BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam memperoleh suatu pedoman

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah,maka perlu
dikemukakan teori yang bersifat ilmiah. Dalam landasan teori ini dikemukakan
teori yang berhubungan dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan
masalah-masalah teori-teori tentang faktor-faktor.
2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen
Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari
bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan
dan mengatur. Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan
diterima secara universal sehingga pengertiaanya untuk masing-masing
para ahli masih memiliki banyak perbedaan, menurut Handoko (2000:10)
adalah:
“Manajemen
adalah
bekerja
dengan
orang-orang
untuk
menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan
organisasi
dengan
pengorganisasian,
pelaksanaan
fungsi-fungsi
perencanaan,
penyusunan
personalia,
pengarahan,
kepemimpinan dan pengawasan.”
Definisi pemasaran menurut L.Daft (2002:8) yaitu:
“Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan
cara
yang
efektif
dan
12
efisien
melalui
perencanaan
13
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya
organisasi.”
Sedangkan definisi pemasaran secara formal menurut menurut
Stoner (2006:Organisasi.org) yaitu:
“Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi
serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi
untuk
mencapai
tujuan
organisasi
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen mutlak diperlukan
dalam setiap bidang kegiatan usaha yang melibatkan 2 orang atau lebih
untuk mencapai tujuan tertentu dengan melalui kerja sama serta dengan
memanfaatkan sumber-sumber lain.
2.2
Pemasaran
2.2.1
Pengertian Pemasaran
Kata pemasaran berasal dari kata market yang berarti berarti pasar
sebagai mekanisme untuk mempertemukan permintaan dan penawaran.
Pada dasarnya pasar adalah daerah atau tempat (area) yang di dalamnya
terdapat kekuatan-kekuatan permintaan dan
penawaran yang saling
bertemu untuk membentuk suatu harga. Pengertian marketing bukan saja
meliputi dunia jual beli atau dunia pasar, tetapi membahas secara
sistematis segala masalah yang ada di dalam masyarakat. Adapun definisi
14
pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) mendefinisikan
pemasaran adalah sebagai berikut :
“Pemasaran suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.”
Definisi pemasaran menurut Menurut Peter dan Donnelly (2009)
pemasaran adalah :
“Marketing is means that an organizational should seek to make a
profit by serving the needs of customer group.”
Sedangkan definisi pemasaran secara formal menurut menurut Lamb Jr
(dalam Ogi Sulistian, 2011:21),
“pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan
konsep harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan
individu dan organisasi.
Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsep pemasaran bukan hanya sekedar menjual dan mempromosikan
produk atau jasa, tetapi merupakan proses yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan individu maupun kelompok melalui
pertukaran serta merupakan kegiatan perusahaan dalam melalui alat
pemasaran,
yaitu
merancang
mendistribusikan barang atau jasa.
konsep,
menentukan
harga,
dan
15
2.2.2
Konsep Pemasaran
Pengusaha yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran
merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi bagi perusahaanperusahaan,akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru yang terlibat
didalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut konsep pemasaran
(marketing concept). Menurut Buchory dan Saladin (2010;4),
1. Konsep Produksi (The Productiom Concept)
Konsep atau tahap ini berorientasi pada produksi,dimana para manajer
perusahaan memusatkan perhatian untuk mencapai efesiensi yang
tinggi dan distribusi yang luas. Pada konsep ini permintaan lebih
banyak dari pada penawaran.
2. Konsep Produk (The Product Concept)
Pada konsep produk perusahaan berupaya memproduksi produk yang
berkualitas tinggi. Tugas manajemen adalah membuat produk
berkualitas karena ia beranggapan konsumen menyukai produk
berkualitas.
3. Konsep Penjualan (The Selling Concept)
Pada konsep ini manajer berorientasi pada produk dengan volume
penjualan yang tinggi. Tugas manajemen adalah meningkatkan volume
penjualan dan promosi karena manajemen beranggapan bahwa
perusahaan perlu mengadakan kegiatan penjualan dan promosi yang
gencar. Konsep ini mengandung tiga dasar pokok, yaitu:
16
a. Perencanaaan dan operasi berorientasi kepada produk dengan
volume penjualan yang tinggi.
b. Alat yang dipergunakan untuk meningkatkan penjualan adalah
promosi yang gencar.
c. Tujuan akhir adalah memenuhi atau mencapi tujuan perusahaan
(laba) dengan mengusahakan per volume penjualan semaksimal
mungkin.
4. Konsep Pemasaran (The Marketing Concept)
Konsep pemasaran ini mengandung tiga dasar pokok, tetapi berlainan
dengan konsep penjualan. Ketiga dasar pokok tersebut, yaitu:
a. Perencanaan dan operasi beroreintasi kepada kebutuhan dan
keinginan konsumen.
b. Semua aktivitas pemasaran dilaksankan dengan pemasaran terpadu
(integrated marketing).
c. Tujuan akhir adalah memenuhi atau mencapi tujuan perusahaan
(laba) dan berusaha memberikan kepuasan semaksimal mungkin
pada konsumen.
5. Konsep Pemasaran Sosial (The Societal Marketing Concept)
Pada konsep ini manager eksekutif tidak hanya berupaya memenuhi
kepuasan pelanggan atau konsumen dan tercapainya tujuan perusahaan
(laba), tetapi juga dapat memberikan jamnan sosial bagi sumber daya
manusia yang terlibat dalam perusahaan itu, seperti kesejahteraan
karyawan (gaji yang layak) dan pencemaran lingkungan.
17
Dapatlah disimpulkan bahwa konsep produksi, produk, dan
penjualan merupakan filsafat bisnis yang tidak berorientasi pada
konsumen atau permintaan. Sedangkan konsep pemasaran dan konsep
pemasaran sosial berorientasi pada konsumen (buyers market).
Selanjutnya Waren J. Keegan dalam bukunya, Global Marketing
Managament (2002), mengemukakan perlunya konsep yang keenam
yaitu:
6. Konsep pemasaran strategis ( The Strategic Marketing Concept)
Konsep pemasaran strategis merupakan pemasaran suatu evaluasi dan
pemasaran, yaitu pemasaran global (the global marketing). Dalam
konsep ini fokus pemasaran beralih dan kebutuhan konsumen atau
produk ke lingkungan ekstrenal perusahaan (environment). Dengan
demikian, alat yang dipergunakannya pun berubah yaitu managament
strategic sasaran yang dicapai atau tujuan akhir berubah dan laba
menjadi stakeholder benefit.
Dampak dan pekembangan marketing strategis ini antara lain
dituntutnya kemampuan manager pemasaran dalam penguasaan
intelejen pemasaran dan informasi. Orientasi marketing strategis
dimaksudkan juga untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam
pemasaran yang semakin global.
Keenam konsep pemasaran tersebut dapat dikelompokan dalam
tiga kelompok yaitu:
a. Konsep pemasaran lama
18
b. Konsep pemasarn modern
c. Konsep pemasaran strategic atau global
Sehingga dapat disimpulkan konsep pemasaran bagaimana
mengembangan strategi dan rencana pemasaran dengan membangun
merek yang kuat dan membentuk tawaran pasar maka akan menciptakan
pertumbuhan jangka panjang.
2.2.3
Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran atau marketing mix merupakan strategi dalam
pemasaran yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi
konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian dari bauran pemasaran
(marketing mix), yaitu sebagai berikut :
Menurut Kotler dan Keller (2009:24) bauran pemasaran adalah :
“Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan
untuk
perusahaan
untuk
mengejar
tujuan
pemasarannya.”
Adapun definisi bauran pemasaran menurut Alma (2007:130)
adalah sebagai berikut :
“Marketing Mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan
marketing,
agar
dicari
kombinasi
mendatangkan hasil paling memuaskan.”
maksimal
sehingga
19
Terdapat empat faktor dalam bauran pemasaran yang dikenal dengan
sebutan 4P, yaitu product, price, place, dan promotion. Faktor-faktor
tersebut saling berkaitan karena keputusan dalam satu faktor dapat
mempengaruhi faktor yang lain. Berikut penjelasan 4P menurut Kotler
dan Keller (2009:24)
1. Produk (product)
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian , dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek secara
fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide (Kotler dan Armstrong,
2008:253).
2. Harga (Price)
Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau
jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaatmanfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut
(Kotler dan Armstrong, 2008:314).
3. Tempat/saluran distribusi (Place)
Saluran distribusi merupakan seperangkat organisasi yang saling
bergantung satu sama lain, yang dilibatkan dalam proses penyediaan
suatu produk atau jasa, untuk digunakan atau dikonsumsi oleh
konsumen atau pengguna bisnis (Kotler dan Armstrong, 2008:363).
20
4. Promosi (Promotion)
Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang
meyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa (Alma,
2007:179).
Sesuai dengan perkembangan zaman, bauran pemasaran untuk
bidang jasa menurut Tjiptono (2007:30) ditambah menjadi 3P, yaitu :
1. Orang (People)
Semua orang yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga
dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari orang
(people) adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain
dalam lingkungan jasa.
2. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli dan menggunakan produk/jasa yang
ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk dalam sarana fisik antara lain
lingkungan fisik, peralatan, logo, warna, dan barang lainnya yang
disatukan dengan pelayanan.
3. Proses (Process)
Semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang
digunakan untuk menyampaikan jasa.
21
2.3
Retailing
2.3.1
Pengertian Retailling
Sopiah dan Syihabudin dalam Tjiptono (2008:225) menyatakan
retailingmerupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara
langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah
tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Jika institusi pabrikan,whosaler atau
retailstore menjual sesuatu kepada konsumen akhir guna pemakaian nonbisnis, berarti telah melakukan penjualan eceran.
Ritel memiliki fungsi-fungsi penting yang dapat meningkatkan
nilai produk dan jasa yang dijual kepada konsumen dan memudahkan
distribusi produk-produk tersebut bagi pihak yang memproduksinya.
Dalam meningkatkan nilai produk dan jasa yang dijual Utami (2010:1214) dijelaskan tentang fungsi-fungsi tersebut yaitu:
“1) Menyediakan berbagai macam produk dan jasa (assortment). 2)
Memecah (breaking bulk). 3) Perusahaan penyimpanan persediaan
(holding inventory). 4) Penghasilan jasa (Providing services). 5)
Meningkatkan nilai produk dan jasa.”.
Retailing merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa
secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan
rumah tangga dan bukan keperluan bisnis (Tjiptono, 2007:191). Untuk
menjelaskan lebih lanjut menenai retailing berikut pengertian retailing
yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
Menurut Armstrong dan Kotler (2013:352) retailing adalah :
22
“Includes all the activities involved in selling products or service
directly to final consumers for their personal, nonbusiness use.”
Maksudnya adalah meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam
penjualan produk atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk
penggunakan pribadi dan bukan untuk keperluan bisnis.
2.3.2 Jenis-Jenis Pengecer
Menurut Kotler dan Keller (2009:141) terdapat delapan pengecer
utama, yaitu sebagai berikut :
1. Toko khusus (Specialy store) yaitu suatu toko yang khusus menjual
lini produk yang sempit.
2. Toko serba ada (Departement Store) yaitu toko yang menjual
beberapa lini produk.
3. Toko swalayan, yaitu toko swalayan berbiaya rendah, bermarjin
rendah, volume tinggi yang dirancang untuk memenuhi semua
kebutuhan untuk produk makanan dan rumah tangga.
4. Toko kelontong yaitu toko kecil didaerah perumahan, sering buka
24 jam 7 hari, lini terbatas produk perputaran tinggi.
5. Toko diskon yaitu barang standar atau barang khusus; toko dengan
harga murah, marjin rendah, volume tinggi.
6. Pengecer off-price yaitu barang sisa, kelebihan, barang nonreguler
yang dijual dengan harga lebih rendah dari harga eceran.
23
7. Superstore yaitu ruang penjualan yang besar, barang makanan dan
peralatan rumah tangga yang dibeli secara rutin, ditambah jasa
(laundry, perbaikan sepatu, dry clean, penguangan cek).
8. Ruang pamer katalog yaitu berbagai pilihan barang bermerek
dengan harga markup tinggi, dan pergerakan cepat yang dijual
melalui katalog dengan harga diskon, pelanggan memilih barang
ditoko.
2.3.3
Retailing Mix
2.3.3.1 Bauran Eceran (Retailing Mix)
Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur yang strategis
yang digunakan oleh perusahaan untuk mendorong pembeli dalam
melakukan transaksi usahanya dengan pedagang eceran tertentu dan
memenuhi kebutuhan konsumen, serta mencapai tujuan perusahaan.
(Diunduh dari media data-APRINDO)
Menurut Masson, Mayor, F. Ezzel dalam buku Bob Foster
(2008:51) mengemukakan :
“Bauran penjualan eceran adalah semua variabel yang dapat
digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetisi pada
pasar yang dipilih. Dalam variabel penjualan eceran termasuk
produk, harga, pajangan, promosi, penjualan eceran secara pribadi,
dan pelayanan kepada konsumen (customer service)”.
24
Strategi bauran ritel apabila dapat dijalankan dengan baik oleh
peritel maka akan berpengaruh pada citra toko perusahaan ritel tersebut,
sehingga image perusahaan akan menjadi bagus dimata masyarakat.
Sedangkan menurut Ma’ruf (2005:114) tentang bauran ritel (retailing
mix) terdiri dari lokasi, produk, harga, promosi, suasana toko, dan
pelayanan ritel.
1. Lokasi
Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel
(marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih
sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis,
meskipun keduanya menjual produk yang sama. Daftar checklist
berikut ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia
(Ma’ruf, 2005).
a. Populasi : Besarnya populasi, tingkat pendapatan, pekerjaan,
industri setempat, tingkat pengangguran, kepadatan rumah dan
penduduk, usia perumahan, klasifikasi lingkungan/tetangga, tingkat
kepemilikan rumah, gaya hidup, kelompok suku, pola belanja
sekarang, dll.
b. Kemudahan akses : Arus pejalan kaki, rute masuk pejalan kaki,
transportasi umum (jenis, biaya, kemudahan, potensi), tingkat
kepemilikan
mobil,
jaringan
jalan
(kondisi,
kepadatan,
pembatasan), parkir (kapasitas, kemudahan, biaya, potensi), dll.
25
c. Pesaing : Kegiatan ritel sekarang (pesaing langsung, pesaing tidak
langsung, toko utama, daya tarik lingkungan, kesesuaian), kondisi
ritel (area penjualan, perkiraan perputaran, analisis produk, area
perdaganggan, usia gerai, parkir), indeks kejenuhan, potensi
persaingan (ekspansi gerai, peremajaan/renovasi gerai, lokasi
kosong), dll.
d. Biaya : harga, syarat leasing, persiapan situs gerai, larangan dalam
membangun, ketersediaan dan penggajian staf, biaya antaran,
biaya/media promosi, dll.
2. Produk (Merchandising)
Merchandise merupakan produk-produk yang akan dijual peritel dalam
gerainya. Kegiatan pengadaan barang yang sesuai dengan bisnis yang
dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan
rumah tangga, produk umum lainnya) untuk disediakan dalam toko
pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai pasar
sasaran toko atau perusahaan ritel.
Definisi produk menurut Stanton dan Alma (2005:139), yaitu:
“Seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud,
termasuk di dalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik,
nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik
serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna
memuaskan keinginanya”.
Menurut Ma’ruf (2005:135):
26
“Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang
sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dengan
jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko
atau perusahaan ritel”
2.4
Promosi
Promosi merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena
promosi berperan dalam pengenalan dan memberi penjelasan produk ke
konsumen.Promosi dan produk tidak dapat dipisahkan, karena dua hal
tersebut harus memiliki keseimbangan. Produk yang baik harus bisa
diiringi dengan cara promosi yang tepat. Agar promosi bisa berjalan
dengan tepat, produk harus memiliki merek agar mudah dikenal.Sehingga
dengan promosi, citra merek dapat terbentuk.
Menurut Belch dan Belch (2007) : definisi promosi yaitu:
“The coordination of all seller – initiated effort to set up chanels of
information and persuation to sell goods and services or to
promote an idea”.
Artinya: koordinasi semua upaya penjual berinisiatif untuk
mendirikan chanels informasi dan persuasi untuk menjual dan pelayanan
yang baik atau untuk mempromosikan ide.
Sedangkan menurut Buchory (2010:4) definisi promosi yaitu:
“Proses pemasaran terdiri atas analisis peluang-peluang pasar,
penelitian dan pemilihan pasar sasaran,pengembangan strategi
27
pasar,perencanaan program pemasaran, pengorganisasian, dan
pelaksanaan serta pengendalian upaya pemasaran”
Dapat disimpulkan bahwa dalam promosi harus memonitor terus
perubahan perubahan baik di lingkungan makro maupun di lingkungan
mikro ,dan diupayakan mendapatkan informasi yang akurat untuk
dijadikan pegangan dalam pengambilan keputusan.
2.4.1
Citra (image)
Citra merupakan hal yang penting bagi sebuah produk, karena citra
yang baik akan mempengaruhi nilai sebuah produk. Menurut Kotler dan
Keller (2009:406), citra adalah sebagai berikut :
“Citra merupakan sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang
dipegang seseorang tentang sebuah objek.”
Citra akan terbentuk dalam jangka waktu tertentu, sebab ini
merupakan akumulasi persepsi terhadap suatu objek, apa yang terpikirkan,
diketahui, dialami yang masuk ke dalam memori seseorang berdasarkan
masukan-masukan dari berbagai sumber sepanjang waktu (Alma,
2007:148). Agar citra dapat tertanam dengan benar dibenak konsumen,
maka pemasaran harus memperlihatkan merek dalam semua aspek
pemasaran.
2.4.2
Merek (brand)
Sebuah produk baik barang atau jasa, harus mempunyai merek,
karena merek sebagai identitas pada produk.Dengan merek, perusahaan
28
mengharapkan agar konsumen kesan tersendiri terhadap produk yang
dipasarkan. Berikut pengertian merek menurut Etzal, Walker, Stanton
(2004:260) sebagai berikut :
“Brand is a name and/or mark intended to identify the product of
one seller or group of sellers and to differentiate the product from
competing products.”
Yang dapat diartikan bahwa merek adalah sebuah nama dan/atau
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk dari satu penjual atau
kelompok dari penjual dan untuk membedakan produk dari pesaing.
Menurut Alma (2007:150) terdapat tiga syarat untuk memilih merek yaitu
mudah diingat, menimbulkan kesan positif, dan tepat untuk promosi.
Sedangkan definisi merek menurut Aaker dan Wijaja (2005:10),
yaitu:
“Sebuah nama ataupun simbol yang bertujuan untuk membedakan
dan mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual
ataupun sekelompok penjual yang merupakan pesaing mereka”
Adapun definisi merek menurut Tybout dan Carpenter (2001:7677), mengemukakan bahwa merek yaitu:
“ Sebuah nama, simbol atau pekerjaan yang berhubungan dengan
produk maupun layanan yang melampirkan makna psikologis
kepada pembeli”.
Dapat disimpulkan bahwa merek merupakan sesuatu yang dapat
beruapa tanda gambar, simbol, nama, huruf-huruf, angka-angka, susunan
29
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya untuk
membedakan sebuah produk dengan produk pesaing melalu keunikan serta
segala sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan
dengan tujuan untuk menjalin sebuah hubungan yang erat antara
konsumen dan perusahaan melalui sebuah makna psikologis.
2.4.3
Citra Merek (brand image)
Citra merek pada dasarnya sebagai pandangan atau persepsi
konsumen terhadap suatu produk. Citra merek bisa terbentuk karena
pemasar
menyampaikan
merek
kepada
konsumen
dengan
cara
mengkomunikasikannya.
Menurut Kotler dan Keller (2009:402), citra merek adalah :
“Persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti
yang dicerminkan dalam asosiasi yang tertanam dalam ingatan
konsumen.”
Sedangkan menurut Solihin (2004:19) citra merek adalah :
“Brand image adalah segala sesuatu tentang merek suatu produk
yang dipikirkan, dirasakan, divisualisasi oleh konsumen.”
Sedangkan menurut Sutisna (2005:83) citra merek yaitu:
“ Mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan
bentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek
itu”.
30
Jadi dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) adalah
persepsi sesuatu tentang merek yang dipikirkan, dirasakan, divisualisasi
dalam ingatan konsumen.
2.5
Jasa (Pelayanan)
Pada umumnya masyarakat mendefinisikan bahwa produk hanya
berupa barang, namun produk juga dapat berupa jasa. Pengertian jasa
menurut Tjiptono (2005:23) adalah sebagai berikut :
“ Jasa/layanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang
ditawarkan untuk dijual”
Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler dan Keller (2009:36) adalah :
“Jasa/layanan (service) adalah semua tindakan atau kinerja yang
dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya
tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun”
Selain itu definisi Jasa menurut Saladin(2007:71), yaitu:
“ Kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
menghasilkan kepemilikan apapun”.
Dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan aktivitas atau manfaat
yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain dan tidak berwujud.
Produksi jasa dapat terkait dengan produk fisik ataupun tidak. Jasa
berhubungan dengan kepuasan konsumen, karena jasa dapat langsung
31
dirasakan oleh konsumen sehingga konsumen bisa langsung bisa menilai
bagaimana jasa yang diberikan oleh perusahaan.
2.5.1
Karakteristik Jasa (Pelayanan)
Menurut Tjiptono (2005:24), terdapat empat karakteristik jasa,
yaitu :
1. Tidak Berwujud (Intangibility)
Maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba
sebelum dibeli dan dikonsumsi.
2. Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan.
3. Bervariasi (Variability)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized
output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung
pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan.
4. Mudah Rusak (Perishability)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
2.5.2
Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan,
karena kualitas dapat mempengaruhi penjualan produk. Kualitas produk
yang buruk dapat membuat kecewa konsumen sehingga membuat
keuntungan perusahaan menurun.
Namun kualitas yang baik selalu
diinginkan konsumen dan akan berdampak pada keuntungan perusahaan.
32
Adapun pengertian kualitas Kotler dan Keller (2009:143) yang
dikutip dari American Society for Quality Control adalah :
“Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang
bergantung
pada
kemampuannya
untuk
memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.”
Kemudian pengertian jasa menurut Kotler dan Keller (2009:56)
adalah :
“Sebuah
aktivitas
yang
diasosiasikan
dengan
elemen
intangibility(sesuatu yang abstrak), dimana di dalamnya terjadi
interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa tetapi tidak berakibat
terhadap suatu kepemilikan.”
Sedangkan pengertian kualitas Pelayanan yang diungkapkan oleh
Tjiptono (2005:59) adalah :
“Kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.”
Selain itu definisi kualitas pelayanan menurut Lupiyoadi
(2001:147), yaitu:
“Yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas suatu
perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan
pelayanan kepada konsumen. Keberhasilan perusahaan dalam
memberikan pelayanan yang bermutu kepada para pelanggan akan
33
menentukan
pencapaian
pangsa
pasar
yang
tinggi
serta
meningkatkan profit perusahaan”.
Pada dasarnya kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan
keinginan dan kebutuhan konsumen.Ada dua faktor yang mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu yang diharapkan (expected service)dan yang dirasakan
(perceived service).Jadi, jika apa yang diharapkan konsumen tidak sesuai
dengan yang dirasakan, kemungkinan konsumen akan meninggalkan
produk dan beralih ke produk lain. Namun jika yang diharapkan konsumen
sesuai dengan yang dirasakan, maka konsumen akan puas dan
kemungkinan akan menggunakan produk kembali. Sehingga kualitas jasa
bergantung pada perusahaan yang menyediakan jasa untuk selalu
memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang diharapkan
konsumen.
2.5.3
Restoran
Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi
secara komersial, yang menyelengarakan. Pelayanan dengan baik kepada
semua tamuna baik berupa makan maupun minum. Restoran ada yang
berlokasi dalam suatu hotel, kantor maupun pabrik, dan banyak yang
berdiri sendiri di luar bangunan itu. Ada beberapa definisi mengenai
pengertian restoran menurut beberapa ahli yaitu :
Restoran Menurut Marsum (2007:4) definisi restoran yaitu:
34
“suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial,
yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua
tamunya baik berupa makan maupun minum”.
Restoran Menurut Endar Sugiarto dan Sri Sulartiningrum,
(2010:2) definisi restoran yaitu :
“ Restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja –
meja yang tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma
semerbak dari dapur dan pelayanan para pramusaji, berdentingnya
bunyi – bunyian kecil karena persentuhan gelas – gelas kaca,
porselin, menyebabkan suasana hidup di dalamnya”
Selain itu definisi restauran menurut Suarthana (2006:23), yaitu:
“Tempat usaha yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum di
tempat usahanya”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa restoran adalah
tempat usaha yang melayani tamu yang datang dengan ruang
lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman yang
bersifat komersial.
2.5.4
Faktor-Faktor Penilaian Kualitas Pelayanan
Sebagai penyedia pelayanan, perusahaan harus bisa memenuhi
harapan konsumen dengan jasa yang berkualitas. Untuk menentukan
35
pelayanan berkualitas atau tidak, terdapat lima faktor-faktor penialaian
kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam
Tjiptono (2005:70),
yaitu sebagai berikut :
1. Tangibles (Bukti langsung)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal.Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.Yang
meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
2. Reliability (Kehandalan)
Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan
harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan
dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness (Ketanggapan)
Kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian
informasi yang jelas.
4. Assurance (Jaminan dan kepastian)
36
Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi,
kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun
5. Emphaty (Empati)
Memberikan perhatian yang tulus dan brsifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu untuk pengoperasian
yang nyaman bagi pelanggan.
Untuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran terhadap kualitas
pelayanan Steak Ranjang Bandung ini akan menggunakan dimensi
kualitas pelayanan yang dikemukan oleh Parasuraman. Karena
dimensi yang paling popular dan banyak digunakan bagi penelitian
kualitas pelayanan.
2.6
Perilaku Konsumen
2.6.1
Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen pada haikaknya untuk memahami “ mengapa
konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan
Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah
suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan
untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan
37
energi). Konsumen memeliki keragaman yang menarik untuk dipelajari
karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang
budaya, pendidikan dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh sebab itu,
sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berprilaku dn
faktor-faktor apa saya yang mempengaruhi perilaku tersebut.
Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008;214):
“Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok
dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan
barang, jasa ide atau pengalaman untuk memuaskan keinginan dan
kebutuhan mereka”
Definisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk
(2008:6):
“Perilaku konsumen menggambarkan cara individu mengambil
keputusan untuk memanfaatka sumber daya mereka yang tersedia
(waktu,
uang,
usaha)
guna
membeli
barang-barang
yang
berhubungan dnegan konsumsi.”
Selain itu definisi perilaku konsumen menurut Sumarwan
(2003:25), yaitu:
“Tindakan
yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini”.
38
Dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan
tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, emnggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau
kegiatan mengevaluasi.
2.7
Niat Beli Ulang
2.7.1
Pengertian Niat Beli
Niat beli merupakan sebuah proses dalam pembelian sebagai
kecenderungan untuk membeli suatu barang atau jasa pada waktu yang
akan datang. Berbeda dengan pembelian akrual yang pembeliannya benarbenar dilakukan oleh konsumen.
Definisi niat beli menurut Mowen dan Miror (2007:43) yang
dalam Rustamat dan Andjarwati (2013) yaitu :
“Niat beli adalah penentuan dari pembeli untuk melakukan suatu
tindakan seperti membeli produk atau jasa.”
Perusahaan atau pemasar harus dapat mengetahui bagaimana niat
beli konsumen pada suatu barang atau jasa, karena hal tersebut dapat
menjadi acuan untuk memprediksi bagaimana perilaku konsumen di waktu
yang akan datang.
2.7.2
Niat Beli Ulang
Niat beli ulang merupakan tindakan membeli suatu produk atau
merek yang dibeli sebelumnya (Schiffman dan Kanuk; 2004:G10). Jadi
jika suatu merek baru dalam kategori produk yang sudah mapan
39
berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik
daripada merek-merek lain, konsumen mungkin mengulangi pembelian
(Schiffman dan Kanuk; 2004:506).
Konsumen membentuk suatu penilaian pembelian dikonsumsinya
akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang
sama. Keinginan untuk membeli ulang sebagai akibat dari kepuasan ini
adalah keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan
menghindari pengalaman yang buruk (Sari:2009).
2.8
Penelitian Sebelumnya
Untuk mendukung kajian teori dari isi penelitian ini, penulis
memasukkan beberapa jurnal sebagai bahan referensi bagi penulis. Jurnal
yang dipilih adalah berdasarkan variabel-variabel yang diteliti, yaitu citra
merek sebagai variabel independen, kualitas jasa sebagai variabel
intervening, dan niat beli konsumen sebagai variabel dependen.
Berikut merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
yang mempunyai kaitan dengan citra merek, kualitas jasa terhadap niat
beli konsumen :
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti
Judul, Tahun, dan
Variabel
Hasil
Sumber Penelitian
1
Herman Analisis
Pengaruh -Harga
Harga
dan
kualitas
40
Ahmadi Harga dan Kualitas -Kualitas
Layanan
layanan
Terhadap Layanan
berpengaruh
searah terhadap minat
Minat Beli Ulang Gas -Minat
Beli beli ulang dan minat
Elpiji 3 Kg dalam Ulang
beli ulang berpengaruh
Meningkatkan
terhadap
Citra -Citra
Perusahaan. (2013)
Sumber
Perusahaan
citra
perusahaan.
:
http://www.unmermad
iun.ac.id/repository_ju
rnal_penelitian/Jurnal
%20Ekomaks/Jurnal%
20Ekomaks%202013/
Maret/6_Herman%20
Ahmadi_Hal%207789.pdf
2
Ni
Pengaruh Citra Toko - Citra Toko
Citra toko berpengaruh
Made
terhadap
positif dan signifikan
Dhian
Pelanggan dan Niat Pelanggan
Rani
Beli
Yuliant
Circle
i,
Kepuasan -Kepuasan
Ulang
K
di
pada -Niat
Kota Ulang
Ni Denpasar. (2014)
Wayan
Sumber
terhadap
Beli pelanggan,
pelanggan
toko
:
kepuasan
kepuasan
dan
citra
berpengaruh
positif dan signifikan
41
Sri
http://ojs.unud.ac.id/in
Suprapt
dex.php/jmbk/article/d
i,
terhadap niat beli ulang.
dan ownload/8075/6089
Ni
Nyoma
n Kerta
Yasa
3
Dessy
Pengaruh
Puspita
Sari
Persepsi -Persepsi
Persepsi
kualitas
Kualitas Layanan dan Kualitas
layanan
berpengaruh
Kepuasan
Pelanggan -Kepuasan
secara positif pada niat
pada Niat Pembelian Pelanggan
pembelian ulang dan
Ulang
kepuasan
Konsumen. -Niat
(2009)
Sumber
Pembelian
: Ulang
pelanggan
memoderasi hubungan
antara persepsi kualitas
http://www.stieykpn.a Konsumen
layanan
c.id/downloads/journa
pembelian
l/jeb/jeb_vol_3_no_1_
diterima.
dengan
maret_2009.pdf
Tabel 2.1 dapat dilihat terdapat beberapa penelitian yang
menunjukkan adanya pengaruh antara citra merek dan niat beli ulang yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Herman Ahmadi juga penelitian oleh Ni
Made Dhian Rani Yulianti, Ni Wayan Sri Suprapti, dan Ni Nyoman Kerta
niat
ulang
42
Yasa . Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Dessy Puspita Sari
yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap niat beli
ulang.
2.9
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka
pemikiran
dimaksudkan
untuk
menggambarkan
paradigma pelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian. Dalam
kerangka pemikiran tersebut terdapat dua variable independen (citra merek
dan kualitas pelayanan) yang mempengaruhi variable dependen (Niat Beli
Ulang). Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti pengaruh citra merek
dan kualitas pelayanan terhadap niat beli ulang konsumen di Steak
Ranjang Bandung.
Diantara variabel pemasaran,ada citra merek dan kualitas
pelayanan. Variabel tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan oleh
perusahaan, karena citra merek dan kualitas pelayanan dapat menjadi
ketertarikan konsumen untuk menggunakan produk atau jasa.
Citra merek berkaitan dengan bagaimana persepsi konsumen
tentang suatu merek. Jika perusahaan memiliki citra merek yang positif
maka kemungkinan konsumen berniat melakukan pembelian dan
berdampak pada keuntungan perusahaan. Namun jika citra merek
perusahaan negatif maka kemungkinan pula konsumen enggan untuk
melakukan pembelian didukung oleh pendapat Rangkuti (2002;43),
mengenai pengertian Citra merek yaitu:
“Sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen”
43
Menurut Kotler dan Amstrong (2001;225):
“Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai
merek tertentu”
Sedangkan menurut Tjiptono(2005:49) pengertian citra merek
adalah:
“Deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap
merek tertentu”
Merek merupakan hal yang sangat penting karena konsumen saat
ini memilih produk dengan melihat citra merek terlebih dahulu sebelum
melakukan pembelian. Merek tidak hanya sebuah nama, istilah atau
symbol dari sebuah produk, lebih dari itu merek merupakan identitas
untuk membedakan produk yang dihasilkan perusahaan dengan produk
pesaing. Dengan adanya identitas khusus hal ini akan mempermudah
konsumen untuk mengenali produk dan melakukan pembelian produk
yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Selain itu merek memungkinkan
perusahaan untuk mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu
produk (http://www.msuyanto.com, diakses 26 oktober 2008).
Kualitas jasa berhubungan dengan pelayanan yang diberikan
perusahaan kepada konsumen. Perusahaan harus memberikan pelayanan
yang kepada konsumen karena pelayanan berkaitan dengan kepuasan
konsumen. Pelayanan yang diberikan harus sesuai atau bahkan melebihi
harapan dari konsumen.
44
Tjiptono (2004:59) menyatakan kualitas jasa adalah sebagai
berikut:
“kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
Niat beli ulang dapat tumbuh jika konsumen memiliki kebutuhan,
kesukaan, keinginan, dan pengalaman. Konsumen memiliki niat beli yang
berbeda-beda, dan niat beli tidak dapat diukur dan diketahui oleh orang
lain karena niat beli terdapat dalam konsumen itu sendiri.
kerangka
pemikiran
diatas,
penulis
Berdasarkan
menggambarkan
kerangka
pemikirannya seperti gambar dibawah ini:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Manajemen
Pemasaran
Perilaku
Konsumen
Jasa
(Retail)
(
Citra Merek
(X1)
Kualitas
Pelayanan (X2)
Niat Beli Ulang (Y)
45
Keterangan:
: Faktor yang tidak diteliti
: Faktor yang diteliti
Setelah mengetahui kerangka pemikiran berdasarkan fenomena yang
terjadi maka penulis dapat menyusun paradigma penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.2
Paradigma Penelitian
Citra Merek
-
Pengakuan
Reputasi
Hubungan
emosional
Lingkup
Hamel dan Prahalad
(2011)
Kualitas Pelayanan
-
Emphaty
Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
Fandy Tjiptono
(2005)
Niat beli Ulang
- Waktu
- Tempat
- Hambatan
Schiffman dan
Kanuk (2004)
46
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas penulis dapat menarik suatu
hipotesis mengenai pengaruh citra merek dan kualitas pelayanan terhadap niat beli
ulang yaitu:
“Jika Citra Merek Kuat dan kualitas pelayanan ditingkatkan maka niat
beli ulang akan terbentuk”
maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1
Citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli ulang
konsumen Steak Ranjang.
H2
Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli
ulang konsumen Steak Ranjang.
H3
Citra merek dan kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap niat beli ulang konsumen Steak Ranjang secara simultan.
Download