PARADIGMA HUKUM ISLAM INDONESIA Ahmad

advertisement
81
PARADIGMA HUKUM ISLAM INDONESIA
Ahmad Arief*
The Islamic law is known in Indonesia after Islam spread in
Indonesia. There is no agreement by experts when Islam entered
in Indonesi and some experts expressed at the 1st century AH
(7th century AD), there is also stated in the 7th century (13th
century AD). Although there is no clear certainty about when the
entry of Islamic law, but it can be said that once the law of Islam
into Indonesia, Islamic law immediately followed and carried out
by Muslims in Indonesia. Islamic law in Indonesian is not
partial, but it’s unity that can not be separated from the universal
Islamic teachings.
Keywords: expert, separated, aggreement
1.
Pendahuluan
Hukum Islam telah bertahan selama 1400 tahun, meskipun pasca
runtuhnya Turki Usmani, tidak terlihat lagi dinasti besar pemersatu umat
Islam yang sedikit banyaknya mampu mengakomodir penegakan syariat
Islam, tetapi sampai sekarang masih terlihat negara-negara bersimbol Islam
dan menghidupkan suasana keislaman dalam kehidupan kesehariannya.
Pengkajian terhadap sumber nas syariah merupakan tradisi ulama
yang telah dilakukan sejak zaman kehidupan Rasulullah saw beserta
sahabatnya, beliau memberi banyak contoh dalam menyelesaikan masalahmasalah agama, sosial dan kemasyarakatan. Sepeninggal Rasulullah saw
metode pengkajian nash semakin berkembang dan semakin membuktikan
syariat Islam sangat tangguh dan mampu mengiringi kemajuan zaman.
Ketangguhan tersebut dapat disaksikan hingga sekarang ini, ketika hukum
Islam masih tetap kokoh berdiri dalam kemajemukan sistem hukum
Indonesia.
Hukum Islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam
disebarkan di Indonesia. Belum ada kesepakatan oleh para ahli mengenai
kapan Islam pertama kali masuk ke Indonesia. ada yang mengatakannya pada
abad ke-1 Hijriah (abad ke-7 Masehi), ada pula yang mengatakan pada abad
ke-7 (abad ke 13 Masehi). Meski tidak ada kepastian yang jelas mengenai
kapan masuknya hukum Islam, namun dapat dikatakan bahwa begitu hukum
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
82
Islam masuk ke Indonesia, hukum Islam langsung diikuti dan dilaksanakan
oleh para pemeluk agama Islam di Indonesia ini. Hal ini dapat dilihat pada
studi para pujangga yang hidup pada masa itu mengenai hukum Islam dan
peranannya dalam menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dalam
masyarakat.
2. Hukum Islam Indonesia
Hukum Islam merupakan salah satu sistem hukum yang diakui dan
berlaku di Indonesia sekarang. Dikatakan salah satu, sebab Indonesia
menganut sistem hukum yang majemuk diantaranya yaitu adat, Islam dan
Barat. Meskipun secara historis sistem yang pertama kali berlaku di
Nusantara pada zaman Kerajaan merupakan hukum Islam tetapi pada masa
pendudukan Barat sistem ini berusaha dimarginalkan.
Menganalisa dan memahami konsep hukum Islam yang berlaku di
Indonesia tak dapat lepas dari agama Islam sendiri, sebab konsep hukum
Islam merupakan salah satu rangkaian ajaran dari agama Islam, maka dalam
memahami hukum Islam sebagai sebuah cabang ilmu, diperlukan penelaahan
istilah yang terkait dengan hukum Islam yakni hukum, syariah dan fikih .
Kata hukum terambil dari bahasa Arab yaitu al-Hukm yang dalam
bentuk jamaknya al-Ahka>m, makna kata al-hukm secara bahasa yaitu
penyandaran sesuatu terhadap sesuatu yang lain dan penyandaran tersebut
bersifat menetapkan atau menghilangkan,1sedangkan secara istilah ilmu kata
al-hukm bermakna sebuah ketetapan dari Allah swt. yang berkaitan dengan
perbuatan yang dituntut bagi mukallaf atau hanya pilihan.2
Daud Ali dalam bukunya Hukum Islam mengungkap bahwa, secara
sederhana apabila kita berbicara tentang hukum yang tergambar dalam benak
kita adalah peraturan atau norma yang mengatur tingkah laku individu dalam
suatu masyarakat yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa.3 Dari dua pemaparan makna tersebut meskipun berbeda dapat
1
Wahbah al-Zuhaili>, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>, Jilid. I (Cet. 14; Beirut: Dar al-Fikr.
2006), h. 30.
Ibid.
2
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Cet. 6; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998),
3
h. 38.
83
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
tergambar secara utuh bahwa kata hukum mengacu kepada sebuah bentuk
peraturan yang mengatur, terlepas dari siapapun yang membuatnya.
Syariah adalah kosa kata bahasa Arab yang secara harfiah berarti
‛sumber air‛ atau ‛sumber kehidupan‛.4 Syariah juga sesuatu yang telah
ditetapkan Allah swt. kepada hamba-Nya berupa agama yang telah
disyariahkan kepada mereka. Tetapi secara umum kata syariah pada zaman
sekarang mengalami penyempitan makna, seperti yang diungkap oleh
Muhammad Syaltut, Syariah menurut istilah ialah hukum-hukum dan aturan
Allah disyariahkan buat hambanya untuk diikuti dan hubungan mereka
sesama manusia. Di sini dimaksudkan Makna secara istilah yaitu syariah
tertuju kepada hukum yang didatangkan al-Qur’an dan Rasul-Nya, kemudian
yang disepakati para sahabat dari hukum-hukum yang tidak datang mengenai
urusannya sesuatu nas dari al-Qur’an atau sunah. Padahal sesuai dengan
pemaknaan secara etimologi sebelumnya kata syariah mencakup dua hal yang
paling asasi dalam Islam yang pertama pengetahuan tentang ketuhanan yang
biasa disebut al-Fiqh al-Akbar, dan yang kedua apa yang sering disebut
dengan fikih yang biasa disebut al-Fiqh al-As}gha>r.
Fikih secara bahasa berarti sebuah pemahaman, sedangkan bila
dihubungkan sebagai sebuah cabang ilmu, maka fikih adalah ilmu yang
menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat
dalam sunah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis.5 Selain itu
pengertian yang paling dikenal dalam ilmu fikih adalah sebuah ilmu tentang
hukum syariah yang berkaitan dengan kehidupan manusia yang diperoleh
melalui dalil-dalil terperinci dari al-Qur’an dan hadis.6
Pada pengertian yang dicantumkan oleh Daud Ali beliau membatasi
sumber fikih pada hadis Rasulullah saw. Padahal jangkauan fikih tidak
terbatas, sebab fikih merupakan buah dari ilmu usul fikih. Sedangkan dalam
ilmu ushul fikih sumber hukum dibagi menjadi dua jenis, sumber hukum yang
disepakati dan sumber hukum yang tidak disepakati. Sumber hukum yang
disepakati ketetapannya oleh para ahli usul fikih yaitu al-Qur’an, Hadis,
4
Muhammad bin Makram bin Manzur al-Afriqiy atau Ibnu Manzur, Lisan al-Arab
(Dar al- Shadr, tth.), h. 40-44.
5
Wahbah al-Zuhaili>, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>,, h. 43.
6
Wahbah al-Zuhaili>, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>,, h. 19.
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
84
Ijmak dan kias. Sedangkan yang tidak disepakati diantaranya maslahah
mursalah, istihsan, sad zarai dll.
Pembahasan hukum Islam pada dasarnya mengacu kepada dua
peristilahan yakni Syariat Islam (Islamic Law) dan Fikih Islam (Islamic
Jurisprudence), penggunaan kedua istilah tersebut sangat erat, dapat
dibedakan tetapi tidak mungkin dicerai pisahkan. Syariat adalah landasan
fikih, fikih adalah pemahaman tentang syariat.7 Bismar Siregar memberikan
sinyal berbeda ketika memaparkan makna hukum Islam dan Syariat Islam,
menurut beliau, bila berbicara tentang hukum maka seringkali orang
berpikiran kembali pada pengertian filsafat hukum barat, berbeda dengan
rumusan asas yang terkandung pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
yang menyatakan, bila hakim akan menjatuhkan putusan yang diharapkan
adil, putusan itu didasarkan atas perasaan hukum dan rasa keadilan, oleh
sebab itu pada saat Hakim membacakan keputusannya dia berucap : ‚ demi
keadilan berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa‛.8 Kesimpulan dari pemaparan
tersebut Bismar Siregar lebih memilih menggunakan kata Syariat daripada
Hukum.
Dengan demikian Hukum Islam menurut Hasbi Ash-Shiddieqi adalah
koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan
masyarakat.9 Dalam khazanah ilmu Hukum di Indonesia, istilah hukum Islam
dipahami dengan penggabungan dua kata yaitu Hukum dan Islam. Hukum
adalah seperangkat peraturan tentang tindak tanduk dan tingkah laku yang
diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Dan apabila disandarkan dengan kata Islam, dapat
dipahami bahwa Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan
wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan
diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.10
Pemaknaan hukum Islam yang disebut diatas diikat dengan kata
‚diakui‛ dan ‚diyakini‛, dengan penggunaan dua kata tersebut dalam
7
Wahbah al-Zuhaili>, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>,, h. 44.
8
Bismar Siregar, Islam & Hukum, (Cet. 3; Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992), h. 102.
9
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Cet. 1; Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1995), h. 7.
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 7.
85
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
memaparkan makna Hukum Islam, dapat dirasakan bahwa hukum Islam di
Indonesia berlaku dan dipergunakan setelah mendapat pengakuan dari
kekuasaan tertinggi yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
Perkembangan pemikiran hukum Islam sekarang tidak lagi didominasi
oleh fikih, sebab ada tiga jenis produk yang mempengaruhi perkembangan
hukum Islam yaitu :
a. Fatwa yang merupakan hasil ijtihad seorang mufti sesuai dengan
peristiwa yang diajukan kepadanya, jadi fatwa lebih khusus daripada
fikih.
b. Putusan Pengadilan merupakan produk pengadilah berdasarkan hasil
pemeriksaan seorang hakim di depan persidangannya.
c. Undang-undang yang merupakan peraturan yang dibuat oleh suatu
badan legislatif yang mengikat kepada setiap warga negara dimana
undang-undang itu diberlakukan.11
Perkembangan pemikiran hukum telah memberi ruang luas pada
ketiga produk hukum tersebut, untuk berkembang bahkan mengalahkan
dominasi fikih yang telah menjadi pondasi utama Syariah Islam, tetapi
perkembangan yang terjadi tetap tak terlepas dari pondasi dasar tersebut, hal
tersebut bisa terlihat dari Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesia
merupakan saripati dari beberapa kitab fikih.
3. Manifestasi Tujuan Hukum Islam Indonesia
Tujuan hukum Islam Indonesia bukanlah sebuah bentuk teori parsial
dari luasnya lingkup hukum Islam. Hukum Islam Indonesia tetap merupakan
kesatuan utuh dari universalitas ajaran Islam, oleh karena itu pembahasan
tujuan tak dapat dipisahkan dari tujuan syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW.
Mewujudkan kemaslahatan dan mencegah terjadinya keburukan
merupakan tujuan dasar hukum Islam, hal ini terkandung dalam al-maqashid
al-Syariah yaitu :
a. Memelihara Agama
b. Memelihara Jiwa
c. Memelihara Akal
11
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 9.
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
86
d. Memelihara keturunan dan
e. Memelihara Harta benda
Kelima hal tersebut merepresentasikan seluruh hal yang diinginkan
al-Syari‘ ketika menetapkan syariat untuk manusia. Panduan yang terdapat
dalam hukum Islam tidak hanya bertujuan untuk menjaga manusia di dunia
tetapi tugas syariah juga bertugas mengantar manusia kembali ke
penciptanya, sebuah tujuan yang tidak akan terkandung dalam sistem hukum
lainnya.
Mohammad Daud Ali menambahkan, tujuan hukum Islam tersebut
dapat dilihat dari dua segi yakni pertama, segi ‘Pembuat hukum Islam’ yaitu
Allah swt. dan Rasul-Nya dan kedua, segi manusia yang menjadi pelaku dan
pelaksana hukum Islam itu. Tujuan hukum Islam dari segi pertama adalah
selain untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat primer, sekunder dan
tersier juga bertujuan hukum itu untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari serta bertujuan agar hukum itu ditaati dan
dilaksanakan dengan baik dan benar. Sedangkan tujuan hukum Islam dari segi
kedua adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera.12
Selain tujuan-tujuan asasi tersebut, terdapat banyak hal yang menjadi
tujuan syariah Islam, kepingan-kepingan tujuan tersebut menjadi satu kesatuan
yang untuk memenuhi kemaslahatan hidup manusia, secara rohani, jasmani,
individual dan sosial. Kemaslahatan tidak hanya untuk kehidupan dunia tetapi
juga kehidupan akhirat. Tujuan-tujuan khusus diantaranya :
a. Penyebaran Agama Islam, tujuan ini terkandung dalam hukum Islam
sebab Islam dan Hukum merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, oleh karena itu penyebaran hukum Islam haruslah diikuti
dengan agama Islam untuk menyempurnakan makna kemaslahatan itu
sendiri.
b. Persamaan, yang dimaksud dengan persamaan merupakan nilai
seorang manusia dimata manusia, tidak ada manusia yang lebih tinggi
daripada manusia lainnya hal ini tergambar dalam sistem hukum
Islam.
12
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, h. 55.
87
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
c. Toleransi merupakan keadaan pertengahan antara keras dan
mudah, jadi secara umum mempunyai makna keadilan dan
pertengahan.13
Tujuan-tujuan hukum yang disebut diatas merupakan bagian dari
tujuan utama hukum Islam, jadi secara umum kelebihan hukum Islam sebagai
sebuah sistem sangat besar dibandingkan sistem hukum lainnya.
4.
Asas Hukum Islam Indonesia
Kata asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya dasar, basis,
pondasi. Jika kata asas dihubungkan dengan hukum, yang dimaksud dengan
asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan
berpendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum
pada umumnya berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala
masalah yang berkenaan dengan hukum. Asas hukum Islam berasal dari
sumber hukum Islam terutama al-Qur’an dan hadis yang dikembangkan oleh
akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. 14
Pada tahun 1983/1984 dibentuk sebuah Tim Pengkajian Hukum Islam
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Pada akhir
tugasnya tim tersebu melaporkan beberapa asas hukum Islam.
Asas hukum Islam terbagi atas: pertama, asas-asas umum yang
meliputi semua bidang dan segala lapangan hukum yaitu, asas keadilan, asas
kepastian hukum dan asas kemanfaatan. Kedua, asas-asas dalam lapangan
hukum pidana, antara lain: asas legalitas, asas larangan memindahkan
kesalahan pada orang lain dan asas praduga tidak bersalah. Ketiga, asas-asas
dalam lapangan hukum perdata, antara lain: asas kebolehan atau mubah, asas
kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas menolak mudarat,
mengambil manfaat, asas kebajikan, asas kekeluargaan, asas adil dan
berimbang, asas mendahulukan kewajiban dari hak, asas larangan merugikan
diri sendiri dan orang lain, asas kemampuan berbuat, asas kebebasan berusaha,
asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, asas perlindungan hak, asas hak
milik berfungsi sosial, asas yang beritikad baik harus dilindungi, asas resiko
dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja, asas
13
Sa>mi> Kha>lid, Ahda>f al-Tasyri‘ al-Islami>. http://www.saaid.net/gesah/sami/k/2.htm
(29 Septermber 2012)
14
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, h. 114.
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
88
mengatur, sebagai petunjuk dan asas perjanjian tertulis atau diucapkan di
depan saksi.15
Kumpulan kaidah fikih dan kaidah Ushul yang telah terkodifikasikan
juga menjadi salah satu asas utama hukum Islam Indonesia, sebab dalam
kaidah tersebut semua masalah-masalah fikih disarikan menjadi sebuah kaidah
yang kemudian dijadikan patokan utama dalam penyelesaian masalah fikih
yang timbul dalam masyarakat Islam.
5.
Karakteristik Hukum Islam
Hukum Islam memiliki karakteristik yang sangat unggul dibanding
sistem hukum lainnya, sebab hukum Islam pada dasarnya memang bukan
buatan manusia, tetapi penetapnya adalah sang Khaliq yang menciptakan
manusia dan mengetahui segala tuntunan yang dibutuhkan untuk sang
manusia sendiri.
Yusuf al-Qardhawi menetapkan dalam karyanya Madakhal al-Dirasah
al-Syariah al-Islamiyah sebagai berikut :
1. Hukum Islam bersifat teistis (rabbaniyah); kesucian perundangundangannya tidak tertandingi. Pencipta syariat bukanlah manusia
yang memilki kekurangan dan kelemahan melainkan Dia adalah
pemilik seluruh makhluk dan semua urusan di jagad raya ini. Syariat
Islam bukan hanya mengatur urusan duniawi semata atau akhirat
semata, melainkan mengatur keduanya.
2. Hukum Islam bersifat etis (akhla>qiyah); syariat Islam bukan hanya
memperhatikan aspek rabbaniyah melainkan juga aspek etis
(akhla>qiyah). Salah satu bukti sifat etis syariat adalah memelihara
idealisme moral dengan membatasi pertimbangan akal dalam menjaga
tatanan dan sistem suatu masyarakat.
3. Hukum Islam bersifat realistis (wa>qi’iyyah) ; keistimewaan lain yang
dimiliki syariat Islam adalah bersifat realistis. Sifat realistis yang lain
adalah mempertimbangkan kondisi darurat yang kadang terjadi dalam
kehidupan manusia, baik yang bersifat individual maupun kelompok.
Syariat memberlakukan hukum-hukum khusus dalam kondisi darurat.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, h. 115.
15
89
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
4. Hukum Islam bersifat humanistis (insa>niyah); pengertian humanistis
adalah bahwa syariat Islam diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifatsifat kehewanannya dapat dikekang. Syariat Islam diciptakan untuk
manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa memandang ras, warna
kulit, tanah air dan status.
5. Hukum Islam bersifat keteraturan (tana>suq); keteraturan adalah
bekerjanya semua individu dengan teratur dan saling bersinergi untuk
mencapai tujuan bersama, tidak saling benci, tidak saling sikut dan
tidak saling menghancurkan.
6. Hukum Islam bersifat komprehensif (syumu>l); keistimewaan syariat
Islam yang lain adalah sifatnya yang komprehensif, mengatur seluruh
aspek kehidupan. Syariat mengatur aspek ibadah yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya. Mengatur aspek keluarga,
seperti nikah, talak, penyusuan, nafkah, wasiat, warisan dan lainnya
yang mengatur berkaitan dengan pembinaan keluarga muslim.
Mengatur aspek sirkulasi keuangan, seperti perdagangan, perniagaan,
industri, sistem bagi hasil, pertanian, pegadaian, asuransi, pemindahan
utang, deposito, hibah dan utang piutang. Mengatur aspek ekonomi
yang berkaitan dengan pendayagunaan, pembagian, penjualan modal,
pengaturan baitul mal, pengelolaan zakat, pajak dan rampasan perang.
Mengatur berbagai sanksi hukum. Mengatur tata cara
menyelenggarakan acara peradilan dan mengadukan kasus, seperti
mengatur kehakiman, dakwaan, kesaksian, pengakuan dan sumpah
dengan cara peradilan untuk menyelesaikan perselisihan dan
menciptakan keadilan di tengah-tengah manusia. Mengatur masalah
undang-undang dasar yang berkaitan dengan pengaturan sistem hukum
dan perundang-undangan dasar, seperti kewajiban mengangkat
pemimpin dan kriteria-kriterianya, pemilihan dan pemberhentian
pemimpin, hak-hak dan kewajiban pemimpin, hubungan pemimpin
dengan rakyat dan lembaga legislatif. Mengatur hubungan antar
negara. Aspek ini mengatur hubungan antara negara Islam dan negaranegara lain, baik saat damai maupun perang; juga mengatur hubungan
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
90
negara dengan warga negara non-Muslim yang berada di
wilayahnya.16
Penggambaran Qardawi tentang karakteristik ini mencakup dan
mewakili bahwa sistem hukum ini memang memiliki sistem yang sangat
unggul dan terpilih untuk menjadi tuntunan manusia.
6.
Perjalanan Hukum Islam Indonesia
Membicarakan posisi hukum Islam maka secara utuh yang dimaksud
adalah posisi Hukum Islam dimata sistem hukum lainnya. Secara umum
sistem hukum yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu sistem hukum Adat,
Agama dan Barat.
Hukum Islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam
disebarkan di tanah air setelah masuknya Islam, meskipun terdapat perbedaan
kapan pastinya Islam masuk di Indonesia, namun dapat dikatakan ketika
Islam masuk hukum Islam juga telah diikuti dan dilaksanakan oleh para
pemeluk agama Islam di Nusantara.17Posisi tersebut kemudian dihambat dan
dikendalikan oleh para penjajah sejak kedatangannya di Nusantara.
Usaha-usaha tokoh-tokoh Islam memasukkan kembali Hukum Islam
ke dalam tata hukum Indonesia terbuka luas setelah terbentuknya Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Para tokoh
Islam memperjuangkan kembalinya kekuatan hukum Islam tanpa ada
hubungannya dengan hukum Adat, tetapi para anggota BPUPKI tidaklah
semuanya beragama Islam diantara mereka ada tokoh nasionalis Islami ada
pula tokoh nasionalis sekuler, oleh karena itu sebagai jalan kompromi
terbentuklah Piagam Jakarta.18
Pada zaman kemerdekaan, hukum Islam melewati 2 periode untuk
memposisikan dirinya diantara sumber hukum yaitu :
1. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif. Sumber
persuasif dalam hukum konstitusi ialah sumber hukum yang baru
16
Yu>suf al-Qarad{a>wi>, Madakhal li al-Dira>sah al-Syari’ah al-Islamiyah, Terj. Ade
Nurdin dan Riswan, Membumikan Syariat Islam Keluwesan Aturan Ilahi Untuk Manusia, (Cet.
I; Bandung: Arasy Mizan Pustaka, 2003), h. 94-157.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, h. 189.
17
18
Abdurrahman Wahid, et al., eds. Hukum Islam di Indonesia, (Cet. 1; Bandung:
Remaja Rosadakarya, 1991), h. xi.
91
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
diterima apabila telah diyakini keberadaannya, contoh sumber
persuasif yaitu Piagam Jakarta.
2. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber autoritatif. Hukum
Islam baru memiliki kekuatan hukum tetap barulah setelah dekrit
presiden 5 juli 1959, sebagaimana dapat disimak dalam konsideran
dekrit tersebut berikut ini :
‚Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22
Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah
merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut.‛19
Pengakuan yang diberikan kepada hukum Islam bukanlah kemudian
membuat usaha memarginalkan hukum tersebut berhenti, tetapi perjuangan
untuk terus menghidupkan hukum Islam di Indonesia masih terus
diperjuangkan hingga masa kini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam. Cet. 6; Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1998.
al-Qarad{a>wi>, Yu>suf. Madakhal li al-Dira>sah al-Syari’ah al-Islamiyah. Terj.
Ade
Nurdin dan Riswan, Membumikan Syariat Islam Keluwesan
Aturan Ilahi
Untuk Manusia. Cet. I; Bandung: Arasy Mizan
Pustaka, 2003.
al-Zuhaili>, Wahbah. Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>. Vol. 1. Cet. 14; Beirut: Dar alFikr. 2006
Ibnu Manzur, Muhammad bin Makram bin Manzur al-Afriqiy. Lisa>n al-‘Arab.
Dar al- Shadr, tth.
Kha>lid,
Sa>mi>.
Ahda>f
al-Tasyri‘
al-Islami>.
http://www.saaid.net/gesah/sami/k/2.htm (29 Septermber 2012)
Lev, Daniel S. Islamic Courts in Indonesia. Terj. Zaini Ahmad Noeh,
Peradilan Agama Islam di Indonesia. Cet. 1; Jakarta: Intermasa, 1980.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Cet. 1; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995.
Siregar, Bismar. Islam & Hukum. Cet. 3; Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992.
Abdurrahman Wahid, et al., eds. Hukum Islam di Indonesia, h.xi.
19
Bilancia, Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015
92
Wahid, Abdurrahman, et al., eds. Hukum Islam di Indonesia. Cet. 1; Bandung:
Remaja Rosadakarya, 1991.
*Ahmad Arief, Lc., M.HI adalah dosen IAIN Palu
Download