II LANDASAN TEORI

advertisement
II
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah
Sistem Distribusi Tenaga Listrik adalah kelistrikan tenaga listrik mulai
dari Gardu Induk / pusat listrik yang memasok ke beban menggunakan
tegangan 20 kV dan 400 V. Jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV
adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk
menggunakan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran
Udara Tegangan Menengah (SUTM). Jaringan distribusi sekunder adalah
jaringan yang dipasok dari Gardu Distribusi ke beban dengan tegangan 380400 V (fasa-fasa) dan 220-231 (fasa-netral).
2.2. Pengertian Gangguan dan Klasifikasi Gangguan
Gangguan adalah suatu ketidaknormalan dalam sistem tenaga listrik
yang mengakibatkan aliran arus yang tidak seimbang dalam sistem tiga
fasa1. Gangguan dapat juga didefinisikan sebagai semua kecacatan yang
mengganggu aliran normal arus ke beban. Tujuan dilakukan analisis
gangguan adalah:
1
Wahyudin Sarimun Nindiyobudoyo, Proteksi Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Garamond,
Depok, 2012, hlm. 66
7
8
1. Penyelidikan terhadap kehandalan kerja sistem proteksi.
2. Untuk mengetahui kapasitas rating maksimum dari pemutus tenaga.
3. Untuk mengetahui distribusi dan besarnya arus gangguan hubung singkat
pada saat terjadi gangguan.
Gangguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan kesimetrisannya
a. Gangguan asimetris, yaitu gangguan yang mengakibatkan tegangan
dan arus yang mengalir pada setiap fasa menjadi tidak seimbang.
Gangguan asimetris terdiri dari:

Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.

Gangguan hubung singkat dua fasa.

Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah.
b. Gangguan simetris, yaitu gangguan yang terjadi pada semua fasa,
sehingga tegangan dan arus yang mengalir tetap seimbang pada saat
terjadi gangguan. Gangguan simetris terdiri dari:

Gangguan hubung singkat tiga fasa.

Gangguan hubung singkat tiga fasa ke tanah.
2. Berdasarkan durasinya
a. Gangguan Transient (temporer), merupakan gangguan yang akan
hilang dengan sendirinya setelah pemutus tenaga terbuka dari sistem
untuk waktu yang singkat, kemudian dihubungkan kembali.
9
Contohnya adalah gangguan sesaat akibat ranting pohon yang
menyentuh penghantar udara.
b. Gangguan permanen, merupakan gangguan yang tidak hilang setelah
pemutus tenaga terbuka dari sistem untuk waktu yang singkat,
kemudian dihubungkan kembali.
Selain klasifikasi tersebut, terbukanya pemutus tenaga juga dapat
diakibatkan karena terjadinya kerusakan pada relay proteksi, kabel kontrol,
dan pengaruh luar lainnya, seperti induksi atau interferensi.
2.3. Metode Komponen Simetris Untuk Perhitungan Arus Gangguan
Hubung Singkat
Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik umumnya adalah
gangguan asimetris, dimana gangguan tersebut membuat tegangan dan arus
yang mengalir pada setiap fasa menjadi tidak seimbang2.
Pada tahun 1918, C.L. Fortesque menemukan suatu metode yang
dapat digunakan untuk menganalisis sistem tiga fasa yang tidak seimbang.
Fortesque membuktikan bahwa suatu sistem yang tidak seimbang yang
terdiri dari tegangan atau arus yang tidak seimbang antar fasanya dapat
dipecah menjadi tiga komponen simetris dari sistem tiga fasa yang
seimbang3. Tiga komponen simetris tersebut adalah:
2
1.
Komponen Urutan Positif (Positive Sequence Components)
2.
Komponen Urutan Negatif (Negative Sequence Components)
3.
Komponen Urutan Nol (Zero Sequence Components)
Ibid., hlm 83
Charles L. Fortescue, Method of Symmetrical Co-Ordinates Applied to the Solution of Polyphase
Networks, dipublikasikan dalam: AIEE Transactions, vol. 37, bagian II, 1914, hlm 1027-1140.
3
10
2.3.1. Komponen Urutan Positif (Positive Sequence Components)
Merupakan komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama
besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120o,
dan mempunyai urutan fasa yang sama dengan fasor aslinya
(ditandai dengan subscript 1). Saat sistem berada dalam kondisi
normal, hanya terdapat arus dan tegangan urutan positif saja,
sehingga impedansi sistem pada kondisi normal adalah impedansi
urutan positif. Ketika terjadi gangguan, cabang yang terganggu pada
sistem dapat digantikan dengan perubahan tegangan ΔV = V – V1
dan semua sumber tegangan yang ada pada sistem dihubung singkat,
sehingga akan diperoleh arus gangguan ΔI yang mengalir ke dalam
sistem, yaitu:
ΔI = −
(
)
.................................................... (2.1)
dan ΔI = I – I1 ........................................................... (2.2)
Karena arus awal sistem sebelum terjadi gangguan adalah nol,
maka arus yang mengalir di cabang yang mengalami gangguan
sebesar I1 = -ΔI, sehingga didapatkan V1 = V – I1Z1
Persamaan di atas merupakan persamaan komponen urutan
positif arus dan tegangan pada cabang yang mengalami gangguan.
2.3.2. Komponen Urutan Negatif (Negative Sequence Components)
Merupakan komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama
besarnya, terpisah satu dengan yang lain dengan fasa sebesar 120o,
11
dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya
(ditandai dengan subscript 2).
Jika pada kondisi normal hanya terdapat komponen urutan
positif, maka komponen urutan negatif hanya ada pada saat
terjadinya gangguan. Karena tidak ada komponen urutan negatif
sebelum terjadi gangguan, maka apabila terjadi gangguan akan
timbul perubahan tegangan sebesar –V2, dan arus I2 yang mengalir
dari sistem ke gangguan berikut:
I =−
........................................................... (2.3)
V2 = - I2Z2 ......................................................... (2.4)
Z2 merupakan impedansi urutan negatif dan pada umumnya
sama dengan impedansi urutan positif.
2.3.3. Komponen Urutan Nol (Zero Sequence Components)
Merupakan komponen yang terdiri dari tiga fasor yang sama
besarnya dan tidak ada pergeseran fasa antara fasor yang satu dengan
yang lain (ditandai dengan subscript 0). Persamaan untuk komponen
urutan nol saat terjadi gangguan yaitu:
I =−
........................................................... (2.5)
V0 = - I0Z0 ......................................................... (2.6)
Arus dan tegangan pada komponen urutan nol adalah sefasa,
oleh karena itu agar arus urutan nol dapat mengalir dalam sistem,
diperlukan
adanya
jalan balik (return
connection)
melalui
pentanahan netral sistem. Impedansi urutan nol umumnya tidak sama
12
dengan impedansi urutan positif dan tergantung dari bebarapa faktor,
seperti jenis peralatan sistem, cara menghubungkan belitan (Δ atau
Y), dan cara pentanahan titik netral.
Gambar ketiga himpunan komponen simetris adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.1. Komponen Simetris
2.4. Gangguan Hubung Singkat
Dalam proteksi sistem tenaga listrik, sangat penting untuk mengetahui
distribusi arus dan tegangan di berbagai tempat sebagai akibat timbulnya
gangguan. Karakteristik kerja relay proteksi dipengaruhi oleh besaran energi
yang dimonitor oleh relay seperti arus atau tegangan. Dengan mengetahui
distribusi arus dan tegangan diberbagai tempat maka seorang insinyur
proteksi dapat menentukan setelan (setting) untuk relay proteksi dan rating
dari pemutus tenaga / circuit breaker (CB) yang akan digunakan.
Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam sistem
kelistrikan ada tiga, yaitu:
1. Gangguan hubung singkat tiga fasa,
2. Gangguan hubung singkat dua fasa, dan
13
3. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.
Pada ketiga gangguan hubung singkat di atas, arus gangguannya
dihitung menggunakan hokum Ohm, yaitu:
I =
dimana;
................................................................................. (2.7)
I : Arus yang mengalir pada hambatan Z (Ampere)
V : Tegangan sumber (Volt)
Z : Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi
dalam jaringan dari sumber tegangan sampai titik gangguan.
Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan besarnya nilai
impedansi tiap komponen jaringan, serta bentuk konfigurasi jaringan di
dalam sistem, maka besarnya arus hubung singkat dapat dihitung
menggunakan rumus di atas.
Perbedaan antara gangguan hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, dan 1 fasa
ke tanah adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan jenis gangguan dan
tegangan yang menyuplai arus ke titik gangguan. Impedansi yang terbentuk
dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Z untuk gangguan 3 fasa
Z = Z1
Z untuk gangguan 2 fasa
Z = Z1 + Z2
Z untuk gangguan 3 fasa
Z = Z1 + Z2 + Z0
Dimana,
Z1 : Imedansi urutan positif
Z2 : Impedansi urutan negatif
Z0 : Impedansi urutan nol
14
2.5. Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat
Perhitungan arus hubung singkat pada sistem 20 kV yang disuplai dari
Gardu Induk dilakukan dengan menghitung impedansi sumber (dalam hal
ini diambil dari data hubung singkat pada rel 150 kV), menghitung reaktansi
trafo tenaga, dan menghitung impedansi penyulang.
Gambar 2.2.Single Line Diagram Gardu Induk
2.5.1. Menghitung Impedansi Sumber
Untuk menghitung impedansi sumber, diperlukan data hubung
singkat pada rel primer trafo.
X =
................................................................. (2.8)
Impedansi sumber ini adalah nilai impedansi pada sisi primer.
Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat pada sisi
sekunder, maka impedansi sumber tersebut harus dikonversikan
dahulu ke sisi sekunder. Besarnya impedansi yang terletak pada sisi
sekunder adalah sebagai berikut:
X
=
........................................ (2.9)
2.5.2. Menghitung Reaktansi Trafo
X (pada100%) = (
)
................................ (2.10)
15
Nilai reaktansi trafo tenaga:
Reaktansi urutan positif dan negative (Xt1 = Xt2)
Xt = Xt % x Xt (pada 100%) ................................... (2.11)
Reaktansi
urutan
nol didapat dengan memperhitungkan
kapasitas belitan delta yang ada dalam trafo itu.
1. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan ∆/Y, dimana
kapasitas belitan delta sama besar dengan kapasitas belitan
Y, maka Xt0 = Xt1.
2. Untuk trafo tenaga dengan belitan Yyd, dimana kapasitas
belitan delta biasanya sepertiga dari kapasitas belitan Y,
maka nilai Xt0 = 3Xt1.
3. Untuk trafo tenaga dengan hubungan YY dan tidak
mempunyai belitan delta di dalamnya, maka besarnya Xt 0
berkisar antara 9 sampai dengan 14 Xt1.
2.5.3. Menghitung Impedansi Penyulang
Nilai impedansi penyulang tergantung dari besarnya total
impedansi per meter penyulang yang bersangkutan, dimana
ditentukan dari konfigurasi jaringan dan jenis penghantar yang
digunakan. Besarnya impedansi penyulang adalah sebesar:
Z = (R + jX) Ω/km .................................................. (2.12)
Dengan demikian, nilai impedansi penyulang untuk lokasi
gangguan disimulasikan pada lokasi dengan jarak 0% sampai dengan
100% panjang penyulang. Jarak 0% adalah titik gangguan tepat di
16
depan sistem proteksi, sedangkan jarak 100% adalah titik gangguan
di pangkal penyulang.
2.5.4. Menghitung Impedansi Ekivalen Jaringan
Perhitungan impedansi ekivalen jaringan adalah perhitungan
besarnya nilai impedansi positif (Z1 eq), negatif (Z2 eq), dan nol (Z0 eq)
dari titik gangguan sampai ke sumber.
Impedansi yang terbentuk dari sumber ke titik gangguan adalah
tersambung seri, maka perhitungan Z1
eq
dan Z2
eq
dapat langsung
menjumlahkan impedansi-impedansi tersebut. Sedangkan untuk
perhitungan Z0
eq
dimulai dari titik gangguan sampai ke titik netral
trafo tenaga yang ditanahkan.
Perhitungan Z1 eq dan Z2 eq :
Z1 eq = Z2 eq = Zs1 + Zt1 + Z1 penyulang ......................... (2.13)
dimana; Zs1 : Impedansi sumber (Ω)
Zt1 : Impedansi trafo (Ω)
Z1 : Impedansi penyulang (Ω)
Perhitungan Z0 eq (untuk trafo Yyd dengan belitan delta):
Z0 eq = Zt0 + 3RN + Z0 penyulang .................................. (2.14)
Setelah impedansi urutan positif, negatif, dan nol didapatkan,
impedansi ekivalen total dihitung sesuai gangguan hubung singkat
yang terjadi (hubung singkat 3 fasa, 2 fasa, atau 1 fasa).
17
2.5.5. Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa pada Sistem 20 kV
Gambar 2.3. Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa
Gangguan hubung singkat 3 fasa dihitung menggunakan rumus
hukum ohm, yaitu:
I
=
....................................................... (2.15)
dimana; Ihs 3 fasa : Arus hubung singkat 3 fasa (A)
Vph
: Tegangan fasa – netral (V)
Z1 eq
: Impedansi ekivalen urutan positif (Ω)
2.5.6. Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa pada Sistem 20 kV
Gambar 2.4. Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa
Gangguan hubung singkat 2 fasa dihitung menggunakan rumus
hukum ohm, yaitu:
I
=
.............................................. (2.16)
dimana; Ihs 2 fasa : Arus hubung singkat 2 fasa (A)
Vph-ph
: Tegangan fasa – fasa (V)
18
Z1 eq
: Impedansi ekivalen urutan positif (Ω)
Z2 eq
: Impedansi ekivalen urutan negatif (Ω)
2.5.7. Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah pada Sistem 20 kV
Gambar 2.5. Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa
Besarnya arus gangguan hubung singkat 1 fasa dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
I
= 3xI =
........................ (2.17)
dimana; Ihs 1 fasa : Arus hubung singkat 1 fasa (A)
Vph
: Tegangan fasa – netral (V)
Z1 eq
: Impedansi urutan positif (Ω)
Z2 eq
: Impedansi urutan negatif (Ω)
Z0 eq
: Impedansi urutan nol (Ω)
2.6. Dasar Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Suatu sistem tenaga listrik tidak selamanya berjalan ideal, karena
dalam kenyataannya dapat terjadi suatu kondisi abnormal (seperti adanya
gangguan atau terjadinya short circuit). Kondisi abnormal tersebut dapat
membahayakan sistem secara keseluruhan, sehingga diperlukan adanya
19
sistem proteksi yang dapat meminimalkan efek dari kondisi abnormal
tersebut. Fungsi dari sistem proteksi adalah untuk mengidentifikasi
gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain
yang masih normal (tidak terganggu) serta sekaligus mengamankan bagian
yang masih normal tersebut dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar.
Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat terjadi di pembangkit, jaringan
transmisi maupun jaringan distribusi. Dimanapun gangguan itu terjadi,
sistem proteksi harus dapat mengidentifikasi dan memisahkan bagian yang
terganggu secepat mungkin.
Relay proteksi sebagai komponen utama sistem proteksi tenaga listrik
dalam melaksanakan tugasnya yaitu untuk mengidentifikasi gangguan, harus
memenuhi beberapa persyaratan keandalan, yaitu:
1.
Sensitivitas
Merupakan kemampuan sistem proteksi untuk mengidentifikasi
adanya ketidaknormalan atau gangguan yang berada di dalam
daerah yang diproteksinya.
2.
Selektivitas
Koordinasi dari sistem proteksi, dimana jika terjadi gangguan,
relay hanya membuka pemutus tenaga yang diperlukan saja (tidak
menyebabkan pemutusan/pemadaman jaringan yang lebih luas).
3.
Keamanan
Kemampuan sistem proteksi untuk menjamin peralatan proteksi
akan bekerja jika terjadi suatu gangguan dan tidak akan bekerja
jika tidak terjadi gangguan.
20
4.
Kecepatan
Ketika terjadi gangguan, komponen proteksi harus dapat
memberikan respon waktu yang tepat, sesuai dengan koordinasi
yang diinginkan.
Dua syarat dasar yang harus dipenuhi agar sistem proteksi dapat
bekerja mengisolasi bagian sistem yang terganggu, yaitu:
1. Sistem tenaga listrik harus memiliki jumlah pemutus tenaga yang
cukup untuk dapat melakukan isolasi pada bagian yang terganggu.
2. Setiap pemutus tenaga harus dilengkapi dengan suatu alat kontrol
yang dapat mendeteksi kondisi abnormal, dan membuka pemutus
tenaga yang diperlukan untuk mengisolasi kondisi abnormal
tersebut.
Untuk dapat menerapkan prinsip selektivitas, suatu sistem tenaga
listrik yang terdiri dari banyak pemutus tenaga harus diatur dan
dikoordinasikan sedemikan rupa sehingga pada saat terjadinya kondisi
abnormal, relay dapat membuka hanya pemutus tenaga yang diperlukan saja,
hal inilah yang disebut dengan selective fault clearance. Relay proteksi harus
diberi informasi yang memungkinkan relay untuk membedakan antara
kondisi abnormal yang berada di dalam zona proteksinya (dimana harus
terjadi tripping), dan gangguan eksternal atau arus beban normal (dimana
tidak boleh terjadi tripping). Informasi ini diperoleh dari sistem tenaga
21
listrik, seperti arus, tegangan dan sudut fasa antara keduanya yang diukur
pada saat terjadi gangguan.
2.7. Komponen Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga
listrik dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari sistem tersebut,
seperti arus, tegangan, atau sudut fasa antara keduanya. Informasi yang
diperoleh dari sistem tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan
besarannya dengan besaran ambang-batas (threshold setting) pada peralatan
proteksi. Apabila besaran yang diperoleh dari sistem melebihi setting
ambang-batas peralatan proteksi, maka sistem proteksi akan bekerja untuk
mengamankan kondisi tersebut.
Peralatan proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang
dirancang untuk mengamati kondisi sistem dan melakukan suatu tindakan
berdasarkan kondisi sistem yang diamatinya.
Threshold
Quantitiy
Metered
Quantitiy
Comparison
Element
Decision
Element
Action
Element
Gambar 2.6. Elemen Proteksi Sistem Tenaga Listrik
22
Waktu pemutusan gangguan merupakan waktu total yang dibutuhkan
peralatan proteksi untuk membuka pemutus tenaga, atau disebut juga fault
clearing time.
Tc = Tp + Td + Ta .............................................................. (2.18)
dimana; Tc : clearing time
Tp : comparison time
Td : decision time
Ta : action time
Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu
peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan
proteksi yang lain, agar saat terjadi gangguan hanya peralatan proteksi yang
paling dekat yang bekerja (prinsip selektivitas).
2.7.1. Trafo Tegangan (Voltage Transformer)
Dalam sistem tenaga listrik dikenal berbagai macam tipe dan
konstruksi trafo sesuai dengan aplikasinya. Untuk aplikasi peralatan
proteksi sistem tenaga listrik, khususnya relay, trafo digunakan
untuk mengukur besaran kuantitas sistem (arus atau tegangan) dan
mentransformasikannya ke level yang lebih rendah sebagai input
pengukuran untuk relay. Trafo ini dikenal dengan sebutan instrument
transformer yang terdiri dari trafo tegangan (voltage transformer)
dan trafo arus (current transformer).
23
Trafo tegangan yang digunakan untuk peralatan proteksi
mempunyai prindsip yang sama dengan trafo daya pada sistem
tenaga listrik. Perbedaannya adalah trafo tegangan memiliki rating
daya yang kecil, dengan tegangan tinggi di sisi primer dan tegangan
rendah di sisi sekunder (berkisar antara 100 – 120 Volt rms). Trafo
tegangan
digunakan untuk memberikan sample
atau
input
pengukuran tegangan sistem ke peralatan proteksi. Karena berfungsi
sebagai sampling, trafo tegangan yang digunakan harus memiliki
keakuratan yang tinggi agar hasil pengukurannya tidak terlalu
menyimpang dari tegangan sistem yang sebenarnya.
Gambar 2.7. Trafo Tegangan 20.000 / 100 Volt
Fungsi utama trafo tegangan adalah;
 Menurunkan besaran tegangan sistem tenaga listrik menjadi
besaran tegangan untuk sistem pengukuran atau proteksi.
 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
24
Gambar 2.8. Rangkaian Trafo Tegangan ke Sistem Tenaga Listrik
2.7.2. Trafo Arus (Current Transformer)
Trafo arus merupakan peralatan yang digunakan untuk
mengambil
sample
atau
masukan
arus
sistem
dan
mentransformasikannya ke besaran yang lebih rendah untuk
peralatan proteksi dan pengukuran.
Gambar 2.9. Trafo Arus 20 kV
Fungsi utama trafo arus adalah:
 Menurunkan besaran arus listrik pada sistem tenaga listrik
menjadi besaran arus untuk sistem pengukuran atau proteksi.
 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
25
1
2
3
U
s1 s2 s3
Gambar 2.10. Rangkaian Trafo Arus ke Sistem Tenaga Listrik
Rating dari trafo arus ditentukan berdasarkan rasio arus primer
dengan arus sekunder, seperti 300/5 A, 200/5 A, 100/5 A, 50/5 A,
dan lain-lain. Rating arus sekunder 5 Ampere dan 1 Ampere banyak
digunakan sebagai standard pada trafo arus. Relay proteksi yang
menggunakan arus sekunder trafo arus sebagai masukan antara lain
relay jarak, relay arus lebih, dan relay diferensial.
2.7.3. Relay Proteksi
Relay adalah komponen yang akan memberikan indikasi kondisi
abnormal apabila diberi energi oleh besaran sistem yang tepat. Relay
berfungsi sebagai decision element pada sistem proteksi. Apabila
kontak relay menutup, maka rangkaian-rangkaian trip pemutus
tenaga yang terubung akan mendapat energi, sehingga kontak
breaker terbuka dan mengisolir bagian yang terganggu dari sistem.
26
Beberapa relay berdasarkan fungsinya antara lain:
1. Overcurrent relay
Relay yang bekerja apabila arus yang terdeteksi oleh relay
melebihi setelan nilai ambang batas arusnya.
2. Differential relay
Relay yang dirancang untuk mendeteksi perbedaan antara
arus yang masuk ke dalam zona proteksinya dengan arus yang
keluar. Relay diferensial akan bekerja apabila arus yang masuk
zona proteksinya tidak sama dengan arus yang keluar.
3. Directional relay
Relay yang dirancang untuk mengidentifikasi perbedaan
fasa antara arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa
antar tegangan. Relay ini dapat membedakan apakah gangguan
terjadi di belakang relay (reverse fault) atau di depan relay
(forward fault).
4. Distance relay
Relay ini biasa digunakan untuk proteksi pada saluran
transmisi, karena relay jarak dapat mengukur impedansi untuk
mencapai titik tertentu. Relay jarak dapat bekerja untuk
mendeteksi gangguan hubung singkat yang terjadi antara lokasi
relay dan batas jangkauan yang telah ditentukan.
27
5. Ground fault relay
Relay ini bekerja untuk mendeteksi gangguan hubung singkat ke
tanah dengan mengukur besarnya arus residu yang mengalir ke
tanah.
2.7.4. Pemutus Tenaga (Circuit Breaker)
Pemutus tenaga (PMT) atau circuit breaker (CB) merupakan
peralatan yang digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan
arus listrik sesuai dengan kapasitas ratingnya. PMT dirancang untuk
mampu memutuskan arus beban dan arus gangguan hubung singkat
dalam waktu singkat. Energi mekanik yang diperlukan untuk
membuka kontak utama diperoleh dari gaya pegas, tekanan hidrolik,
tekanan pneumatic, atau kombinasinya.
Pada saat PMT memutuskan atau menghubungkan arus listrik,
akan timbul busur api. Untuk meredam busur api tersebut, digunakan
beberapa bahan peredam busur api, yaitu minyak, udara, atau gas.
Gambar 2.11. Rangkaian Sederhana Relay dan PMT
(halaman ini sengaja dikosongkan)
Download