spesifik membahas pemberian humanitarian assistance dalam situasi konflik di Suriah Arab Republic. Dari sekian banyak hasil penelitian dan jurnal internasional serta nasional, peneliti hanya mengangkat beberapa yang dianggap memiliki substansi yang memiliki kemiripan dengan permasalahan yang dirumuskan calon peneliti, yakni sebagai berikut : 1. jurnal internasional “ Legal regulation of humanitarian assistance in armed conflict: achievements and gaps” oleh Ruth Abril Stofels substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk penelitian ini. Masalah yang diangkat dalam jurnal ini lebih pada teknis bagaimana distribusi dan implementasi dari humanitarian assistance yang dibutuhkan oleh penduduk sipil saat terjadi konflik. dan dalam kesimpulannya menyatakan bahwa analisa dari adanya prinsip-prinsip, status hukum dan pelaksanaan dari bantuan kemanusiaan membantu implementasinya namun kadang hal ini juga terhambat oleh ketidak tersediaan dari mekanisme pelaksanaan yang sama dalam pemberian bantuan kemanusiaan kepada para penduduk sipil yang menjadi korban terjadinya konflik. 2. Jurnal Internasional Humanitarian Knowlegde Management oleh Dennis J. King substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan dan membahas mengenai humanitarian assistance yang dapat dilakuakn oleh organisasi maupun individu untuk membantu dalam mengurangi beban dan 9 keselamatan para korban sengketa bersenjata. Dalam jurnal ini juga menyajikan data-data pembanding mengenai apa saja yang boleh ataupun tidak boleh dilakukan dalam hal humanitarian assistance diwilayah yang sedang berkonflik. Dalam jurnal ini juga dijelaskan mengenai bagaimana suatu organisasi atau individu dalam menyalurkan bantuan kemanusiaannya agar dapat diterima oleh penduduk sipil diwilayah tersebut. 3. Jurnal Internasional Humanitarian Intervention oleh Aidan Henir. Substansi dari jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan dalam penulisan penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan mengenai konsep dalam humanitarian intervention secara umum serta siapa yang berhak memutuskan dalam melakukan humanitarian intervention. Dalam jurnal ini lebih umum diuraikan mengenai macam dari humanitarian intervention. 4. Jurnal Internasional Humanitarian Aid oleh Anna Caprile dan Pekka Halaka, Substansi jurnal ini juga digunakan dalam penulisan jurnal ini. Jurnal ini secara komperhensif membahas mengenai bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh European Union, juga membahas dasar hukum dan siapa yang berhak menyalurkan dan menerima humanitarian assistance dalam keadaan perang dan bencana. 10 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui kriteria-kriteria yang dapat digunakan dal;am pemberian humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB 2. untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pemberian humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB E. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, khususnya dalam bidang Hukum Humaniter Internasional dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, sehingga informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan di atas; 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan penulis dalam bidang Hukum Internasional pada umumnya dan dalam bidang Hukum Humaniter Internasional pada khususnya. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Hukum Humaniter Internasional A. pengertian hukum humaniter internasional hukum humaniter internasional lahir dan berasal dari istilah laws of war yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan di dunia internasional menjadi laws of armed conflict atau hukum sengketa bersenjata yang pada saat ini kita sebut dengan istilah hukum humaniter14. Haryomataram membagi hukum humaniter ini menjadi 2(dua) bagian aturan pokok antara lain15: a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang / The Hague Laws ; b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat dari perang / The Geneva Laws; Sedangkan Mochtar Kususmaatmadja16 membagi hukum perang sebagai berikut : a. Jus ad bellum : hukum tentang perang, mengatur tentang hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ; 14 Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:5. 15 . Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 1994, hlm: 1. 16 . Mochtar Kusumaadmadja dalam buku Haryomataram, Hukum Humaniter, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm: 6. 12 b. Jus in bello : hukum yang berlaku dalam perang yang dibagi 2(dua) yakni : (i). Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) disebut juga dengan The Hague laws; (ii). Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang disebut juga The Geneva Laws Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hukum humaniter terdiri atas dua bagian pokok yakni The Hague Laws ( hukum Den Haag) dan The Geneva Laws (hukum jenewa). Perubahan istilah dari Law of war (hukum perang) menjadi Laws of armed conflict (hukum sengketa bersenjata) in terjadi karena penggunaan istilah ini tidak disukai oleh masyarakat internasional dengan mengingat peristiwa perang dunia ke II yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan Liga Bangsa-Bangsa saat itu juga melakukan upaya untuk menghindarkan terjadinya perang antar negaranegara di dunia. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan membentuk Liga Bangsa-Bangsa di dalam organisasi ini para anggota sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan dengan sepakat untuk tidak menggunakan jalan perang dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara. Beberapa ahli hukum internasional berusaha memberikan pengertian beserta ruang lingkup atas hukum humaniter, rumusan-rumusan tersebut antara lain: 13 a. Menurut Jean Pictet17 “International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for individual and his well being”( hukum humaniter internasional dalam arti luas berdasarkan semua ketentuan hukum internasional baik hukum tertulis maupun kebiasaan , dan menjamin penghormatan terhadap individu dan kesejahteraannya). b. Geza Herzegh18 “Part of the rules of public international law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and spirit being different”(bagian dari hukum internasional public yang digunakan sebagai perlindungan terhadap penduduk sipil maupun individu dalam masa konflik bersenjata. Dalam penerapannya harus benarbenar dilakukan pembedaan antara penduduk sipil dan para kombatan yang angkat senjata saat terjadi konflik). c. Mochtar Kusumaatmadja19 “Bagian dari hukum yang mengatur ketentuanketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri” d. Esbjorn Rosenbland20 17 . Pictet, the prisiple of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram, Ibid ., hlm: 18 . Geza Herzegh, Recent Problem of International Law, dalam Ibid ., hlm: 17 19 . Mochtar Kusumaatmadja dalam Pengantar Hukum Humaniter, Arlina Permanasari, hlm: 9 20 . Esbjorn Rosenbland dalam Ibid., 15 14 (i). The Law of Armed Conflict, berhubungan dengan: a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian; b. Pendudukan wilayah lawan; c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral; (ii). Law of Warfare, ini antara lain mencakup: a. Metoda dan sarana berperang; b. Status kombatan; c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan orang sipil. Berbeda dengan Herczegh, maka Rosenblad memasukkan dalam Hukum Humaniter, kecuali Hukum Jenewa, juga sebagian dari Hukum Den Haag, yaitu yang berhubungan dengan metoda dan sarana berperang21. Menurut Rosenblad, Hukum Perang inilah yang oleh ICRC disebut dengan “international humanitarian law applicable in armed conflict”. Dapat disimpulkan bahwa menurut Rosenblad, Hukum Humaniter identik dengan Hukum Perang, sedangkan Hukum Perang sendiri merupakan bagian dari Hukum Sengketa Bersenjata. d. Panitia tetap hukum humaniter22 “Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang”. 21 . http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, diakses pada 3 april 2013 pukul 11.53 WIB. 22 . Panitia Tetap Hukum Humaniter dalam Arlina Permanasari, Op.cit., hlm : 9 15 Dari beberapa pengeritan diatas dapat terlihat bahwa para ahli juga belum sepakat mengenai ruang lingkup dari hukum humaniter itu sendiri. Beberapa ahli seperti Jean Pictet menyatakan bahwa hukum humaniter mempunyai artian luas yakni menyangkut hukum jenewa, hukum Den Haag dan Hukum Hak Asasi Manusia sedangkan ahli lain menyatakan bahwa hukum humaniter dalam artian sempit yakni hanya hukum Jenewa itu sendiri. B. asas-asas utama dalam hukum humaniter internasional Hukum humaniter internasional yang merupakan cabang dari hukum internasional publik23 dan belum banyak dikenal oleh masyarakat namun keberadaannya dibutuhkan jika terjadi perang antar negara. Hukum humaniter ini memiliki 3 asas pokok yakni: a. Military Necessity ( asas kepentingan Militer) Berdasarkan asa ini maka para pihak yang bersengketa dibenarkan untuk menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang24. Asas ini juga dapat diartikan sebagai mengandung arti bahwa suatu pihak yang bersengketa (belligerent) mempunyai hak untuk melakukan setiap tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun sekaligus tidak melanggar hukum perang25. 23 . Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, PT. Raja grafindo persada: Jakarta, 24 . Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:11. hlm: 1. 25 . Dictionary of Military and Associated Terms, US Department of Defence, 2005, dapat diakses pada http://usmilitary.about.com/od/glossarytermsm/g/m3987.htm, diakses pada 12 april 2013 pukul 15.30 WIB. 16 Pelaksanaan asas kepentingan militer ini sering dijabarkan dengan adanya penerapan 2 (dua) prinsip yakni : (i) Limitation Principle (pembatasan) Prinsip pembatasan adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa, seperti adanya larangan penggunaan racun atau senjata beracun, larangan adanya penggunaan peluru dum-dum, atau larangan menggunakan suatu proyektil yang dapat menyebabkan luka-luka yang berlebihan dan penderitaan yang tidak perlu26. Prinsip pembatasan dicantumkan di dalam Pasal 22 dan 23 Hague Regulations(Lampiran dari Konvensi Den Haag IV, 1907, atau Regulasi Den Haag) yang menyatakan bahwa : Pasal 22 : The right of belligerents to adopt means of injuring the enemy is not unlimited.(hak dari Belligerents dalam menggunakan alat untuk melukai musuh adalah tidak tak terbatas) Pasal 23: In addition to the prohibitions provided by special Conventions, it is especially forbidden : (a) To employ poison or poisoned weapons; (b) To kill or wound treacherously individuals belonging to the hostile nation or army; (c) To kill or wound an enemy who, having laid down his arms, or having no longer means of defence, has surrendered at discretion; (d) To declare that no quarter will be given; 26 . http://arlina100.wordpress.com/2008/11/15/asas-asas-hukum-humaniter/, diakses pada 3 april 2013 pukul 14.30 WIB. 17 (e) To employ arms, projectiles, or material calculated to cause unnecessary suffering; (f) To make improper use of a flag of truce, of the national flag or of the military insignia and uniform of the enemy, as well as the distinctive badges of the Geneva Convention; (g) To destroy or seize the enemy's property, unless such destruction or seizure be imperatively demanded by the necessities of war; (h) To declare abolished, suspended, or inadmissible in a court of law the rights and actions of the nationals of the hostile party. A belligerent is likewise forbidden to compel the nationals of the hostile party to take part in the operations of war directed against their own country, even if they were in the belligerent's service before the commencement of the war.( Selain larangan yang diberikan oleh Konvensi khusus, terutama dilarang (a) Untuk menggunakan racun atau senjata beracun; (b) Untuk membunuh atau melukai individu yang setia pada negara yang saling bermusuhan atau tentara; (c) Untuk membunuh atau melukai musuh yang, telah meletakkan senjata, atau tidak memiliki lagi sarana pertahanan, telah menyerah pada kebijaksanaan; (d) Menyatakan kuartal tidak akan diberikan; (e) Untuk menggunakan senjata, proyektil, atau bahan yang diperhitungkan akan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu; (f) Untuk membuat penyalahgunaan bendera gencatan senjata, dari bendera nasional atau lambang militer dan seragam musuh, serta lencana khas dari Konvensi Jenewa; (g) Untuk menghancurkan atau merampas harta musuh, kecuali penghancuran atau penyitaan secara imperatif dituntut oleh kebutuhan perang; (h) Untuk mendeklarasikan dihapuskan, ditangguhkan, atau tidak dapat diterima di pengadilan hukum hak dan tindakan warga negara dari pihak yang bermusuhan. Sebuah berperang adalah juga dilarang untuk memaksa warga negara dari pihak yang bermusuhan untuk mengambil bagian dalam operasi perang yang ditujukan terhadap negara mereka sendiri, bahkan jika mereka berada dalam pelayanan berperang sebelum dimulainya perang.) 18 (ii). Proporsionalitas (Proposionally Principle). Adapun prinsip proporsionalitas menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan tidak berlebihan dalam kaitan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung yang dapat diperkirakan akibat dilakukannya serangan terhadap sasaran militer. Perlu ditegaskan bahwa maksud proporsional di sini bukan berarti keseimbangan.27 b. Humanity (Asas Perikemanusiaan) Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan dimana para pihak dilarang melakukan kekerasan yang dapat menimbulkan luka berlebihan ataupun penderitaan yang tidak perlu28 pada para korbannya. Seperti yang tercantum dalam Pasal 23 Hague Regulation yang menyatakan bahwa : “(e) To employ arms, projectiles, or material calculated to cause unnecessary suffering;” ((e) Untuk menggunakan senjata, proyektil, atau bahan yang diperhitungkan akan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu;) Dalam berperang melukai musuh, menembaki musuh ataupun membunuh musuh merupakan hal yang sah menurut hukum jika dilakukan oleh orang yang ikut serta dalam peperangan tersebut (Combatan) dan ditujukan kepada sasaran yang 27 28 . Ibid .Ibid 19 merupakan sasaran militer. Penggunaan senjata yang dapat menimbulkan luka atau penderitaan yang berlebihan atau tidak perlu ini yang menimbulkan asas ini, di dalam melakukan metode berperang, yaitu tetap memperlakukan manusia secara manusiawi baik ketika peperangan berlangsung, dan bahkan setelah suatu pihak menjadi korban. Dalam regulasi Den Haag III tahun 1907 sendiri telah mengatur larangan-larangan terhadap senjata ataupun jenis peluru dan peralatan perang lain yang dapat menimbulkan penderitaan yang tidak perlu29 c. Chivalry ( Asas Kesatriaan) Dalam asas ini mengandung arti bahwa dalam setiap peperangan, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang digunakan30. Dalam konvensi Den Haag Ke III 1907 banyak yang menerapkan asas ini antara lain bahwa perang tidak akan dimulai jika tidak ada pemberitahuan atau peringatan yang jelas sebelumnya(Pasal 1) (previous and explicit warning), baik dalam bentuk pernyataan perang (declaration of war) beserta alasannya, atau suatu ultimatum perang yang bersyarat (ultimatum with conditional declaration of war). Pada dasarnya keberadaan Hukum Humaniter bukan melegalkan perang karena perang merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Namun tujuan dari hukum humaniter adalah untuk : (i) memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil ataupun para kombatan yang tidak ikut lagi dalam perang dari penderitaan yang 29 . Ibid ; 30 . Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm: 11. 20 tidak perlu, (ii) menjamin hak asasi manusia yang merupakan hak manusia yang paling fundamental bagi mereka yang jatuh ketanggan musuh. Parpa kombatan yang jatuh ketangan musuh hasrus diperlakukan sebagai tawanan perang yang berhak dilindungi ataupun dirawat. C. sumber hukum humaniter internasional Sumber hukum humaniter internasional tidak dapat terlepas dari sumber hukum internasional yang terdapat dalam Pasal 38 ayat 1 statuta Mahkamah Internasional. Sumber hukum dalam hukum humaniter merupakan konvensi-konvensi yang di tandatangani oleh negara-negara peserta yang mengikatkan diri di dalamnya. Hukum humaniter terdiri dari Hukum Jenewa yang mengarur mengenai masalah perlindungan korban perang dan penduduk sipilnya serta Hukum Den Haag yang mengatur mengenai cara dan alat berperang. a. Hukum Den Haag Merupakan hukum humaniter yang mengatur mengenai bagaimana, cara dan alat perang yang digunakan. Dalam konvensi Den Haag ada 2 konfrensi yang dilakukan yakni pada tahun 1899 yang kemudian disempurnakan pada tahun 1907, konvensi-konvensi ini disebut dengan hukum Den Haag yang mengatur mengenai cara dan alat yang digunakan saat perang31.konfrensi yangberakhir pada juli 1899 menghasilkan 3 (tiga) konvenan yakni : (i). konvensi I tentang Penyelesaian Damai 31 . Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, PT.RajaGrafindo Persada: Surabaya, hlm: 46. 21 persengketaan Internasional; (ii). Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat; (iii). Konvensi III tentang Adaptasi asas-asas Konvensi Jenewa tanggal 22 agustus 1864 tentang hukum perang dilaut. Dalam Hukum Den Hag ini ada 2(dua) hal penting yang dihasilakan yakni : (i). cara dan alat tertentu dilarang digunakan untuk berperang, (ii). Adanya Martens Clause. b. Hukum Jenewa Merupakan sumber hukum humaniter yang mengatur mengenai korban perang dan hukum Jenewa ini terbagi dalam 4 konvensi yakni : (i). Konvensi Jenewa I tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit, (ii). Konvensi Jenewa II tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang laut yang luka,sakit dan korban karam, (iii). Konvensi Jenewa III tahun 1949 mengenai perlakuan tawanan perang, (iv) Konvensi Jenewa IV mengenai perlindungan orang-orang sipil waktu perang. Kumpulan konvensi Jenewa 1949 ini biasa disebur dengan hukum Jenewa, yang berbeda dengan hukum Den Haag yang mengatur cara dan alat berperang namun hukum Jenewa ini mengatur mengenai perlindungan mereka yang menjadi korban perang . Ada beberapa hal yang penting dalam konvensi jenewa ini diatur yakni : (i). konvensi Jenewa 1949 selain mengatur perang yang bersifat internasional juga mengatur mengenai perang/konflik bersenjata yang bersifat non internasional, yaitu perang, konflik bersenjata yang terjadi diwilayah salah satu negara pihak peserta agung antara pasukannya dengan pasukan bersenjata pemberontak, (ii). Dalam konvenan ini terdapat ketentuan-ketentuan yang berlaku utama (common articles), 22 yakni ketentuan yang dianggap sangat penting sehingga dicantumkan dalam keempat buku dengan perumusan yang sama32. D. Distinction Principle (Prinsip Pembedaan) Asas Pembedaan atau Distinction Principle merupakan asas yang penting pula dalam hukum preang, Karena dalam asas ini diatur pembedaan antara orang yang aktif turut serta dalam perang (Combatant) atau penduduk sipil yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata (Civilian)33. Adanya asas ini diperuntukkan untuk mengetahui siapa saja yang boleh turut serta ataupun yang terlibat secara langsung dalam perang sehingga boleh dijadikan sasaran ataupun objek kekerasan dan memisahkan dengan mereka yang tidak terlibat atau turut serta dalam peperangan sehingga tidak diperkenankan untuk menjadi sasaran ataupun objek kekerasan. Pengaturan mengenai Prinsip Pembedaan ini pada awalnya diatur dalam Hukum Den Haag 1907 kemudian disempurnakan dalam konvensi Jenewa 1949 dan dimasukkan juga dalam protokol tambahan 1977. 2. Non-internasional armed conflict Pengaturan mengenai sengketa bersenjata internasional di atur dalam Protokol Tambahan I dan II yang merupakan pelengkap dari konvensi Jenewa 194934. Protokol Tambahan I atau Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 32 . Ibid ; Hlm 48. 33 . Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, International Committee of Red Cross: Jakarta, hlm: 73. 34 . Ibid , hlm 129. 23 August 1949 and Relating to the Protection of Victims Of International Armed Conflict mengatur mengenai konflik bersenjata yang bersifat Internasional sedangkan Protokol tambahan II mengatur mengenai konflik bersenjata noninternational armed conflict35. Dalam hukum internasional terdapat perbedaan mendasar mengenai International Armed Conflict dan Non-International Armed Conflict, perbedaan tersebut terletak pada status hukum para pihak yang bersengketa. Dalam International Armed Conflict pihak yang bersengketa memiliki status hukum yang sama yaitu keduanya adalah Negara (state) sedangkan Non-International Armed Conflict ada perbedaan status antara pihak yang bersengketa, pihak yang satu berstatus Negara (state) sedangkan pihak yang lain berstatus non-state entity. Dalam hal NonInternational Armed Conflict dapat dilihat bahwa terjadi peperangan antara angkatan bersenjata dengan kelompok bersenjata yang terorganisir dalam suatu wilayah negara36 atau juga dapat diartikan bahwa faksi-faksi bersenjata dalam suatu Negara saling bertempur tanpa intervensi dari ankatan bersenjata pemerintahan yang sah. Beberapa ahli dalam hukum Internasional menyampaikan pendapatnya mengenai Non- International Armed Conflict antara lain: a). Dieter Fleck menyatakan bahwa Non- International Armed Conflict is a confrontation between the existing governmental authority and group of person subordinate to his authority which is carried out with arms within national territory and reaches the magnitude of an armed riot or civil war (konflik bersenjata Non-Internasional adalah konfrontasi/pertikaian antara pemerintahan yang sah dengan kelompok 35 . GPH Haryomataram, Bunga Rampai Hukum Humaniter, Bumi Nusabtara Jaya:Jakarta, 2005, hlm: 19. 36 . Arlina Permanasari, op. cit., hlm: 139. 24 grup yang terjadi dalam wilayah negara tersebut yang mengakibatkan kerusushan bersenjata atau perang saudara) Non- International Armed Conflict dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa menegaskan dengan menggunakan istilah Armed Conflict Not on an International Character, namun lebih lanjut Konvensi Jenewa tidak memberikan penafsiran lebih lanjut mengenai istilah tersebut, sehingga penfsiran Pasal 3 konvensi ini menjadi sangat luas. Dalam Pasal 3 Konvenasi Jenewa menyatakan bahwa: ”In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions: 1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons: a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture; b) taking of hostages; c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment; d) the passing of sentences and the carrying out of executions without previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized peoples 2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or part of the other provisions of the present Convention. 25 The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurangkurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orang-orang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lain yang serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan di tempat-tempat apapun juga : (a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan; (b). penyanderaan; (c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat; (d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab. (2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lain dari Konvensi ini. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”. Dari rumusan Pasal 3 diatas tidak secara tegas mencantumkan secara langsung mengenai penafsiran mengenai Non-International Armed Conflict atau Armed Conflict Not on an International Character namun dalam Commentary dari konvensi ini para ahli menyepakati syarat-syarat konvensi Jenewa dapat di aplikasikan kedalam keadaan konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional. 26 Berbeda dengan konvensi Jenewa Protokol tambahan II ayat 1 telah menggunakan istilah Non-International Armed Conflict untuk setiap jenis konflik bersenjata yang bukan merupakan konflik bersenjata internasional. Namun dalam protokol tambahan I ini juga tidak memberikan pengertian mengenai istilah NonInternational Armed Conflict. Dalam Commentary protokol tambahan I menyatakan bahwa protokol tidak mampu memberikan definisi mengenai Non-International Armed Conflict karena mengingat bahwa konflik seperti ini beraneka ragam dan sudah berkembang sejak 1949, maka telah diusahakan untuk merumuskan ciri khusus dari konflik ini. Ciri yang nampak adalah adanya permusuhan antara angkatan bersenjata dari pemerintahan yang sah dengan kelompok bersenjata yang terorganisir di dalam wilayah suatu negara atau adanya faksi-faksi dalam suatu negara yang bermusuhan tanpa intervensi dari angkatan bersenjata dari pemerintahan yang sah.37 3. Humanitarian Assistance A. Pengertian dan Prinsip Humanitarian Assistance Humanitarian Assistance adalah segala bentuk bantuan bagi para korban bencana maupun keadaan darurat lainnya38Dalam pelaksanaan humanitarian assistance kepada para korban harus mempergunakan tiga prinsip utama dalam pemberian bantuan kemanusiaan yaitu: 37 . Arlina Permanasari, loc. Cit. . NN, GA/RES/46/182 Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency Assistance of the United Nations, http://www.un.org/Depts/dhl/resguide/r46.htm, diakses pada 10 Oktober 2012. 38 27 a). Humanity Merupakan prinsip yang menyetakan bahwa dalam setiap pemberian bantuan kemanusian harus selalu konsisten dan bantuan itu harus diberikan kepada penduduk sipil yang menjadi korban dan hak-hak dasarnya dirampas akibat konflik bersenjata, bencana alam dan keadaan gawat lainnya yang terjadi dalam negaranya. Oleh karena itu penggunaan prinsip ini dilanggar ketika bantuan kemanusian itu diberikan untuk mendukung baik secara langsung atau tidak langsung salah satu pihak yang bersengketa39. Kepatuhan terhadap asas ini dapat dilihat dari bagaimana bantuan ini disalurkan kepada pihak-pihak yang bersengketa tanpa membedakan. Selain itu pihak yang bersengketa harus menghormati keberadaan bantuan kemanusiaan serta para pekerja kemanusiaan yang turut serta di dalamnya. Dari prinsip ini dapat disimpulakan bahwa prinsip Humanity adalah prinsip utama dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan bersifat tidak membedabedakan penduduk sipil dari pihak-pihak yang bersengketa yang menjadi korban dalam peperangan, bencana alam maupun keadaan darurat lainnya. b). Impartiality prinsip ini menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan itu tidak boleh adanya keberpihakan dan bantuan ini harus di berikan tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun serta harus proporsional dengan kebutuhan penduduk. Ada tiga unsure penting dari prinsip Impartiality yaitu: 39 . Ruth Abril Stoffels, Legal regulation of humanitarian assistance in armed conflict:Achievements and gaps, IRRC journal, Vol. 86, hal. 539. 28 1). Non-discrimination, dalam pememberian bantuan kemanusiaan para pekerja kemanusiaan tidak diperbolehkan untuk memperlakukan penduduk sipil dengan membeda-bedakan mulai dari jenis kelamin, ras,agama,suku, agama maupun asal-usul kebangsaan para korban; 2). Proportionality, pemeberian bantuan kemanusiaan harus proporsional dan di sesuaikan dengan kebutuhan penduduk sipil yang menjadi korban dalam sengketa para pihak; 3). Subjective kemanusiaan Distinctions40, juga tidak dalam diperbolehkan pemberian untuk bantuan membedakan pemberian bantuan berdasarkan status hukum korban. c). Neutrality pemberian bantuan kemanusian harus bersifat netral. Sifat netral dari bantuan kemanusian yang dilakukan adalah dengan hanya memberikan bantuan kemausiaan kepada warga sipil. Dalam hukum humaniter ada prinsip umum yaitu prinsip pembedaan yaitu prinsip yang dilakukan untuk membedakan kombatan dengan civilian hal ini juga dilakukan agar dalam pemberian bantuan kemanusiaan yang dilakukan dapat dibedakan orangorang yang masih ikut mengangkat senjata sebagai kombatan dan orangorang yang sudah tidak lagi turut dalam sengketa terdebut. Hal ini juga untuk memberikan kemudahaan kepada para pekerja kemanusiaan guna 40 . Kate Mackintosh, HPG Report: The Principles of Humanitarian Action in International Humanitarian Law, 2000, HPG Publication: London, hlm: 8. 29 menyalurkan bantuannya. Dalam konvensi Jenewa ke IV yang mengatur mengenai perlindungan terhadap para penduduk sipil saat terjadi peperangan, menyatakan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memberikan atau membuka akses kepada bantuan kemanusiaan untuk warga sipil yang menjadi korban dalam konflik atau sengketa tersebut dengan tetap melalui control negara yang bersengketa. B. Dasar Hukum Pemberian Humanitarian Assistance Dalam pemberian humanitarian assistance terhadap negara yang sedang mengalami konflik baik non-internasional armed conflict maupun international armed conflict, baik negara, organisasi internasional maupun internasional nongovernment organitation( INGO) harus memiliki dasar hukum dalam melakukan segala tindakan yang akan mereka ambil dalam pemberian bantuan terhadap negara yang mengalami konflik. Dalam Universal Declaration of Human Right telah dinyatakan bahwa adanya perlindungan terhadap semua hak dan kebebasan tanpa pengecualian baik dari warna kulit, ras, suku, agama, jenis kelamin, bahasa, hak milik, politik, pandangan, asal-usul kebangsaan, kependudukan, maupun kedudukan lainnya41. Ini merupakan dasar dari perlindungan kepada setiap orang yang di tetapkan bersama masyarakat internasional. Pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap individu tertuang pula dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Pasal 2 ( 4 dan 5 ) yang merupakan tujuan dari 41 perserikatan bangsa-bangsa agar bangsa-bangsa dapat . Pasal 2 Universal Declaration of Human Right http://www.un.org/en/documents/udhr/, diakses pada 27 mei 2013 pukul 10.47WIB. hidup (UDHR), 30 berdampingan dan menjaga perdamaian dunia. Dua aturan dalam konvenan ini dirasa memang masih terlalu umum, namun Perserikatan bangsa-bangsa melalui organorgan inti yang ada di dalamnya membnetuk resolusi khusus mengenai perlindungan dan pemberian humanitarian assistance kepada negara yang sedang mengalami konflik yang banyak rakyat dan penduduk sipilnya menjadi korban dari konflik tersebut. General Assembly dalam resolusi 46/182 mengenai strengthening of the coordination of humanitarian emergency assistance of the united nations dalam resolusi ini dengan jelas dinyatakan bahwa negara-negara di dunia mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan jika terjadi konflik dalam suatu negara yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia internasional. Resolusi dari majelis umum ini sering digunakan sebagai dasar negara ataupun organisasi internasional yang ingin memberikan bantuan kemanusian. Dalam Konvensi Jenewa ke IV tentang perlindungan orang-orang sipil diwaktu perang dalam Pasal 10 menyatakan : “The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of civilian persons and for their relief.”( ketentuan-ketentuan konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi kegiatan perikemanusiaan yang mungkin diusahakan oleh komite palang merah internasional atau tiap organisasi humaniter lain yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong tawanan perang selama kegiatannya mendapat persetujuan para pihak dalam sengketa yang bersangkutan) Dari Pasal ini telah jelas dinyatakan bahwa para penduduk sipil ataupun combatant yang telah tidak mengangkat senjata berhak mendapat perlindungannya. 31 Selain Pasal 10 Konvensi Jenewa IV yang mengatur perlindungan pada penduduk sipil pada saat terjadi sengketa bersenjata internasional, Pasal 3 Konvensi ini juga mengatur mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban sengketa saat terjadi Non-Internasional Armed Conflict di wilayah negara tersebut. C. Pihak yang Dapat Memberikan Humanitarian Assistance Sesuai dengan tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara keamanan dan perdamaian internasional maka seluruh negara anggota dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengusahakan terwujudnya cita-cita dan tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ini. Salah satu cara dalam membantu Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan tujuannya adalah adanya kewajiban dari negaranegara anggota untuk membantu dalam pemberian humanitarian assistance kepada negara-negara yang sedang berkonflik. Sebenarnya pemberian Humanitarian Assistance ini tidak hanya kewajiban dari negara-negara di dunia yang menjadi anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun ada juga entitas lain yang diperbolehkan dalam pemberian Humanitarian Assistance kepada negara yang sedang bersengketa, beberapa entitas tersebut antara lain : a). United Nations (UN) merupakan organisasi internasional yang beranggotakan sebagian besar negaranegara di dunia. Sebagai organisasi yang besar Perserikatan bangsa-bangsa mempunyai organ-organ inti yang membantu jalannya organisasi ini. Perserikatan 32 Bangsa-Bangsa mempunyai 6 organ inti yang mempunyai tugas dan fungsi masingmasing dalam membantu terwujudnya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, organ inti dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : (i). Dewan Keamanan(Security Council), (ii). Majelis Umum (General Assembly), (iii). Sekertariat (the Secretariat), (iv). Dewan Ekonomi dan Sosial (the economic and social Council), (v). Dewan Perwakilan (trusteeship Council), (vi). Mahkamah Internasional (The International Court of justice). dalam hal pemberian humanitarian assistance organ inti dari perserikatan bangsa-bangsa ini tidak bekerja sendirian, organ inti ini dibantu oleh special agents yang dimiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempunyai keterkaitan langsung pemberian bantuan kemanusian kepada negara yang sedang berkonflik ataupun yang bersengketa. Ada beberapa special agents yang dimiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membatu dalam pemberian bantuan kemanusiaan, antara lain: (i). United Nations Children’s Fund (UNCEF) merupakan salah satu special agents dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bekerjasama dengan badan lainnya untuk membangun kembali kebutuhan dasar para korban seperti tersediannya air,sanitasi, pembangunan sekolah, obat-obatan, dan jasa kesehatan lain untuk para korban42, tidak hanya itu UNCEF juga berperan dalam perlindungan terhadap anakanak korban konflik. (ii). United Nations Development Programme (UNDP) merupakan special agents dari pererikatan Bangsa-Bangsa yang membantu meringankan penderitaan 42 . NN, Basic Facts About The United Nations, 1998, Published by the United Nations Department of Public Information, hlm: 257. 33 para korban terutama korban bencana alam mulai dari pencegahan dan saat bantuan setelah bencana itu terjadi. Jika bencana telah terjadi UNDP dapat bekerjasama dengan badan-badan local di negara yang terkena bencana itu agar memudahakan dalam penyaluran bantuan dan koordinasi di wilayah bencana tersebut. (iii). World Food Programme (WFP)43 badan ini membatu para korban bencana alam maupun korban perang / konflik yang terjadi di suatu negara khusus pada bidang pangan, termasuk bantuan kepada para pengungsi dan penggungsi dalam negeri. Badan ini sudah bekerja sejak dua decade dan pada saat ini sudah memberikan bantuan kemanusian kepada hampir 80% negara-negara yang berkonflik.World Food Programme (WFP) tidak bekerja sendiri dalam pemberian bantuan kemanusiaan dalam bidang pangan namun di bantu atau juga bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO) untuk meningkatkan kesejahteraan para korban konflik atau pun bencana alam. Dengan adanya kerjasama dua organ ini lebih memudahkan dalam pemberian bantuan kemanusiaan terutama dalam bidang pangan sehingga mampu membantu meringankan penderitaan dari para masyarakat sipil yang menjadi korban pertikaian bersenjata dinegaranya. (iv). World Health Organization (WHO) badan ini berfokus pada bantuan bidang kesehatanyang di butuhkan para korban sengketa. WHO juga peduli dengan penyakit menular yang mungkin menjangkit pada masa konflik seperti HIV/AIDS, bantuan yang diberikan oleh WHO biasanya berbentuk Imunisasi, distribusi obat- 43 . Ibid., hlm: 259. 34 obatan, penanganan kesehatan mental para korban, juga mengatasi penyakit malaria dan pes yang mungkin menjangkit para korban pada masa perang/konflik. (v). United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurursi masalah penggunsi. Badan ini membantu para penggungsi yang terpaksa keluar dari negaranya karena konflik, rasa takut, perbedaan pandangan politik, ras, agama dan perbedaan keanggotaan dalam suatu kelompok dalam negara tersebut. Tugas utama dari UNHCR adalah menjamin penghormatan bagi para penggungsi, hak asasi manusia termasuk kemampuan mereka untuk mencari suaka dan juga untuk memastikan bahwa para penggungsi tidak dikembalikan secara paksa ke negara dimana mereka memiliki alasan takut akan penganiayan ataupun akan menjadi korbanm kekerasan.44 (vi). United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Merupakan badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berada di bawah General Assembly dengan resolusi General Assembly 48/182. Awal pembentukannya di tujukan untuk membantu mobilisasi dan koordinasi agar penyaluran bantuan kemanusiaan lebih efektif dengan berkoordinasi dengan Non-Governmental Organization (NGO) lokal dengan International Non-Governmental Organization (INGO) internasional yang akan menyalurkan bantuannya45. Dalam tugasnya OCHA 44 . Ibid., hlm: 261 45 . http://www.unocha.org/about-us/who-we-are, diakses pada 4 Maret 2012 pukul 17.30WIB 35 membatu Dewan Keamanandan majelis umum serta organ di dalamnya yang hendak menyelurkan bantuannya kepada negara dimana terjadi konflik atau perang. b). Europian Union (EU) Merupakan organisasi regional yang dimiliki oleh kawasan eropa yang tahapan yang dilalui Uni Eropa untuk menjadi seperti sekarang ternyata melalui proses yang cukup panjang, dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community (Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut yaitu : Denmark, Irlandia, Inggris, Yunani, Spanyol, Portugis. Penambahan jumlah anggota dalam EC menuntut kerja sama yang kompleks untuk mengurangi perbedaan antar anggota dalam konteks ekonomi. EC juga semakin memainkan peran yang penting pada 28 Februari 1986 yang diratifikasi oleh semua anggota pada 21 Maret 1987.46 Peristiwa runtuhnya Tembok Berlin diikuti penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur, demokratisasi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur, disintegrasi Uni Soviet mendorong negara-negara Eropa mengubah interaksi dengan mempererat hubungan dan menegosiasikan traktat baru yang pokok-pokoknya utamanya disetujui pada 9-10 Desember 1991. Puncaknya, lahirlah The Treaty on European Union. 46 Baca Nuraeni, dkk, hlm: 137-143 36 Sebagai tambahan, EU dalam rangka perlu adanya kontrol hukum, dimana agar terjadi kesesuain peraturan di tingkat Eropa dibentuklah Pengadilan Eropa (European Court of Justice/ECJ. Pengadilan Eropa bertugas menilai legalitas interpretasi pengadilan nasional terhadap isi suatu peraturan Eropa.47 Selain pengadilan Eropa, EU juga membentuk Pengadilan HAM Eropa (The European Court of Human Righst) yang berwenang memeriksa pengaduan individu dan pengaduan antar negara. Pengadilan HAM Eropa ini berkedudukan di Strasbourg, Perancis. Europian Union juga mempunyai lembaga untuk pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara yang sedang mengalami konflik. badan bentukan dari uni eropa ini adalah European Community Humanitarian Office (ECHO) yang memberikan bantuan kemanusiaan tidak hanya untuk para korban bencana alam tapi juga pada para korban perang. Badan ini tidak bekerja sendiri tapi juga menjalin kerjasama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Non-Governmental Organisations. c. International Non-Governmental Organization (INGO) salah satu subjek dalam Hukum Internasional yang baru di akui adalah International Non-Governmental Organization (INGO). INGO yang diakui keberadaannya adalah yang mempunyai Legal Personality48 Dengan adanya legal 47 Lihat Kedudukan Uni Eropa sebagai Subjek Hukum Internasional, oleh Peni Susetyorini .Reparation for injuries suffered in the service of the United Nations Case, Advisory Opinion, I.C.J. Reports 1949; Lihat D.J. Harris, International Law; Cases and Materials, London Sweet & Maxwell, 5th Edition, 1998, hlm 132-139, atau baca “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.hlm 53. 48 37 personality maka organisasi tersebut adalah subjek hukum internasional dan memiliki kapabilitas untuk memiliki hak dan kewajiban internasional dalam tataran internasional termasuk merumuskan hukum serta menegakkannya melalui mekanisme peradilan internasional. Attribusi inilah yang membedakan organisasi internasional dengan institusi atau lembaga internasional lainnya yang hanya mampu menggunakan lembaga tersebut secara fungsional melalui negara-negara anggotanya yang hanya berjumlah puluhan. Dengan kata lain, hukum internasional memiliki indikator tersendiri untuk memilih organisasi mana yang harus diperhatikan sebagai organisasi internasional dan mana yang hanya merupakan kumpulan negara-negara saja.49 Tidak semua organisasi internasional atau regional serta-merta dianggap sebagai subjek hukum dan bisa melakukan aktivitasnya seperti negara pada umumnya. Menurut Teuku M. Rudi dalam bukunya berjudul Administrasi dan Organisasi Internasional, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh organisasi internasional atau regional untuk memiliki legal personalities sendiri, yaitu: 1. Merupakan himpunan (keanggotaan) negara-negara yang bersifat tetap (permanen), serta dilengkapi dengan struktur organisasi yang lengkap. Dengan kata lain, bukan sekedar komite ad-hoc yang biasanya berfungsi hanya sementara atau dalam jangka waktu tertentu 49 “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.hlm: 53. 38 2. Memilik perbedaan, dalam hal kewenangan hukum dan tujuan organisasi, antara organisasi tersebut dengan negara anggota 3. Adanya kewenangan hukum organisasi itu yang dapat diterima (oleh pihak lain) serta diterapkan dalam melaksanakan kegiatan pada ruang lingkup internasional, bukan sekedar kegiatan dalam lingkup nasional salah satu atau masing-masing anggotanya. Dengan kata lain, diakui sebagai satuan atau entitas tersendiri (bukan sekedar pengelompokan beberapa negara) dalam transaksi atau hubungan dengan pihak lain. Syarat di atas masih harus dilengkapi dengan: 1. Kemampuan mengadakan perjanjian (the treaty making power); 2. Adanya hak dan kewenangan secara hukum untuk memiliki aset-aset berupa barang, modal, bangunan, peralatan (milik organisasi), serta status khusus bagi personalia yang diberi kepercayaan atau amanat; 3. Kemampuan mengajukan tuntutan (claim) terhadap negara anggota dan juga negara bukan anggota, jika terjadi hal yang merugikan organisasi; 4. Locus standi untuk mengajukan perkara ke pengadilan internasional dan berdasarkan jurisdiksi internasional; 5. Adanya perlindungan fungsional terhadap staf dan personalia; 6. Hak organisasi yang disertai pengakuan/penerimaan oleh negara atau organisasi lain untuk mengirim perwakilan dalam menghadiri berbagai konferensi internasional yang bersangkutan; 39 Legitimasi bahwa organisasi internasional regional50 mempunyai ‘legal personality’ diperkuat oleh J.G Starke dalam bukunya ‘Pengantar Hukum Internasional Bagian ke-2’ pada pembahasan ‘juridicial personality’nya PBB, Selain Charter PBB, konstitusi lembaga-lembaga internasional lainnya, baik umum maupun regional, memuat ketentuan yang serupa dengan Pasal 104 Charter atau Pasal 1 Konvensi tentang Privilege-Privilege dan Imunitas-imunitas PBB. Sesuai dengan opini nasihat International Court of Justice, yang telah dikemukakan di atas, sebagian besar lembaga-lembaga ini memiliki personalitas hukum internasional. Dalam Pasal 47 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional 1944, yang menetapkan kapasitas hukum dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), “State such legal capacity as may be necessary for the performance of its functions. Full juridical personality shall be granted wherever compatible with the constitution and laws of the State concerned.”51 Rumusan dalam Pasal ini tampaknya membiarkan negaranegara peserta perjanjian tetap bebas untuk memberikan atau mencabut personalitas hukum apabila hukum nasionalnya mengizinkan tindakan demikian, namun ketentuan-ketentuan yang sama dalam sejumlah besar konstitusi badan-badan internasional mengikat negara-negara sepenuhnya untuk mengakui personalitas tersebut”52 50 ASEAN sebagai salah satu organisasi regional di dunia khusus kawasan Asia Tenggara 51 Pasal 47 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Chicago, 7 Desember 1944), “Organisasi harus menikmati dalam wilayah setiap negara peserta perjanjiannya kapasitas hukum yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsinya. Personalitas yuridis penuh harus diberikan apabila sesuai dengan konstitusi dan hukum dari negara-negara terkait” 52 J.G. Starke.Op.Cit, hlm.804-805. 40 D. Humanitarian Assistance Theory Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat tidak dapat lepas dari situasi konflik baik yang bersifat individu maupun dengan eskalasi yang lebih luas antar masyarakat atapun pemerintah dengan masyarakat. Perbedaan pandangan atau prinsip merupakan hal yang sering melatar belakangi terjadinya konflik. untuk hubungan antara masyarakat dalam satu wilayah negara dengan pemerintahan dinegara tersebut terjadinya konflik biasanya adanya perbedaan pandangan, perbedaan prinsip antara apa yang di inginkan masyarakat dengan tindakan yang diambil oleh pemerintah. Dalam hukum humaniter internasional konflik atau sengketa yang terjadi antar para pihak dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. International Armed Conflict (konflik bersenjata internasional) b. Non-International Armed Conflict (konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional) Pembedaan terhadap konflik diatas didasarkan pada perbedaan subjek hukum pada saat terjadinya konflik tersebut. dalam konflik bersenjata internasional pihak yang bersengketa adalah antar subjek hukum internasional sedangkan dalam konflik bersenjata yang tidak bersiat internasional subjek yang bersengketa biasanya antara 41 angkatan bersenjata pemerintahan yang sah dengan kelompok bersenjata yang terorganisir (Organized Armed Groups)53. Baik koflik yang bersifat internasional ataupun konflik yang tidak bersifat internasional, penduduk atau masyarakat sipil akan menjadi korban dalam konflik tersebut. negara sebagai subjek hukum internasional mempunyai kewajiban untuk melakukan perlindungan terhadap para penduduk sipil baik dalam situasi damai maupun situasi konflik. terutama pada masa perang atau konflik perlindungan terhadap masyarakat sipil diatur dalam Convention IV relative to the protection of civilian persons in time of war (Konvensi Jenewa ke IV mengenai perlindungan orang-orang sipil diwaktu perang ), dalam Pasal 3 yang disebut juga Common Article menyatakan bahwa : ”In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions: 1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons: a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture; b) taking of hostages; 53 . Arlina permanasari, 1999, Pengatar Hukum Humaniter, miamita print: jakarta , hlm: 143. 42 c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment; d) the passing of sentences and the carrying out of executions without previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized peoples 2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or part of the other provisions of the present Convention. The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orangorang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lain yang serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan di tempat-tempat apapun juga : (a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan; (b). penyanderaan; (c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat; (d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab. (2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari 43 ketentuan lain dari Konvensi ini. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”. Dalam Pasal 10 juga dinyatakan bahwa: ”The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of civilian persons and for their relief.” (ketentuan-ketentuan pada Konvensi ini tidak merupakan penghalan bagi kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang mungkin diusahan oleh komite palang merah internasional atau tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong tawanan perang selama kegiatan tersebut mendapat persetujuan pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan) Kedua Pasal di atas telah menjelaskan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh pemerinatah ataupun organisasi internasional humaniter. Bantuan kemanusiaan atau Humanitarian Assistance diberikan kepada para penduduk sipil dikarenakan hilangnya penghormatan terhadap hak-hak individu dalam suatu negara yang sedang dilanda konflik, kebanyakan pemerintahan negara dengan menggunakan aparatur negara menjadikan rakyat atau masyarakatnya sebagai korban tidak melindungi hak-hak mereka atau pemerintahan suatu negara tidak mampu menghentikan kekerasan yang terjadi pada rakyat atau warga negaranya.54 54 . Steven P. Lee, 2010, Humanitarian Intervention-eight theory, http://www.diametros.iphils.uj.edu.pl/pdf/diam23lee.PDF, diakses pada 12 mei 2013 pukul 08.42 WIB. 44 Henry shue menyatakan bahwa55 : “Humanitarian intervention is generally treated as an exception to the nonintervention principle, which requires us to respect the integrity of a foreign country and not to interfere in matters of domestic jurisdiction”(bantuan kemanusiaan merupakan pengecualian dari prinsip non-intervensi terhadap teori kedaulatan suatu negara, yang mengharuskan kita untuk menghormati integritas negara asing dan tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri) Masuknya intervensi kemanusiaan dalam suatu negara yang sedang terjadi konflik bertujuan untuk membantu para penduduk atau warga negara yang menjadi korban dari adanya kekerasan atau konflik di negara tersebut. Humanitarian Assistance yang merupakan usaha baik dari pemerintah atau organ PBB dan Non Internasional Organization untuk meringankan dan mengembalikan martabat dari para korban perang yang sebagian besar merupakan penduduk sipil56. Humanitarian Assistance adalah bantuan yang diberikan kepada para korban konflik yang terjadi dalam satu wilayah negara dan dilakukan oleh badan atau organisasi kemanusiaan yang bersifat netral dari perang tersebut. Pemberian humanitarian assistance dapat diberikan oleh beberapa pihak antara lain: a). United Nations (UN) merupakan organisasi internasional yang beranggotakan sebagian besar negaranegara di dunia. Sebagai organisasi yang besar Perserikatan bangsa-bangsa mempunyai organ-organ inti yang membantu jalannya organisasi ini. Perserikatan 55 . Ibid,. hlm: 25. 56 . http://www.nceeer.org/Programs/Carnegie/Reports/Hnikoghosyan_Final_NCEEER.pdf, hlm: 22, diakses pada 20 mei 2013 pukul 12.14WIB 45 Bangsa-Bangsa mempunyai 6 organ inti yang mempunyai tugas dan fungsi masingmasing dalam membantu terwujudnya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, organ inti dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : (i). Dewan Keamanan(Security Council), (ii). Majelis Umum (General Assembly), (iii). Sekertariat (the Secretariat), (iv). Dewan Ekonomi dan Sosial (the economic and social Council), (v). Dewan Perwakilan (trusteeship Council), (vi). Mahkamah Internasional (The International Court of justice). dalam hal pemberian humanitarian assistance organ inti dari perserikatan bangsa-bangsa ini tidak bekerja sendirian, organ inti ini dibantu oleh special agents yang dimiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempunyai keterkaitan langsung pemberian bantuan kemanusian kepada negara yang sedang berkonflik ataupun yang bersengketa. b). Europian Union (EU) Merupakan organisasi regional yang dimiliki oleh kawasan eropa yang Tahapan yang dilalui Uni Eropa untuk menjadi seperti sekarang ternyata melalui proses yang cukup panjang, dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community (Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut. 46 Europian Union juga mempunyai lembaga untuk pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara yang sedang mengalami konflik. badan bentukan dari uni eropa ini adalah European Community Humanitarian Office (ECHO) yang memberikan bantuan kemanusiaan tidak hanya untuk para korban bencana alam tapi juga pada para korban perang. Badan ini tidak bekerja sendiri tapi juga menjalin kerjasama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Non-Governmental Organisations. d. International Non-Governmental Organization (INGO) salah satu subjek dalam Hukum Internasional yang baru di akui adalah International Non-Governmental Organization (INGO). INGO yang diakui keberadaannya adalah yang mempunyai Legal Personality57 Dengan adanya legal personality maka organisasi tersebut adalah subjek hukum internasional dan memiliki kapabilitas untuk memiliki hak dan kewajiban internasional dalam tataran internasional termasuk merumuskan hukum serta menegakkannya melalui mekanisme peradilan internasional. Atribusi inilah yang membedakan organisasi internasional dengan institusi atau lembaga internasional lainnya yang hanya mampu menggunakan lembaga tersebut secara fungsional melalui negara-negara anggotanya yang hanya berjumlah puluhan. Dengan kata lain, hukum internasional memiliki indikator 57 .Reparation for injuries suffered in the service of the United Nations Case, Advisory Opinion, I.C.J. Reports 1949; Lihat D.J. Harris, International Law; Cases and Materials, London Sweet & Maxwell, 5th Edition, 1998, hlm 132-139, atau baca “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.Hlm : 53. 47 tersendiri untuk memilih organisasi mana yang harus diperhatikan sebagai organisasi internasional dan mana yang hanya merupakan kumpulan negara-negara saja.58 58 “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.Hlm: 53. 48 BAB III METODELOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah normatif. Penelitian hukum Normatif adalah bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan59. Dalam ini penelitian ini menggunakan pendekatan statute approach yakni bagaimana mengharmonisasi aturan hukum internasional mengenai Humanitarian Assistance dapat diterapkan di negara Syrian Arab Republic yang sedang dilanda Non-International Armed Conflict. Apakah hukum internasional dapat masuk dalam situasi konflik seperti yang terjadi di Syrian Arab Republic dan dampak dari pemberian Humanitarian Assistance kepada negara Syrian Arab Republic. pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan statute approach. 2. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kepustakaan. Bahan kepustakaan ini lazimnya dinamakan data sekunder.60 Data sekunder diperoleh dari bahan-bahan hukum yeng terdiri atas : 59 Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 2006, UI Press, Jakarta, hlm 13-14. 60 Ibid, hlm 12. 49 a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat yang terdiri dari: 1. The Geneva Conventions of 12 August 1949; 2. Protocol I Additional to the Geneva Conventions 1977; 3. Protocol II Additional to the Geneva Conventions 1977 4. UN Charter ; 5. Resolusi General Assembly A/RES/66/176; 6. Resolusi General Assembly A/RES/66/253; 7. Resolusi General Assembly A/RES/66/253 B; 8. Resolusi Security Council S/RES/2042 (2012); 9. Resolusi Security Council S/RES/2043 (2012). b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer61 yaitu terdiri dari pendapat para ahli yang relevan yang tertuang dalam buku-buku, jurnal ilmiah dan artikel dalam internet yang berkaitan dengan penelitian. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder62 berupa ensikolopedia dan kamus hukum. 3. Alat Penelitian Dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat dalam pengumpulan data, yakni studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan 61 62 Ibid. Ibid. 50 wawancara. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersamasama. Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka, dengan cara mempelajari buku-buku, literatur, peraturan perundangundangan, jurnal, majalah, artikel, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti 4. Jalannya Penelitian Ada tiga tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu : a. Tahap persiapan, yaitu tahap penelitian yang dimulai dengan pengumpulan data, penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan pembimbing, dan perbaikan untuk penyempurnaan proposal penelitian; b. Tahap penelitian, yaitu tahap pengumpulan data sekunder dan hukum lain di lokasi penelitian yang telah ditetapkan; c. Tahap Analisa, yaitu tahap dimana peneliti melakukan proses membaca semua bahan hukum primer maupun sekunder dan tersier setelah terkumpul dan dibaca maka dilakukan pengolahan data dengan cara mensistemalisir data yang telah terkumpul, mengeksplikasi dan mengevaluasi data yang telah di sistematikasikan berdasarkan eksplikasi dab evaluasi tersebut ditariklah suatu kesimpulan yang akan menjawab masalah yang diteliti d. Tahap penyelesaian, yaitu penulisan tesis dan konsultasi guna penyempurnaan tesis dengan diakhiri ujian tesis. 51 5. Analisis Data Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui studi pustakaan dengan menelaah berbagai peraturan hukum dan kaidah-kaidah hukum yang kemudian data itu dipilih dan disusun secara sistematis berdasarkan kerangka permasalahan yang diteliti63. Data sekunder yang dikumpulkan dalam tesis ini adalah data terkait humanitarian assistance yang mencakup mengenai aturan-aturan, syarat-syarat, dan praktek oleh negara-negara. Data mengenai humanitarian assisatance dilihat dari beberapa konvensi yang berkaitan yakni : Geneva Convention 1949, UN Charter, Resolusi General Assembly A/RES/66/176, Resolusi General Assembly A/RES/66/253, Resolusi General Assembly A/RES/66/253 B, Resolusi Security Council S/RES/2042 (2012), Resolusi Security Council S/RES/2043 (2012). Untuk syarat pemberian humanitarian assistance dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat dilihat dari UN Charter, Resolusi Security Council S/RES/2042 (2012), Resolusi Security Council S/RES/2043 (2012) dan kebiasaan praktek dari negara-negara dan untuk dampak dari pemebrian humanitarian Assistance dilihat dari Geneva Convention IV tentang protection of civilian persons in time of war dan UN Charter dimana Syrian merupakan negara anggota dari konvenan tersebut. Selanjutnya setelah data disusun secara sistematis maka dianalisis menggunakan metode analisis dan dilakukan evaluasi selanjutnya dibuatlah kesimpulan yang menjawab dan menyelesaikan masalah yang dikaji. 63 . F.Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, CV.Ganda, Cetakan ke-1, Yogyakarta,2007,hlm. 61 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kriteria-Kriteria Hukum Internasional dalam Pemberian Humanitarian Assistance di Syrian Arab Republic oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Sebagai Organisasi Internasional Perserikatan bangsa-bangsa merupakan Organisasi Internasional terbesar yang ada di dunia, dikarenakan hampir seluruh negara di dunia merupakan anggota dari Perserikatan bangsa-bangsa64. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) awalnya lahir dikarenakan kegagalan dari Liga Bangsa – Bangsa (LBB) dalam mencapai tujuannya untuk mengakhiri perang dan agar masyarakat internasional hidup tentram dan berdampingan65, kegagalan itu disebabkan terjadinya perang dunia kedua saat itu. Dengan berakhirnya perang dunia kedua banyak negara-negara di dunia berniat untuk membuat suatu organisasi internasional yang bersifat universal dan sempurna dan diharapakan mampu untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia internasional. Pada 1 Januari 1942 dikeluarkanlah deklarasi yang dikenal dengan Declaration of the United Nations yang ditandatangani oleh 26 negara. Dan deklarasi ini mengawali berdirinya United Nation yang mempunyai tujuan untuk mencapai keamanan dan perdamaian antar negara-negara di dunia. Dalam Piagam Perserikatan 64 . Sumaryo Suryokusumo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, hlm 1. 65 . Sri Setianingsih Suwardi, 2004,Pengantar Hukum Organisasi Internasional,UI Press,Jakarta, hlm 249. 53 Bangsa – Bangsa Pasal 1 menunjuk tentang prinsip – prinsip dan tujuan dari Perserikatan Bangsa – Bangsa antara lain66 : 1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional; 2. Mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan prinsip kesamaan derajat; 3. Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan internasional dibidang ekonomi, sosial dan kebudayaan serta masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia; 4. Menjadi pusat bagi penyelenggaraan segala tindakan-tindakan bangsabangsa dalam hal mencapai tujuan bersama. Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan organisasi besar yang diikuti hampir seluruh negara di dunia namun bukan merupakan organisasi supranasional yang membawahi seluruh negara di dunia. Selain merupakan organisasi yang bertujuan untuk keamananan dan perdamaian dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memiliki hal yang unik di bidang keanggotaannya. Keanggotaan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa terbuka bagi seluruh negara di dunia yang mau mewujudkan secara bersama cita-cita dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tertuang dalam Piagam PBB67. Keanggotaan dalam perserikatan bangsa-bangsa dibagi menjadi kua yaitu keanggotaan asli ( original 66 . Pasal 1 piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa , 67 . NN, Basic Facts About The United Nations, 2004, Published by the United Nations Department of Public Information, hlm: 5. 54 members ) dan anggota yang diterima kemudian ( admitted members )68, anggota asli disini merupakan negara-negara yang ikut dalam konfrensi PBB tentang organisasi internasional di san fransisco atau yang lebih dahulu menandatangani piagam PBB padai januari 1942, sedangkan anggota tambahan adalah negara-negara yang sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1 piagam PBB dapat memenuhi persyaratan menjadi anggota PBB. Dalam piagam PBB memang tidak dicantumkan mengenai penarikan diri atau alasan dapatnya suatu negara mengundurkan diri,namun suatu negara dapat mengundurkan diri dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena alasan yang luar biasa ( exceptional circumstances ). Sifatnya yang universal menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat oleh PBB adalah suatu peraturan hukum dunia yang mana merupakan representatif negaranegara di dunia. Adanya partisipasi dari hampir seluruh negara di dunia69 (voice majority) menyebabkan kecil kemungkinan bagi negara-negara anggotanya (UN Members) untuk merintangi organisasi tersebut. Legal Personality dalam organisasi internasional dibutuhkan guna menunjukan kapasitas hukum (legal capacity) yang dimiliki oleh organisasi internasional ini terhadap negara-negara anggotannya. Dalam Pasal 104 Piagam PBB70 menyatakan, “..kapasitas hukum sebagaimana yang 68 . Sri Setianingsih Suwardi, op. cit., hlm. 273. 69 CIA World Factbook 2004 menyatakan ada 194 negara di dunia, 191 adalah anggota PBB; Pada bulan Juni 2006, jumlah anggota PBB adalah 192 negara (http://organisasi.org). 70 Art. 104 UN Charter: The Organization shall enjoy in the territory of each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the fulfilment of its purposes.( organisasi ini dalam wilayah anggota-anggotanya masing-masing akan memperoleh kedudukan hukum yang sah apabila diperlukan untuk pelaksanaan fungsi dan perwujudan tujuantujuannya). 55 diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi dalam hal untuk mencapai tujuannya”. Lebih lanjut, legal personality juga diperlukan oleh suatu organisasi internasional sebagai dasar untuk melakukan suatu tindakan (legal to act or to take an action). Legal personality sebagai legal to act sebagai subjek hukum internasional71 terdapat dalam Pasal 1 The Convention on Priviliges and Immunities of the United Nations of 13 February 1946 (Konvensi tentang Hak Istimewa dan Hak Imunitas tahun 1946), “The United Nations shall posses juridical personality. It shall have the capacity to contract; to acquire and dispose of immovable and movable property; to institute legal proceedings.”. Dalam advisory opinion Mahkamah Internasional (ICJ) concerning Reparation of Injuries Case 1949 dinyatakan bahwa “...the Court considered that the functions and rights conferred to the United Nations by its constituent instrument were such that they necessarily implied the attribution of international personality to the organizations..”. ICJ kemudian, mendasarkan opininya itu sebagian pada praktek Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam membuat traktat, mengajukan klaim ganti rugi atas kerugian wakil-wakilnya. Sebagai organisasi internasional yang besar Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai organ-organ atau badan-badan yang mempunyai tugas dan fungsi untuk membantu Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mencapai tujuannya. Lima organ inti dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah72 : 71 Subjek Hukum Internasional adalah Negara, Vatikan, ICRC, Organisasi Internasional, Individu, Belligerent. Lihat Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 109-111; F. Sugeng Istanto, Op.Cit. hlm. 23-25 72 . http://www.un.org/en/index.shtml, diakses pada 14 februari 2013 pukul 11.24 WIB. 56 a. Majelis Umum ( General Assembly ); b. Dewan Keamanan( Security Council ); c. Sekertariat Perserikatan Bangsa-Bangsa ( Secertariat ); d. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Economic and Social Council ); e. Dewan Perwalian ( Trusteeship Coucil ); f. International Court of Justice (ICJ); Organ – organ ini merupakan organ inti dari Perserikatan Bangsa – Bangsa yang membantu PBB dalam mencapai tujuan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia internasional. 2. Pemberian Humanitarian Assistance oleh United Nations General Assembly atau majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan organ yang merupakan representative dari seluruh anggota dari Perserikatan BangsaBangsa. Semua negara anggota dalam organ ini mempunyai perwakilan. Majelis umum mempunyai beberapa fungsi dan kekuasaan antara lain : (i) untuk mempertimbangkan dan membuat rekomendasi dalam hal yang berhubungan dengan perdamaian dan keamanan internasional termasuk mengenai pelucutan senjata usai konflik dalam atau antar negara; (ii) Tempat untuk mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan keamanan dan perdamaian dunia, kecuali sengketa ataupun konlik yang sedang dibahas oleh Dewan Keamanandan akan dikeluarkannya resolusi mengenai konflik atau sengketa itu; 57 (iii) Untuk membahas dan membuat bahan rekomendasi mengenai penafsiran piagam atau mengenai wewnang dan fungsi dari setiap organ di Perserikatan Bangsa-Bangsa; (iv) Untuk memulai penelitian dan rekomendasi dalam peningkatan hubungan politik antar negara, dan juga membantu terwujudnya hak asasi manusia dan kebebasan tiap individu dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan serta pangan; (v) Membuat rekomendasi kepada negara-negara agar menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara penyelesaian sengketa secara damai dalam segala situasi, tanpa membeda-bedakan serta tetap menjaga hubungan baik antar negara; (vi) Menerima dan mempertimbangkan laporan dari Dewan Keamanandan organ lain PBB ; (vii) Untuk mempertimbangkan dan menerima kontribusi dari para anggota PBB ; (viii) Tempat untuk memilih anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanandan anggota dalam dewan ekonomi dan sosial;73 Selain tugas dan fungsi yang dimiliki oleh General Assembly, dalam menjalankannya pun General Assembly di bantu beberapa organ lain yang ada dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 73 . NN, Basic Facts About The United Nations, 2004, Published by the United Nations Department of Public Information, hlm: 7 58 Situasi konflik yang terjadi di Syrian Arab Republik merupakan bencana bagi penduduk atau warga sipil yang bermukim di negara tersebut. Berdasarkan laporan tim penyelidik PBB Lebih dari 1,2 juta penduduk sipil terlantar dan 2,5 juta penduduk sipil membutuhkan bantuan kemanusiaan selain itu jumlah pengungsi yang keluar dari negara tersebut juga bertambah dari bulan juni hingga kini sejumlah 100.000 menjadi 350.000 orang74. Dari kenyataan ini pada bulan bulan Agustus 2012 General Assembly mengeluarkan dua resolusi yang bersifat himbauan kepada Syirian Arab Republik agar menyelesaikan dan menangani masalah dalam negerinya dengan cara-cara damai. Dalam resolusi A/RES/66/253/B dikeluarkan General Assembly dengan dengan jelas telah dinyatakan bahwa General Assembly bersama seluruh negara sangat menyesalkan terjadinya kekerasan kepada para penduduk sipil terutama para mahasiswa, anak-anak, dan para perempuan yang menimbulkan penderitaan berkepanjangan75 dan meminta dengan segera kepada pemerintah Syrian Arab Republik untuk menghentikannya. Selain itu dalam resolusi kedua ini Perserikatan Bangsa-Bangsa juga meminta kepada negara-negara di dunia untuk memberikan Humanitarian Assistance kepada para penduduk sipil, hal ini berdasarkan Pasal 2 piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 74 .http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/121016_Syria.doc.htm, diakses pada 12.Maret 2013 pukul 14.44WIB. 75 .lihat Resolusi Majelis Umum : A/RES/66/253/B : “ Expressing concern at the vulnerable situation of women in this context, including being subjected to discrimination, sexual and physical abuse, violation of their privacy and arbitrary arrest and detention in raids, including to force their male relatives to surrender, and underlining the impotance of preventing all sexual violence and violence based on gender.” 59 Sebagai organ utama yang ada di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, General Assembly juga memiliki kewajiban untuk membantu penduduk sipil yang ada di Syrian Arab Republik yang menjadi korban pada Non-International Armed Conflict yang terjadi. Setelah resolusi dari General Assembly keluar ada beberapa badan yang bekerja dibawahnya langsung merespon dengan mengirimkan bantuannya sesuai dengan kekhususan dalam memberikan bantuan kemanusiaannya, beberapa organ itu diantara lain : (i). United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) Organ yang berada dibawah General Assembly yang mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi, perlindungan dan menyelesaikan masalah mengenai pengungsi76. badan ini awalnya hanya diberikan mandat oleh Perserikatan Bangsatahun Bangsa selama 3 (tiga) Tahun saja untuk mengatasi penggungsi yang ada di Afrika namun di perpanjang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tugas pertama dari UNHCR adalah melakukan koordinasi dan membantu penggungsi yang ada di uni soviet akibat perang yang terjadi di dalamnya, kemudian tahun 1960 kembali menangani penggungsi yang berasal dari dekolonisasi negara-negara di wilayah afrika yang memerlukan intervensi dari UNHCR. Terjadinya Non-International Armed Conflict di negara Syrian Arab Republic mengakibatkan banyak korbang meninggal dunia terutama masyarakat sipil, perempuan dan anak sudah menjadi perhatian khusus dari dunia internasional. Melalui Perserikatan 76 Bangsa-Bangsa Majelis umum dan Dewan . http://www.unhcr.org/pages/49c3646c2.html, diakses pada kamis 4 Maret 2013, pukul 17.54WIB. 60 Keamananmengeluarkan resolusi untuk mencegah terjadinya penderitaan yang berlebihan yang dialami oleh para penduduk sipil. Dalam resolusi yang dikeluarkan oleh majelis umum nomer A/RES/66/253B menyatakan bahwa seluruh anggota perserikatan bangsa-bangsa diminta untuk membantu dengan berbagai macam bentuk bantuan kemanusiaan penduduk sipil Syrian yang sedang menagalami sengketa konflik bersenjata77, selain itu pererikatan bangsa-bangsa juga telah menugaskan United Nations High Comissioner of Refugess (UNHCR) untuk mulai membantu para pengungsi Syrian yang mulai keluar kenegara yang berbatasan dengan Syrian, beberapa negara tujuan penggungsi Syrian adalah Yordania, Libanon, Iraq, Turki, dan Mesir. Persebaran para penggungsi yang keluar dari Syrian meningkat tajam dari 70.000 pengungsi baik yang sudah terdaftar maupun belum terdaftar di negara-negara yang menjadi tujuan dari para penggungsi tadi menjadi 500.000 penggungsi pada bulan Desember 2012 hal ini menjadi pekerjaan yang besar bagi UNHCR untuk mengatasi masalah pengungsi akibat konflik di Syrian ini. Pada akhir tahun 2012 UNHCR telah membuat Syrian Regional Respon Plan (SRRP) yang bekerja sama dengan Non-Governmental Organization (NGO) yang berada diwilayah-wilayah yang dituju pengungsi. selain itu pemerintah di Yordania, Libanon, Iraq, Turki, dan Mesir juga mempunyai komitmen besar dalam hal pemberian bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada para penggungsi yang berasal dari Syirian, bentuk bantuan yang diberikan negara-negara ini antara lain : 77 Invites Member states to provide all support to the Syrian people and encourages member ststes to contribute to the United Nations humanitarian response afforts. Lihat Resolusi Majelis Umum A/RES/66/253B. 61 jaminanan keselamatan dalam mengakses masuk ke wilayah mereka untuk kemuadian diberikan bantuan kemanusiaan dari UNHCR yang sudah bekerjasama dengan beberapa NGO regional yang ada. UNHCR bekerjasama dengan NGO lokal yang ada di negara tujuan penggungsian antara lain : Jordan Hashemite Charity Organization for Relief (JHCO), Jordan Health Aid Society (JHAS), Jordan River Foundation, Norwegian Refugee Council (NRC), Save the Children Jordan, Save the Children International (SCI), dan world Vission Lebanon78. Tugas UNHCR yang dikerjasamakan dengan NGO lokal yang ada di negara tujuan penggungsi antara lain : 1. Melakukan pendataan penggungsi yang keluar dari Syrian menuju Lebanon, Mesir, Iraq, Turkey, dan Mesir ; 2. Memastikan bahwa para penggungsi dan pencari suaka yang berasal dari Syrian yang memasuki wilayah negara lain mendapatkan akses dan perlindungan termasuk perlindungan terhadap pemulangan paksa; 3. Memastikan bahwa kebutuhan dasar para penggungsi yang keluar dari Syirian terpenuhi dengan memberikan perhatian khusus kepada kelompokkelompok yang rentan;79 Ketiga poin diatas merupakan program kerja yang dikerjakan oleh UNHCR yang bekerjasama dengan beberapa NGO lokal. 78 . Syria Regional Respon Plan , http://www.unhcr.org/50d192fd9.html, diakses pada 5 Maret 2013 pada 10.45 WIB. 79 . Ibid,. diakses pada 5 Maret 2013 pada 14.18 WIB. 62 Para penggungsi dari Suriah mulai memasuki wilayah Jordania. Turki, Mesir dan Iraq pada Desember 2012 sejumlah 144.997 orang, para penggungsi ini baik mereka yang terdaftar masih menunggu pendaftaran penggungsi oleh UNHCR. Para penggungsi yang berada di Jordania ditempatkan di Kamp-Kamp penggungsi yang di buat oleh pemerintah Jordania dengan bekerjasama dengan Community Based Organization (CBO) dan Jordanian Hashemite Charity Organization (JHCO), kedua NGO ini bekerja pada sektor bantuan Gizi, Kesehatan, Kebersihan Air dan Sanitasi yang dibantu oleh UNCHR dan UNICEF dalam penyelenggarannya, selain itu UNHCR sebagai organ internal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga membantu dalam hal menanggapi keadaan darurat dan memastikan akes bagi para penggungsi juga dalam bidang pendidikan bagi para perempuan dan anak yang merupakan kelompok rentan yang diberikan perhatian khusus oleh UNHCR. Keberadaan UNHCR diwilayah konflik Suriah dan negara tujuan para penggungsi juga di kuatkan dengan resolusi Dewan KeamananS/RES/2043/(2012) yang menyatakan bahwa menugaskan UNHCR untuk mengurus dan menangani masalah Humanitarian assistance di wilayah konflik Suriah dan negara tujuan para penggungsi serta untuk orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal80. Dengan mandate yang telah diberikan kepada UNHCR ini diharapkan penyaluran dan penanganan para pengungsi diwilayah konflik ataupun negara tujuan konflik dapat berjalan dengan baik. 80 . Lihat di Resolusi DK : S/RES/2043(2012) “Expressing its appreciation of the significant efforts that have been made by the States bordering Syria to assist Syrians who have fled across Syria’s borders as a consequence of the violence, and requesting UNHCR to provide assistance as requested by member states receiving these displaced persons”. 63 (ii). Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO) Masalah penggungsi yang mulai keluar dan tersebar di beberapa negara yang berbatasan langsung dengan Suriah juga menimbulkan masalah baru yakni masalah yang berkaitan dengan bahan makanan yang di butuhkan para penggungsi. Pada situasi konflik yang terjadi di Suriah saat ini sulit mencari bahan makanan yang layak untuk para penduduk tidak hanya itu harga dari kebutuhan pokok yang adapun mengalami peningkatan karena adanya konflik ini. Oleh karena itu Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerjasama dengan FAO menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah Suriah dan negara yang dituju para penggungsi Suriah. Di wilayah Suriah FAO bekerjasama dengan Ministry of Agriculture and Agrarian Reform, and General Authority for Palestinian Refugees in the Syrian Arab Republic81 yang mengkoordinasikan bantuan kebutuhan pokok kepada para korban konflik bersenjata yang terjadi di Suriah. FAO yang bekerjasama dengan United Nations World Food Programmed dan kementrian pertanianSuriah memberikan bantuan kepada para penggungsi dan korban dari konflik yang terjadi dalam negara tersebut berupa : 1. Menjamin tersedianya makanan dan bahan makanan yang cukup untuk para korban konflik dan para penggungsi sampai pada saat para penggungsi dan para korban konflik mendapatkan pasokan atau pun cadangan makanan yang cukup; 81 .http://www.ohchr.org/ prepared in Coordination with the United Nations System , Humanitarian Assistance Respon Plan for Syria (1 January – 30 June 2013), di unduh pada rabu 6 Maret 2013 pukul 09.45 64 2. Mendukung dan memperkuat fasilitas dalam hal penyediaan bahan makanan dan kebutuhan pokok para korban konflik dan penggungsi 3. Menyediakan bibit / input pertanian dan ternak kepada para penduduk Suriah yang akibat perang dan konflik kehilangan mata pencarian mereka;82 FAO dalam bekerja pemberian bantuan kemanusiaan kepada para korban konflik dan para penggungsi mendasarkan pada amanat dari resolusi Majelis Umum Res 46/182, “Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency Assistance of the United Nations” and the Guiding Principles in its annex”.dengan adanya wewenang dari majelis umum mengenai bantuan kemanusiaan maka FAO yang bekerjasama dengan United Nations World Food Programmed an NGO lokal yang ada di Suriah memberikan bantuannya kepada para korban dan para penggungsi yang harus keluar dari negara tersebut. Selain masalah penggunsi, kesehatan dan kebutuhan pokok makanan ada satu masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari Badan-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bekerja di wilayah konflik untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban yaitu masalah pendidikan kepada anakanak para korban konflik dan penggungsi. Dalam hal ini Perserikatan bangsa-Bangsa menugaskan United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk memberikan bantuan pada sector pendidikan anak. 82 . Ibid., hlm: 10. 65 (iii). United Nations Children’s Fund (UNICEF) Pendidikan merupakan hal yang paling pokok dalam pengembangan generasi pada suatu bangsa yang beradab, dan setiap anak / orang berhak atas pendidikan83 sesuai dengan Pasal 26 Universal Declaration of Human Right yang berbunyi : (1) Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally available and higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. ((1)Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.) Dengan terjadinya konflik bersenjata di Suriah menyebabkan terhambatnya pemenuhan terhadap hak atas pendidiksn terutama untuk anak-anak yang masih di usia pendidikan dasar. Konflik bersenjata yang terjadi di Suriah mengakibatkan banyaknya penduduk Suriah yang meninggalkan negaranya84 dan sekitar 2.362 sekolah85 dijadikan target 83 . Lihat Pasal 26 Universal Declaration of Human Right :(1) Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally available and higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit. 84 . Around 330,000 Syrians have sought shelter in Lebanon and close to 320,000 in Jordan, the refugee agency reported, with more than 185,000 in Turkey, 105,000 in Iraq, 43,500 in Egypt and around 8,000 across North Africa. Others have fled to Europe. 66 dan srangan militer Suriah yang berperang melawan para demonstran dan pemberontak, hal ini mengakibatkan hampir 70% siswa dari sekolah yang ada di Suriah meninggalkan pula sekolah dan negaranya akibat konflik yang terjadi. Dengan kenyataan yang terjadi tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa melaui organnya United Nations Children’s Fund (UNICEF) ikut memberikan bantuan kemanusiaan terutama dibidang pendidikan kepada anak – anak yang terpaksa meninggalkan sekolahnya karena konflik dan peperangan yang terjadi dinegaranya. Beberepa program yang dilaksanakan oleh UNICEF yang bekerjasama dengan Caritas Lebanon Migrant Centre dalam mengatasi masalah pendidikan anak yang berada diwilayah penggungsian adalah : 1. Membuat aktifitas belajar mengajar di kamp kamp penggungsi yang di khususkan untuk pendidikan anak-anak korban perang dan konflik, focus pembelajaran disini berupa : bermain, menggambar dan melukis; 2. Pembukaaan sekolah-sekolah umum di wilayah penggungsian atau wilayah Suriah yang aman dari konflik dan perang ; http://mobile.nytimes.com/2013/03/07/world/middleeast/number-of-syrian-refugees-hits-1-million-unsays.xml, diakses pada kamis 7 Maret 2013 pukul 11.15 WIB 85 . prepared in Coordination with the United Nations System , Humanitarian Assistance Respon Plan for Syria (1 January – 30 June 2013), di unduh pada rabu 6 Maret 2013 pukul 09.45, hlm: 29. 67 3. Distribusi peralatan kelengkapan sekolah kepada anak-anak yang berada di kamp untuk menunjang pembelajaran para siswa yang ada di penggungsian;86 4. Melakukan pelatihan Psiko-sosial kepada anak-anak korban perang dan konflik; 5. Anak-anak didukung dengan pembelajaran rumah dan dan jarak jauh untuk mengurangi trauma dan tekanan psikologis akibat perang dn konflik di negaranya; 6. Melakukan penataan ruang kelas yang menarik agar para siswa merasa nyaman disekolah dan dapat sejenak melupakan kesusahan akibat konflik;87 Program bantuan kemanusiaan yang diberikan dari UNICEF kepada anak-anak yang berada di wilayah penggungsian diharapkan dapat mengurangi penderitaan para korban konflik. Pemberian bantuan kemanusiaan atau Humanitarian Assistance yang di lakukan oleh organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak hanya di mawah wewenang General Assembly tapi Juga Security Council. Security Council juga mengeluarkan Resolusinya yang menuatkan dan menegaskan kembali Resolusi General Assembly mengenai keadan konflik dan bantuan kemanusiaan yang harus diberikan kepada para korban konflik yang terjadi di Suriah. Resolusi yang 86 . http://www.unicef.org/UNICEFSyrianRegionalcrisisHumanitarianSitrepREGIONALLessSyria// diakses pada 22 february 2013 pukul 20.15 WIB. 87 . Op. Cit., Hlm: 50 68 dikeluarkan Security Council yaitu : S/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012) yang dikeluarkan pada bulan april 2012 yang menyatakan bahwa seluruh negara anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib ikut memberikan bantuan kemanusiaan kepada para penduduk sipil Suriah yang menjadi korban konflik di negara tersebut melalui badan-badan atau organ-organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah ditunjuk88. Sesuai dengan Chapter VII dari piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan bahwa Dewan Keamananyyang menentukan ada tidaknya pelanggaran terhadap perdamaian dan keamanan dunia dan mengambil tindakan yang dirasa perlu untuk mengatasi situasi tersebut89 . Dewan Keamanandalam resolusi yang pertama yakni S/RES/2042(2012) ini juga menunjuk United Nations High Comissioner for Refugges (UNHCR) yang menkoordinasikan semua jenis bantuan kemanusiaan atau Humanitarian Assistance yang ditujukan kepada Suriah. Dalam menjalankan mandate dari Dewan KeamananUNHCR melakukan kerjasama dengan beberpa organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam koordinasi dan penyaluran Humanitarian Asistance pada para penggungsi dan korban kekerasan bersennjata yang ada akibat terjadinya konflik antara pemerintah Syrian Arab Republic dengan rakyatnya. 88 . Lihat Konsideran Resolusi Dewan KeamananS/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012) : Reaffirming its support to the Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab States, Kofi Annan, and his work, following General Assembly resolution A/RES/66/253 of 16 February 2012 and relevant resolutions of the League of Arab States, Reaffirming its strong commitment to the sovereignty, independence, unity and territorial integrity of Syria, and to the purposes and principles of the Charter 89 . Lihat Chapter VII Pasal 39-42 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 69 Selain penyaluran Humanitarian Assistance yang termuat dalam resolusi yang dikeluarkan oleh dewan keamanan, juga menyangkut mengenai pengiriman tim pemantau khusus yang bertugas memantau mengenai pelanggaran HAM yang terjadi di Suriah kemudian akan dilaporkan ke Dewan Keamananuntuk menentukan sikap tentang tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Suriah, United Nations Supervision Mission In Suriah (UNSMIS) merupakan tim pemantau yang di tugaskan di wilayah Suriah sejak April 2012 hingga Agustus 2012. Setelah kerja UNSMIS berakhir di Suriah, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengirimkan lagi tim pencari fakta untuk mengumpulkan bukti-bukti agar dapat cepat menyelesaikan konflik kekerasan bersenjata yang terjadi disana. 3. Pemberian Humanitarian Assistance oleh Europian Union (EU) Eropian Union merupakan salah satu organisasi regional terbesar dikawasan Eropa yang beranggotakan sebagian besar negara-negara yang berada diwilayah eropa. Berdirinya organisasi regional ini didasarkan atas banyaknya kesamaaan wilayah, tingkat perekonomian, dan karateristik dari negara-negara di dalam wilayah ini. Terbentuknya komunitas negara-negara uni eropa bukanlah sesuatu yang mudah, ini diawali oleh dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community (Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang 70 mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut.90 Penambahan jumlah anggota dalam EC menuntut kerja sama yang kompleks untuk mengurangi perbedaan antar anggota dalam konteks ekonomi. EC juga semakin memainkan peran yang penting pada 28 Februari 1986 yang diratifikasi oleh semua anggota pada 21 Maret 1987.91 Peristiwa runtuhnya Tembok Berlin diikuti penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur, demokratisasi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur, disintegrasi Uni Soviet mendorong negara-negara Eropa mengubah interaksi dengan mempererat hubungan dan menegosiasikan traktat baru yang pokok-pokoknya utamanya disetujui pada 9-10 Desember 1991. Puncaknya, lahirlah The Treaty on European Union. Sebagai tambahan, EU dalam rangka perlu adanya kontrol hukum, dimana agar terjadi kesesuain peraturan di tingkat Eropa dibentuklah Pengadilan Eropa (European Court of Justice/ECJ. Pengadilan Eropa bertugas menilai legalitas interpretasi pengadilan nasional terhadap isi suatu peraturan Eropa.92 Selain pengadilan Eropa, EU juga membentuk Pengadilan HAM Eropa (The European Court of Human Righst) yang berwenang memeriksa pengaduan individu dan pengaduan antar negara. Pengadilan HAM Eropa ini berkedudukan di Strasbourg, Perancis Non-Internatinonal Armed Conflict yang terjadi di Suriah juga menarik perhatian masyarakat eropa pada khususnya, melalui Uni Eropa yang merupakan organisasi regional di dalam wilayah tersebut menyatakan mengutuk dan 91 Baca Nuraeni, dkk, hlm: 137-143 92 Lihat Kedudukan Uni Eropa sebagai Subjek Hukum Internasional, oleh Peni Susetyorini 71 menghimbau untuk pemerintahan Presiden Assad menghentikan kekerasan bersenjata yang dilakukan kepada rakyatnya serta menyatakan bahwa pemerintahan di Suriah harus bertanggungjawab untuk melindungi penduduk sipil yang merupakan warga negara ataupun orang asing yang berada di wilayah tersebut. Selain himbaun tersebut Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan sikap bahwa akan melakukan embargo ekonomi dan senjatadan menjatuhkan sanksi ekonomi serta menutup akses perjalanan dari Suriah menuju wilayah negara Uni Eropa93, selain melakukan embargo ekonomi dan persenjataan serta menutup akses perjalanan dari dan menuju wilayah Uni Eropa, Uni Eropa juga telah memberikan Bantuaan Kemanusiaan kepada para penggungsi dan korban dari kekerasan bersenjata yang terjadi di wilayah Uni Eropa. Humanitarian Assistance dari Uni Eropa di koordinasikan dan disalurkan melalui European Community Humanitarian Office (ECHO). Humanitarian Assistance yang diberikan oleh ECHO sekitar 96.000.000 juta Euro yang diperuntukkan bagi para penggungsi, kesehatan, pasokan makanan, penyediaan air bersih, sanitasi dan pembangunan camp untuk tempat tinggal sementara para korban dan penggungsi yang keluar dari wilayah Suriah94. Alokasi dana Humanitarian Assistance yang diberikan oleh Uni Eropa ini merupakan hasil pengumpulan dana sumbangan dari negara-negara di wilayah uni eropa95. 93 . Di akses di http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, pada 15 Maret 2013 pukul 09.53 WIB. 94 . Diakses di http://ec.europa.eu/echo/aid/north_africa_mid_east/syria_en.htm, diakses pada 15 Maret 2013 pukul 10.38 WIB. 95 . Lihat di http://ec.europa.eu/echo/files/aid/countries/factsheets/syria_en.pdf, diakses pada 15 Maret 2013 pukul 10.34 WIB 72 Penyaluran bantuan yang berasal dari Uni Eropa tidak dilakukan sendiri oleh Europian Community Humanitarian Office (ECHO), ECHO juga melakukan kerjasama dengan Non-Governmental Organization yang berada di wilayah Suriah dan negara yang menjadi tujuan para penggungsi. ECHO melakukan kerjasama dengan The Syrian Arab Red Crescent (SARC) dalam melakukan distribusinya, mulai dari pendataan para penggungsi yang akan mendapat bantuan, penyediaan perawatan medis bagi para korban dan penggungsi, hingga pembangunan camp-camp untuk para penggungsi dan mebangung sekolah-sekolah darurat agar anak yang menjadi korban kekerasan bersenjata yang terjadi di Suriah tetap mendapatkan haknya untuk pendidikan96. Dalam pemberian bantuan kemanusiaan untuk para penggungsi dan korban kekerasanbersenjata yang terjadi di Suriah, Uni Eropa mempunyai fokus utama adalah memberikan bantuan kemanusiaan tersebut dan menghimbau pada semua pihak untuk mematuhi hukum internasional dalam rangka perlindungan terhadap penduduk sipil yang tidak ikit dalam konflik bersenjata tersebut dan membuka akses terhadap bantuan kemausiaan, melindungi para pekerja missi yang sedang melakukan missi kemanusiaan kepada para pengungsi. karena keadaan diwilayah penggungsian sangat rentan. 96 . Lihat di http://ec.europa.eu/echo/files/funding/decisions/2013/HIPs/syria_en.pdf, diakses pada 15 Maret 2013 pukul 10.53 Wi b 73 4. Pemberian Humanitarian Assistance oleh International Humanitarian Law a. Keadaan Konflik di Syrian Arab Republic Situasi Konflik yang terjadi di Suriah berawal pada pertengahan bulan Maret 2011 para mahasiwa melakukan demo meminta untuk membebaskan para tahanan politik, saat demonstrasi tentara nasional Suriah menyerang dan melakukan penembakan secara brutal tehadap para demonstran tersebut. Presiden Suriah menolak untuk memenuhi tuntutan untuk melakukan reformasi sesuai dengan tuntutan para demonstran. Penembakan dan pembantaian yang terjadi di Suriah terus meluas dan pada 25-26 Mei terjadi pembantaian di daerah Houla yang menyebabkan tewasnya 100 orang97. Presiden Suriah terus menyangkal untuk bertanggungjawab atas segala peristiwa penembahakan dan pembantaian yang terjadi negaranya. Penolakan yang dilakukan oleh Presiden Assad untuk bertanggungjawab atas konflik antara pemerintahan yang sah dengan rakyat sipil yang menyebebkan konflik terus bergulir di Syrian Arab Republic. Sejak demonstrasi pertama bulan Maret 2011 kekerasan yang terjadi di Suriah menyebabkan 5400 orang tewas termasuk 300 orang anak yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh militer Suriah98, dan pemerintah Suriah melalui Presiden Assad menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas jatuhnya korban akibat 97 . www.liputan6.com, Assad membantah terlibat pembantaia Houla, 3 juni 2012, diakses pada 25 september 2012 pukul 20.08 WIB. 98 . www.responsibilitytoprotect.org, humanitarian situation in Syria worsens amid continued violence, diakses pada 5 agustus 2011 pukul 09.30WIB. 74 demonstrasi yang terjadi dan juga tidak akan memenuhi keinginan para demonstran untuk melakukan pemilihan umum ulang, pembukaan akses terhadap jalur-jalur media dan kebebasan berpendapat. Ini yang meyebabkan konflik di wilayah Suriah semakin meluas menuju daerah-daerah pemukiman rakyat sipil. Presiden Assad semakin menekan para demonstran dengan cara-cara kekerasan yang tidak dibenarkan misalnya penggunaan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil, pembatasan akses kepada layanan kesehatan dan pemberlakukan jam malam. Non-Internasional Armed Conflict yang masih berlangsung hingga hari ini di Syrian Arab republic menyebar hingga menimbulkan ketegangan dengan negara sekitarnya, perang ini mulai meyebar kewilayah Lebanon yang juga merupakan negara tujuan para penggungsi Suriah, tentara nasional Syrian mulai memborbardir beberapa wilayah Lebanon yang menimbulkan kemarahan dari pihak pemerintah Lebanon99. Selain itu kekeran dalam negeri Syrian sendiri marak, para demonstran kelompok pemberontak mulai memasuki wilayah Damaskus yang merupakan ibu kota negara tersebut100. 99 . http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/04/mkpoie-lebanonkhawatir-terseret-perang-suriah, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.31WIB. 100 . http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/03/mkoqa0-militersuriah-pastikan-pertahankan-damaskus-dari-oposisi, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.35WIB. 75 b. Pemberian Humanitarian Assistance dalam International Humanitarian Law (i). International Humanitarian Law ( Hukum Humaniter Internasional ) 1. Pengertian Hukum humaniter internasional lahir dan berasal dari istilah laws of war yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan di dunia internasional menjadi laws of armed conflict atau hukum sengketa bersenjata yang pada saat ini kita sebut dengan istilah hukum humaniter101. Haryomataram membagi hukum humaniter ini menjadi 2(dua) bagian aturan pokok antara lain102: a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang / The Hague Laws ; b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat dari perang / The Geneva Law. Sedangkan Mochtar Kususmaatmadja membagi hukum perang sebagai berikut : a. Jus ad bellum : hukum tentang perang, mengatur tentang hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ; b. Jus in bello : hukum yang berlaku dalam perang yang dibagi 2(dua) yakni : 101 Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:5. 102 . Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 1994, hlm: 1. 76 (i). Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) disebut juga dengan The Hague laws; (ii). Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang disebut juga The Geneva Laws. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum humaniter terdiri atas dua bagian pokok yakni The Hague Laws ( hukum Den Haag) dan The Geneva Laws (hukum jenewa). Perubahan istilah dari Law of war (hukum perang) menjadi Laws of armed conflict (hukum sengketa bersenjata) in terjadi karena penggunaan istilah ini tidak disukai oleh masyarakat internasional dengan mengingat peristiwa perang dunia ke-II yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan Liga Bangsa-Bangsa saat itu juga melakukan upaya untuk menghindarkan terjadinya perang antar negaranegara di dunia. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan membentuk Liga Bangsa-Bangsa di dalam organisasi ini para anggota sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan dengan sepakat untuk tidak menggunakan jalan perang dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara. Pada perkembangan selanjutnya law of armed conflict lebih sering di pergunakan namun dengan perkembangan yang ada istilah hukum sengketa bersenjata ini berubah menjadi hukum humaniter internasional yang berlaku dalam sengketa bersenjata ( International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict) atau hukum humaniter internasional103. Perbedaan penggunaan nama untuk menyebut 103 . Arlina Permanasari, Op. Cit., hlm 8 77 hukum humaniter ini tidak menjadi masalah karena ketiganya memiliki arti yang sama. 5. Dasar Hukum Hukum Humaniter Internasional Dalam pelaksanaan hukum humaniter ada 2 (dua) aturan hukum yang berlaku didalamnya yakni Hukum Den Haag 1907 dan Hukum Jenewa 1949. Kedua aturan ini mengatur dan mendasari adanya dan berlakunya hukum humaniter internasional pada masa perang baik yang bersifat internasional maupun non-internasional. i. Hukum Den Haag; Dalam konvensi Den Haag mengatur mengenai tata cara berperang, perang atau konflik bersenjata yang terjadi antar negara harus memperhatikan aturan-aturan yang ada didalam konvensi ini. Konvensi ini berlaku untuk konflik yang bersifat internasional. ii. Hukum Jenewa ; Dalam Hukum Jenewa terdapat IV (empat) Konvensi dan ada 2 Protokol Tambahan yang mengatur mengenai perlindungan korban perang, keempat konvensi tersebut antara lain : (i). Konvensi Jenewa I tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit, (ii). Konvensi Jenewa II tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang laut yang luka,sakit dan korban karam, (iii). Konvensi Jenewa III tahun 1949 mengenai perlakuan tawanan 78 perang, (iv) Konvensi Jenewa IV mengenai perlindungan orang-orang sipil waktu perang. Sedangkan 2 protokol tambahannya terdiri dari (i). protokol tambahan I pada konvensi jenewa 12 desember 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional, (ii). Protokol tambahan II pada konvensi Jenewa 12 desember 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korbankorban sengketa bersenjata non-internasional. Dalam konvenan dan protokol tambahannya mengatur perlindungan terhadap individu baik yang mengambil bagian dalam konflik (combatant) maupun penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik tersebut. Dalam kasus yang terjadi di Syrian Arab Republic ini tergolong non-internasional armed conflict karena itu berlaku ketentuan dari konvensi jenewa ke-IV terutama untuk perlindungan penduduk sipil yang tidak turut dalam perang dan juga Pasal 3 yang merupakan common article dalam konvensi ini. (ii). Pemberian Humanitarian Assistance oleh Geneva Convnetion Relative to the protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV) Konvensi Jenewa keempat ini dibuat guna memenuhi kebutuhan dari hukum internasional dan desakan masyarakat internasional atas tuntutan perlindungan penduduk sipil pada masa perang sebagai salah satu perwujudan Hak Asasi Manusia, seperti yang tercantum dalam Pasal 3 dan 5 deklarasi Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa: 79 Pasal 3 “Everyone has the right to life, liberty and security of person.”(setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu) Pasal 5 “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment.”( tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina) atas dasar inilah muncul perlindungan terhadap penduduk sipil yang tidak turut dalam konflik bersenjata. Dalam Konvensi Jenewa-IV ini diuraikan secara rinci mengenai bagaimana perlindungan terhadap para penduduk sipil diberikan dan kewajiban siapa untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil jika sedang terjadi perang. Perlindungan pada penduduk sipil saat terjadi perang dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 10 konvensi Jenewa yang ke empat ini menyatakan bahwa : “ The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of civilian persons and for their relief”.(ketentuan konvensi-konvensi ini bukan merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan yang mungkin diusahakan oleh Palang Merah Internasional atau tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong tawanan perang selama kegiatan-kegiatan tersebut mendapay persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa). Dasar perlindungan ini dapat digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional ataupun badan negara yang ingin memberikan bantuan kemanusiaan 80 kemanusiaan baik kepada para penduduk sipil ataupun para combatan yang telah tidak mengangkat senjata dalam perang yang terjadi. Secara khusus untuk penduduk sipil pengaturan mengenai perlindungannnya dalam Konvensi Jenewa keempat ini diatur mulai dari perlindungan yang bersifat umum Pasal 13 – 26 dan yang bersifat khusus Pasal 27-34 dan juga diatur mengenai perlindungan warga negara asing yang sedang berada dalam wilayah konflik atau perang dalam Pasal 35-46. Pada dasarnya semua perlindungan terhadap penduduk sipil ataupun para kombatan yang sudah tidak mengangkat senjata lagi di dasari dari Pasal 3 yang merupakan common article dalam konvenan ini, dalam Pasal ini menyatakan bahwa: ”In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions: 1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons: a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture; b) taking of hostages; c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment; d) the passing of sentences and the carrying out of executions without previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized peoples 81 2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or part of the other provisions of the present Convention. The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurangkurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orang-orang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lain yang serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan di tempat-tempat apapun juga : (a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan; (b). penyanderaan; (c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat; (d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab. (2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lain dari Konvensi ini. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”. Telah dengan jelas dikatakan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil merupakan hal yang penting karena penduduk sipil atau civilian bukan merupakan objek ataupun sasaran dari konflik atau sengketa bersenjata yang sedang terjadi 82 dinegaranya namun biasanya penduduk sipil merupakan korban dari konflik atau sengketa bersenjata tersebut. Konflik yang terjadi di Suriah sejak Mei 2011 hingga hari ini telah mengakibatkan banyaknya penduduk sipil yang menjadi korban kekerasan bersenjata. Keadaan di Suriah ini semakin memburuk karena adanya bantuan persenjataan perang dari Rusia dan Cina kepada pemerintah Suriah dalam masa perang ini. Sengketa tidak hanya terjadi antara pemerintahan Suriah dengan para pemberontak dan demonstran namun juga telah menyebar kenegara sekitar. Sebagai negara anggota konvensi Jenewa ke empat Suriah mempunyai tanggungjawab untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil terhadap hak-hak yang dimiliki dan tercantum dalam konvensi Jenewa dengan bantuan organisasi internasional yang bekerja dalam bidang bantuan kemanusiaan . Dalam Pasal 10 Konvensi Jenewa telah disebutkan bahwa konvensi ini memberikan ruang kepada Internasional Committee of Red Cross (ICRC) ataupun organisasi kemanusiaan lain untuk melakukan bantuan yang dibutuhkan oleh penduduk sipil yang menjadi korban dalam sengketa bersenjata yang terjadi di wilayah Suriah. ICRC mulai masuk di Suriah pada Mei 2011104 tidak lama sejak terjadinya konflik bersenjata di dalam negara tersebut. International Committee of Red Cross (ICRC) bekerja sama dengan NonInternational Government Organization dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan di Suriah. Orang-orang yang harus keluar dari wilayah negaranya sendiri dikarenakan 104 . http://www.icrc.org/eng/where-we-work/middle-east/syria/index.jsp, diakses pada 16 april 2013 pukul 09.18 WIB. 83 merasa tidak aman ataupun menrasa terancam, inmilah yang terjadi terhadap para penggungsi Suriah yang keluar dari negaranya karena adanya konflik bersenjata yang terjadi di negara tersebut. Sekitar 36 juta105 penduduk Suriah sudah meninggalkan negaranya sejak mei 2011. Para pengungsi yang di tangani oleh ICRC yang bekerjasama dengan Syrian Arab Red Cresent106 terutama yang masih bertahan di dalam negeri Suriah, hingga bulan Maret 2013 ICRC memberikan bantuan berupa : (i). Di wilayah Damaskus Pedesaan, Raqqa, Hama, Idleb, Damaskus, Lattakia, Homs dan Deir Ezzor mendapat kiriman bantuan makanan untuk para penggungsi yang berjumlah sekitar 155.000 orang; (ii). Di wilayah Aleppo, Damaskus, Raqqa, Hama, Desa Damaskus, Deir Ezzor, Lattakia, Idleb dan Homs mendapat bantuan kasur,selimut dan alat makanan untuk sekitar 90.000 orang; (iii). Di wilayah Raqqa, Idleb, Deir Ezzor, Lattakia, Damaskus, Aleppo, Homs, Hama dan Pedesaan Damaskus diberikan bantuan sanitasi dan kebersihan pada para penggungsi yang berjumlah sekitar 70.000 orang; (iv). Di wilayah di Damaskus, Aleppo dan Hama diberikan bantuan air untuk sanitasi dan kehidupan para penggungsi diwilayah tersebut, jumlah bantuan yang dipasok sekitar 10.000 botol dan 10 liter air perhari; 105 . http://www.icrc.org/eng/resources/documents/update/2013/04-05-syria-displacedassistance.htm, diakses pada 16 april 2013 pukul 09.34 WIB. 106 . Ibid, . 84 (v). dibidang kesehatan ICRC mengunjungi rumah sakit Al Za'em, Al-Birr dan rumah sakit Al-Waleed di Homs untuk mengirimkan bantuan berupapersediaan medis untuk pengobatan para korban dan untuk operasi 100 orang 150 cairan infuse dan alat-alat kesehatan lainnya; (vi). Bidang pendidikan dan anak ICRC bekerjasama dengan UNICEF dan Non-Internasional Government Organization yang berad diwilayah Suriah bantuan yang diberikan dalam bidang pendidikan berupa membuka kamp-kamp penggungsian untuk sekolah darurat, distribusi alat-alat sekolah untuk anakanak, melakukan pelatihan Psiko- sosial pada anak korban konflik dan kegiatan psikologis lain untuk mengurangi trauma dari anak korban konflik. Bantuan-bantuan yang diberikan ICRC sebagai salah satu pihak yang disebut dalam Konvensi Jenewa ke empat beserta organisasi internasional lain yang mempunyai misi kemanusiaan dalam membantu dan melaksanakan perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban dalam konflik bersenjata di Suriah yang terjadi sejak bulan Mei 2011 hingga kini. B. Dampak Pemberian Humanitarian Assistance oleh Perserikatan BangsaBangsa di Syrian Arab Republic 1. Kewajiban Negara Sebagai Negara Anggota PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terbentuk Pada 1 Januari 1942 dengan deklarasi yang dikenal dengan Declaration of the United Nations yang ditandatangani oleh 26 Negara, Dengan deklarasi ini mengawali berdirinya United Nations yang 85 mempunyai tujuan untuk mencapai keamanan dan perdamaian antar negara-negara di dunia. Sifatnya yang universal menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat oleh PBB adalah suatu peraturan hukum dunia yang mana merupakan representatif negaranegara di dunia. Adanya partisipasi dari hampir seluruh negara di dunia107 (voice majority) menyebabkan kecil kemungkinan bagi negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Members) untuk merintangi organisasi tersebut. Legal Personality dalam organisasi internasional dibutuhkan guna menunjukan kapasitas hukum (legal capacity) yang dimiliki oleh organisasi internasional ini terhadap negara-negara anggotannya. Dalam Pasal 104 Piagam PBB108 menyatakan, “..kapasitas hukum sebagaimana yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi dalam hal untuk mencapai tujuannya”. Lebih lanjut, legal personality juga diperlukan oleh suatu organisasi internasional sebagai dasar untuk melakukan suatu tindakan (legal to act or to take an action). Legal personality sebagai legal to act sebagai subjek hukum internasional109 terdapat dalam Pasal 1 The Convention on Priviliges and Immunities of the United Nations of 13 February 1946 (Konvensi tentang Hak Istimewa dan Hak Imunitas tahun 1946), “The United Nations shall posses juridical 107 CIA World Factbook 2004 menyatakan ada 194 negara di dunia, 191 adalah anggota PBB; Pada bulan Juni 2006, jumlah anggota PBB adalah 192 negara (http://organisasi.org). 108 Art. 104 UN Charter: The Organization shall enjoy in the territory of each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the fulfilment of its purposes. 109 Subjek Hukum Internasional adalah Negara, Vatikan, ICRC, Organisasi Internasional, Individu, Belligerent. Lihat Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 109-111; F. Sugeng Istanto, Op.Cit. hlm. 23-25. 86 personality. It shall have the capacity to contract; to acquire and dispose of immovable and movable property; to institute legal proceedings.”. Dalam advisory opinion Mahkamah Internasional (ICJ) concerning Reparation of Injuries Case 1949 menyatakan bahwa “...the Court considered that the functions and rights conferred to the United Nations by its constituent instrument were such that they necessarily implied the attribution of international personality to the organizations..”. ICJ kemudian, mendasarkan opininya itu sebagian pada praktek Perserikatan BangsaBangsa dalam membuat traktat, mengajukan klaim ganti rugi atas kerugian wakilwakilnya. Adanya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengutamakan fungsi perdamaian dan keamanan dunia maka Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat 6 (enam) organ utama yang ada di dalamnya untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam membantu mewujudkan keamanan dan perdamaian dunia. Organ yang mempunyai tugas khusus untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia saat ini adalah Dewan Keamanan yang dimandatkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang merupakan representasi dari negara-negara yang bergabung di dalamnya. Di Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dinyatakan bahwa seluruh negara anggota harus memberikan segala bantuan kepada Perserikatan BangsaBangsa untuk memberikan bantuan yang sesuai dengan isi Piagam110. Dengan adanya komitmen dari bangsa-bangsa di dunia yang tergabung di dalam Perserikatan Bangsa- 110 . Lihat Pasal 2 poin 5 UN Charter : All Members shall give the United Nations every assistance in any action it takes in accordance with the present Charter, and shall refrain from giving assistance to any state against which the United Nations is taking preventive or enforcement action. 87 Bangsa ini maka merupakan kewajiban dari negara-negara dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk para penduduk sipil yang menjadi korban dalam konflik ini melalui badan-badan yang ditugaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memberikan bantuan atau negara-negara dengan kemampuan sendiri atau bekerjasama dengan organisasi regional menyalurkan bantuan kemanusiaanya. Selain itu sesuai dengan Chapter VII dalam Piagam Perserikatan BangsaBangsa, PBB melalui Dewan Keamanan juga mempunyai wewenang untuk menentukan ada tidaknya ancaman terhadap keamanan dan perdamaian dunia111 . Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Keamanan juga mulai bertindak untuk mengatasi keadaan konflik yang terjadi di Suriah, Dewan Keamanan mengeluarkan 2(dua) resolusi yang meyatakan bahwa negara-negara di dunia mengutuk terjadinya kekerasan, pelanggaran terhadap kemanusiaan oleh pemerintah Suriah kepada rakyatnya112 dan akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaiakan konflik di Suriah yang di khawatirkan dapat mengacam perdamaian dan keamanan dunia internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menempuh langkah – langkah damai guna membantu dalam menyelesaikan konflik dan membatu masyarakat sipil yang menjadi 111 . Lihat Pasal 39 UN Charter : The Security Council shall determine the existence of any threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or decide what measures shall be taken in accordance with Articles 4 and 42, to maintain or restore international peace and security. 112 . Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2043/2012 : Condemning the widespread violations of human rights by the Syrian authorities, as well as any human rights abuses by armed groups, recalling that those responsible shall be held accountable, and expressing its profound regret at the death of many thousands of people in Syria, 88 korban dalam konlik yang terjadi di dalamnya. Bentuk respon awal dari masyarakat internasional untuk konflik di Suriah adalah : (i). The League of Arab States (LA) Pada awal terjadi konflik di Suriah Liga Arab cenderung pasif dalam menanggapi sengketa ini, namun pada 25 April 2012 muali mengambil tindakan dengan mengutuk pemerintah Suriah karena penggunaan kekerasan terhadap para demonstran, pada 7 Agustus 2012 LA merilis pernyataan agar dilakukan dialog antara pemerintah Suriah dengan para demonstran agar tidak terjadi tindak kekerasan yang secara terus di wilayah tersebut113. Dan dilanjutkan dengan pertemuan dengan pertemuan Sekjen Liga Arab dengan Presiden Suriah agar menghentikan kekerasan terhadap warga sipilnya dan membuat kesepakatan dengan liga arab untuk menghentikan kekerasan, membebaskan tahanan politik, mengijinkan askes dari media massa dan memindahkan personil militer diliwayah penduduk sipil, namun rencana ini tidak dilaksanan oleh Presiden Assad, dan menurut laporan Amnesty International lebih dari 100 orang meninggal dunia setelah Presiden Assad menyetujui rencana ini. Liga Arab dapat dikatakan gagal dalam upaya untuk mengurangi atau mencegah konflik yang semakin berkepanjangan antara pemerintah Suriah dengan masyarakat sipilnya. Namun lebih dari itu organisasi ini sudah melakukan upaya pencegahan terhadap semakin meluasnya konflik yang terjadi di Suriah. 113 . http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, diakses pada 13 Maret 2013 pukul 11.49WIB. 89 (ii). The Europian Union (EU) Sebagai salah satu Organisasi Internasional yang besar dikawasan Eropa, EU juga berupaya untuk meredam konflik yang terjadi di Suriah, beberapa hal yang dilakukan oleh EU adalah : embargo senjata ke wilayah Suriah, Pembekuan aset-aset orang yang di duga sebagai penyebab konflik yang berada di wilayah Uni Eropa, menjatuhkan sanksi ekonomi dan juga memberlakukan larangan perjalanan menuju dan dari Suriah serta memberlakukan pembekuan asset tambahan para pemimpin Suriah dan para pejabat militer Suriah yang berada di Uni Eropa. Sanksi maupun embargo yang dikeluarkan oleh Uni Eropa kepada negara Suriah diharapkan dapat menghentikan dan meredam konflik yang terjadi di negara Suriah dan agar dapat mengurangi penderitaan penduduk sipil yang menjadi korban dari konflik tersebut. Namun upaya ini juga dirasa kurang efektif karena hingga hari ini konflik dan perang bersenjata tetap terjadi di wilayah Suriah dan Presiden Suriah tidak menghiraukan himbauan dari Uni Eropa ini. (iii). United Nations (UN) Beberapa organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang secara damai bertugas diwilayah konflik Suriah telah melakukan tugasnya dan menghasilkan beberapa laporan yang dibawa di dalam rapat umum majelis umum Perserikatan BangsaBangsa. Beberapa organ Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut antara lain : 90 a. Penasehat Khusus tentang Pencegahan Genosida dan Internasional Coalision for the Responsibility to Protect (ICRtoP) Badan ini bertugas pada awalnya utnuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di Suriah dan mengingatkan serta menghimbau pemerintah Suriah bahwa harus bertanggung jawab atas perlindungan penduduknya dan melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional yang terjadi di wilayahnya. Badan ini juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk melakukan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah yang menjadi korban konflik di negaranya, dan meminta bantuan pada kerjasama regional yang ada di wilayah tersebut untuk membatu dalam memfasilitasi penyelesaian konflik ataupun sengketa antara pemerintah Suriah dengan para penduduk sipil. b. Human Right Council office of the high commissioner for Human Rights (OHCHR) 114 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memulai siding sejak 29 April 2012 dengan telah memantau keadaan HAM yang terjadi di wilayah Suriah sejak bulan Mei 2011. Hasil dari persidangan ini adalah dewan mengutuk keras perbuatan dari pemerintah Suriah yang menggunakan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil di negaranya dan juga dewan mengirimkan tim pencari fakta untuk mengumpulkan bukti pelanggaran HAM yang terjadi di Suriah, misi ini mulai berjalan pada 15 114 . Ibid., 14 91 Maret 2012 dan mengakhiri masa kerja serta langsung melakukan press reales terhdadap temuan fakta yang terjadi disana, tim mengungkap serangan meluas dan sistematis terhadap penduduk Suriah bisa menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan, penyiksaan dan penghilangan serta perampasan kemerdekaan dan penganiayaan. Laporan ini juga menyerukan kepada pemerintah Suriah untuk mencegah impunitas, memungkinkan pulang kembalinya pengungsi, membebaskan semua tahanan, dan memfasilitasi penyelidikan lebih lanjut oleh OHCHR dan Dewan Hak Asasi Manusia. Beberapa organisasi baik yang sifatnya regional maupun merupakan badan utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melakukan dan melaksanakan apa yang diamanatakan oleh Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia internasional dan memberikan bantuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa agar dapat melaksanankan fungsi dan tujuannya dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia. 2. Resolusi General Assembly dalam Pemberian Humanitarian Assistance di Syrian Arab Republic Sifat dari resolusi Majelis Umum ini juga harus diuji sifat, ruang lingkup serta akibat hukumnya, resolusi dari majelis umum yang berkaitan dengan lingkungan internal dan pelaksaan fungsi organ Perserikatan Bangsa-Bangsa jika sebelumnya 92 tidak dinyatakan sebahgai rekomendasi maka sifatnya memaksa dan mengikat misalnya resolusi mengenai pelaksanaan fungsi keuangan, admionistrasi majelis, penempatan item-item dalam agenda majelis, pengakuan anggota baru, penunjukan Sekertaris Jendral dan pemilihan hakim-hakim di Mahkamah Internasional115. Sedangkan resolusi-resolusi majelis umum terkait dengan lingkungan eksternal dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sifatnya adalah rekomendasi atau lebih bersifat himbauan yang ditujukan kepada negara, sebagian negara, para pelaku misalnya: kepada kelompok-kelompak yang secara terorganisisr berjuang untuk kemerdekaanya atau penentuan nasib sendiri, organ-organ Perserikatan Bangsa-bngsa. Isi dari resolusi ini dapat berupa procedural maupun substantive dan dapat berupa keduannya. Secara keseluruhan resolusi dari Majelis Umum ini tidak mengikat atau hanya berupa himbauan namun kebanyakan juga di jadikan hukum kebiasaan yang biasanya mengacu pada resolusi sebelumnya. Resolusi majelis umum yang dikeluarkan untuk Suriah ini pun mengacu pada resolusi sebelumnya yakni resolution 66/176 of 19 December 2011, as well as Human Rights Council Resolutions S-16/1 of 29 April 2011,1 S-17/1 of 23 August 20111 and S-18/1 of 2 December 2011. Non-Internasional Armed Conflict yang terjadi di Suriah telah mengakibatkan banyak korban jiwa hingga banyaknya penggungsi yang harus keluar dari negara tersebut dikarenakan rasa takut dan tidak aman berada di negaranya sendiri. Melihat kenyataan tersebut General Assembly atau Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa mengeluarkan dua resolusi untuk menanggapi keadaan yang terjadi di Suriah, 115 . James Barros, United Nations Past, Present, and Future, 1984, The Free Press, Hlm: 104 93 resolusinya yaitu : (i). A/RES/66/253 Resolution adopted by the General Assembly the Situation in the Syrian Arab Republic dan (ii). A/RES/66/176 Resolution adopted by the General Assembly the Situation of Human Right in the Syrian Arab Republic, pada kedua resolusi ini Majelis Umum masih menghimbau agar Suriah menghentikan kekerasan bersenjata yang dilakukan terhadap penduduk sipilnya, mengingatkan kembali kewajiban Suriah sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia internasional serta menjalin hubungan baik antar sesama anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat sipil yang menjadi korban atas konflik bersenjata ini. Dengan keluarnya resolusi dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa maka dimulailah bantuan kemanusiaan yang masuk kepada para korban yang berada diwilayah Suriah maupun para pengungsi yang terpaksa keluar dari Suriah. Bantuan kemanusiaan ini kebanyakan berasal dari organ khusus Perserikatan Bangsa-Bnagsa yang ditugaskan dengan adanya resolusi ini misalnya : (i). UNHCR untuk masalah Penggungsi (ii). WHO untuk masalah kesehatan (iii). FAO unmtuk masalah makanan para pengungsi dan (iv). UNICEF untuk masalah pendidikan anak yang berada diwilayah penggungsian116, organ-organ dari perserikatan Bangsa-Bangsa ini tidak bekerja sendirian melainkan juga bekerjasama dengan Non-Government Organization yang ada diwilayah negara tersebut. Usaha yang dilakukan organ-organ dibawah perserikatan Bangsa-Bangsa hingga saat ini masih berjalan dan dilakukan guna mengurani penderitaan rakyat sipil yang berada di wilayah konflik saat ini. 116 . http://www.cfr.org/syria/un-general-assembly-resolution-66253-syria/p27403, diakses pada 13 Maret 2013, pukul 13.07 WIB. 94 3. Resolusi Security Counsil dalam Pemberian Humanitarian Assistance di Syrian Arab Republic Dewan Keamanan merupakan salah satu organ utama dari Perserikatan BangsaBangsa yang mempunyai tugas untuk menjaga keamananan dan perdamaian dunia. Dalam menjalankan tugasnya Dewan Keamanan mempunyai wewenang dalam melaksanan tugasnya sesuai dengan Article 24 of UN Charter menyatakan bahwa untuk menjamin tindakan yang cepat dan efektif oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa maka para anggotanya memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanandalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan sepakat bahwa didalam melaksanakan tugas-tugasnya Dewan Keamanan mengatas namakan seluruh anggota serta dalam Chapter VI,VII,VIII,dan XII dalam United Nations Charter. Pada situasi konflik yang sudah berlangsung sejak Mei 2011 Dewan Keamananbelum bisa melakukan atau mengabil tindakan tentang apa untuk menghentikan konflik bersenjata antara pemerintah Suriah dengan rakyat sipil yang mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa dan terjadi kekacauan lain dalam negeri Suriah. Pada saat pemungutan suara 4 Oktober 2011 di dalam Dewan Keamanan Rusia dan Cina menggunakan hak vetonya atas apa yang terjadi di Suriah, kedua negara ini menakutkan jika resolusi ini disetujui akan terjadi intervensi seperti di Lybia117. Tidak jalannya lobi akibat veto yang digunakan kedua negara ini membuat lambatnya kinerja dari Dewan Keamanan. 117 . http://icrtopblog.org/2011/10/07/un-security-council-fails-to-uphold-its-responsibilityto-protect-in-syria/, diakses pada 13 Maret 2012 pukul 15.07 WIB. 95 Hingga 15 Desember 2011 masih terjadi polemik tersendir di dalam Dewan Keamananyang belum juga menyepakati mengenai resolusi yang akan dikeluarkan untuk segera menghentikan kekerasan di Suriah, pada 15 Desember itu Rusia membawa rancangan draf baru resolusi yang di dalamnya tidak mencantumkan mengenai adanya intervensi militer untuk Suriah hal ini sangat tidak disetujui oleh Prancis, Jerman dan Amerika serikat yang menganggap bahwa resolusi yang di bawa Rusia ini terlalu lunak untuk Suriah. Akhirnya pada 14 April 2012 Dewan Keamanan berhasil mengeluarkan resolusinya yang pertama unruk merespon keadaan di Suriah dengan nomer resolusi S/RES/2042(2012) dalam resolusi ini menguatkan dan mendukung Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab States yang di prakarsai oleh Kofi Annan yang bekerja sesuai dengan resolusi majelis umum nomer A/RES/66/253 pada 16 Februari 2012, penghormatan penuh terhadap kedaulatan, kemerdekaan dan kesatuan wilayah dan pemerintahan Suriah serta menugaskan kepada UNHCR untuk menyediakan layanan dan bantuan kemanusiaan bagi para penggungsi dan orang yang kehilangan tempat tinggal118. Inilah resolusi yang mendasari masuknya Humanitarian Assistance di wilayah Suriah dan negara – negara tujuan penggungsi yakni : Jordania, Mesir, Iraq, Turki dan Lebanon119. 118 . Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2042(2012) : Expressing its appreciation of the significant efforts that have been made by the States bordering Syria to assist Syrians who have fled across Syria’s borders as a consequence of the violence, and requesting UNHCR to provide assistance as requested by member states receiving these displaced persons, 119 . http://data.unhcr.org/syrianrefugees/regional.php, diakses pada 13 Maret 2013 pada pukul 16.30 WIB. 96 Seminggu kemudian pada 21 April 2012 Dewan Keamananberhasil mengeluarkan resolusinya yang kedua untuk merespon keadaan di Suriah dengan nomer resolusi S/RES/2043(2012) dalam resolusi ini hanya menguatkan dan mendukung Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab States yang di prakarsai oleh Kofi Annan yang bekerja sesuai dengan resolusi majelis umum nomer A/RES/66/253 pada 16 februari 2012, penghormatan penuh terhadap kedaulatan,kemerdekaan dan kesatuan wilayah dan pemerintahan Suriah120, dan dalam resoludi ini memang tidak dinyatakan mengenai adanya intervensi militer dari Dewan Keamanankepada Suriah namun Dewan Keamananmenugaskan United Nations Supervision Mission In Suriah (UNSMIS) untuk melakukan pengawasan dan memonitor terjadinya konflik bersenjata, pelanggaran kemanusiaan yang nantinya akan di bawa kedalam rapat Dewan Keamananuntuk mengambil tindakan lebih lanjut serta membantu terlaksanannya Envoy’s six point Proposal yang merupakan kerjasama antara negara Liga Arab dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan resolusi 2043 dari Dewan Keamanan121. 120 . Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2043(2012) : Reaffirming its strong commitment to the sovereignty, independence, unity and territorial integrity of Syria, and to the purposes and principles of the Charter, Reaffirming its support to the Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab States, Kofi Annan, and his work, following General Assembly resolution A/RES/66/253 of 16 February 2012 and relevant resolutions of the League of Arab States 121 . Ibid., : Decides to establish for an initial period of 90 days a United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS) under the command of a Chief Military Observer, comprising an initial deployment of up to 300 unarmed military observers as well as an appropriate civilian component as required by the Mission to fulfil its mandate, and decides further that the Mission shall be deployed expeditiously subject to assessment by the Secretary-General of relevant developments on the ground, including the consolidation of the cessation of violence; Decides also that the mandate of the Mission shall be to monitor a cessation of armed violence in all its forms by all parties and to monitor and support the full implementation of the Envoy’s six-point proposal; 97 4. Dampak Pemberian Humanitarian Assistance bagi negara Syrian a. Dampak ke dalam Negeri Syrian Arab Republic Terjadinya konflik di negara Suriah dapat dikatakan sebagai imbas dari pergolakan politik yang terjadi di wilayah Tunisia dan Mesir pada Mei 2011122, gerakan massa yang melakukan protes dan demonstrasi di Suriah pada awalnya menuntut perombakan pada sistem pemerintahan di Suriah agar lebih demokratis dan pemberian kebebasan berbicara dan berkumpul bagi para warganya karena menurut warga Suriah pemerintahan Presiden Assad sat ini cenderung otoriter123, Disisi lain pemerintah resmi Suriah meneluarkan pendapat yang berbeda dengan apa yang dituntut oleh rakyat Suriah, pemerintahan Presiden Assad menolak memenuhi permintaan para demonstran dan pemerintah menolak bertanggungjawab atas serangan terhadap para demonstran124. Inilah yang merupakan awal dari konflik di negara Suriah. Semakin rumitnya situasi di Suriah hingga saat ini juga diakibatkan oleh tertutupnya pemerintah Suriah untuk bantuan dari dunia internasional, Presiden Assad malah memnerintahkan para tentara untuk melakukan penjagaan di wilayah-wilayah yang dihuni oleh masyarakat sipil dan para demonstran dengan mengerahkan kekuatan militer penuh serta membatasi jumlah pasokan air, makanan dan medis 122 . Spenser Zifcak, the Responsibility to Protect after Libya and Syria, Melbroune Jurnal of International Law , Juni 2012, Hlm: 10 123 . Ibid., Hlm: 12 124 . http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 10.39 Wib. 98 kepada para masyarakat Suriah yang menjadi korban dalam konflik bersenjata ini125. Dari laporan Amnesty International menyatakan bahwa pembatasan akses kesehatan dan rumah sakit kepada rakyat sipil yang menjadi korban kekerasan bersenjata oleh pemerintah Suriah dengan pemberlakuan kontrol akses masuk kedalam sarana kesehatan dan juga menolak akses bantuan kemanusiaan dari negara-negara disekitarnya juga dari organisasi kemanusiaan, Office of the High Comisioner Human Right (OHCHR) yang ditugaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memantau keadaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Suriah. Namun setelah mengadakan pembicaraan tertutup dengan pemerintah Suriah, Pemerintah Suriah mengijinkan misi pemantauan keadaan HAM yang bernama United Nations Supervision Mission in Suriah (UNSMIS) untuk masuk dan memantau keadaan HAM di Suriah dengan ditengahi dan didampingi oleh Liga Arab dan dipimpin oleh Kofi Anan126, namun jalannya pemantauan ini pun masih sering di intimidasi oleh tentara nasional dari Suriah127. Semakin memburuknya situasi di Suriah membuat masyarakat internasional mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi besar yang ada di dunia untuk segera mengatasi masalah kekerasan bersenjata dan segera memberikan bantuan kemanusiaan kepada para rakyat Suriah yang menjadi korban disana. Maka Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Majelis Umum pada awalnya mengeluarkan 125 . Ibid., Hlm: 5 126 . http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unsmis/mandate.shtml, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 11.47 WIB. 127 . Op.Cit., Hlm: 6 99 resolusi mengenai keadaan HAM yang terjadi di Suriah kemudian disusul resolusi yang akhirnya dikeluarkan oleh Dewan Keamananyang pada awalnya mengalami kebuntuan karena Rusia dan Cina menggunakan Hak Veto atas usulan resolusi awalnya, namun pada 14 dan 21 April di sepakati oleh Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang isisnya menguatkan resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum mengenai keadaan HAM yang ada di Suriah dan di perlukannya Bantuan Kemanusiaan kepada masyarakat Suriah ditambah Perserikatan BangsaBangsa menugaskan UNHCR untuk mengurus masalah bantuan kemanusiaan yang akan bekerjasama dengan organ-organ PBB yang berkaitan dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan juga bekerjasama dengan Non-Governmental Organization lokal yang akan membantu dalam pendistribusian bantuan kemanusiaan kepada para korban dan penggungsi Suriah dan Memberikan Mandat kepada UNSMIS untuk melakukan control dan pengawasan terhadap kekerasan kemanusiaan yang terjadi di Suriah untuk kemudian dilaporkan ke Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap Suriah128. Pada bulan Juli 2012 bantuan kemanusiaan mulai masuk ke dalam wilayah Syrian dan lebih dari 800.000 pengungsi dan para korban mulai mendapat bantuan kemanusiaan berupa makanan, layanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak korban konflik dan kekerasan bersenjata yang terjadi diwilayah tersebut129 128 . Lihat resolusi Dewan Keamanan: S/RES/2043(2012) 129 . Diakses di http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/172/59/PDF/G1217259.pdf?OpenElement , pada 14 Maret 2013 pukul 15.51 WIB. 100 Suriah sebagai negara pihak130 yang menandatangani United Nations Charter mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban sebagai negara anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain : (i). memelihara perdamaian dan keamanan dunia dengan melakukan secara bersama tindakan-tindakan yang dianggap efektif jika terjadi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia (ii). Mengembangkan hubungan kerjasama antar negara anggota berdasarkan prinsip persamaan hak dan hak untuk menentukan nasib sendiri (iii). Mengadakan kerjasama internasional disegala bidang dan juga mengusahakan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia131, dari tujuan yang sudah tercantum dalam Piagam PBB maka Suriah sebagai negara anggota harus melakukan kewajibannya tersebut. Negosisasi antara pemerintah Suriah dengan PBB yang diwakili oleh Kofi Anan sebagai duta PBB mengalami beberapa kendala karena sikap tertutupnya Negara ini. Namun negosisasi ini berhasil dan menghasilkan kesepakatan bahwa Suriah membuka diri atas bantuan kemanusiaan yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNHCR dan badan yang berada dibawahnya untuk membantu para pengungsi dan korban akibat dari konflik dan sengketa tersebut dan bekerjasama dengan Non-Governmental Organization yang berada di wilayah Suriah ataupun negara tujuan penggungsi132. 130 . Syrian Arab Republic telah menjadi anggota PBB sejak 24 desember 1945, Lihat di http://www.un.org/en/members/index.shtml,. Diakses pada 14 Maret 2013 pukul 12.18 WIB. 131 . Lihat Article 1 UN Charter 132 . Negara tujuan para penggungsi Syria : Iraq, Mesir, Lebanon, Jordania dan Turki 101 b. Dampak Terhadap Negara yang Berbatasan Langsung dengan Syrian Arab Republic Pemberian bantuan kemanusiaan pada para korban kekerasan bersenjata antara pemerintah dan rakyat sipil yang terjadi di Suriah mendapat respon yang cepat dari banyak kalangan masyarakata dan organisasi-organisasi internasional yang mengutuk perbuatan dari Presiden Suriah karena kekerasan yang dilakukan. Meskipun pada awal berlangsunganya konflik dari pihak pemerintah menyatakan tidak ingin bertanggungjawab atas kekacauan dan penembakan yang terjadi saat berlangsungnya demonstrasi namun adanya desakan dari masyarakat internasional dengan perwakilan dari beberapa organisasi regional negara-negara mampu meyakinkan kepada Presiden Assad untuk mau membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan yang ditawarkan melalui organ-organ PBB ataupun International Non-Governmental Organization (INGO) yang bergerak pada bidang bantuan kemanusiaan. Salah satu organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditugaskan untuk membantu para pengungsi dan para korban kekerasan bersenjata adalah UNHCR yang kemudian langsung merespon tugas yang dimandatkan. UNHCR tidak hanya bekerja pada wilayah Suriah namun juga menyebar ke negara-negara tujuan penggungsi yang lebih dahulu telah keluar dari Suriah.di negara-negara tersebut UNHCR dibantu oleh Non-Governmental Organization (NGO) dalam melaksanan tugas dan wewenangnya mengatasi masalah penggungsi dan penyediaan kebutuhankebutuhan para korban konflik lainnya. 102 Bagi negara yang berbatasan langsung dengan Suriah antara lain Turki, Iraq, Lebanon, Mesir dan Jordania hal ini merupakan masalah baru bagi negara tersebut. Karena masuknya para penggungsi di wilayah mereka tidak di duga sebelumnya dan tiap negara memberlakukan kebijakan yang berbeda terhadap para pengungsi. beberapa kebijakan yang diterapkan negara tujuan penggungsi Suriah yang bekerjasama dengan UNHCR antara lain : (i). JORDANIA Negara wilayah tujuan penggungsi yang pertama adalah Jordania, karena Jordania merupakan negara yang letaknya paling dekat dengan Suriah. Sejumlah 289.268 orang penggungsi memasuki wilayah ini sejak Januari 2012 hingga Januari 2013133. UNHCR juga bekerjasama dengan beberapa NGO lokal yang berada diwilayah tersebut untuk melakukan distribusi dan pelaksanaan Bantuan kemanusiaan yang akan disalurkan kepada para korban kekerasan dan para penggungsi yang keluar dari Suriah menuju negara tersebut. (ii). MESIR Mulai bulan Juni 2012 para penggungsi memasuki wilayah Mesir hingga Maret 2013 ini jumlahnya mencapai 18.404 orang dan sekitar 10.000 orang masih menunggu registrasi dari UNHCR. Para pengungsi yang memasuki wilayah mesir 133 . http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=107, diakses pada 14 Maret 2013 pukul : 17.39 Wib 103 melakukan pendataan di wilayah Alexandria sejumlah 6007 orang sedangkan 1350 orang melakukan registrasinya di wilayah Damietta134. Bantuan kemanusiaan yang berjalan di wilayah mesir merupakan hasil kerjasama antara UNHCR dan beberapa NGO lokal di wilayah tersebut, misalnya : untuk masalah perlindungan anak UNHCR bekerjasama dengan UNHCR dan PSTIC Mesir dalam mengadakan dan mendirikan sekolah darurat dan mendirikan traumatic Center untuk anak korban kekerasan bersenjata135. Mesir sebagai negara yang membuka aksesnya bagi para pengunggsi untuk menjadi pencari suaka diwilayah negara tersebut sejak bulan juni 2012 dan hingga hari ini. Ini merupakan salah satu wujud dari solidaritas dan dukungan negara Mesir agar pemerintah Suriah dengan segera menghentikan kekerasan bersenjata yang dilakukan kepada rakyat sipil di Suriah. (iii). TURKI Negara Turki merupakan negara kedua tujuan dari para penggungsi Suriah, sejak Januari 2012 hingga Januari 2013 nampak pergerakan drastic dari para penggungsi yang memasuki wilayah ini. Pemerintah Turki telah memulai pendaftaran pengungsi Suriah yang tinggal di daerah perkotaan. Sampai saat ini, 40.954 pengungsi Suriah telah terdaftar dan sekitar 31.000 warga Suriah lanjut sedang menunggu pendaftaran, sehingga jumlah lebih dari 258.000. Pemerintah Turki 134 . http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=8, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 17.13 WIB. 135 . http://www.unhcr.org/50d192fd9.html, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 17. 17 WIB. 104 memperkirakan bahwa ada 400.000 Suriah di negara itu136. Diwilayah ini UNHCR juga bekerjasama dengan beberapa NGO lokal yang berada di wilayah tersebut untuk melakukan distribusi dan pelaksanaan Bantuan kemanusiaan yangakan disalurkan kepada para korban kekerasan dan para penggungsi yang keluar dari Suriah menuju Turki. (iv). LEBANON Di negara Lebanon para penggungsi mulai masuk pada bulan Maret 2012 sekitar 131.184 orang penggungsi yang terdaftar maupun belum terdaftar memasuki wilayah Lebanon. Hingga kini tercatat hampir sekitar 220.525 orang penggungsi yang berada diwilayah negara tersebut137. UNHCR pun memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah ini dengan bekerjasama dengan banyak NGO lokal di wilayah tersebut dalam melakukan distribusi dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan oleh para penggungsi dan korban kekerasan oleh pemerintah Suriah dan mencari suaka di Negara tersebut. 136 . http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=224, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 17.46 Wib 137 . http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=122, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 17. 51 Wib 105 (v). IRAQ Negara ke lima yang menjadi tujuan para penggungsi adalah Iraq, para penggungsi mulai masuk sejak Maret 2012 hingga Maret 2013, jumlah total penggungsi yang masuk kedalam wilayah ini sekitar 112.954 orang baik yang terdata ataupun yang belum terdata. UNHCR pun memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah ini dengan bekerjasama dengan banyak NGO lokal di wilayah tersebut dalam melakukan distribusi dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan oleh para penggungsi dan korban kekerasan oleh pemerintah Suriah dan mencari suaka di negara tersebut Dari jumlah data yang tersebutkan di atas dapat dilihat dampak yang ditimbulkan dari adanya sengketa yang terjadi di Suriah terharap negara yang berbatasan langsung dengan Suriah. Akibatnya banyak para penduduk yang merasa terancam oleh tindakan dari pemerintah Suriah yang melakukan kekerasan bersenjata kepada rakyatnya sehingga menimbulkan ketakutan dan keluarnya sejumlah besar penduduk Suriah. Negara-negara yang berada disekitar Suriah pada awalnya enggan menerima para penggungsi yang menyebar di wilayah mereka, namun para akhirnya negaranegara ini menerima dengan menempatkan para penggungsi kedalam wilayahwilayah penggungsian yang ditentukan oleh negara tempat tujuan penggungsi tersebut. 106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan peneliti untuk menjawab dua rumusan permasalahan di atas adalah : 1. Pemberian humanitarian assistance (bantuan kemanusiaan) kepada Suriah telah sesuai dengan : a. Pasal 10 Konvensi Jenewa ke-4 tentang Geneva Convnetion Relative to the protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV) (perlindungan penduduk sipil pada masa perang) b. Resolusi S/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012) oleh Dewan KeamananPBB yang menguatkan reolusi dari General Assembly dalam resolusi 46/182 dan Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab States dalam pemberian bantuan kemanusiaan oleh PBB Sesuai dengan dasar hukum tersebut Suriah layak mendapatkan bantuan kemanusiaan dari PBB yang menugaskan UNHCR yang bekerjasama dengan NGO lokal maupun Internasional dalam pemberian bantuan kemanusiaannya. 2. Dampak pemberian bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance) terhadap negara Suriah adalah Suriah wajib membuka kedaulatan negaranya untuk mengijinkan bantuan kemanusiaan masuk dan juga sebagai kewajiban negara anggota peserta Konvensi Jenewa ke-4 tentang Geneva Convnetion Relative to the protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV) 107 (perlindungan penduduk sipil pada masa perang) dan sebagai Negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. B. SARAN 1. Suriah sebaiknya memanfaatkan bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance) yang diberikan oleh PBB melalui organ-organnya, guna memberikan perlindungan kepada penduduk sipil Suriah yang menjadi korban konflik yang terjadi di negaranya; 2. NGO lokal di Suriah sebaiknya meningkatkan kerjasama dengan NGO internasional guna menyalurkan bantuaan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban konflik yang terjadi di Negaranya. 108 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku /artikel Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Burhan Ashsofa. 2004. Metode Penelitian Hukum. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Peneitian Hukum Normatif. Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 2006. UI Press. Jakarta Kate Mackintosh. 2000. HPG Report: The Principles of Humanitarian Action in International Humanitarian Law. HPG Publication: London. _________, International Law In Humanitarian Assistance. 2011. the Network On Humanitarian Assistance. Ruth Abril Stoffels. 2005. Legal regulation of humanitarian assistance in armed conflict:Achievements and gaps. IRRC journal. Vol. 86. Aidan Henir. 2010. Humanitarian Intervention an Introduction. Palgrave Macmillan:London 109 Harry purwanto, hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak asasi Manusia, Mimbar Hukum, Volume 18, nomer 2, Juni 2006. Boer Mauna,Hukum Internasional dalam peran dan fungsi dalam era dinamika global, 2005, PT.Alumni:Bandung. NN, Basic Facts About The United Nation, 1998, published by the United Nations department of public information. Sumaryo Suryokusumo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta Sri Setianingsih Suwardi, 2004,Pengantar Hukum Organisasi Internasional,UI Press,Jakarta Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Jean-Marie Henckaerts dkk, 2009, Costumary International Humanitarian Law Vol I, Cambrige University press Spenser Zifcak, 2012, the Responsibility to Protect after Libya and Suriah, Melbroune Jurnal of International Law Jennifer M. Welsh, 2006, Humanitarian Intervention and International Relation, Oxford University 110 Steven P. Lee, 2010, Humanitarian Intervention-eight theory, http://www.diametros.iphils.uj.edu.pl/pdf/diam23lee.PDF Anthony Cullen, 2010, The Concept of Non-International Armed Conflict in International Humanitarian Law, Cambridge University Press 2. Peraturan perundangan / konvenan United Nations Charter (UN Charter) 1945 Universal Declaration of Human right (UDHR) 1949 Geneva Convention of 12 August 1949 (GC) 1949 Protocol I (1977) relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts Protocol II (1977) relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts General Assembly Resolution A/RES/46/182 19 december 1991 Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency Assistance of the United nations Security Council Resolition S/RES/2043(2012) 111 Security Coucil Resolution S/RES//2042(2012) General Assembly Resolution A/RES/66/176 Situasion of Human Roght in The Syrian Arab Republic General Assembly Resolution A/RES/66/253 The Situasion in the Syrian Arab Republic General Assembly Resolution A/RES/66/253B The Situasion in the Syrian Arab Republic 3. Internet http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/ http://www.unocha.org/ http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-suriah http://www.icrc.org/eng/assets/files/other/indo-irrc http://www.un.org/Depts/dhl/resguide/r46.htm http://www.liputan6.com http://organisasi.org 112 http://www.un.org/en/index.shtml http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/121016_Suriah.doc.htm http://www.unhcr.org/pages/49c3646c2.html http://www.unhcr.org/50d192fd9.html http://www.ohchr.org/ prepared in Coordination with the United Nations System , Humanitarian Assistance Respon Plan for Suriah (1 January – 30 June 2013) http://mobile.nytimes.com/2013/03/07/world/middleeast/number-of-Syrianrefugees-hits-1-million-un-says.xml http://www.unicef.org/UNICEFSyrianRegionalcrisisHumanitarianSitrepREGIONALLessSuriah// http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-suriah http://ec.europa.eu/echo/aid/north_africa_mid_east/suriah_en.htm http://ec.europa.eu/echo/files/aid/countries/factsheets/suriah_en.pdf http://ec.europa.eu/echo/files/funding/decisions/2013/HIPs/suriah_en.pdf http://www.cfr.org/suriah/un-general-assembly-resolution-66253suriah/p27403 113 http://icrtopblog.org/2011/10/07/un-security-council-fails-to-uphold-itsresponsibility-to-protect-in-suriah/ http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/regional.php http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unsmis/mandate.shtml http://daccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/172/59/PDF/G1217259.pdf?Ope nElement http://www.un.org/en/members/index.shtml http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/country.php?id=107 http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/country.php?id=8 http://www.nceeer.org/Programs/Carnegie/Reports/Hnikoghosyan_Final_NEE ER.pdf 114