tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya

advertisement
IRWANDA| 1
TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA
JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30
TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014
TENTANG JABATAN NOTARIS
IRWANDA
ABSTRACT
A notary is a public official appointed by the Government; in this case, the
Minister of Justice and Human Rights of Republic of Indonesia, who has a function to
provide a service to the society and an authority to make an authentic deed in almost all
legal actions as referred to the laws. This is a normative judicial research with
prescriptive analysis which approaches the research problems by reviewing the
prevailing legal provisions in the Notarial Law stipulated in UUJNNo. 30/2004 (the Law
on Position of Notary) juncto UUJNNo. 2/2014. The results show that he has to make an
authentic deed in line with the prevailing legal provisions in the Notarial Law as
stipulated in the UUJN No. 30/2004 juncto the UUJNNo. 2/2014 and Article 1868 of
Civil Code regarding the Procedure of the Making of Authentic Deed for Public Official.
Notary whose tenure has ended is still responsible for the deeds he has made until he
passes away because there is no regulation in the prevailing provisions that obviously
states the time limit of the responsibility of a Notary for the deed he has made. He is also
responsible for the making of the authentic deed concerning the names of the persons
appearing and the accuracy of the date of the deed. In case there is any suit to the
authentic deed.
Keywords: Notary’s Responsibility, Tenure Ends, UUJN No. 30/2004 juncto
UUJN No. 2/2014.
I. Pendahuluan
Notaris merupakan jabatan kepercayaan sekaligus sebagai salah satu profesi
di bidang hukum yang bertugas memberikan pelayanan dan menciptakan
kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan cara melakukan
pembuatan akta autentik dalam suatu perbuatan hukum melakukan legalisasi dan
warmerking terhadap surat-surat di bawah tangan. Akta autentik Notaris
merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang melaksanakan
perbuatan hukum tertentu yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang
diuraikan secara jelas dalam akta autentik Notaris tersebut.1
1
hlm.68
Abdul Bari Azed, Profesi Notaris sebagai Profesi Mulia, (Jakarta : Media Ilmu, 2005),
IRWANDA| 2
Akta Notaris yang merupakan akta autentik mempunyai 3 (tiga) fungsi
terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:2
1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan
perjanjian tertentu;
2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian
adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali
jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan
bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan
kebenaran materiil, dibedakan menjadi empat, yakni :
1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam
akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan Notaris (UUJN)
terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
kode etik Notaris.3
Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah yang
dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang
memiliki kekuasaan atau kewenangan dan fungsi untuk melayani kepentingan
masyarakat umum. Akan tetapi Notaris bukan pegawai negeri seperti disebutkan
dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian yang menyebutkan bahwa, “Pegawai negeri adalah mereka yang
telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam perundang-undangan yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji menurut suatu peraturan
perundang-undangan”.
2
Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2006), hlm. 43
3
Habib Adjie, Salah Kaprah Mendudukkan Notaris Sebagai Tergugat, (Jakarta : Media
Notaris, 2008), hlm. 21
IRWANDA| 3
Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014
menyebutkan bahwa, “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya
meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak
penyimpan Protokol Notaris”. Berdasarkan bunyi Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun
2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa :
1. Mereka yang diangkat sebagai Notaris, Notaris pengganti, Notaris
pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris tetap dipandang
menjalankan tugas pribadi dan tetap bertanggungjawab terhadap akta yang
telah dibuatnya meskipun telah berakhir masa jabatannya sampai batas
waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang dokumen negara.
2. Pertanggungjawaban Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti
khusus, dan pejabat sementara Notaris tetap melekat, kemana pun dan
dimana pun mantan Notaris, mantan Notaris pengganti, mantan Notaris
pengganti khusus, dan mantan pejabat sementara Notaris berada. Hal ini
sesuai dengan penafsiran penjelasan Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004
Jo. UUJN No. 2 Tahun 2014.
Untuk menentukan sampai kapankah Notaris, Notaris pengganti, Notaris
pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris harus bertanggung jawab atas
akta yang dibuat dihadapan atau dibuat olehnya, maka harus dikaitkan dengan
konsep Notaris sebagai jabatan umum. Setiap orang yang mengemban atau
memangku jabatan tertentu dalam bidang apapun sebagai pelaksanaan dari suatu
struktur Negara, pemerintah atau organisasi mempunyai batasan. Ada batasan dari
segi wewenang dan ada juga batasan dari segi waktu, artinya sampai kapan
jabatan yang diemban atau dipangku oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk
Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara
Notaris pertanggungjawabannya mempunyai batas sesuai dengan tempat
kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi wewenangnya.4
Dalam penelitian ini pemberhentian Notaris yang dimaksud adalah
pemberhentian seorang Notaris karena memasukki usia pensiun sesuai ketentuan
4
Herlina Effendie, Notaris Sebagai Pejabat Publik Dan Profesi, (Jakarta : Pustaka Ilmu,
2013), hlm. 50
IRWANDA| 4
UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Usia pensiun Notaris
adalah 65 tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun sehingga seluruhnya usia kerja
Notaris adalah 67 tahun sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 8
UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Setelah Notaris
memasuki masa pensiun maka ia tidak diperkenankan lagi untuk menjalankan
tugas dan kewenangan dalam membuat akta autentik. Menurut Pasal 65 UUJN
No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 Notaris bertanggung jawab atas
setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris tersebut telah diserahkan
atau dipindahkan kepada pihak menyimpan protokol Notaris. Protokol Notaris
adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan
dipelihara oleh Notaris.5
Dalam hal seorang Notaris telah berakhir masa jabatannya sesuai
ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf d dan ayat (2) UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 protokol Notaris yang bersangkutan akan diambil alih
oleh pemegang protokol Notaris baik yang ditunjuk oleh Notaris itu sendiri
maupun oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) atau Menteri. Adapun kewajiban
Notaris yang akan pensiun ialah memberitahukan kepada MPD secara tertulis
mengenai berakhir masa jabatannya sekaligus mengusulkan Notaris lain sebagai
pemegang protokol dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari atau paling
lambat 90 (sembilanpuluh) hari sebelum Notaris tersebut mencapai umur 65
tahun. Meskipun protokol Notaris yang telah pensiun sudah diahlihkan kepada
Notaris lain namun tanggung jawab atas protokol Notaris tersebut tetap berada
pada Notaris yang telah pensiun tersebut.6
Perumusan masalah penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai pejabat
umum atas akta yang dibuatnya?
2.
Bagaimana batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang
telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya?
5
Andi Junianto, Notaris dan Protokol Notaris, (Bandung : Eresco, 2007), hlm. 12
Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang,
(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 2010), hlm. 40
6
IRWANDA| 5
3.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa
jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga terhadap
akta yang telah dibuatnya?
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
ialah
1.
Untuk mengetahui ketentuan pertanggung jawaban hukum Notaris sebagai
pejabat umum atas akta yang dibuatnya
2.
Untuk mengetahui batas waktu pertanggung jawaban Notaris terhadap akta
yang telah dibuatnya pada saat telah berakhir masa jabatannya
3.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir
masa jabatannya apabila terjadi gugatan secara perdata oleh pihak ketiga
terhadap akta yang telah dibuatnya
II.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif analitis. Jenis penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif). Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini
adalah data sekunder yang terdiri dari :
a.
Bahan hukum primer yaitu
1. UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014
2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 25 Tahun 2014 tentang
Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Jabatan
Notaris.
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004
tentang Pengawasan Notaris.
4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.03.HT.10 Tahun 2007
tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris
5. Peraturan-peraturan terkait dengan pelaksanaan jabatan Notaris seperti
Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Notaris dan kode etik
Notaris.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah hukum tentang hukum kenotariatan.
IRWANDA| 6
c.
Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum,
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.7
Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan data yang
digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer,
sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada hakekatnya tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan
yang erat dengan integritas dan moral. Tanpa adanya integritas dan moral yang
baik, tidak mungkin diharapkan dari seorang Notaris adanya tanggung jawab dan
etika profesi yang tinggi. Oleh karena itu tanggung jawab dan etika profesi pada
giliranya harus dilandasi oleh integritas dan moral yang baik, sebagaimana
keterampilan teoritis dan teknis dibidang profesi Notaris harus didukung oleh
tanggung
jawab
dan
etika
profesi.
Sehingga
seorang
Notaris
harus
bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya. Walaupun Notaris tersebut telah
berhenti dengan hormat dari jabatannya, seorang Notaris tetap harus
bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya hingga ia meninggal dunia. Hal
ini disebabkan karena mengenai batas waktu pertanggung jawabkan tidak
dijelaskan secara rinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang jabatan Notaris. Sehingga dalam praktek pelaksanaannya
pertanggung jawaban Notaris terhadap akat autentik yang dibuatnya tidak hanya
sampai kepada batas ia memasuki masa pensiun tetapi sampai ia meninggal dunia.
Namun terkait pertanggngjawaban Notaris yang berhenti dengan hormat tidak
dijelaskan secara jelas sampai kapan Notaris harus bertanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya.
Hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukannya namun bukan berarti setiap kerugian yang dialami oleh para pihak
seluruhnya menjadi tanggung jawab Notaris. Hukum sendiri memberikan batas7
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, (Jakarta :
Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hlm 16.
IRWANDA| 7
batas mengenai tanggung jawab Notaris sehingga tidak semua kerugian
dibebankan pada Notaris. Mengenai ketentuan yang mengatur batas tanggung
jawab Notaris dapat dilihat pada Pasal 65 UUJN bahwa Notaris, Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung
jawab pada setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol Notaris.8
Ketentuan pada Pasal 65 UUJN menimbulkan kekaburan norma terkait
batas waktu tanggung jawab Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti
Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. Berdasarkan pada ketentuan pasal
tersebut dapat disimpulkan walaupun seorang Notaris sudah berhenti dengan
hormat menurut ketentuan tersebut masih harus bertanggung jawab sampai
hembusan nafas terakhir. Ketentuan mengenai Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun
2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 sudah jelas terkait batas waktu
pertanggungjawaban Notaris karena pertanggungjawaban Notaris ialah sampai
Notaris tersebut meninggal. Walaupun di Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 tidak menunjukkan batas waktu pertanggungjawaban,
Notaris harus tetap bertanggung jawab sampai meninggal terhadap akta yang
pernah dibuatnya. Ketentuan Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2
Tahun 2014 terkait batasan waktu pertanggungjawaban masih belum jelas. Sebab
dalam Pasal 65 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tidak
dijelaskan secara tegas, sehingga sampai saat ini Notaris memberikan penafsiran
bahwa Notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuat walaupun telah
berhenti menjabat harus bertanggung jawab seumur hidup.
Notaris melakukan kesalahan secara pribadi dalam pembuatan akta
autentik yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur di dalam
UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 sehingga mengakibatkan
terjadinya kerugian bagi para pihak atas pembuatan akta tersebut maka Notaris
dapat digugat ke pengadilan untuk membayar biaya ganti rugi dan bunga terhadap
Notaris tersebut. Penuntutan biaya ganti rugi berikut bunga dapat diajukan oleh
para penghadap yang merasa dirugikan tersebut ke pengadilan dengan
menggunakan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa,
8
Pitlo dalam buku M. Isa Arief, Pembuktian dan Daluarsa Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata Belanda, (Jakarta : PT. Intermasa, 1986), hlm 51.
IRWANDA| 8
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang tersebut karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian tersebut”. Oleh karena itu dalam pembuatan suatu akta autentik Notaris
harus berpedoman terhadap UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun
2014 sehingga akta tersebut benar-benar sesuai dengan prosedur dan tata cara
pembuatan akta autentik yang diperlakukan kepada Notaris.
Sehingga tidak ada celah hukum bagi para penghadap untuk menuntut
biaya ganti rugi berikut bunga terhadap Notaris akibat kesalahan pembuatan akta
tersebut.9 Disamping itu kesalahan pembuatan akta oleh Notaris yang tidak sesuai
dengan ketentuan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014
mengakibatkan akta tersebut hanya berkekuatan sebagai akta di bawah tangan.
Dalam hal kepentingan penyidikan proses peradilan, penyidik, penuntut umum,
atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) berwenang
sesuai ketentuan Pasal 66 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014:
a. Mengambil foto copy minuta akta dan / atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Pengambilan foto copy minuta akta atau surat-surat sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf a Pasal 66 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No.
2 Tahun 2014 dibuat berita acara penyerahan. Majelis Kehormatan Notaris
(MKN) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya surat permintaan, persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan
tersebut. Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris untuk memberikan jawaban
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud (30 hari) tidak memberi jawaban
maka MKN dianggap menerima persetujuan tersebut.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut berlaku untuk Notaris yang masih aktif maupun
yang sudah memasuki masa wreda (pensiun) atau telah berakhir masa jabatan
sebagai Notaris. Terhadap gugatan biaya ganti rugi berikut bunga terhadap
9
Arvan Mulyatno, Notaris, Akta Autentik,dan Undang-Undang Kenotariatan, (Jakarta :
Rajawali Press, 2008), hlm.11
IRWANDA| 9
kesalahan dari pembuatan akta yang telah dilakukan oleh Notaris tersebut, Notaris
yang telah memasuki masa wreda (pensiun) atau telah berakhir masa jabatannya
tetap bertanggung jawab dan dapat digugat oleh para pihak yang dirugikan
tersebut. Hal ini disebabkan karena UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2
Tahun 2014 tidak menegaskan secara eksplisif tentang batas waktu dari
pertanggung jawaban Notaris atas akta yang telah dibuatnya. Sehingga meskipun
seorang noaris sudah berakhir masa jabatannya maka ia tetap dapat digugat ke
pengadilan dengan gugatan biaya ganti rugi berikut bunga oleh para pihak yang
pernah membuat akta kepadanya atas kerugian yang ditimbulkan oleh Notaris
tersebut sehingga mengakibatkan akta tersebut cacat hukum sebagai akta
autentik.10
Dalam upaya mewujudkan suatu asas keadilan dan kepastian hukum serta
memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai pejabat publik yang
memasuki masa pensiun maka harus termuat di dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris tentang Batas Waktu Pertanggungjawaban Notaris yang telah memasuki
masa pensiun terhadap akta yang dibuatnya, sehingga pertanggung jawaban
tersebut tidak menjadi pertanggungjawaban seumur hidup. Hal ini dimaksudkan
agar menimbulkan kepastian hukum sekaligus upaya perlindungan hukum
terhadap Notaris yang memasuki masa penisun agar memiliki batas waktu
pertanggung jawaban atas akta-akta autentik yang telah dibuatnya yang ternyata
dikemudian hari menimbulkan permasalahan hukum bagi para pihak dan pihak
lain.
Batasan waktu pertanggung jawaban Notaris yang telah berhenti dengan
hormat dapat disesuaikan dengan keadilan korektif, bahwa keadilan berfokus pada
pembetulam sesuatu yang salah. Apabila terjadi suatu pelanggaran, maka secara
keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi bagi pihak yang dirugikan.
Sehingga berdasarkan teori keadilan korektif, Notaris harus bertanggung jawab
atas kesalahannya, sehingga pihak yang dirugikan atas adanya kesalahan yang
dilakukan Notaris itu dapat memperoleh hak yang seharusnya dimiliki terkait
dengan akta yang dibuat oleh Notaris tersebut. Walaupun Notaris tersebut telah
10
Ryanto Pareno, Hak-Hak Khusus Notaris Sebagai Pejabat Publik Dalam UndangUndang Jabatan Notaris, (Bandung : Eresco, 2006), hlm. 52
IRWANDA| 10
berhenti dengan hormat tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang
dibuatnya.11
Apabila Notaris tidak melaksanakan tugas jabatannya dengan baik, maka
Notaris tersebut harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya
sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak. Dampak negatif dengan
adanya ketentuan pada Pasal 65 UUJN, bagi Notaris yang sungguh-sungguh
dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus tetap bertanggung jawab jika
terjadi permasalahan suatu saat nanti. Sehingga dengan adanya ketentuan ini
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya akan “was-was” atau tidak
tenang karena walaupun telah berhenti menjabat tetap bisa terkena masalah suatu
saat nanti jika Notaris tidak hati-hati dalam menjalankan tugas dan jabatannya.
Sedangkan dampak negatif bagi
para pihak, bahwa para piha
yang hanya
menuruti Notaris, akan merugikan dirinya-sendiri suatu saat nanti.
Pertanggungjawaban Notaris yang telah meninggal seharusnya tidak dapat
dibebankan kepada ahli waris dari Notaris. Sebab hukum waris itu sendiri
merupakan hukum yang mengatur perpindahan hak kepemilikan atas harta
peninggalan pewaris kepada ahli waris yang berhak mendapatkannya. Namun
begitu apabila pewaris memiliki hutang kepada pihak lain sebelum pewaris
meninggal, maka ahli waris memiliki kewajiban untuk membayar hutang pewaris.
Sehingga jika didasarkan pada hal tersebut, ahli waris hanya dapat bertanggung
jawab terkait hutang piutang yang dimiliki oleh pewaris. Ahli waris seharusnya
tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara perdata atas kerugian yang dialami
suatu pihak terkait akta yang pernah dibuat oleh Notaris.
IV. Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
1. Pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya pada masa Notaris
tersebut aktif sebagai Notaris adalah pertanggung jawaban secara perdata,
pidana dan administratif (kode etik Notaris). Pertanggung jawaban Notaris
yang telah memasuki masa pensiun adalah pertanggung jawaban perdata dan
pidana. Pertanggung jawaban perdata baru terjadi apabila akta autentik yang
11
Heru Supramono, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya Secara
Perdata dan Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm. 9
IRWANDA| 11
dibuat Notaris tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan tata cara pembuatan
akta autentik sebagaimana termuat di dalam Pasal 38, 39 dan 40 UUJN No. 30
Tahun 2004 Jo. UUJN No. 2 Tahun 2014. Sedangkan pertanggung jawaban
pidana adalah pertanggung jawaban Notaris apabila di dalam akta autentik
yang dibuatnya ternyata terbukti mengandung keterangan palsu atau dengan
sengaja/karena
kecerobohannya
akta
autentik
tersebut
mengandung
keterangan palsu sehingga merugikan pihak lain.
2. Batas waktu pertanggungjawaban Notaris atas akta yang dibuatnya
berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 adalah
seumur hidup meskipun Notaris tersebut telah berakhir masa jabatannya. Hal
ini disebabkan karena UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014
tidak mengatur secara tegas tentang batas waktu pertanggung jawab Notaris
terhadap akta yang telah dibuatnya terhadap para pihak. Oleh karena itu
apabila terjadi kesalahan yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta
autentik maka Notaris tersebut wajib bertanggung jawab secara perdata
terhadap para pihak dan dapat digugat ke pengadilan dengan gugatan biaya
ganti rugi dan bunga yang harus ditanggung jawab oleh Notaris tersebut. Oleh
karena itu Notaris tidak lagi bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya
terhadap para pihak apabila Notaris tersebut telah meninggal dunia.
3. Perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah berakhir masa jabatannya
apabila terjadi tuntutan secara pidana, maka Notaris tersebut pada awalnya
dipanggil sebagai saksi oleh aparat penyidik, maupun penuntut umum atas
keterlibatannya dalam tindak pidana yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya. Apabila Notaris tersebut telah membuat akta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak secara
sengaja memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik, maka Notaris
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tersangka maupun terdakwa.
Pertanggung jawaban pidana dibebankan kepada para pihak yang memberikan
keterangan kepada Notaris tersebut. Gugatan secara perdata oleh pihak ketiga
terhadap akta yang telah dibuatnya adalah bahwa Notaris memiliki hak ingkar
di pengadilan untuk tidak menjawab pertanyaan seputar masalah akta yang
telah dibuatnya. Disamping itu berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung
IRWANDA| 12
RI, Putusan Mahkamah Agung No. 702K/Sip/1973 menyatakan bahwa,
“Notaris fungsinya hanya mencatat atau menuliskan apa-apa yang dikehendaki
dan dikemukakan para pihak yang menghadap Notaris. Tidak ada kewajiban
bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang
dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut”. Apabila Notaris
dalam pembuatan suatu akta telah sesuai dengan pedoman yang ditentukan
baginya dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, maka
Notaris tidak bertanggung jawab apabila terjadi permasalahan hukum di
kemudian hari diantara para pihak karena Notaris hanya menuliskan ke dalam
akta hal-hal yang dikehendaki oleh para pihak sehingga para pihaklah yang
bertanggung jawab apabila terjadi sengketa terhadap akta tersebut dikemudian
hari. Disamping itu Pasal 66 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun
2014 menyebutkan bahwa, Pemanggilan Notaris baik sebagai saksi, maupun
sebagai tersangka oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim wajib
memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dan setiap
pengambilan dokumen-dokumen yang berada di bawah penyimpanan Notaris
tersebut wajib memperoleh persetujuan pula dari Majelis Kehormatan Notaris
tersebut sehingga penyidik penuntut umum maupun hakim dalam memanggil
Notaris baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka di Pengadilan tidak
dapat sewenang-wenang memanggil Notaris tersebut.
B. Saran
1. Hendaknya ada ketentuan dalam UUJN dan kode etik Notaris yang mengatur
tentang standard profesi dari Notaris dalam kaitannya dengan prosedur dan
tata cara pembuatan akta autentik Notaris. Sehingga apabila notaris yang
bersangkutan telah membuat akta autentik sesuai prosedur dan tata cara yang
termuat di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, maka
notaris tidak dapat dituntut secara perdata dalam hal gugatan ganti rugi berikut
bunga oleh pihak lain. Hal ini sesuai dengan fungsi jabatan Notaris sebagai
jabatan kepercayaan atau jabatan yang amanah yang dalam melaksanakan
tugasnya wajib memberikan nasehat hukum yang benar kepada para pihak dan
IRWANDA| 13
memberikan kepastian hukum atas perbuatan hukum yang dibuat para pihak
melalui akta autentik yang dibuat oleh Notaris tersebut.
2. Hendaknya batas waktu pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat publik
ditentukan batasnya sesuai usia yang dipandang wajar di dalam peraturan
perundang-undangan, sehingga Notaris sebagai pejabat umum memiliki
tanggung jawab terbatas atas akta yang telah dibuatnya kepada para pihak,
sehingga apabila telah melewati batas waktu pertanggung jawaban tersebut
Notaris tidak lagi bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya itu.
3. Hendaknya Notaris sebagai pejabat umum memiliki perlindungan hukum yang
sesuai dengan jabatannya yang termuat di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo
UUJN No. 2 Tahun 2014 maupun peraturan pelaksana dari UUJN No. 30
Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut, sehingga sebagai pejabat
publik Notaris memiliki perlindungan hukum yang kuat dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya apabila berhadapan dengan permasalahan hukum baik
secara perdata maupun secara pidana. Hal ini mengingat Notaris bukanlah
pihak dalam pembuatan akta sehingga dalam praktek sering terjadi Notaris
menunjukkan sebagai tergugat atas akta yang dibuatnya maupun dilibatkan
dalam saksi atau tersangka dalam suatu tindak pidana yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya.
V. Daftar Pustakah
Adjie, Habib, Salah Kaprah Mendudukkan Notaris Sebagai Tergugat, Jakarta :
Media Notaris, 2008
Arief, M. Isa, Pembuktian dan Daluarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Belanda, Jakarta : PT. Intermasa, 1986
Azed, Abdul Bari, Profesi Notaris sebagai Profesi Mulia, Jakarta : Media Ilmu,
2005
Effendie, Herlina, Notaris Sebagai Pejabat Publik Dan Profesi, Jakarta : Pustaka
Ilmu, 2013
HS, Salim, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta :
Sinar Grafika, 2006
Junianto, Andi, Notaris dan Protokol Notaris, Bandung : Eresco, 2007
IRWANDA| 14
Mulyatno, Arvan, Notaris, Akta Autentik, dan Undang-Undang Kenotariatan,
Jakarta : Rajawali Press, 2008
Pareno, Ryanto, Hak-Hak Khusus Notaris Sebagai Pejabat Publik Dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris, Bandung : Eresco, 2006
Saputro, Anke Dwi, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa
Datang, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 2010
Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Jakarta :
Bumi Intitama Sejahtera, 2010
Supramono, Heru, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya
Secara Perdata dan Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2012
Download