WAYAN SADIA

advertisement
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan parasit protozoa dari genus
Plasmodium. Pada manusia malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium vivax (Bozdech et al., 2003). Plasmodium
falciparum merupakan penyebab kematian yang paling tinggi pada manusia. Malaria
menyebabkan sekitar 273 juta kasus klinik dan 1,12 juta kematian setiap tahun. Lebih dari
40 % populasi dunia (>2,1 milyar penduduk) diperkirakan beresiko terjangkit penyakit ini
(WHO, 2003). Sekitar 1,2 milyar penduduk atau sekitar 85 % dari total populasi di Asia
Tenggara beresiko terkena penyakit malaria. Sekitar 30 % penduduk yang beresiko
tersebut hidup di daerah endemik sedang sampai endemik tinggi malaria. Sebagian besar
penduduk yang hidup di daerah endemik malaria berada di India, Indonesia, Myanmar dan
Thailand (Whosea, 2004).
Gejala klinis awal penyakit malaria tidak spesifik dan mirip dengan gejala klinis
penyakit lain karena infeksi virus. Manifestasi klinik yang khas dari malaria adalah
serangan demam dengan interval tertentu dan kelainan pada limpa, yaitu splenomegali;
limpa membesar dan menjadi keras, sehingga dahulu penyakit malaria disebut demam
kura.
Resistensi obat antimalaria telah menjadi tantangan terbesar dalam mengontrol
penularan penyakit malaria saat ini. Obat malaria yang tertua adalah kina, namun karena
efek samping yang besar dan kemajuan di bidang kimia saat ini, menyebabkan kina diganti
dengan obat malaria sintetik seperti amodiakuin dan klorokuin (Phillipson, 1991).
Resistensi obat antimalaria merupakan kemampuan strain parasit malaria untuk terus hidup
atau berkembang biak meskipun telah diberi obat dalam dosis standar atau lebih tinggi
yang masih dapat ditoleransi oleh penderita (Bloland, 2001). Resistensi terjadi karena
seleksi dan mutasi genetik pada parasit malaria. Hal ini dikarenakan pemakaian obat
antimalaria pada waktu yang lama dan dalam daerah endemik yang luas serta adanya
perpindahan penduduk penderita malaria yang resisten terhadap obat antimalaria ke daerah
bebas malaria
Penggunaan tanaman yang bertujuan untuk pengobatan malaria secara tradisional
telah banyak dilakukan, antara lain penggunaan daun serai, rimpang lempuyang wangi dan
rimpang lempuyang pahit. Secara umum ketiga tanaman ini sering digunakan sebagai obat
penurun panas dalam penggunaan tradisional.
1
Dalam penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol dari
daun serai, rimpang lempuyang wangi, dan rimpang lempuyang pahit terhadap
penghambatan pertumbuhan Plasmodium falciparum.
2
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Parasit Malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit yang tergolong dalam filum
Apicomplexa.
1.1.1 Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum merupakan spesies Plasmodium yang menyebabkan
malaria tertiana maligna atau disebut juga malaria falciparum pada manusia. Saat ini
Plasmodium falciparum menyebabkan angka kematian penduduk tertinggi pada infeksi
penyakit malaria di negara-negara tropis.
1.1.2 Plasmodium vivax
Plasmodium vivax merupakan spesies Plasmodium penyebab malaria tersiana
benigna atau disebut juga malaria vivax atau tertiana ague. Spesies ini memiliki
kecenderungan menginfeksi sel-sel darah merah muda (retikulosit). Sebagian besar
kasus malaria vivax ini ditemukan di wilayah Asia.
1.1.3 Plasmodium malariae
Plasmodium malariae merupakan spesies penyebab malaria kuartana yang
ditandai dengan serangan panas yang berulang setiap 72 jam. Tipe malaria ini diduga
menginfeksi sel-sel darah merah tua. Biasanya, tingkat parasitemia yang diakibatkan
spesies ini lebih rendah dibandingkan dengan spesies lain.
1.1.4 Plasmodium ovale
Plasmodium ovale merupakan spesies penyebab malaria yang paling jarang
dijumpai. Spesies ini menyebabkan malaria tertiana benigna atau malaria ovale.
1.2 Siklus Hidup Plasmodium sp
Siklus hidup parasit malaria terdiri atas siklus aseksual yang terjadi di dalam tubuh
manusia dan siklus seksual yang berlangsung pada tubuh nyamuk. Sporozoit-sporozoit
yang masuk bersama ludah nyamuk Anopheles betina masuk ke peredaran darah. Dalam
3
waktu yang singkat (30 menit), semua sporozoit akan menghilang dari peredaran darah dan
kemudian masuk ke dalam sel-sel parenkim hati.
1
Gambar 1.1 Siklus Hidup Plasmodium sp
Di dalam sel-sel hati, sprozoit membelah diri secara aseksual dan berubah menjadi
skizon hati (skizon kriptozoik). Seluruh proses tadi disebut fasa eksoeritrositik primer.
Siklus tersebut memerlukan waktu 6 hingga 12 hari, bergantung pada spesies yang
menginfeksi. Setelah skizon kriptozoik di dalam sel hati matang, bentuk ini kemudian
bersama sel hati yang terinfeksi akan pecah dan mengeluarkan sekitar 5000-30000
merozoit yang segera masuk ke dalam sel-sel darah merah.
1
http://www.cdfound.to.it/html/pfcl.htm.
4
Dalam sel darah merah, merozoit-merozoit yang dilepas oleh sel hati kemudian
berubah menjadi trofozoit muda (berbentuk cincin). Trofozoit muda berubah menjadi
trofozoit dewasa dan selanjutnya membelah diri menjadi skizon. Skizon yang telah matang
dengan merozoi-merozoit di dalamnya akan pecah bersama sel darah merah yang
terinfeksi. Merozoit-merozoit yang dilepas tersebut kemudian kembali menginfeksi sel-sel
darah merah yang lain untuk mengulangi kembali siklus. Keseluruhan siklus yang terjadi
secara berulang dalam sel darah merah disebut fasa eritrositik aseksual atau skizogoni
darah.
1.3 Morfologi Plasmodium sp.
Parasit malaria memiliki susunan jasad yang sederhana, bentuk ataupun morfologinya
dan sangat beragam. Hal ini disebabkan karena perbedaan spesies, dan juga oleh berbagai
perubahan bentuk dan komposisi yang terjadi pada setiap perkembangannya di dalam
hospes vertebrata ataupun pada vektor nyamuk. Pada P.malariae trofozoit muda
mempunyai ukuran yang lebih kecil, jumlah yang sedikit, memerlukan lebih sedikit
hemoglobin, dibandingkan P.vivax, gametosit mirip P.vivax, tetapi jumlah pigmennya
lebih sedikit, dan bentuknya menyerupai bunga seruni. Pada P.vivax, trofozoit muda
tampak seperti cincin dengan titik kromatin pada satu sisi, cenderung menginfeksi
retikulosit, gametosit berbentuk lonjong, mikrogametosit mempunyai inti yang besar
berwarna merah muda pucat dan sitoplasmanya berwarna biru pucat. Untuk P.ovale,
eritrosit yang lonjong serta bergerigi pada salah satu ujungnya merupakan tanda yang
spesifik untuk tipe parasit ini. Sedangkan bentuk cincin yang menempel pada pinggir
membran eritrosit merupakan tanda yang khas pada spesies P.falciparum. Dua titik
kromatin di dalam satu bentuk cincin sering ditemukan pada infeksi dengan P.falciparum,
sedangkan pada infeksi dengan P.vivax atau P.malarie jarang ditemukan.
5
2
Gambar 1.2 Morfologi Plasmodium sp.
1.4 Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit menular yang telah diketahui tersebar luas di daerah
tropis dan subtropis, seperti di beberapa bagian Amerika, Asia dan Afrika. Di Asia, malaria
tersebar di berbagai negara di Asia dan Ocenia, termasuk India, Pakistan, Bangladesh,
Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja dan Indonesia. Penyakit ini tetap menjadi
masalah serius. Setiap tahunnya, 6-9% populasi dunia (300-350 juta orang setiap tahun)
terkena malaria dan mengakibatkan lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahunnya
(Quattara, 2006).
2
http://www.cdfound.to.it/html.pft.htm
6
1.4.1 Penyebaran Malaria
Penyebaran malaria terjadi di wilayah-wilayah yang terbentang luas meliputi
belahan bumi Utara dan Selatan antara 64◦ Lintang Utara dan 32◦ Lintang Selatan.
Penyebaran malaria dapat berlangsung pada ketinggian wilayah yang sangat bervariasi
antara 400 m di bawah permukaan laut sampai 2800 m di atas permukaan laut. P.vivax
mempunyai wilayah penyebaran paling luas dari wilayah beriklim dingin, subtropis,
sampai wilayah beriklim tropis. P.falciparum jarang ditemukan di wilayah beriklim
dingin, tetapi paling sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah
penyebaran P.malariae mirip dengan penyebaran P.falciparum, tetapi P.malariae lebih
jarang ditemukan. Sedangkan untuk P.ovale, spesies ini jarang ditemukan di wilayahwilayah Afrika beriklim tropis dan ditemukan di wilayah Pasifik Barat.
1.4.2 Cara Penularan
Cara penularan malaria kebanyakan terjadi secara alami melalui gigitan nyamuk.
Dalam keadaan tertentu juga memungkinkan penularan melalui cara lain seperti
transfusi darah yang mengandung parasit malaria, transplantasi sumsum tulang, atau
melalui jarum suntik. Walaupun jarang, penularan dapat terjadi selama kongenital
selama bayi dalam kandungan melalui peredaran darah plasenta atau disebut malaria
kongenital.
1.4.3 Hospes Resevoar
Pada manusia ditemukan empat spesies ; Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Manusia merupakan satu-satunya
reservoar malaria yang penting walaupun kera simpanse dapat diinfeksi oleh
P.malariae. Beberapa jenis primate yang diinfeksi oleh P.knowlesi, P.cynomogeli,
P.brasilianum, P.inui, P.schewtzi, dan P.simium yang secara eksperimental bisa
menginfeksi manusia, tetapi infeksi jarang terjadi secara alami.
1.4.4 Vektor Malaria
Terdapat sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 60 spesies yang
berperan sebagai vektor malaria. Di Indonesia ditemukan 80 spesies nyamuk
Anopheles, tetapi hanya 16 spesies yang berperan sebagai vektor malaria. Di Jawa dan
Bali, Anopheles sundaicus dan Anopheles aconitus merupakan vektor malaria utama.
7
Sedangkan Anopheles subpticus dan Anopheles maculatus sebagai vektor sekunder
(Sutisna, 2003).
1.5 Gejala Klinis
Gejala klinis malaria yang khas dapat ditunjukkan dengan beberapa kondisi berupa;
serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme) diselingi oleh suatu periode dimana
penderita bebas dari demam (periode laten). Pada malaria yang alami, masa inkubasi untuk
malaria falciparum adalah 12 hari (9-14 hari), malaria vivax 14 hari (8-17 hari), malaria
kuartana 28 hari (18-40 hari) dan malaria ovale 17 hari (16-18 hari).
1.6 Patologi
Ada dua macam perubahan patologi yang mendasar terjadi pada malaria, yaitu
perubahan vaskuler dan anoksemia. Kedua perubahan patologi tersebut saling
mempengaruhi dan saling berkaitan.
1.6.1 Perubahan Vaskuler
Perubahan vaskuler berupa penghancuran sel - sel darah merah dan penyumbatan
pembuluh darah kapiler di organ-organ dalam. Hancurnya sel-sel darah merah yang
mengandung parasit malaria secara beruntun diikuti oleh respon humoral dan selular.
Respon selular merangsang proses fagositosis terhadap sel darah merah yang
mengandung parasit, pigmen, dan sel-sel makrofag tetap dalam sistem retikuloendotel,
khusunya dalam limpa sehingga limpa membengkak.
1.6.2 Anoksemia
Anoksemia terjadi karena jumlah eritrosit menurun, trombosis pada kapiler
pembuluh darah, dan volume darah yang berkurang karena permeabilitas pembuluh
darah meningkat terhadap cairan dan protein. Pada anoksemia terjadi penyempitan
pembuluh arteriol dan sebaliknya pelebaran pembuluh darah kapiler sehingga darah ke
organ-organ dalam menjadi terhambat.
1.7 Diagnosis
Diagnosis malaria secara pasti dapat dilakukan apabila ditemukan parasit malaria
dalam darah penderita. Selain teknik diagnosis dengan pewarnaan dan pemeriksaan
mikroskopik sediaan darah tepi, juga telah dikembangkan beberapa pemeriksaan
8
diagnostik yang lebih baru. Pengembangan diagnosis tersebut antara lain, yaitu ;
Quantitative Buffy Coat (QBC) yang dikembangkan oleh Beckton Dickinson, dip stick test,
teknik immunoserologi seperti Indirect Fluorecens Antibody Test (IFAT) dan ELISA, atau
teknik biomolekular.
1.8 Obat Antimalaria
Ada beberapa jenis obat antimalaria. Obat-obat ini dapat dikelompokkan menurut
kerjanya yang selektif pada fase-fase yang berbeda dari tiap siklus hidup parasit. Obat-obat
yang mengeleminasi bentuk yang sedang berkembang atau dorman dalam sel hati disebut
skizontisida jaringan. Obat-obat yang bekerja pada parasit eritrositik disebut skizontisida
darah; dan yang membunuh tahap-tahap seksual dan mencegah transmisi ke nyamuk
disebut gametosida. Tidak ada satu pun agen yang dapat dipercaya mempunyai efek
penyembuhan radikal, yaitu mengeleminasi fase hepatitis dan eritrositik (Katzung, 2004).
Beberapa agen yang tersedia merupakan obat-obat profilaksis kausal, yaitu mampu untu
mencegah infeksi eritrositik. Bagaimanapun, seluruh agen kemoterapi yang efektif
membunuh parasit-parasit eritrositik sebelum parasit-parasit ini tumbuh dalam jumlah yang
dapat menyebabkan penyakit klinis.
1.8.1 Klorokuin
Klorokuin merupakan skizontosida darah yang sangat efektif dan tetap
merupakan obat antimalaria utama pada beberapa negara di dunia. Klorokuin juga
cukup efektif terhadap gametosit P.vivax, P.ovale, dan P.malariae, tetapi tidak aktif
terhadap P.falciparum. Klorokuin tidak efektif terhadap parasit pada tahap hepatis.
Resistensi terhadap klorokuin saat ini sangat biasa pada strain P.falciparum dan sangat
meningkat pada P.vivax. Klorokuin merupakan agen kemoprofilaksis yang lebih
disukai pada wilayah tanpa malaria falciparum yang resisten.
1.8.2 Amodiakuin
Amodiakuin telah secara luas digunakan untuk mengobati malaria pada banyak
negara karena harganya yang murah, toksisitas rendah, dan pada beberapa wilayah
efektif terhadap strain P.falciparum resisten klorokuin. Kemoprofilaksis terhadap
amodiakuin mungkin dihindari karena dapat terjadi peningkatan toksisitas dalam
penggunaan jangka panjang.
9
1.8.3 Kinin dan Kinidin
Kinidin merupakan stereoisomer kinin. Kinidin memiliki efek yang sama dengan
kinin parenteral pada pengobatan malaria falciparum berat. Kinin bekerja dengan cepat
dan merupakan skizontosida yang sangat efektif terhadap empat spesies parasit malaria
pada manusia. Obat tersebut merupakan gametosida terhadap P.vivax dan P.ovale,
tetapi tidak pada P.falciparum. Obat ini tidak efektif terhadap parasit tahap hepatis.
1.8.4 Meflokuin
Meflokuin merupakan obat yang efektif untuk P.falciparum resisten klorokuin
dan terhadap spesies lainnya. Walaupun toksisitasnya tetap menjadi perhatian,
meflokuin adalah obat kemoprofilaksis yang dianjurkan untuk digunakan pada wilayah
endemik malaria dengan strain-strain yang resisten klorokuin. Meflokuin memiliki
aktivitas skizontosida darah yang kuat terhadap P.falciparum dan P.vivax, tetapi tidak
aktif terhadap tahap hepatis atau gametosit. Saat ini, resistensi tampak jarang kecuali
pada wilayah Asia Tenggara dengan angka resistensi multiobat yang tinggi. Meflokuin
efektif dalam profilaksis sebagian besar strain P.falciparum dan mungkin juga seluruh
spesies malaria manusia lainnya.
1.8.5 Primakuin
Primakuin merupakan obat pilihan untuk membasmi bentuk hepatis dorman dari
P.vivax dan P.ovale. Primakuin fosfat merupakan sinstesis 8-amino kuinolin. Obat ini
diabsorbsi dengan baik bila diberikan per oral dan mencapai kadar plasma puncak
dalam 1-2 jam. Obat ini adalah satu-satunya agen aktif yang tersedia terhadap obat –
obat hipnozoit dorman dari P.vivax dan P.ovale. Primakuin juga merupakan
gametosida terhadap empat spesies malaria manusia. Beberapa strain P.vivax di Papua
Nugini, Asia Tenggara, dan mungkin Amerika Selatan, dan Tengah secara relatif
resisten terhadap primakuin. Primakuin telah diteliti sebagai agen kemoprofilaksis
harian. Pengobatan harian dengan 0.5 mg/kgBB memberikan tingkat perlindungan
yang baik terhadap malaria falciparum dan vivax. Dosis tunggal primakuin (45 mg
basa) dapat digunakan sebagai tindakan pengendali untuk membuat gametosit
P.falciparum tidak efektif pada nyamuk.
10
1.8.6 Penghambatan Sintesis Folat
Pirimetamin dan proguanil merupakan penghambatan sintesis folat yang dapat
digunakan untuk mengobati dan mencegah malaria. Pirimetamin dan proguanil secara
perlahan digunakan untuk mengobati dan mencegah malaria. Pirimetamin dan
proguanil secara perlahan terhadap bentuk eritrositik dari semua spesies malaria
manusia yang sensitif. Pirimetamin dan proguanil dengan selektif menghambat
dihidrofolat reduktase plasmodium, yaitu enzim utama dalam jalur sintesis folat.
Resistensi disebabkan oleh mutasi dihidrofolat reduktase dan dihidropeoat sintase.
1.8.7 Artemisinin
Artemisinin merupakan seskuiterpen lakton endoperoksida, yaitu zat aktif dari
obat herbal yang telah digunakan sebagai antipiretik di Cina selama lebih dari 2000
tahun. Artemisinin dan analognya merupakan skizontosida darah yang bekerja sangat
cepat melawan seluruh parasit malaria pada manusia.Artemisinin tidak mempunyai
efek terhadap parasit-parasit pada tahap hepatis. Aktivitas artemisinin sebagai obat
antimalaria mungkin disebabkan oleh produksi radikal bebas yang diikuti dengan
pemecahan jembatan endoperoksida yang dikatalisis besi dalam vakuola makanan
parasit.
1.9 Tinjauan Botani
Tinjauan Botani meliputi klasifikasi tumbuhan, morfologi, ekologi dan penyebaran,
khasiat dan penggunaan tradisional, kandungan kimia dan aktivitas farmakologi.
1.9.1 Tanaman Serai
Serai [Cymbopogon citratus (DC).Staf] diklasifikasikan sebagai berikut
(Dasuki, 2002) :
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas : Commelinidiae
Bangsa
: Cyperales
Suku
: Cyperaceae
Marga
: Cymbopogon
Jenis
: Cymbopogon citratus (DC).Staf
11
Cymbopogon citratus (DC).Staf memiliki nama daerah sere (Jawa), sereh
(Sunda), sere, seri (Medan), sare (Makasar), serai (Ambon) dan nama umumnya sere.
Tanaman ini sebagian besar berada di pulau Jawa sampai pada ketinggian 1000 m di
atas permukaan laut (Medicinal Herb Index, 1995). Daun Cymbopogon citratus
(DC).Staf mengandung alkaloida, saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
(Syamsuhidayat, 2001). Daun tumbuhan ini digunakan sebagai obat demam, obat
kumur dan pencegah muntah (MMI V, 1989).
Secara makroskopik Cymbopogon citratus (DC).Staf berupa herba yang
tingginya 50 -100 cm; dengan batang tidak berkayu, beruas-ruas pendek, putih kotor.
Daun tunggal, lanset, berpelepah, pangkal pelepah memeluk batang, kasap, ujung
runcing, tepi rata, panjang 25-75 cm, lebar ½-1½ cm, pertulangan sejajar, dan
berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, karangan bunga berseludang, terletak
dalam satu tangkai. Benang sari dua, berlepasan, kepala putik muncul dari samping,
kuning keputih-putihan. Buah berbentuk padi, bulat panjang, pipih, putih
kekuningan. Biji berbentuk bulat panjang, coklat dan akar serabut dan kuning
(Syamsuhidayat, 2001).
1.9.2 Tanaman lempuyang wangi
Lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.), diklasifikasikan sebagai
berikut (Dasuki, 2002) :
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub kelas : Commelinidiae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Zingiber
Jenis
: Zingiber aromaticum Val
Zingiber aromaticum Val. memiliki nama daerah lempuyang wangi (Melayu);
lempuyang wangi (Jawa) dan nama umumnya lempuyang wangi. Tanaman ini
sebagian besar berada di pulau Jawa pada ketinggan 1000 m di bawah permukaan
laut dan dibudidayakan (Medicinal Herb Index, 1995). Rimpang lempuyang wangi
mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin dan tanin. Rimpang tumbuhan ini
12
digunakan sebagai obat demam, radang usus, obat sakit perut, dan obat malaria.
(Syamsuhidayat, 2001).
Secara makroskopik Zingiber aromaticum Val. berupa semak, tegak, tinggi ±
75 cm, dengan batang semu, merupakan pelepah daun dan dibawah tanah
membentuk rimpang. Daun tunggal, berseling, bulat, ujungnya meruncing, tepi rata,
pertulangan menyirip, panjang ± 20 cm, lebar ± 9 cm, dan berwarna hijau. Bunga
tanda, terdapat di ujung, dengan panjang tangkai ± 20 cm, berwarna hijau kemerahmerahan. Buah kotak, bulat telur, dengan panjang ± 12 mm dan diameter ± 8 mm dan
berwarna merah. Biji bulat panjang, dengan diameter ± 4 mm, dan akar serabut putih,
kotor. (Syamsuhidayat, 2001)
1.9.3 Tanaman lempuyang pahit
Lempuyang pahit (Zingiber amaricans.BL), diklasifikasikan sebagai berikut
(Dasuki, 2002) :
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub kelas : Commelinidiae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Zingiber
Jenis
: Zingiber amaricans.BL
Zingiber amaricans.BL memiliki nama daerah lempuyang emprit ( Jawa
Tengah), lempuyang pait (Jakarta), lempuyang pahit (Sunda) dan nama umumnya
lempuyang pahit. Tanaman ini sebagian besar berada di pulau Jawa pada ketinggan
1000 m di bawah permukaan laut dan dibudidayakan (Medicinal Herb Index, 1995).
Rimpang lempuyang wangi mengandung minyak atsiri, flavonoid, dan saponin.
Rimpang tumbuhan ini digunakan sebagai obat demam, rematik dan obat sakit perut,
dan obat malaria. (Syamsuhidayat, 2001).
Secara makroskopik Zingiber amaricans.BL. berupa semak, tegak, tinggi ±
75 cm, dengan batang semu, merupakan pelepah daun yang menyatu, di bawah tanah
membentuk rimpang. Daun tunggal, bentuk lanset, ujungnya meruncing, tepi rata,
13
pangkal tumpul, panjang 10-18 cm, lebar 2-2,5 cm, bagian bawah berwarna merah
dan bagian atas berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk landan, daun pelindung
ujung melengkung, tabung mahkota kecil, taju putih, bentuk lanset, bibir berwarna
kuning. Buah kotak, bulat telur, dengan panjang ± 12 mm dan diameter ± 8 mm dan
berwarna merah. Biji bulat panjang, dengan diameter ± 4 mm, berwarna coklat, dan
akar serabut putih. (Syamsuhidayat, 2001).
14
Download