spesifik membahas pemberian humanitarian assistance dalam

advertisement
spesifik membahas pemberian humanitarian assistance dalam situasi konflik di Suriah
Arab Republic. Dari sekian banyak hasil penelitian dan jurnal internasional serta
nasional, peneliti hanya mengangkat beberapa yang dianggap memiliki substansi
yang memiliki kemiripan dengan permasalahan yang dirumuskan calon peneliti,
yakni sebagai berikut :
1. jurnal internasional “ Legal regulation of humanitarian assistance in
armed conflict: achievements and gaps” oleh Ruth Abril Stofels
substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk penelitian ini.
Masalah yang diangkat dalam jurnal ini lebih pada teknis bagaimana
distribusi
dan
implementasi
dari
humanitarian
assistance
yang
dibutuhkan oleh penduduk sipil saat terjadi konflik. dan dalam
kesimpulannya menyatakan bahwa analisa dari adanya prinsip-prinsip,
status hukum dan pelaksanaan dari bantuan kemanusiaan membantu
implementasinya namun kadang hal ini juga terhambat oleh ketidak
tersediaan dari mekanisme pelaksanaan yang sama dalam pemberian
bantuan kemanusiaan kepada para penduduk sipil yang menjadi korban
terjadinya konflik.
2. Jurnal Internasional Humanitarian Knowlegde Management oleh Dennis
J. King substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk
penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan dan membahas
mengenai humanitarian assistance yang dapat dilakuakn oleh organisasi
maupun individu untuk membantu dalam mengurangi beban dan
9
keselamatan para korban sengketa bersenjata. Dalam jurnal ini juga
menyajikan data-data pembanding mengenai apa saja yang boleh
ataupun tidak boleh dilakukan dalam hal humanitarian assistance
diwilayah yang sedang berkonflik. Dalam jurnal ini juga dijelaskan
mengenai bagaimana suatu organisasi atau individu dalam menyalurkan
bantuan kemanusiaannya agar dapat diterima oleh penduduk sipil
diwilayah tersebut.
3. Jurnal Internasional Humanitarian Intervention oleh Aidan Henir.
Substansi dari jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan dalam penulisan
penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan mengenai
konsep dalam humanitarian intervention secara umum serta siapa yang
berhak memutuskan dalam melakukan humanitarian intervention. Dalam
jurnal ini lebih umum diuraikan mengenai macam dari humanitarian
intervention.
4. Jurnal Internasional Humanitarian Aid oleh Anna Caprile dan Pekka
Halaka, Substansi jurnal ini juga digunakan dalam penulisan jurnal ini.
Jurnal
ini
secara
komperhensif
membahas
mengenai
bantuan
kemanusiaan yang diberikan oleh European Union, juga membahas
dasar hukum dan siapa yang berhak menyalurkan dan menerima
humanitarian assistance dalam keadaan perang dan bencana.
10
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
untuk mengetahui kriteria-kriteria yang dapat digunakan dal;am
pemberian humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB
2.
untuk
mengetahui
dampak
yang
ditimbulkan
dari
pemberian
humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB
E. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain
sebagai berikut :
1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum,
khususnya dalam bidang Hukum Humaniter Internasional dalam
mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, sehingga
informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai
dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan di atas;
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
pengetahuan penulis dalam bidang Hukum Internasional pada umumnya
dan dalam bidang Hukum Humaniter Internasional pada khususnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hukum Humaniter Internasional
A. pengertian hukum humaniter internasional
hukum humaniter internasional lahir dan berasal dari istilah laws of war yang
kemudian berkembang seiring dengan perkembangan di dunia internasional menjadi
laws of armed conflict atau hukum sengketa bersenjata yang pada saat ini kita sebut
dengan istilah hukum humaniter14. Haryomataram membagi hukum humaniter ini
menjadi 2(dua) bagian aturan pokok antara lain15:
a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk
berperang / The Hague Laws ;
b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan
penduduk sipil akibat dari perang / The Geneva Laws;
Sedangkan Mochtar Kususmaatmadja16 membagi hukum perang sebagai berikut :
a. Jus ad bellum : hukum tentang perang, mengatur tentang hal bagaimana
negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ;
14
Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:5.
15
. Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press,
Surakarta, 1994, hlm: 1.
16
. Mochtar Kusumaadmadja dalam buku Haryomataram, Hukum Humaniter, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm: 6.
12
b. Jus in bello : hukum yang berlaku dalam perang yang dibagi 2(dua) yakni :
(i). Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) disebut
juga dengan The Hague laws;
(ii). Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban
perang disebut juga The Geneva Laws
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hukum humaniter terdiri
atas dua bagian pokok yakni The Hague Laws ( hukum Den Haag) dan The Geneva
Laws (hukum jenewa). Perubahan istilah dari Law of war (hukum perang) menjadi
Laws of armed conflict (hukum sengketa bersenjata) in terjadi karena penggunaan
istilah ini tidak disukai oleh masyarakat internasional dengan mengingat peristiwa
perang dunia ke II yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan Liga Bangsa-Bangsa
saat itu juga melakukan upaya untuk menghindarkan terjadinya perang antar negaranegara di dunia. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan
membentuk Liga Bangsa-Bangsa di dalam organisasi ini para anggota sepakat untuk
menjamin perdamaian dan keamanan dengan sepakat untuk tidak menggunakan jalan
perang dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara.
Beberapa ahli hukum internasional berusaha memberikan pengertian beserta
ruang lingkup atas hukum humaniter, rumusan-rumusan tersebut antara lain:
13
a. Menurut Jean Pictet17
“International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the
international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect
for individual and his well being”( hukum humaniter internasional dalam arti
luas berdasarkan semua ketentuan hukum internasional baik hukum tertulis
maupun kebiasaan , dan menjamin penghormatan terhadap individu dan
kesejahteraannya).
b. Geza Herzegh18
“Part of the rules of public international law which serve as the protection of
individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it
is closely related to them but must be clearly distinguish from these its
purpose and spirit being different”(bagian dari hukum internasional public
yang digunakan sebagai perlindungan terhadap penduduk sipil maupun
individu dalam masa konflik bersenjata. Dalam penerapannya harus benarbenar dilakukan pembedaan antara penduduk sipil dan para kombatan yang
angkat senjata saat terjadi konflik).
c. Mochtar Kusumaatmadja19
“Bagian dari hukum yang mengatur ketentuanketentuan perlindungan korban
perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala
sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”
d. Esbjorn Rosenbland20
17
. Pictet, the prisiple of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram, Ibid ., hlm:
18
. Geza Herzegh, Recent Problem of International Law, dalam Ibid ., hlm: 17
19
. Mochtar Kusumaatmadja dalam Pengantar Hukum Humaniter, Arlina Permanasari, hlm: 9
20
. Esbjorn Rosenbland dalam Ibid.,
15
14
(i). The Law of Armed Conflict, berhubungan dengan:
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Pendudukan wilayah lawan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral;
(ii). Law of Warfare, ini antara lain mencakup:
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan orang sipil.
Berbeda dengan Herczegh, maka Rosenblad memasukkan dalam Hukum Humaniter,
kecuali Hukum Jenewa, juga sebagian dari Hukum Den Haag, yaitu yang
berhubungan dengan metoda dan sarana berperang21. Menurut Rosenblad, Hukum
Perang inilah yang oleh ICRC disebut dengan “international humanitarian law
applicable in armed conflict”. Dapat disimpulkan bahwa menurut Rosenblad, Hukum
Humaniter identik dengan Hukum Perang, sedangkan Hukum Perang sendiri
merupakan bagian dari Hukum Sengketa Bersenjata.
d. Panitia tetap hukum humaniter22
“Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan
internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum
perang dan hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan
terhadap harkat dan martabat seseorang”.
21
. http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, diakses pada 3
april 2013 pukul 11.53 WIB.
22
. Panitia Tetap Hukum Humaniter dalam Arlina Permanasari, Op.cit., hlm : 9
15
Dari beberapa pengeritan diatas dapat terlihat bahwa para ahli juga belum
sepakat mengenai ruang lingkup dari hukum humaniter itu sendiri. Beberapa ahli
seperti Jean Pictet menyatakan bahwa hukum humaniter mempunyai artian luas yakni
menyangkut hukum jenewa, hukum Den Haag dan Hukum Hak Asasi Manusia
sedangkan ahli lain menyatakan bahwa hukum humaniter dalam artian sempit yakni
hanya hukum Jenewa itu sendiri.
B. asas-asas utama dalam hukum humaniter internasional
Hukum humaniter internasional yang merupakan cabang dari hukum
internasional publik23 dan belum banyak dikenal oleh masyarakat namun
keberadaannya dibutuhkan jika terjadi perang antar negara. Hukum humaniter ini
memiliki 3 asas pokok yakni:
a. Military Necessity ( asas kepentingan Militer)
Berdasarkan asa ini maka para pihak yang bersengketa dibenarkan untuk
menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan
keberhasilan perang24. Asas ini juga dapat diartikan sebagai mengandung arti bahwa
suatu pihak yang bersengketa (belligerent) mempunyai hak untuk melakukan setiap
tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun
sekaligus tidak melanggar hukum perang25.
23
. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, PT. Raja grafindo persada: Jakarta,
24
. Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:11.
hlm: 1.
25
. Dictionary of Military and Associated Terms, US Department of Defence, 2005, dapat
diakses pada http://usmilitary.about.com/od/glossarytermsm/g/m3987.htm, diakses pada 12 april 2013
pukul 15.30 WIB.
16
Pelaksanaan asas kepentingan militer ini sering dijabarkan dengan adanya
penerapan 2 (dua) prinsip yakni :
(i)
Limitation Principle (pembatasan)
Prinsip pembatasan adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya
pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang
dilakukan oleh pihak yang bersengketa, seperti adanya larangan penggunaan
racun atau senjata beracun, larangan adanya penggunaan peluru dum-dum, atau
larangan menggunakan suatu proyektil yang dapat menyebabkan luka-luka
yang berlebihan dan penderitaan yang tidak perlu26.
Prinsip pembatasan dicantumkan di dalam Pasal 22 dan 23 Hague
Regulations(Lampiran dari Konvensi Den Haag IV, 1907, atau Regulasi Den
Haag) yang menyatakan bahwa :
Pasal 22 : The right of belligerents to adopt means of injuring the enemy
is not unlimited.(hak dari Belligerents dalam menggunakan alat untuk melukai
musuh adalah tidak tak terbatas)
Pasal 23: In addition to the prohibitions provided by special
Conventions, it is especially forbidden :
(a) To employ poison or poisoned weapons;
(b) To kill or wound treacherously individuals belonging to the hostile nation
or army;
(c) To kill or wound an enemy who, having laid down his arms, or having no
longer means of defence, has surrendered at discretion;
(d) To declare that no quarter will be given;
26
. http://arlina100.wordpress.com/2008/11/15/asas-asas-hukum-humaniter/, diakses pada 3
april 2013 pukul 14.30 WIB.
17
(e) To employ arms, projectiles, or material calculated to cause unnecessary
suffering;
(f) To make improper use of a flag of truce, of the national flag or of the
military insignia and uniform of the enemy, as well as the distinctive badges of
the Geneva Convention;
(g) To destroy or seize the enemy's property, unless such destruction or seizure
be imperatively demanded by the necessities of war;
(h) To declare abolished, suspended, or inadmissible in a court of law the
rights and actions of the nationals of the hostile party. A belligerent is likewise
forbidden to compel the nationals of the hostile party to take part in the
operations of war directed against their own country, even if they were in the
belligerent's service before the commencement of the war.( Selain larangan
yang diberikan oleh Konvensi khusus, terutama dilarang
(a) Untuk menggunakan racun atau senjata beracun;
(b) Untuk membunuh atau melukai individu yang setia pada negara yang saling
bermusuhan atau tentara;
(c) Untuk membunuh atau melukai musuh yang, telah meletakkan senjata, atau
tidak memiliki lagi sarana pertahanan, telah menyerah pada kebijaksanaan;
(d) Menyatakan kuartal tidak akan diberikan;
(e) Untuk menggunakan senjata, proyektil, atau bahan yang diperhitungkan
akan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu;
(f) Untuk membuat penyalahgunaan bendera gencatan senjata, dari bendera
nasional atau lambang militer dan seragam musuh, serta lencana khas dari
Konvensi Jenewa;
(g) Untuk menghancurkan atau merampas harta musuh, kecuali penghancuran
atau penyitaan secara imperatif dituntut oleh kebutuhan perang;
(h) Untuk mendeklarasikan dihapuskan, ditangguhkan, atau tidak dapat
diterima di pengadilan hukum hak dan tindakan warga negara dari pihak yang
bermusuhan. Sebuah berperang adalah juga dilarang untuk memaksa warga
negara dari pihak yang bermusuhan untuk mengambil bagian dalam operasi
perang yang ditujukan terhadap negara mereka sendiri, bahkan jika mereka
berada dalam pelayanan berperang sebelum dimulainya perang.)
18
(ii). Proporsionalitas (Proposionally Principle).
Adapun prinsip proporsionalitas menyatakan bahwa kerusakan yang akan
diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan
tidak berlebihan dalam kaitan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata
dan langsung yang dapat diperkirakan akibat dilakukannya serangan terhadap
sasaran militer. Perlu ditegaskan bahwa maksud proporsional di sini bukan berarti
keseimbangan.27
b. Humanity (Asas Perikemanusiaan)
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk
memperhatikan perikemanusiaan dimana para pihak dilarang melakukan kekerasan
yang dapat menimbulkan luka berlebihan ataupun penderitaan yang tidak perlu28 pada
para korbannya. Seperti yang tercantum dalam Pasal 23 Hague Regulation yang
menyatakan bahwa :
“(e) To employ arms, projectiles, or material calculated to cause unnecessary
suffering;” ((e) Untuk menggunakan senjata, proyektil, atau bahan yang
diperhitungkan akan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu;)
Dalam berperang melukai musuh, menembaki musuh ataupun membunuh
musuh merupakan hal yang sah menurut hukum jika dilakukan oleh orang yang ikut
serta dalam peperangan tersebut (Combatan) dan ditujukan kepada sasaran yang
27
28
. Ibid
.Ibid
19
merupakan sasaran militer. Penggunaan senjata yang dapat menimbulkan luka atau
penderitaan yang berlebihan atau tidak perlu ini yang menimbulkan asas ini, di dalam
melakukan metode berperang, yaitu tetap memperlakukan manusia secara manusiawi
baik ketika peperangan berlangsung, dan bahkan setelah suatu pihak menjadi korban.
Dalam regulasi Den Haag III tahun 1907 sendiri telah mengatur larangan-larangan
terhadap senjata ataupun jenis peluru dan peralatan perang lain yang dapat
menimbulkan penderitaan yang tidak perlu29
c. Chivalry ( Asas Kesatriaan)
Dalam asas ini mengandung arti bahwa dalam setiap peperangan, kejujuran
harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, macam tipu muslihat
dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang digunakan30. Dalam konvensi Den Haag
Ke III 1907 banyak yang menerapkan asas ini antara lain bahwa perang tidak akan
dimulai jika tidak ada pemberitahuan atau peringatan yang jelas sebelumnya(Pasal 1)
(previous and explicit warning), baik dalam bentuk pernyataan perang (declaration
of war) beserta alasannya, atau suatu ultimatum perang yang bersyarat (ultimatum
with conditional declaration of war).
Pada dasarnya keberadaan Hukum Humaniter bukan melegalkan perang karena
perang merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Namun tujuan dari
hukum humaniter adalah untuk : (i) memberikan perlindungan terhadap penduduk
sipil ataupun para kombatan yang tidak ikut lagi dalam perang dari penderitaan yang
29
. Ibid ;
30
. Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm: 11.
20
tidak perlu, (ii) menjamin hak asasi manusia yang merupakan hak manusia yang
paling fundamental bagi mereka yang jatuh ketanggan musuh. Parpa kombatan yang
jatuh ketangan musuh hasrus diperlakukan sebagai tawanan perang yang berhak
dilindungi ataupun dirawat.
C. sumber hukum humaniter internasional
Sumber hukum humaniter internasional tidak dapat terlepas dari sumber hukum
internasional yang terdapat dalam Pasal 38 ayat 1 statuta Mahkamah Internasional.
Sumber hukum dalam hukum humaniter merupakan konvensi-konvensi yang di
tandatangani oleh negara-negara peserta yang mengikatkan diri di dalamnya. Hukum
humaniter terdiri dari Hukum Jenewa yang mengarur mengenai masalah perlindungan
korban perang dan penduduk sipilnya serta Hukum Den Haag yang mengatur
mengenai cara dan alat berperang.
a. Hukum Den Haag
Merupakan hukum humaniter yang mengatur mengenai bagaimana, cara dan
alat perang yang digunakan. Dalam konvensi Den Haag ada 2 konfrensi yang
dilakukan yakni pada tahun 1899 yang kemudian disempurnakan pada tahun 1907,
konvensi-konvensi ini disebut dengan hukum Den Haag yang mengatur mengenai
cara dan alat yang digunakan saat perang31.konfrensi yangberakhir pada juli 1899
menghasilkan 3 (tiga) konvenan yakni : (i). konvensi I tentang Penyelesaian Damai
31
. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, PT.RajaGrafindo Persada: Surabaya,
hlm: 46.
21
persengketaan Internasional; (ii). Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang
di Darat; (iii). Konvensi III tentang Adaptasi asas-asas Konvensi Jenewa tanggal 22
agustus 1864 tentang hukum perang dilaut. Dalam Hukum Den Hag ini ada 2(dua)
hal penting yang dihasilakan yakni : (i). cara dan alat tertentu dilarang digunakan
untuk berperang, (ii). Adanya Martens Clause.
b. Hukum Jenewa
Merupakan sumber hukum humaniter yang mengatur mengenai korban perang
dan hukum Jenewa ini terbagi dalam 4 konvensi yakni : (i). Konvensi Jenewa I tahun
1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit, (ii).
Konvensi Jenewa II tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan
perang laut yang luka,sakit dan korban karam, (iii). Konvensi Jenewa III tahun 1949
mengenai perlakuan tawanan perang, (iv) Konvensi Jenewa IV mengenai
perlindungan orang-orang sipil waktu perang. Kumpulan konvensi Jenewa 1949 ini
biasa disebur dengan hukum Jenewa, yang berbeda dengan hukum Den Haag yang
mengatur cara dan alat berperang namun hukum Jenewa ini mengatur mengenai
perlindungan mereka yang menjadi korban perang .
Ada beberapa hal yang penting dalam konvensi jenewa ini diatur yakni : (i).
konvensi Jenewa 1949 selain mengatur perang yang bersifat internasional juga
mengatur mengenai perang/konflik bersenjata yang bersifat non internasional, yaitu
perang, konflik bersenjata yang terjadi diwilayah salah satu negara pihak peserta
agung antara pasukannya dengan pasukan bersenjata pemberontak, (ii). Dalam
konvenan ini terdapat ketentuan-ketentuan yang berlaku utama (common articles),
22
yakni ketentuan yang dianggap sangat penting sehingga dicantumkan dalam keempat
buku dengan perumusan yang sama32.
D. Distinction Principle (Prinsip Pembedaan)
Asas Pembedaan atau Distinction Principle merupakan asas yang penting pula
dalam hukum preang, Karena dalam asas ini diatur pembedaan antara orang yang
aktif turut serta dalam perang (Combatant) atau penduduk sipil yang tidak terlibat
dalam konflik bersenjata (Civilian)33.
Adanya asas ini diperuntukkan untuk mengetahui siapa saja yang boleh turut
serta ataupun yang terlibat secara langsung dalam perang sehingga boleh dijadikan
sasaran ataupun objek kekerasan dan memisahkan dengan mereka yang tidak terlibat
atau turut serta dalam peperangan sehingga tidak diperkenankan untuk menjadi
sasaran ataupun objek kekerasan. Pengaturan mengenai Prinsip Pembedaan ini pada
awalnya diatur dalam Hukum Den Haag 1907 kemudian disempurnakan dalam
konvensi Jenewa 1949 dan dimasukkan juga dalam protokol tambahan 1977.
2. Non-internasional armed conflict
Pengaturan mengenai sengketa bersenjata internasional di atur dalam Protokol
Tambahan I dan II yang merupakan pelengkap dari konvensi Jenewa 194934.
Protokol Tambahan I atau Protocol Additional to the Geneva Convention of 12
32
. Ibid ; Hlm 48.
33
. Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, 2005, International Committee of Red
Cross: Jakarta, hlm: 73.
34
. Ibid , hlm 129.
23
August 1949 and Relating to the Protection of Victims Of International Armed
Conflict
mengatur mengenai
konflik bersenjata yang bersifat Internasional
sedangkan Protokol tambahan II mengatur mengenai konflik bersenjata noninternational armed conflict35.
Dalam
hukum
internasional
terdapat
perbedaan
mendasar
mengenai
International Armed Conflict dan Non-International Armed Conflict, perbedaan
tersebut terletak pada status hukum para pihak yang bersengketa. Dalam International
Armed Conflict pihak yang bersengketa memiliki status hukum yang sama yaitu
keduanya adalah Negara (state) sedangkan Non-International Armed Conflict ada
perbedaan status antara pihak yang bersengketa, pihak yang satu berstatus Negara
(state) sedangkan pihak yang lain berstatus non-state entity. Dalam hal NonInternational Armed Conflict dapat dilihat bahwa terjadi peperangan antara angkatan
bersenjata dengan kelompok bersenjata yang terorganisir dalam suatu wilayah
negara36 atau juga dapat diartikan bahwa faksi-faksi bersenjata dalam suatu Negara
saling bertempur tanpa intervensi dari ankatan bersenjata pemerintahan yang sah.
Beberapa ahli dalam hukum Internasional menyampaikan pendapatnya
mengenai Non- International Armed Conflict antara lain:
a). Dieter Fleck menyatakan bahwa Non- International Armed Conflict
is a confrontation between the existing governmental authority and
group of person subordinate to his authority which is carried out with
arms within national territory and reaches the magnitude of an armed
riot or civil war (konflik bersenjata Non-Internasional adalah
konfrontasi/pertikaian antara pemerintahan yang sah dengan kelompok
35
. GPH Haryomataram, Bunga Rampai Hukum Humaniter, Bumi Nusabtara Jaya:Jakarta,
2005, hlm: 19.
36
. Arlina Permanasari, op. cit., hlm: 139.
24
grup yang terjadi dalam wilayah negara tersebut yang mengakibatkan
kerusushan bersenjata atau perang saudara)
Non- International Armed Conflict
dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa
menegaskan dengan menggunakan istilah Armed Conflict Not on an International
Character, namun lebih lanjut Konvensi Jenewa tidak memberikan penafsiran lebih
lanjut mengenai istilah tersebut, sehingga penfsiran Pasal 3 konvensi ini menjadi
sangat luas. Dalam Pasal 3 Konvenasi Jenewa menyatakan bahwa:
”In the case of armed conflict not of an international character occurring in
the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict
shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions:
1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed
forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by
sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be
treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour,
religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end,
the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place
whatsoever with respect to the above-mentioned persons:
a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation,
cruel treatment and torture;
b) taking of hostages;
c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading
treatment;
d) the passing of sentences and the carrying out of executions without
previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all
the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized
peoples
2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial
humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may
offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should
further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or
part of the other provisions of the present Convention.
25
The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of
the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat
internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung,
tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurangkurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orang-orang yang tidak turut serta
secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang
yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut
serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain
apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan
perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas
ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan,
atau
setiap
kriteria
lain
yang
serupa
itu.
Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan
dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan
di tempat-tempat apapun juga :
(a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam
pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;
(b). penyanderaan;
(c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan
merendahkan martabat;
(d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan
yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang
memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh
bangsa-bangsa yang beradab.
(2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.
Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang
Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian.
Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan
dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari
ketentuan lain dari Konvensi ini.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi
kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”.
Dari rumusan Pasal 3 diatas tidak secara tegas mencantumkan secara langsung
mengenai penafsiran mengenai Non-International Armed Conflict atau Armed
Conflict Not on an International Character namun dalam Commentary dari konvensi
ini para ahli menyepakati syarat-syarat konvensi Jenewa dapat di aplikasikan kedalam
keadaan konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional.
26
Berbeda dengan konvensi Jenewa Protokol tambahan II ayat 1 telah
menggunakan istilah Non-International Armed Conflict untuk setiap jenis konflik
bersenjata yang bukan merupakan konflik bersenjata internasional. Namun dalam
protokol tambahan I ini juga tidak memberikan pengertian mengenai istilah NonInternational Armed Conflict. Dalam Commentary protokol tambahan I menyatakan
bahwa protokol tidak mampu memberikan definisi mengenai Non-International
Armed Conflict karena mengingat bahwa konflik seperti ini beraneka ragam dan
sudah berkembang sejak 1949, maka telah diusahakan untuk merumuskan ciri khusus
dari konflik ini. Ciri yang nampak adalah adanya permusuhan antara angkatan
bersenjata dari pemerintahan yang sah dengan kelompok bersenjata yang terorganisir
di dalam wilayah suatu negara atau adanya faksi-faksi dalam suatu negara yang
bermusuhan tanpa intervensi dari angkatan bersenjata dari pemerintahan yang sah.37
3. Humanitarian Assistance
A. Pengertian dan Prinsip Humanitarian Assistance
Humanitarian Assistance adalah segala bentuk bantuan bagi para korban
bencana maupun keadaan darurat lainnya38Dalam pelaksanaan humanitarian
assistance kepada para korban harus mempergunakan tiga prinsip utama dalam
pemberian bantuan kemanusiaan yaitu:
37
. Arlina Permanasari, loc. Cit.
. NN, GA/RES/46/182 Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency
Assistance of the United Nations, http://www.un.org/Depts/dhl/resguide/r46.htm, diakses pada 10
Oktober 2012.
38
27
a). Humanity
Merupakan prinsip yang menyetakan bahwa dalam setiap pemberian
bantuan kemanusian harus selalu konsisten dan bantuan itu harus diberikan
kepada penduduk sipil yang menjadi korban dan hak-hak dasarnya dirampas
akibat konflik bersenjata, bencana alam dan keadaan gawat lainnya yang
terjadi dalam negaranya. Oleh karena itu penggunaan prinsip ini dilanggar
ketika bantuan kemanusian itu diberikan untuk mendukung baik secara
langsung atau tidak langsung salah satu pihak yang bersengketa39.
Kepatuhan terhadap asas ini dapat dilihat dari bagaimana bantuan ini
disalurkan kepada pihak-pihak yang bersengketa tanpa membedakan. Selain
itu pihak yang bersengketa harus menghormati keberadaan bantuan
kemanusiaan serta para pekerja kemanusiaan yang turut serta di dalamnya.
Dari prinsip ini dapat disimpulakan bahwa prinsip Humanity adalah prinsip
utama dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan bersifat tidak membedabedakan penduduk sipil dari pihak-pihak yang bersengketa yang menjadi
korban dalam peperangan, bencana alam maupun keadaan darurat lainnya.
b). Impartiality
prinsip ini menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan itu tidak boleh
adanya keberpihakan dan bantuan ini harus di berikan tanpa adanya
diskriminasi dalam bentuk apapun serta harus proporsional dengan
kebutuhan penduduk. Ada tiga unsure penting dari prinsip Impartiality yaitu:
39
. Ruth Abril Stoffels, Legal regulation of humanitarian assistance in armed
conflict:Achievements and gaps, IRRC journal, Vol. 86, hal. 539.
28
1). Non-discrimination, dalam pememberian bantuan kemanusiaan
para
pekerja
kemanusiaan
tidak
diperbolehkan
untuk
memperlakukan penduduk sipil dengan membeda-bedakan mulai
dari jenis kelamin, ras,agama,suku, agama maupun asal-usul
kebangsaan para korban;
2). Proportionality, pemeberian bantuan kemanusiaan harus
proporsional dan di sesuaikan dengan kebutuhan penduduk sipil
yang menjadi korban dalam sengketa para pihak;
3).
Subjective
kemanusiaan
Distinctions40,
juga
tidak
dalam
diperbolehkan
pemberian
untuk
bantuan
membedakan
pemberian bantuan berdasarkan status hukum korban.
c). Neutrality
pemberian bantuan kemanusian harus bersifat netral. Sifat netral dari
bantuan kemanusian yang dilakukan adalah dengan hanya memberikan
bantuan kemausiaan kepada warga sipil. Dalam hukum humaniter ada
prinsip umum yaitu prinsip pembedaan yaitu prinsip yang dilakukan untuk
membedakan kombatan dengan civilian hal ini juga dilakukan agar dalam
pemberian bantuan kemanusiaan yang dilakukan dapat dibedakan orangorang yang masih ikut mengangkat senjata sebagai kombatan dan orangorang yang sudah tidak lagi turut dalam sengketa terdebut. Hal ini juga untuk
memberikan
kemudahaan
kepada
para
pekerja
kemanusiaan
guna
40
. Kate Mackintosh, HPG Report: The Principles of Humanitarian Action in International
Humanitarian Law, 2000, HPG Publication: London, hlm: 8.
29
menyalurkan bantuannya. Dalam konvensi Jenewa ke IV yang mengatur
mengenai perlindungan terhadap para penduduk sipil saat terjadi
peperangan, menyatakan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk
memberikan atau membuka akses kepada bantuan kemanusiaan untuk warga
sipil yang menjadi korban dalam konflik atau sengketa tersebut dengan tetap
melalui control negara yang bersengketa.
B. Dasar Hukum Pemberian Humanitarian Assistance
Dalam pemberian humanitarian assistance terhadap negara yang sedang
mengalami konflik baik non-internasional armed conflict maupun international
armed conflict, baik negara, organisasi internasional maupun internasional nongovernment organitation( INGO) harus memiliki dasar hukum dalam melakukan
segala tindakan yang akan mereka ambil dalam pemberian bantuan terhadap negara
yang mengalami konflik. Dalam Universal Declaration of Human Right telah
dinyatakan bahwa adanya perlindungan terhadap semua hak dan kebebasan tanpa
pengecualian baik dari warna kulit, ras, suku, agama, jenis kelamin, bahasa, hak
milik, politik, pandangan, asal-usul kebangsaan, kependudukan, maupun kedudukan
lainnya41. Ini merupakan dasar dari perlindungan kepada setiap orang yang di
tetapkan bersama masyarakat internasional.
Pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap individu tertuang pula
dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Pasal 2 ( 4 dan 5 ) yang merupakan
tujuan
dari
41
perserikatan
bangsa-bangsa
agar
bangsa-bangsa
dapat
.
Pasal
2
Universal
Declaration
of
Human
Right
http://www.un.org/en/documents/udhr/, diakses pada 27 mei 2013 pukul 10.47WIB.
hidup
(UDHR),
30
berdampingan dan menjaga perdamaian dunia. Dua aturan dalam konvenan ini dirasa
memang masih terlalu umum, namun Perserikatan bangsa-bangsa melalui organorgan inti yang ada di dalamnya membnetuk resolusi khusus mengenai perlindungan
dan pemberian humanitarian assistance kepada negara yang sedang mengalami
konflik yang banyak rakyat dan penduduk sipilnya menjadi korban dari konflik
tersebut. General Assembly dalam resolusi 46/182 mengenai strengthening of the
coordination of humanitarian emergency assistance of the united nations dalam
resolusi ini dengan jelas dinyatakan bahwa negara-negara di dunia mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan jika terjadi konflik dalam suatu
negara yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia internasional.
Resolusi dari majelis umum ini sering digunakan sebagai dasar negara ataupun
organisasi internasional yang ingin memberikan bantuan kemanusian.
Dalam Konvensi Jenewa ke IV tentang perlindungan orang-orang sipil diwaktu
perang dalam Pasal 10 menyatakan :
“The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the
humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross
or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent
of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of
civilian persons and for their relief.”( ketentuan-ketentuan konvensi ini tidak
merupakan penghalang bagi kegiatan perikemanusiaan yang mungkin
diusahakan oleh komite palang merah internasional atau tiap organisasi
humaniter lain yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong tawanan
perang selama kegiatannya mendapat persetujuan para pihak dalam sengketa
yang bersangkutan)
Dari Pasal ini telah jelas dinyatakan bahwa para penduduk sipil ataupun combatant
yang telah tidak mengangkat senjata berhak mendapat perlindungannya.
31
Selain Pasal 10 Konvensi Jenewa IV yang mengatur perlindungan pada
penduduk sipil pada saat terjadi sengketa bersenjata internasional, Pasal 3 Konvensi
ini juga mengatur mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi
korban sengketa saat terjadi Non-Internasional Armed Conflict di wilayah negara
tersebut.
C. Pihak yang Dapat Memberikan Humanitarian Assistance
Sesuai dengan tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara
keamanan dan perdamaian internasional maka seluruh negara anggota dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengusahakan terwujudnya cita-cita dan tujuan
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ini. Salah satu cara dalam membantu Perserikatan
Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan tujuannya adalah adanya kewajiban dari negaranegara anggota untuk membantu dalam pemberian humanitarian assistance kepada
negara-negara yang sedang berkonflik.
Sebenarnya pemberian Humanitarian Assistance ini tidak hanya kewajiban dari
negara-negara di dunia yang menjadi anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa,
namun ada juga entitas lain yang diperbolehkan dalam pemberian Humanitarian
Assistance kepada negara yang sedang bersengketa, beberapa entitas tersebut antara
lain :
a). United Nations (UN)
merupakan organisasi internasional yang beranggotakan sebagian besar negaranegara di dunia. Sebagai organisasi yang besar Perserikatan bangsa-bangsa
mempunyai organ-organ inti yang membantu jalannya organisasi ini. Perserikatan
32
Bangsa-Bangsa mempunyai 6 organ inti yang mempunyai tugas dan fungsi masingmasing dalam membantu terwujudnya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, organ
inti dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : (i). Dewan Keamanan(Security
Council), (ii). Majelis Umum (General Assembly), (iii). Sekertariat (the Secretariat),
(iv). Dewan Ekonomi dan Sosial (the economic and social Council), (v). Dewan
Perwakilan (trusteeship Council), (vi). Mahkamah Internasional (The International
Court of justice). dalam hal pemberian humanitarian assistance
organ inti dari
perserikatan bangsa-bangsa ini tidak bekerja sendirian, organ inti ini dibantu oleh
special agents yang dimiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempunyai
keterkaitan langsung pemberian bantuan kemanusian kepada negara yang sedang
berkonflik ataupun yang bersengketa. Ada beberapa special agents yang dimiliki
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membatu dalam pemberian bantuan kemanusiaan,
antara lain:
(i). United Nations Children’s Fund (UNCEF) merupakan salah satu special
agents dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bekerjasama dengan badan lainnya
untuk membangun kembali kebutuhan dasar para korban seperti tersediannya
air,sanitasi, pembangunan sekolah, obat-obatan, dan jasa kesehatan lain untuk para
korban42, tidak hanya itu UNCEF juga berperan dalam perlindungan terhadap anakanak korban konflik.
(ii). United Nations Development Programme (UNDP) merupakan special
agents dari pererikatan Bangsa-Bangsa yang membantu meringankan penderitaan
42
. NN, Basic Facts About The United Nations, 1998, Published by the United Nations Department of
Public Information, hlm: 257.
33
para korban terutama korban bencana alam mulai dari pencegahan dan saat bantuan
setelah bencana itu terjadi. Jika bencana telah terjadi UNDP dapat bekerjasama
dengan badan-badan local di negara yang terkena bencana itu agar memudahakan
dalam penyaluran bantuan dan koordinasi di wilayah bencana tersebut.
(iii). World Food Programme (WFP)43 badan ini membatu para korban bencana
alam maupun korban perang / konflik yang terjadi di suatu negara khusus pada
bidang pangan, termasuk bantuan kepada para pengungsi dan penggungsi dalam
negeri. Badan ini sudah bekerja sejak dua decade dan pada saat ini sudah memberikan
bantuan kemanusian kepada hampir 80% negara-negara yang berkonflik.World Food
Programme (WFP) tidak bekerja sendiri dalam pemberian bantuan kemanusiaan
dalam bidang pangan namun di bantu atau juga bekerjasama dengan Food and
Agriculture
Organization
of
United
Nations
(FAO)
untuk
meningkatkan
kesejahteraan para korban konflik atau pun bencana alam. Dengan adanya kerjasama
dua organ ini lebih memudahkan dalam pemberian bantuan kemanusiaan terutama
dalam bidang pangan sehingga mampu membantu meringankan penderitaan dari para
masyarakat sipil yang menjadi korban pertikaian bersenjata dinegaranya.
(iv). World Health Organization (WHO) badan ini berfokus pada bantuan
bidang kesehatanyang di butuhkan para korban sengketa. WHO juga peduli dengan
penyakit menular yang mungkin menjangkit pada masa konflik seperti HIV/AIDS,
bantuan yang diberikan oleh WHO biasanya berbentuk Imunisasi, distribusi obat-
43
. Ibid., hlm: 259.
34
obatan, penanganan kesehatan mental para korban, juga mengatasi penyakit malaria
dan pes yang mungkin menjangkit para korban pada masa perang/konflik.
(v). United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan
badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurursi masalah penggunsi.
Badan ini membantu para penggungsi yang terpaksa keluar dari negaranya karena
konflik, rasa takut, perbedaan pandangan politik, ras, agama dan perbedaan
keanggotaan dalam suatu kelompok dalam negara tersebut. Tugas utama dari
UNHCR adalah menjamin penghormatan bagi para penggungsi, hak asasi manusia
termasuk kemampuan mereka untuk mencari suaka dan juga untuk memastikan
bahwa para penggungsi tidak dikembalikan secara paksa ke negara dimana mereka
memiliki alasan takut akan penganiayan ataupun akan menjadi korbanm kekerasan.44
(vi). United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs
(OCHA)
Merupakan badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berada di bawah
General Assembly dengan resolusi General Assembly 48/182. Awal pembentukannya
di tujukan untuk membantu mobilisasi dan koordinasi agar penyaluran bantuan
kemanusiaan lebih efektif dengan berkoordinasi dengan Non-Governmental
Organization (NGO) lokal dengan International Non-Governmental Organization
(INGO) internasional yang akan menyalurkan bantuannya45. Dalam tugasnya OCHA
44
. Ibid., hlm: 261
45
. http://www.unocha.org/about-us/who-we-are, diakses pada 4 Maret 2012 pukul
17.30WIB
35
membatu Dewan Keamanandan majelis umum serta organ di dalamnya yang hendak
menyelurkan bantuannya kepada negara dimana terjadi konflik atau perang.
b). Europian Union (EU)
Merupakan organisasi regional yang dimiliki oleh kawasan eropa yang tahapan
yang dilalui Uni Eropa untuk menjadi seperti sekarang ternyata melalui proses yang
cukup panjang, dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community
(ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community
(Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC
dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui
Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang
mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut yaitu : Denmark, Irlandia, Inggris,
Yunani, Spanyol, Portugis. Penambahan jumlah anggota dalam EC menuntut kerja
sama yang kompleks untuk mengurangi perbedaan antar anggota dalam konteks
ekonomi. EC juga semakin memainkan peran yang penting pada 28 Februari 1986
yang diratifikasi oleh semua anggota pada 21 Maret 1987.46
Peristiwa runtuhnya Tembok Berlin diikuti penyatuan Jerman Barat dan Jerman
Timur, demokratisasi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur, disintegrasi Uni
Soviet mendorong negara-negara Eropa mengubah interaksi dengan mempererat
hubungan dan menegosiasikan traktat baru yang pokok-pokoknya utamanya disetujui
pada 9-10 Desember 1991. Puncaknya, lahirlah The Treaty on European Union.
46
Baca Nuraeni, dkk, hlm: 137-143
36
Sebagai tambahan, EU dalam rangka perlu adanya kontrol hukum, dimana agar
terjadi kesesuain peraturan di tingkat Eropa dibentuklah Pengadilan Eropa (European
Court of Justice/ECJ. Pengadilan Eropa bertugas menilai legalitas interpretasi
pengadilan nasional terhadap isi suatu peraturan Eropa.47 Selain pengadilan Eropa,
EU juga membentuk Pengadilan HAM Eropa (The European Court of Human Righst)
yang berwenang memeriksa pengaduan individu dan pengaduan antar negara.
Pengadilan HAM Eropa ini berkedudukan di Strasbourg, Perancis.
Europian Union juga mempunyai lembaga untuk pemberian bantuan
kemanusiaan kepada negara yang sedang mengalami konflik. badan bentukan dari uni
eropa ini adalah European Community Humanitarian Office (ECHO) yang
memberikan bantuan kemanusiaan tidak hanya untuk para korban bencana alam tapi
juga pada para korban perang. Badan ini tidak bekerja sendiri tapi juga menjalin
kerjasama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Non-Governmental
Organisations.
c. International Non-Governmental Organization (INGO)
salah satu subjek dalam Hukum Internasional yang baru di akui adalah
International
Non-Governmental Organization
(INGO). INGO yang diakui
keberadaannya adalah yang mempunyai Legal Personality48 Dengan adanya legal
47
Lihat Kedudukan Uni Eropa sebagai Subjek Hukum Internasional, oleh Peni Susetyorini
.Reparation for injuries suffered in the service of the United Nations Case, Advisory
Opinion, I.C.J. Reports 1949; Lihat D.J. Harris, International Law; Cases and Materials, London
Sweet & Maxwell, 5th Edition, 1998, hlm 132-139, atau baca “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya
dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline
Manulong, FISIP UI, 2010.hlm 53.
48
37
personality maka organisasi tersebut adalah subjek hukum internasional dan memiliki
kapabilitas untuk memiliki hak dan kewajiban internasional dalam tataran
internasional termasuk merumuskan hukum serta menegakkannya melalui mekanisme
peradilan internasional. Attribusi inilah yang membedakan organisasi internasional
dengan institusi atau lembaga internasional lainnya yang hanya mampu menggunakan
lembaga tersebut secara fungsional melalui negara-negara anggotanya yang hanya
berjumlah puluhan. Dengan kata lain, hukum internasional memiliki indikator
tersendiri untuk memilih organisasi mana yang harus diperhatikan sebagai organisasi
internasional dan mana yang hanya merupakan kumpulan negara-negara saja.49
Tidak semua organisasi internasional atau regional serta-merta dianggap
sebagai subjek hukum dan bisa melakukan aktivitasnya seperti negara pada
umumnya. Menurut Teuku M. Rudi dalam bukunya berjudul Administrasi dan
Organisasi Internasional, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh organisasi
internasional atau regional untuk memiliki legal personalities sendiri, yaitu:
1. Merupakan himpunan (keanggotaan) negara-negara yang bersifat tetap
(permanen), serta dilengkapi dengan struktur organisasi yang lengkap.
Dengan kata lain, bukan sekedar komite ad-hoc yang biasanya berfungsi
hanya sementara atau dalam jangka waktu tertentu
49
“Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The
Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.hlm: 53.
38
2. Memilik perbedaan, dalam hal kewenangan hukum dan tujuan organisasi,
antara organisasi tersebut dengan negara anggota
3. Adanya kewenangan hukum organisasi itu yang dapat diterima (oleh pihak
lain) serta diterapkan dalam melaksanakan kegiatan pada ruang lingkup
internasional, bukan sekedar kegiatan dalam lingkup nasional salah satu atau
masing-masing anggotanya. Dengan kata lain, diakui sebagai satuan atau
entitas tersendiri (bukan sekedar pengelompokan beberapa negara) dalam
transaksi atau hubungan dengan pihak lain. Syarat di atas masih harus
dilengkapi dengan:
1. Kemampuan mengadakan perjanjian (the treaty making power);
2. Adanya hak dan kewenangan secara hukum untuk memiliki aset-aset berupa
barang, modal, bangunan, peralatan (milik organisasi), serta status khusus
bagi personalia yang diberi kepercayaan atau amanat;
3. Kemampuan mengajukan tuntutan (claim) terhadap negara anggota dan juga
negara bukan anggota, jika terjadi hal yang merugikan organisasi;
4. Locus standi untuk mengajukan perkara ke pengadilan internasional dan
berdasarkan jurisdiksi internasional;
5. Adanya perlindungan fungsional terhadap staf dan personalia;
6. Hak organisasi yang disertai pengakuan/penerimaan oleh negara atau
organisasi lain untuk mengirim perwakilan dalam menghadiri berbagai
konferensi internasional yang bersangkutan;
39
Legitimasi bahwa organisasi internasional regional50 mempunyai ‘legal
personality’ diperkuat oleh J.G Starke dalam bukunya ‘Pengantar Hukum
Internasional Bagian ke-2’ pada pembahasan ‘juridicial personality’nya PBB, Selain
Charter PBB, konstitusi lembaga-lembaga internasional lainnya, baik umum maupun
regional, memuat ketentuan yang serupa dengan Pasal 104 Charter atau Pasal 1
Konvensi tentang Privilege-Privilege dan Imunitas-imunitas PBB. Sesuai dengan
opini nasihat International Court of Justice, yang telah dikemukakan di atas, sebagian
besar lembaga-lembaga ini memiliki personalitas hukum internasional. Dalam Pasal
47 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional 1944, yang menetapkan kapasitas
hukum dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), “State such legal
capacity as may be necessary for the performance of its functions. Full juridical
personality shall be granted wherever compatible with the constitution and laws of
the State concerned.”51 Rumusan dalam Pasal ini tampaknya membiarkan negaranegara peserta perjanjian tetap bebas untuk memberikan atau mencabut personalitas
hukum apabila hukum nasionalnya mengizinkan tindakan demikian, namun
ketentuan-ketentuan yang sama dalam sejumlah besar konstitusi badan-badan
internasional mengikat negara-negara sepenuhnya untuk mengakui personalitas
tersebut”52
50
ASEAN sebagai salah satu organisasi regional di dunia khusus kawasan Asia Tenggara
51
Pasal 47 Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Chicago, 7 Desember 1944),
“Organisasi harus menikmati dalam wilayah setiap negara peserta perjanjiannya kapasitas hukum
yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsinya. Personalitas yuridis penuh harus
diberikan apabila sesuai dengan konstitusi dan hukum dari negara-negara terkait”
52
J.G. Starke.Op.Cit, hlm.804-805.
40
D. Humanitarian Assistance Theory
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat tidak dapat lepas
dari situasi konflik baik yang bersifat individu maupun dengan eskalasi yang lebih
luas antar masyarakat atapun pemerintah dengan masyarakat. Perbedaan pandangan
atau prinsip merupakan hal yang sering melatar belakangi terjadinya konflik. untuk
hubungan antara masyarakat dalam satu wilayah negara dengan pemerintahan
dinegara tersebut terjadinya konflik biasanya adanya perbedaan pandangan,
perbedaan prinsip antara apa yang di inginkan masyarakat dengan tindakan yang
diambil oleh pemerintah.
Dalam hukum humaniter internasional konflik atau sengketa yang terjadi antar
para pihak dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. International Armed Conflict (konflik bersenjata internasional)
b. Non-International Armed Conflict (konflik bersenjata yang tidak bersifat
internasional)
Pembedaan terhadap konflik diatas didasarkan pada perbedaan subjek hukum pada
saat terjadinya konflik tersebut. dalam konflik bersenjata internasional pihak yang
bersengketa adalah antar subjek hukum internasional sedangkan dalam konflik
bersenjata yang tidak bersiat internasional subjek yang bersengketa biasanya antara
41
angkatan bersenjata pemerintahan yang sah dengan kelompok bersenjata yang
terorganisir (Organized Armed Groups)53.
Baik koflik yang bersifat internasional ataupun konflik yang tidak bersifat
internasional, penduduk atau masyarakat sipil akan menjadi korban dalam konflik
tersebut. negara sebagai subjek hukum internasional mempunyai kewajiban untuk
melakukan perlindungan terhadap para penduduk sipil baik dalam situasi damai
maupun situasi konflik. terutama pada masa perang atau konflik perlindungan
terhadap masyarakat sipil diatur dalam Convention IV relative to the protection of
civilian persons in time of war (Konvensi Jenewa ke IV mengenai perlindungan
orang-orang sipil diwaktu perang ), dalam Pasal 3 yang disebut juga Common Article
menyatakan bahwa :
”In the case of armed conflict not of an international character occurring in
the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the
conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions:
1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of
armed forces who have laid down their arms and those placed hors de
combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all
circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded
on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar
criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at
any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned
persons:
a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation,
cruel treatment and torture;
b) taking of hostages;
53
. Arlina permanasari, 1999, Pengatar Hukum Humaniter, miamita print: jakarta , hlm: 143.
42
c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading
treatment;
d) the passing of sentences and the carrying out of executions without
previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all
the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized
peoples
2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial
humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross,
may offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict
should further endeavour to bring into force, by means of special
agreements, all or part of the other provisions of the present Convention.
The application of the preceding provisions shall not affect the legal status
of the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak
bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak
Peserta Agung, tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk
melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orangorang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk
anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata
mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena
sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan
bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan
merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau
kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lain
yang serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang
dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di
atas pada waktu dan di tempat-tempat apapun juga :
(a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam
pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;
(b). penyanderaan;
(c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina
dan merendahkan martabat;
(d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan
yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang
memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh
bangsa-bangsa yang beradab.
(2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.
Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang
Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam
pertikaian.
Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan
dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari
43
ketentuan lain dari Konvensi ini. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut
di atas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam
pertikaian”.
Dalam Pasal 10 juga dinyatakan bahwa:
”The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the
humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross
or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent
of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of
civilian persons and for their relief.” (ketentuan-ketentuan pada Konvensi ini
tidak merupakan penghalan bagi kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang
mungkin diusahan oleh komite palang merah internasional atau tiap organisasi
humaniter lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong
tawanan perang selama kegiatan tersebut mendapat persetujuan pihak-pihak
dalam sengketa bersangkutan)
Kedua Pasal di atas telah menjelaskan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil
merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh pemerinatah ataupun organisasi
internasional humaniter.
Bantuan kemanusiaan atau Humanitarian Assistance diberikan kepada para
penduduk sipil dikarenakan hilangnya penghormatan terhadap hak-hak individu
dalam suatu negara yang sedang dilanda konflik, kebanyakan pemerintahan negara
dengan menggunakan aparatur negara menjadikan rakyat atau masyarakatnya sebagai
korban tidak melindungi hak-hak mereka atau pemerintahan suatu negara tidak
mampu menghentikan kekerasan yang terjadi pada rakyat atau warga negaranya.54
54
. Steven P. Lee, 2010, Humanitarian Intervention-eight theory,
http://www.diametros.iphils.uj.edu.pl/pdf/diam23lee.PDF, diakses pada 12 mei 2013 pukul 08.42
WIB.
44
Henry shue menyatakan bahwa55 :
“Humanitarian intervention is generally treated as an exception to the nonintervention principle, which requires us to respect the integrity of a foreign country
and not to interfere in matters of domestic jurisdiction”(bantuan kemanusiaan
merupakan pengecualian dari prinsip non-intervensi terhadap teori kedaulatan suatu
negara, yang mengharuskan kita untuk menghormati integritas negara asing dan tidak
ikut campur dalam urusan dalam negeri)
Masuknya intervensi kemanusiaan dalam suatu negara yang sedang terjadi
konflik bertujuan untuk membantu para penduduk atau warga negara yang menjadi
korban dari adanya kekerasan atau konflik di negara tersebut. Humanitarian
Assistance yang merupakan usaha baik dari pemerintah atau organ PBB dan Non
Internasional Organization untuk meringankan dan mengembalikan martabat dari
para korban perang yang sebagian besar merupakan penduduk sipil56. Humanitarian
Assistance adalah bantuan yang diberikan kepada para korban konflik yang terjadi
dalam satu wilayah negara dan dilakukan oleh badan atau organisasi kemanusiaan
yang bersifat netral dari perang tersebut. Pemberian humanitarian assistance dapat
diberikan oleh beberapa pihak antara lain:
a). United Nations (UN)
merupakan organisasi internasional yang beranggotakan sebagian besar negaranegara di dunia. Sebagai organisasi yang besar Perserikatan bangsa-bangsa
mempunyai organ-organ inti yang membantu jalannya organisasi ini. Perserikatan
55
. Ibid,. hlm: 25.
56
. http://www.nceeer.org/Programs/Carnegie/Reports/Hnikoghosyan_Final_NCEEER.pdf, hlm: 22,
diakses pada 20 mei 2013 pukul 12.14WIB
45
Bangsa-Bangsa mempunyai 6 organ inti yang mempunyai tugas dan fungsi masingmasing dalam membantu terwujudnya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, organ
inti dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : (i). Dewan Keamanan(Security
Council), (ii). Majelis Umum (General Assembly), (iii). Sekertariat (the Secretariat),
(iv). Dewan Ekonomi dan Sosial (the economic and social Council), (v). Dewan
Perwakilan (trusteeship Council), (vi). Mahkamah Internasional (The International
Court of justice). dalam hal pemberian humanitarian assistance
organ inti dari
perserikatan bangsa-bangsa ini tidak bekerja sendirian, organ inti ini dibantu oleh
special agents yang dimiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempunyai
keterkaitan langsung pemberian bantuan kemanusian kepada negara yang sedang
berkonflik ataupun yang bersengketa.
b). Europian Union (EU)
Merupakan organisasi regional yang dimiliki oleh kawasan eropa yang Tahapan
yang dilalui Uni Eropa untuk menjadi seperti sekarang ternyata melalui proses yang
cukup panjang, dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community
(ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community
(Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC
dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui
Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang
mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut.
46
Europian Union juga mempunyai lembaga untuk pemberian bantuan
kemanusiaan kepada negara yang sedang mengalami konflik. badan bentukan dari uni
eropa ini adalah European Community Humanitarian Office (ECHO) yang
memberikan bantuan kemanusiaan tidak hanya untuk para korban bencana alam tapi
juga pada para korban perang. Badan ini tidak bekerja sendiri tapi juga menjalin
kerjasama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Non-Governmental
Organisations.
d. International Non-Governmental Organization (INGO)
salah satu subjek dalam Hukum Internasional yang baru di akui adalah
International
Non-Governmental Organization
(INGO). INGO yang diakui
keberadaannya adalah yang mempunyai Legal Personality57 Dengan adanya legal
personality maka organisasi tersebut adalah subjek hukum internasional dan memiliki
kapabilitas untuk memiliki hak dan kewajiban internasional dalam tataran
internasional termasuk merumuskan hukum serta menegakkannya melalui mekanisme
peradilan internasional. Atribusi inilah yang membedakan organisasi internasional
dengan institusi atau lembaga internasional lainnya yang hanya mampu menggunakan
lembaga tersebut secara fungsional melalui negara-negara anggotanya yang hanya
berjumlah puluhan. Dengan kata lain, hukum internasional memiliki indikator
57
.Reparation for injuries suffered in the service of the United Nations Case, Advisory
Opinion, I.C.J. Reports 1949; Lihat D.J. Harris, International Law; Cases and Materials, London
Sweet & Maxwell, 5th Edition, 1998, hlm 132-139, atau baca “Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya
dengan The Politics of Legalization dan The Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline
Manulong, FISIP UI, 2010.Hlm : 53.
47
tersendiri untuk memilih organisasi mana yang harus diperhatikan sebagai organisasi
internasional dan mana yang hanya merupakan kumpulan negara-negara saja.58
58
“Legalisasi NAFTA dalam Kaitannya dengan The Politics of Legalization dan The
Politicization of Law”, oleh: Jessica Evangeline Manulong, FISIP UI, 2010.Hlm: 53.
48
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah normatif. Penelitian
hukum Normatif adalah bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum kepustakaan59. Dalam ini penelitian ini menggunakan
pendekatan statute approach yakni bagaimana mengharmonisasi aturan hukum
internasional mengenai Humanitarian Assistance dapat diterapkan di negara Syrian
Arab Republic yang sedang dilanda Non-International Armed Conflict. Apakah
hukum internasional dapat masuk dalam situasi konflik seperti yang terjadi di Syrian
Arab Republic dan dampak dari pemberian Humanitarian Assistance kepada negara
Syrian Arab Republic. pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan statute
approach.
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
kepustakaan. Bahan kepustakaan ini lazimnya dinamakan data sekunder.60 Data
sekunder diperoleh dari bahan-bahan hukum yeng terdiri atas :
59
Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 2006, UI Press, Jakarta,
hlm 13-14.
60
Ibid, hlm 12.
49
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan
hukum mengikat yang terdiri dari:
1. The Geneva Conventions of 12 August 1949;
2. Protocol I Additional to the Geneva Conventions 1977;
3. Protocol II Additional to the Geneva Conventions 1977
4. UN Charter ;
5. Resolusi General Assembly A/RES/66/176;
6. Resolusi General Assembly A/RES/66/253;
7. Resolusi General Assembly A/RES/66/253 B;
8. Resolusi Security Council S/RES/2042 (2012);
9. Resolusi Security Council S/RES/2043 (2012).
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer61 yaitu terdiri dari
pendapat para ahli yang relevan yang tertuang dalam buku-buku, jurnal
ilmiah dan artikel dalam internet yang berkaitan dengan penelitian.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder62 berupa ensikolopedia dan kamus hukum.
3. Alat Penelitian
Dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat dalam pengumpulan
data, yakni studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan
61
62
Ibid.
Ibid.
50
wawancara. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersamasama. Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan adalah studi dokumen atau bahan
pustaka, dengan cara mempelajari buku-buku, literatur, peraturan perundangundangan, jurnal, majalah, artikel, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti
4. Jalannya Penelitian
Ada tiga tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Tahap persiapan, yaitu tahap penelitian yang dimulai dengan
pengumpulan data, penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan
pembimbing, dan perbaikan untuk penyempurnaan proposal penelitian;
b. Tahap penelitian, yaitu tahap pengumpulan data sekunder dan hukum
lain di lokasi penelitian yang telah ditetapkan;
c. Tahap Analisa, yaitu tahap dimana peneliti melakukan proses membaca
semua bahan hukum primer maupun sekunder dan tersier setelah
terkumpul dan dibaca maka dilakukan pengolahan data dengan cara
mensistemalisir data yang telah terkumpul, mengeksplikasi dan
mengevaluasi data yang telah di sistematikasikan berdasarkan eksplikasi
dab evaluasi tersebut ditariklah suatu kesimpulan yang akan menjawab
masalah yang diteliti
d. Tahap penyelesaian, yaitu penulisan tesis dan konsultasi guna
penyempurnaan tesis dengan diakhiri ujian tesis.
51
5.
Analisis Data
Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui studi pustakaan dengan
menelaah berbagai peraturan hukum dan kaidah-kaidah hukum yang kemudian data
itu dipilih dan disusun secara sistematis berdasarkan kerangka permasalahan yang
diteliti63. Data sekunder yang dikumpulkan dalam tesis ini adalah data terkait
humanitarian assistance yang mencakup mengenai aturan-aturan, syarat-syarat, dan
praktek oleh negara-negara.
Data mengenai humanitarian assisatance dilihat dari beberapa konvensi yang
berkaitan yakni : Geneva Convention 1949, UN Charter, Resolusi General Assembly
A/RES/66/176, Resolusi General Assembly A/RES/66/253, Resolusi General
Assembly A/RES/66/253 B, Resolusi Security Council S/RES/2042 (2012), Resolusi
Security Council S/RES/2043 (2012). Untuk syarat pemberian humanitarian
assistance dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat dilihat dari UN Charter, Resolusi
Security Council S/RES/2042 (2012), Resolusi Security Council S/RES/2043 (2012)
dan kebiasaan praktek dari negara-negara dan untuk dampak dari pemebrian
humanitarian Assistance dilihat dari Geneva Convention IV tentang protection of
civilian persons in time of war dan UN Charter dimana Syrian merupakan negara
anggota dari konvenan tersebut. Selanjutnya setelah data disusun secara sistematis
maka dianalisis menggunakan metode analisis dan dilakukan evaluasi selanjutnya
dibuatlah kesimpulan yang menjawab dan menyelesaikan masalah yang dikaji.
63
. F.Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, CV.Ganda, Cetakan ke-1, Yogyakarta,2007,hlm. 61
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Kriteria-Kriteria Hukum Internasional dalam Pemberian Humanitarian
Assistance di Syrian Arab Republic oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Sebagai Organisasi Internasional
Perserikatan bangsa-bangsa merupakan Organisasi Internasional terbesar yang
ada di dunia, dikarenakan hampir seluruh negara di dunia merupakan anggota dari
Perserikatan bangsa-bangsa64. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) awalnya lahir
dikarenakan kegagalan dari Liga Bangsa – Bangsa (LBB) dalam mencapai tujuannya
untuk mengakhiri perang dan agar masyarakat internasional hidup tentram dan
berdampingan65, kegagalan itu disebabkan terjadinya perang dunia kedua saat itu.
Dengan berakhirnya perang dunia kedua banyak negara-negara di dunia berniat untuk
membuat suatu organisasi internasional yang bersifat universal dan sempurna dan
diharapakan mampu untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia internasional.
Pada 1 Januari 1942 dikeluarkanlah deklarasi yang dikenal dengan Declaration
of the United Nations yang ditandatangani oleh 26 negara. Dan deklarasi ini
mengawali berdirinya United Nation yang mempunyai tujuan untuk mencapai
keamanan dan perdamaian antar negara-negara di dunia. Dalam Piagam Perserikatan
64
. Sumaryo Suryokusumo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, hlm
1.
65
. Sri Setianingsih Suwardi, 2004,Pengantar Hukum Organisasi Internasional,UI
Press,Jakarta, hlm 249.
53
Bangsa – Bangsa Pasal 1 menunjuk tentang prinsip – prinsip dan tujuan dari
Perserikatan Bangsa – Bangsa antara lain66 :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional;
2. Mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan prinsip
kesamaan derajat;
3. Mencapai
kerjasama
internasional
dalam
memecahkan
persoalan
internasional dibidang ekonomi, sosial dan kebudayaan serta masalah
kemanusiaan dan hak asasi manusia;
4. Menjadi pusat bagi penyelenggaraan segala tindakan-tindakan bangsabangsa dalam hal mencapai tujuan bersama.
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan organisasi besar yang diikuti
hampir seluruh negara di dunia namun bukan merupakan organisasi supranasional
yang membawahi seluruh negara di dunia.
Selain merupakan organisasi yang bertujuan untuk keamananan dan perdamaian
dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memiliki hal yang unik di bidang
keanggotaannya. Keanggotaan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa terbuka bagi
seluruh negara di dunia yang mau mewujudkan secara bersama cita-cita dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tertuang dalam Piagam PBB67. Keanggotaan dalam
perserikatan bangsa-bangsa dibagi menjadi kua yaitu keanggotaan asli ( original
66
. Pasal 1 piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa ,
67
. NN, Basic Facts About The United Nations, 2004, Published by the United Nations
Department of Public Information, hlm: 5.
54
members ) dan anggota yang diterima kemudian ( admitted members )68, anggota asli
disini merupakan negara-negara yang ikut dalam konfrensi PBB tentang organisasi
internasional di san fransisco atau yang lebih dahulu menandatangani piagam PBB
padai januari 1942, sedangkan anggota tambahan adalah negara-negara yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1 piagam PBB dapat memenuhi persyaratan menjadi
anggota PBB. Dalam piagam PBB memang tidak dicantumkan mengenai penarikan
diri atau alasan dapatnya suatu negara mengundurkan diri,namun suatu negara dapat
mengundurkan diri dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena alasan yang
luar biasa ( exceptional circumstances ).
Sifatnya yang universal menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat oleh PBB
adalah suatu peraturan hukum dunia yang mana merupakan representatif negaranegara di dunia. Adanya partisipasi dari hampir seluruh negara di dunia69 (voice
majority) menyebabkan kecil kemungkinan bagi negara-negara anggotanya (UN
Members) untuk merintangi organisasi tersebut. Legal Personality dalam organisasi
internasional dibutuhkan guna menunjukan kapasitas hukum (legal capacity) yang
dimiliki oleh organisasi internasional ini terhadap negara-negara anggotannya. Dalam
Pasal 104 Piagam PBB70 menyatakan, “..kapasitas hukum sebagaimana yang
68
. Sri Setianingsih Suwardi, op. cit., hlm. 273.
69
CIA World Factbook 2004 menyatakan ada 194 negara di dunia, 191 adalah anggota
PBB; Pada bulan Juni 2006, jumlah anggota PBB adalah 192 negara (http://organisasi.org).
70
Art. 104 UN Charter: The Organization shall enjoy in the territory of each of its Members
such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the fulfilment of its
purposes.( organisasi ini dalam wilayah anggota-anggotanya masing-masing akan memperoleh
kedudukan hukum yang sah apabila diperlukan untuk pelaksanaan fungsi dan perwujudan tujuantujuannya).
55
diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi dalam hal untuk mencapai tujuannya”.
Lebih lanjut, legal personality juga diperlukan oleh suatu organisasi internasional
sebagai dasar untuk melakukan suatu tindakan (legal to act or to take an action).
Legal personality sebagai legal to act sebagai subjek hukum internasional71 terdapat
dalam Pasal 1 The Convention on Priviliges and Immunities of the United Nations of
13 February 1946 (Konvensi tentang Hak Istimewa dan Hak Imunitas tahun 1946),
“The United Nations shall posses juridical personality. It shall have the capacity to
contract; to acquire and dispose of immovable and movable property; to institute
legal proceedings.”. Dalam advisory opinion Mahkamah Internasional (ICJ)
concerning Reparation of Injuries Case 1949 dinyatakan bahwa “...the Court
considered that the functions and rights conferred to the United Nations by its
constituent instrument were such that they necessarily implied the attribution of
international personality to the organizations..”. ICJ kemudian, mendasarkan
opininya itu sebagian pada praktek Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam membuat
traktat, mengajukan klaim ganti rugi atas kerugian wakil-wakilnya.
Sebagai organisasi internasional yang besar Perserikatan Bangsa-Bangsa
mempunyai organ-organ atau badan-badan yang mempunyai tugas dan fungsi untuk
membantu Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mencapai tujuannya. Lima organ inti
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah72 :
71
Subjek Hukum Internasional adalah Negara, Vatikan, ICRC, Organisasi Internasional,
Individu, Belligerent. Lihat Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 109-111; F. Sugeng Istanto, Op.Cit. hlm. 23-25
72
. http://www.un.org/en/index.shtml, diakses pada 14 februari 2013 pukul 11.24 WIB.
56
a. Majelis Umum ( General Assembly );
b. Dewan Keamanan( Security Council );
c. Sekertariat Perserikatan Bangsa-Bangsa ( Secertariat );
d. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Economic and Social Council );
e. Dewan Perwalian ( Trusteeship Coucil );
f. International Court of Justice (ICJ);
Organ – organ ini merupakan organ inti dari Perserikatan Bangsa – Bangsa yang
membantu PBB dalam mencapai tujuan untuk menciptakan perdamaian dan
keamanan dunia internasional.
2. Pemberian Humanitarian Assistance oleh United Nations
General Assembly atau majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan
organ yang merupakan representative dari seluruh anggota dari Perserikatan BangsaBangsa. Semua negara anggota dalam organ ini mempunyai perwakilan. Majelis
umum mempunyai beberapa fungsi dan kekuasaan antara lain :
(i)
untuk mempertimbangkan dan membuat rekomendasi dalam hal yang
berhubungan dengan perdamaian dan keamanan internasional termasuk
mengenai pelucutan senjata usai konflik dalam atau antar negara;
(ii)
Tempat untuk mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan
keamanan dan perdamaian dunia, kecuali sengketa ataupun konlik yang
sedang dibahas oleh Dewan Keamanandan akan dikeluarkannya resolusi
mengenai konflik atau sengketa itu;
57
(iii)
Untuk membahas dan membuat bahan rekomendasi mengenai
penafsiran piagam atau mengenai wewnang dan fungsi dari setiap organ
di Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(iv)
Untuk memulai penelitian dan rekomendasi dalam peningkatan
hubungan politik antar negara, dan juga membantu terwujudnya hak
asasi manusia dan kebebasan tiap individu dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, kesehatan serta pangan;
(v)
Membuat rekomendasi kepada negara-negara agar menyelesaikan
masalahnya dengan cara-cara penyelesaian sengketa secara damai dalam
segala situasi, tanpa membeda-bedakan serta tetap menjaga hubungan
baik antar negara;
(vi)
Menerima dan mempertimbangkan laporan dari Dewan Keamanandan
organ lain PBB ;
(vii)
Untuk mempertimbangkan dan menerima kontribusi dari para anggota
PBB ;
(viii) Tempat untuk memilih anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanandan
anggota dalam dewan ekonomi dan sosial;73
Selain tugas dan fungsi yang dimiliki oleh General Assembly, dalam menjalankannya
pun General Assembly di bantu beberapa organ lain yang ada dalam Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
73
. NN, Basic Facts About The United Nations, 2004, Published by the United Nations
Department of Public Information, hlm: 7
58
Situasi konflik yang terjadi di Syrian Arab Republik merupakan bencana bagi
penduduk atau warga sipil yang bermukim di negara tersebut. Berdasarkan laporan
tim penyelidik PBB Lebih dari 1,2 juta penduduk sipil terlantar dan 2,5 juta
penduduk sipil membutuhkan bantuan kemanusiaan selain itu jumlah pengungsi yang
keluar dari negara tersebut juga bertambah dari bulan juni hingga kini sejumlah
100.000 menjadi 350.000 orang74. Dari kenyataan ini pada bulan bulan Agustus 2012
General Assembly mengeluarkan
dua resolusi yang bersifat himbauan kepada
Syirian Arab Republik agar menyelesaikan dan menangani masalah dalam negerinya
dengan cara-cara damai. Dalam resolusi A/RES/66/253/B dikeluarkan General
Assembly dengan dengan jelas telah dinyatakan bahwa General Assembly bersama
seluruh negara sangat menyesalkan terjadinya kekerasan kepada para penduduk sipil
terutama para mahasiswa, anak-anak, dan para perempuan yang menimbulkan
penderitaan berkepanjangan75 dan meminta dengan segera kepada pemerintah Syrian
Arab Republik untuk menghentikannya. Selain itu dalam resolusi kedua ini
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga meminta kepada negara-negara di dunia untuk
memberikan Humanitarian Assistance kepada para penduduk sipil, hal ini
berdasarkan Pasal 2 piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
74
.http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/121016_Syria.doc.htm, diakses pada
12.Maret 2013 pukul 14.44WIB.
75
.lihat Resolusi Majelis Umum : A/RES/66/253/B : “ Expressing concern at the vulnerable
situation of women in this context, including being subjected to discrimination, sexual and physical
abuse, violation of their privacy and arbitrary arrest and detention in raids, including to force their
male relatives to surrender, and underlining the impotance of preventing all sexual violence and
violence based on gender.”
59
Sebagai organ utama yang ada di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, General
Assembly juga memiliki kewajiban untuk membantu penduduk sipil yang ada di
Syrian Arab Republik yang menjadi korban pada Non-International Armed Conflict
yang terjadi. Setelah resolusi dari General Assembly keluar ada beberapa badan yang
bekerja dibawahnya langsung merespon dengan mengirimkan bantuannya sesuai
dengan kekhususan dalam memberikan bantuan kemanusiaannya, beberapa organ itu
diantara lain :
(i). United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR)
Organ yang berada dibawah General Assembly yang mempunyai tugas untuk
melakukan koordinasi, perlindungan dan menyelesaikan masalah mengenai
pengungsi76. badan ini awalnya hanya diberikan mandat oleh Perserikatan Bangsatahun Bangsa selama 3 (tiga) Tahun saja untuk mengatasi penggungsi yang ada di
Afrika namun di perpanjang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tugas pertama dari
UNHCR adalah melakukan koordinasi dan membantu penggungsi yang ada di uni
soviet akibat perang yang terjadi di dalamnya, kemudian tahun 1960 kembali
menangani penggungsi yang berasal dari dekolonisasi negara-negara di wilayah
afrika yang memerlukan intervensi dari UNHCR.
Terjadinya Non-International Armed Conflict di negara Syrian Arab Republic
mengakibatkan banyak korbang meninggal dunia terutama masyarakat sipil,
perempuan dan anak sudah menjadi perhatian khusus dari dunia internasional.
Melalui
Perserikatan
76
Bangsa-Bangsa
Majelis
umum
dan
Dewan
. http://www.unhcr.org/pages/49c3646c2.html, diakses pada kamis 4 Maret 2013, pukul
17.54WIB.
60
Keamananmengeluarkan resolusi untuk mencegah terjadinya penderitaan yang
berlebihan yang dialami oleh para penduduk sipil. Dalam resolusi yang dikeluarkan
oleh majelis umum nomer A/RES/66/253B menyatakan bahwa seluruh anggota
perserikatan bangsa-bangsa diminta untuk membantu dengan berbagai macam bentuk
bantuan kemanusiaan
penduduk sipil Syrian yang sedang menagalami sengketa
konflik bersenjata77, selain itu pererikatan bangsa-bangsa juga telah menugaskan
United Nations High Comissioner of Refugess (UNHCR) untuk mulai membantu
para pengungsi Syrian yang mulai keluar kenegara yang berbatasan dengan Syrian,
beberapa negara tujuan penggungsi Syrian adalah Yordania, Libanon, Iraq, Turki,
dan Mesir. Persebaran para penggungsi yang keluar dari Syrian meningkat tajam dari
70.000 pengungsi baik yang sudah terdaftar maupun belum terdaftar di negara-negara
yang menjadi tujuan dari para penggungsi tadi menjadi 500.000 penggungsi pada
bulan Desember 2012 hal ini menjadi pekerjaan yang besar bagi UNHCR untuk
mengatasi masalah pengungsi akibat konflik di Syrian ini.
Pada akhir tahun 2012 UNHCR telah membuat Syrian Regional Respon Plan
(SRRP) yang bekerja sama dengan Non-Governmental Organization (NGO) yang
berada diwilayah-wilayah yang dituju pengungsi. selain itu pemerintah di Yordania,
Libanon, Iraq, Turki, dan Mesir juga mempunyai komitmen besar dalam hal
pemberian bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada para penggungsi yang
berasal dari Syirian, bentuk bantuan yang diberikan negara-negara ini antara lain :
77
Invites Member states to provide all support to the Syrian people and encourages member
ststes to contribute to the United Nations humanitarian response afforts. Lihat Resolusi Majelis Umum
A/RES/66/253B.
61
jaminanan keselamatan dalam mengakses masuk ke wilayah mereka untuk
kemuadian diberikan bantuan kemanusiaan dari UNHCR yang sudah bekerjasama
dengan beberapa NGO regional yang ada.
UNHCR bekerjasama dengan NGO lokal yang ada di negara tujuan
penggungsian antara lain : Jordan Hashemite Charity Organization for
Relief
(JHCO), Jordan Health Aid Society (JHAS), Jordan River Foundation, Norwegian
Refugee Council (NRC), Save the Children Jordan, Save the Children International
(SCI), dan world Vission Lebanon78. Tugas UNHCR yang dikerjasamakan dengan
NGO lokal yang ada di negara tujuan penggungsi antara lain :
1. Melakukan pendataan penggungsi yang keluar dari Syrian menuju Lebanon,
Mesir, Iraq, Turkey, dan Mesir ;
2. Memastikan bahwa para penggungsi dan pencari suaka yang berasal dari
Syrian yang memasuki wilayah negara lain mendapatkan akses dan
perlindungan termasuk perlindungan terhadap pemulangan paksa;
3. Memastikan bahwa kebutuhan dasar para penggungsi yang keluar dari
Syirian terpenuhi dengan memberikan perhatian khusus kepada kelompokkelompok yang rentan;79
Ketiga poin diatas merupakan program kerja yang dikerjakan oleh UNHCR yang
bekerjasama dengan beberapa NGO lokal.
78
. Syria Regional Respon Plan , http://www.unhcr.org/50d192fd9.html, diakses pada 5
Maret 2013 pada 10.45 WIB.
79
. Ibid,. diakses pada 5 Maret 2013 pada 14.18 WIB.
62
Para penggungsi dari Suriah mulai memasuki wilayah Jordania. Turki, Mesir
dan Iraq pada Desember 2012 sejumlah 144.997 orang, para penggungsi ini baik
mereka yang terdaftar masih menunggu pendaftaran penggungsi oleh UNHCR. Para
penggungsi yang berada di Jordania ditempatkan di Kamp-Kamp penggungsi yang di
buat oleh pemerintah Jordania dengan bekerjasama dengan Community Based
Organization (CBO) dan Jordanian Hashemite Charity Organization (JHCO), kedua
NGO ini bekerja pada sektor bantuan Gizi, Kesehatan, Kebersihan Air dan Sanitasi
yang dibantu oleh UNCHR dan UNICEF dalam penyelenggarannya, selain itu
UNHCR sebagai organ internal Perserikatan Bangsa-Bangsa juga membantu dalam
hal menanggapi keadaan darurat dan memastikan akes bagi para penggungsi juga
dalam bidang pendidikan bagi para perempuan dan anak yang merupakan kelompok
rentan yang diberikan perhatian khusus oleh UNHCR. Keberadaan UNHCR
diwilayah konflik Suriah dan negara tujuan para penggungsi juga di kuatkan dengan
resolusi Dewan KeamananS/RES/2043/(2012) yang menyatakan bahwa menugaskan
UNHCR untuk mengurus dan menangani masalah Humanitarian assistance di
wilayah konflik Suriah dan negara tujuan para penggungsi serta untuk orang-orang
yang tidak memiliki tempat tinggal80. Dengan mandate yang telah diberikan kepada
UNHCR ini diharapkan penyaluran dan penanganan para pengungsi diwilayah
konflik ataupun negara tujuan konflik dapat berjalan dengan baik.
80
. Lihat di Resolusi DK : S/RES/2043(2012) “Expressing its appreciation of the significant
efforts that have been made by the States bordering Syria to assist Syrians who have fled across
Syria’s borders as a consequence of the violence, and requesting UNHCR to provide assistance as
requested by member states receiving these displaced persons”.
63
(ii). Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO)
Masalah penggungsi yang mulai keluar dan tersebar di beberapa negara yang
berbatasan langsung dengan Suriah juga menimbulkan masalah baru yakni masalah
yang berkaitan dengan bahan makanan yang di butuhkan para penggungsi. Pada
situasi konflik yang terjadi di Suriah saat ini sulit mencari bahan makanan yang layak
untuk para penduduk tidak hanya itu harga dari kebutuhan pokok yang adapun
mengalami peningkatan karena adanya konflik ini. Oleh karena itu Perserikatan
Bangsa-Bangsa bekerjasama dengan FAO menyalurkan bantuan kemanusiaan ke
wilayah Suriah dan negara yang dituju para penggungsi Suriah. Di wilayah Suriah
FAO bekerjasama dengan
Ministry of Agriculture and Agrarian Reform, and
General Authority for Palestinian Refugees in the Syrian Arab Republic81 yang
mengkoordinasikan bantuan kebutuhan pokok kepada para korban konflik bersenjata
yang terjadi di Suriah.
FAO yang bekerjasama dengan United Nations World Food Programmed dan
kementrian pertanianSuriah memberikan bantuan kepada para penggungsi dan korban
dari konflik yang terjadi dalam negara tersebut berupa :
1. Menjamin tersedianya makanan dan bahan makanan yang cukup untuk para
korban konflik dan para penggungsi sampai pada saat para penggungsi dan
para korban konflik mendapatkan pasokan atau pun cadangan makanan
yang cukup;
81
.http://www.ohchr.org/ prepared in Coordination with the United Nations System ,
Humanitarian Assistance Respon Plan for Syria (1 January – 30 June 2013), di unduh pada rabu 6
Maret 2013 pukul 09.45
64
2. Mendukung dan memperkuat fasilitas dalam hal penyediaan bahan
makanan dan kebutuhan pokok para korban konflik dan penggungsi
3. Menyediakan bibit / input pertanian dan ternak kepada para penduduk
Suriah yang akibat perang dan konflik kehilangan mata pencarian mereka;82
FAO dalam bekerja pemberian bantuan kemanusiaan kepada para korban konflik dan
para penggungsi mendasarkan pada amanat dari resolusi Majelis Umum Res 46/182,
“Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency Assistance of the
United Nations” and the Guiding Principles in its annex”.dengan adanya wewenang
dari majelis umum mengenai bantuan kemanusiaan maka FAO yang bekerjasama
dengan United Nations World Food Programmed an NGO lokal yang ada di Suriah
memberikan bantuannya kepada para korban dan para penggungsi yang harus keluar
dari negara tersebut.
Selain masalah penggunsi, kesehatan dan kebutuhan pokok makanan ada satu
masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari Badan-Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bekerja di wilayah konflik untuk memberikan
bantuan kemanusiaan kepada para korban yaitu masalah pendidikan kepada anakanak para korban konflik dan penggungsi. Dalam hal ini Perserikatan bangsa-Bangsa
menugaskan United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk memberikan bantuan
pada sector pendidikan anak.
82
. Ibid., hlm: 10.
65
(iii). United Nations Children’s Fund (UNICEF)
Pendidikan merupakan hal yang paling pokok dalam pengembangan generasi
pada suatu bangsa yang beradab, dan setiap anak / orang berhak atas pendidikan83
sesuai dengan Pasal 26 Universal Declaration of Human Right yang berbunyi :
(1) Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in
the elementary and fundamental stages. Elementary education shall be
compulsory. Technical and professional education shall be made generally
available and higher education shall be equally accessible to all on the basis
of merit. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. ((1)Pendidikan harus
gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.
Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara
umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara
adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.)
Dengan terjadinya konflik bersenjata di Suriah menyebabkan terhambatnya
pemenuhan terhadap hak atas pendidiksn terutama untuk anak-anak yang masih di
usia pendidikan dasar.
Konflik bersenjata yang terjadi di Suriah mengakibatkan banyaknya penduduk
Suriah yang meninggalkan negaranya84 dan sekitar 2.362 sekolah85 dijadikan target
83
. Lihat Pasal 26 Universal Declaration of Human Right :(1) Everyone has the right to
education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages. Elementary
education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally
available and higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit.
84
. Around 330,000 Syrians have sought shelter in Lebanon and close to 320,000 in Jordan,
the refugee agency reported, with more than 185,000 in Turkey, 105,000 in Iraq, 43,500 in Egypt and
around 8,000 across North Africa. Others have fled to Europe.
66
dan srangan militer Suriah yang berperang melawan para demonstran dan
pemberontak, hal ini mengakibatkan hampir 70% siswa dari sekolah yang ada di
Suriah meninggalkan pula sekolah dan negaranya akibat konflik yang terjadi. Dengan
kenyataan yang terjadi tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa melaui organnya United
Nations Children’s Fund (UNICEF) ikut memberikan bantuan kemanusiaan terutama
dibidang pendidikan kepada anak – anak yang terpaksa meninggalkan sekolahnya
karena konflik dan peperangan yang terjadi dinegaranya. Beberepa program yang
dilaksanakan oleh UNICEF yang bekerjasama dengan Caritas Lebanon Migrant
Centre dalam mengatasi masalah pendidikan anak yang berada diwilayah
penggungsian adalah :
1. Membuat aktifitas belajar mengajar di kamp kamp penggungsi yang di
khususkan untuk pendidikan anak-anak korban perang dan konflik, focus
pembelajaran disini berupa : bermain, menggambar dan melukis;
2. Pembukaaan sekolah-sekolah umum di wilayah penggungsian atau wilayah
Suriah yang aman dari konflik dan perang ;
http://mobile.nytimes.com/2013/03/07/world/middleeast/number-of-syrian-refugees-hits-1-million-unsays.xml, diakses pada kamis 7 Maret 2013 pukul 11.15 WIB
85
. prepared in Coordination with the United Nations System , Humanitarian Assistance
Respon Plan for Syria (1 January – 30 June 2013), di unduh pada rabu 6 Maret 2013 pukul 09.45, hlm:
29.
67
3. Distribusi peralatan kelengkapan sekolah kepada anak-anak yang berada di
kamp
untuk
menunjang
pembelajaran
para
siswa
yang
ada
di
penggungsian;86
4. Melakukan pelatihan Psiko-sosial kepada anak-anak korban perang dan
konflik;
5. Anak-anak didukung dengan pembelajaran rumah dan dan jarak jauh untuk
mengurangi trauma dan tekanan psikologis akibat perang dn konflik di
negaranya;
6. Melakukan penataan ruang kelas yang menarik agar para siswa merasa
nyaman disekolah dan dapat sejenak melupakan kesusahan akibat konflik;87
Program bantuan kemanusiaan yang diberikan dari UNICEF kepada anak-anak yang
berada di wilayah penggungsian diharapkan dapat mengurangi penderitaan para
korban konflik.
Pemberian bantuan kemanusiaan atau Humanitarian Assistance yang di
lakukan oleh organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak hanya di mawah
wewenang General Assembly tapi Juga Security Council. Security Council juga
mengeluarkan Resolusinya yang menuatkan dan menegaskan kembali Resolusi
General Assembly mengenai keadan konflik dan bantuan kemanusiaan yang harus
diberikan kepada para korban konflik yang terjadi di Suriah. Resolusi yang
86
. http://www.unicef.org/UNICEFSyrianRegionalcrisisHumanitarianSitrepREGIONALLessSyria// diakses pada 22 february 2013 pukul 20.15 WIB.
87
. Op. Cit., Hlm: 50
68
dikeluarkan Security Council yaitu : S/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012) yang
dikeluarkan pada bulan april 2012 yang menyatakan bahwa seluruh negara anggota
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib ikut memberikan bantuan kemanusiaan
kepada para penduduk sipil Suriah yang menjadi korban konflik di negara tersebut
melalui badan-badan atau organ-organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah
ditunjuk88.
Sesuai dengan Chapter VII dari piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menyatakan bahwa Dewan Keamananyyang menentukan ada tidaknya pelanggaran
terhadap perdamaian dan keamanan dunia dan mengambil tindakan yang dirasa perlu
untuk mengatasi situasi tersebut89 . Dewan Keamanandalam resolusi yang pertama
yakni S/RES/2042(2012) ini juga menunjuk United Nations High Comissioner for
Refugges (UNHCR) yang menkoordinasikan semua jenis bantuan kemanusiaan atau
Humanitarian Assistance yang ditujukan kepada Suriah. Dalam menjalankan
mandate dari Dewan KeamananUNHCR melakukan kerjasama dengan beberpa organ
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam koordinasi dan penyaluran Humanitarian
Asistance pada para penggungsi dan korban kekerasan bersennjata yang ada akibat
terjadinya konflik antara pemerintah Syrian Arab Republic dengan rakyatnya.
88
. Lihat Konsideran Resolusi Dewan KeamananS/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012)
: Reaffirming its support to the Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab
States, Kofi Annan, and his work, following General Assembly resolution A/RES/66/253 of 16
February 2012 and relevant resolutions of the League of Arab States,
Reaffirming its strong commitment to the sovereignty, independence, unity and territorial
integrity of Syria, and to the purposes and principles of the Charter
89
. Lihat Chapter VII Pasal 39-42 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
69
Selain penyaluran Humanitarian Assistance yang termuat dalam resolusi yang
dikeluarkan oleh dewan keamanan, juga menyangkut mengenai pengiriman tim
pemantau khusus yang bertugas memantau mengenai pelanggaran HAM yang terjadi
di Suriah kemudian akan dilaporkan ke Dewan Keamananuntuk menentukan sikap
tentang tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Suriah, United Nations
Supervision Mission In Suriah (UNSMIS) merupakan tim pemantau yang di tugaskan
di wilayah Suriah sejak April 2012 hingga Agustus 2012. Setelah kerja UNSMIS
berakhir di Suriah, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengirimkan lagi tim pencari
fakta untuk mengumpulkan bukti-bukti agar dapat cepat menyelesaikan konflik
kekerasan bersenjata yang terjadi disana.
3. Pemberian Humanitarian Assistance oleh Europian Union (EU)
Eropian Union merupakan salah satu organisasi regional terbesar dikawasan
Eropa yang beranggotakan sebagian besar negara-negara yang berada diwilayah
eropa. Berdirinya organisasi regional ini didasarkan atas banyaknya kesamaaan
wilayah, tingkat perekonomian, dan karateristik dari negara-negara di dalam wilayah
ini. Terbentuknya komunitas negara-negara uni eropa bukanlah sesuatu yang mudah,
ini diawali oleh dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC),
European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community
(Euroatom). Kemudian, pada 8 April 1965, ketiga organisasi tersebut (ECSC, EEC
dan Euratom) digabung menjadi satu payung European Communities (EC) melalui
Traktat Brussels. Pasca dibentuknya EC, semakin banyak negara di Eropa yang
70
mencalonkan diri sebagai anggota komunitas tersebut.90 Penambahan jumlah anggota
dalam EC menuntut kerja sama yang kompleks untuk mengurangi perbedaan antar
anggota dalam konteks ekonomi. EC juga semakin memainkan peran yang penting
pada 28 Februari 1986 yang diratifikasi oleh semua anggota pada 21 Maret 1987.91
Peristiwa runtuhnya Tembok Berlin diikuti penyatuan Jerman Barat dan Jerman
Timur, demokratisasi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur, disintegrasi Uni
Soviet mendorong negara-negara Eropa mengubah interaksi dengan mempererat
hubungan dan menegosiasikan traktat baru yang pokok-pokoknya utamanya disetujui
pada 9-10 Desember 1991. Puncaknya, lahirlah The Treaty on European Union.
Sebagai tambahan, EU dalam rangka perlu adanya kontrol hukum, dimana agar
terjadi kesesuain peraturan di tingkat Eropa dibentuklah Pengadilan Eropa (European
Court of Justice/ECJ. Pengadilan Eropa bertugas menilai legalitas interpretasi
pengadilan nasional terhadap isi suatu peraturan Eropa.92 Selain pengadilan Eropa,
EU juga membentuk Pengadilan HAM Eropa (The European Court of Human Righst)
yang berwenang memeriksa pengaduan individu dan pengaduan antar negara.
Pengadilan HAM Eropa ini berkedudukan di Strasbourg, Perancis
Non-Internatinonal Armed Conflict yang terjadi di Suriah juga menarik
perhatian masyarakat eropa pada khususnya, melalui Uni Eropa yang merupakan
organisasi regional di dalam wilayah tersebut menyatakan mengutuk dan
91
Baca Nuraeni, dkk, hlm: 137-143
92
Lihat Kedudukan Uni Eropa sebagai Subjek Hukum Internasional, oleh Peni Susetyorini
71
menghimbau untuk pemerintahan Presiden Assad menghentikan kekerasan bersenjata
yang dilakukan kepada rakyatnya serta menyatakan bahwa pemerintahan di Suriah
harus bertanggungjawab untuk melindungi penduduk sipil yang merupakan warga
negara ataupun orang asing yang berada di wilayah tersebut. Selain himbaun tersebut
Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan sikap bahwa akan melakukan embargo
ekonomi dan senjatadan menjatuhkan sanksi ekonomi serta menutup akses perjalanan
dari Suriah menuju wilayah negara Uni Eropa93, selain melakukan embargo ekonomi
dan persenjataan serta menutup akses perjalanan dari dan menuju wilayah Uni Eropa,
Uni Eropa juga telah memberikan Bantuaan Kemanusiaan kepada para penggungsi
dan korban dari kekerasan bersenjata yang terjadi di wilayah Uni Eropa.
Humanitarian Assistance dari Uni Eropa di koordinasikan dan disalurkan
melalui European Community Humanitarian Office (ECHO). Humanitarian
Assistance yang diberikan oleh ECHO sekitar 96.000.000 juta Euro yang
diperuntukkan bagi para penggungsi, kesehatan, pasokan makanan, penyediaan air
bersih, sanitasi dan pembangunan camp untuk tempat tinggal sementara para korban
dan penggungsi yang keluar dari wilayah Suriah94. Alokasi dana Humanitarian
Assistance yang diberikan oleh Uni Eropa ini merupakan hasil pengumpulan dana
sumbangan dari negara-negara di wilayah uni eropa95.
93
. Di akses di http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, pada
15 Maret 2013 pukul 09.53 WIB.
94
. Diakses di http://ec.europa.eu/echo/aid/north_africa_mid_east/syria_en.htm, diakses pada
15 Maret 2013 pukul 10.38 WIB.
95
. Lihat di http://ec.europa.eu/echo/files/aid/countries/factsheets/syria_en.pdf, diakses pada
15 Maret 2013 pukul 10.34 WIB
72
Penyaluran bantuan yang berasal dari Uni Eropa tidak dilakukan sendiri oleh
Europian Community Humanitarian Office (ECHO), ECHO juga melakukan
kerjasama dengan Non-Governmental Organization yang berada di wilayah Suriah
dan negara yang menjadi tujuan para penggungsi. ECHO melakukan kerjasama
dengan The Syrian Arab Red Crescent (SARC) dalam melakukan distribusinya,
mulai dari pendataan para penggungsi yang akan mendapat bantuan, penyediaan
perawatan medis bagi para korban dan penggungsi, hingga pembangunan camp-camp
untuk para penggungsi dan mebangung sekolah-sekolah darurat agar anak yang
menjadi korban kekerasan bersenjata yang terjadi di Suriah tetap mendapatkan
haknya untuk pendidikan96.
Dalam pemberian bantuan kemanusiaan untuk para penggungsi dan korban
kekerasanbersenjata yang terjadi di Suriah, Uni Eropa mempunyai fokus utama
adalah memberikan bantuan kemanusiaan tersebut dan menghimbau pada semua
pihak untuk mematuhi hukum internasional dalam rangka perlindungan terhadap
penduduk sipil yang tidak ikit dalam konflik bersenjata tersebut dan membuka akses
terhadap bantuan kemausiaan, melindungi para pekerja missi yang sedang melakukan
missi kemanusiaan kepada para pengungsi. karena keadaan diwilayah penggungsian
sangat rentan.
96
. Lihat di http://ec.europa.eu/echo/files/funding/decisions/2013/HIPs/syria_en.pdf, diakses
pada 15 Maret 2013 pukul 10.53 Wi b
73
4. Pemberian Humanitarian Assistance oleh International Humanitarian
Law
a. Keadaan Konflik di Syrian Arab Republic
Situasi Konflik yang terjadi di Suriah berawal pada pertengahan bulan Maret
2011 para mahasiwa melakukan demo meminta untuk membebaskan para tahanan
politik, saat demonstrasi tentara nasional Suriah menyerang dan melakukan
penembakan secara brutal tehadap para demonstran tersebut. Presiden Suriah
menolak untuk memenuhi tuntutan untuk melakukan reformasi sesuai dengan
tuntutan para demonstran. Penembakan dan pembantaian yang terjadi di Suriah terus
meluas dan pada 25-26 Mei terjadi pembantaian di daerah Houla yang menyebabkan
tewasnya 100 orang97. Presiden Suriah terus menyangkal untuk bertanggungjawab
atas segala peristiwa penembahakan dan pembantaian yang terjadi negaranya.
Penolakan yang dilakukan oleh Presiden Assad untuk bertanggungjawab atas konflik
antara pemerintahan yang sah dengan rakyat sipil yang menyebebkan konflik terus
bergulir di Syrian Arab Republic.
Sejak demonstrasi pertama bulan Maret 2011 kekerasan yang terjadi di Suriah
menyebabkan 5400 orang tewas termasuk 300 orang anak yang menjadi korban
kekerasan yang dilakukan oleh militer Suriah98, dan pemerintah Suriah melalui
Presiden Assad menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas jatuhnya korban akibat
97
. www.liputan6.com, Assad membantah terlibat pembantaia Houla, 3 juni 2012, diakses
pada 25 september 2012 pukul 20.08 WIB.
98
. www.responsibilitytoprotect.org, humanitarian situation in Syria worsens amid continued
violence, diakses pada 5 agustus 2011 pukul 09.30WIB.
74
demonstrasi yang terjadi dan juga tidak akan memenuhi keinginan para demonstran
untuk melakukan pemilihan umum ulang, pembukaan akses terhadap jalur-jalur
media dan kebebasan berpendapat. Ini yang meyebabkan konflik di wilayah Suriah
semakin meluas menuju daerah-daerah pemukiman rakyat sipil. Presiden Assad
semakin menekan para demonstran dengan cara-cara kekerasan yang tidak
dibenarkan misalnya penggunaan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil,
pembatasan akses kepada layanan kesehatan dan pemberlakukan jam malam.
Non-Internasional Armed Conflict yang masih berlangsung hingga hari ini di
Syrian Arab republic menyebar hingga menimbulkan ketegangan dengan negara
sekitarnya, perang ini mulai meyebar kewilayah Lebanon yang juga merupakan
negara tujuan para penggungsi Suriah, tentara nasional Syrian mulai memborbardir
beberapa wilayah Lebanon yang menimbulkan kemarahan dari pihak pemerintah
Lebanon99. Selain itu kekeran dalam negeri Syrian sendiri marak, para demonstran
kelompok pemberontak mulai memasuki wilayah Damaskus yang merupakan ibu
kota negara tersebut100.
99
. http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/04/mkpoie-lebanonkhawatir-terseret-perang-suriah, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.31WIB.
100
. http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/03/mkoqa0-militersuriah-pastikan-pertahankan-damaskus-dari-oposisi, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.35WIB.
75
b. Pemberian Humanitarian Assistance dalam International Humanitarian
Law
(i). International Humanitarian Law ( Hukum Humaniter Internasional )
1. Pengertian
Hukum humaniter internasional lahir dan berasal dari istilah laws of war yang
kemudian berkembang seiring dengan perkembangan di dunia internasional menjadi
laws of armed conflict atau hukum sengketa bersenjata yang pada saat ini kita sebut
dengan istilah hukum humaniter101. Haryomataram membagi hukum humaniter ini
menjadi 2(dua) bagian aturan pokok antara lain102:
a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk
berperang / The Hague Laws ;
b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan
penduduk sipil akibat dari perang / The Geneva Law.
Sedangkan Mochtar Kususmaatmadja membagi hukum perang sebagai berikut :
a. Jus ad bellum : hukum tentang perang, mengatur tentang hal bagaimana
negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ;
b. Jus in bello : hukum yang berlaku dalam perang yang dibagi 2(dua) yakni :
101
Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:5.
102
. Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press,
Surakarta, 1994, hlm: 1.
76
(i). Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) disebut
juga dengan The Hague laws;
(ii). Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban
perang disebut juga The Geneva Laws.
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum humaniter terdiri
atas dua bagian pokok yakni The Hague Laws ( hukum Den Haag) dan The Geneva
Laws (hukum jenewa). Perubahan istilah dari Law of war (hukum perang) menjadi
Laws of armed conflict (hukum sengketa bersenjata) in terjadi karena penggunaan
istilah ini tidak disukai oleh masyarakat internasional dengan mengingat peristiwa
perang dunia ke-II yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan Liga Bangsa-Bangsa
saat itu juga melakukan upaya untuk menghindarkan terjadinya perang antar negaranegara di dunia. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan
membentuk Liga Bangsa-Bangsa di dalam organisasi ini para anggota sepakat untuk
menjamin perdamaian dan keamanan dengan sepakat untuk tidak menggunakan jalan
perang dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara.
Pada perkembangan selanjutnya law of armed conflict
lebih sering di
pergunakan namun dengan perkembangan yang ada istilah hukum sengketa
bersenjata ini berubah menjadi hukum humaniter internasional yang berlaku dalam
sengketa bersenjata ( International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict)
atau hukum humaniter internasional103. Perbedaan penggunaan nama untuk menyebut
103
. Arlina Permanasari, Op. Cit., hlm 8
77
hukum humaniter ini tidak menjadi masalah karena ketiganya memiliki arti yang
sama.
5. Dasar Hukum Hukum Humaniter Internasional
Dalam pelaksanaan hukum humaniter ada 2 (dua) aturan hukum yang berlaku
didalamnya yakni Hukum Den Haag 1907 dan Hukum Jenewa 1949. Kedua aturan
ini mengatur dan mendasari adanya dan berlakunya hukum humaniter internasional
pada masa perang baik yang bersifat internasional maupun non-internasional.
i. Hukum Den Haag;
Dalam konvensi Den Haag mengatur mengenai tata cara berperang,
perang atau konflik bersenjata yang terjadi antar negara harus
memperhatikan aturan-aturan yang ada didalam konvensi ini. Konvensi
ini berlaku untuk konflik yang bersifat internasional.
ii. Hukum Jenewa ;
Dalam Hukum Jenewa terdapat IV (empat) Konvensi dan ada 2
Protokol Tambahan yang mengatur mengenai perlindungan korban
perang, keempat konvensi tersebut antara lain : (i). Konvensi Jenewa I
tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang
luka dan sakit, (ii). Konvensi Jenewa II tahun 1949 mengenai perbaikan
keadaan anggota angkatan perang laut yang luka,sakit dan korban karam,
(iii). Konvensi Jenewa III tahun 1949 mengenai perlakuan tawanan
78
perang, (iv) Konvensi Jenewa IV mengenai perlindungan orang-orang
sipil waktu perang. Sedangkan 2 protokol tambahannya terdiri dari (i).
protokol tambahan I pada konvensi jenewa 12 desember 1949 dan yang
berhubungan
dengan
perlindungan
korban
sengketa
bersenjata
internasional, (ii). Protokol tambahan II pada konvensi Jenewa 12
desember 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korbankorban sengketa bersenjata non-internasional.
Dalam konvenan dan protokol tambahannya mengatur perlindungan
terhadap individu baik yang mengambil bagian dalam konflik
(combatant) maupun penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik
tersebut. Dalam kasus yang terjadi di Syrian Arab Republic ini tergolong
non-internasional armed conflict karena itu berlaku ketentuan dari
konvensi jenewa ke-IV terutama untuk perlindungan penduduk sipil yang
tidak turut dalam perang dan juga Pasal 3 yang merupakan common
article dalam konvensi ini.
(ii). Pemberian Humanitarian Assistance oleh Geneva Convnetion Relative to the
protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV)
Konvensi Jenewa keempat ini dibuat guna memenuhi kebutuhan dari hukum
internasional dan desakan masyarakat internasional atas tuntutan perlindungan
penduduk sipil pada masa perang sebagai salah satu perwujudan Hak Asasi Manusia,
seperti yang tercantum dalam Pasal 3 dan 5 deklarasi Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa:
79
Pasal 3 “Everyone has the right to life, liberty and security of person.”(setiap
orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
individu)
Pasal 5 “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading
treatment or punishment.”( tidak seorang pun boleh disiksa atau
diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak
manusiawi atau dihina)
atas dasar inilah muncul perlindungan terhadap penduduk sipil yang tidak turut dalam
konflik bersenjata.
Dalam Konvensi Jenewa-IV ini diuraikan secara rinci mengenai bagaimana
perlindungan terhadap para penduduk sipil diberikan dan kewajiban siapa untuk
memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil jika sedang terjadi perang.
Perlindungan pada penduduk sipil saat terjadi perang dengan tegas dinyatakan dalam
Pasal 10 konvensi Jenewa yang ke empat ini menyatakan bahwa :
“ The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the
humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross
or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent
of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of
civilian persons and for their relief”.(ketentuan konvensi-konvensi ini bukan
merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan yang
mungkin diusahakan oleh Palang Merah Internasional atau tiap organisasi
humaniter lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong
tawanan perang selama kegiatan-kegiatan tersebut mendapay persetujuan dari
pihak-pihak yang bersengketa).
Dasar perlindungan ini dapat digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi
internasional ataupun badan negara yang ingin memberikan bantuan kemanusiaan
80
kemanusiaan baik kepada para penduduk sipil ataupun para combatan yang telah
tidak mengangkat senjata dalam perang yang terjadi.
Secara khusus untuk penduduk sipil pengaturan mengenai perlindungannnya
dalam Konvensi Jenewa keempat ini diatur mulai dari perlindungan yang bersifat
umum Pasal 13 – 26 dan yang bersifat khusus Pasal 27-34 dan juga diatur mengenai
perlindungan warga negara asing yang sedang berada dalam wilayah konflik atau
perang dalam Pasal 35-46. Pada dasarnya semua perlindungan terhadap penduduk
sipil ataupun para kombatan yang sudah tidak mengangkat senjata lagi di dasari dari
Pasal 3 yang merupakan common article dalam konvenan ini, dalam Pasal ini
menyatakan bahwa:
”In the case of armed conflict not of an international character occurring in
the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict
shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions:
1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed
forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by
sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be
treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour,
religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end,
the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place
whatsoever with respect to the above-mentioned persons:
a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation,
cruel treatment and torture;
b) taking of hostages;
c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading
treatment;
d) the passing of sentences and the carrying out of executions without
previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all
the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized
peoples
81
2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial
humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may
offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should
further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or
part of the other provisions of the present Convention.
The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of
the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat
internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung,
tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurangkurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orang-orang yang tidak turut serta
secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang
yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut
serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain
apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan
perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas
ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan,
atau
setiap
kriteria
lain
yang
serupa
itu.
Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan
dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan
di tempat-tempat apapun juga :
(a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam
pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;
(b). penyanderaan;
(c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan
merendahkan martabat;
(d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan
yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang
memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh
bangsa-bangsa yang beradab.
(2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.
Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang
Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian.
Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan
dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari
ketentuan lain dari Konvensi ini.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi
kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”.
Telah dengan jelas dikatakan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil
merupakan hal yang penting karena penduduk sipil atau civilian bukan merupakan
objek ataupun sasaran dari konflik atau sengketa bersenjata yang sedang terjadi
82
dinegaranya namun biasanya penduduk sipil merupakan korban dari konflik atau
sengketa bersenjata tersebut.
Konflik yang terjadi di Suriah sejak Mei 2011 hingga hari ini telah
mengakibatkan banyaknya penduduk sipil yang menjadi korban kekerasan bersenjata.
Keadaan di Suriah ini semakin memburuk karena adanya bantuan persenjataan
perang dari Rusia dan Cina kepada pemerintah Suriah dalam masa perang ini.
Sengketa tidak hanya terjadi antara pemerintahan Suriah dengan para pemberontak
dan demonstran namun juga telah menyebar kenegara sekitar. Sebagai negara anggota
konvensi Jenewa ke empat Suriah mempunyai tanggungjawab untuk memberikan
perlindungan terhadap penduduk sipil terhadap hak-hak yang dimiliki dan tercantum
dalam konvensi Jenewa dengan bantuan organisasi internasional yang bekerja dalam
bidang bantuan kemanusiaan .
Dalam Pasal 10 Konvensi Jenewa telah disebutkan bahwa konvensi ini
memberikan ruang kepada Internasional Committee of Red Cross (ICRC) ataupun
organisasi kemanusiaan lain untuk melakukan bantuan yang dibutuhkan oleh
penduduk sipil yang menjadi korban dalam sengketa bersenjata yang terjadi di
wilayah Suriah. ICRC mulai masuk di Suriah pada Mei 2011104 tidak lama sejak
terjadinya konflik bersenjata di dalam negara tersebut.
International Committee of Red Cross (ICRC) bekerja sama dengan NonInternational Government Organization dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan di
Suriah. Orang-orang yang harus keluar dari wilayah negaranya sendiri dikarenakan
104
. http://www.icrc.org/eng/where-we-work/middle-east/syria/index.jsp, diakses pada 16
april 2013 pukul 09.18 WIB.
83
merasa tidak aman ataupun menrasa terancam, inmilah yang terjadi terhadap para
penggungsi Suriah yang keluar dari negaranya karena adanya konflik bersenjata yang
terjadi di negara tersebut. Sekitar 36 juta105 penduduk Suriah sudah meninggalkan
negaranya sejak mei 2011. Para pengungsi yang di tangani oleh ICRC yang
bekerjasama dengan Syrian Arab Red Cresent106 terutama yang masih bertahan di
dalam negeri Suriah, hingga bulan Maret 2013 ICRC memberikan bantuan berupa :
(i).
Di wilayah Damaskus Pedesaan, Raqqa, Hama, Idleb, Damaskus,
Lattakia, Homs dan Deir Ezzor mendapat kiriman bantuan makanan untuk para
penggungsi yang berjumlah sekitar 155.000 orang;
(ii). Di wilayah Aleppo, Damaskus, Raqqa, Hama, Desa Damaskus, Deir
Ezzor, Lattakia, Idleb dan Homs mendapat bantuan kasur,selimut dan alat
makanan untuk sekitar 90.000 orang;
(iii). Di wilayah Raqqa, Idleb, Deir Ezzor, Lattakia, Damaskus, Aleppo,
Homs, Hama dan Pedesaan Damaskus diberikan bantuan sanitasi dan
kebersihan pada para penggungsi yang berjumlah sekitar 70.000 orang;
(iv). Di wilayah di Damaskus, Aleppo dan Hama diberikan bantuan air
untuk sanitasi dan kehidupan para penggungsi diwilayah tersebut, jumlah
bantuan yang dipasok sekitar 10.000 botol dan 10 liter air perhari;
105
. http://www.icrc.org/eng/resources/documents/update/2013/04-05-syria-displacedassistance.htm, diakses pada 16 april 2013 pukul 09.34 WIB.
106
. Ibid, .
84
(v). dibidang kesehatan ICRC mengunjungi rumah sakit Al Za'em, Al-Birr
dan rumah sakit Al-Waleed di Homs untuk mengirimkan bantuan
berupapersediaan medis untuk pengobatan para korban dan untuk operasi 100
orang 150 cairan infuse dan alat-alat kesehatan lainnya;
(vi). Bidang pendidikan dan anak ICRC bekerjasama dengan UNICEF dan
Non-Internasional Government Organization yang berad diwilayah Suriah
bantuan yang diberikan dalam bidang pendidikan berupa membuka kamp-kamp
penggungsian untuk sekolah darurat, distribusi alat-alat sekolah untuk anakanak, melakukan pelatihan Psiko- sosial pada anak korban konflik dan kegiatan
psikologis lain untuk mengurangi trauma dari anak korban konflik.
Bantuan-bantuan yang diberikan ICRC sebagai salah satu pihak yang disebut
dalam Konvensi Jenewa ke empat beserta organisasi internasional lain yang
mempunyai misi kemanusiaan dalam membantu dan melaksanakan perlindungan
terhadap penduduk sipil yang menjadi korban dalam konflik bersenjata di Suriah
yang terjadi sejak bulan Mei 2011 hingga kini.
B. Dampak Pemberian Humanitarian Assistance oleh Perserikatan BangsaBangsa di Syrian Arab Republic
1. Kewajiban Negara Sebagai Negara Anggota PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terbentuk Pada 1 Januari 1942 dengan
deklarasi yang dikenal dengan Declaration of the United Nations yang ditandatangani
oleh 26 Negara, Dengan deklarasi ini mengawali berdirinya United Nations yang
85
mempunyai tujuan untuk mencapai keamanan dan perdamaian antar negara-negara di
dunia.
Sifatnya yang universal menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat oleh PBB
adalah suatu peraturan hukum dunia yang mana merupakan representatif negaranegara di dunia. Adanya partisipasi dari hampir seluruh negara di dunia107 (voice
majority) menyebabkan kecil kemungkinan bagi negara-negara anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UN Members) untuk merintangi organisasi tersebut. Legal
Personality dalam organisasi internasional dibutuhkan guna menunjukan kapasitas
hukum (legal capacity) yang dimiliki oleh organisasi internasional ini terhadap
negara-negara anggotannya. Dalam Pasal 104 Piagam PBB108 menyatakan,
“..kapasitas hukum sebagaimana yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi
dalam hal untuk mencapai tujuannya”. Lebih lanjut, legal personality juga diperlukan
oleh suatu organisasi internasional sebagai dasar untuk melakukan suatu tindakan
(legal to act or to take an action). Legal personality sebagai legal to act sebagai
subjek hukum internasional109 terdapat dalam Pasal 1 The Convention on Priviliges
and Immunities of the United Nations of 13 February 1946 (Konvensi tentang Hak
Istimewa dan Hak Imunitas tahun 1946), “The United Nations shall posses juridical
107
CIA World Factbook 2004 menyatakan ada 194 negara di dunia, 191 adalah anggota
PBB; Pada bulan Juni 2006, jumlah anggota PBB adalah 192 negara (http://organisasi.org).
108
Art. 104 UN Charter: The Organization shall enjoy in the territory of each of its
Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the fulfilment of
its purposes.
109
Subjek Hukum Internasional adalah Negara, Vatikan, ICRC, Organisasi Internasional,
Individu, Belligerent. Lihat Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 109-111; F. Sugeng Istanto, Op.Cit. hlm. 23-25.
86
personality. It shall have the capacity to contract; to acquire and dispose of
immovable and movable property; to institute legal proceedings.”. Dalam advisory
opinion Mahkamah Internasional (ICJ) concerning Reparation of Injuries Case 1949
menyatakan bahwa “...the Court considered that the functions and rights conferred to
the United Nations by its constituent instrument were such that they necessarily
implied the attribution of international personality to the organizations..”. ICJ
kemudian, mendasarkan opininya itu sebagian pada praktek Perserikatan BangsaBangsa dalam membuat traktat, mengajukan klaim ganti rugi atas kerugian wakilwakilnya.
Adanya tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengutamakan fungsi
perdamaian dan keamanan dunia maka Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat 6
(enam) organ utama yang ada di dalamnya untuk menjalankan tugas dan fungsinya
dalam membantu mewujudkan keamanan dan perdamaian dunia. Organ yang
mempunyai tugas khusus untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia saat ini
adalah Dewan Keamanan yang dimandatkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
merupakan representasi dari negara-negara yang bergabung di dalamnya.
Di Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dinyatakan bahwa seluruh
negara anggota harus memberikan segala bantuan kepada Perserikatan BangsaBangsa untuk memberikan bantuan yang sesuai dengan isi Piagam110. Dengan adanya
komitmen dari bangsa-bangsa di dunia yang tergabung di dalam Perserikatan Bangsa-
110
. Lihat Pasal 2 poin 5 UN Charter : All Members shall give the United Nations every
assistance in any action it takes in accordance with the present Charter, and shall refrain from giving
assistance to any state against which the United Nations is taking preventive or enforcement action.
87
Bangsa ini maka merupakan kewajiban dari negara-negara dalam memberikan
bantuan kemanusiaan untuk para penduduk sipil yang menjadi korban dalam konflik
ini melalui badan-badan yang ditugaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
memberikan bantuan atau negara-negara dengan kemampuan sendiri atau
bekerjasama dengan organisasi regional menyalurkan bantuan kemanusiaanya.
Selain itu sesuai dengan Chapter VII dalam Piagam Perserikatan BangsaBangsa, PBB melalui Dewan Keamanan juga mempunyai wewenang untuk
menentukan ada tidaknya ancaman terhadap keamanan dan perdamaian dunia111 .
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Keamanan juga mulai bertindak untuk
mengatasi keadaan konflik yang terjadi di Suriah, Dewan Keamanan mengeluarkan
2(dua) resolusi yang meyatakan bahwa negara-negara di dunia mengutuk terjadinya
kekerasan, pelanggaran terhadap kemanusiaan oleh pemerintah Suriah kepada
rakyatnya112 dan akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaiakan konflik di
Suriah yang di khawatirkan dapat mengacam perdamaian dan keamanan dunia
internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menempuh langkah – langkah damai guna
membantu dalam menyelesaikan konflik dan membatu masyarakat sipil yang menjadi
111
. Lihat Pasal 39 UN Charter : The Security Council shall determine the existence of any
threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or
decide what measures shall be taken in accordance with Articles 4 and 42, to maintain or restore
international peace and security.
112
. Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2043/2012 : Condemning the widespread
violations of human rights by the Syrian authorities, as well as any human rights abuses by armed
groups, recalling that those responsible shall be held accountable, and expressing its profound regret
at the death of many thousands of people in Syria,
88
korban dalam konlik yang terjadi di dalamnya. Bentuk respon awal dari masyarakat
internasional untuk konflik di Suriah adalah :
(i). The League of Arab States (LA)
Pada awal terjadi konflik di Suriah Liga Arab cenderung pasif dalam
menanggapi sengketa ini, namun pada 25 April 2012 muali mengambil tindakan
dengan mengutuk pemerintah Suriah karena penggunaan kekerasan terhadap para
demonstran, pada 7 Agustus 2012 LA merilis pernyataan agar dilakukan dialog antara
pemerintah Suriah dengan para demonstran agar tidak terjadi tindak kekerasan yang
secara terus di wilayah tersebut113. Dan dilanjutkan dengan pertemuan dengan
pertemuan Sekjen Liga Arab dengan Presiden Suriah agar menghentikan kekerasan
terhadap warga sipilnya dan membuat kesepakatan dengan liga arab untuk
menghentikan kekerasan, membebaskan tahanan politik, mengijinkan askes dari
media massa dan memindahkan personil militer diliwayah penduduk sipil, namun
rencana ini tidak dilaksanan oleh Presiden Assad, dan menurut laporan Amnesty
International lebih dari 100 orang meninggal dunia setelah Presiden Assad
menyetujui rencana ini.
Liga Arab dapat dikatakan gagal dalam upaya untuk mengurangi atau
mencegah konflik yang semakin berkepanjangan antara pemerintah Suriah dengan
masyarakat sipilnya. Namun lebih dari itu organisasi ini sudah melakukan upaya
pencegahan terhadap semakin meluasnya konflik yang terjadi di Suriah.
113
. http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, diakses pada 13
Maret 2013 pukul 11.49WIB.
89
(ii). The Europian Union (EU)
Sebagai salah satu Organisasi Internasional yang besar dikawasan Eropa, EU
juga berupaya untuk meredam konflik yang terjadi di Suriah, beberapa hal yang
dilakukan oleh EU adalah : embargo senjata ke wilayah Suriah, Pembekuan aset-aset
orang yang di duga sebagai penyebab konflik yang berada di wilayah Uni Eropa,
menjatuhkan sanksi ekonomi dan juga memberlakukan larangan perjalanan menuju
dan dari Suriah serta memberlakukan pembekuan asset tambahan para pemimpin
Suriah dan para pejabat militer Suriah yang berada di Uni Eropa.
Sanksi maupun embargo yang dikeluarkan oleh Uni Eropa kepada negara
Suriah diharapkan dapat menghentikan dan meredam konflik yang terjadi di negara
Suriah dan agar dapat mengurangi penderitaan penduduk sipil yang menjadi korban
dari konflik tersebut. Namun upaya ini juga dirasa kurang efektif karena hingga hari
ini konflik dan perang bersenjata tetap terjadi di wilayah Suriah dan Presiden Suriah
tidak menghiraukan himbauan dari Uni Eropa ini.
(iii). United Nations (UN)
Beberapa organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang secara damai bertugas
diwilayah konflik Suriah telah melakukan tugasnya dan menghasilkan beberapa
laporan yang dibawa di dalam rapat umum majelis umum Perserikatan BangsaBangsa. Beberapa organ Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut antara lain :
90
a. Penasehat Khusus tentang Pencegahan Genosida dan Internasional
Coalision for the Responsibility to Protect (ICRtoP)
Badan ini bertugas pada awalnya utnuk melihat apa yang sebenarnya terjadi
di Suriah dan mengingatkan serta menghimbau pemerintah Suriah bahwa
harus bertanggung jawab atas perlindungan penduduknya dan melakukan
penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia
Internasional yang terjadi di wilayahnya.
Badan ini juga menyerukan
kepada masyarakat internasional untuk melakukan perlindungan dan
bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah yang menjadi korban konflik di
negaranya, dan meminta bantuan pada kerjasama regional yang ada di
wilayah tersebut untuk membatu dalam memfasilitasi penyelesaian konflik
ataupun sengketa antara pemerintah Suriah dengan para penduduk sipil.
b. Human Right Council office of the high commissioner for Human Rights
(OHCHR) 114
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memulai
siding sejak 29 April 2012 dengan telah memantau keadaan HAM yang
terjadi di wilayah Suriah sejak bulan Mei 2011. Hasil dari persidangan ini
adalah dewan mengutuk keras perbuatan dari pemerintah Suriah yang
menggunakan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil di negaranya dan
juga dewan mengirimkan tim pencari fakta untuk mengumpulkan bukti
pelanggaran HAM yang terjadi di Suriah, misi ini mulai berjalan pada 15
114
. Ibid., 14
91
Maret 2012 dan mengakhiri masa kerja serta langsung melakukan press
reales terhdadap temuan fakta yang terjadi disana, tim mengungkap
serangan meluas dan sistematis terhadap penduduk Suriah bisa menjadi
kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan, penyiksaan dan
penghilangan serta perampasan kemerdekaan dan penganiayaan. Laporan
ini juga menyerukan kepada pemerintah Suriah untuk mencegah impunitas,
memungkinkan pulang kembalinya pengungsi, membebaskan semua
tahanan, dan memfasilitasi penyelidikan lebih lanjut oleh OHCHR dan
Dewan Hak Asasi Manusia.
Beberapa organisasi baik yang sifatnya regional maupun merupakan badan
utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melakukan dan melaksanakan apa yang
diamanatakan oleh Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengambil
segala tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia
internasional dan memberikan bantuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa agar
dapat melaksanankan fungsi dan tujuannya dalam menjaga perdamaian dan keamanan
dunia.
2. Resolusi General Assembly dalam Pemberian Humanitarian Assistance di
Syrian Arab Republic
Sifat dari resolusi Majelis Umum ini juga harus diuji sifat, ruang lingkup serta
akibat hukumnya, resolusi dari majelis umum yang berkaitan dengan lingkungan
internal dan pelaksaan fungsi organ Perserikatan Bangsa-Bangsa jika sebelumnya
92
tidak dinyatakan sebahgai rekomendasi maka sifatnya memaksa dan mengikat
misalnya resolusi mengenai pelaksanaan fungsi keuangan, admionistrasi majelis,
penempatan item-item dalam agenda majelis, pengakuan anggota baru, penunjukan
Sekertaris Jendral dan pemilihan hakim-hakim di Mahkamah Internasional115.
Sedangkan resolusi-resolusi majelis umum terkait dengan lingkungan eksternal dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa sifatnya adalah rekomendasi atau lebih bersifat
himbauan yang ditujukan kepada negara, sebagian negara, para pelaku misalnya:
kepada kelompok-kelompak yang secara terorganisisr berjuang untuk kemerdekaanya
atau penentuan nasib sendiri, organ-organ Perserikatan Bangsa-bngsa. Isi dari resolusi
ini dapat berupa procedural maupun substantive dan dapat berupa keduannya. Secara
keseluruhan resolusi dari Majelis Umum ini tidak mengikat atau hanya berupa
himbauan namun kebanyakan juga di jadikan hukum kebiasaan yang biasanya
mengacu pada resolusi sebelumnya. Resolusi majelis umum yang dikeluarkan untuk
Suriah ini pun mengacu pada resolusi sebelumnya yakni resolution 66/176 of 19
December 2011, as well as Human Rights Council Resolutions S-16/1 of 29 April
2011,1 S-17/1 of 23 August 20111 and S-18/1 of 2 December 2011.
Non-Internasional Armed Conflict yang terjadi di Suriah telah mengakibatkan
banyak korban jiwa hingga banyaknya penggungsi yang harus keluar dari negara
tersebut dikarenakan rasa takut dan tidak aman berada di negaranya sendiri. Melihat
kenyataan tersebut General Assembly atau Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa mengeluarkan dua resolusi untuk menanggapi keadaan yang terjadi di Suriah,
115
. James Barros, United Nations Past, Present, and Future, 1984, The Free Press, Hlm:
104
93
resolusinya yaitu : (i). A/RES/66/253 Resolution adopted by the General Assembly the
Situation in the Syrian Arab Republic dan (ii). A/RES/66/176 Resolution adopted by
the General Assembly the Situation of Human Right in the Syrian Arab Republic,
pada kedua resolusi ini Majelis Umum masih menghimbau agar Suriah menghentikan
kekerasan bersenjata yang dilakukan terhadap penduduk sipilnya, mengingatkan
kembali kewajiban Suriah sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
menjaga perdamaian dan keamanan dunia internasional serta menjalin hubungan baik
antar sesama anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan memberikan bantuan
kemanusiaan kepada rakyat sipil yang menjadi korban atas konflik bersenjata ini.
Dengan keluarnya resolusi dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
maka dimulailah bantuan kemanusiaan yang masuk kepada para korban yang berada
diwilayah Suriah maupun para pengungsi yang terpaksa keluar dari Suriah. Bantuan
kemanusiaan ini kebanyakan berasal dari organ khusus Perserikatan Bangsa-Bnagsa
yang ditugaskan dengan adanya resolusi ini misalnya : (i). UNHCR untuk masalah
Penggungsi (ii). WHO untuk masalah kesehatan (iii). FAO unmtuk masalah makanan
para pengungsi dan (iv). UNICEF untuk masalah pendidikan anak yang berada
diwilayah penggungsian116, organ-organ dari perserikatan Bangsa-Bangsa ini tidak
bekerja sendirian melainkan juga bekerjasama dengan Non-Government Organization
yang ada diwilayah negara tersebut. Usaha yang dilakukan organ-organ dibawah
perserikatan Bangsa-Bangsa hingga saat ini masih berjalan dan dilakukan guna
mengurani penderitaan rakyat sipil yang berada di wilayah konflik saat ini.
116
. http://www.cfr.org/syria/un-general-assembly-resolution-66253-syria/p27403, diakses
pada 13 Maret 2013, pukul 13.07 WIB.
94
3. Resolusi Security Counsil dalam Pemberian Humanitarian Assistance di
Syrian Arab Republic
Dewan Keamanan merupakan salah satu organ utama dari Perserikatan BangsaBangsa yang mempunyai tugas untuk menjaga keamananan dan perdamaian dunia.
Dalam menjalankan tugasnya Dewan Keamanan mempunyai wewenang dalam
melaksanan tugasnya sesuai dengan Article 24 of UN Charter menyatakan bahwa
untuk menjamin tindakan yang cepat dan efektif oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
maka para anggotanya memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan
Keamanandalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan sepakat
bahwa didalam melaksanakan tugas-tugasnya Dewan Keamanan mengatas namakan
seluruh anggota serta dalam Chapter VI,VII,VIII,dan XII dalam United Nations
Charter.
Pada situasi konflik yang sudah berlangsung sejak Mei 2011 Dewan
Keamananbelum bisa melakukan atau mengabil tindakan tentang apa untuk
menghentikan konflik bersenjata antara pemerintah Suriah dengan rakyat sipil yang
mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa dan terjadi kekacauan lain dalam negeri
Suriah. Pada saat pemungutan suara 4 Oktober 2011 di dalam Dewan Keamanan
Rusia dan Cina menggunakan hak vetonya atas apa yang terjadi di Suriah, kedua
negara ini menakutkan jika resolusi ini disetujui akan terjadi intervensi seperti di
Lybia117. Tidak jalannya lobi akibat veto yang digunakan kedua negara ini membuat
lambatnya kinerja dari Dewan Keamanan.
117
. http://icrtopblog.org/2011/10/07/un-security-council-fails-to-uphold-its-responsibilityto-protect-in-syria/, diakses pada 13 Maret 2012 pukul 15.07 WIB.
95
Hingga 15 Desember 2011 masih terjadi polemik tersendir di dalam Dewan
Keamananyang belum juga menyepakati mengenai resolusi yang akan dikeluarkan
untuk segera menghentikan kekerasan di Suriah, pada 15 Desember itu Rusia
membawa rancangan draf baru resolusi yang di dalamnya tidak mencantumkan
mengenai adanya intervensi militer untuk Suriah hal ini sangat tidak disetujui oleh
Prancis, Jerman dan Amerika serikat yang menganggap bahwa resolusi yang di bawa
Rusia ini terlalu lunak untuk Suriah.
Akhirnya pada 14 April 2012 Dewan Keamanan berhasil mengeluarkan
resolusinya yang pertama unruk merespon keadaan di Suriah dengan nomer resolusi
S/RES/2042(2012) dalam resolusi ini menguatkan dan mendukung Joint Special
Envoy for the United Nations and the League of Arab States yang di prakarsai oleh
Kofi Annan yang bekerja sesuai dengan resolusi majelis umum nomer A/RES/66/253
pada 16 Februari 2012, penghormatan penuh terhadap kedaulatan, kemerdekaan dan
kesatuan wilayah dan pemerintahan Suriah serta menugaskan kepada UNHCR untuk
menyediakan layanan dan bantuan kemanusiaan bagi para penggungsi dan orang
yang kehilangan tempat tinggal118. Inilah resolusi yang mendasari masuknya
Humanitarian Assistance di wilayah Suriah dan negara – negara tujuan penggungsi
yakni : Jordania, Mesir, Iraq, Turki dan Lebanon119.
118
. Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2042(2012) :
Expressing its appreciation of the significant efforts that have been made by the States bordering Syria
to assist Syrians who have fled across Syria’s borders as a consequence of the violence, and requesting
UNHCR to provide assistance as requested by member states receiving these displaced persons,
119
. http://data.unhcr.org/syrianrefugees/regional.php, diakses pada 13 Maret 2013 pada
pukul 16.30 WIB.
96
Seminggu kemudian pada 21 April 2012 Dewan Keamananberhasil
mengeluarkan resolusinya yang kedua untuk merespon keadaan di Suriah dengan
nomer resolusi S/RES/2043(2012) dalam resolusi ini hanya menguatkan dan
mendukung Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab
States yang di prakarsai oleh Kofi Annan yang bekerja sesuai dengan resolusi majelis
umum nomer A/RES/66/253 pada 16 februari 2012, penghormatan penuh terhadap
kedaulatan,kemerdekaan dan kesatuan wilayah dan pemerintahan Suriah120, dan
dalam resoludi ini memang tidak dinyatakan mengenai adanya intervensi militer dari
Dewan Keamanankepada Suriah namun Dewan Keamananmenugaskan United
Nations Supervision Mission In Suriah (UNSMIS) untuk melakukan pengawasan dan
memonitor terjadinya konflik bersenjata, pelanggaran kemanusiaan yang nantinya
akan di bawa kedalam rapat Dewan Keamananuntuk mengambil tindakan lebih lanjut
serta membantu terlaksanannya Envoy’s six point Proposal yang merupakan
kerjasama antara negara Liga Arab dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai
dengan resolusi 2043 dari Dewan Keamanan121.
120
. Lihat Resolusi Dewan KeamananS/RES/2043(2012) :
Reaffirming its strong commitment to the sovereignty, independence, unity and territorial integrity of
Syria, and to the purposes and principles of the Charter,
Reaffirming its support to the Joint Special Envoy for the United Nations and the League of Arab
States, Kofi Annan, and his work, following General Assembly resolution A/RES/66/253 of 16
February 2012 and relevant resolutions of the League of Arab States
121
. Ibid., : Decides to establish for an initial period of 90 days a United Nations Supervision
Mission in Syria (UNSMIS) under the command of a Chief Military Observer, comprising an initial
deployment of up to 300 unarmed military observers as well as an appropriate civilian component as
required by the Mission to fulfil its mandate, and decides further that the Mission shall be deployed
expeditiously subject to assessment by the Secretary-General of relevant developments on the ground,
including the consolidation of the cessation of violence; Decides also that the mandate of the Mission
shall be to monitor a cessation of armed violence in all its forms by all parties and to monitor and
support the full implementation of the Envoy’s six-point proposal;
97
4. Dampak Pemberian Humanitarian Assistance bagi negara Syrian
a. Dampak ke dalam Negeri Syrian Arab Republic
Terjadinya konflik di negara Suriah dapat dikatakan sebagai imbas dari
pergolakan politik yang terjadi di wilayah Tunisia dan Mesir pada Mei 2011122,
gerakan massa yang melakukan protes dan demonstrasi di Suriah pada awalnya
menuntut perombakan pada sistem pemerintahan di Suriah agar lebih demokratis dan
pemberian kebebasan berbicara dan berkumpul bagi para warganya karena menurut
warga Suriah pemerintahan Presiden Assad sat ini cenderung otoriter123, Disisi lain
pemerintah resmi Suriah meneluarkan pendapat yang berbeda dengan apa yang
dituntut oleh rakyat Suriah, pemerintahan Presiden Assad menolak memenuhi
permintaan para demonstran dan pemerintah menolak bertanggungjawab atas
serangan terhadap para demonstran124. Inilah yang merupakan awal dari konflik di
negara Suriah.
Semakin rumitnya situasi di Suriah hingga saat ini juga diakibatkan oleh
tertutupnya pemerintah Suriah untuk bantuan dari dunia internasional, Presiden Assad
malah memnerintahkan para tentara untuk melakukan penjagaan di wilayah-wilayah
yang dihuni oleh masyarakat sipil dan para demonstran dengan mengerahkan
kekuatan militer penuh serta membatasi jumlah pasokan air, makanan dan medis
122
. Spenser Zifcak, the Responsibility to Protect after Libya and Syria, Melbroune Jurnal of
International Law , Juni 2012, Hlm: 10
123
. Ibid., Hlm: 12
124
. http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-syria, diakses pada 14
Maret 2013 pukul 10.39 Wib.
98
kepada para masyarakat Suriah yang menjadi korban dalam konflik bersenjata ini125.
Dari laporan Amnesty International menyatakan bahwa pembatasan akses kesehatan
dan rumah sakit kepada rakyat sipil yang menjadi korban kekerasan bersenjata oleh
pemerintah Suriah dengan pemberlakuan kontrol akses masuk kedalam sarana
kesehatan dan juga menolak akses bantuan kemanusiaan dari negara-negara
disekitarnya juga dari organisasi kemanusiaan, Office of the High Comisioner Human
Right (OHCHR) yang ditugaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memantau
keadaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Suriah.
Namun setelah mengadakan pembicaraan tertutup dengan pemerintah Suriah,
Pemerintah Suriah mengijinkan misi pemantauan keadaan HAM yang bernama
United Nations Supervision Mission in Suriah (UNSMIS) untuk masuk dan
memantau keadaan HAM di Suriah dengan ditengahi dan didampingi oleh Liga Arab
dan dipimpin oleh Kofi Anan126, namun jalannya pemantauan ini pun masih sering di
intimidasi oleh tentara nasional dari Suriah127.
Semakin memburuknya situasi di Suriah membuat masyarakat internasional
mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi besar yang ada di dunia
untuk segera mengatasi masalah kekerasan bersenjata dan segera memberikan
bantuan kemanusiaan kepada para rakyat Suriah yang menjadi korban disana. Maka
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Majelis Umum pada awalnya mengeluarkan
125
. Ibid., Hlm: 5
126
. http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unsmis/mandate.shtml, diakses pada 14
Maret 2013 pukul 11.47 WIB.
127
. Op.Cit., Hlm: 6
99
resolusi mengenai keadaan HAM yang terjadi di Suriah kemudian disusul resolusi
yang akhirnya dikeluarkan oleh Dewan Keamananyang pada awalnya mengalami
kebuntuan karena Rusia dan Cina menggunakan Hak Veto atas usulan resolusi
awalnya, namun pada 14 dan 21 April di sepakati oleh Dewan Keamanan
mengeluarkan resolusi yang isisnya menguatkan resolusi yang dikeluarkan oleh
Majelis Umum mengenai keadaan HAM yang ada di Suriah dan di perlukannya
Bantuan Kemanusiaan kepada masyarakat Suriah ditambah Perserikatan BangsaBangsa menugaskan UNHCR untuk mengurus masalah bantuan kemanusiaan yang
akan bekerjasama dengan organ-organ PBB yang berkaitan dalam pemberian bantuan
kemanusiaan dan juga bekerjasama dengan Non-Governmental Organization lokal
yang akan membantu dalam pendistribusian bantuan kemanusiaan kepada para
korban dan penggungsi Suriah dan Memberikan Mandat kepada UNSMIS untuk
melakukan control dan pengawasan terhadap kekerasan kemanusiaan yang terjadi di
Suriah untuk kemudian dilaporkan ke Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan
lebih lanjut terhadap Suriah128. Pada bulan Juli 2012 bantuan kemanusiaan mulai
masuk ke dalam wilayah Syrian dan lebih dari 800.000 pengungsi dan para korban
mulai mendapat bantuan kemanusiaan berupa makanan, layanan kesehatan,
pendidikan bagi anak-anak korban konflik dan kekerasan bersenjata yang terjadi
diwilayah tersebut129
128
. Lihat resolusi Dewan Keamanan: S/RES/2043(2012)
129
. Diakses di
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/172/59/PDF/G1217259.pdf?OpenElement , pada
14 Maret 2013 pukul 15.51 WIB.
100
Suriah sebagai negara pihak130 yang menandatangani United Nations Charter
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban sebagai negara anggota dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain : (i). memelihara perdamaian dan keamanan
dunia dengan melakukan secara bersama tindakan-tindakan yang dianggap efektif
jika terjadi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia (ii). Mengembangkan
hubungan kerjasama antar negara anggota berdasarkan prinsip persamaan hak dan
hak untuk menentukan nasib sendiri (iii). Mengadakan kerjasama internasional
disegala bidang dan juga mengusahakan penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia131, dari tujuan yang sudah tercantum dalam Piagam PBB maka Suriah
sebagai negara anggota harus melakukan kewajibannya tersebut. Negosisasi antara
pemerintah Suriah dengan PBB yang diwakili oleh Kofi Anan sebagai duta PBB
mengalami beberapa kendala karena sikap tertutupnya Negara ini. Namun negosisasi
ini berhasil dan menghasilkan kesepakatan bahwa Suriah membuka diri atas bantuan
kemanusiaan yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNHCR dan
badan yang berada dibawahnya untuk membantu para pengungsi dan korban akibat
dari konflik dan sengketa tersebut dan bekerjasama dengan Non-Governmental
Organization yang berada di wilayah Suriah ataupun negara tujuan penggungsi132.
130
. Syrian Arab Republic telah menjadi anggota PBB sejak 24 desember 1945, Lihat di
http://www.un.org/en/members/index.shtml,. Diakses pada 14 Maret 2013 pukul 12.18 WIB.
131
. Lihat Article 1 UN Charter
132
. Negara tujuan para penggungsi Syria : Iraq, Mesir, Lebanon, Jordania dan Turki
101
b. Dampak Terhadap Negara yang Berbatasan Langsung dengan Syrian
Arab Republic
Pemberian bantuan kemanusiaan pada para korban kekerasan bersenjata antara
pemerintah dan rakyat sipil yang terjadi di Suriah mendapat respon yang cepat dari
banyak kalangan masyarakata dan organisasi-organisasi internasional yang mengutuk
perbuatan dari Presiden Suriah karena kekerasan yang dilakukan. Meskipun pada
awal berlangsunganya konflik dari pihak pemerintah menyatakan tidak ingin
bertanggungjawab atas kekacauan dan penembakan yang terjadi saat berlangsungnya
demonstrasi namun adanya desakan dari masyarakat internasional dengan perwakilan
dari beberapa organisasi regional negara-negara mampu meyakinkan kepada Presiden
Assad untuk mau membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan yang ditawarkan
melalui organ-organ PBB ataupun International Non-Governmental Organization
(INGO) yang bergerak pada bidang bantuan kemanusiaan.
Salah satu organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditugaskan untuk
membantu para pengungsi dan para korban kekerasan bersenjata adalah UNHCR
yang kemudian langsung merespon tugas yang dimandatkan. UNHCR tidak hanya
bekerja pada wilayah Suriah namun juga menyebar ke negara-negara tujuan
penggungsi yang lebih dahulu telah keluar dari Suriah.di negara-negara tersebut
UNHCR dibantu oleh Non-Governmental Organization (NGO) dalam melaksanan
tugas dan wewenangnya mengatasi masalah penggungsi dan penyediaan kebutuhankebutuhan para korban konflik lainnya.
102
Bagi negara yang berbatasan langsung dengan Suriah antara lain Turki, Iraq,
Lebanon, Mesir dan Jordania hal ini merupakan masalah baru bagi negara tersebut.
Karena masuknya para penggungsi di wilayah mereka tidak di duga sebelumnya dan
tiap negara memberlakukan kebijakan yang berbeda terhadap para pengungsi.
beberapa kebijakan yang diterapkan negara tujuan penggungsi Suriah yang
bekerjasama dengan UNHCR antara lain :
(i). JORDANIA
Negara wilayah tujuan penggungsi yang pertama
adalah Jordania, karena
Jordania merupakan negara yang letaknya paling dekat dengan Suriah. Sejumlah
289.268 orang penggungsi memasuki wilayah ini sejak Januari 2012 hingga Januari
2013133. UNHCR juga bekerjasama dengan beberapa NGO lokal yang berada
diwilayah tersebut untuk melakukan distribusi dan pelaksanaan Bantuan kemanusiaan
yang akan disalurkan kepada para korban kekerasan dan para penggungsi yang keluar
dari Suriah menuju negara tersebut.
(ii). MESIR
Mulai bulan Juni 2012 para penggungsi memasuki wilayah Mesir hingga Maret
2013 ini jumlahnya mencapai 18.404 orang dan sekitar 10.000 orang masih
menunggu registrasi dari UNHCR. Para pengungsi yang memasuki wilayah mesir
133
. http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=107, diakses pada 14 Maret 2013
pukul : 17.39 Wib
103
melakukan pendataan di wilayah Alexandria sejumlah 6007 orang sedangkan 1350
orang melakukan registrasinya di wilayah Damietta134.
Bantuan kemanusiaan yang berjalan di wilayah mesir merupakan hasil
kerjasama antara UNHCR dan beberapa NGO lokal di wilayah tersebut, misalnya :
untuk masalah perlindungan anak UNHCR bekerjasama dengan UNHCR dan PSTIC
Mesir dalam mengadakan dan mendirikan sekolah darurat dan mendirikan traumatic
Center untuk anak korban kekerasan bersenjata135.
Mesir sebagai negara yang membuka aksesnya bagi para pengunggsi untuk
menjadi pencari suaka diwilayah negara tersebut sejak bulan juni 2012 dan hingga
hari ini. Ini merupakan salah satu wujud dari solidaritas dan dukungan negara Mesir
agar pemerintah Suriah dengan segera menghentikan kekerasan bersenjata yang
dilakukan kepada rakyat sipil di Suriah.
(iii). TURKI
Negara Turki merupakan negara kedua tujuan dari para penggungsi Suriah,
sejak Januari 2012 hingga Januari 2013 nampak pergerakan drastic dari para
penggungsi yang memasuki wilayah ini. Pemerintah Turki telah memulai pendaftaran
pengungsi Suriah yang tinggal di daerah perkotaan. Sampai saat ini, 40.954
pengungsi Suriah telah terdaftar dan sekitar 31.000 warga Suriah lanjut sedang
menunggu pendaftaran, sehingga jumlah lebih dari 258.000. Pemerintah Turki
134
. http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=8, diakses pada 14 Maret 2013
pukul 17.13 WIB.
135
. http://www.unhcr.org/50d192fd9.html, diakses pada 14 Maret 2013 pukul 17. 17 WIB.
104
memperkirakan bahwa ada 400.000 Suriah di negara itu136. Diwilayah ini UNHCR
juga bekerjasama dengan beberapa NGO lokal yang berada di wilayah tersebut untuk
melakukan distribusi dan pelaksanaan Bantuan kemanusiaan yangakan disalurkan
kepada para korban kekerasan dan para penggungsi yang keluar dari Suriah menuju
Turki.
(iv). LEBANON
Di negara Lebanon para penggungsi mulai masuk pada bulan Maret 2012
sekitar 131.184 orang penggungsi yang terdaftar maupun belum terdaftar memasuki
wilayah Lebanon. Hingga kini tercatat hampir sekitar 220.525 orang penggungsi yang
berada diwilayah negara tersebut137.
UNHCR pun memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah ini dengan
bekerjasama dengan banyak NGO lokal di wilayah tersebut dalam melakukan
distribusi dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan oleh para
penggungsi dan korban kekerasan oleh pemerintah Suriah dan mencari suaka di
Negara tersebut.
136
. http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=224, diakses pada 14 Maret 2013
pukul 17.46 Wib
137
. http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=122, diakses pada 14 Maret 2013
pukul 17. 51 Wib
105
(v). IRAQ
Negara ke lima yang menjadi tujuan para penggungsi adalah Iraq, para
penggungsi mulai masuk sejak Maret 2012 hingga Maret 2013, jumlah total
penggungsi yang masuk kedalam wilayah ini sekitar 112.954 orang baik yang terdata
ataupun yang belum terdata.
UNHCR pun memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah ini dengan
bekerjasama dengan banyak NGO lokal di wilayah tersebut dalam melakukan
distribusi dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan oleh para
penggungsi dan korban kekerasan oleh pemerintah Suriah dan mencari suaka di
negara tersebut
Dari jumlah data yang tersebutkan di atas dapat dilihat dampak yang
ditimbulkan dari adanya sengketa yang terjadi di Suriah terharap negara yang
berbatasan langsung dengan Suriah. Akibatnya banyak para penduduk yang merasa
terancam oleh tindakan dari pemerintah Suriah yang melakukan kekerasan bersenjata
kepada rakyatnya sehingga menimbulkan ketakutan dan keluarnya sejumlah besar
penduduk Suriah.
Negara-negara yang berada disekitar Suriah pada awalnya enggan menerima
para penggungsi yang menyebar di wilayah mereka, namun para akhirnya negaranegara ini menerima dengan menempatkan para penggungsi kedalam wilayahwilayah penggungsian yang ditentukan oleh negara tempat tujuan penggungsi
tersebut.
106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan peneliti untuk menjawab dua rumusan
permasalahan di atas adalah :
1. Pemberian humanitarian assistance (bantuan kemanusiaan) kepada Suriah
telah sesuai dengan :
a. Pasal 10 Konvensi Jenewa ke-4 tentang Geneva Convnetion Relative to
the protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV)
(perlindungan penduduk sipil pada masa perang)
b. Resolusi S/RES/2042(2012) dan S/RES/2043(2012) oleh Dewan
KeamananPBB yang menguatkan reolusi dari General Assembly dalam
resolusi 46/182 dan Joint Special Envoy for the United Nations and the
League of Arab States dalam pemberian bantuan kemanusiaan oleh PBB
Sesuai dengan dasar hukum tersebut Suriah layak mendapatkan bantuan kemanusiaan
dari PBB yang menugaskan UNHCR yang bekerjasama dengan NGO lokal maupun
Internasional dalam pemberian bantuan kemanusiaannya.
2. Dampak pemberian bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance)
terhadap negara Suriah adalah Suriah wajib membuka kedaulatan negaranya
untuk mengijinkan bantuan kemanusiaan masuk dan juga sebagai kewajiban
negara anggota peserta Konvensi Jenewa ke-4 tentang Geneva Convnetion
Relative to the protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV)
107
(perlindungan penduduk sipil pada masa perang) dan sebagai Negara
anggota Perserikatan Bangsa-bangsa.
B. SARAN
1. Suriah sebaiknya memanfaatkan bantuan kemanusiaan (humanitarian
assistance) yang diberikan oleh PBB melalui organ-organnya, guna
memberikan perlindungan kepada penduduk sipil Suriah yang menjadi
korban konflik yang terjadi di negaranya;
2. NGO lokal di Suriah sebaiknya meningkatkan kerjasama dengan NGO
internasional guna menyalurkan bantuaan terhadap penduduk sipil yang
menjadi korban konflik yang terjadi di Negaranya.
108
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku /artikel
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra
Aditya Bakti.
Burhan Ashsofa. 2004. Metode Penelitian Hukum. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Peneitian Hukum Normatif.
Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 2006. UI
Press. Jakarta
Kate Mackintosh. 2000. HPG Report: The Principles of Humanitarian Action
in International Humanitarian Law. HPG Publication: London.
_________, International Law In Humanitarian Assistance. 2011. the Network
On Humanitarian Assistance.
Ruth Abril Stoffels. 2005. Legal regulation of humanitarian assistance in
armed conflict:Achievements and gaps. IRRC journal. Vol. 86.
Aidan Henir. 2010. Humanitarian Intervention an Introduction. Palgrave
Macmillan:London
109
Harry purwanto, hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak asasi
Manusia, Mimbar Hukum, Volume 18, nomer 2, Juni 2006.
Boer Mauna,Hukum Internasional dalam peran dan fungsi dalam era dinamika
global, 2005, PT.Alumni:Bandung.
NN, Basic Facts About The United Nation, 1998, published by the United
Nations department of public information.
Sumaryo Suryokusumo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, UI Press,
Jakarta
Sri Setianingsih Suwardi, 2004,Pengantar Hukum Organisasi Internasional,UI
Press,Jakarta
Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta
Jean-Marie Henckaerts dkk, 2009, Costumary International Humanitarian
Law Vol I, Cambrige University press
Spenser Zifcak, 2012, the Responsibility to Protect after Libya and Suriah,
Melbroune Jurnal of International Law
Jennifer M. Welsh, 2006, Humanitarian Intervention and International
Relation, Oxford University
110
Steven
P.
Lee,
2010,
Humanitarian
Intervention-eight
theory,
http://www.diametros.iphils.uj.edu.pl/pdf/diam23lee.PDF
Anthony Cullen, 2010, The Concept of Non-International Armed Conflict in
International Humanitarian Law, Cambridge University Press
2. Peraturan perundangan / konvenan
United Nations Charter (UN Charter) 1945
Universal Declaration of Human right (UDHR) 1949
Geneva Convention of 12 August 1949 (GC) 1949
Protocol I (1977) relating to the Protection of Victims of International Armed
Conflicts
Protocol II (1977) relating to the Protection of Victims of Non-International
Armed Conflicts
General
Assembly
Resolution
A/RES/46/182
19
december
1991
Strengthening of the Coordination of Humanitarian Emergency
Assistance of the United nations
Security Council Resolition S/RES/2043(2012)
111
Security Coucil Resolution S/RES//2042(2012)
General Assembly Resolution A/RES/66/176 Situasion of Human Roght in
The Syrian Arab Republic
General Assembly Resolution A/RES/66/253 The Situasion in the Syrian
Arab Republic
General Assembly Resolution A/RES/66/253B The Situasion in the Syrian
Arab Republic
3. Internet
http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/
http://www.unocha.org/
http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-suriah
http://www.icrc.org/eng/assets/files/other/indo-irrc
http://www.un.org/Depts/dhl/resguide/r46.htm
http://www.liputan6.com
http://organisasi.org
112
http://www.un.org/en/index.shtml
http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/121016_Suriah.doc.htm
http://www.unhcr.org/pages/49c3646c2.html
http://www.unhcr.org/50d192fd9.html
http://www.ohchr.org/ prepared in Coordination with the United Nations
System , Humanitarian Assistance Respon Plan for Suriah (1
January – 30 June 2013)
http://mobile.nytimes.com/2013/03/07/world/middleeast/number-of-Syrianrefugees-hits-1-million-un-says.xml
http://www.unicef.org/UNICEFSyrianRegionalcrisisHumanitarianSitrepREGIONALLessSuriah//
http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/crises/crisis-in-suriah
http://ec.europa.eu/echo/aid/north_africa_mid_east/suriah_en.htm
http://ec.europa.eu/echo/files/aid/countries/factsheets/suriah_en.pdf
http://ec.europa.eu/echo/files/funding/decisions/2013/HIPs/suriah_en.pdf
http://www.cfr.org/suriah/un-general-assembly-resolution-66253suriah/p27403
113
http://icrtopblog.org/2011/10/07/un-security-council-fails-to-uphold-itsresponsibility-to-protect-in-suriah/
http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/regional.php
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unsmis/mandate.shtml
http://daccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/172/59/PDF/G1217259.pdf?Ope
nElement
http://www.un.org/en/members/index.shtml
http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/country.php?id=107
http://data.unhcr.org/Syrianrefugees/country.php?id=8
http://www.nceeer.org/Programs/Carnegie/Reports/Hnikoghosyan_Final_NEE
ER.pdf
114
Download