PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan parasit protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium vivax (Bozdech et al., 2003). Plasmodium falciparum merupakan penyebab kematian yang paling tinggi pada manusia. Malaria menyebabkan sekitar 273 juta kasus klinik dan 1,12 juta kematian setiap tahun. Lebih dari 40 % populasi dunia (>2,1 milyar penduduk) diperkirakan beresiko terjangkit penyakit ini (WHO, 2003). Sekitar 1,2 milyar penduduk atau sekitar 85 % dari total populasi di Asia Tenggara beresiko terkena penyakit malaria. Sekitar 30 % penduduk yang beresiko tersebut hidup di daerah endemik sedang sampai endemik tinggi malaria. Sebagian besar penduduk yang hidup di daerah endemik malaria berada di India, Indonesia, Myanmar dan Thailand (Whosea, 2004). Gejala klinis awal penyakit malaria tidak spesifik dan mirip dengan gejala klinis penyakit lain karena infeksi virus. Manifestasi klinik yang khas dari malaria adalah serangan demam dengan interval tertentu dan kelainan pada limpa, yaitu splenomegali; limpa membesar dan menjadi keras, sehingga dahulu penyakit malaria disebut demam kura. Resistensi obat antimalaria telah menjadi tantangan terbesar dalam mengontrol penularan penyakit malaria saat ini. Obat malaria yang tertua adalah kina, namun karena efek samping yang besar dan kemajuan di bidang kimia saat ini, menyebabkan kina diganti dengan obat malaria sintetik seperti amodiakuin dan klorokuin (Phillipson, 1991). Resistensi obat antimalaria merupakan kemampuan strain parasit malaria untuk terus hidup atau berkembang biak meskipun telah diberi obat dalam dosis standar atau lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi oleh penderita (Bloland, 2001). Resistensi terjadi karena seleksi dan mutasi genetik pada parasit malaria. Hal ini dikarenakan pemakaian obat antimalaria pada waktu yang lama dan dalam daerah endemik yang luas serta adanya perpindahan penduduk penderita malaria yang resisten terhadap obat antimalaria ke daerah bebas malaria Penggunaan tanaman yang bertujuan untuk pengobatan malaria secara tradisional telah banyak dilakukan, antara lain penggunaan daun serai, rimpang lempuyang wangi dan rimpang lempuyang pahit. Secara umum ketiga tanaman ini sering digunakan sebagai obat penurun panas dalam penggunaan tradisional. 1 Dalam penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol dari daun serai, rimpang lempuyang wangi, dan rimpang lempuyang pahit terhadap penghambatan pertumbuhan Plasmodium falciparum. 2 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Parasit Malaria Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit yang tergolong dalam filum Apicomplexa. 1.1.1 Plasmodium falciparum Plasmodium falciparum merupakan spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria tertiana maligna atau disebut juga malaria falciparum pada manusia. Saat ini Plasmodium falciparum menyebabkan angka kematian penduduk tertinggi pada infeksi penyakit malaria di negara-negara tropis. 1.1.2 Plasmodium vivax Plasmodium vivax merupakan spesies Plasmodium penyebab malaria tersiana benigna atau disebut juga malaria vivax atau tertiana ague. Spesies ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel-sel darah merah muda (retikulosit). Sebagian besar kasus malaria vivax ini ditemukan di wilayah Asia. 1.1.3 Plasmodium malariae Plasmodium malariae merupakan spesies penyebab malaria kuartana yang ditandai dengan serangan panas yang berulang setiap 72 jam. Tipe malaria ini diduga menginfeksi sel-sel darah merah tua. Biasanya, tingkat parasitemia yang diakibatkan spesies ini lebih rendah dibandingkan dengan spesies lain. 1.1.4 Plasmodium ovale Plasmodium ovale merupakan spesies penyebab malaria yang paling jarang dijumpai. Spesies ini menyebabkan malaria tertiana benigna atau malaria ovale. 1.2 Siklus Hidup Plasmodium sp Siklus hidup parasit malaria terdiri atas siklus aseksual yang terjadi di dalam tubuh manusia dan siklus seksual yang berlangsung pada tubuh nyamuk. Sporozoit-sporozoit yang masuk bersama ludah nyamuk Anopheles betina masuk ke peredaran darah. Dalam 3 waktu yang singkat (30 menit), semua sporozoit akan menghilang dari peredaran darah dan kemudian masuk ke dalam sel-sel parenkim hati. 1 Gambar 1.1 Siklus Hidup Plasmodium sp Di dalam sel-sel hati, sprozoit membelah diri secara aseksual dan berubah menjadi skizon hati (skizon kriptozoik). Seluruh proses tadi disebut fasa eksoeritrositik primer. Siklus tersebut memerlukan waktu 6 hingga 12 hari, bergantung pada spesies yang menginfeksi. Setelah skizon kriptozoik di dalam sel hati matang, bentuk ini kemudian bersama sel hati yang terinfeksi akan pecah dan mengeluarkan sekitar 5000-30000 merozoit yang segera masuk ke dalam sel-sel darah merah. 1 http://www.cdfound.to.it/html/pfcl.htm. 4 Dalam sel darah merah, merozoit-merozoit yang dilepas oleh sel hati kemudian berubah menjadi trofozoit muda (berbentuk cincin). Trofozoit muda berubah menjadi trofozoit dewasa dan selanjutnya membelah diri menjadi skizon. Skizon yang telah matang dengan merozoi-merozoit di dalamnya akan pecah bersama sel darah merah yang terinfeksi. Merozoit-merozoit yang dilepas tersebut kemudian kembali menginfeksi sel-sel darah merah yang lain untuk mengulangi kembali siklus. Keseluruhan siklus yang terjadi secara berulang dalam sel darah merah disebut fasa eritrositik aseksual atau skizogoni darah. 1.3 Morfologi Plasmodium sp. Parasit malaria memiliki susunan jasad yang sederhana, bentuk ataupun morfologinya dan sangat beragam. Hal ini disebabkan karena perbedaan spesies, dan juga oleh berbagai perubahan bentuk dan komposisi yang terjadi pada setiap perkembangannya di dalam hospes vertebrata ataupun pada vektor nyamuk. Pada P.malariae trofozoit muda mempunyai ukuran yang lebih kecil, jumlah yang sedikit, memerlukan lebih sedikit hemoglobin, dibandingkan P.vivax, gametosit mirip P.vivax, tetapi jumlah pigmennya lebih sedikit, dan bentuknya menyerupai bunga seruni. Pada P.vivax, trofozoit muda tampak seperti cincin dengan titik kromatin pada satu sisi, cenderung menginfeksi retikulosit, gametosit berbentuk lonjong, mikrogametosit mempunyai inti yang besar berwarna merah muda pucat dan sitoplasmanya berwarna biru pucat. Untuk P.ovale, eritrosit yang lonjong serta bergerigi pada salah satu ujungnya merupakan tanda yang spesifik untuk tipe parasit ini. Sedangkan bentuk cincin yang menempel pada pinggir membran eritrosit merupakan tanda yang khas pada spesies P.falciparum. Dua titik kromatin di dalam satu bentuk cincin sering ditemukan pada infeksi dengan P.falciparum, sedangkan pada infeksi dengan P.vivax atau P.malarie jarang ditemukan. 5 2 Gambar 1.2 Morfologi Plasmodium sp. 1.4 Epidemiologi Malaria merupakan penyakit menular yang telah diketahui tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, seperti di beberapa bagian Amerika, Asia dan Afrika. Di Asia, malaria tersebar di berbagai negara di Asia dan Ocenia, termasuk India, Pakistan, Bangladesh, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja dan Indonesia. Penyakit ini tetap menjadi masalah serius. Setiap tahunnya, 6-9% populasi dunia (300-350 juta orang setiap tahun) terkena malaria dan mengakibatkan lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahunnya (Quattara, 2006). 2 http://www.cdfound.to.it/html.pft.htm 6 1.4.1 Penyebaran Malaria Penyebaran malaria terjadi di wilayah-wilayah yang terbentang luas meliputi belahan bumi Utara dan Selatan antara 64◦ Lintang Utara dan 32◦ Lintang Selatan. Penyebaran malaria dapat berlangsung pada ketinggian wilayah yang sangat bervariasi antara 400 m di bawah permukaan laut sampai 2800 m di atas permukaan laut. P.vivax mempunyai wilayah penyebaran paling luas dari wilayah beriklim dingin, subtropis, sampai wilayah beriklim tropis. P.falciparum jarang ditemukan di wilayah beriklim dingin, tetapi paling sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran P.malariae mirip dengan penyebaran P.falciparum, tetapi P.malariae lebih jarang ditemukan. Sedangkan untuk P.ovale, spesies ini jarang ditemukan di wilayahwilayah Afrika beriklim tropis dan ditemukan di wilayah Pasifik Barat. 1.4.2 Cara Penularan Cara penularan malaria kebanyakan terjadi secara alami melalui gigitan nyamuk. Dalam keadaan tertentu juga memungkinkan penularan melalui cara lain seperti transfusi darah yang mengandung parasit malaria, transplantasi sumsum tulang, atau melalui jarum suntik. Walaupun jarang, penularan dapat terjadi selama kongenital selama bayi dalam kandungan melalui peredaran darah plasenta atau disebut malaria kongenital. 1.4.3 Hospes Resevoar Pada manusia ditemukan empat spesies ; Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Manusia merupakan satu-satunya reservoar malaria yang penting walaupun kera simpanse dapat diinfeksi oleh P.malariae. Beberapa jenis primate yang diinfeksi oleh P.knowlesi, P.cynomogeli, P.brasilianum, P.inui, P.schewtzi, dan P.simium yang secara eksperimental bisa menginfeksi manusia, tetapi infeksi jarang terjadi secara alami. 1.4.4 Vektor Malaria Terdapat sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 60 spesies yang berperan sebagai vektor malaria. Di Indonesia ditemukan 80 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 16 spesies yang berperan sebagai vektor malaria. Di Jawa dan Bali, Anopheles sundaicus dan Anopheles aconitus merupakan vektor malaria utama. 7 Sedangkan Anopheles subpticus dan Anopheles maculatus sebagai vektor sekunder (Sutisna, 2003). 1.5 Gejala Klinis Gejala klinis malaria yang khas dapat ditunjukkan dengan beberapa kondisi berupa; serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme) diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas dari demam (periode laten). Pada malaria yang alami, masa inkubasi untuk malaria falciparum adalah 12 hari (9-14 hari), malaria vivax 14 hari (8-17 hari), malaria kuartana 28 hari (18-40 hari) dan malaria ovale 17 hari (16-18 hari). 1.6 Patologi Ada dua macam perubahan patologi yang mendasar terjadi pada malaria, yaitu perubahan vaskuler dan anoksemia. Kedua perubahan patologi tersebut saling mempengaruhi dan saling berkaitan. 1.6.1 Perubahan Vaskuler Perubahan vaskuler berupa penghancuran sel - sel darah merah dan penyumbatan pembuluh darah kapiler di organ-organ dalam. Hancurnya sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria secara beruntun diikuti oleh respon humoral dan selular. Respon selular merangsang proses fagositosis terhadap sel darah merah yang mengandung parasit, pigmen, dan sel-sel makrofag tetap dalam sistem retikuloendotel, khusunya dalam limpa sehingga limpa membengkak. 1.6.2 Anoksemia Anoksemia terjadi karena jumlah eritrosit menurun, trombosis pada kapiler pembuluh darah, dan volume darah yang berkurang karena permeabilitas pembuluh darah meningkat terhadap cairan dan protein. Pada anoksemia terjadi penyempitan pembuluh arteriol dan sebaliknya pelebaran pembuluh darah kapiler sehingga darah ke organ-organ dalam menjadi terhambat. 1.7 Diagnosis Diagnosis malaria secara pasti dapat dilakukan apabila ditemukan parasit malaria dalam darah penderita. Selain teknik diagnosis dengan pewarnaan dan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah tepi, juga telah dikembangkan beberapa pemeriksaan 8 diagnostik yang lebih baru. Pengembangan diagnosis tersebut antara lain, yaitu ; Quantitative Buffy Coat (QBC) yang dikembangkan oleh Beckton Dickinson, dip stick test, teknik immunoserologi seperti Indirect Fluorecens Antibody Test (IFAT) dan ELISA, atau teknik biomolekular. 1.8 Obat Antimalaria Ada beberapa jenis obat antimalaria. Obat-obat ini dapat dikelompokkan menurut kerjanya yang selektif pada fase-fase yang berbeda dari tiap siklus hidup parasit. Obat-obat yang mengeleminasi bentuk yang sedang berkembang atau dorman dalam sel hati disebut skizontisida jaringan. Obat-obat yang bekerja pada parasit eritrositik disebut skizontisida darah; dan yang membunuh tahap-tahap seksual dan mencegah transmisi ke nyamuk disebut gametosida. Tidak ada satu pun agen yang dapat dipercaya mempunyai efek penyembuhan radikal, yaitu mengeleminasi fase hepatitis dan eritrositik (Katzung, 2004). Beberapa agen yang tersedia merupakan obat-obat profilaksis kausal, yaitu mampu untu mencegah infeksi eritrositik. Bagaimanapun, seluruh agen kemoterapi yang efektif membunuh parasit-parasit eritrositik sebelum parasit-parasit ini tumbuh dalam jumlah yang dapat menyebabkan penyakit klinis. 1.8.1 Klorokuin Klorokuin merupakan skizontosida darah yang sangat efektif dan tetap merupakan obat antimalaria utama pada beberapa negara di dunia. Klorokuin juga cukup efektif terhadap gametosit P.vivax, P.ovale, dan P.malariae, tetapi tidak aktif terhadap P.falciparum. Klorokuin tidak efektif terhadap parasit pada tahap hepatis. Resistensi terhadap klorokuin saat ini sangat biasa pada strain P.falciparum dan sangat meningkat pada P.vivax. Klorokuin merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih disukai pada wilayah tanpa malaria falciparum yang resisten. 1.8.2 Amodiakuin Amodiakuin telah secara luas digunakan untuk mengobati malaria pada banyak negara karena harganya yang murah, toksisitas rendah, dan pada beberapa wilayah efektif terhadap strain P.falciparum resisten klorokuin. Kemoprofilaksis terhadap amodiakuin mungkin dihindari karena dapat terjadi peningkatan toksisitas dalam penggunaan jangka panjang. 9 1.8.3 Kinin dan Kinidin Kinidin merupakan stereoisomer kinin. Kinidin memiliki efek yang sama dengan kinin parenteral pada pengobatan malaria falciparum berat. Kinin bekerja dengan cepat dan merupakan skizontosida yang sangat efektif terhadap empat spesies parasit malaria pada manusia. Obat tersebut merupakan gametosida terhadap P.vivax dan P.ovale, tetapi tidak pada P.falciparum. Obat ini tidak efektif terhadap parasit tahap hepatis. 1.8.4 Meflokuin Meflokuin merupakan obat yang efektif untuk P.falciparum resisten klorokuin dan terhadap spesies lainnya. Walaupun toksisitasnya tetap menjadi perhatian, meflokuin adalah obat kemoprofilaksis yang dianjurkan untuk digunakan pada wilayah endemik malaria dengan strain-strain yang resisten klorokuin. Meflokuin memiliki aktivitas skizontosida darah yang kuat terhadap P.falciparum dan P.vivax, tetapi tidak aktif terhadap tahap hepatis atau gametosit. Saat ini, resistensi tampak jarang kecuali pada wilayah Asia Tenggara dengan angka resistensi multiobat yang tinggi. Meflokuin efektif dalam profilaksis sebagian besar strain P.falciparum dan mungkin juga seluruh spesies malaria manusia lainnya. 1.8.5 Primakuin Primakuin merupakan obat pilihan untuk membasmi bentuk hepatis dorman dari P.vivax dan P.ovale. Primakuin fosfat merupakan sinstesis 8-amino kuinolin. Obat ini diabsorbsi dengan baik bila diberikan per oral dan mencapai kadar plasma puncak dalam 1-2 jam. Obat ini adalah satu-satunya agen aktif yang tersedia terhadap obat – obat hipnozoit dorman dari P.vivax dan P.ovale. Primakuin juga merupakan gametosida terhadap empat spesies malaria manusia. Beberapa strain P.vivax di Papua Nugini, Asia Tenggara, dan mungkin Amerika Selatan, dan Tengah secara relatif resisten terhadap primakuin. Primakuin telah diteliti sebagai agen kemoprofilaksis harian. Pengobatan harian dengan 0.5 mg/kgBB memberikan tingkat perlindungan yang baik terhadap malaria falciparum dan vivax. Dosis tunggal primakuin (45 mg basa) dapat digunakan sebagai tindakan pengendali untuk membuat gametosit P.falciparum tidak efektif pada nyamuk. 10 1.8.6 Penghambatan Sintesis Folat Pirimetamin dan proguanil merupakan penghambatan sintesis folat yang dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah malaria. Pirimetamin dan proguanil secara perlahan digunakan untuk mengobati dan mencegah malaria. Pirimetamin dan proguanil secara perlahan terhadap bentuk eritrositik dari semua spesies malaria manusia yang sensitif. Pirimetamin dan proguanil dengan selektif menghambat dihidrofolat reduktase plasmodium, yaitu enzim utama dalam jalur sintesis folat. Resistensi disebabkan oleh mutasi dihidrofolat reduktase dan dihidropeoat sintase. 1.8.7 Artemisinin Artemisinin merupakan seskuiterpen lakton endoperoksida, yaitu zat aktif dari obat herbal yang telah digunakan sebagai antipiretik di Cina selama lebih dari 2000 tahun. Artemisinin dan analognya merupakan skizontosida darah yang bekerja sangat cepat melawan seluruh parasit malaria pada manusia.Artemisinin tidak mempunyai efek terhadap parasit-parasit pada tahap hepatis. Aktivitas artemisinin sebagai obat antimalaria mungkin disebabkan oleh produksi radikal bebas yang diikuti dengan pemecahan jembatan endoperoksida yang dikatalisis besi dalam vakuola makanan parasit. 1.9 Tinjauan Botani Tinjauan Botani meliputi klasifikasi tumbuhan, morfologi, ekologi dan penyebaran, khasiat dan penggunaan tradisional, kandungan kimia dan aktivitas farmakologi. 1.9.1 Tanaman Serai Serai [Cymbopogon citratus (DC).Staf] diklasifikasikan sebagai berikut (Dasuki, 2002) : Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Commelinidiae Bangsa : Cyperales Suku : Cyperaceae Marga : Cymbopogon Jenis : Cymbopogon citratus (DC).Staf 11 Cymbopogon citratus (DC).Staf memiliki nama daerah sere (Jawa), sereh (Sunda), sere, seri (Medan), sare (Makasar), serai (Ambon) dan nama umumnya sere. Tanaman ini sebagian besar berada di pulau Jawa sampai pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Medicinal Herb Index, 1995). Daun Cymbopogon citratus (DC).Staf mengandung alkaloida, saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Syamsuhidayat, 2001). Daun tumbuhan ini digunakan sebagai obat demam, obat kumur dan pencegah muntah (MMI V, 1989). Secara makroskopik Cymbopogon citratus (DC).Staf berupa herba yang tingginya 50 -100 cm; dengan batang tidak berkayu, beruas-ruas pendek, putih kotor. Daun tunggal, lanset, berpelepah, pangkal pelepah memeluk batang, kasap, ujung runcing, tepi rata, panjang 25-75 cm, lebar ½-1½ cm, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, karangan bunga berseludang, terletak dalam satu tangkai. Benang sari dua, berlepasan, kepala putik muncul dari samping, kuning keputih-putihan. Buah berbentuk padi, bulat panjang, pipih, putih kekuningan. Biji berbentuk bulat panjang, coklat dan akar serabut dan kuning (Syamsuhidayat, 2001). 1.9.2 Tanaman lempuyang wangi Lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.), diklasifikasikan sebagai berikut (Dasuki, 2002) : Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub kelas : Commelinidiae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber Jenis : Zingiber aromaticum Val Zingiber aromaticum Val. memiliki nama daerah lempuyang wangi (Melayu); lempuyang wangi (Jawa) dan nama umumnya lempuyang wangi. Tanaman ini sebagian besar berada di pulau Jawa pada ketinggan 1000 m di bawah permukaan laut dan dibudidayakan (Medicinal Herb Index, 1995). Rimpang lempuyang wangi mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin dan tanin. Rimpang tumbuhan ini 12 digunakan sebagai obat demam, radang usus, obat sakit perut, dan obat malaria. (Syamsuhidayat, 2001). Secara makroskopik Zingiber aromaticum Val. berupa semak, tegak, tinggi ± 75 cm, dengan batang semu, merupakan pelepah daun dan dibawah tanah membentuk rimpang. Daun tunggal, berseling, bulat, ujungnya meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang ± 20 cm, lebar ± 9 cm, dan berwarna hijau. Bunga tanda, terdapat di ujung, dengan panjang tangkai ± 20 cm, berwarna hijau kemerahmerahan. Buah kotak, bulat telur, dengan panjang ± 12 mm dan diameter ± 8 mm dan berwarna merah. Biji bulat panjang, dengan diameter ± 4 mm, dan akar serabut putih, kotor. (Syamsuhidayat, 2001) 1.9.3 Tanaman lempuyang pahit Lempuyang pahit (Zingiber amaricans.BL), diklasifikasikan sebagai berikut (Dasuki, 2002) : Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub kelas : Commelinidiae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber Jenis : Zingiber amaricans.BL Zingiber amaricans.BL memiliki nama daerah lempuyang emprit ( Jawa Tengah), lempuyang pait (Jakarta), lempuyang pahit (Sunda) dan nama umumnya lempuyang pahit. Tanaman ini sebagian besar berada di pulau Jawa pada ketinggan 1000 m di bawah permukaan laut dan dibudidayakan (Medicinal Herb Index, 1995). Rimpang lempuyang wangi mengandung minyak atsiri, flavonoid, dan saponin. Rimpang tumbuhan ini digunakan sebagai obat demam, rematik dan obat sakit perut, dan obat malaria. (Syamsuhidayat, 2001). Secara makroskopik Zingiber amaricans.BL. berupa semak, tegak, tinggi ± 75 cm, dengan batang semu, merupakan pelepah daun yang menyatu, di bawah tanah membentuk rimpang. Daun tunggal, bentuk lanset, ujungnya meruncing, tepi rata, 13 pangkal tumpul, panjang 10-18 cm, lebar 2-2,5 cm, bagian bawah berwarna merah dan bagian atas berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk landan, daun pelindung ujung melengkung, tabung mahkota kecil, taju putih, bentuk lanset, bibir berwarna kuning. Buah kotak, bulat telur, dengan panjang ± 12 mm dan diameter ± 8 mm dan berwarna merah. Biji bulat panjang, dengan diameter ± 4 mm, berwarna coklat, dan akar serabut putih. (Syamsuhidayat, 2001). 14