sambutan menteri agama

advertisement
SAMBUTAN MENTERI AGAMA
PADA WORKSHOP DIMENSI ZAKAT DALAM
PEMBERDAYAAN UMAT
DI MAKASSAR, 22 FEBRUARI 2005
Assalamualaikum wr. wb.
Pertama-tama marilah kitapanjatkan puji dan syukurkepadaAllah SWT, karena berkat rahmatNya kita
dapat menghadiri workshop yang bertema "Dimensi Zakat Dalam Pemberdayaan Umat" pada hari ini.
Selanjutnya dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan selamat memasuki Tahun Baru Islam 1426
Hijriyah kepada kita semua. Semoga semangat dan nilai-nilai hijrah memberikan inspirasi kepada kita
untuk bersama-sama bekerja keras mengangkat martabat, kemandirian, dan kesejahteraan umat Islam di
Indonesia.
Para hadirin yang kami hormati,
Kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah umat Islam, maka sudah pasti golongan miskin yang terbesar juga
adalah umat Islam. Problema kemiskinan di masa lalu sering digambarkan sebagai "fenomena gunung es"
yang terlihat ke permukaan secara kasat mata di puncaknya saja. Tetapi sejak terjadinya krisis ekonomi
tahun 1997 dengan segala dampaknya yang dirasakan oleh seluruh bangsa ini, maka kemiskinan
memperlihatkan sosoknya dalam skala yang sesungguhnya.
Banyak pemikiran dan teori yang dikemukakan oleh para ahli dalam rangka menanggulangi masalah
kemiskinan. Tidak semua teori dan konsepsi para ahli bisa dipraktekkan untuk memecahkan akar
permasalahan kemiskinan yang sedemikian kompleks itu. Diharapkan dengan mempraktekkan konsep
Islam, maka kita akan memperoleh solusi altematif terhadap masalah kemiskinan ini.
Menurut Dr. Yusuf AI Qardhawi dalam buku Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (Gema Insani
Press, Jakarta, 1995), ada enam sarana penanggulangan kemiskinan dalam Islam, yaitu: perintah
bekerja, jaminan sanak famili yang kaya, zakat, jaminan Baitulmaal dengan segala sumbernya, berbagai
kewajiban di luar zakat, serta sedekah sukarela. Dalam kesempatan ini kami ingin menyoroti tentang
zakat sebagai salah satu solusi altematif untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pemberdayaan umat.
Sebagaimana kita ketahui, zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima'iy,yah yang memiliki posisi penting
dan strategis, baik dilihat dari sisi teologis maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Dalam
kaitannya dengan Negara kita, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim mayoritas memiliki potensi
zakat yang sangat besar. Menurut asumsi yang dikemukakan seorang pengamat (Djamal Doa: 2001)
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), maka untuk saat ini dari jumlah penduduk 210 juta
diasumsikan 33,3 juta kepala keluarga yang tergolong wajib zakat, maka zakat yang terkumpul
diproyeksikan sebesar Rp. 98,56 triliun per tahun.
Tetapi hingga saat ini zakat yang terkumpul pada lembaga pengelola zakat masih belum signifikan dengan
jumlah penduduk muslim yang ada. Problematika zakat di negara kita saat ini antara lain, masih adanya
kesenjangan yang lebar antara potensi zakat dengan jumlah dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh
lembaga-lembaga pengelola zakat.
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan pendapatan dan alternatif
solusi penanggulangan kemiskinan adalah karena banyak di antara umat Islam yang menganggap zakat
adalah urusan individu antara muzakki sebagai pembayar zakat dengan mustahik sebagai penerimanya.
Cara berpikir sebagian masyarakat kita relatif sangat lambat untuk melihat keuntungan pengelolaan zakat
oleh lembaga pengelola zakat yang memiliki kekuatan hukum formal. Untuk mengubah paradigma
masyarakat tentang zakat dan meningkatkan kesadaran untuk menunaikan zakat serta menyalurkannya
1
melalui lembaga pengelola zakat yang ada, diperlukan penyadaran dan sosialisasi yang gencar.
Hadirin yang kami hormati,
Pada tahun 1999 Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat (UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999). Tujuan UndangUndang ini adalah untuk mengefektifkan pengumpulan
dan pendayagunaan Zakat, Infak dan Shadagah (ZIS) serta untuk mewujudkan manfaatnya secara
merata bagi pembangunan kehidupan umat, bangsa dan negara.
Undang-Undang Pengelolaan Zakat menetapkan fungsi Badan dan Lembaga Amil Zakat, yaitu
melakukan kegiatan pengelolaan zakat yang bertujuan untuk:
Pertama, meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan
agama.
Kedua, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial.
Ketiga, meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Setelah hampir lima tahun pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat, kami menilai bahwa
kegiatan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh
Pemerintah maupun yang dilakukan oleh berbagai elemen umat Islam, masih belum memenuhi
harapan kita semua.
Lembaga pengelola zakat tidak cukup bersandar pada legalitas formal semata, tapi di samping itu
lembaga pengelola zakat harus didukung oleh tenaga potensial (Sumber Daya Manusia) yang
direkrut secara tersistem serta memiliki saranaprasarana yang bisa disediakan secara layak.
Pemerintah saat ini akan mengusahakan untuk rrierekrut pegawai untuk membantu pengelolaan
zakat pada Badan Amil Zakat (BAZ) daerah provinsi seluruh Indonesia. Langkah yang searah juga
diharapkan dapat ditempuh oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah
masing-masing. Sesuai dengan amanat Undang-Undang, maka Pemerintah, termasuk Pemerintah
Daerah, berkewajiban untuk memberikan perhatian, sarana dan fasilitas yang memadai agar Badan
Amil Zakat dapat bekerja secara optiomai.
Di samping itu, hal yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian adalah kinerja lembaga pengelola
zakat sebagai institusi yang mengelola dana publik hanislah dibangun di atas sistem dan manajemen yang
transparan, amanah, dan profesional. Untuk itulah maka Pemerintah sebagai regulator pengelolaan
zakat menetapkan persyaratan bagi Lembaga Amil Zakat yang hendak dikukuhkan.
Rendahnya penerimaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, di samping faktor kesadaran masyarakat,
juga disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui lembagalembaga yang ada. Banyak muzakki yang memilih memberikan langsung zakat hartanya kepada fakir
miskin dan yatim piatu.
Penyaluran zakat secara tradisional dan konvensional mengakibatkan manfaat zakat dari aspek
pemberdayaan ekonomi dan sosial sedikit banyaknya menjadi terabaikan. Gambaran yang lebih
menonjol di masyarakat seolah dana zakat hanya sebagai dana charity dan konsumtif yang sifatnya
sangat temporer. Sebagai contoh, adalah pemberian zakat di bulan Ramadhan yang digunakan sebagai
pemenuhan kebutuhan konsumsi bagi fakir miskin di hari raya. Namun setelah hari raya mereka kembali
terbentur pada kesulitan bagaimana cara memenuhi kebutuhan seharihari.
Hadirin yang kami hormati,
Dalam kesempatan ini kami berharap bahwa keberadaan lembaga pengelola zakat yaitu BAZ dan
LAZ yang tersebar di seluruh tanah air, termasuk di Sulawesi Selatan ini, dapat menjadi kekuatan besar
yang mampu memainkan perannya secara sinergis. Dari lembaga tersebut diharapkan berkembang daya
mobilitas yang. tinggi dalam pengumpulan dan pendayagunaan zakat yang belum optimal di masyarakat.
2
Mudah-mudahan workshop MI memberi dampak positif dalam rangka memacu kiprah Badan Amil
Zakat di Provinsi Sulawesi Selatan.
Demikianlah beberapa hal yang dapat kami sampaikan sebagai pesan pembukaan workshop
Dimensi Zakat Dalam Pemberdayaan Umat ini. Selamat mengikuti workshop kepada seluruh
peserta dan hadirin sekalian. SemogaAllah SWT melimpahkan rahmatNya kepada kita bangsa
Indonesia.
Wassalamualaikum wr.wb.
Jakarta, 22 Februari 2005
Menteri Agama RI
ttd
Muhammad M. Basyuni
3
Download