Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 Intensifikasi Pemunggutan Pajak Hotel Ditinjau Dari Potensi Kota Batu Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Wisudawan Krida Laksana Putra1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract The world of taxation as long as it has a bad image in public because services are bad, circuitous; and many crimes cases of corruption. In addition there are still many problems of tax realization was hotel as stipulated in or having a range of issues in tax collection hotel inside of them. Not showing realization or terget true if viewed from the existing potential. The realization of revenue is still possible to improved with a record need efforts to the intensification of poll, either through the process training taxpayers, enforcement of rules and supervision and repair service performance and tax collection the hotel. Efforts -- that effort can be done by improving existing resources in the city of stone dept. of income tax, as the management of the hotel both human resources, and facility a supporter of their activities. This research in a qualitative, type research descriptive, the research is in office dept. income in the city of stone. Informer taken in this research the officer dept. of revenue and penggusaha hotel city stone. Determination to technique informer for giver service purposive use sampling and random sampling. accidental use sampling. Data done by means of observation, interview deep and documentation. Then analyze data use reduction data, presentation of data then withdrawal conclusion or verification. Key words: Intensification, Tax Pendahuluan Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan bagi negara, mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting untuk proses pembangunan. Dalam hal ini pajak selain berfungsi sebagai budgetair juga dapat berfungsi sebagai regulerend. Ditinjau dari fungsi budgeter, pajak adalah alat untuk mengumpulkan dana yang nantinya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend), pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta bahwa dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak seiring dengan kemajuan kegiatan ekonomi diperlukan suatu sistem perpajakan yang dapat menjadi pendukung utama perekonomian. Pajak juga penting bagi daerah, merupakan salah satu pendapatan yang memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak, bahwa pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk di dalam APBD. Penambahan jenis pajak daerah,terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajakkabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi. Indonesia telah melalui beberapa fase dalam sistem perpajakan daerahnya,terakhir dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perubahan yang dilakukan dengan undang-undang tersebut cukup signifikan,mulai dari pembatasan jenis pajak daerah,penguatan local taxing power, perubahan sistem pengawasan,sampai pada pengaturan untuk optimalisasi pemungutan dan pemanfaatan hasil pajak daerah. Pembatasan jenis pajak daerah dilakukan dengan menerapkan ‘closed-list’ sistem dengan menetapkan 16 jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah, yakni 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Penguatan local taxing power dilakukan dengan memperluas objek pajak daerah, menambah jenis pajak daerah, menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, dan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk 1. Korespondensi Wisudawan Krida Laksana Putra, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya 56 Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 menetapkan tarif pajak daerah. Sedangkan pengawasan pajak daerah dilakukan melalui pendekatan preventif dan korektif, yakni mengevaluasi rancangan peraturan daerah sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah dan membatalkan perda yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Sementara itu, optimalisasi pemungutan dan pemanfaatan hasil pajak dilakukan dengan memperbaiki porsi bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota, menegaskan earmarking beberapa jenis pajak provinsi, dan mengatur kembali pemberian insentif pemungutan. Pembaharuan sistem perpajakan daerah di Indonesia merupakan tuntutan dari implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dilakukan dengan menyerahkan sumber-sumber pendapatan kepada daerah secara bertahap. Pengalihan jenis pajak provinsi tertentu dan sebagian jenis pajak pusat kepada kabupaten/kota merupakan pengaturan kembali sistem perpajakan nasional dengan menetapkan jenis-jenis pajak yang tepat untuk dipungut oleh pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Kondisi ekonomi dan potensi pajak yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Indonesia sangat bervariasi. Diperlukan strategi pemerintah untuk memberikan asistensi dan fasilitasi bagi daerah tertentu agar pemungutan pajak daerah dapat berjalan lancar. Di sisi lain, evaluasi dan penyempurnaan kebijakan perpajakan daerah perlu terus dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan daerah yang efisien dan efektif di Indonesia. Berdasarkan pengertian dan jenis-jenis pajak di atas baik tentang PAD, serta membahas pajak provinsi dan kabupaten/kota, dapat dilihat perkembangan tentang PAD, baik itu Pendapatan Daerah, Retribusi Daerah, Bagi Hasil Usaha Milik Daerah dan PAD sah lainya yang dari tahun 20062010. Didalam penelitian ini ingin membahas tentang perkembangan suatu pajak, terutama Pajak Hotel. Hotel saat ini di Indonesia merupakan bisnis yang sangat menjanjikan untuk mendapatkan keuntungan bagi pengusaha, dengan adanya bangunan Hotel,maka tiap Hotel dikenakan tarif Pajak Hotel untuk menambah Pendapatan Asli Daerah masing-masing daerah. Adanya suatu Hotel disetiap daerah pasti memiliki obyek wisata yang dapat menarik para wisatawan untuk dapat menikmati masa liburan. Pembangunan Hotel sangat strategis,jika dimana suatu kota tersebut memiliki potensi obyek wisata yang dimana dapat menarik wisatawan untuk datang dan menginap di Hotel untuk beristrahat setelah berekreasi. Kota Batu, salah satu kota di Propinsi Jawa Timur, memiliki potensi wisata berupa pegunungan, tempat hiburan yang cukup potensial untuk dikembangkan sehingga di sini sektor pariwisata dan beberapa sektor terkait, misal sektor perdagangan dan penyediaan jasa, merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang bisa digali dan terus dikembangkan. Adanya potensi wisata alam dan budaya yang merupakan salah satu andalan Kota Batu ini sudah selayaknya memberikan kontribusi terhadap 57 beberapa penerimaan pajak yang ada. Kontribusi penerimaan daerah tersebut dapat berasal dari pajak maupun retribusi yang dipungut atas dasar pemberian jasa dan pelayanan oleh tempat wisata di Kota Batu. Berikut gambaran tentang potensi wisata yang ada di Kota Batu. Kota Batu sebagai kota berbasis pada sektor pariwisata dalam perkembanganya dituntut untuk meningkatkan sarana dan prasana serta pelayanan yang baik dalam bidang pariwisata, yang otomatis tidaklah terlepas dari peningkatan dan pengembangan hotel sebagai penunjang daripada sektor pariwisata. Hal ini memberikan angin segar bagi Pemerintah Kota Batu untuk menarik pajak agar dapat meninggkatkan penerimaan daerah itu sendiri. Sedangkan dampak yang dirasakan masyarakat dengan adanya peningkatan penerimaan pajak daerah adalah kelancaran pembangunan. Pembangunan ini meliputi berbagai sektor diantaranya pembangunan jalan, pembangunan fasilitas umum seperti : sarana olahraga, pasar, masjid, jembatan dan fasilitas lainnya. Sejak dikeluarkan Peraturan Daerah pada tahun 2003 tentang pajak hotel, pajak ini selalu memberikan konstribusi yang tidak sedikit bagi penerimaan Kota Batu. Relatif kecilnya PAD terhadap total penerimaan di sebagian besar daerah menyebabkan daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan PAD, baik secara intensifikasi. Hal ini seringkali terjadi karena banyak daerah atau kota yang menganggap bahwa PAD merupakan suatu ukuran kemandirian suatu daerah. Secara umum, peluang untuk melakukan intensifikasi pajak masih dimungkinkan karena masih banyak terjadinya tax evasion/avoidance (penghindaran terhadap kewajiban mebayar pajak), kelemahan pada pemerintah daerah atau kota dalam menghitung potensi pajaknya, maupun rigiditas penentuan tarif pajak. Sementara itu sejumlah daerah juga berlomba-lomba untuk meningkatkan PAD melalui upaya instensifikasi pajak. Upaya ini apabila tidak dilakukan secara cermat akan justru menimbulkan distorsi (kesenjangan) terhadap pasar serta menciptakan disinsentif bagi iklim usaha dan investasi. Oleh karena itu, upaya demikian dikhawatirkan justru menciptakan trade-off antara tujuan jangka pendek (meningkatkan penerimaan melalui peningkatan PAD sebanyak-banyaknya) dan tujuan jangka panjang (meningkatkan penerimaan melalui peningkatan PDRB karena munculnya berbagai kegiatan investasi dan kegiatan usaha didaerah). Dari penjelasan diatas tadi dimana membahas tentang PAD. Membahas perkembangan kontribusi pajak hotel terhadap PAD Kota Batu tidak lengkap hanya melihat trend penerimaan dari masa pajak atau tahun pajak berjalan,tapi juga harus menelaah sumber potensi pajak hotel itu sendiri. Berdasarkan pengamatan di lapangan, realisasi pajak hotel sebagaimana yang tercantum di dalam atau memiliki berbagai masalah dalam pemungutan pajak hotel didalamnya. Belum menunjukkan realisasi atau terget yang sesungguhnya jika dilihat dari potensi yang ada. Realisasi Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 penerimaannya masih memungkinkan untuk ditingkatkan lagi dengan catatan perlu upaya Intensifikasi baik melalui proses pemungutan, pembinaan wajib pajak, penegakan peraturan dan pengawasan serta perbaikan kinerja pelayanan dan pemungutan Pajak Hotel. Upaya - upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan meningkatkan sumber daya yang ada di Dinas Pendapatan Kota Batu sebagai pengelola pajak hotel, baik sumber daya manusianya, maupun fasilitas pendukung kegiatannya. Dinas Pendapatan Kota Batu sebagai pemungut Pajak Hotel menghadapi tantangan bagaimana meningkatkan penerimaan, karena pajak hotel merupakan penyumbang pajak terbesar (primadona) diantara penerimaan pajak-pajak daerah lainnya. Untuk itu Dinas Pendapatan Kota Batu dituntut untuk melakukan upaya langkah-langkah guna meningkatkan / intensifikasi pajak hotel, agar penerimaan dari pajak hotel memiliki yang cukup tinggi. Seperti diketahui keberadaan hotel memiliki potensi yang sangat besar bagi tumbuhnya aktifitas – aktifitas lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan Jasa. “Lingkage Activity” (aktifitas yang saling berkait) yang sangat banyak dari keberadaan fasilitas hotel harus dapat dilihat sebagai potensi untuk mengembangkan aktifitas perkotaan secara keseluruhan. Artinya mekanisme peningkatan penerimaan pajak hotel harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat mendorong semakin tumbuh dan berkembangnya kualitas maupun kuantitas (meskipun harus tetap dikendalikan) hotel yang ada di Kota Batu, sehingga dapat mendukung “lingkage Activity” nya. Memperhatikan fenomena di atas, menarik kiranya untuk dilakukan studi yang mengarah pada Intensifikasi Pajak Hotel di Kota Batu. Penelitian sebelumnya membahas tentang Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Malang Berdasarkan Perda Kota Malang No 7 Tahun 2002 Tentang Pemungutan Pajak Hotel (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang). Pada dasarnya penelitian ini diangkat untuk melihat bagaimana implementasi kebijakan pemungutan pajak hotel di kota Malang berdasarkan Perda Kota Malang No 7 Tahun 2002 Tentang Pemungutan Pajak Hotel, melihat fenomena pemungutan pajak hotel yang masih belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan walaupun pencapaian realisasi pajak hotel untuk tahun 2005-2010 telah mencapai target, tetapi masih tidak menutup kemungkinan adanya permasalahan di dalam implementasi pemungutan pajak hotel yang selama ini berjalan, masih ada beberapa wajib pajak yang belum mencerminkan kepatuhan dalam bertindak, kesadaran wajib pajak yang rendah, hingga masalah penunggakan pembayaran Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan yaitu Pertama, bagaimana proses implementasi kebijakan pemungutan pajak hotel di Kota Malang menurut Perda No 7 Tahun 2002 tentang pemungutan pajak hotel. Kedua, bagaimana kontribusi penerimaan pajak hotel pada pendapatan asli daerah (PAD) Kota Malang, Ketiga, faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi implementasi pemungutan pajak hotel di Kota malang. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel Ditinjau Dari Potensi Kota Batu Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Bagaimana Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel Ditinjau Dari Potensi Kota Batu Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Manfaat penelitian ini secara praktis adalah memberikan solusi bagi permasalahan pembayaran pajak hotel di Dispenda Kota Batu. Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah pengembangan kajian pelayanan publik. Kebijakan Perpajakan Dari definisi di atas pula, L.P. Tampubolon memberikan suatu pengertian mengenai kebijakan perpajakan sebagai pelaksanaan pemungutan pajak berdasarkan undang-undang perpajakan guna membantu atau mewujudkan pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah dalam mengendalikan atau menanggulangi keadaan masyarakat dan negara (Tampubolon,1990:13). Sedangkan menurut Musgrave terdapat dua aspek dari kebijakan perpajakan yaitu pertama adalah perumusan dari peraturan pajak, dan kedua adalah masalah-masalah penting yang menyangkut administrasi perpajakan (Richard A, and Peggy B. Musgrave, 1989. Public Finance In Theory and Pratice. McGraw-Hill Book Company. Hal 35) Salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam mewujudkan kebijakan perpajakan ini adalah dengan mengadakan reformasi perpajakan (tax reform). Reformasi ini bukan hanya mereformasi administrasi perpajakan, tetapi harus melakukan reformasi birokrasi menyeluruh menyangkut aspek penegakan hukum terhadap aparat pajak (fiskus) yang melakukan praktik tercela, baik pada tahap perhitungan pajak maupun penyetoran pajak (www.klikpajak.com diaskes pada 1 oktober 2012). Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta (Wajib Pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. Berikut ini definisi pajak menurut ahli pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya “Pengantar Singkat Hukum Pajak” adalah sebagai berikut: (Soemitro, Rochmat. 2002. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung) Pajak adalah peralihan kekuasaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan hukum, mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang 58 Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Kebijakan Penerimaan Daerah Pelaksanaan undang-undang baru No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah mempunyai misi utama yaitu penyelenggaraan desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakasa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah, memperbaiki alokasi sumber-sumber daya produktif melalui pengeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah (Mardiasmo,2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset. Hal.214). Menurut Joseph Riwu Kaho istilah keuangan mengandung pengertian setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, yaitu antara lain sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku (Kaho, Joseph Riwu. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal.61). Hubungan antara konsep keuangandan daerah dapat dilihat seperti yang dijelaskan oleh DJ. Mamesah, bahwa keuangan daerah adalah : Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang atau pun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Mamesah, D.J, 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Hal. 5) Didalam rumusan diatas terkadung suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan hak adalah kewenangan untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah, dan atau penerimaan sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah keharusan untuk membiayai atau mengeluarkan uang sehubungan dengan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan daerah yang bersangkutan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa keuangan daerah merupakan faktor yang sangat penting dan mutlak diperlukan bagi pembangunan daerah, maka pendapatan asli daerah yang merupakan salah satu sumber keuangan harus ditingkatkan, karena ditingkatkan, karena berasal dari dan digali dari potensi-potensi daerah sendiri. Pendapatan Asli Daerah merupakan modal besar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan untuk memenuhi belanja daerah. 59 Intensifikasi Pajak Daerah Optimalisasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan teknologi informasi. Dengan melakukan efektivitas dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang. Dukungan teknologi informasi secara terpadu guna mengintensifkan pajak mutlak diperlukan karena sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan selama ini cenderung tidak optimal. Masalah ini tercermin pada sistem dan prosedur pemungutan yang masih konvensional dan masih banyaknya sistem berjalan secara parsial, sehingga besar kemungkinan informasi yang disampaikan tidak konsisten, versi data yang berbeda dan data tidak up-to-date. Permasalahan pada sistem pemungutan pajak cukup banyak, misalnya : baik dalam hal data wajib pajak/retribusi, penetapan jumlah pajak,jumlah tagihan pajak dan target pemenuhan pajak yang tidak optimal. Pelaksanaan otonomi daerah yang berimplikasi pula pada peningkatan tingkat kemandirian daerah dalam hal pembiayaan pembangunan untuk meningkatkan pendapatan daerah sangatlah diperlukan, baik berupa optimalisasi terhadap sumber-sumber pendapatan daerah yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru. Sebagaimana tertuang dalam Peningkatan PAD, ditujukan kepada peningkatan peranan potensi Daerah menjadi kekuatan inti dalam proses pembangunan daerah. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan (Marihot P. Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal 245) Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive, dimana informan yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini. Kemudian berkembang dengan menggunakan teknik snowball, dimana pemilihan informan lanjutan dalam rangka penggalian data untuk mendapatkan variasi dan kedalaman informasi diperoleh atas dasar rujukan atau rekomendasi dari key informan. tipe penelitian kualitatif deskriptif, metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi, Lokasi penelitian di Kota Batu Jawa Timur. Teknik pemeriksaaan keabsahan data pada penelitian ini digunakan teknik triangulasi sumber data, teknik analisis menggunakan teknik analisis data kualitatif mengikuti Moleong. Analisis ini terdiri dari tiga alur yaitu: (a) reduksi data, yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, (b) Penyajian data dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif, (c) penarikan kesimpulan. Data yang diperoleh dilakukan pemaparan serta interpretasi secara mendalam. Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel Kota Batu Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Bahwa Dinas Pendapatan Daerah Kota Batu telah berupaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan cara intensifikasi pajak hotel. Agar tidak mengalami penurunan pendapatan, pihak dispenda mengoptimalkan pendapatan dari pajak hotel, mengingat pajak sektor hotel merupakan kontributor utama dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), disamping sektor hotel dapat melahirkan potensi – potensi perekonomian baru. Bentuk intensifikasi pajak yang dilakukan Dispenda kepada wajib pajak (WP) dalam hal ini adalah hotel antara lain ini : (1) Dispenda mengadakan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam hal ini pihak hotel, misalnya dengan cara sosialisasi tentang ketepatan waktu, tentang penggunaan sistem bonbill; (2) Pihak Dispenda membentuk panitia komite pengawasan pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK09/2008, tugas komite ini adalah melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pihak hotel yang melakukan tindakan kecurangan. Tujuan dibentuk komite ini agar wajib pajak dalam hal ini pihak hotel mampu membayar sesuai dengan peraturan daerah yang ada; (3) Dispenda kota Batu menjalin hubungan yang baik dengan Wajib pajak dalam hal ini pihak hotel, dengan hubungan yang baik antara pihak Dispenda dengan pihak hotel maka akan meningkatkan kepercayaan pihak hotel terhadap Dispenda sehingga proses penarikan pajak berjalan dengan baik. Misalnya terhadap pihak hotel yang merasa keberatan terhadap pembayaran pajak, Dispenda melakukan pendekatan secara intens agar tidak ada jarak yang jauh antara pihak Dispenda dan pihak hotel; (4) Perbaikan kualitas pelayanan Dispenda, semakin meningkat kualitas pelayanannya maka semakin tinggi pula tingkat kredibilitas Dispenda. Faktor Pendorong dan Penghambat yang mempengaruhi Intensifikasi pajak hotel adalah. Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : (a) Memperluas basis penerimaan Pajak Hotel di Kota Batu. Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. (b) Memperkuat proses pemungutan Pajak Hotel Kota Batu. Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu peningkatan SDM. Peningkatan SDM dispenda Kota Batu perlu dilakukan mengingat sebagai petugas pemungutan pajak daerah. (c) Meningkatkan pengawasan Pajak Kota Batu. Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara berkala,tiap 6 bulan atau 1 tahun dilakukan secara rutin oleh pihak Dispenda, memperbaiki proses pengawasan, serta menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak hotel yang tidak mampu membayar sesuai aturan yang ada. (d) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Kota Batu. Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. Tiap proses pemungutan atau pembayaran pajak dilakukan saat pihak hotel membayar pajak ke dispenda, dan pihak dispenda mampu memberikan proses pembayaran secara cepat dan efisiensi. Sedangkan faktor penghambat intensifikasi pajak hotel ialah : Bahwa banyak permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD dalam intensifikasi pajak hotel, terutama hal ini disebabkan oleh: (a) Relatif rendahnya basis pajak hotel kota Batu. Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 daerah Kabupaten/Kota dimungkinkan untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru. Namun, melihat kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat, khususnya kriteria pajak daerah tidak boleh tumpang tindih dengan Pajak Pusat dan Pajak Propinsi, diperkirakan daerah memiliki basis pungutan yang relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah. Rendahnya basis pajak hotel ini bagi sementara daerah berarti memperkecil kemampuan 60 Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 manuver keuangan daerah tersebut dalam menghadapi krisis ekonomi. (b) Perannya pajak hotel yang tergolong kecil dalam total PAD. Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan intensifikasi pajak untuk meningkatkan PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan negosiasi daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan. (c) Kemampuan administrasi pemungutan pajak hotel yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkan sistem target dalam pungutan pajak hotel yang dilakukan pihak dispenda. Sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih condong memenuhi target tersebut, walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukkan pajak hotel dapat melampaui target yang ditetapkan. (d) Kemampuan pengawasan keuangan pajak hotel yang lemah. Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Selama ini, peranan pajak hotel dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi. Peranan pajak hotel dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi. Diagram 1.1 Intensifikasi Pajak Hotel dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu), seperti : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk.. Ketimpangan dalam penguasaaan sumbersumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu”sentralistis”. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan data di lapangan yang telah disajikan dan dianalisis sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Dispenda kota Batu melakukan pendekatan secara lebih intensif kepada pihak hotel. Dispenda harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan Wajib pajak dalam hal ini pihak hotel, dengan hubungan yang baik antara pihak Dispenda dengan pihak hotel maka akan meningkatkan kepercayaan pihak hotel terhadap Dispenda sehingga proses penarikan pajak berjalan dengan baik. Misalnya terhadap pihak hotel yang merasa keberatan terhadap pembayaran pajak, Dispenda melakukan pendekatan secara intens agar tidak ada jarak yang jauh antara pihak Dispenda dan pihak hotel. Dispenda mengadakan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam hal ini pihak hotel, misalnya dengan cara sosialisasi tentang ketepatan waktu, tentang penggunaan sistem bonbill. Perbaikan kualitas pelayanan Dispenda, semakin meningkat kualitas pelayanannya maka semakin tinggi pula tingkat kredibilitas Dispenda. Misalnya pihak Dispenda membuat sistem pembayaran pajak online, sehingga mempermudah pembayaran pajak, tanpa harus manual. Sedangkan untuk hotel ialah harus memiliki sistem birokrasi yang jelas, agar didalam suatu birokrasi tersebut dapat berjalan sesuai rencana. Pihak hotel setidaknya tidak perlu menggunakan operasional secara berlebihan, karena dapat menghambat pembayaran pajak disebabkan dengan tingginya biaya operasional hotel tersebut. Daftar Pustaka Sumber data: data primer penelitian, 2012. Tidak signifikannya peranan pajak hotel dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem penarikan pajak di kota Batu yang masih memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya 61 Kaho, Joseph Riwu. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Mardiasmo. 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Andi. Mamesah, D.J, 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Marihot P. Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Musgrave, 1989. Public Finance In Theory and Pratice. McGraw-Hill Book Company. Sony Yuwono dkk. 2007, Memahami APBD dan Permasalahanya, Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah, Malang : Bayumedia Publishing. Undang – Undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang – Undang Republik Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah Peraturan Walikota Batu No 5 Tahun 2010 Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel 62