-1 = data pada tahun sebelumnya Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo, sedangkan variabel independennya adalah PDRB harga berlaku, tarif listrik, dan harga minyak tanah. Untuk menguji hubungan antar variabel tersebut, maka digunakan regresi linier berganda dan juga dilakukan beberapa uji, seperti uji stasioneritas, uji ekonometrika (uji asumsi klasik), dan uji statistik. li Secara umum fungsi konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo dapat ditulis sebagai berikut: = O + 1 1 + 2 2 + 3 3 + ui.... (1) Dimana, (JKL) = Konsumsi listrik (KWh) 1 ( PDRB) = PDRB Harga Berlaku (rupiah) 2 (TDL) = Tarif listrik perbulan (rupiah) 3 (HMT) = Harga minyak tanah (rupiah/liter) Ui = Variabel pengganggu O = Konstanta 1, 2 , 3 = Koefisien regresi Dari perumusan tersebut, maka selanjutnya akan dilakukan pengujian sebagai berikut: a. Uji Asumsi Klasik Dalam regresi linier klasik terdapat faktor pengganggu, model yang baik mengharapkan faktor-faktor pengganggu tidak muncul dalam suatu model. Untuk mengetahui ada tidaknya faktor pengganggu dalam suatu model, maka digunakan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari: a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel terdapat korelasi dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain suatu variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya (Damodar Gujarati, 1997:157). lii Adanya multikolinearitas menyebabkan standar error cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel dan standar error menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data. Cara paling mudah untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat nilai R dan nilai t yang signifikan maka tidak terjadi masalah multikolinearitas. Metode klein tetap menganggap multikolinearitas baru menjadi masalah bila derajatnya tinggi dibandingkan dengan korelasi berganda diantara seluruh variabel secara serentak. Metode ini membandingkan nilai (r),xi,xj,.....,xn dengan nilai Ry,xi,xy,.....,xn. Jika terdapat Ry,xi,xy,.....,xn > (r),xi,xj,.....,xn maka tidak terdapat masalah multikolinearitas dan jika sebaliknya Ry,xi,xy,....,xn < (r),xi,xj,....,xn maka terjadi masalah multikolinearitas. b. Uji Heteroskedastisitas Model regresi linear klasik memiliki satu asumsi yang paling penting, yaitu varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Asumsi ini tidak selalu realistis, karena sering terjadi pelonggaran asumsi klasik yang disebabkan oleh varian residual tidak lagi bersifat konstan atau disebut terjadi masalah heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut: E = (Ui2) = δ2 i = 1,2,....N Apabila didalam varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas (penyebaran yang sama) diterima. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi dalam penelitian ini diuji liii dengan menggunakkan uji park. Uji park dilakukan dengan menggunakan dua tahap, yaitu: A. Melakukan regresi atas model yang digunakkan dengan Ordinary Least Squares (OLS) tanpa memperhatikan adanya gejala heteroskedastisitas. Kemudian dari hasil itu diperoleh besarnya residual. B. Mengkuadratkan hasil dari nilai residual diatas dan meregresinya dengan semua variabel bebas. Jika nilai yang diperoleh signifikan, maka terdapat masalah heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila nilai yang diperoleh tidak signifikan, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas. B. Uji Autokorelasi Autokorelasi ditentukan jika terdapat adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurut-urutkan menurut waktu (dalam data deretan waktu) atau ruang (dalam data cross sectional). Korelasi yang dimaksud adalah diantara kesalahan pengganggu (error disturbance). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson sebagai berikut: a. Menggunakkan angka Durbin-Watson yang diperoleh dari rumus: 1 eiei 1 d=2 2 ei b. Membandingkan angka dengan Durbin-Watson dalam tabel α = 5%. Angka dalam tabel menunjukkan nilai distribusi antara bawah (dl) dengan batas atas (du) liv c. Kriteria Pengujiannya adalah: 0 < d <dl = menunjukan autokorelasi positif atau menolak Ho dl < d < du = tidak dapat disimpulkan du < d < 4-du = tidak terdapat autokorelasi atau menerima Ho 4-du < d < 4-dl = tidak dapat disimpulkan 4-dl < d <4 = menunjukan autokorelasi negatif atau menolak Ho. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dan untuk menghindari masalah pengujian autokorelasi dengan DW d test, perlu dilakukan uji B.G test, yaitu jika nilai probabilitas variabel independen lebih besar dari = 5 % maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik lolos dari masalah autokorelasi. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: a) Estimasi persamaan regresi dengan OLS, dapatkan nilai residualnya (ut). lv Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-i…….ut-p b) c) Hitung (n-p)R2~ 2 Jika lebih besar dari nilai tabel Chi-square dengan df p, menolak hipotesa bahwa setidaknya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda dengan 0. b. a. Uji Statistik Uji t Dilakukan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen. Dalam uji t dengan ketentuan sebagai berikut: a. Menentukan hipotesis Ho = βi = 0 (berarti variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen). Ho = βi ≠ 0 (berarti variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen). b. Menentukan nilai c. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut: t tabel = 2 ; df = N-K Dimana = = derajat signifikansi N = banyaknya data yang digunakan K = banyaknya parameter atau koefisien regresi plus kontan t hitung = 1 Se( 1 ) Dimana 1 = Koefisien regresi variabel ke-1 lvi Se = Standar error d. Kriteria Pengujian Ho diterima apabila -t /2 ≤ t ≤ t /2 Ho ditolak apabila t < -t /2 atau t > /2 e. Kesimpulan Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima Ha ditolak. Artinya koefisien regresi variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak Ha diterima. Artinya koefisien regresi variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. a. Uji F (Uji terhadap koefisien regresi secara bersama-sama) Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independen yang ada secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya atau untuk mengetahui apakah persamaan model cukup layak untuk digunakan. Dalam uji F ini terdapat ketentuan sebagai berikut: C. Menentukan Hipotesis: Ho = 1 = 2 = 3 = 4 = 0 (berarti secara bersama-sama variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen) lvii Ha ≠ 1 ≠ 2 ≠ 3 ≠ 4 ≠ 0 (berarti secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi variabel dependen) D. Menentukan nilai E. Melakukan perhitungan nilai F F tabel = F ; (N-K);(K-1) Dimana = = derajat signifikansi N = jumlah data K = jumlah parameter dalam model termasuk konstanta. R 2 / K 1 F hitung = 1 R 2 / N K Dimana = R2 = Koefisien determinasi berganda K = Banyaknya parameter total yang dipakai rekan N = Banyaknya observasi F. Kriteria Pengujian Ho diterima apabila F hitung ≤ F tabel Ho ditolak apabila F hitung ≥ F tabel G. Kesimpulan Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya koefisien regresi variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya koefisien regresi variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. lviii b. Koefisien Determinasi R2 Uji ini digunakkan untuk mengetahui seberapa jauh variasi dari variabel, bebas dapat menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikat. Jika R 2 mendekati nol, maka variabel bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikatnya. ESS RSS ei Rumus = R = 1 1 TSS TSS yi2 2 2 Dimana = R2 adalah 0 ≤ R2 ≤ 1 Jika R2 = 1, berarti ada kecocokan yang sempurna Jika R2 = 0, berarti tidak ada hubungan variabel dependen dengan variabel independen Jika R2 = ~, berarti bahwa variabel independen hubungannya semakin dekat dengan variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model tersebut baik. lix BAB IV Analisis Data dan Pembahasan 1. a. Gambaran Umum Kabupaten Purworejo Kondisi Geografis i.Letak Geografis Secara geografis, Kabupaten Purworejo merupakan bagian dari propinsi Jawa Tengah yang terletak pada posisi antara 109 47’ 28” – 110 8’ 20” Bujur Timur dan 7 32’ – 7 54” Lintang Selatan. Luas daerah Kabupaten Purworejo 1.034,83 Km yang terdiri kurang lebih 2/5 daerah dataran dan 3/5 daerah pegunungan. Dengan batas-batas wilayah adalah: Sebelah utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang Sebelah timur : Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY Sebelah selatan : Samudra Indonesia Sebelah barat : Kabupaten Kebumen ii.Luas daerah dan Pembagian daerah Administratif Luas wilayah Kabupaten Purworejo sebesar 1034,81752 km2. Secara administratif Kabupaten Purworejo meliputi 16 kecamatan yang terdiri dari 494 desa dan 25 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Purworejo, kecamatan dengan letak paling jauh adalah Kecamatan Bruno dengan jarak sejauh 35 km dari pusat kota, sedangkan kecamatan dengan letak paling dekat dari Purworejo (kota) adalah Kecamatan Banyuurip dengan jarak dari pusat lx kota 4 km. Seluruh kecamatan yang ada di Purworejo sudah terjangkau angkutan umum. Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Bruno dengan luas wilayah sebesar 108,43 km2, sedangkan untuk kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Kutoarjo dengan luas wilayah sebesar 37,59 km2. Jumlah desa yang ada di Kabupaten Purworejo adalah sebanyak 494 desa dengan jumlah desa yang terbanyak berada di Kecamatan Ngombol yaitu sebanyak 57 desa, sedangkan kecamatan dengan jumlah desa terkecil terdapat di Kecamatan Bagelen yaitu sebanyak 17 desa. Tabel 4.1 Jumlah desa dan luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2008 No. Kecamatan Jumlah Desa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Grabag 32 Ngombol 57 Purwodadi 40 Bagelen 17 Kaligesing 21 Purworejo 25 Banyuurip 27 Bayan 26 Kutoarjo 27 Butuh 41 Pituruh 49 Kemiri 40 Bruno 18 Gebang 25 Loano 21 Bener 28 Jumlah 494 Sumber data: BPS Kabupaten Purworejo 2008 lxi Luas Wilayah (Km) 64,92 55,27 53,96 63,76 74,73 52,72 45,08 43,21 37,59 46,08 77,42 92,05 108,43 71,86 53,65 94,08 1034,81 G. Potensi Daerah a. Potensi Pertanian i.Komoditi Tanaman Hortikultura Komoditi pertanian tanaman hortikultura dengan produksi terbesar yaitu komoditi rambutan dengan jumlah produksi sebanyak 295.585 kwintal, pada urutan kedua yaitu komoditi mangga dengan jumlah produksi sebesar 26.238 kwintal, dan pada urutan ketiga yaitu komoditi siem/keprok dengan jumlah produksi sebanyak 26.203 kwintal. A. Komoditi Tanaman Pangan Komoditi pertanian tanaman pangan dengan produksi terbesar yaitu komoditi padi sawah dengan jumlah produksi sebanyak 256.969 ton, pada urutan kedua yaitu komoditi ubi kayu dengan jumlah produksi sebesar 122.242 ton, dan pada urutan ketiga yaitu komoditi jagung dengan jumlah produksi sebanyak 6.912 ton. B. Komoditi Tanaman Obat-obatan Komoditi pertanian tanaman obat-obatan dengan produksi terbesar yaitu komoditi temulawak dengan jumlah produksi sebanyak 2.040.732 kg, pada urutan kedua yaitu komoditi kapulaga dengan jumlah produksi sebesar 164.243 kg, dan pada urutan ketiga yaitu komoditi mengkudu dengan jumlah produksi sebanyak 1250 kg. C. Komoditi Tanaman Sayuran Komoditi pertanian tanaman sayuran dengan produksi terbesar yaitu komoditi buncis dengan jumlah produksi sebanyak 36.513 Kg, pada urutan kedua lxii yaitu komoditi semangka dengan jumlah produksi sebesar 25.900 Kg dan pada urutan ketiga yaitu produksi tomat dengan jumlah produksi 16.313 kg. 2. Potensi Pariwisata a. Kawasan Geger Menjangan Kawasan Geger Menjangan merupakan kawasan wisata alam, obyek utama yang banyak dinikmati pengunjung adalah keindahan Kota Purworejo dan Pantai Selatan dipandang dari ketinggian puncak bukit. Memandang keindahan panorama alam dari ketinggian itulah yang ditawarkan kawasan tersebut. 1. Pantai Pasir Puncu dan Ketawang Dua puluh dua kilometer dari Kota Purworejo atau sebelas kilometer dari Kota Kecamatan Kutoarjo ke selatan, tepatnya di Hardjobinangun dan Ketawang Kecamatan Grabag, kita dapat menikmati wisata bahari Pantai Pasir Puncu dan Ketawang. Kawasan ini memiliki pesona tersendiri dengan panorama Pantai Laut Selatan yang menarik dan menawan. 2. Bedug Kyai Bagelen di Masjid Jami’ Bedug Kyai Bagelen dengan panjang rata-rata 292 cm, garis tengah bagian depan sepanjang 194 cm, garis tengah bagian belakang sepanjang 180 cm, keliling bagian depan sepanjang 601 cm, dan keliling bagian belakang sepanjang 564 cm ini diletakkan di sebelah dalam serambi Masjid Jami’. 3. Museum Tosan Aji Museum Tosan Aji berada di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo diresmikan pada tanggal 12 April 1987 oleh Gubernur Propinsi Jawa Tengah H. lxiii Ismail. Museum ini merupakan salah satu sarana untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang yang terdiri dari keris, pedang, kudi cundrik. a. Potensi Peternakan 3. Kuda Peternakan Kuda di Kabupaten Purworejo pada umumnya dimanfaatkan sebagai alat transportasi seperti andong maupun dokar, meskipun tidak sedikit juga yang beternak kuda untuk keperluan kuda pacu/balap. Di samping itu peternakan kuda ini banyak juga yang dipasarkan hingga Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara hingga Kota Pekalongan. Populasi kuda mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebanyak 207 ekor hingga tahun 2008 sebanyak 259 ekor atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,25 % yang hampir keseluruhannya sudah menjadi pesanan baik dari lokal (Kabupaten Purworejo) maupun berasal dari luar Kabupaten Purworejo. 4. Sapi Potong Peternakan ini tergolong peternakan terbesar di Kabupaten Purworejo jika dibandingkan dengan peternakan lain. Pada tahun 2003 peternakan sapi potong mencapai 12.121 ekor dan pada tahun 2008 telah mencapai 16.980 ekor atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,4 %. Tentunya keberadaan peternakan sapi potong ini menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan daging sapi Kabupaten Purworejo dan sekitarnya. 5. Sapi Perah Hingga tahun 2003 populasi sapi perah Kabupaten Purworejo mencapai 82 ekor dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 97 ekor atau mengalami lxiv pertumbuhan sebesar 0,18 %, sehingga diperkirakan akan terus meningkat mengingat banyak para peternak sapi potong yang juga beternak sapi perah. Produksi susu dari peternakan sapi perah ini dipasarkan tidak hanya di Kabupaten Purworejo namun hingga Kabupaten Magelang, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 6. Kerbau Populasi peternakan kerbau di tahun 2003 mencapai 3.139 ekor dan pada tahun 2008 sebanyak 1.764 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,44 %.. Meskipun peran kerbau sebagai pembajak sawah mulai tergantikan oleh traktor dan alat-alat pertanian yang lebih modern. Namun eksistensi kerbau ini cukup baik, bahkan dewasa ini mulai berkembang makanan khas di Kabupaten Kebumen yaitu sate kerbau. 7. Kambing Biasanya peternakan kambing ini dilakukan oleh masyarakat yang bekerja sebagai petani. Masyarakat menyebutnya sebagai kesibukan sambilan. Populasi kambing di Kabupaten Purworejo hingga tahun 2003 mencapai 104.800 ekor dan pada tahun 2008 sebanyak 102.159 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,02 %. Peternakan kambing dirasa sudah menjadi salah satu tradisi yaitu para petani yang juga beternak kambing. 8. Domba Begitu pula dengan domba, meskipun banyak pula para peternak yang mengkhususkan beternak domba namun banyak pula para petani yang memiliki kerja sambilan beternak domba. Populasi domba di Kabupaten Purworejo pada lxv tahun 2003 mencapai 62.220 ekor dan pada tahun 2008 sebanyak 45.603 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,27 %. 9. Puyuh Telur burung puyuh banyak yang membutuhkannya biasanya sebagai salah satu masakan khas Jawa. Populasi burung puyuh ini mencapai 72.820 ekor pada tahun 2003 dan pada tahun 2008 sebesar 39.000 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,46 %. 10. Ayam Pedaging Daerah pemasaran ayam pedaging Kabupaten Purworejo cukup luas dan tidak hanya di Kabupaten Purworejo sendiri. Populasi ayam pedaging pada tahun 2003 mencapai 121.400 ekor dan pada tahun 2008 telah mencapai 587.481 ekor atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,84 %. b. Potensi Industri i. Industri Meubel Kayu Industri meubel di Kabupaten Purworejo dikelola oleh masyarakat. Selain menawarkan berbagai jenis bahan kayu serta motif desain meubel, industri di Kabupaten Purworejo juga melayani pesanan. Sehingga pemesan dapat menentukan sendiri jenis kayu yang akan digunakan, desain yang diberikan, serta kontrak waktu pengerjaannya. Pesanan-pesanan tersebut datang bukan hanya dari Kabupaten Purworejo tetapi juga dari luar Kabupaten Purworejo. 1. Industri Meubel Bambu Hitam Bahan baku kayu hitam banyak diperoleh warga dari Kabupaten Wonosobo dan sebagian dari kabupaten Purworejo. Industri ini berada di lxvi Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. Pemasaran hasil industri ini adalah seputar Kabupaten Purworejo, Cilacap dan Kabupaten Magelang. a. Industri Tekstil Industri tekstil di Kabupaten Purworejo ini memproduksi tekstil untuk keperluan lokal dan eksport. Kebanyakan industri-industri konveksi membeli bahan-bahan tekstilnya di industri tekstil ini. Industri konveksi tersebut antara lain industri konveksi yang ada di Kabupaten Cilacap, Pekalongan, Cirebon dan lainlain. b. Potensi Kerajinan a. Pembuatan Tikar dari Mendong Dewasa ini tikar mendong tidak hanya digunakan sebagai tikar ataupun alas tempat duduk saja tetapi telah berkembang penggunaannya sebagai salah satu bahan dasar pembuatan dompet, tas, peci dan lain-lain. Pemasaran tikar mendong dari Kabupaten Purworejo ini masih bersifat lokal yaitu sekitar Kabupaten Purworejo saja namun untuk produk-produk dompet dan tas mendong telah mencapai Kabupaten Cilacap, Yogyakarta, dan Borobudur (Kabupaten Magelang). Produksi produk-produk dari mendong ini berada di Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo. Namun untuk tikar mendong tersebar hampir di seluruh kecamatan. 1) Pembuatan Tikar dari Daun Pandan Pemasaran tikar dari daun pandan ini disekitar Kabupaten Purworejo seperti Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Kebumen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam perkembangannya, tikar dari daun pandan lxvii ini juga berkembang seperti tikar dari mendong, yaitu pemanfaatannya tidak hanya sebatas untuk tikar saja tetapi juga telah dimanfaatkan untuk pembuatan dompet, tas, bahkan banyak pula sandal dan sepatu yang bermotif daun pandan. 2) Perkakas Rumah Tangga dari Kayu Kerajinan perkakas dari kayu ini umumnya berupa sendok, irus, tampah dan lain-lain. Selain untuk kebutuhan perkakas rumah tangga, para pengrajin juga memproduksi jenis-jenis barang tersebut untuk hiasan rumah dan souvenirsouvenir yang dijual di obyek-obyek wisata seperti Candi Borobudur, Prambanan, Mendut dan lain-lain. 3) Keranjang Bambu Keranjang bambu yang berasal dari Kabupaten Purworejo ini memiliki keunikan dan karakter yang cukup khas. Biasanya keranjang bambu yang diproduksi memiliki lingkaran bambu yang oleh masyarakat setempat disebut "wengku" yang lebar sehingga lebih kuat dibandingkan keranjang bambu yang diproduksi oleh daerah lain. Selain itu, keranjang bambu dari Kabupaten Purworejo juga memiliki ciri anyaman yang khas pula yaitu adanya kulit bambu (masyarakat setempat menyebutnya "wilah") di kombinasi dengan daging bambunya. Pemasaran keranjang bambu ini disekitar Kabupaten Purworejo dan kabupaten-kabupaten lain di sekitarnya. 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Purworejo terdiri dari dataran rendah kurang lebih 2/5 daerah rendah dan kurang lebih 3/5 daerah pegunungan. Jenis tanahnya dibedakan menjadi tanah sawah dan tanah kering yang luasnya cukup besar mencapai lxviii 72.854,78 Ha pada tahun 2003 dimana sampai dengan tahun 2008 tidak mengalami perubahan dan bisa dikatakan tidak mengalami pertumbuhan atau pertumbuhan sebesar 0 % . Tanah kering tersebut sebagian besar digunakan untuk tanah bangunan dan halaman sekitarnya seluas 10.116,50 Ha, tegal/kebun/ladang/huma seluas 51.598,14 Ha, hutan negara seluas 6.857,88 Ha, dan tanah lainnya seluas 3.254,71 Ha. Jadi secara keseluruhan pemanfaatan dan penggunaan tanah kering di wilayah Kabupaten Purworejo paling besar digunakan untuk areal tegal/perkebunan/lada/huma dengan lahan seluas 51.598,14 Ha. Sedangkan untuk pemanfaatan dan penggunaan tanah kering di wilayah Kabupaten Purworejo paling kecil digunakan untuk areal tanah lainnya yaitu seluas 3.254,71 Ha. Areal tanah lainnya yang dimaksudkan disini adalah besarnya luas tanah kering selain yang digunakan untuk areal tanah bangunan dan halaman sekitarnya, areal tegal/kebun/ladang/huma, dan areal hutan negara. b. Penduduk dan Tenaga Kerja i. Kependudukan Penduduk Kabupaten Purworejo cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.2 lxix Tabel 4.2 Banyaknya Desa dan Jumlah Penduduk menurut kecamatan dan Daerah di Kabupaten Purworejo Tahun 2007 No. Kecamatan Kota Pedesaan Kota dan Pedesaan Desa Penduduk Desa Penduduk Desa Penduduk 1 Grabag 2 5546 30 46107 32 51653 2 Ngombol 1 470 56 36833 57 37303 3 Purwodadi 3 5268 37 36082 40 41350 4 Bagelen 0 0 17 35966 17 35966 5 Kaligesing 0 0 21 35895 21 35895 6 Purworejo 11 63206 14 26692 25 89898 7 Banyuurip 6 14974 21 26453 27 41427 8 Bayan 11 25581 15 22172 26 47753 9 Kutoarjo 17 45041 10 19159 27 64200 10 Butuh 3 5102 38 40664 41 45766 11 Pituruh 2 2603 47 50594 49 53197 12 Kemiri 6 9837 34 45929 40 55766 13 Bruno 0 0 18 44131 18 44131 14 Gebang 2 7376 23 34639 25 42015 15 Loano 3 9390 18 27051 21 36441 16 Bener 1 2776 27 52975 28 55751 Jumlah 68 197170 426 581342 494 778512 Tahun 2006 68 183456 426 592997 494 776452 Tahun 2005 68 183456 426 590829 494 774285 Tahun 2004 68 200350 426 572485 494 772835 Tahun 2003 68 193457 426 577536 494 770993 Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo 2007 lxx Berikut jumlah penduduk dirinci menurut jenis kelamin dan kecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2008: Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Perkecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2008. No. Kecamatan Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Sex Ratio 1 Grabag 25865 26096 99.11 2 Ngombol 18208 19110 95.27 3 Purwodadi 20271 21300 95.16 4 Bagelen 17582 18426 95.41 5 Kaligesing 18056 17880 100.98 6 Purworejo 44291 45926 96.43 7 Banyuurip 20012 21289 94.00 8 Bayan 23163 24577 94.24 9 Kutoarjo 31291 32916 95.06 10 Butuh 22736 23088 98.47 11 Pituruh 26771 26842 99.73 12 Kemiri 27087 28752 94.20 13 Bruno 21608 22797 94.78 14 Gebang 20720 21314 97.21 15 Loano 18224 18305 99.55 16 Bener 27949 27942 100.02 Kab. Purworejo 383834 396560 96.79 Tahun 2007 383230 395282 96.95 Tahun 2006 382205 394247 96.95 Tahun 2005 381217 393068 96.99 Tahun 2004 380491 392344 96.90 Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo Tahun 2008 lxxi ii.Tenaga Kerja Kondisi alam Kabupaten Purworejo yang agraris membuat mata pencaharian sebagian besar penduduknya di sektor pertanian (petani dan buruh tani). Jumlah penduduk yang bekerja di berbagai sektor pada tahun 2004 sebanyak 366.932 orang dengan rincian: Sektor pertanian 188.125 orang (meningkat 5,25 % dibandingkan tahun sebelumnya); pertambangan 3.301 orang (meningkat 300 %, dimana sebelumnya 720 orang); industri 45.301 orang; listrik, gas, dan air sebesar 956 orang; konstruksi 13.502 orang; perdagangan, hotel, restoran 52.756 orang; angkutan dan komunikasi 16.773 orang; keuangan 1.701 orang; dan jasa lainnya 44.521 orang. Dengan memperhatikan kondisi diatas, lapangan pertanian mengalami peningkatan sebesar 5,25 % menunjukkan bahwa pertanian masih menjadi daya tarik bagi masyarakat sebagai lapangan kerja yang dapat memberikan kesejahteraan keluarga. Berbeda dengan lapangan kerja di industri yang menurun sekitar 3,75 %. Jumlah penduduk yang bekerja di berbagai sektor di wilayah Kabupaten Purworejo pada tahun 2004 ternyata masih di dominasi dari sektor pertanian yang menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja dengan jumlah 188.125 orang. Di urutan kedua diduduki oleh sektor perdagangan, hotel, restoran dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 52.756 orang. Untuk sektor industri menduduki urutan ketiga dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 45.301 orang. Sedangkan untuk sektor yang menduduki urutan terendah dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor listrik, gas, dan air yaitu sebesar 956 orang. lxxii c. Sosial i.Pendidikan Angka kelulusan tahun 2004 di Kabupaten Purworejo adalah SD/MI sebanyak 13.643 siswa, SMP/MTs sebanyak 12.107 siswa, SMA/SMK/MA sebanyak 9.864 siswa. Rasio guru terhadap murid rata-rata pertahun untuk pendidikan TK sebesar 1:27 murid, SD sebesar 1:19 murid, untuk SMP sebesar 1:38 murid dan untuk SMA sebesar 1:34 murid. Sedangkan rasio kelas terhadap murid untuk TK sebesar 1:21 murid, SD sebesar 1:20 murid, untuk SMP sebesar 1:30 murid dan untuk SMA sebesar 1:35 murid. Dengan memperhatikan kondisi diatas angka kelulusan terbesar di Kabupaten Purworejo diraih oleh jenjang pendidikan di tingkat SD/MI dengan angka kelulusan sebesar 13.643 siswa. Sedangkan angka kelulusan terendah diraih oleh jenjang pendidikan di tingkat SMA/SMK/MA dengan angka kelulusan sebesar 9.864 siswa. Untuk rasio guru terhadap murid rata-rata pertahun terbaik diduduki oleh rasio guru SD sebesar 1:19 murid dan yang terburuk diduduki oleh rasio guru SMP sebesar 1:38 murid. Sedangkan untuk rasio kelas terhadap murid paling sedikit diduduki oleh rasio kelas TK sebesar 1:21 murid dan untuk yang paling banyak diduduki oleh rasio kelas SMA sebesar 1:35 murid. Jadi dapat disimpulkan bahwa dilihat dari angka kelulusan, rasio guru terhadap murid, dan rasio kelas terhadap murid di Kabupaten Purworejo ternyata cukup baik. lxxiii ii.Kesehatan Secara garis besar kondisi kesehatan masyarakat Purworejo mengalami peningkatan walaupun kecil, tetapi tren yang ada menunjukkan adanya peningkatan. Jumlah rumah sakit tipe B dan tipe D masing-masing sebanyak 1 unit dan 2 unit. Puskesmas induk sebanyak 25 unit, Pustu 66 unit, Pusling 25 unit, Posyandu 2.076 unit, klinik praktek dokter 14 unit, produksi obat tradisional 1 buah, gudang farmasi 1 buah. Sementara dalam kesehatan masyarakat, jumlah orang kurang gizi sebanyak 500 orang. Jumlah apotik 14 unit, toko obat 19 unit. Dalam hal jumlah tenaga kesehatan Purworejo memiliki 44 dokter umum, 36 dokter gigi, 117 perawat, 234 bidan, 17 ahli kesehatan masyarakat, 2 apoteker, 14 ahli gizi, 11 analisis laboratorium, 1 ahli roentgen, 115 mantri kesehatan, 31 ahli penyakit lingkungan. Sementara jumlah kasus kejadian luar biasa 3 kasus, jumlah penderita 19 jiwa serta jumlah kecamatan yang terkena kasus 3 kecamatan. Dari data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kabupaten Purworejo sudah memiliki atau mempunyai unit pelayanan kesehatan yang cukup baik dengan banyaknya unit-unit tempat pelayanan kesehatan, tenaga medis, serta tersedianya obat-obatan. d. Keuangan Daerah Jika dilihat dari sisi harga berlaku pada tahun 2006 sumbangan sektor primer terhadap PDRB secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 1.047.237,19 juta atau sebesar 36,29 % dan tumbuh sebesar 4,61 % dari tahun sebelumnya. Kelompok sekunder menyumbang Rp. 455.842,47 juta atau sebesar 15,80 % dan lxxiv tumbuh sebesar 12,27 % dari tahun sebelumnya. Kelompok tersier menyumbang Rp. 1.382.435,56 juta atau sebesar 47,91 %. Berdasarkan kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok tersier menyumbang paling banyak terhadap PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 1.382.435,56 juta atau sebesar 47,91 %. Sedangkan kelompok sekunder menyumbang paling sedikit terhadap PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 dengan hanya menyumbang sebesar Rp. 455.842,47 juta atau sebesar 15,80 %. Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian Pertumbuhan 2007 2008 2007-2008 (%) 1.604.031,09 1.780.388,35 10,99 2. Pertambangan dan Pertanian 101.108,88 113.403,10 12,16 3. Industri Pengolahan 469.153,11 544.458,01 16,05 4. Listrik, Gas, dan Air bersih 39.264,49 41.475,96 5,63 5. Bangunan Konstruksi 264.410,11 306.227,65 15,81 761.038,23 883.313,80 16,07 320.437,27 366.364,54 14,33 281.483,66 327.164,75 16,29 819.858,21 962.579,02 17,41 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunitas 8. Bank dan Lembaga Keu. Lainnya 9. Jasa-jasa PDRB 4.660.785,05 5.325.375,18 14,26 Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo, 2008 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Purworejo menurut lapangan usaha selama tahun 2007-2008, dapat dilihat pada tabel 4.4. lxxv Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007-2008 sektor jasa-jasa memberikan kontribusi paling besar pada PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Purworejo dengan pertumbuhan sebesar 17,41 %. Sedangkan yang memberikan kontribusi paling kecil adalah dari sektor listrik, gas, dan air bersih yaitu sebesar 5,56 %. Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah) 2007 2008 1. Pertanian 912.375,36 956.794,72 Pertumbuhan 2007-2008 (%) 4,87 2. Pertambangan dan Penggalian 56.250,45 58.186,55 3,44 3. Industri Pengolahan 263.428,20 275.014,37 4,4 4. Listrik, Gas, dan Air bersih 13.289,07 13.944,98 4,93 5. Bangunan Konstruksi 141.643,37 148.869,75 5,1 435.920,67 458.185,67 5,11 154.701,61 163.916,19 5,96 145.530,05 157.465,98 8,20 468.396,60 503.208,91 7,43 2.591.535,38 2.735.587,12 5,56 Lapangan Usaha 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunitas 8. Bank dan Lembaga Keu. Lainnya 9. Jasa-jasa PDRB Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo, 2008 Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007-2008 sektor bank dan lembaga keuangan lainnya memberikan kontribusi paling besar pada PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Purworejo dengan pertumbuhan sebesar 8,20 %. Sedangkan yang memberikan kontribusi paling kecil adalah dari sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 3,44 %. lxxvi 2. Gambaran Umum PT PLN (Persero) a. Sekilas Tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, pada saat beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGN yang semula bergerak dibidang gas memperluas usahanya di bidang listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 Pemerintah Belanda membentuk s' Lands Waterkracht Bedrijven (LB) yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Bengkok Dago, PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea Lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja. Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemudapemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja. Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam perang Dunia II maka Indonesia dikuasai Jepang, oleh karena itu perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang dan semua personil dalam perusahaan lxxvii listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan Sekutu dan diproklamasikannya kemerdekaaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda serta buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang. Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang, kemudian pada bulan September 1945, Delegasi dari Buruh / Pegawai Listrik dan Gas yang diketuai oleh Kobarsjih menghadap Pimpinan KNI Pusat yang waktu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya delegasi Kobarsjih bersama-sama dengan Pimpinan KNPI Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan Penetapan Pemerintah tahun 1945 No. 1 tertanggal 27 Oktober 1945 maka dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Dengan adanya Agesi Belanda I dan II sebagian besar perusahaanperusahaan listrik dikuasai kembali oleh Pemerintah Belanda atau pemiliknya semula. Pegawai-pegawai yang tidak mau bekerjasama kemudian mengungsi dan menggabungkan diri pada kantor-kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah-daerah Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk meneruskan perjuangan. Para pemuda kemudian mengajukan mosi yang dikenal dengan Mosi Kobarsjih tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik dan Gas Swasta kepada lxxviii Pemerintah. Selanjutnya kristalisasi dari semangat dan jiwa mosi tersebut tertuang dalam Ketetapan Parleman RI No 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik bangsa asing di Indonesia, jika waktu konsesinya habis. Sejalan dengan meningkatnya perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan Irian Jaya dari cengkeraman penjajah Belanda maka dikeluarkan Undang Undang Nomor 86 tahun 1958 tertanggal 27 Desember 1958 tentang Nasionalisasi semua perusahaan Belanda dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 tentang nasionalisasi listrik dan gas milik Belanda. Dengan Undangundang tersebut, maka seluruh perusahaan listrik Belanda berada ditangan bangsa Indonesia. Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan pasang surutnya perjuangan bangsa. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga lxxix listrik. Sejalan dengan kebijakan diatas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Pada tanggal 27 Oktober 1945 ditetapkan sebagai Hari Listrik dan Gas, hari tersebut telah diperingati untuk pertama kali pada tanggal 27 Oktober 1946 bertempat di Gedung Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) Yogyakarta. Penetapan secara resmi tanggal 27 Oktober 1945 sebagai Hari Listrik dan Gas berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga, Nomor 20 tahun 1960. Namun kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, nomor 235/KPTS/1975 tanggal 30 September 1975 peringatan Hari Listrik dan Gas yang digabung dengan Hari Kebaktian Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik yang jatuh pada tanggal 3 Desember. Mengingat pentingnya semangat dan nilai-nilai hari listrik, maka berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi, Nomor 1134.K/43/MPE/1992 tanggal 31 Agustus 1992 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik Nasional. Visi dan Misi PT PLN (Persero) Visi: Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani. Misi: i. Memajukan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham. ii. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. lxxx iii. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. iv. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Motto PLN : Listrik untuk kehidupan yang lebih baik. Penerapan Nilai-Nilai : c. Saling Percaya d. Integritas e. Peduli f. Pembelajar Dasar Hukum PT PLN (Persero) a. Anggaran dasar PLN tahun 1998 b. Peraturan pemerintah No.23 Tahun 1994 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) c. Peraturan pemerintah No.12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) d. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 1998 tentang pengalihan kedudukan dan tugas e. Instruksi presiden No.15 Tahun 1998 tentang pengalihan pembinaan terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya di miliki Negara Republik Indonesia kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. lxxxi Kebijakan Manajemen PT PLN (Persero) Tahun 2003 ditandai dengan dua tantangan besar yang harus dihadapi PLN selaku perusahaan terbesar di bisnis kelistrikan di Indonesia. Pertama, membaiknya perekonomian nasional yang memberikan dampak membaiknya pertumbuhan ketenagalistrikan di Indonesia. Kedua, diberlakukannya UU No.20 Tahun 2002 yang merubah lingkungan bisnis kelistrikan menjadi sarat dengan kompetisi. Membaiknya perekonomian nasional merupakan tantangan bagi PLN untuk bangkit kembali setelah tahun-tahun sebelumnya menghadapi krisis yang berkepanjangan. Sedang, lingkungan bisnis yang sarat dengan kompetisi akan merupakan tantangan bagi PLN sebagai perusahaan yang sebelumnya merupakan perusahaan monopoli untuk menjadi hanya sebagai salah satu pemain dalam bisnis kelistrikan. Kedua tantangan tersebut harus dapat dijawab PLN agar visi perusahaan untuk menjadi perusahaan kelas dunia dapat terwujud. Untuk itu, upaya-upaya berupa kegiatan-kegiatan korporat bernuansa optimisme diseluruh jajaran perusahaan sedang dan terus dilaksanakan. Pelaksanaan program Restrukturisasi Korporat dan Road Map perusahaan merupakan usaha yang dilakukan perusahaan untuk menuju PLN baru, yaitu PLN yang mampu menghadapi perubahan lingkungan usaha. Buku pedoman Good Corporate Government sebagai komitmen perusahaan telah dibuat untuk menjadi acuan bagi Komisaris, Direksi, dan seluruh manajemen PLN dalam mengelola perusahaan, baik dalam pembangunan struktur maupun dalam mengembangkan proses bisnis. Good Corporate Government lxxxii yang berdasarkan kaidah transparansi, kemandirian, akuntabilitas, reponsibilitas serta kewajaran akan meningkatkan kinerja dan citra positif bagi perusahaan. Upaya untuk meningkatkan investasi sarana penyediaan tenaga listrik dan pelayanan kepada pelanggan, yang merupakan usaha untuk tetap dapat mempertahankan dan melaksanakan tanggung jawab PLN dalam menjamin kelangsungan penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat, akan terus ditingkatkan. Upaya peningkatan kemampuan perusahaan tersebut diharapkan akan memberikan nilai tambah bagi pelanggan, perusahaan dan pemegang saham. Suksesnya penyelesaian semua agenda korporat diatas, pada akhirnya akan memastikan PLN sebagai perusahaan terkemuka untuk mencapai posisi siap tinggal landas menggapai gemerlap di tahun-tahun mendatang menjadi perusahaan kelas dunia selamanya. 1. Aktivitas Bisnis PT PLN (Persero) a. Pembangkitan Pada akhir tahun 2003 daya terpasang pembangkit PLN mencapai 21.425 MW yang tersebar di seluruh Indonesia. Kapasitas pembangkit sesuai jenisnya adalah sebagai berikut: i. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3.184 MW ii. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3.073 MW iii. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 6.800 MW iv. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 1.748 MW lxxxiii v. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 6.241 MW vi. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 380 MW b. Transmisi dan Distribusi Di Jawa-Bali memiliki sistem interkoneksi transmisi 500 kV dan 150 kV sedangkan di luar Jawa-Bali PLN menggunakan Sistem Transmisi yang terpisah dengan tegangan 150 kV dan 70 kV. Pada akhir tahun 2003, total panjang jaringan Transmisi 500 kV, 150 kV, dan 70 kV mencapai 25.989 kms, jaringan distribusi 20 kV (JTM) sepanjang 230.593 kms dan jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 301.692 kms. c. Sistem Kontrol Pengaturan daya dan beban sistem ketenagalistrikan di jawa-bali dan supervisi pengoperasian sistem 500 kV secara terpadu dilaksanakan oleh Load Dispatch Center/pusat pengaturan beban yang terletak di Gandul, Jakarta Selatan. Pengaturan operasi sistem 150 kV dilaksanakan oleh Area Control Centre yang berada dibawah pengendalian Load Dispatch Center. Disistem jawa-bali terdapat Area Control Center masing-masing di region Jakarta dan Banten, Region Jawa Barat, Region Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dan Region Jawa Timur dan Bali. d. Pengembangan organisasi Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 13.000 pulau. Dalam perkembangannya, PT PLN (Persero) telah mendirikan 6 Anak Perusahaan dan 1 Perusahaan Patungan yaitu : E. PT Indonesia Power, yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lain yang lxxxiv terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya berubah menjadi PT Indonesia Power. F. PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB), bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lainyang terkait dan berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama PT PJB II dantanggal 22 September 2000, namanya berubah menjadi PT PJB. G. Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam), yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam, didirikan tanggal 3 Oktober 2000. H. PT Indonesia Comnets Plus, yang bergerak dalam bidang usaha telekomunikasi didirikan tanggal 3 Oktober 2000. I. PT Prima Layanan Nasional Enjiniring ( PT PLN Enjiniring), bergerak di bidang Konsultan Enjiniring, Rekayasa Enjiniring dan Supervisi Konstruksi, didirikan pada tanggal 3 Oktober 2002. J. Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan. K. Geo Dipa Energi, PERTAMINA lxxxv perusahaan patungan PLN - yang bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama yang menggunakan energi Panas Bumi. Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan diharapkan dapat bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk Perusahaan Joint Venture, menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan Obligasi dan kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Di samping itu, untuk mengantisipasi Otonomi Daerah, PLN juga telah membentuk Unit Bisnis Strategis berdasarkan kewilayahan dengan kewenangan manajemen yang lebih luas. 3. a. Analisis Data dan Pembahasan Deskripsi Data Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data-data dari variabel yang diduga mempengaruhi jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R1900 VA) di Kabupaten Purworejo. Penjabarannya sebagai sebagai: 3. PDRB Harga Berlaku PDRB Harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun dan digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Dalam penelitian ini digunakkan data PDRB harga berlaku. Satuannya adalah rupiah. Secara umum PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Purworejo mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun kenaikannya tidak terlalu banyak. PDRB Kabupaten Purworejo terus mengalami peningkatan dari tahun 2002 sebesar Rp. 2.393.059,99 hingga tahun 2008 sebesar Rp. 5.325.375,18 atau lxxxvi meningkat sebesar 1,22 %. Kenaikan PDRB ini akan membawa dampak positif terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Perkembangan PDRB Kabupaten Purworejo tahun 2002-2008 dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008 2002 Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Harga Berlaku Rp. 2.393.059,99 2003 Rp. 2.669.277,75 2004 Rp. 2.951.647,48 2005 Rp. 3.443.170,9 2006 Rp. 4.094.294,69 2007 Rp. 4.660.785,05 2008 Rp. 5.325.375,18 Tahun Sumber : BPS Kabupaten Purworejo 2008 a. Tarif Listrik Tarif dasar listrik dari tahun ke tahun besarnya semakin bertambah meskipun juga terjadi penurunan. Pada tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami kenaikan dan penurunan dari kuartal I sampai dengan kuartal IV. Pada kuartal II tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami penurunan dari kuartal I di tahun yang sama yaitu pada kuartal I sebesar Rp. 13.364,00 dan pada kuartal II sebesar Rp. 12.551,00 atau mengalami penurunan sebesar 0,06 %. Sedangkan pada kuartal III tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami kenaikan dari kuartal II sebesar Rp. lxxxvii 12.551,00 dan pada kuartal III sebesar Rp. 13.739,00 atau mengalami kenaikan sebesar 0,09 %. Setelah itu, mulai dari kuartal III tahun 2002 tarif dasar listrik terus mengalami kenaikan sampai dengan kuartal III tahun 2003 dan pada saat itu pula tarif dasar listrik tidak pernah mengalami pasang surut harga atau berada dalam kondisi konstan di kisaran harga Rp. 20.000,00 sampai dengan akhir tahun 2008. Secara rinci tarif dasar listrik untuk golongan R-1 900 VA dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan) Tahun 2002-2008 Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan) Tahun Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV 2002 13.364 12.551 13.739 15.018 2003 16.200 18.100 20.000 20.000 2004 20.000 20.000 20.000 20.000 2005 20.000 20.000 20.000 20.000 2006 20.000 20.000 20.000 20.000 2007 20.000 20.000 20.000 20.000 2008 20.000 20.000 20.000 20.000 Sumber : Nota Keuangan PT.PLN (Persero) Jakarta b. Harga minyak tanah Harga minyak tanah adalah harga minyak tanah per liter ditingkat pengecer yang di tentukan oleh pemerintah. Satuannya adalah Rupiah per liter. lxxxviii Perkembangan harga minyak tanah mengikuti harga minyak mentah dunia yang berubah-ubah. Secara rinci harga minyak tanah dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut: Tabel 4.8 Harga Minyak Tanah/liter(rupiah) Tahun 2002-2008 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Januari 1640 1970 1800 1800 2000 2000 2000 Februari 1640 1800 1800 1800 2000 2000 2000 Maret 1690 1800 1800 2200 2000 2000 2000 April 1740 1800 1800 2200 2000 2000 2000 Mei 1890 1800 1800 2200 2000 2000 2000 Juni 1900 1800 1800 2200 2000 2000 2500 Juli 1750 1800 1800 2200 2000 2000 2500 Agustus 1720 1800 1800 2200 2000 2000 2500 September 1840 1800 1800 2200 2000 2000 2500 Oktober 2030 1800 1800 2000 2000 2000 2500 November 2220 1800 1800 2000 2000 2000 2500 Desember 1800 1800 2000 2000 2000 2500 2030 Sumber : www.pertamina.com c. Jumlah konsumsi listrik rumah tangga lxxxix Jumlah konsumsi listrik rumah tangga merupakan seluruh permintaan energi listrik dalam kurun waktu satu tahun oleh kelompok pemakai rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Diukur dengan satuan rupiah/KVa. Tabel 4.9 Tabel Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008 Tahun Jumlah Konsumsi Listrik (KWh) 2002 25.499.423 2003 26.950.361 2004 26.889.326 2005 27.613.197 2006 29.570.176 2007 32.152.206 2008 33.591.992 Sumber : Data dan statistik PT.PLN (Persero) UPJ Purworejo i. Hasil Estimasi Data 1. Uji Stasioneritas Data yang digunakan dalam penelitian adalah data time series. Untuk data time series harus memenuhi uji stasioneritas dulu sebelum data tersebut dianalisis menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Suatu data dikatakan stasioner jika data tersebut mempunyai mean dan variance yang konstan sepanjang waktu dan xc nilai covariance antar dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau lag dua periode, tidak tergantung pada actual time (Gujarati, 1995:797). a. Uji akar unit atau Unit Root Test Konsep penting dalam teori ekonometrika adalah anggapan stasioneritas (stasionarity). Anggapan ini mempunyai konsekuensi yang penting dalam menterjemahkan data dan model ekonomi. Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioner data. Prinsip uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien-koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Pada uji stasioneritas, analisis ini menggunakan pendekatan DF(Dickey Fuller) dan ADF(Augmented Dickey Fuller). Hasil perhitungan dengan metode DF dan ADF berupa persamaan regresi tiap variabel itu sendiri dimundurkan, bedanya hanya pada uji DF tidak memasukkan trend waktu sedangkan pada uji ADF memasukkan trend waktu. Dalam uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis mutlak (pada =5 %), maka variabel tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis mutlak (pada =5 %), maka variabel tersebut stasioner. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan derajat keyakinan 5 %, variabel yang diamati adalah tidak stasioner dan akan menjadi stasioner setelah didiferensi pertama. Tabel 4.10 Unit Root Test Pada Ordo Nol Variabel JKL PDRB Nilai Hitung Mutlak DF ADF 1,090554 9,032709 6,344758 1,409781 xci Nilai Kritis Mutlak 5 % DF ADF 2,897223 3,464865 2,896779 3,464865 TDL 4,590279 3,663049 2,898145 3,466966 HMT 1,493384 2,439938 2,896779 3,464865 Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1 Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode DF dan ADF dalam tabel diatas, terlihat bahwa nilai DF dan ADF pada ordo nol menunjukan bahwa belum semua variabel bersifat stasioner, hanya variabel tarif dasar listrik yang sudah stasioner Oleh karena pada ordo nol dengan nilai kritis mutlak 5 % belum semua variabel bersifat stasioner, maka perlu distasionerkan dahulu agar tidak terdapat korelasi yang lancung. Keadaan ini menyebabkan perlu dilanjutkan pada tahap uji derajat integrasi. Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa variabel yang diamati belum semuanya bersifat stasioner, sehingga perlu dilakukan uji derajat integrasi (integration test). b. Uji derajat integrasi Pada dasarnya uji derajat integrasi hampir sama atau merupakan perluasan dari uji unit-unit akar. Integration Test digunakan untuk mengetahui pada derajat keberapa data akan bersifat stasioner. Apabila data belum stasioner pada derajat satu, maka pengujian harus tetap dilanjutkan sampai masing-masing variabel stasioner. Tabel 4.11 Unit Root Test Pada Ordo Satu (1) Variabel Nilai Hitung Mutlak Nilai Kritis Mutlak 5 % JKL DF 10,18703 ADF 10,14855 DF 2,899115 ADF 3,468459 PDRB 8,478034 8,422481 2,898623 3,467703 xcii TDL 21,61996 21,57872 2,898145 3,466966 HMT 8,289431 8,237312 2,899115 3,468459 Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1 Dari hasil perhitungan integration test pada ordo satu diatas menunjukkan bahwa semua variabel sudah stasioner. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai hitung DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis DF dan ADF pada 5 %. c. Uji kointegrasi Langkah selanjutnya setelah uji stasioneritas melalui uji akar-akar unit terpenuhi, adalah dilakukan uji kointegrasi. Regresi kointegrasi dilakukan untuk menguji apakah residual regresi yang dilakukan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak. Jika variabel terkointegrasi, maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya bila tidak terdapat kointegrasi antar variabel, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji yang digunakan adalah uji Cointegrating Regresi Durbin-Watson (CRDW), uji Dickey Fuller (DF) dan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Namun dalam penelitian ini untuk menguji variabel yang ada digunakan metode Engel dan Granger dengan memakai uji statistik DF dan ADF dari residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Tabel 4.12 Cointegration Test Pada Ordo Nol Nilai Hitung Mutlak Nilai Kritis Mutlak 5 % Variabel DF ADF xciii DF ADF Residu 10,51007 10,44511 2,896779 3,464865 Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1 Berdasarkan tabel diatas nilai residu yang didapat ternyata stasioner pada ordo nol. Hal ini terlihat dari nilai hitung mutlak DF dan ADF yang lebih besar dari nilai DF dan ADF kritis mutlak pada =5 %. 2. Analisis Regresi Linear Berganda Berdasarkan data yang telah diolah, maka akan dilakukan pengujian model persamaan regresi. Akan tetapi, sebelum melakukan analisis regresi akan dilakukan pemilihan bentuk fungsi model empirik terlebih dahulu. Hal ini sangat penting dilakukan karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan ataupun mengatakan apakah sebaiknya bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linear ataukah log-linear atau bentuk fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam melakukan suatu studi empiris, sebaiknya model yang akan digunakan diuji terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear ataukah log-linear. Dalam hal ini akan digunakan metode MacKinnon, White dan Davidson atau lebih dikenal dengan MWD Test. Hasil uji MWD baik dalam bentuk linier ataupun log-linier akan disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.13 Hasil uji MWD (Bentuk linier) Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:20 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1805070. 232140.7 7.775756 0.0000 xciv PDRB TDL HMT Z1 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 2.866782 -5.987529 -82.12621 4100947. 0.360124 7.960536 9.503212 -0.630053 115.5145 -0.710960 3337241. 1.228844 0.0000 0.5305 0.4792 0.2228 0.710075 0.695395 154870.8 1.89E+12 -1120.442 2.347336 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2407937. 280608.5 26.79625 26.94094 48.37101 0.000000 Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1 Tabel 4.14 Hasil uji MWD (Bentuk log-linier) Dependent Variable: LOG(JKL) Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient C LOG(PDRB) TDL HMT Z2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Std. Error t-Statistic Prob. 10.32477 0.360313 -4.92E-06 -4.20E-05 -9.43E-07 0.442139 23.35185 0.042377 8.502525 3.87E-06 -1.274016 4.37E-05 -0.961037 4.74E-07 -1.989556 0.0000 0.0000 0.2064 0.3395 0.0501 0.731107 0.717493 0.058868 0.273772 121.3128 2.229014 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 14.68803 0.110756 -2.769352 -2.624661 53.69939 0.000000 Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1 Berdasarkan hasil uji MWD diatas, dimana dengan melihat tingkat signifikansi dari variabel Z1 dan Z2 yang sama-sama tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa kedua bentuk fungsi model baik linier maupun log-linier bisa atau layak untuk digunakan. Untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo xcv maka dalam penelitian ini digunakan model regresi linear biasa dengan persamaan: i = O + 1 1i + 2 2 i + 3 3 i + U i .... (1) Dimana, i (JKL) = Jumlah Konsumsi listrik (KWh) 1i (PDRB) = PDRB Harga Berlaku (rupiah) 2 i (TDL) = Tarif listrik perbulan (rupiah) 3 i (HMT) = Harga minyak tanah (rupiah/liter) Ui = Variabel pengganggu O = Konstanta 1 , 2 , 3 = Koefisien regresi i = Observasi Hasil analisis regresi tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT 1826750. 3.049602 -9.217393 -86.96444 232206.1 7.866934 0.329001 9.269286 9.161573 -1.006093 115.8148 -0.750892 0.0000 0.0000 0.3174 0.4549 0.704533 0.693453 155363.7 1.93E+12 -1121.238 2.306668 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2407937. 280608.5 26.79137 26.90713 63.58592 0.000000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1 xcvi Hasil analisis regresi yang disajikan dalam tabel diatas dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: JKL = 1826750 + 3,049602 PDRB - 9,217393 TDL – 86,96444 HMT + U i Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa koefisien PDRB bernilai positif dengan koefisien sebesar 3,049602 sedangkan untuk TDL dan HMT bernilai negatif dengan koefisien masing-masing sebesar 9,217393 dan 86,96444. Setelah diketahui hasil analisis regresi, kemudian dilanjutkan dengan pengujian selanjutnya. Adapun tahap-tahap pengujiannya adalah sebagai berikut: D. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas muncul apabila adanya hubungan linear diantara variabel independen yang digunakan dalam model. Konsekuensi dari adanya multikolinearitas adalah koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilainilai regresinya menjadi tidak terhingga. Pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Klein, yaitu dengan cara membandingkan nilai (r),xi,xj,…..,xn dengan nilai Ry,xi,xy,.....,xn. Jika terdapat nilai Ry,xi,xy,.....,xn > (r),xi,xj,….,xn maka tidak terdapat masalah multikolinearitas dan jika sebaliknya Ry,xi,xy,.....,xn < (r),xi,xj,….,xn maka terjadi masalah multikolinearitas. Tabel 4.16 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Dependen r2 R2 PDRB 0,630131 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas TDL 0,348826 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas xcvii Kesimpulan HMT 0,506025 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas Sumber : Data diolah Dari hasil tabel diatas, diketahui bahwa semua regresi antar variabel independen memiliki nilai r2 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai R2. Dapat diambil kesimpulan bahwa semua variabel independen memberikan pengaruh bebas masalah multikolinearitas atau dengan kata lain tidak terjadi masalah multikolinearitas dari semua variabel independen. a. Uji Heteroskedastisitas Model regresi linear klasik memiliki satu asumsi yang paling penting, yaitu varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Asumsi ini tidak selalu realistis, karena sering terjadi pelonggaran asumsi klasik yang disebabkan oleh varian residual tidak lagi bersifat konstan atau disebut terjadi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan mutual dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama, sehingga penaksiran OLS (Ordinary Least Square) tidak efisien, varian estimator tidak lagi minimum, kendatipun estimator itu sendiri tidak bias. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi dalam penelitian ini diuji dengan menggunakkan uji park. Uji park dilakukan dengan menggunakan dua tahap, yaitu: C. Melakukan regresi atas model yang digunakkan dengan Ordinary Least Squares (OLS) tanpa memperhatikan adanya gejala heteroskedastisitas. Kemudian dari hasil itu diperoleh besarnya residual. xcviii D. Mengkuadratkan hasil dari nilai residual diatas dan meregresinya dengan semua variabel bebas. Jika nilai yang diperoleh signifikan, maka terdapat masalah heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila nilai yang diperoleh tidak signifikan, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas. Tabel 4.17 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel t-statistik Prob Kesimpulan C -1,699994 0,0930 Homoskedastisitas PDRB 0,330710 0,7417 Homoskedastisitas TDL -0,483949 0,6297 Homoskedastisitas HMT 2,145947 0,0649 Homoskedastisitas Sumber : Data diolah Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari semua variabel melebihi nilai taraf signifikansi 5 %, sehingga pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi diantara anggota dari serangkaian observasi yang terletak berderetan secara series dalam waktu (untuk data time series) atau korelasi antara tempat yang berdekatan (untuk data cross sectional). Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian ini digunakan metode Durbin-Watson. xcix Berdasarkan hasil dari regresi linear berganda diperoleh nilai DurbinWatson sebesar 2,31. Pada tabel statistik dengan = 5 % dan N = 84 diperoleh nilai dL = 1,56; dU = 1,72; 4-dU = 2,28; 4-dL = 2,44 . Dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 4.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi Nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 2,31 terletak di sebelah kanan 4-dU atau di sebelah kiri 4-dL, hal ini berarti bahwa hasil pengujian menunjukkan tidak dapat disimpulkan atau ragu-ragu. Sehingga belum bisa disimpulkan apakah ada masalah autokorelasi atau tidak. Maka dari itu untuk mengetahui ada tidaknya masalah autokorelasi dalam hal ini akan dilakukan tes lain. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, dapat juga dihitung menggunakan B-G Test, yaitu jika nilai probabilitas variabel independen lebih besar dari = 5 % maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik tidak terjadi masalah autokorelasi. c Tabel 4.18 Hasil Uji Autokorelasi (B-G Test) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.921668 1.994770 Probability Probability 0.169573 0.157843 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:22 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT RESID(-1) 13978.32 0.018829 -0.031279 -9.646989 -0.154419 231100.0 0.327404 9.109279 115.3635 0.111394 0.060486 0.057511 -0.003434 -0.083623 -1.386242 0.9519 0.9543 0.9973 0.9336 0.1696 0.023747 -0.025683 154476.4 1.89E+12 -1120.228 2.012387 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat -4.72E-10 152530.1 26.79115 26.93584 0.480417 0.750010 Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1 Dari hasil uji autokorelasi diketahui bahwa nilai signifikan level dari Fstatistik untuk semua variabel independen lebih besar dari probabilitas 5 % maka hipotesa yang menyatakan pada model tersebut tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik tidak terjadi masalah autokorelasi. a. Uji Statistik Uji Statistik dalam penelitian ini meliputi uji hipotesis secara individual yaitu terhadap masing-masing variabel independen, uji hipotesis terhadap variabel ci independen secara bersama-sama dan koefisien determinasi. Berikut ini akan diuraikan masing-masing uji statistik tersebut. a. Uji t Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen, dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Selanjutnya uji t hitung dibandingkan dengan uji t tabel atau cara lainnya dengan melihat probabilitas tingkat signifikannya. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut: 1) Variabel PDRB mempunyai t hitung sebesar 9,27 dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0,0000. Pada tingkat signifikansi ( 5 % ) dan N-K=80, nilai t tabel ± 2,000. Maka nilai dari t hitung variabel PDRB > t tabel (9,27 > 2,000). Hal ini berarti bahwa variabel PDRB berpengaruh secara nyata terhadap variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. cii 2) Variabel Tarif Dasar Listrik (TDL) dari golongan (R-1 900 VA) mempunyai t hitung sebesar -1,01 dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0,3174. Pada tingkat signifikansi ( 5 % ) dan N-K=80, nilai t tabel ± 2,000. Maka nilai dari t hitung variabel TDL < t tabel (-1,01 < 2,000). Hal ini berarti menerima Ho atau menolak Ha, berarti bahwa variabel Tarif Dasar Listrik (TDL) golongan tarif (R-1 900 VA) tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. 3) Variabel Harga Minyak Tanah (HMT) mempunyai t hitung sebesar -0,75 dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0,4549. Pada tingkat signifikansi ( 5 % ) dan N-K=80, nilai t tabel ± 2,000. Maka nilai dari t hitung variabel HMT < t tabel (-0,75 < 2,000). Hal ini berarti menerima Ho atau menolak Ha, berarti bahwa variabel Harga Minyak Tanah (HMT) tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. b. Uji F Uji F adalah uji statistik untuk menguji pengaruh variabel independen (PDRB, tarif dasar listrik, dan harga minyak tanah) terhadap variabel dependen (jumlah konsumsi listrik) secara bersama-sama, apakah variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dan F tabel ciii Berdasarkan pengolahan data, diperoleh Fhitung = 63,585, sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5 % adalah sebesar 2,76. Dikarenakan Fhitung > Ftabel = 63,586 > 2,76 maka artinya H0 ditolak, Ha diterima, berarti variabel – variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Kesimpulan 1 dan 2 tidak berbeda dengan nol. Sehingga PDRB, tarif dasar listrik, dan harga minyak tanah secara bersama-sama berpengaruh terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga atau dengan kata lain semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada taraf signifikansi sebesar 0,05. C. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya variasi variabel dependen (y) yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen (x). Berdasarkan tabel besarnya R2 adalah 0,704533 sehingga dapat diartikan bahwa sekitar 70 % variasi variabel Jumlah Konsumsi Listrik (JKL) dapat dijelaskan oleh variasi variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Harga Minyak Tanah (HMT). Sedangkan sisanya sebesar 30 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. ii. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi civ 1. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Jika tingkat PDRB naik sebesar 1 satuan, maka jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo akan naik sebesar 3,049602 satuan. Tanda positif pada koefisien PDRB sejalan dengan teori bahwa PDRB berhubungan positif dengan jumlah konsumsi atau permintaan. Meningkatnya PDRB Kabupaten Purworejo menyebabkan jumlah konsumsi listrik meningkat juga. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dengan meningkatnya PDRB menyebabkan bertambahnya pembelian dan penggunaan barang-barang elektronik yang menggunakan energi listrik. Mengingat kebutuhan akan listrik semakin besar dan relatif mendesak, maka diperlukan kebijaksanaan dari PT. PLN (Persero) untuk meningkatkan pelayanan dengan memperluas jaringan listrik sehingga masyarakat bisa mengembangkan berbagai jenis kegiatan usaha yang diharapkan dapat meningkatkan PDRB. 2. Pengaruh Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Dari hasil regresi variabel TDL yaitu sebesar 0,3174 menunjukan bahwa variabel independen tarif dasar listrik tidak signifikan pada = 5 % terhadap variabel dependen jumlah konsumsi listrik. Hal ini mengakibatkan variabel tarif cv dasar listrik tidak dapat diinterpretasikan secara statistik karena tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Namun, keadaan seperti ini dapat diinterpretasikan secara ekonomi. Dimana penyebab tidak berpengaruhnya besarnya tarif dasar listrik terhadap konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo adalah karena listrik sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat, jadi berapapun besarnya tarif dasar listrik, masyarakat akan tetap menggunakan energi listrik untuk berbagai keperluan sehari-hari seperti penerangan dan penggunaan alat-alat elektronik yang hanya dapat di gunakan menggunakan energi listrik. 3. Pengaruh Harga Minyak Tanah (HMT) terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga R-1 (900 VA) di Kabupaten Purworejo Dari hasil regresi variabel (HMT) yaitu sebesar 0,4549 menunjukan bahwa variabel independen harga minyak tanah tidak signifikan pada = 5 % terhadap variabel dependen jumlah konsumsi listrik. Keadaan seperti ini hanya dapat di intepretasikan secara ekonomi dan tidak dapat di intepretasikan secara statistik. Tidak signifikannya variabel harga minyak tanah terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo disebabkan karena semakin maju dan modernnya kehidupan masyarakat Kabupaten Purworejo, sehingga penggunaan minyak tanah untuk penerangan sudah jarang dilakukan. Masyarakat tidak lagi menjadikan minyak tanah sebagai barang cvi substitusi dari listrik. Jadi, walaupun terjadi kenaikan tarif dasar listrik, masyarakat akan tetap memakai listrik dan tidak akan menggunakan minyak tanah sebagai pengganti energi listrik. BAB V Kesimpulan Dan Saran a. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka dapat di buat kesimpulan sebagai berikut: a. Hasil uji t yang telah dilakukan terhadap masing-masing variabel independent diperoleh hasil bahwa variabel Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) harga berlaku terbukti signifikan berpengaruh terhadap variabel Jumlah Konsumsi Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo pada taraf signifikansi = 5 %. Namun, untuk variabel independen yang lain yaitu Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Harga Minyak Tanah (HMT) tidak berpengaruh secara individu pada tingkat signifikansi = 5 % terhadap Jumlah Konsumsi Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. cvii b. Hasil uji terhadap koefisien regresi parsial secara bersama-sama (uji F) adalah signifikan sehingga variabel Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Harga Minyak Tanah (HMT) secara bersamasama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Jumlah Konsumsi Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo dengan nilai probabilitas nol. c. Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa PDRB memiliki pengaruh positif terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo terbukti dalam analisis. Hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi PDRB sebesar 3,049602 serta hasil t-test yang signifikan. Jadi dapat dikatakan bahwa apabila PDRB naik 1 satuan maka jumlah konsumsi listrik (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo akan tetap naik sebesar 3,049602 satuan, sehingga listrik termasuk barang normal dan merupakan barang kebutuhan pokok. d. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa tarif dasar listrik yang dibebankan kepada masyarakat memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah konsumsi listrik adalah terbukti. Dari hasil analisis pengaruh tarif dasar listrik yang dibebankan terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo bernilai negatif ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi sebesar 9,217393 serta hasil t-test yang tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa apabila tarif dasar listrik naik 1 satuan maka jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo akan turun sebesar 9,217393 satuan, cateris paribus dan sebaliknya. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah konsumsi listrik masyarakat Kabupaten Purworejo golongan (R-1 900 VA) tidak berpengaruh cviii oleh perubahan tarif dasar listrik karena apabila terdapat perubahan prosentase akan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi listrik dalam proporsi yang lebih kecil. e. Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa harga minyak tanah memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo adalah terbukti. Hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi parsial harga minyak tanah sebesar 86,96444 serta hasil t-test yang tidak signifikan. Jadi dapat dikatakan bahwa apabila harga minyak tanah naik 1 satuan, maka jumlah konsumsi konsumsi listrik (R-1 900 VA) akan turun sebesar 86,96444 satuan. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah konsumsi listrik (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo tidak terlalu berpengaruh oleh perubahan harga minyak tanah karena apabila terdapat perubahan prosentase akan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi listrik dalam proporsi yang lebih kecil. f. Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo adalah variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) karena terlihat dari koefisien betanya yang paling besar dan tingkat probabilitasnya paling berpengaruh diantara variabelvariabel independen lainnya seperti tarif dasar listrik dan harga minyak tanah. b. Saran-saran i. Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R- cix 1 900 VA) Di Kabupaten Purworejo. Untuk itu, pihak PT. PLN (Persero) diharapkan meningkatkan pelayanan dengan memperluas jaringan listrik sehingga masyarakat khususnya di wilayah Kabupaten Purworejo bisa mengembangkan berbagai jenis kegiatan usaha yang diharapkan dapat meningkatkan PDRB. ii. Listrik bagi masyarakat pelanggan golongan tarif R-1 pada umumnya dan R-1 900 VA pada khususnya merupakan kebutuhan pokok, maka hendaknya pemerintah memberikan subsidi bagi masyarakat pelanggan golongan R-1, mengingat kebutuhan tenaga listrik semakin besar dan relatif mendesak diharapkan pemerintah menetapkan kebijaksanaan yang menyeluruh agar dapat dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah pedesaan. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan kondisi masyarakat dalam mempertimbangkan kenaikan tarif listrik karena masih banyaknya masyarakat yang kehidupannya memprihatinkan dan jika tarif listrik jadi dinaikkan hendaknya diikuti dengan bertambah baiknya pelayanan atau service dari pemerintah (PT.PLN) kepada masyarakat. iii. Diharapkan PT. PLN (Persero) lebih kreatif dan inovatif dalam penggunaan sumber energi baru untuk pembangkit listrik yang selama ini masih banyak bergantung pada minyak bumi dan batubara yang semakin lama harganya semakin tinggi. Misalnya menggunakan energi nuklir dan gas alam sebagai sumber energi pada pembangkit tenaga listrik. iv. Melihat kenyataan akhir-akhir ini, bahwa sering terjadi pemadaman listrik bergilir yang diakibatkan ketidakmampuan PT. PLN (Persero) dalam memenuhi cx permintaan pelanggan akan energi listrik menyebabkan adanya krisis tenaga listrik. Sebaiknya untuk mencegah terjadinya krisis energi listrik tersebut, pemerintah melakukan proyeksi permintaan energi listrik untuk masa mendatang dalam setiap tahunnya dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan atau konsumsi energi listrik. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri. 1991. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM. Arsyad, Lincolin. 1987. Ekonomi Mikro. Edisi ke-1. Yogyakarta: BPFE. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: YKPN. Boediono, 1996. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga: Jakarta. Gujarati, Damodar. 1999. Basic Economics. Thierd Edition. New York: Mc GrawHill. Hasid, Zamruddin. 2005. Analisis Konsumsi Listrik di Kalimantan Timur. Jakarta: Majalah Ekonomi Universitas Trisakti. Lipsey, Ricard G et al. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. cxi Listrikita. 2006. PT PLN (Persero) Jateng-DIY Machfudz, Masyhuri. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya. Mankiw. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Mudakir, Bagio. 2007. Permintaan Energi Listrik Di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Juni:1-4. Nurmiati, Nia. 2005. Analisis Permintaan Listrik Rumah Tangga (R-1 900VA) Di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi Fakultas Ekonomi UNS. Tidak di publikasikan. Rismutia, Hayu Deswati. 2007. Elastisitas Permintaan Beras di Pasar Domestik. Skripsi Fakultas Ekonomi UNS. Tidak di publikasikan. Samuelson dan Nordahaus. 2003. Ilmu Mikro Ekonomi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi. Samuelson, Paul A., dan William D. Nordahaus. 1996. Mikro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Soedarsono. 1983. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: LP3ES. Sugiarto. 2002. Ekonomi Mikro. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Moderen. Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sukirno, Sadono. 2006. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi ke-3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. cxii Suparmoko.1998. Pengantar Ekonomika Makro. Yogyakarta: BPFE. Supriyanto, Bambang dan AM. Susilo. 2007. Modul Laboratorium Statistika. Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS. Tri Rahayu, Siti Aisyah. 2007. Modul Laboratorium Ekonometrika. Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS. Yuliadi, Imamudin. 2001. Analisis Perilaku Konsumen: Perspektif Ekonomi Islam. Surabaya. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan FE UNAIR. www.esdm.go.id www.pln.co.id www.wikipedia.com cxiii LAMPIRAN cxiv Lampiran 1.a DATA JUMLAH KONSUMSI LISTRIK(JKL),PDRB,TDL,HMT TAHUN 2002-2008 Tahun 2002:01:00 2002:02:00 2002:03:00 2002:04:00 2002:05:00 2002:06:00 2002:07:00 2002:08:00 2002:09:00 2002:10:00 2002:11:00 2002:12:00 2003:01:00 2003:02:00 2003:03:00 2003:04:00 2003:05:00 2003:06:00 2003:07:00 2003:08:00 2003:09:00 JKL 2168852 2152417 1991292 2050445 2124026 2195375 2129025 2122376 2154959 2098708 2202709 2109239 2496003 2294253 2118736 2174472 2277204 2269802 2199030 2158423 2199554 PDRB 189317.07 191153.67 192992.47 194829.07 196665.67 198504.47 200338.86 202177.67 204014.26 205850.86 207689.66 209526.26 211890.6 213808.01 215727.72 217645.13 219562.54 221482.26 223397.37 225317.08 227234.49 cxv TDL 13364 13364 13364 12551 12551 12551 13739 13739 13739 15018 15018 15018 16200 16200 16200 18100 18100 18100 20000 20000 20000 HMT 1640 1640 1690 1740 1890 1900 1750 1720 1840 2030 2220 2030 1970 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 2003:10:00 2003:11:00 2003:12:00 2004:01:00 2004:02:00 2004:03:00 2004:04:00 2004:05:00 2004:06:00 2004:07:00 2004:08:00 2004:09:00 2004:10:00 2004:11:00 2004:12:00 2157095 2194862 2410927 2248723 2278109 2075249 1985035 2312328 2291006 2215989 2216960 2222133 2254200 2373842 2415752 229151.9 231071.62 232989.03 235186.45 237146.57 239109.04 241069.15 243029.27 244991.74 246949.5 248911.98 250872.09 252832.21 254794.68 256754.8 Lampiran 1.b 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 2005:01:00 2005:02:00 2005:03:00 2005:04:00 2005:05:00 2005:06:00 2005:07:00 2005:08:00 2005:09:00 2005:10:00 2005:11:00 2005:12:00 2006:01:00 2006:02:00 2006:03:00 2006:04:00 2006:05:00 2006:06:00 2006:07:00 2006:08:00 2006:09:00 2006:10:00 2006:11:00 2006:12:00 2007:01:00 2204833 2298577 2096268 2352562 2266879 2373641 2242539 2318859 2297450 2119418 2448690 2593481 2651509 2287893 2179914 2461347 2409575 2494142 2388125 2438351 2443397 2404469 2785465 2625989 2633661 268158.81 271570.8 274986.89 278398.88 281810.87 285226.96 288634.86 292050.94 295462.93 298874.93 302291.02 305703.01 316323.72 320843.61 325368.92 329888.8 334408.68 338934 343448.45 347973.76 352493.65 357013.53 361538.84 366058.73 366763.54 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 1800 1800 2200 2200 2200 2200 2200 2200 2200 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 cxvi 2007:02:00 2007:03:00 2007:04:00 2007:05:00 2007:06:00 2007:07:00 2007:08:00 2007:09:00 2007:10:00 2007:11:00 2007:12:00 2008:01:00 2008:02:00 2008:03:00 2008:04:00 2645945 2436536 2673793 2646950 2766920 2645325 2677958 2664263 2673952 2969126 2717777 2793728 2724720 2647337 2821571 370695.93 374633.04 378565.42 382497.81 386434.92 390362.59 394299.7 398232.08 402164.47 406101.58 410033.97 418399.46 423012.82 427631.72 432245.09 Lampiran 1.c 2008:05:00 2008:06:00 2008:07:00 2008:08:00 2008:09:00 2008:10:00 2008:11:00 2008:12:00 2782553 2809697 2644343 2722585 2790411 2345530 3682141 2827376 436858.45 441477.35 446085.18 450704.08 455317.44 459930.81 464549.71 469163.07 cxvii 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 Lampiran 2.a UJI UNIT ROOT TEST ORDO NOL DF Null Hypothesis: JKL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.090554 -3.512290 -2.897223 -2.585861 0.7162 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:35 Sample(adjusted): 2002:03 2008:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. JKL(-1) D(JKL(-1)) C -0.097961 -0.585053 254697.2 0.089827 0.117561 215925.1 -1.090554 -4.976574 1.179563 0.2788 0.0000 0.2417 R-squared Adjusted R-squared 0.366081 0.350033 Mean dependent var S.D. dependent var cxviii 8231.207 233915.4 S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 188583.9 2.81E+12 -1110.903 2.166111 Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 27.16837 27.25642 22.81081 0.000000 Lampiran 2.b ADF Null Hypothesis: JKL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -9.032709 -4.072415 -3.464865 -3.158974 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:37 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. JKL(-1) C @TREND(2002:01) -1.004793 2022200. 9527.010 0.111239 226723.9 1285.008 -9.032709 8.919222 7.413971 0.0000 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.505054 0.492680 165601.7 2.19E+12 -1113.683 2.009705 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxix 7934.024 232500.5 26.90803 26.99546 40.81688 0.000000 Lampiran 2.c DF Null Hypothesis: PDRB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 6.344758 -3.511262 -2.896779 -2.585626 1.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:00 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDRB(-1) C 0.012192 -310.6844 0.001922 602.0187 6.344758 -0.516071 0.0000 0.6072 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.331992 0.323745 1457.506 1.72E+08 -721.3717 1.773672 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxx 3371.639 1772.373 17.43064 17.48893 40.25596 0.000000 Lampiran 2.d ADF Null Hypothesis: PDRB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.409781 -4.072415 -3.464865 -3.158974 0.8511 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:02 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDRB(-1) C @TREND(2002:01) -0.015977 4029.364 99.23649 0.011333 1818.426 39.38343 -1.409781 2.215853 2.519753 0.1625 0.0295 0.0137 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.381109 0.365637 1411.640 1.59E+08 -718.2022 1.861239 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxi 3371.639 1772.373 17.37837 17.46580 24.63178 0.000000 Lampiran 2.e DF Null Hypothesis: TDL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.590279 -3.514426 -2.898145 -2.586351 0.0003 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:14 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TDL(-1) D(TDL(-1)) D(TDL(-2)) D(TDL(-3)) C -0.066493 -0.085705 -0.085705 0.556973 1330.173 0.014486 0.076709 0.076709 0.076709 281.4884 -4.590279 -1.117282 -1.117282 7.260896 4.725498 0.0000 0.2674 0.2674 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.542641 0.518249 258.6516 5017549. -555.3721 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxii 93.11250 372.6524 14.00930 14.15818 22.24628 Durbin-Watson stat 2.252133 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 2.f ADF Null Hypothesis: TDL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.663049 -4.076860 -3.466966 -3.160198 0.0308 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:15 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TDL(-1) D(TDL(-1)) D(TDL(-2)) D(TDL(-3)) C @TREND(2002:01) -0.067630 -0.083552 -0.083650 0.558930 1343.472 0.181347 0.018463 0.080141 0.079887 0.079643 312.7946 1.806253 -3.663049 -1.042561 -1.047107 7.017938 4.295061 0.100400 0.0005 0.3005 0.2985 0.0000 0.0001 0.9203 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.542704 0.511805 260.3757 5016866. -555.3667 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxiii 93.11250 372.6524 14.03417 14.21282 17.56414 Durbin-Watson stat 2.254739 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 2.g DF Null Hypothesis: HMT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.493384 -3.511262 -2.896779 -2.585626 0.5321 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:24 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. HMT(-1) C -0.071795 151.7550 0.048076 95.17348 -1.493384 1.594509 0.1392 0.1147 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.026796 0.014781 88.18784 629944.7 -488.5556 1.776186 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxiv 10.36145 88.84689 11.82062 11.87890 2.230197 0.139222 Lampiran 2.h ADF Null Hypothesis: HMT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.439938 -4.072415 -3.464865 -3.158974 0.3568 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:26 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. HMT(-1) C @TREND(2002:01) -0.156180 273.7792 1.051484 0.064010 112.4741 0.537942 -2.439938 2.434153 1.954642 0.0169 0.0172 0.0541 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.071155 0.047934 86.69135 601231.2 -486.6195 1.713014 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxv 10.36145 88.84689 11.79806 11.88549 3.064243 0.052207 Lampiran 2.i ORDO SATU DF Null Hypothesis: D(JKL,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -10.18703 -3.516676 -2.899115 -2.586866 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:39 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(JKL(-1),2) D(JKL(-1),3) D(JKL(-2),3) D(JKL(-3),3) C -5.042924 2.633961 1.483363 0.630004 6776.055 0.495034 0.432254 0.295885 0.137323 24100.16 -10.18703 6.093553 5.013308 4.587767 0.281162 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.7794 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid 0.909066 0.904084 212522.0 3.30E+12 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion cxxvi -28065.95 686211.1 27.43343 27.58451 Log likelihood Durbin-Watson stat -1064.904 2.238824 F-statistic Prob(F-statistic) 182.4459 0.000000 Lampiran 2.j ADF Null Hypothesis: D(JKL,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -10.14855 -4.080021 -3.468459 -3.161067 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:40 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(JKL(-1),2) D(JKL(-1),3) D(JKL(-2),3) D(JKL(-3),3) C @TREND(2002:01) -5.048084 2.634201 1.482076 0.629382 -20551.64 615.6134 0.497419 0.434265 0.297270 0.137966 53676.66 1079.174 -10.14855 6.065884 4.985620 4.561871 -0.382879 0.570449 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.7029 0.5701 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.909476 0.903189 213510.8 3.28E+12 -1064.728 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxvii -28065.95 686211.1 27.45457 27.63585 144.6730 Durbin-Watson stat 2.240211 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 2.k DF Null Hypothesis: D(PDRB,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.478034 -3.515536 -2.898623 -2.586605 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:05 Sample(adjusted): 2002:06 2008:12 Included observations: 79 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB(-1),2) D(PDRB(-1),3) D(PDRB(-2),3) C -2.440506 0.711473 0.235506 85.81895 0.287862 0.213788 0.112222 180.7252 -8.478034 3.327943 2.098570 0.474859 0.0000 0.0014 0.0392 0.6363 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.785840 0.777274 1603.800 1.93E+08 -693.0741 2.086405 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxviii -0.070127 3398.321 17.64745 17.76742 91.73518 0.000000 Lampiran 2.l ADF Null Hypothesis: D(PDRB,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.422481 -4.078420 -3.467703 -3.160627 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:06 Sample(adjusted): 2002:06 2008:12 Included observations: 79 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDRB(-1),2) D(PDRB(-1),3) D(PDRB(-2),3) C @TREND(2002:01) -2.440783 0.711660 0.235582 121.2115 -0.804154 0.289794 0.215220 0.112973 394.9918 7.965985 -8.422481 3.306655 2.085302 0.306871 -0.100948 0.0000 0.0015 0.0405 0.7598 0.9199 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.785870 0.774295 1614.489 1.93E+08 -693.0686 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxix -0.070127 3398.321 17.67262 17.82259 67.89593 Durbin-Watson stat 2.086540 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 2.m DF Null Hypothesis: D(TDL,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -21.61996 -3.514426 -2.898145 -2.586351 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:18 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(TDL(-1),2) D(TDL(-1),3) C -2.642678 0.761785 10.16250 0.122233 0.070571 33.92561 -21.61996 10.79454 0.299552 0.0000 0.0000 0.7653 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.903253 0.900740 303.4399 7089834. -569.2009 2.091525 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxx 10.16250 963.1333 14.30502 14.39435 359.4464 0.000000 Lampiran 2.n ADF Null Hypothesis: D(TDL,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -21.57872 -4.076860 -3.466966 -3.160198 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:19 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(TDL(-1),2) D(TDL(-1),3) C @TREND(2002:01) -2.643952 0.762422 61.62808 -1.183117 0.122526 0.070739 72.52596 1.472654 -21.57872 10.77798 0.849738 -0.803391 0.0000 0.0000 0.3981 0.4243 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.904068 0.900281 304.1409 7030130. -568.8626 2.108098 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxxi 10.16250 963.1333 14.32157 14.44067 238.7426 0.000000 Lampiran 2.o DF Null Hypothesis: D(HMT,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.289431 -3.516676 -2.899115 -2.586866 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:28 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(HMT(-1),2) D(HMT(-1),3) D(HMT(-2),3) D(HMT(-3),3) C -2.961963 1.281957 0.778838 0.311992 -2.057682 0.357318 0.290159 0.204831 0.109877 11.48285 -8.289431 4.418122 3.802348 2.839451 -0.179196 0.0000 0.0000 0.0003 0.0059 0.8583 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.776722 0.764488 101.3773 750246.3 -468.3637 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxxii 1.794872 208.8978 12.13753 12.28860 63.48677 Durbin-Watson stat 2.121081 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 2.p ADF Null Hypothesis: D(HMT,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.237312 -4.080021 -3.468459 -3.161067 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:29 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(HMT(-1),2) D(HMT(-1),3) D(HMT(-2),3) D(HMT(-3),3) C @TREND(2002:01) -2.964030 1.283267 0.779520 0.312208 -6.719859 0.104720 0.359830 0.292153 0.206216 0.110611 25.61810 0.513518 -8.237312 4.392447 3.780117 2.822574 -0.262309 0.203926 0.0000 0.0000 0.0003 0.0062 0.7938 0.8390 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.776851 0.761355 102.0494 749813.3 -468.3412 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxxiii 1.794872 208.8978 12.16259 12.34388 50.13092 Durbin-Watson stat 2.120776 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 3.a COINTEGRATION TEST LAG NOL(0) DF Null Hypothesis: E has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -10.51007 -3.511262 -2.896779 -2.585626 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(E) Method: Least Squares Date: 11/05/09 Time: 15:44 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. E(-1) C -1.153844 -315.6397 0.109785 16741.95 -10.51007 -0.018853 0.0000 0.9850 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood 0.576939 0.571716 152526.1 1.88E+12 -1107.372 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic cxxxiv -710.1072 233065.5 26.73186 26.79015 110.4616 Durbin-Watson stat 2.013487 Prob(F-statistic) 0.000000 Lampiran 3.b ADF Null Hypothesis: E has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -10.44511 -4.072415 -3.464865 -3.158974 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(E) Method: Least Squares Date: 11/05/09 Time: 15:50 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. E(-1) C @TREND(2002:01) -1.153855 610.0823 -22.04091 0.110468 33999.27 703.1472 -10.44511 0.017944 -0.031346 0.0000 0.9857 0.9751 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.576944 0.566368 153475.4 1.88E+12 -1107.372 2.013491 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxxv -710.1072 233065.5 26.75594 26.84337 54.55011 0.000000 Lampiran 4.a MWD Test (model linier) Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:20 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT Z1 1805070. 2.866782 -5.987529 -82.12621 4100947. 232140.7 0.360124 9.503212 115.5145 3337241. 7.775756 7.960536 -0.630053 -0.710960 1.228844 0.0000 0.0000 0.5305 0.4792 0.2228 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.710075 0.695395 154870.8 1.89E+12 -1120.442 2.347336 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxxvi 2407937. 280608.5 26.79625 26.94094 48.37101 0.000000 Lampiran 4.b MWD Test (model log linier) Dependent Variable: LOG(JKL) Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LOG(PDRB) TDL HMT Z2 10.32477 0.360313 -4.92E-06 -4.20E-05 -9.43E-07 0.442139 0.042377 3.87E-06 4.37E-05 4.74E-07 23.35185 8.502525 -1.274016 -0.961037 -1.989556 0.0000 0.0000 0.2064 0.3395 0.0501 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.731107 0.717493 0.058868 0.273772 121.3128 2.229014 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxxvii 14.68803 0.110756 -2.769352 -2.624661 53.69939 0.000000 Lampiran 5 Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT 1826750. 3.049602 -9.217393 -86.96444 232206.1 0.329001 9.161573 115.8148 7.866934 9.269286 -1.006093 -0.750892 0.0000 0.0000 0.3174 0.4549 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.704533 0.693453 155363.7 1.93E+12 -1121.238 2.306668 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxxxviii 2407937. 280608.5 26.79137 26.90713 63.58592 0.000000 Lampiran 6.a Uji Multikolinearitas Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:52 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C TDL HMT -426462.5 14.24716 233.4985 62486.73 2.658448 29.27023 -6.824850 5.359203 7.977338 0.0000 0.0000 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.630131 0.620998 52469.88 2.23E+11 -1030.575 0.167179 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Dependent Variable: TDL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:56 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 cxxxix 304019.2 85229.43 24.60893 24.69574 68.99823 0.000000 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB HMT 16267.23 0.018373 -1.498772 2159.616 0.003428 1.394689 7.532465 5.359203 -1.074628 0.0000 0.0000 0.2857 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.348826 0.332748 1884.243 2.88E+08 -751.1310 0.046610 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 18891.86 2306.704 17.95550 18.04232 21.69536 0.000000 Lampiran 6.b Dependent Variable: HMT Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:59 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL 1580.034 0.001884 -0.009379 137.1413 0.000236 0.008727 11.52122 7.977338 -1.074628 0.0000 0.0000 0.2857 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.506025 0.493828 149.0537 1799579. -538.0252 0.360077 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxl 1975.714 209.5048 12.88155 12.96837 41.48798 0.000000 Lampiran 7 Uji Heteroskedastisitas Dependent Variable: RESID02 Method: Least Squares Date: 01/14/10 Time: 09:02 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT -1.99E+11 54854.99 -2235329. 1.25E+08 1.17E+11 165870.3 4618934. 58389634 -1.699994 0.330710 -0.483949 2.145947 0.0930 0.7417 0.6297 0.0649 0.117833 0.084752 7.83E+10 4.91E+23 -2224.213 1.741802 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat cxli 2.30E+10 8.19E+10 53.05269 53.16844 3.561936 0.017803 Lampiran 8 Uji Autokorelasi (B-G Test) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.921668 1.994770 Probability Probability 0.169573 0.157843 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:22 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB TDL HMT RESID(-1) 13978.32 0.018829 -0.031279 -9.646989 -0.154419 231100.0 0.327404 9.109279 115.3635 0.111394 0.060486 0.057511 -0.003434 -0.083623 -1.386242 0.9519 0.9543 0.9973 0.9336 0.1696 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.023747 -0.025683 154476.4 1.89E+12 -1120.228 2.012387 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) cxlii -4.72E-10 152530.1 26.79115 26.93584 0.480417 0.750010 cxliii cxliv Halaman Persetujuan Pembimbing Telah diterima dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008.” Surakarta, Januari 2010 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing (Drs. Supriyono, M.Si) NIP.196002211986011001 cxlv Halaman Pengesahan Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, Maret 2010 Tim Penguji Skripsi 3. Drs. Agustinus Suryantoro, MS Sebagai Ketua ( ) Sebagai Pembimbing ( ) Sebagai Anggota ( ) NIP. 195909111987021001 4. Drs. Supriyono, M.Si NIP. 196002211986011001 5. Nurul Istiqomah S.E., M.Si NIP. 132310785 cxlvi Persembahan Skripsi ini penulis persembahkan untuk : Bapak dan ibu Kakak-kakakku Adik-adikku Keluarga Besarku Saudara-saudaraku Sahabat-sahabat baikku Almamater cxlvii Motto “Manakala nilai hidup ini hanya untuk diri kita, maka akan tampak bagi kita bahwa kehidupankehidupan kecil dan singkat yang dimulai sejak kita memahami arti hidup dan berakhir hingga batas umur kita, tetapi apabila kita hidup juga untuk orang lain maka jadilah hidup ini bermakna panjang dan dalam. Bermula dari adanya kemanusiaan itu sendiri dan berlanjut sampai kita meninggalkan dunia ini .“(Sayyid quthub, arafah ar_Ruuh, hlm. 9) “Siapa saja yang belajar ilmu pengetahuan dari jenis ilmu yang sepatutnya dipelajari hanya untuk mencapai keridhoan Allah SWT, tetapi ia mempelajari ilmu tersebut tidak lain tujuannya kecuali untuk mencapai keduniaan, maka orang yang demikian tidak akan mencium wanginya bau surga.”(HR. Abu hurairah-ra). “Taburkanlah pemikiran maka anda akan menuai tindakan. Taburkanlah tindakan dan anda akan menuai kebiasaan. Taburkanlah kebiasaan dan anda akan menuai karakter. Taburkanlah karakter dan anda akan menuai masa depan.”(Emerson). cxlviii Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan bimbingan, pertolongan, dan kasih sayingNya lah penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik guna untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan ekonomi pembangunan pada fakultas ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008.” Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan, dorongan, dan bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Persiapan, Perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi merupakan tantangan tersendiri bagi penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dukungan kepada : 2. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang membangun kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini 3. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta cxlix 4. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku ketua jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dengan ijin yang diberikan 5. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis untuk kepentingan penulisan skripsi ini 6. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu serta bimbingan selama penulis menempuh penelitian 7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dan memberikan pelayanan kepada penulis 8. Kepada staf dan karyawan PT. PLN (Persero) APJ Magelang dan PT. PLN (Persero) UPJ Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data-data serta informasi yang sangat bermanfaat bagi penyusunan dan penyelesaian skripsi ini 9. Segenap staf dan karyawan BPS Kabupaten Purworejo yang telah membantu serta memberikan data dan informasi kepada penulis dalam penelitian ini 10. Bapak dan ibu yang selama ini telah membesarkan, atas dorongan, bimbingan, dukungan, doa, dan kasih sayang serta pengorbanan yang membuat penulis tidak akan pernah melupakan semua jasa baiknya dan selalu bangkit dalam mewujudkan impian dan cita-citanya cl 11. Kakak-kakakku tercinta atas segala nasihat dan doanya selalu kepada penulis beserta adik-adikku serta seluruh keluarga besarku 12. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2005 antara lain Riski, Restu, Handoko, dan Hasan yang lebih dahulu menyelesaikan studi semoga kalian sukses selalu dan buat teman-teman yang lain seperti Agus, Adit, Lindung, Rudy, Wawan, Rovina, Wahyu, Supriyanto, Ogan, dan Supriyadi ayo tetap semangat untuk tetap menyelesaikan studi dan mengejar impian dan cita-cita yang mulia, seluruh teman-teman fakultas ekonomi dan semua sahabatsahabatku terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, dan dukungannya. 13. Seluruh teman-temanku satu kost di wisma matrika dan kost wijaya serta teman-teman yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini seperti Agung, Sapto, Wakid, Nanang, Ahmad yang sudah dahulu menyelesaikan studinya beserta sahabatku Adit, kang Herman, kang Ucup, Gunawan, Dimas, Wawan, Gilang, Bima, Lukman, dan Hafis serta sahabatsahabatku yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu saya ucapkan maju terus semoga sukses. 14. Saudara-saudaraku terutama om Yonno yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan dan pertolongan yang telah diberikan kepada penulis. Sejak awal hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi sehingga penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. cli Oleh karena itu penulis mengharapkan segala tanggapan, perbaikan, kritik, dan saran dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amien. Surakarta, Januari 2010 Penulis clii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………i ABSTRAK…………………………………………………………………………...ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………….iv HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….............v HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….........vi HALAMAN MOTTO………………………………………………........................vii KATA PENGANTAR……………………………………………………………..viii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….....xii DAFTAR TABEL………………………………………………………………...xvii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...xix BAB II. PENDAHULUAN...................................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1 B. Perumusan Masalah............................................................................................5 C. Tujuan Penelitian................................................................................................6 D. Kegunaan Penelitian...........................................................................................7 cliii II. LANDASAN TEORI...............................................................................................8 C. Pengertian Konsumsi.........................................................................................8 2. Teori-Teori Konsumsi...............................................................................10 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi.........................................13 D. Pengertian Permintaan.....................................................................................16 3. Definisi Permintaan...................................................................................16 4. Hukum Permintaan....................................................................................20 5. Skedul dan Kurva Permintaan...................................................................22 6. Teori Permintaan Konsumen.....................................................................22 7. Peta Indiferen.............................................................................................28 8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan.......................................29 C. Pengertian Konsumen......................................................................................32 2. Definisi Konsumen....................................................................................32 3. Garis Anggaran Konsumen........................................................................33 4. Keseimbangan Konsumen.........................................................................36 D. Pasar Monopoli................................................................................................38 2. Deskripsi Pasar Monopoli..........................................................................38 E. Penelitian Terdahulu........................................................................................41 F. Kerangka Pemikiran........................................................................................42 G. Hipotesis Penelitian.........................................................................................45 III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................46 B. Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................46 cliv C. Jenis dan Sumber Data Yang Digunakkan......................................................46 D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................47 E. Definisi Operasional Variabel.........................................................................47 F. Metode Analisis...............................................................................................48 2. Uji Stasioneritas.........................................................................................49 a. Uji Akar Unit.......................................................................................49 b. Uji Derajat Integrasi............................................................................49 c. Uji Kointegrasi....................................................................................49 5. Model Regresi Linier Berganda................................................................50 6. Uji Asumsi Klasik.....................................................................................51 a. Uji Multikolinearitas...........................................................................51 b. Uji Heteroskedastisitas........................................................................52 c. Uji Autokorelasi..................................................................................53 5. Uji Statistik...............................................................................................55 a. Uji t.....................................................................................................55 b. Uji F....................................................................................................56 c. Koefisien Determinasi R2...................................................................58 IV. Analisis Data dan Pembahasan.............................................................................59 A. Gambaran Umum Kabupaten Purworejo…………………………………....59 1. Kondisi Geografis……………………………………………………….59 c. Letak Geografis……………………………………………………..59 d. Luas daerah dan Pembagian daerah Administratif……………….....59 clv e. Potensi Daerah………………………………………………………61 f. Keadaan Alam……………………………………………………….67 3. Penduduk dan Tenaga Kerja……………………………………………..68 a. Kependudukan…………………………………………………….....68 b. Tenaga Kerja………………………………………………………...71 3. Sosial…………………………………………………………………….72 a. Pendidikan…………………………………………………………...72 b. Kesehatan…………………………………………………………....73 4. Keuangan Daerah………………………………………………………..73 B. Gambaran Umum PT. PLN (Persero).............................................................76 2. Sekilas Tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN)..................................76 3. Visi dan Misi PT. PLN (Persero)..............................................................79 4. Dasar Hukum PT. PLN (Persero)..............................................................80 5. Kebijakan Manajemen PT. PLN (Persero)................................................81 6. Aktivitas bisnis PT. PLN (Persero)...........................................................82 C. Analisis Data dan Pembahasan........................................................................85 3. Deskripsi Data...........................................................................................85 a. PDRB Harga Berlaku..........................................................................85 b. Tarif Listrik.........................................................................................86 c. Harga Minyak Tanah...........................................................................87 d. Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga...........................................88 D. Hasil Estimasi Data.........................................................................................89 1. Uji Stasioneritas........................................................................................89 clvi b. Uji Akar Unit......................................................................................90 c. Uji Derajat Integrasi...........................................................................91 d. Uji Kointegrasi....................................................................................92 5. Analisis Regresi Linier Berganda.............................................................93 6. Uji Asumsi Klasik.....................................................................................96 d. Uji Multikolinearitas...........................................................................96 e. Uji Heteroskedastisitas........................................................................97 f. Uji Autokorelasi..................................................................................98 6. Uji Statistik..............................................................................................100 a. Uji t....................................................................................................101 b. Uji F..................................................................................................102 c. Koefisien Determinasi R2.................................................................103 F. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi...............................................................103 V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................106 B. Kesimpulan....................................................................................................106 C. Saran-Saran....................................................................................................108 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................110 LAMPIRAN clvii DAFTAR TABEL TABEL HALAMAN Tabel 1. Produksi dan Pembelian Tenaga Listrik di Jateng, Jawa, dan Indonesia Tahun 2000-2006 dalam (GWh).............................................2 Tabel 4.1 Jumlah desa dan luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2008...........................................................60 Tabel 4.2 Banyaknya Desa dan Jumlah Penduduk menurut kecamatan dan Daerah di Kabupaten Purworejo Tahun 2007........................................69 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Perkecamatan di Kabupaten Purworejo Tahun 2008...........................................................70 Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah)………………………………....74 Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah)....................................................75 Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008......................................................86 Tabel 4.7 Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan) Tahun 2002-2008.........................87 Tabel 4.8 Harga Minyak Tanah/liter(rupiah) Tahun 2002-2008.................................88 Tabel 4.9 Tabel Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008....................................................89 Tabel 4.10 Unit Root Test Pada Ordo Nol…………………………………………..90 Tabel 4.11 Unit Root Test Pada Ordo Satu (1)……………………………………...91 Tabel 4.12 Cointegration Test Pada Ordo Nol……………………………………....92 clviii Tabel 4.13 Hasil Uji MWD (Bentuk linier)……………………………....………….93 Tabel 4.14 Hasil Uji MWD (Bentuk log-linier)……………………………....……..94 Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS………….95 Tabel 4.16 Hasil Uji Multikolinearitas……………………………………………....96 Tabel 4.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas.....................................................................98 Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi (B-G Test)...........................................................100 clix DAFTAR GAMBAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1 Kurva Daya Guna (Utilitas)………………………………………….....24 Gambar 2.2 Kurva Indiferen………………………………………………………....26 Gambar 2.3 Peta Indiferen...........................................................................................28 Gambar 2.4 Kombinasi Dua Barang............................................................................34 Gambar 2.5 Keseimbangan Konsumen.......................................................................37 Gambar 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik rumah tangga.........43 Gambar 3.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi.........................................54 Gambar 3.2 Daerah Terima dan Daerah Tolak Ho......................................................56 Gambar 4.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi.........................................99 Gambar 4.2 Daerah Terima dan Daerah Tolak Uji t.................................................101 Gambar 4.3 Daerah Terima dan Daerah Tolak Uji F................................................102 clx