Perbaikan Reproduksi Pada Sapi Potong Keturunan Sub Tropis

advertisement
Perbaikan Reproduksi Pada Sapi Potong Keturunan Sub Tropis (Simmental dan Limousine)
Dalam Mendukung Efisiensi Reproduksi di Jawa Tengah
(Ir. Subiharta dkk)
Keberhasilan IB telah merubah peta populasi dengan makin meningkatnya populasi sapi
potong silangan yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian sapi lokal. Peternak cenderung
menyilangkan hasil keturunannya dengan Simental dengan harapan mendapatkan keturunan yang
lebih besar. Ternyata dalam perjalanannya ditemui kendala yaitu pada ternak betina hasil persilangan
mengalami kesulitan kebuntingan dengan ditindai perkawinan yang lebih dari 4 kali belum bunting.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui permasalahan kesulitan kebuntingan pada induk hasil
persilangan sapi PO dengan sub tropis (Simental) dan alternatif pemecahannya. Penelitian dilakukan
di Kabupaten Kendal dan Grobogan mengunakan materi sapi induk SIMPO (persilangan Simental
dengan PO) keturunan pertama (F1) dan kedua (F2). Penelitian diawali dengan survai untuk
mengetahui karakteristik usahatani ternak SIMPO ditingkat peternak dan permasalahan terkait dengan
budidaya. Tahap selanjutnya implementasi teknologi untuk pemecahan permasalahan. Hasil penelitian
menunjukkan: 1) Tujuan pemeliharaan ternak sebagai usaha sambilan dengan jumlah pemilikan rata –
rata 2 ekor (satu induk dan satu anak) dan menghasilkan anak (perbibitan). 2). Kinerja reproduksi
menunjukkan sapi dara pertama dikawinkan umur 18 bulan, nilai S/C 1 – 2, dan induk akan
dikawinkan setelah 3 – 4 bulan melahirkan 3).Sebaran bangsa sapi SIMPO di Kabupaten Kendal dan
Grobogan berdasarkan survai pasar adalah keturunan kedua (F2). 4). Hasil survai pasar menunjukkan
bangsa sapi yang banyak beredar di pasar Kabupaten Kendal bangsa SIMPO dan di Grobogan sapi PO
maupun SIMPO. 5). Sebaran alel/genotip lokus-lokus yang diamati menunjukkan sifat polimorfik
pada populasi sapi F1 dan F2. Sapi-sapi F1 dan F2 memiliki sebaran alel/genotip yang sama namun
memiliki keragaman frekuensi gen yang relatif berbeda. Sebaran alel/genotip pada populasi sapi F1
maupun F2 memiliki kecenderungan kesamaan dengan Bos indicus maupun Bos taurus. 6).
Berdasarkan frekuensi gen, sapi-sapi F1 dengan F2 memiliki hubungan keterdekatan dibandingkan
dengan taurin-Holstein. 7). Analisis protein darah pada penelitian ini belum bisa menunjukkan
pencerminan sifat-sifat produksi maupun reproduksi F1 dan F2. 8). Kinerja reproduksi pada sapi
keturunan eksisting F1 dan F2 menunjukkan pola yang tidak teratur terhadap siklus berahi, lama berahi
dan intensitas berahinya. 9). Intensitas birahi yang meliputi perubahan vulva, lendir, tingkah laku dan
ereksi uterus menunjukkan induk sapi SIMPO F1 nyata lebih baik dibanding induk sapi SIMPO F2.
Intensitas birahi untuk induk sapi SIMPO F2 di dataran rendah lebih jelek di banding dengan
intensitas birahi induk sapi SIMPO F2 di dataran tinggi. 10). Lama berahi untuk induk sapi SIMPO
F1 dan F2 didataran tinggi tidak berbeda dengan lama birahi sapi – sapi tropis lainnya, namun siklus
berahi induk sapi SIMPO F2 lebih panjang dibanding F1 (40,56 VS 18,10). 11). Inseminasi per
konsepsi (Service per Conception) untuk induk F1 SIMPO lebih baik dibanding F2 di Kabupaten
Kendal masing – masing 2,2 dan 3,3.
Download