Intensifikasi Pemunggutan Pajak Hotel Ditinjau Dari

advertisement
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Intensifikasi Pemunggutan Pajak Hotel Ditinjau Dari Potensi Kota Batu Untuk
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Wisudawan Krida Laksana Putra1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Abstract
The world of taxation as long as it has a bad image in public because services are bad, circuitous; and many crimes cases of
corruption. In addition there are still many problems of tax realization was hotel as stipulated in or having a range of issues in tax
collection hotel inside of them. Not showing realization or terget true if viewed from the existing potential. The realization of revenue
is still possible to improved with a record need efforts to the intensification of poll, either through the process training taxpayers,
enforcement of rules and supervision and repair service performance and tax collection the hotel. Efforts -- that effort can be done by
improving existing resources in the city of stone dept. of income tax, as the management of the hotel both human resources, and
facility a supporter of their activities. This research in a qualitative, type research descriptive, the research is in office dept. income
in the city of stone. Informer taken in this research the officer dept. of revenue and penggusaha hotel city stone. Determination to
technique informer for giver service purposive use sampling and random sampling. accidental use sampling. Data done by means of
observation, interview deep and documentation. Then analyze data use reduction data, presentation of data then withdrawal
conclusion or verification.
Key words: Intensification, Tax
Pendahuluan
Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan
bagi negara, mempunyai arti dan fungsi yang sangat
penting untuk proses pembangunan. Dalam hal ini
pajak selain berfungsi sebagai budgetair juga dapat
berfungsi sebagai regulerend. Ditinjau dari fungsi
budgeter, pajak adalah alat untuk mengumpulkan dana
yang nantinya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
Sedangkan
dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend),
pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan
dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada
sektor swasta bahwa dalam usaha meningkatkan
penerimaan pajak seiring dengan kemajuan kegiatan
ekonomi diperlukan suatu sistem perpajakan yang
dapat menjadi pendukung utama perekonomian.
Pajak juga penting bagi daerah, merupakan
salah satu pendapatan yang memberi kontribusi
terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pajak adalah
pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan
undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang
berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau
membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan
demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi
uang pajak, bahwa pajak daerah merupakan pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang
penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil
penerimaan tersebut masuk di dalam APBD.
Penambahan jenis pajak daerah,terdapat
penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak
provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan
tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis
pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis
pajakkabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru
adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak
kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan
Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet.
Sebagai
catatan,
untuk
kabupaten/kota
ada
penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang
sebelumnya merupakan pajak provinsi.
Indonesia telah melalui beberapa fase dalam
sistem perpajakan daerahnya,terakhir dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perubahan yang
dilakukan dengan undang-undang tersebut cukup
signifikan,mulai dari pembatasan jenis pajak
daerah,penguatan local taxing power, perubahan sistem
pengawasan,sampai
pada pengaturan
untuk
optimalisasi pemungutan dan pemanfaatan hasil pajak
daerah. Pembatasan jenis pajak daerah dilakukan
dengan menerapkan ‘closed-list’ sistem dengan
menetapkan 16 jenis pajak yang dapat dipungut oleh
daerah, yakni 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak
kabupaten/kota.
Penguatan local taxing power dilakukan
dengan memperluas objek pajak daerah, menambah
jenis pajak daerah, menaikkan tarif maksimum
beberapa jenis pajak daerah, dan
memberikan
kewenangan
sepenuhnya kepada daerah
untuk
1. Korespondensi Wisudawan Krida Laksana Putra, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas
Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya
56
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
menetapkan
tarif pajak daerah. Sedangkan
pengawasan pajak daerah dilakukan melalui
pendekatan preventif dan korektif, yakni mengevaluasi
rancangan peraturan daerah sebelum ditetapkan
menjadi peraturan daerah dan membatalkan perda
yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Sementara itu, optimalisasi
pemungutan dan pemanfaatan hasil pajak dilakukan
dengan memperbaiki porsi bagi hasil pajak provinsi
kepada kabupaten/kota, menegaskan earmarking
beberapa jenis pajak provinsi, dan mengatur kembali
pemberian insentif pemungutan.
Pembaharuan sistem perpajakan daerah di
Indonesia merupakan tuntutan dari implementasi
kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
yang dilakukan dengan menyerahkan sumber-sumber
pendapatan kepada daerah secara bertahap. Pengalihan
jenis pajak provinsi tertentu dan sebagian jenis pajak
pusat kepada kabupaten/kota merupakan pengaturan
kembali sistem perpajakan nasional dengan
menetapkan jenis-jenis pajak yang tepat untuk
dipungut oleh pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Kondisi ekonomi dan potensi pajak yang dimiliki oleh
kabupaten/kota di Indonesia sangat bervariasi.
Diperlukan strategi pemerintah untuk memberikan
asistensi dan fasilitasi bagi daerah tertentu agar
pemungutan pajak daerah dapat berjalan lancar. Di sisi
lain, evaluasi dan penyempurnaan kebijakan
perpajakan daerah
perlu terus dilakukan untuk
menciptakan sistem perpajakan daerah yang efisien dan
efektif di Indonesia.
Berdasarkan pengertian dan jenis-jenis pajak
di atas baik tentang PAD, serta membahas pajak
provinsi
dan
kabupaten/kota,
dapat
dilihat
perkembangan tentang PAD, baik itu Pendapatan
Daerah, Retribusi Daerah, Bagi Hasil Usaha Milik
Daerah dan PAD sah lainya yang dari tahun 20062010. Didalam penelitian ini ingin membahas tentang
perkembangan suatu pajak, terutama Pajak Hotel.
Hotel saat ini di Indonesia merupakan bisnis yang
sangat menjanjikan untuk mendapatkan keuntungan
bagi pengusaha, dengan adanya bangunan Hotel,maka
tiap Hotel dikenakan tarif Pajak Hotel untuk
menambah Pendapatan Asli Daerah masing-masing
daerah. Adanya suatu Hotel disetiap daerah pasti
memiliki obyek wisata yang dapat menarik para
wisatawan untuk dapat menikmati masa liburan.
Pembangunan Hotel sangat strategis,jika dimana suatu
kota tersebut memiliki potensi obyek wisata yang
dimana dapat menarik wisatawan untuk datang dan
menginap di Hotel untuk beristrahat setelah berekreasi.
Kota Batu, salah satu kota di Propinsi Jawa
Timur, memiliki potensi wisata berupa pegunungan,
tempat hiburan yang cukup potensial untuk
dikembangkan sehingga di sini sektor pariwisata dan
beberapa sektor terkait, misal sektor perdagangan dan
penyediaan jasa, merupakan
salah satu sumber
pendapatan daerah yang bisa digali dan terus
dikembangkan. Adanya potensi wisata alam dan
budaya yang merupakan salah satu andalan Kota Batu
ini sudah selayaknya memberikan kontribusi terhadap
57
beberapa penerimaan pajak yang ada. Kontribusi
penerimaan daerah tersebut dapat berasal dari pajak
maupun retribusi yang dipungut atas dasar pemberian
jasa dan pelayanan oleh tempat wisata di Kota Batu.
Berikut gambaran tentang potensi wisata yang ada di
Kota Batu.
Kota Batu sebagai kota berbasis pada sektor
pariwisata dalam perkembanganya dituntut untuk
meningkatkan sarana dan prasana serta pelayanan
yang baik dalam bidang pariwisata, yang otomatis
tidaklah terlepas dari peningkatan dan pengembangan
hotel sebagai penunjang daripada sektor pariwisata.
Hal ini memberikan angin segar bagi Pemerintah Kota
Batu untuk menarik pajak agar dapat meninggkatkan
penerimaan daerah itu sendiri. Sedangkan dampak
yang dirasakan masyarakat dengan adanya peningkatan
penerimaan pajak daerah adalah kelancaran
pembangunan. Pembangunan ini meliputi berbagai
sektor diantaranya pembangunan jalan, pembangunan
fasilitas umum seperti : sarana olahraga, pasar, masjid,
jembatan dan fasilitas lainnya.
Sejak dikeluarkan Peraturan Daerah pada
tahun 2003 tentang pajak hotel, pajak ini selalu
memberikan konstribusi yang tidak sedikit bagi
penerimaan Kota Batu. Relatif kecilnya PAD terhadap
total penerimaan di sebagian besar daerah
menyebabkan
daerah
berlomba-lomba
untuk
meningkatkan PAD, baik secara intensifikasi. Hal ini
seringkali terjadi karena banyak daerah atau kota yang
menganggap bahwa PAD merupakan suatu ukuran
kemandirian suatu daerah. Secara umum, peluang
untuk
melakukan
intensifikasi
pajak
masih
dimungkinkan karena masih banyak terjadinya tax
evasion/avoidance (penghindaran terhadap kewajiban
mebayar pajak), kelemahan pada pemerintah daerah
atau kota dalam menghitung potensi pajaknya, maupun
rigiditas penentuan tarif pajak. Sementara itu sejumlah
daerah juga berlomba-lomba untuk meningkatkan PAD
melalui upaya instensifikasi pajak. Upaya ini apabila
tidak dilakukan secara cermat akan justru
menimbulkan distorsi (kesenjangan) terhadap pasar
serta menciptakan disinsentif bagi iklim usaha dan
investasi. Oleh karena itu, upaya demikian
dikhawatirkan justru menciptakan trade-off antara
tujuan jangka pendek (meningkatkan penerimaan
melalui peningkatan PAD sebanyak-banyaknya) dan
tujuan jangka panjang (meningkatkan penerimaan
melalui peningkatan PDRB karena munculnya
berbagai kegiatan investasi dan kegiatan usaha
didaerah). Dari penjelasan diatas tadi dimana
membahas tentang PAD.
Membahas perkembangan kontribusi pajak
hotel terhadap PAD Kota Batu tidak lengkap hanya
melihat trend penerimaan dari masa pajak atau tahun
pajak berjalan,tapi juga harus menelaah sumber potensi
pajak hotel itu sendiri. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, realisasi pajak hotel sebagaimana yang
tercantum di dalam atau memiliki berbagai masalah
dalam pemungutan pajak hotel didalamnya. Belum
menunjukkan realisasi atau terget yang sesungguhnya
jika dilihat dari potensi yang ada. Realisasi
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
penerimaannya
masih
memungkinkan
untuk
ditingkatkan
lagi dengan catatan perlu upaya
Intensifikasi baik melalui proses pemungutan,
pembinaan wajib pajak, penegakan peraturan dan
pengawasan serta perbaikan kinerja pelayanan dan
pemungutan Pajak Hotel. Upaya - upaya tersebut dapat
dilaksanakan dengan meningkatkan sumber daya yang
ada di Dinas Pendapatan Kota Batu sebagai pengelola
pajak hotel, baik sumber daya manusianya, maupun
fasilitas pendukung kegiatannya.
Dinas Pendapatan Kota Batu sebagai
pemungut Pajak Hotel menghadapi tantangan
bagaimana meningkatkan penerimaan, karena pajak
hotel merupakan penyumbang pajak terbesar
(primadona) diantara penerimaan pajak-pajak daerah
lainnya. Untuk itu Dinas Pendapatan Kota Batu
dituntut untuk melakukan upaya langkah-langkah guna
meningkatkan / intensifikasi pajak hotel, agar
penerimaan dari pajak hotel memiliki yang cukup
tinggi. Seperti diketahui keberadaan hotel memiliki
potensi yang sangat besar bagi tumbuhnya aktifitas –
aktifitas lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan
Jasa. “Lingkage Activity” (aktifitas yang saling
berkait) yang sangat banyak dari keberadaan fasilitas
hotel harus dapat dilihat sebagai potensi untuk
mengembangkan
aktifitas
perkotaan
secara
keseluruhan.
Artinya
mekanisme
peningkatan
penerimaan pajak hotel harus dapat diatur sedemikian
rupa sehingga dapat mendorong semakin tumbuh dan
berkembangnya kualitas maupun kuantitas (meskipun
harus tetap dikendalikan) hotel yang ada di Kota Batu,
sehingga dapat mendukung “lingkage Activity” nya.
Memperhatikan fenomena di atas, menarik kiranya
untuk dilakukan studi yang mengarah pada
Intensifikasi Pajak Hotel di Kota Batu.
Penelitian sebelumnya membahas tentang
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Hotel Di
Kota Malang Berdasarkan Perda Kota Malang No 7
Tahun 2002 Tentang Pemungutan Pajak Hotel (Studi
Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang). Pada
dasarnya penelitian ini diangkat untuk melihat
bagaimana implementasi kebijakan pemungutan pajak
hotel di kota Malang berdasarkan Perda Kota Malang
No 7 Tahun 2002 Tentang Pemungutan Pajak Hotel,
melihat fenomena pemungutan pajak hotel yang masih
belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
walaupun pencapaian realisasi pajak hotel untuk tahun
2005-2010 telah mencapai target, tetapi masih tidak
menutup kemungkinan adanya permasalahan di dalam
implementasi pemungutan pajak hotel yang selama ini
berjalan, masih ada beberapa wajib pajak yang belum
mencerminkan kepatuhan dalam bertindak, kesadaran
wajib pajak yang rendah, hingga masalah penunggakan
pembayaran Penelitian ini
mengangkat
tiga
permasalahan yaitu Pertama, bagaimana proses
implementasi kebijakan pemungutan pajak hotel di
Kota Malang menurut Perda No 7 Tahun 2002 tentang
pemungutan pajak hotel. Kedua, bagaimana kontribusi
penerimaan pajak hotel pada pendapatan asli daerah
(PAD) Kota Malang, Ketiga, faktor-faktor apa sajakah
yang mempengaruhi implementasi pemungutan pajak
hotel di Kota malang.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini adalah Bagaimana Intensifikasi
Pemungutan Pajak Hotel Ditinjau Dari Potensi Kota
Batu Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
Bagaimana Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel
Ditinjau Dari Potensi Kota Batu Untuk Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah. Manfaat penelitian ini secara
praktis adalah memberikan solusi bagi permasalahan
pembayaran pajak hotel di Dispenda Kota Batu.
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah
pengembangan kajian pelayanan publik.
Kebijakan Perpajakan
Dari definisi di atas pula, L.P. Tampubolon
memberikan suatu pengertian mengenai kebijakan
perpajakan sebagai pelaksanaan pemungutan pajak
berdasarkan
undang-undang
perpajakan
guna
membantu
atau
mewujudkan
pelaksanaan
kebijaksanaan pemerintah dalam mengendalikan atau
menanggulangi keadaan masyarakat dan negara
(Tampubolon,1990:13). Sedangkan menurut Musgrave
terdapat dua aspek dari kebijakan perpajakan yaitu
pertama adalah perumusan dari peraturan pajak, dan
kedua adalah masalah-masalah penting yang
menyangkut administrasi perpajakan (Richard A, and
Peggy B. Musgrave, 1989. Public Finance In Theory
and Pratice. McGraw-Hill Book Company. Hal 35)
Salah satu langkah yang ditempuh oleh
pemerintah dalam mewujudkan kebijakan perpajakan
ini adalah dengan mengadakan reformasi perpajakan
(tax reform). Reformasi ini bukan hanya mereformasi
administrasi perpajakan, tetapi harus melakukan
reformasi birokrasi menyeluruh menyangkut aspek
penegakan hukum terhadap aparat pajak (fiskus) yang
melakukan praktik tercela, baik pada tahap perhitungan
pajak maupun penyetoran pajak (www.klikpajak.com
diaskes pada 1 oktober 2012).
Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh
Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya
alih dana dari sektor swasta (Wajib Pajak yang
membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak
pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan
pembiyaan umum pemerintah dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
Berikut ini definisi pajak menurut ahli
pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam
bukunya “Pengantar Singkat Hukum Pajak” adalah
sebagai berikut: (Soemitro, Rochmat. 2002. Pengantar
Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung)
Pajak adalah peralihan kekuasaan dari sektor swasta ke
sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan hukum, mendapatkan imbalan
yang secara langsung
dapat ditunjukkan, yang
58
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan
yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat
atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar
bidang keuangan negara.
Kebijakan Penerimaan Daerah
Pelaksanaan undang-undang baru No. 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.
33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah
mempunyai misi utama yaitu penyelenggaraan
desentralisasi
fiskal,
yang
diharapkan
akan
menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama,
mendorong peningkatan partisipasi, prakasa, dan
kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta
mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di
seluruh daerah, memperbaiki alokasi sumber-sumber
daya produktif melalui pengeseran peran pengambilan
keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang lebih
rendah (Mardiasmo,2002. Otonomi dan Manajemen
Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset. Hal.214).
Menurut Joseph Riwu Kaho istilah keuangan
mengandung pengertian setiap hak yang berhubungan
dengan masalah uang, yaitu antara lain sumber
pendapatan, jumlah uang yang cukup dan pengelolaan
keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan
yang berlaku (Kaho, Joseph Riwu. 2001. Prospek
Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal.61).
Hubungan antara konsep keuangandan daerah dapat
dilihat seperti yang dijelaskan oleh DJ. Mamesah,
bahwa keuangan daerah adalah :
Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang atau pun barang yang dapat dijadikan kekayaan
daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh
negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak
lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
(Mamesah, D.J, 1995. Sistem
Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama. Hal. 5)
Didalam rumusan diatas terkadung suatu
pengertian bahwa yang dimaksud dengan hak adalah
kewenangan untuk memungut pajak daerah, retribusi
daerah, dan atau penerimaan sumber lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku sedangkan yang dimaksud
dengan kewajiban adalah keharusan untuk membiayai
atau mengeluarkan uang sehubungan dengan adanya
tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan
rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum
dan tugas pembangunan daerah yang bersangkutan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
keuangan daerah merupakan faktor yang sangat
penting dan mutlak diperlukan bagi pembangunan
daerah, maka pendapatan asli daerah yang merupakan
salah satu sumber keuangan harus ditingkatkan, karena
ditingkatkan, karena berasal dari dan digali dari
potensi-potensi daerah sendiri. Pendapatan Asli Daerah
merupakan modal besar pemerintah daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan untuk memenuhi
belanja daerah.
59
Intensifikasi Pajak Daerah
Optimalisasi sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan
intensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam
jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat
segera dilakukan adalah dengan
melakukan
intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan
daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan
teknologi informasi. Dengan melakukan efektivitas dan
efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka
akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus
melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan
baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang
panjang. Dukungan teknologi informasi secara terpadu
guna mengintensifkan pajak mutlak diperlukan karena
sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan selama ini
cenderung tidak optimal. Masalah ini tercermin pada
sistem dan prosedur pemungutan yang masih
konvensional dan masih banyaknya sistem berjalan
secara parsial, sehingga besar kemungkinan informasi
yang disampaikan tidak konsisten, versi data yang
berbeda dan data tidak up-to-date. Permasalahan pada
sistem pemungutan pajak cukup banyak, misalnya :
baik dalam hal data wajib pajak/retribusi, penetapan
jumlah pajak,jumlah tagihan pajak dan target
pemenuhan pajak yang tidak optimal.
Pelaksanaan
otonomi
daerah
yang
berimplikasi
pula
pada
peningkatan tingkat
kemandirian
daerah
dalam
hal
pembiayaan
pembangunan untuk meningkatkan pendapatan daerah
sangatlah diperlukan, baik berupa optimalisasi terhadap
sumber-sumber pendapatan daerah yang telah ada
maupun menggali sumber-sumber baru. Sebagaimana
tertuang dalam Peningkatan PAD, ditujukan kepada
peningkatan peranan potensi Daerah menjadi kekuatan
inti dalam proses pembangunan daerah.
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah
penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan
pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini
berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu
daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus
terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang
pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan
hukum operasional dalam teknis pelaksanaan
pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah
kabupaten atau kota yang bersangkutan (Marihot P.
Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal 245)
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik penentuan informan dilakukan secara
purposive, dimana informan yang dipilih merupakan
pihak yang dianggap paling mengetahui dan
memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini.
Kemudian berkembang dengan menggunakan teknik
snowball, dimana pemilihan informan lanjutan dalam
rangka penggalian data untuk mendapatkan variasi dan
kedalaman informasi diperoleh atas dasar rujukan atau
rekomendasi dari key informan. tipe penelitian
kualitatif deskriptif, metode pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi,
Lokasi penelitian di Kota Batu Jawa Timur. Teknik
pemeriksaaan keabsahan data pada penelitian ini
digunakan teknik triangulasi sumber data, teknik
analisis menggunakan teknik analisis data kualitatif
mengikuti Moleong. Analisis ini terdiri dari tiga alur
yaitu: (a) reduksi data, yang diartikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, (b)
Penyajian data dilakukan dengan menggunakan bentuk
teks naratif, (c) penarikan kesimpulan. Data yang
diperoleh dilakukan pemaparan serta interpretasi secara
mendalam.
Intensifikasi Pemungutan Pajak Hotel Kota Batu
Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Bahwa Dinas Pendapatan Daerah Kota Batu
telah berupaya untuk meningkatkan pendapatan daerah
dengan cara intensifikasi pajak hotel. Agar tidak
mengalami penurunan pendapatan, pihak dispenda
mengoptimalkan pendapatan dari pajak hotel,
mengingat pajak sektor hotel merupakan kontributor
utama dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD),
disamping sektor hotel dapat melahirkan potensi –
potensi perekonomian baru. Bentuk intensifikasi pajak
yang dilakukan Dispenda kepada wajib pajak (WP)
dalam hal ini adalah hotel antara lain ini : (1) Dispenda
mengadakan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam hal
ini pihak hotel, misalnya dengan cara sosialisasi
tentang ketepatan waktu, tentang penggunaan sistem
bonbill; (2) Pihak Dispenda membentuk panitia komite
pengawasan pajak berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54/PMK09/2008, tugas komite ini
adalah melakukan pengawasan dan monitoring
terhadap pihak hotel yang melakukan tindakan
kecurangan. Tujuan dibentuk komite ini agar wajib
pajak dalam hal ini pihak hotel mampu membayar
sesuai dengan peraturan daerah yang ada; (3) Dispenda
kota Batu menjalin hubungan yang baik dengan Wajib
pajak dalam hal ini pihak hotel, dengan hubungan yang
baik antara pihak Dispenda dengan pihak hotel maka
akan meningkatkan kepercayaan pihak hotel terhadap
Dispenda sehingga proses penarikan pajak berjalan
dengan baik. Misalnya terhadap pihak hotel yang
merasa keberatan terhadap pembayaran pajak,
Dispenda melakukan pendekatan secara intens agar
tidak ada jarak yang jauh antara pihak Dispenda dan
pihak hotel; (4) Perbaikan kualitas pelayanan
Dispenda, semakin meningkat kualitas pelayanannya
maka semakin tinggi pula tingkat kredibilitas
Dispenda.
Faktor Pendorong dan Penghambat yang
mempengaruhi Intensifikasi pajak hotel adalah. Secara
umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah
melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
(a) Memperluas basis penerimaan Pajak Hotel di Kota
Batu. Tindakan yang dilakukan untuk memperluas
basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah,
yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,
antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak
baru/potensial
dan
jumlah
pembayar
pajak,
memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis
pungutan.
(b) Memperkuat proses pemungutan Pajak Hotel Kota
Batu. Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses
pemungutan, yaitu peningkatan SDM. Peningkatan
SDM dispenda Kota Batu perlu dilakukan mengingat
sebagai petugas pemungutan pajak daerah.
(c) Meningkatkan pengawasan Pajak Kota Batu. Hal
ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan
melakukan pemeriksaan secara berkala,tiap 6 bulan
atau 1 tahun dilakukan secara rutin oleh pihak
Dispenda, memperbaiki proses pengawasan, serta
menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak hotel
yang tidak mampu membayar sesuai aturan yang ada.
(d) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan
biaya pemungutan Kota Batu. Tindakan yang
dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki
prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan
admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan
dari setiap jenis pemungutan. Tiap proses pemungutan
atau pembayaran pajak dilakukan saat pihak hotel
membayar pajak ke dispenda, dan pihak dispenda
mampu memberikan proses pembayaran secara cepat
dan efisiensi.
Sedangkan faktor penghambat intensifikasi
pajak hotel ialah :
Bahwa banyak permasalahan yang terjadi di
daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan
PAD dalam intensifikasi pajak hotel, terutama hal ini
disebabkan oleh: (a) Relatif rendahnya basis pajak
hotel kota Batu. Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000
daerah
Kabupaten/Kota
dimungkinkan
untuk
menetapkan jenis pajak dan retribusi baru. Namun,
melihat kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat,
khususnya kriteria pajak daerah tidak boleh tumpang
tindih dengan Pajak Pusat dan Pajak Propinsi,
diperkirakan daerah memiliki basis pungutan yang
relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi
antar daerah. Rendahnya basis pajak hotel ini bagi
sementara daerah berarti memperkecil kemampuan
60
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
manuver keuangan daerah tersebut dalam menghadapi
krisis ekonomi. (b) Perannya pajak hotel yang
tergolong kecil dalam total PAD. Sebagian besar
penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat.
Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan
dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam
pemungutan intensifikasi pajak untuk meningkatkan
PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan
negosiasi daerah terhadap Pusat untuk memperoleh
tambahan bantuan. (c) Kemampuan administrasi
pemungutan pajak hotel yang masih rendah. Hal ini
mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung
dibebani oleh biaya pungut yang besar. PAD masih
tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah.
Salah satu sebabnya adalah diterapkan sistem target
dalam pungutan pajak hotel yang dilakukan pihak
dispenda. Sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih
condong memenuhi target tersebut, walaupun dari sisi
pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukkan pajak
hotel dapat melampaui target yang ditetapkan. (d)
Kemampuan pengawasan keuangan pajak hotel yang
lemah. Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran
yang sangat berarti bagi daerah. Selama ini, peranan
pajak hotel dalam membiayai kebutuhan pengeluaran
daerah sangat kecil dan bervariasi. Peranan pajak hotel
dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi
juga terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar
dalam jumlah penduduk, keadaan geografis
(berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan
kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan
biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat
bervariasi.
Diagram 1.1
Intensifikasi Pajak Hotel
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu), seperti : pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai dan bea masuk.. Ketimpangan dalam
penguasaaan sumbersumber penerimaan pajak tersebut
memberikan petunjuk bahwa perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia dari
sisi revenue assignment masih terlalu”sentralistis”.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan data di lapangan
yang telah disajikan dan dianalisis sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa Dispenda kota Batu melakukan
pendekatan secara lebih intensif kepada pihak hotel.
Dispenda harus mampu menjalin hubungan yang baik
dengan Wajib pajak dalam hal ini pihak hotel, dengan
hubungan yang baik antara pihak Dispenda dengan
pihak hotel maka akan meningkatkan kepercayaan
pihak hotel terhadap Dispenda sehingga proses
penarikan pajak berjalan dengan baik. Misalnya
terhadap pihak hotel yang merasa keberatan terhadap
pembayaran pajak, Dispenda melakukan pendekatan
secara intens agar tidak ada jarak yang jauh antara
pihak Dispenda dan pihak hotel. Dispenda mengadakan
pembinaan kepada Wajib Pajak dalam hal ini pihak
hotel, misalnya dengan cara sosialisasi tentang
ketepatan waktu, tentang penggunaan sistem bonbill.
Perbaikan kualitas pelayanan Dispenda, semakin
meningkat kualitas pelayanannya maka semakin tinggi
pula tingkat kredibilitas Dispenda. Misalnya pihak
Dispenda membuat sistem pembayaran pajak online,
sehingga mempermudah pembayaran pajak, tanpa
harus manual. Sedangkan untuk hotel ialah harus
memiliki sistem birokrasi yang jelas, agar didalam
suatu birokrasi tersebut dapat berjalan sesuai rencana.
Pihak hotel setidaknya tidak perlu menggunakan
operasional secara berlebihan, karena dapat
menghambat pembayaran pajak disebabkan dengan
tingginya biaya operasional hotel tersebut.
Daftar Pustaka
Sumber data: data primer penelitian, 2012.
Tidak signifikannya peranan pajak hotel
dalam anggaran daerah tidak lepas dari sistem
penarikan pajak di kota Batu yang masih memberikan
kewenangan penuh kepada Pemerintah Pusat untuk
mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya
61
Kaho, Joseph Riwu. 2001. Prospek Otonomi Daerah di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Mardiasmo. 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan
Daerah, Yogyakarta: Andi.
Mamesah, D.J, 1995. Sistem Administrasi Keuangan
Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Marihot P. Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Musgrave, 1989. Public Finance In Theory and
Pratice. McGraw-Hill Book Company.
Sony Yuwono dkk. 2007, Memahami APBD dan
Permasalahanya,
Panduan
Pengelolaan
Keuangan Daerah, Malang : Bayumedia
Publishing.
Undang – Undang nomor 34 tahun 2000 tentang
perubahan atas Undang – Undang Republik
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah
Peraturan Walikota Batu No 5 Tahun 2010
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 5 Tahun 2010
tentang Pajak Hotel
62
Download