SKRIPSI − TB141328 PENILAIAN INTANGIBLE ASSET HAK PATEN PADA KOMERSIALISASI PRODUK PENELITIAN PERGURUAN TINGGI X DINA TANDIANA HALIM NRP. 2813 100 045 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. I KETUT GUNARTA, M.T. DOSEN KO-PEMBIMBING GEODITA WORO BRAMANTI S.T., MEngSc. DEPARTEMEN MANAJEMEN BISNIS FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 HALAMAN JUDUL SKRIPSI TB − TB141328 PENILAIAN INTANGIBLE ASSET HAK PATEN PADA KOMERSIALISASI PRODUK PENELITIAN PERGURUAN TINGGI X DINA TANDIANA HALIM NRP. 2813 100 045 DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. I KETUT GUNARTA, M.T. DOSEN KO-PEMBIMBING : GEODITA WORO BRAMANTI, S.T., M.Eng.Sc. DEPARTEMEN MANAJEMEN BISNIS FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 HALAMAN JUDUL UNDERGRADUATE THESIS − TB141328 INTANGIBLE ASSET VALUATION OF PATENT ON X UNIVERSITY RESEARCH PRODUCT COMMERCIALIZATION DINA TANDIANA HALIM NRP. 2813 100 045 SUPERVISOR : Dr. Ir. I KETUT GUNARTA, M.T. CO-SUPERVISOR : GEODITA WORO BRAMANTI, S.T., M.Eng.Sc. DEPARTMENT OF BUSINESS MANAGEMENT FACULTY OF BUSINESS AND TECHNOLOGY MANAGEMENT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 PENILAIAN INTANGIBLE ASSET HAK PATEN PADA KOMERSIALISASI PRODUK PENELITIAN PERGURUAN TINGGI X Nama Mahasiswa : Dina Tandiana Halim NRP : 2813100045 Departemen : Manajemen Bisnis Dosen Pembimbing : Dr. Ir. I Ketut Gunarta, M.T. Dosen Ko-Pembimbing : Geodita Woro Bramanti, S.T., M.Eng.Sc. ABSTRAK Penggunaan intangible asset mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir serta intangible asset menjadi faktor penting dalam keberhasilan proses inovasi perusahaan. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan bisnis yang semakin ketat di dunia yang semakin mengglobal ini. Penciptaan keunggulan kompetitif yang berasal dari aset berwujud sudah sangat marak dan ketat persaingannya. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan mulai memasuki era baru yaitu penciptaan keunggulan kompetitif yang berasal dari intangible asset. Di negara-negara maju, investasi dan penggunaan intangible asset sebagai modal intelektual sudah sangat berkembang, bahkan investasi intangible asset dalam GDP di beberapa negara maju telah melebihi investasi aset berwujud. Perguruan Tinggi X melihat peluang tersebut untuk memanfaatkan paten yang dimilikinya yaitu paten suatu produk hasil penelitian Perguruan Tinggi X. Pemanfaatan tersebut diimplementasikan dengan melakukan license agreement dengan PT Y. Perguruan Tinggi X merupakan pihak pemberi lisensi dan PT Y pihak pembeli lisensi. License agreement yang dilakukan bertujuan untuk mengkomersialisasikan salah satu produk hasil penelitian Perguruan Tinggi X tersebut. Dengan melakukan license agreement, Perguruan Tinggi X akan memberikan sebagian hak patennya kepada PT Y untuk dapat memproduksi dan memasarkan produk penelitian. PT Y tertarik untuk melakukan license agreement tersebut karena melihat adanya potensi dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki produk hasil penelitian Perguruan Tinggi X. Penelitian ini bertujuan untuk menilai intangible asset berupa hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X hingga menghasilkan nilai tunggal dari hak paten dan menghitung tarif royalti yang dapat ditatapkan atas license agreement yang dilakukan dengan PT Y. Pedekatan dan metode yang digunakan dalam melakukan penilaian paten produk penelitian ini adalah Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow. Penelitian ini menghasilkan nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X yaitu sebesar Rp 306.314.276.500 dan tarif royalti sebesar 4,89% dari total penjualan bersih per tahun. Kata kunci : Penilaian Aset tak Berwujud, Penilaian Paten, Aset tak Berwujud, Pendekatan Pendapatan, Metode Discounted Cash Flow i (halaman ini sengaja dikosongkan) ii INTANGIBLE ASSET VALUATION OF PATENT ON X UNIVERSITY RESEARCH PRODUCT COMMERCIALIZATION Name : Dina Tandiana Halim Student Number : 2813100045 Department : Manajemen Bisnis Supervisor : Dr. Ir. I Ketut Gunarta, M.T. Co-supervisor : Geodita Woro Bramanti, S.T., M.Eng.Sc. ABSTRACT In the last few years, the use of intangible assets has increased as intangible assets become critical for the success of the innovation process within ο¬rms. This was caused by the increasing competition in business environtment as world become more and more globalized. The creation of ompetitive advantage derived from tangible assets is already widespread and tight. Therefore, companies start to enter a new era, namely the creation of competitive advantage that derived by intangible assets. In developed countries, investment in intangible asset and use of intangible assets as intellectual capital has been highly developed,. In some of those country, the intangible assets investment has exceeded the tangible asset investments in their GDP. X University, see this condition as an opportunity to exploit their one of their research product patent. The utilization carried out by executing license agreement with PT Y. X University is the licensor while PT Y is the licensee party. The purpose of this license agreement is to commercialize one of the research product patent owned by X University. By undertaking the license agreement, X University gives part of their patent rights to PT Y which make PT Y able to produce and market the research product. PT X intend to do this license agreement because they foresee the potential and the competitive advantages own by the research product. This study aims to appraise the research product patent owned by X University to generate a single value of patents and to determine the royalty rates of patent. The approach and method used in assessing this intangible asset is Income Approach and Discounted Cash Flow Method.. The result of this research shows that the value of X University research product patent equals to Rp 306.314.276.500 and the royalty rate of patent equals to 4,89% from annual total net sales. Kata kunci : Intangible Asset, Intangible Asset Valuation, Patent Valuation, Income Approach, Discounted Cash Flow Method iii (halaman ini sengaja dikosongkan) iv KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Penilaian Intangible Asset Hak Paten Pada Komersialisasi Produk Penelitian Perguruan Tinggi X” dengan baik. Laporan skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi Strata-1 dan memperoleh gelar Sarjana Manajemen, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Laporan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu: 1. Bapak Imam Baihaqi, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Manajemen Bisnis ITS. 2. Bapak Nugroho Priyo Negoro S.T., S.E., M.T. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Bisnis ITS dan dosen wali penulis yang telah mendampingi serta membimbing penulis selama masa perkuliahan. 3. Bapak Dr. Ir. I Ketut Gunarta, M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam membimbing, memberi arahan, dan masukan yang bermanfaat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Geodita Woro Bramanti, S.T., M.Eng.Sc. selaku dosen Ko-Pembimbing yang telah memberikan kritik, saran, serta bantuan yang bermanfaat bagi penulis sehingga membuat penyelesaian skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Bapak Muhammad Saiful Hakim, S.E., M.M. selaku Koordinator Skripsi Jurusan Manajemen Bisnis ITS yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan fasilitas dalam penyelesaian skripsi. 6. Bapak dan Ibu Dosen tim pengajar Jurusan Manajemen Bisnis ITS yang telah banyak memberikan pembelajaran bagi penulis selama kuliah juga selama penyelesaian skripsi ini. 7. Ayah, Mama, dan adik-adik dari penulis yang selalu memberikan semangat dan kekuatan kepada penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas segala doa yang dipanjatkan kedua orang tua penulis, juga atas dukungan mental dan materi v yang telah diberikan. 8. Sahabat-sahabat penulis sejak di bangku SMP yang selalu ada dan senantiasa menemani penulis selama kurang lebih sembilan tahun ini, Mariska Fitriani dan Salsabila Khairunnisa. Terima kasih atas semua do’a, motivasi, semangat, hiburan, dan bantuan yang telah diberikan. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di kampus yang selalu menemani dan memberikan semangat serta keceriaan selama empat tahun penulis berkuiah di Jurusan Manajemen Bisnis ITS, Bella Harum Ashari, Anindita Amalia Putri, Azalia Putri Cahyaning Rahmani, dan Ayu Citra Islami. Terima kasih karena telah banyak membantu penulis selama merantau di Surabaya. 10. Sahabat-sahabat kosan Mulyosari BPD No. 42 yang selalu menemani hari-hari penulis dan malam-malam begadang untuk mengerjakan skripsi, Ni Made Bella Sintya Devi, Silviana Jehan, Avynda Andriani, Ratri Kartika Sari, dan Nadia Aulia. 11. Teman-teman mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis ITS angkatan 2013 dengan nama angkatan Forselory yang bersama-sama penulis melewati likaliku dunia perkuliahan. Terima kasih atas empat tahun kebersamaan, bantuan, dan keceriaan yang telah diberikan. 12. Keluarga Mahasiswa Manajemen Bisnis ITS dan BMSA, atas doa dan dukungan yang diberikan. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala bantuannya kepada penulis dalam pengerjaan skripsi. Surabaya, Juli 2017 Penulis vi DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................... i ABSTRACT ............................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 8 1.5.1. Batasan .............................................................................................. 8 1.5.2. Asumsi .............................................................................................. 8 1.6. Sistematika Penulisan ............................................................................... 8 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 11 2.1. Definisi Aset ........................................................................................... 11 2.2. Klasifikasi Aset ...................................................................................... 12 2.2.1. Aset Lancar ..................................................................................... 12 2.2.2. Aset tidak lancar .............................................................................. 13 2.3. Aset Tak Berwujud (Intangible Asset) ................................................... 15 2.3.1. Karakteristik Intangible Asset ......................................................... 16 2.3.2. Kepentingan Intangible Asset ......................................................... 17 2.4. Struktur Modal ....................................................................................... 18 vii 2.4.1. Trade-off dalam Desain Struktur Modal.......................................... 18 2.4.2. Biaya Modal .................................................................................... 18 2.4.3. Cost of Debt ..................................................................................... 19 2.4.4. Cost of Equity .................................................................................. 20 2.5. Penilaian Intangible Asset ...................................................................... 20 2.5.1. Objektif dari Penilaian ..................................................................... 21 2.5.2. Tujuan dari Penilaian ....................................................................... 21 2.5.3. Proses Penilaian Intangible Asset .................................................... 22 2.5.4. Sumber data dan informasi .............................................................. 23 2.6. Pendekatan Penilaian Intangible Asset ................................................... 24 2.6.1. Pendekatan Biaya (Cost Approach) ................................................. 26 2.6.2. Pendekatan Pasar (Approach Method) ............................................ 28 2.6.3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) ................................... 29 2.7. Paten........................................................................................................ 30 2.7.1. Penilaian Hak Paten ......................................................................... 30 2.7.2. Informasi Umum Mengenai Paten yang Diperlukan ....................... 31 2.8. Kajian Penelitian Terdahu ...................................................................... 33 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 35 3.1. Flowchart Penelitian ............................................................................... 35 3.2. Penjelasan Flowchart Penelitian ............................................................. 37 3.2.1. Tahap Identifikasi Unit Analisis ...................................................... 37 3.2.2. Tahap Pengumpulan Data ................................................................ 37 3.2.3. Tahap Analisis Penilaian Intangible Aset ........................................ 38 3.2.4. Penarikan Kesimpulan ..................................................................... 40 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ................................ 41 4.1. Pengunpulan Data ................................................................................... 41 viii 4.1.1. Investasi Bebas Risiko .................................................................... 41 4.1.2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ......................................... 42 4.1.3. Proyeksi Penjualan Produk ............................................................. 43 4.1.4. Harga Jual Produk ........................................................................... 44 4.1.5. Investasi Aset Tetap ........................................................................ 44 4.1.6. Sumber Pendanaan .......................................................................... 45 4.1.7. Proyeksi Biaya-biaya ...................................................................... 46 4.1.8. Perusahaan Pembanding.................................................................. 46 4.2. Pengolahan Data ..................................................................................... 48 4.2.1. Periode Proyeksi Pendapatan Ekonomi .......................................... 48 4.2.2. Proyeksi Penjualan Bersih Produk .................................................. 48 4.2.3. Proyeksi Harga Pokok Penjualan .................................................... 49 4.2.4. Proyeksi Biaya Pemasaran .............................................................. 50 4.2.5. Proyeksi Biaya Tenaga Kerja .......................................................... 51 4.2.6. Proyeksi Biaya Kompensasi ............................................................ 52 4.2.7. Proyeksi Biaya Perolehan Properti.................................................. 52 4.2.8. Proyeksi Biaya Jasa Pihak Luar ...................................................... 53 4.2.9. Proyeksi Biaya Tetap Pemasaran .................................................... 54 4.2.10. Proyeksi Biaya Tetap Lainnya..................................................... 55 4.2.11. Proyeksi Biaya Umum dan Administrasi .................................... 56 4.2.12. Proyeksi Piutang Usaha ............................................................... 56 4.2.13. Proyeksi Hutang Usaha ............................................................... 57 4.2.14. Proyeksi Perubahan Modal Kerja ................................................ 58 4.2.15. Proyeksi Pendanaan ..................................................................... 59 4.2.16. Proyeksi Harga Perolehan Aset Tetap ......................................... 60 4.2.17. Proyeksi Akumulasi Harga Perolehan Aset Tetap ...................... 61 ix 4.2.18. Proyeksi Biaya Depresiasi ........................................................... 62 4.2.19. Proyeksi Akumulasi Biaya Depresiasi ......................................... 63 4.2.20. Proyeksi Nilai Buku ..................................................................... 63 4.2.21. Proyeksi Laporan Laba Rugai Tahun .......................................... 64 4.2.22. Proyeksi Laporan Arus Kas ......................................................... 65 4.2.23. Proyeksi Neraca Keuangan .......................................................... 68 4.2.24. Proyeksi Intangible Asset Post Tax Profit ................................... 69 4.2.25. Penghitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) ........ 71 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................... 75 5.1. Identifikasi masalah penilaian intangible asset ...................................... 75 5.1.1. Objektif Penilaian ............................................................................ 75 5.1.2. Tujuan Penilaian .............................................................................. 76 5.1.3. Waktu Berlakunya Penilaian ........................................................... 76 5.2. Asumsi Penilaian .................................................................................... 77 5.2.1. Asumsi Makro ................................................................................. 77 5.2.2. Asumsi Mikro .................................................................................. 78 5.3. Analisis Penilaian Intangible Asset......................................................... 79 5.3.1. Nilai Intangible Asset Hak Paten Produk Penelitian ....................... 80 5.3.2. Tarif Royalti Hak Paten Produk Penelitian ..................................... 82 5.4. Implikasi Manajerial ............................................................................... 84 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 89 6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 89 6.2. Saran ....................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 91 BIODATA PENULIS ............................................................................................ 97 x DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Klasifikasi Intanible Asset Menurut Holzmann (2001) ....................... 15 Tabel 2. 2 Kajian Penelitian Terdahulu................................................................. 33 Tabel 4. 1 Obligasi Pemerintah Tahun 2017 ......................................................... 41 Tabel 4. 2 Investasi Aset Tetap ............................................................................. 44 Tabel 4. 3 Umur Ekonomis Aset Tetap ................................................................. 45 Tabel 4. 4 Proyeksi biaya-biaya Tahun 2017-2018 .............................................. 46 Tabel 4. 5 Perusahaan Pembanding ...................................................................... 47 Tabel 4. 6 Proyeksi Piutang Usaha ....................................................................... 57 Tabel 4. 7 Proyeksi Hutang Usaha Tahun 2017-2019 .......................................... 58 Tabel 4. 8 Proyeksi Perubahan Modal Kerja Tahun 2017-2019 ........................... 58 Tabel 4. 9 Proyeksi Pendanaan Tahun 2017-2019 ................................................ 59 Tabel 4. 10 Proyeksi Harga Perolehan Aset Tetap Tahun 2017-2018 .................. 61 Tabel 4. 11 Proyeksi Akumulasi Harga Perolehan Aset Tetap Tahun 2017-2018 61 Tabel 4. 12 Proyeksi Biaya Depresiasi Tahun 2017-2018 .................................... 62 Tabel 4. 13 Proyeksi Akumulasi Biaya Depresiasi Tahun 2017-2018 ................. 63 Tabel 4. 14 Proyeksi Nilai Buku Tahun 2017-2018 ............................................. 63 Tabel 4. 15 Proyeksi Laporan Laba Rugi Tahun 2017-2018 ................................ 65 Tabel 4. 16 Proyeksi Laporan Arus Kas Tahun 2017-2018 .................................. 66 Tabel 4. 17 Proyeksi neraca Keuangan Tahun 2017-2018 ................................... 69 Tabel 4. 18 Proyeksi Post Tax Profit yang Dihasilkan Intangible Asset Tahun 2017 - 2019 ...................................................................................... 70 Tabel 4. 19 Penghitungan WACC......................................................................... 72 Tabel 5. 1 Proyeksi Free Cash Flow dari Intangible Asset Tahun 2017-2018 ..... 81 Tabel 5. 2 Analisis NPV Pendapatan Royalti ....................................................... 83 Tabel 5. 3 Proyeksi Pendapatan Royalti Tahun 2017-2019 .................................. 84 Tabel 5. 4 Implikasi Manajerial ............................................................................ 87 xi (halaman ini sengaja dikosongkan) xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Investasi Berbentuk Tangible dan Intangible Asset dalam GDP Tahun 2006 ................................................................................................... 4 Gambar 4. 1 IHSG Tahun 2007-2017 ................................................................... 42 Gambar 4. 2 Proyeksi Penjualan Produk A Tahun 2018-2021 ............................. 43 Gambar 4. 3 Sumber Pendanaan ........................................................................... 45 Gambar 4. 4 Proyeksi Penjualan Bersih Produk A 2017-2021 ............................ 49 Gambar 4. 5 Proyeksi Harga Pokok Penjualan Tahun 2017-2021........................ 50 Gambar 4. 6 Proyeksi Biaya Pemasaran Tahun 2017-2021 .................................. 50 Gambar 4. 7 Proyeksi Biaya Tenaga Kerja Tahun 2017-2021 ............................. 51 Gambar 4. 8 Proyeksi Biaya Kompensasi Tahun 2017-2021 ............................... 52 Gambar 4. 9 Proyeksi Biaya Perolehan Properti Tahun 2017-2021 ..................... 53 Gambar 4. 10 Proyeksi Biaya Jasa Pihak Luar Tahun 2017-2021 ........................ 54 Gambar 4. 11 Proyeksi Biaya Tetap Pemasaran Tahun 2017-2021...................... 54 Gambar 4. 12 Proyeksi Biaya Tetap Lainnya Tahun 2017-2021 .......................... 55 Gambar 4. 13 Proyeksi Biaya Umum & Administrasi Tahun 2017-2021 ............ 56 xiii (halaman ini sengaja dikosongkan) xiv BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendahuluan dilakukannya penelitian yang terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Jumlah perusahaan yang sebagian besar nilainya terletak pada modal intelekual telah meningkat secara drastis sejak tahun 1990 (Sullivan Jr & Sullivan Sr, 2000). Oleh karena itu, penggunaan intangible asset juga semakin meningkat (Russell, 2016). Dengan kata lain, semakin banyak pula perusahaan yang nilainya sebagian besar berasal dari intangible asset dan memiliki nilai tangible asset yang relatif kecil atau tidak ada. Aset, dalam konteks bisnis, adalah sesuatu yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan pendapatan atau untuk membantu dalam mendapatkan keuntungan operasi perusahaan secara keseluruhan (Smith, 2015). Berdasarkan keberadaan fisiknya, asset diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu tangible asset dan intangible asset. Tangible asset atau aset berwujud merupakan aset yang memiliki bentuk fisik. Contohnya adalah seperti bangunan, peralatan, dan alat transportasi perusahaan. Tangible asset biasanya dapat ditemukan tercatat sebagai pabrik, aset tetap, dan peralatan pada neraca keuangan perusahaan di sisi kiri yaitu di sisi aset. Intangible asset didefinisikan sebagai sumber daya yang tidak memiliki perwujudan fisik dan secara ekonomi dinyatakan akan menghasilkan keuntungan di masa mendatang (Bouteiller, 2000). Contoh dari intangible asset adalah seperti nama merek, nama domain, dan database yang terkomputerisasi. Intangible asset tercantum secara terpisah di neraca. Bila diidentifikasi dan dikelola dengan baik oleh perusahaan, intangible asset dapat menghasilkan keuntungan di masa depan. Peningkatan perusahaan yang aset utamanya merupakan intangible asset dapat dipicu oleh beberapa hal (Sullivan Jr & Sullivan Sr, 2000). Yang pertama adalah munculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan pada sektor jasa 1 dan campuran manufaktur-jasa dengan pesat, dibandingkan perusahaan pada sektor manufaktur tradisional. Yang kedua adalah nilai properti intelektual seperti paten, yang mengalami peningkatan nilai dan pengakuan. Yang ketiga adalah kemajuan yang pesat dari teknologi, khususnya teknologi informasi seperti internet. Pertumbuhan internet yang pesat diiringi dengan pertumbuhan teknologi informasi lainnya seperti alat komunikasi smart phone, perangkat komputer serta aplikasi-aplikasi di dalamnya dan lain-lain. Contoh perusahaan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta menjadikan intangible asset sebagai aset utamanya adalah Perusahaan Go-jek dan Perusahaan pengembang media sosial Facebook yang juga mengenbangkan Instagram. Dalam praktiknya, penilaian tangible asset cenderung lebih dapat menghasilkan nilai yang akurat karena memiliki bentuk fisik. Sementara intangible asset tidak memiliki bentuk fisik sehingga lebih sulit untuk dapat melakukan penilaian secara akurat. Diperlukan metode yang khusus untuk menilai intangible asset. Metode-metode penilaian tradisional yang berdasarkan prinsip akuntansi, kurang memadai untuk menilai perusahaan yang asetnya sebagian besar intangible. Hal tersebut karena metode-metode penilaian tradisional cenderung memperkecil nilai dari intangible asset (Sullivan Jr & Sullivan Sr, 2000). Bila terdapat intangible asset yang tidak dinilai atau undervalued pada suatu bisnis atau perusahaan, maka bisnis atau perushaan tersebut dapat memiliki nilai ekuitas yang undervalued di pasar. Terlebih lagi bila bisnis atau perusahaan tersebut memiliki intangible asset sebagai aset utama, maka nilai ekuitasnya akan lebih jatuh lagi di pasar. Untuk itu, pada perusahaan yang memiliki intangible asset terlebih lagi intangible asset merupakan aset utama, diperlukan kemampuan untuk dapat memilih metode penilaian intangible asset yang tepat agar hasil nilai intangible asset yang diestimasi mendekati nilai sebenarnya dari subjek-subjek aset tersebut. Selain ketidak hadiran substansi fisik yang membuat penilaian intangible asset cenderung rumit, tantangan lainnya adalah karena terbatasnya penulisan mengenai pengaplikasian metode penilaian intangible asset terutama metode yang menggunkanan diskonto arus kas dalam menentukan nilai suatu intangible asset spesifik (Lev & Schwartz, 1971). Salah satu alasan dari terbatasnya penelitian 2 pada bidang tersebut adalah, karena sulitnya memperkirakan arus kas masa depan dari intangible asset dengan akurat (Lagrost, et al., 2010). Masing-masing intangible asset yang dimiliki perusahaan cenderung menghasilkan arus kas masa depan yang khas karena suatu intangible asset yang sama dapat memiliki kegunaan dan manfaat yang berbeda-beda bagi setiap perusahaan. Selain itu, sekalipun intangible asset merupakan unit ekonomi independen, intangible asset dapat menjadi bagian dari suatu produk atau sistem. Contohnya adalah microchip yang merupakan komponen dari beberapa produk seperti komputer dan smart phone. Bila intangible asset merupakan bagian dari produk atau sistem, maka pelu untuk memisahkan nilai yang dihasilkan oleh intangible asset dari total nilai produk atau sistem secara keseluruhan. Dalam dunia akuntasi sendiri, pengakuan dan pengukuran intangible asset merupakan topik yang kontroversial dan menghadirkan tantangan untuk para pembuat standar akuntasi (Wines & Ferguson, 1993). Salah satu permasalahan utama untuk para pembuat standar akuntansi adalah apakah intangible asset yang dibuat secara internal harus diakui dan dihargai layaknya aset yang dapat dibeli atau diciptakan kembali (Dahmash, et al., 2009). Selain bagi perusahaan pemilik intangible asset, akan sulit untuk dapat menciptakan atau membeli intangible asset yang sama bagi perusahaanperusahaan pesaing. Intangible asset dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi perusahaan pemilik. Kesulitan-kesulitan dalam pengukuran dan penilaian intangible asseet mengakibatkan kurangnya persetujuan diantara para ahli mengenai modal intelektual apa saja yang perlu dilaporkan (Russell, 2016). Hal tersebut mempengaruhi terbatasnya pelaporan keuangan modal intelektual (Petty & Guthrie, 2000). Dampaknya adalah pelaporan keuangan modal intelektual pada perusahaan-perusahaan menghadapi nilai yang lebih rendah dari nilai yang seharusnya (Schaper, 2016). Tidak jarang perusahaan yang kurang memperhatikan intangible asset-nya bahkan tidak menyadari dan tidak melakukan penilaian terhadap intangible asset-nya. Banyak pula perusahaan yang tidak menyelidiki cara untuk memaksimalkan pendapatan yang dapat dihasilkan oleh intangible asset. Menurut Green (2007), umumnya Intangible asset tidak masuk ke dalam pengeloaan manajemen yang aktif di perusahaan. Padahal, intangible 3 asset dapat dijadikan modal utama untuk menjalankan sebuah bisnis atau perusahaan. Beberapa penciptaan atau pembuatan intangible asset justru tidak membutuhkan biaya sebesar menciptakan tangible asset. Kemudian intangible asset tersebut dapat memiliki nilai yang melebihi biaya produksi atau biaya penggantinya karena dapat menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan di masa mendatang. Investasi Berbentuk Tangible dan Intangible Asset dalam GDP 30 25 20 15 10 5 0 Ekuitas merek, Human capital perusahaan, Organisational Capital R&D dan Produk kekayaan intelektual lainnya Software & Databases Mesin & Peralatan Gambar 1.1 Investasi Berbentuk Tangible dan Intangible Asset dalam GDP Tahun 2006 Sumber: Organisation for Economic Co-operation and Development Di beberapa negara, proporsi investasi dalam bentuk intangible asset sudah menyaingi bahkan melebihi investasi dalam bentuk tangible asset seperti yang dapat dilihat pad Gambar 1.1. Investasi btangible asset tersubut berupa investasi Dalam bentuk software, database, ekuitas merek, human capital perusahaan, organisational capital, research & development, serta produk kekayaan intelektual lainnya. Di negara-negara maju seperti Swedia, Finlandia, Amerika, dan Inggris, proporsi investasi dalam bentuk intangible asset telah melebihi proporsi investasi dalam bentuk tangible asset pada negara-negara tersebut. Pada awal tahun 1880, nilai aset berwujud masih dua kali lipat lebih banyak dibandingkan nilai intangible asset. Sedangkan sejak awal tahun 2000, nilai intangible asset telah mencapai enam hingga tujuh kali lipat dari nilai aset berwujud (Lev, 2001). 4 Melihat menurunnya investasi pada aset berwujud dan lebih banyaknya peluang pada investasi intangible asset, kini para peneliti di Indonesia mulai melirik potensi-potensi yang dapat dihasilkan dari intangible asset dan mulai mengambil tindakkan untuk melindungi intangible asset mereka. Berbagai inovasi di bidang kesehatan dan medis telah dipatenkan oleh Universitas Gajah Mada (UGM). Salah satu inovasi di bidang kesehatan yang dipatenkan oleh UGM adalah kateter alat penyedot cairan otak untuk penderita hedrosefalus yang diberi nama INA Shunt. INA Shunt dipatenkan oleh UGM pada bulan September tahun 2009 (Agung, 2016). INA Shunt memiliki berbagai keunggulan dibandingkan kateter alat penyedot cairan otak lainnya. Keunggulan-keunggulan dari kateter tersebut dapat mengurangi tingkat risiko perawatan pasien hidrosefalus. Sebelumnya Indonesia perlu mengimpor kateter alat penyedot cairan otak untuk dapat menangani penderita hidrosefalus (Sudjatmiko, 2016). Saat ini, salah satu perusahaan milik UGM yaitu PT Gama Multi Usaha Mandiri telah memproduksi INA Shunt, yang dalam pemasarannya bekerja sama dengan PT Phapros Tbk (Kurniati, 2016). INA Shunt memiliki harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan kateter alat penyedot cairan otak yang sebelumnya didapatkan dari hasil impor (Sudjatmiko, 2016). Pada tahun 2016, INA Shut telah dipakai oleh kurang lebih 10.000 pasien penderita hidrosefalus (Agung, 2016). Inovasi INA Shunt adalah salah satu bukti bahwa penemuan riset akademisi yang berupa intangible asset dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas dan memberikan keuntungan kepada pemilik intangible asset. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak lembaga pengelola hak paten pada Perguruan Tinggi X, Perguruan Tinggi X juga mulai memanfaatkan intangible asset yang dimilikinya. Perguruan Tinggi X berencana untuk melakukan komersialisasi terhadap hak paten sebuah produk yang merupakan hasil dari penelitian dan penemuan riset. Perguruan Tinggi X akan melakukan kerjasama dengan PT Y untuk melakukan komersialisasi terhadap produk hasil penelitian tersebut. PT Y tertarik untuk memproduksi produk hasil penelitian Perguruan Tinggi X dikarenakan oleh potensi pangsa pasar dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki produk penelitian. 5 Penelitian ini dilaksanakan sebelum dilakukannya license agreement dan saat proses perencanaan komersialisasi produk penelitian berlangsung. Pada tahap proses perencanaan komersialisasi produk penelitian Perguruan Tinggi X ini, diadakan non-disclosure agreement atau perjanjian resmi bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komersialisasi tidak dapat memberi tahukan data terkait komersialisasi kepada pihak luar dan akan ada sanksi bagi yang melanggar. Untuk itu data terkait komersialisasi produk penelitian Perguruan Tinggi ini terikat kerahasiaan. Nama, jenis, serta mayoritas deskripsi dari produk yang akan dihasilkan dari komersialisasi produk penelitian Perguruan Tinggi X pun perlu dirahasiakan. Dalam penelitian ini, produk hasil komersialisasi hak paten Perguruan Tinggi X akan diberi nama sebagai Produk A. Produk A ditargetkan akan diproduksi dan dipasarkan oleh PT Y pada awal tahun 2018. Perguruan Tinggi X perlu menetapkan tarif royalti atas hak paten yang dimiliki dan license agreement (perjanjian lisensi) yang akan dilakukan dengan PT Y. Tarif royalti tersebut perlu dibayarkan oleh PT Y kepada Perguruan Tinggi X selama jangka waktu yang ditetapkan yaitu selama periode license agreement dilakukan. Dalam jangka waktu itu pula PT Y diberikan hak dan dapat memproduksi serta memasarkan produk penelitian. Untuk dapat menghitung tarif royalti, pertama-tama perlu diketahui nilai dari hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X. Nilai intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Pergutuan Tinggi X akan dihitung menggunakan pendekatan pendapatan dan metode discounted cash flow dengan memproyeksikan pendapatan ekonomi yang akan dihasilkan dari komersialisasi produk penelitian. Selain kontribusi dari intangible asset hak paten, pendapatan ekonomi dari komersialisasi produk penelitian yang dihasilkan tidak terlepas dari kontribusi aset-aset berwujud yang digunakan. Dari total pendapatan ekonomi tersebut, perlu dialokasikan sebagian pendapatan ekonomi yang dihasilkan aset-aset berwujud, dan sebagian lagi yang dihasilkan intangible asset. Pendapatan ekonomi yang dihasilkan intangible asset akan didiskontokan ke nilai sekarang (present value) dan menjadi nilai dari intangible asset. Selanjutnya akan dihitung tarif royalti dari hak paten produk penelitian agar Perguruan Tinggi X mendapatkan pendapatan ekonomi sebesar nilai intangible asset yang dimilikinya. 6 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan maslaah yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X? 2. Berapa tarif royalti yang dapat ditetapkan oleh Perguruan Tinggi X kepada PT Y atas license agreement yang dilakukan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dengan melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penilaian terhadap intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X yang akan dikomersialisasikan. 2. Melakukan perhitungan tarif royalti dari hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X untuk pelaksanaan license agreement yang akan dilakukan dengan PT Y. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penilaian intangible asset terutama intangible asset berupa hak paten beserta penentuan tarif royaltinya. 2. Bagi Perguruan Tinggi X, penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi kepada Perguruan Tinggi X mengenai berapa nilai dari intangible asset-nya yaitu berupa hak paten produk penelitian, serta berapa tarif royalti yang dapat ditetapkan kepada PT X atas license agreement yang dilakukan. 3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai intangible asset yang semakin diakui, serta nilai dan keuntungan 7 yang dapat dihasilkan dari intangible asset berupa hak paten produk hasil penelitian suatu perguruan tinggi. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup yang digunakan selama proses penelitian ini terdiri dari batasan dan asumsi. 1.5.1. Batasan Batasan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut. 1. Objek penelitian yang diteliti oleh penulis adalah intangible asset berupa hak paten produk hasil penelitian yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi X. 2. Penelitian ini berlangsung selama ± 2 (dua) bulan selama periode Mei 2017 – Juli 2017. 3. Hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X merupakan satusatunya intangible asset yang digunakan dalam komersialisasi Produk A. 1.5.2. Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut. 1. Data keuangan dari komersialisasi yang diproyeksikan PT X merupakan merupakan data proforma dikarenakan adanya nondisclosure agreement yang dilakukan terhadap data sehingga terikat kerahaasiaan informasi. 2. Tidak ada perubahan signifikan pada kondisi makro ekonomi Indonesia selama penelitian. 1.6. Sistematika Penulisan Pada sub bab ini akan dibahas mengenai sistematika penulisan berupa susunan penulisan penelitian dan penjelasan singkat mengenai enam bab yang ada dalam penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 8 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendahuluan dilakukannya penelitian yang terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan studi literatur yang dikaji sebagai landasan teori untuk memperkuat pemahaman dan membantu penulis dalam menentukan metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan. Teori-teori dan studi literatur yang dibahas pada penelitian ini adalah konsep mengenai aset dan jenisnya, intangible asset¸ penilaian intangible asset, dan pendekatan-pendekatan penilaian intangible asset. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan proses penelitian yang harus dilakukan penulis dalam menjalankan penelitian agar penelitian ini dapat berjalan secara sistematis, terukur, dan terarah, serta dapat menjawab permasalahan dan mencapai tujuan yang ditetapkan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini dijelaskan data yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Setelah itu dijelaskan juga mengenai tahap pengolahan data yang telah didapatkan. Metode pengolahan data dilakukan sesuai dengan penjelasan pada bab sebelumnya BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengolahan data, pada bab ini akan dilakukan analisis mengenai hasil yang didapatkan dari pengolahan data. Analisis dan pembahasan dilakukan dengan menggunakan landasan teori yang berkaitan permasalahan yang dibahas. 9 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesilpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. Kesimpulan akan berisi hasil dari penelitian yang terdiri dari jawaban atas rumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu, peda bagian terakhir ini juga akan disertakan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya. 10 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan studi literatur yang dikaji sebagai landasan teori untuk memperkuat pemahaman dan membantu penulis dalam menentukan metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan. Teori-teori dan studi literatur yang dibahas pada penelitian ini adalah aset dan klasifikasinya, penilaian intangible asset, serta pendekatanpendekatan penilaian intangible asset. 2.1. Definisi Aset Terdapat berbagai pengertian mengenai aset dari berbagai sumber dan pakar, diantaranya akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 tahun 2001 yang dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia, aset adalah semua kekayaan yang dimilki oleh seseorang atau perusahaan baik berwujud (tangible) maupun tak berwujud yang berharga atau bernilai serta akan mendatangkan manfaat atau bagi seseorang atau perusahaan. Pengertian aset menurut PSAK tersebut selaras dengan pengertian aset menurut IFRS. Berdasarkan International Reporting Standards (IFRS) tahun 2008, aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomis di masa depan bagi perusahaan. Aset adalah sumber penghasilan atas usaha sendiri, dimana karakteristik umum yang dimilikinya yaitu memberikan jasa atau manfaat dimasa yang akan datang (Weygandt, et al., 2007). Berikut beberapa karakteristik dari aset (Kieso, et al., 2011): 1. Aset merupakan hasil dari transaksi ekonomi entitas yang dilakukan di masa lalu. 2. Aset merupakan sumber daya yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan kendali manajemen entitas. 3. Aset digunakan oleh entitas untuk melaksanakan kegiatan operasional bisnis entitas untuk bisa menghasilkan pendapatan atau manfaat bagi entitas di masa mendatang. 11 Dari pengertian dan penjelasan yang telah dsebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa aset merupakan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan akibat dari peristiwa di masa lalu yang diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi di masa mendatang. Perusahaan. Maanfaat ekonomi yang dimaksud dapat berupa penghasilan arus kas tambahan, penghematan biaya, kemudahan operasional bisnis, dan lain-lain. 2.2. Klasifikasi Aset Dalam PSAK No. 1 tahun 2009 dijelaskan bahwa, secara garis besar aset diklasifikasikan sebagai aset lancar (current asset) dan aset tidak lancar (noncurrent asset). Pada nerca laporan keuangan juga dapat dilihat bahwa aset perusahaan dibedakan kedalam dua kelompok yaitu aset lancar dan aset tidak lancar. Aset diurutkan berdasarkan likuiditasnya dalam neraca laporan keuangan perusahaan. Aset diurutkan mulai dari aset yang paling likuid atau mudah diuangkan, hingga aset yang paling tidak likuid. 2.2.1. Aset Lancar Aset lancar (current asset) termasuk kas dan aktiva lainnya merupakan aset yang diperkirakan dapat direalisasi menjadi kas atau dijual atau digunakan selama satu siklus operasi normal perusahaan atau satu tahun sejak tanggal pada neraca (Dyckman, et al., 1999). Beberapa contoh aset lancar diantaranya adalah kas (cash), investasi jangka pendek (temporary investment), wasel tagih (notes receivable), pendapatan yang masih akan diterima (accruals receivable), persediaan (inventory), beban yang dibayar dimuka (prepaid expense). Sedangkan menurut Kasmir (2008), komponen dari aktiva lancar adalah kas, surat berharga, piutang, persediaan, dan lain-lain. Pada PSAK No. 1 tahun 2009 dinyatakan bahwa entitas akan mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar bila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: 1. Entitas mengharapkan dapat merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau memakainya, dalam siklus operasi normal 2. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan 12 3. Entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporam; atau 4. Kas atau setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan. 2.2.2. Aset tidak lancar Aset tidak lancar (non-current asset) terdiri dari aset tetap, aset tidak berwujud, investasi jangka panjang, dan aset keuangan yang bersifat jangka panjang lainnya. 1. Investasi jangka panjang (long term investment). Aset tidak lancar ini merupakan beragam bentuk investasi entitas yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai investasi jangka pendek atau dengan pengembalian lebih dari 12 bulan. Investasi jangka panjang dapat berupa saham dan obligasi dari dan pinjaman kepada perusahaan lain, harta kekayaan yang tidak digunakan dalam operasi rutin perusahaan misalnya gedung yang disewakan kepada pihak lain, mesin yang digunakan di waktu yang akan datang, dana yang peruntukkan bagi tujuan khusus, selain pembayaran utang jangka pendek, pinjaman kepada anak perusahaan atau afiliasi. 2. Aset tetap (fixed asset) Berdasarkan PSAK no. 16 tahun 2001 aset tetap didefinisikan sebagai aset yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Arens (2008) mengemukakan bahwa aset tetap seperti properti, pabrik, dan peralatan adalah aktiva yang diharapkan memiliki umur lebih dari satu tahun, digunakan dalam bisnis, dan diperoleh tidak untuk dijual kembali. Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian aset menurut Rudianto (2012), aset tetap merupakan barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan. Aset tetap juga didefinisikan sebagai aset jangka panjang atau aset yang relatif permanen seperti peralatan, mesin, gedung, dan tanah, serta diperoleh dengan tujuan bukan untuk 13 dijual kembali (Reeve, et al., 2009). Pada umumnya perusahaan memiliki aset tetap untuk menunjang proses bisnis dan berjalannya kegiatan operasional perusahaan. Aset tetap dimiliki oleh perusahaan dengan harapan akan menghasilkan pendapatan sehingga menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Berikut tiga karakteristik utama dari aset tetap: A. Aset memiliki bentuk fisik atau berwujud B. Dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk kegiatan operasi normal perusahaan C. Tidak untuk diperjual belikan dalam operasi normal perusahaan. Aset yang termasuk kedalam aset tetap adalah tanah, bangunan atau gedung, tanah, mesin-mesin, peralatan kantor, peralatan pabrik, peralatan toko, alat transportasi, dan sumber-sumber alam. Hal tersebut didukung oleh Kasmir (2008) yang menyatakan aset tetap beberapa diantaranya adalah tanah, kendaraan, mesin, peralatan, dan lain-lain. Berdasarkan penyusutannya, aset tetap dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu: A. Depreciated Plant Asets Depreciated Plant Asets merupakan aset tetap yang akan mengalami penurunan manfaat seiring berjalannya waktu yang direalisasikan melalui penyusutan yang dilakukan oleh perusahaan. Contoh dari Depreciated Plant Asets atau aset yang bisa disusutkan adalah bangunan, peralatan, mesin, inventaris. B. Non-depreciated Plant Asets Non-depreciated Plant Asets adalah aset yang relatif memiliki manfaat tetap selama masa penggunaannya sehigga tidak perlu dilakukan penyusutan. Aset yang termasuk jenis ini adalah tanah. 3. Aset Tak Berwujud (Intangible Asset) Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset entitas yang tidak memiliki substansi atau bentuk fisik dan umur ekonomisnya lebih dari satu tahun. Aset tak berwujud merupakan hak-hak perusahaan (Djarwanto, 2004). Hak tersebut hakikatnya akan diberikan kepada penemunya, penciptanya, atau penerimanya. Hak-hak atas aset tak berwujud ini dilindungi oleh undang-undang baik di negaranegara maupun di dunia. Perlindungan aset tak berwujud kepada penemu, 14 pencipta, atau penerimanya sangat lah penting karena aset tak berwujud dapat diakui pihak lain bila tidak diambil tindakan perlindungan terhadap aset tak berwujud tersebut. Aset tak berwujud diantaranya adalah hak cipta (copyrights), hak sewa/kontrak (leaseholds), hak monopoli (franchises), hak paten, merek (brands), merek dagang (trademarks), biaya organisasi (organizational costs), goodwill dan lain sebagainya. 2.3. Aset Tak Berwujud (Intangible Asset) Intangible merupakan adalah aktiva yang tidak memiliki perwujudan fisik atau keuangan, serta diperkirakan dapat menghasilkan manfaat ekonomi di masa depan. Sedangkan menurut Lev (2001), intangible asssetnya pada umumnya memiliki masa guna yang panjang atau lebih dari satu tahun. Intangible asset adalah klaim atas manfaat di masa depan yang akan diterima yang tidak memiliki perwujudan fisik atau keuangan (saham atau obligasi) yang dapat menghasilkan penghematan biaya (Lev, 2001) Dalam literatur yang berhubungan dengan ilmu manajemen istilah modal intelektual sering digunakan sebagai istilah yang setara dengan intangible asset. Contoh dari intangible asset berdasarkan definisi-definisi di atas adalah tingkat pendidikan, keterampilan, dan pengalaman dari karjawan yang bekerja pada sebuah organisasi atau entitas (Grasenick & Low, 2004). Contoh lainnya adalah hak cipta, merek dagang (trade marks), perangkat lunak komputer, database, daftar pelanggan, teknik pemasaran, sistem manajemen mutu, perjanjian dengan karyawan, dan lain-lain (Reilly & Schweihs, 1998). Terdapat beberapa klasifikasi yang mengelompokkan intangible asset ke dalam beberapa jenis (Anson, 2001). Holzmann (2001) mengklasifikasikan intangible asset kedalam 6 kelompok seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2. 1 Klasifikasi Intanible Asset Menurut Holzmann (2001) Intangible Asset Contoh Customer-based or market-based Basis pelanggan, mailing list, saluran assets distribusi, keberadaan di pasar atau lokasi strategis atau pada geografis tertentu 15 Tabel 2.1 Klasifikasi Intanible Asset Menurut Holzmann (2001) (Lanjutan) Intangible Asset Workforce-based assets Contoh Keahlian teknis, perhimpunan tenaga kerja, staf yang terlatih Corporate organizational-based and Hubungan yang baik/menguntungkan ο¬nancial-based assets dengan pemerintah, catatan kredit yang baik Contract-based assets Kesepakatan konsultasi, kontrak iklan, hak atas alokasi gas, air, atau sewa Statutory-based assets Paten, hak cipta, merek dagang Technology-based assets Perangkat lunak dan program komputer, gambar teknik, database Sumber: Holzmann (2001) Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1, intangible asset mencakup berbagai sumber daya. Sumber daya – sumber daya tersebut dapat merupakan bagian dari: a. Kelompok terpadu dari aset lainnya: seperti staf yang terlatih, milis, daftar pelanggan, perjanjian/kesepakatan, atau b. Unit ekonomi independen: seperti hak paten, hak cipta, marek dagang, pengetahuan teknologi, gambar teknik 2.3.1. Karakteristik Intangible Asset Karakteristik dari intangible asset adalah memiliki atribut-atribut sebagai berikut (Green, 2007): 1. Secara alamiah tidak memiliki fisik 2. Teridentifikasi dan memiliki deskripsi yang dapat dikenali secara spesifik 3. Memiliki eksistensi hukum dan perlindungan hukum 4. Merupakan subjek dari kepemilikan pengalihan 5. Memiliki bukti nyata atau manifestasi dari keberadaan intangible asset tersebut 6. Diciptakan atau muncul pada waktu yang teridentifikasi atau merupakan hasil dari kejadian yang teridentifikasi 16 7. Memiliki masa hidup atau batas akhir eksistensi pada waktu yang teridentifikasi atau merupakan hasil dari kejadian yang teridentifikasi Reilly dan Nesi (1992) menambahkan atribut-atribut yang perlu dimiliki intangible asset. Intangible asset perlu untuk memiliki nilai yang dapat diukur dari perspektif ekonomi. Atribut-atribut tambahan tersebut adalah seperti: 1. Menghasilkan sejumlah manfaat ekonomi yang dapat diukur dalam bentuk peningkatan pendapatan atau penurunan biaya, yang dapat diukur dengan beberapa indikator termasuk, laba bersih, pendapatan operasional bersih, atau arus kas bersih, dan lain sebagainya. 2. Meningkatkan nilai dari aset-aset lain yang berhubungan dengan intangible asset. Sedangkan Bouteiller (2000) menyimpulkan bahwa intangible asset yang merupakan hasil dari peristiwa di masa lalu memiliki tiga karakteristik utama seperti sebagai berikut: 1. Tidak memiliki bentuk fisik 2. Mampu menghasilkan manfaat ekonomi bersih di masa depan 3. Dilindungi secara hukum 2.3.2. Kepentingan Intangible Asset Investasi dalam bentuk intangible asset berkembang secara pesat di negara-negara di dunia (Nolan, 2011). Bahkan pada beberapa kasus, investasi dalam bentuk intangible asset menyamai atau melebihi investas dalam bentuk modal tradisional seperti mesin, peralatan, dan bangunan. Di negara-negara maju, pertumbuhan investasi dalam bentuk intangible asset lebih pesat dibandingkan aset berwujud (tangible asset). Persaingan global yang intensif, kemajuan yang pesat pada teknologi informormasi dan komunikasi, model-model bisnis baru, dan semakin dibutuhkannya sektor jasa telah memperkuat pentingnya intangible asset bagi perusahaan, industri, dan ekonomi. Krisis ekonomi global juga telah memicu timbulnya fokusan baru terhadap kebijakan-kebijakan yang dapat membantu mengatur dan menghimpun intangible asset serta sumber-sumber pertumbuhan baru dari intangible asset. Hal tersebut memicu pembuat kebijakan di negaranegara berkembang mencari cara untuk mengembangkan intangible aset yang 17 dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dalam kegiatan-kegiatan yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi bagi perushaan. 2.4. Struktur Modal Pemilihan desain dan manajemen struktur modal yang cermat oleh perusahaan lebih disebabkan oleh tujuan untuk mencegah hancurnya nilai dari pada untuk meningkatkan penciptaan nilai. Ketika para manajer memutuskan struktur modal untuk perusahaan, mereka akan lebih banyak memikirkan yang akan hilang dari pada yang akan didapat dari segi nilai perusahaan. Perusahaan dapat memilih berbagai macam instrumen pembiayaan mulai dari ekuitas umum tradisional dan utang langsung, hingga ekuitas preferen, utang komoditas terkait, dan lain-lain. Tetapi tetap hanya satu pertanyaan fundamental dalam merancang struktuktur modal perusahaan, yaitu pilihan antara utang (yang mewakili klaim tetap pada nilai perusahaan) dab ekuitas (klaim residual) (Koller, et al., 2010). Pertanyaan tersebut kemudian dapat disederhanakan menjadi bagaimana seharusnya leverage perusahaan, yaitu perbandingan antara utang dengan total nilai perushaan secara keseluruhan. 2.4.1. Trade-off dalam Desain Struktur Modal Walaupun berbagai penelitian akademik telah meneliti masalah ini beberapa dekade sebelumnya, tetap tidak ditemukan model yang pasti dalam menentukan rasio laverage perusahaan yang optimal (Barclay & Smith, 1999). Rasio laverage perusahaan yang optimal adalah laverage yang akan paling menghasilkan nilai bagi pemegang saham perusahaan. Laverage juga memiliki perananan penting dalam pengurangan pajak dan pencegahan investasi yang berlebihan. Akan tetapi, leverage juga saling berkaitan dengan dengan biaya yang timbul dari erosi bisnis dan konflik kepentingan antara investor. 2.4.2. Biaya Modal Biaya modal (cost of capital) adalah biaya riil yang harus ditanggung perusahaan karena digunakannya modal yang digunakan untuk berinvestasi (Nuzula, 2010). Karena sifatnya sebagai biaya, maka biaya modal juga diartikan 18 sebagai batas minimum tingkat hasil yang harus dicapai perusahaan (minimum required rate of return) agar perusahaan tidak dinyatakan merugi. Perhitungan biaya modal secara keseluruhan memiliki tujuan utama untuk menentukan biaya modal dalam hal penganggaran modal. Konsep ini mengarah pada Weighted Average Cost of Capital (WACC), yaitu batas untuk mengevaluasi apakah proyek memiliki tingkat pengembalian yang lebih baik sehingga layak untuk dijalankan. WACC merupakan biaya modal tertimbang dari berbagai sumber modal sesuai dengan komposisi masing-masing. Dengan demikian, rumus dari WACC adalah: ππ΄πΆπΆ = (ππ × ππ ) + (ππ [1 − π‘] × ππ ) (2.1) Dimana: WACC = Weighted Average Cost of Capital ππ = Biaya ekuitas kapital biasa ππ = Biaya utang kapital ππ = persentase ekuitas kapital dalam susunan kapital ππ = persentase utang di dalam susunan kapital T = pajak pendapatan efektif 2.4.3. Cost of Debt Dalam periode awal atau tahap perencanaan, manajer keuangan perlu mengetahui dengan tepat tipe dan jumlah hutang jangka panjang (debt) yang akan digunakan untuk mendanai proyek (Nuzula, 2010). Tipe hutang akan sangat ditentukan oleh asset yang akan didanai serta kondisi pasar modal dalam satu periode. Berikut rumus yang dapat digunakan dalam menghitung biaya modal: ππ = π × (1 − π) (2.2) Dimana: ππ = Biaya modal utang π = Bunga pinjaman bank jangka panjang π = Tarif pajak yang ditetapkan kepada badan usaha tetap 19 2.4.4. Cost of Equity Perusahaan dapat meningkatkan modal saham melalui dua cara. Yang pertama adalah dengan menahan laba. Yang kedua, dengan menerbitkan saham biasa baru. Jika ekspansi perusahaan berlangsung secara cepat hingga laba ditahan sudah digunakan seluruhnya, perusahaan akan menerbitkan saham baru. Jika demikian, saham biasa akan memiliki biaya modal yang lebih tinggi dibandingkan laba ditahan, karena melibatkan adanya biaya emisi (flotation cost) (Nuzula, 2010). Adanya biaya emisi akan memperkecil jumlah rupiah yang dapat digunakan dari penjualan saham biasa, dan akibatnya akan memperbesar biaya modal. Menurut pendekatan CAPM, pendapatan yang diharapkan dari investasi saham ditentukan oleh pendapatan investasi bebas risiko dan premi risiko pasar. Besarnya premi risiko pada pendekatan ini ditentukan oleh besar kecilnya risiko sistematis (β) saham. Dalam pendekatan CAPM, besarnya pendapatan saham diukur dengan rumus: π ππ‘ = π π + π½π (π ππ‘ − π π ) (2.3) Dimana: π ππ‘ = Pendapatan saham i pada periode t π π = Pendapatan investasi bebas risiko π ππ‘ = Pendapatan pasar pada periode t π½π = Koefisien risiko sistematis saham i 2.5. Penilaian Intangible Asset Penilaian intangible asset merupakan hal yang penting bagi pemegang saham perusahaan (Chiesa, et al., 2005). Dengan mengtahui nilai dari intangible asset dan bukan hanya nilai aset berwujud serta kewajiban saja, dapat membantu pemegang saham mengetahui nilai yang sebenarnya dari perusahaan. Penilaian intangible asset juga penting bagi pihak manajemen perusahaan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan. Sejumlah peneliti telah menganalisis metode-metode yang dapat diterapkan dalam melakukan penilaian intangible asset. Metodologi-metodologi tersebut dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama (Mun, 2002), yaitu kelompok metode tradisional dan motode 20 inovatif. Metode-metode utama yang termasuk kedalam kelompok tradisional adalah metode-metode yang termasuk ke dalam pendekatan pendapatan, pendekatan pasar, dan pendekatan biaya. Sedangkan yang termasuk kedalam metode inovatif adalah real option method, monte carlo method, auction method, conjoint method¸ dan lain sebagainya. Terdapat dua komponen yang terlibat dalam pendefiniasian dari penilaian intangible asset. Yang pertama adalah objetif dari penilaian dan yang kedua adalah tujuan dari penilaian. 2.5.1. Objektif dari Penilaian Objektif dari penilaian mendeskripsikan apa maksud dari dilakukannya penilaian (Reilly & Schweihs, 1998). Objektif dari penilaian harus secara nyata menjelaskan, setidaknya hal-hal sebagai berikut: 1. Jenis spesifik dari intengible asset yang dinilai 2. Kepemilikan atau sekumpulan hak-hak hukum dari intangible asset yang dinilai 3. Standar nilai atau definisi dari nilai yang diestimasikan 4. Tanggal berlakunya penilaian Dengan kata lain, objektif menggambarkan apa yang diusahakan untuk dicapai dari dilakukannya analisis penilaian. Contoh dari kalimat objektif penilaian adalah: “ objektif dari penilaian ini adalah untuk mengestimasi nilai pasar wajar dari perangkat lunak komputer XYZ, dengan kepemilikan fee simple interest, pada tanggal 31 Desember 1997”. 2.5.2. Tujuan dari Penilaian Tujuan dari penilaian mendeskripsikan kepada siapa penialian ditujukan (contoh: pembaca yang ditargetkan) dan keputusan mana (jika ada) yang akan dipengaruhi oleh hasil penilaian (Reilly & Schweihs, 1998). Tujuan dari penilaian harus secara nyata menjelaskan, setidaknya hal-hal sebagai berikut: 1. Mengapa penilaian dilakukan. 2. Kegunaan yang diharapkan dari hasil penilaian 3. Pihak mana saja yang diperkirakan membutuhkan penilaian 21 Dengan kata lain, tujuan dari penilaian menggambarkan kegunaan dari dilakukannya analisis penilaian. Kalimat tujuan dari penilaian akan menjelaskan mengapa penilaian dilaksanakan. Kesimpulan dari penilaian yang dibuat untuk suatu tujuan kemungkinan tidak dapat digunakan atau diandalkan untuk memenuhi tujuan lain yang berbeda. Di sisi lain, jumlah dari tujuan penilaian tak terbatas. Sebagian besar dari tujuan penilaian dapat dikelompokkan kedalam kategori-kategori berikut: 1. Penetapan harga dan strukturisasi suatu transaksi 2. Pendanaan sekuritisasi dan penjaminan 3. Perencanaan dan pemenuhan pajak 4. Informasi manajemen dan perencanaan strategis 5. Analisis kebangkrutan dan re-organisasi 6. Bantuan dalam litigasi (proses pengadilan) dan penyelesaian sengketa Salah satu contoh kalimat tujuan penelitian adalah: “Tujuan dari analisis penelitian ini adalah untuk menghasilkan opini independen bagi penasihat hukum dan firma hukum mengenai kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggaran hak cipta XYZ.” 2.5.3. Proses Penilaian Intangible Asset Proses penilaian adalah sebuah pendekatan sistematis untuk menjawab sebuah pertanyaan mengenai berapa nilai properti atau aset (Reilly & Schweihs, 1998). Proses penilaian dimulai dengan mengidentifikasi pertanyaan spesifik yang perlu untuk dijawab, dan berakhir ketika jawaban telah dilaporkan kepada seluruh pihak yang berkepentingan. Setiap pengerjaan penilaian intangible asset memiliki keunikan tersendiri, dam berbagai jenis nilai yang berbeda dapat diperkirakan dari suatu intangible asset tertentu. Walaupun dengan berbagai keunikan, proses penilaian tetap memiliki krangka analisis untuk dapat mengestimasi nilai dari intangible asset. Proses penilaian memiliki pola yang dapat digunakan dalam setiap pengerjaan penilaian untuk dapat menjalankan riset padar dan analisis data, menerapkan metode dan prosedur penilaian, serta mengintegrasikan hasil analisis penilaian menjadi perkiraan nilai yang didefinisikan secara spesifik. 22 Proses penilaian intangible asset memberikan sebuah struktur untuk menganalisis nilai dari intangible asset. Seperti sebagian besar properti, nilai intangible asset adalah cerminan nilai masa kini (present value) dari manfaat ekonomi yang akan datang yang diperkirakan dihasilkan oleh intangible asset. Salah satu dari tujuan langsung dari dilakukannya penilaian intangible asset adalah untuk membuat proyeksi wajar dari kejadian di masa depan. Kinerja ekonomi yang dapat diprediksi dari suatu intangible asset akan sangat menambah pemahamaan dan pengakuan dari estimasi penilaian intangible asset tersebut. Proses penilaian yang dilakukan oleh para analis mengikuti empat tahap serupa, yaitu seperti dibawah ini: 1. Identifikasi masalah penilaian intangible asset 2. Analisis dan pengumpulan data 3. Penerapan pendekatan penilaian 4. Kesimpulan estimasi nilai 2.5.4. Sumber data dan informasi Terdapat berbagai informasi-informasi yang perlu untuk diselidiki selama melakukan penilaian intangible asset. Data spesifik yang dibutuhkan dalam penilaian intangible aaset dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu kelompok data industri umum dan lingkungan ekonomi, data perusahaan yang spesifik, data pasar intangible asset yang spesifik. Terdapat berbagai sumber untuk dapat memperoleh informasi dan data yang diperlukan dalam melakukan penilaian beberapa diantaranya adalah sebagai berikut (Reilly & Schweihs, 1998): 1. Data internal yang berasal dari pemilik intangible asset Jika intangible asset beroperasi sebagai bagian dari perusahaan yang goingconcern, maka suber data dan informasi ini merupakan sumber yang tepat untuk mulai meneliti dan mengunpulkan informasi-informasi umum yang diperlukan. Informasi dan data yang dapat dikumpulkan dari sumber ini adalah seperti informasi dan data mengenai perkiraan dari arus kas yang berasal dari intangible asset, serta prospek perusahaan kedepannya. Informasi dan data lain yang dapat dikumpulkan adalah biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memiliki intangible asset, transaksi yang melibatkan intangible asset yang 23 menjadi subjek, aplikasi dan pemanfaatan dari intangible asset di masa depan sebagai bagian dari operasi bisnis, serta apakah intangible asset cocok untuk penggunaan komersial atau lisensi di pasar seperti pada umumnya. Data tersebut merupakan data umum yang dibutuhkan penilai dalam melakukan penilaian intangible asset dengan menggunakan metode-metode tradisional. Perkiraan periode umur atau masa guna dari intangible asset juga merupakan data yang bisa didapatkan dari sumber ini. Periode umur atau masa guna dari intangible asset merupakan komponen yang penting yang diperlukan dalam analisis penilaian. Masa guna intangible asset dapat dipengaruhi oleh hukum yang berlaku, kontrak, peradilan, fungsional, teknologi, ekonomi, lingkungan, atau analisis faktor penentu lainnya. 2. Transaksi atau Penawaran terdahulu Memeriksa penjualan atau transaksi lisensi atau penawaran terdahulu dari intangible asset sejenis merupakan praktik analisis yang baik. Terlalu mengacu atau menekankan pada transaksi intangible asset terdahulu merupakan kontroversi umum dalam penilaian intangible asset. Penjualan atau penawaran lisensi intangible asset yang belumpernah disepakati kemungkinan dapat memberikan informasi analitis yang berharga. Informasi dan data mengenai intangible asset yang seperti itu yang perlu untuk diajukan dan diteliti. 3. Data Eksternal Terdapat berbagai sumber informasi eksternal yang tersedia dan dapat gunakan sehubungan dengan penilaian intangible asset. Informasi eksternal sangat bervariasi, dapat terdiri dari data industri, tren teknologi, data ekonomi dan demografi, data harga transaksi empiris (terkait penjualan maupun lisensi), serta informasi mengenai metodologi yang spesifik pada suatu industri atau intangible asset. Sumber-suber data eksternal dapat dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu publikasi ilmiah dan hukum, publikasi perdagangan, berita, kasus pengadilan, dan buku publikasi. 2.6. Pendekatan Penilaian Intangible Asset Penilaian intangible asset dapat dilaksanakan sebagai akibat dari pemenuhan kebutuhan, misalnya seperti kebutuhan 24 untuk menentukan harga jual, penggunaan, persediaan, perizinan intangible asset, atau kebutuhan tambahan lainnya seperti untuk merger, perlakuan pajak, atau bantuan pada proses hukum (Reilly & Schweihs, 1998). Untuk itu analisis estimasi nilai intangible asset dilakukan dalam kerangka waktu yang spesifik. Pendekatan penilaian intangible asset secara luas diklasifikasikan kedalam tiga kategori (Reilly & Schweihs, 1998), yaitu cost approach, market approach, dan income approach. 1. Pendekatan biaya (Cost Approach) menentukan nilai intangible asset teknologi dengan menghitung seluruh biaya yang diperlukan untuk menciptakan dan mengembangkan aset. Pendekatan ini didasari oleh salah satu prinsip ekonomi yaitu subtitusi, dimana investor yang bijaksana tidak akan membayar suatu intangible asset teknologi dengan harga yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan atau mendapatkan aset yang sama. 2. Pendekatan pasar (Market Approach) mengukur nilai sekarang dari manfaat masa depan yang akan diterima dari suatu intangible asset dengan mengacu pada kesepakatan umum dari nilai intangible asset tersebut yang ditetapkan oleh pasar. Indikasi nlai didapatkan dengan membandingkan harga berbagai intangible asset sejenis yang telah diperdagangkan diantara penjual dan pembeli yang menginginkannya. Dengan kata lain, ketika menggunakan pendekatan pasar, indikasi nilai dari suatu intangible asset yang spesifik dapat diperoleh dengan mengacu pada harga pembayaran untuk intangible asset yang sebanding. Pendekatan penilaian ini didasarkan pada prinsip ekonomi persaingan dan ekuilibrium (keseimbangan), yaitu di pasar bebas dan terbuka, hukum penawaran dan permintaan akan mendorong semua harga barang ke titik keseimbangan. 3. Pendekatan pendapatan (Income Approach) mengukur nilai sekarang dari intangible asset berdasarkan nilai seekarang dari arus kas masa depan yang berasal dari manfaat keuangan yang diperoleh dari eksploitasi intangible asset spesifik. Pendekatan ini didasari oeh prinsip ekspektasi. 25 2.6.1. Pendekatan Biaya (Cost Approach) Menurut Reilly & Schweihs (1998), analisis nilai intangible asset dengan menggunakan Pendekatan Biaya didasari oleh dua prinsip ekonomi yaitu, prinsip subtitusi dan prinsip ekuilibrium / keseimbangan harga prinsip ekonomi dasar tersebut mengindikasikan bahwa investor tidak akan membayar untuk suatu investasi melebihi biaya untuk mendapatkan investasi dengan utilitas yang setara. Dengan kata lain, pembeli yang menginginkan intangible asset tidak akan membayar intangible asset dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga intangible asset dengan utilitas setara. Pasar yang efisien menyesuaikan harga semua properti termasuk intangible asset pada ekuilibrium, sehingga harga yang akan dibayarkan oleh pasar adalah sebuah fungsi utilitas komparatif dari setiap properti. Biaya dalam konteks ini dipengaruhi oleh pasar. Biaya yang relevan adalah biaya terbesar yang bersedia dibayarkan oleh pasar untuk suatu subjek intangible asset. Dengan kata lain, nilai intangible asset tidak selalu sama dengan biaya historis untuk menciptakan intangible asset yang diukur berdasarkan akuntasi. Tidak pula harus sama dengan total biaya yang diinginkan penjual sebagai bentuk kompensasi. Nilai yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan ini adalah nilai yang sama dengan biaya yang diukur dalam pandangan ekonomi. Ukuran ekonomi dari biaya biasanya adalah biaya historis akuntansi yang disesuaikan oleh pengaruh incremental dan atau decremental yang disebabkan oleh kondisi pasar. Tidak seperti aset berwujud yang memiliki bentuk fisik, mayoritas intangible asset sering kali tidak memiliki subtitusi dengan dasar yang kuat untuk dibandingkan dengan intangible asset tersebut. Oleh karena itu, dengan keunikan kualitas yang dimiliki intangible asset, penilaian intangible asset dengan menggunakan Pendekatan Biaya dapat memiliki berbagai keterbatasan pengaplikasian. Terdapat berberapa definisi dari biaya yang relevan dalam melakukan penilaian menggunakan Pendekatan Biaya. Terdapat dua definisi dan tipe yang paling umum dari biaya yaitu biaya reproduksi dan biaya penggantian. Biaya reproduksi memperhitungkan biaya konstruksi atau pembelian replika yang sebenarnya dari intangible asset. Sedangkan biaya penggantian memperhitungkan 26 biaya untuk menciptakan ulang utilitas dari intangible asset, namun dalam bentuk atau tampilan yang mungkin sangat berbeda dari replika intangible asset yang sebenarnya yang menjadi subjek penilaian. Utilitas adalah suatu konsep ekonomi yang mengacu pada kemampuan inatangible asset pengganti untuk dapat memberikan tingkat kepuasan yang setara dengan subjek intangible asset sebenarnya. Deinisi-definisi dari biaya hanya mewakili prosedur pertama dari analisis pendekatan biaya yang memberikan dasar analisis penilaian. Definisi-definisi dari biaya dapat juga merupkan subjek dari beberapa prosedur tambahan sebelum nantinya prosedur-prosedur tersebut mewakili nilai indikasi. Pendekatan biaya melibatkan analisis menyeluruh dari komponen-komponen biaya yang relevan. Komponen-kmponen biaya yang dipertimbangkan pada umumnya mencakup komponen biaya bahan baku, tenaga kerja, overhead, keuntungan bagi pengembang intangible asset, dan insentif kewiraswastaan. Keuntungan bagi pengembang intangible asset yaitu margin keuntungan yang memadai atas timbulnya biaya material, tenaga kerja, dan overhead. Insentif kewiraswastaan yaitu pengembalian yang memadai atas modal, koordinasi, dan tenaga kerja dari pengembang intangible asset selama periode pengembangan yang mendorong proses pengembangan intangible asset. Rumus dari penghitungan nilai intangible asset dengan menggunakan pendekatan ini ditunjukkan dibawah ini. πππππ ππππ ππ ππ‘ = ππππ¦π πππππ’ππ‘ππ ππ‘ππ’ ππππππππ‘πππ ππππ’ − ππππ‘ππ πππ’π πππππ Biaya pembuatan atau penggantian baru merupakan total dari komponenkomponen biaya yang relevan yang dikeluarkan untuk dapat mereproduksi atau mengganti intangible asset dengan intangible asset yang baru dan memiliki kesetaraan utilitas. Teori ekonomi dasar menyatakan bahwa biaya saja tidak menghasilkan indikasi nilai yang wajar dari intangible asset. Untuk dapat menghasilkan indikasi nilai yang berasal dari indikasi biaya, seluruh ukuran faktor keusangan yang relevan harus diidentifikasi dan diukur. Semua bentuk keusangan dari intangible asset perlu diidentifikasi, dihitung, dan dikurangi dari biaya 27 intangible asset untuk dapat mengkasilkan estimasi dari nilai intangible asset. Bentuk keusangan yang umumnya dipertimbangkan dalam penggunaan pendekatan biaya adalah kemerosotan fisik, keusangan fungsional, keusangan teknologi, dan keusangan ekonomi. 2.6.2. Pendekatan Pasar (Approach Method) Penilaian intangible asset dengan menggunakan Pendekatan Pasar didasari oleh prinsip ekonomi terkait yaitu persaingan dan ekuilibrium (Reilly & Schweihs, 1998). Prinsip ekonomi subtitusi juga memberikan dukungan konseptual dalam penerapan pendekatan ini. Pada pendekatan ini, nilai atau harga transaksi intangible asset mewakili kondisi, penawaran, dan permintaan dari intangible asset yang dijual atau dilisensikan. Jika kondisi intangible asset secara signifikan tidak sama dengan intangible asset transaksional di pasar, maka harga transaksi historis kemungkinan tidak mengindikasikan nilai atau harga dari intangible asset tersebut. Kondisi pasar dari intangible asset dipengaruhi oleh tingkat persaingan di pasar. Tingkat persaingan di pasar berada pada sisi permintaan dari persamaan prinsip ekonomi ekuilibrium. Kondisi pasar juga dipengaruhi oleh ketersediaan barang subtitusi di pasar yang berada pada sisi penawaran dari persamaan. Dengan mengasumsikan kondisi pasar yang efisien, persimpangan dari pengaruh penawaran dan permintaan menciptakan harga ekuilibrium dari intangible asset. Harga ekuilibrium adalah ukuran yang digunakan untuk memperkirakan harga intangible asset pada transaksi berikutnya, dimana harga tersebut merupakan nilai dari intangible asset. Oleh karena itu, pengaruh pasar memiliki dampak langsung terhadap harga atau nilai intangible asset. Pendekatan pasar menggunakan dua kategori prosedur analitik dalam menentukan nilai.yang pertama adalah pengumpulan dan analisis data transaksional empiris yang diberasal dari pasar. Data yang dimaksud adalah data mengenai penjualan atau lisensi dari subjek intangible asset serta intangible asset komparatif lainnya. Yang kedua adalah penilaian kondisi pasar saat ini dan perubahan kondisi pasar pada tanggal saat dilakukan analisis penilaian dibandingkan pada tanggal dari data transaksional empiris. Kondisi ekonomi yang 28 dimaksud adalah kondisi ekonomi yang mempengaruhi harga atau nilai intangible asset. Pada intinya, semua data yang digunakan dalam melakukan penilaian dengan menggunakan pendekatan pasar, diharapkan merupakan data empiris yang berasal dari pasar. Dalam penerapannya, Pendekatan Pasar memiliki proses sistematis atau kerangka kerja umum. Berikut delapan langkah dsar dari krangka kerja umum tersebut: 1. Pengumpulan dan seleksi data 2. Klasifikasi data yang dipilih 3. Verifikasi data yang dipilih 4. Pemilihan unit untuk perbandingan 5. Penyesuaian kelipatan harga 6. Penerapan kelipatan harga 7. Rekonsiliasi indikasi nilai 2.6.3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Menurut Reilly & Schweihs (1998), Pendekatan Pendapatan didasari oleh prinsip ekonomi antisipasi atau ekspektasi. Sesuai dengan prinsipekspektasi, dalam pendekatan ini, investor mengharapkan akan mendapatkan pendapatan ekonomi di masa depan atas kepemilikan intangible asset. Ekspektasi pendapatan ekonomi yang memungkinkan tersebut kemudian dibawa ke nilai sekarang. Ekpektasi pendapatan ekonomi yang dikonversi ke nilai sekarang lah yang akan menjadi nilai dari subjek intangible asset. Pendekatan penilaian mengharuskan analis untuk memperkirakan tingkat pengembalian yang dibutuhkan oleh investor atas suatu investasi sebagai penentu apakah investasi tersebut akan menghasilkan pendapatan ekonomi. Tingkat pengembalian yang dibutuhkan juga merupakan sebuah fungsi dari risiko atau ketidakpastian dari perkiraan pendapatan ekonomi yang kemungkinan akan dihasilkan oleh subjek intangible asset. Untuk mengaplikasian pendekatan ini, diperlukan beberapa langkah sebagai berikut. Yang pertama adalah penghitungan arus kas di masa depan yang berkaitan dengan intangible asset yang spesifik. Yang kedua adalah penetapan horizon waktu yang dipertimbangkan, yaitu waktu dimana arus kas dapat 29 dihasilkan dan diestimasi. Serta yang terakhir adalah tingkat aktualisasi yang mencerminkan risiko bisnis. Tingkat aktualisasi dapat ditentukan berdasarkan weighted average cost of capital (WACC), weighted average return on assets (WARA), dan internal rate of return (IRR). Dengan Pendekatan Pendapatan, khususnya Pendekatan Pendapatan dengan Metode Discounted Cash Flow, nilai dari aset akan dihitung dengan menggunakan rumus penghitungan seperti yang ditunjukan dibawah ini. π πππππ ππππ π΄π ππ‘ = ∑ π‘=1 ππΆπΉ(π‘) (1 + ππ )π‘ (2.4) Dimana: ππΆπΉ(π‘) = arus kas bersih yang diperkirakan berasal dari intangible asset ππ = tingkat diskontor yang mencerminkan risiko bisnis π = horizon waktu Pendekatan ini dinilai sebagai pendekatan yang memiliki tingkat keakuratan paling tinggi untuk penilaian intangible asset teknologi karena mempertimbangkan lingkungan operasi yang spesifik (ukuran pasar, harga, struktur biaya, risiko) dimana teknologi dieksploitasi. 2.7. Paten Paten, atau yang mulanya dikenalnya sebagai literae patentae (hibah terbuka), adalah dokumen publik yang mengungkapkan fakta-fakta dari suatu inovasi (Drivas & Panagopoulos, 2016). Dalam hal teritorial, paten dapat diartikan sebagai akta properti yang menentukan batas wilayah suatu teknologi. Batasan tersebut memungkinkan untuk melakukan transfer teknologi tanpa ada perselisihan karena pemberi lisensi dan penerima lisensi sama-sama memiliki akta teknologi di tangan mereka. 2.7.1. Penilaian Hak Paten Intangible asset umumnya dinilai dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan (income method), pendekatan pasar (market method), atau pendekatan 30 biaya (cost method), yang meliputi arus kas yang didiskontokan (Lagrost et al., 2010). Setudi pada bidang teknologi terdahulu seringkali mengestimasi nilai intangible asset dengan mengacu pada biaya penelitian dan pengembangan (Lev & Sougiannis, 1999). Namun, model penilaian dengan menggunakan informasi biaya dari paten dinyatakan kurang memiliki dasar teori yang cukup untuk melakukan penilaian intangible asset (Holthausen & Watts, 2001). Sebaliknya, penilaian paten menggunakan arus kas diterima secara luas dalam teori dan praktik penilaian intangible asset (Damodaran, 2009). Triest & Vis, (2007) juga menyatakan bahwa dalam literatur penilaian paten dan teknologi, sebagian besar penilaian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang memakai arus kas yang didiskontokan sebagai acuan penilaian, seperti income approach. Ukuran dari arus kas adalah sperti laba, atau pendapatan royalti, atau menggunakan nilai pasar dari aset sejenis yang akan menghasilkan nilai dari suatu intangible asset. Untuk analisis tambahan, estimasi pendapatan paten di masa depan dengan menggunakan estimasi nilai pasar dan biaya paten dapat dilakukan (Pitkethly, 1997). Andriessen (2004) merekomendasikan penguunaan pendapatan di masa depan atau income method dalam melakukan penilaian intangible asset. Russell (2016) juga menggunakan income method dalam melakukan penilaian paten farmasi. Dalam menghitung arus kas yang diperkirakan, studi mengestimasi umur paten untuk dapat menilai aset. 2.7.2. Informasi Umum Mengenai Paten yang Diperlukan Informasi yang umumnya diperlukan dalam melakukan penilaian intangible asset berupa paten adalah informasi mengenai paten sejenis yang ada saat ini serta aplikasinya, termasuk deskripsi produk dan proses yang dipatenkan dan diaplikasikan, tanggal berlakunya dan berakhirnya paten, tanggal setiap paten diaplikasikan, serta aplikasi paten saat ini che. Akan tetapi, terdapat berbagai jenis paten yang berbeda-beda, informasi yang dibutuhkan untuk dapat menilainya juga beragam. Selain itu, jarang segala informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penilaian paten akan langsung tersedia. Untuk itu setelah mengumpulkan informasi yang relevan dan tersedia, penilai perlu cukup fleksibel dalam melakukan penilaian dengan keterbatasan informasi dan data yang dapat diberikan 31 oleh pihak yang asetnya dinilai. Penilai juga terkadang perlu untuk mendapatkan beberapa informasi melalui wawancara dengan perusahaan yang asetnya dinilai atau dengan pihak lain. Seiring berjalannya proses analisis penilaian, penilai dapat meninjau kembali informasi yang tertulis dan menambahkannya bila perlu, dengan mengumpulkan lebih banyak informasi dan data melalui wawancara dengan manajemen dan dengan mengacu pada berbagai informasi yang diperoleh dari luar bisnis yang saat ini menggunakan intangible asset yang serupa. 32 2.8. Kajian Penelitian Terdahu Tabel 2. 2 Kajian Penelitian Terdahulu No. Peneliti 1. Latar Belakang Tujuan akan akuisisi Mempelajari Kepentingan (2005) intangible asset teknologi yang teknologi dalam proses keputusan analisis literatur dan dikembangkan pada penelitian ini dapat sangat meningkat dan menjadi jual beli perusahaan untuk dapat studi empiris membantu penilai melakukan analisis bagian penting dari keberhasilan mengidentifikasi dan menganalisis yang proses inovasi perusahaan. langkah-langkah yang meningkatkan daya tawar penilai selama penilaian negoisasi dengan mitra yang potensial, intangible asset yang lengkap dan hingga memungkinkan dapat memahami handal. nilai aset dengan jelas dan lengkap. Russell., (2016) Peningkatan penggunaan Melakukan intangible asset logis proses penilaian terhadap Metode Hasil Chiesa, et al., mencirikan 2. Metode kualitatif, Penggunaan dari framework sistematis Metode kuantitatif, Penilaian paten dan yang rasional, farmasi dengan intangible asset tidak diiringi paten dari perusahaan farmasi, serta income method, menggunakan metode diskonto arus kas dengan relevansi dari penilaian membandingkan regresi, uji Vuong menghasilkan nilai yang relevan. Hasil intangible asset untuk kegiatan yang dihasilkan dari penggunaan dan Clarke nilai investasi maupun pengambilan metode diskonto arus kas dan nilai mencerminkan nilai sebenarnya di pasar keputusan. Penilaian intangible yang dihasilkan dari pengukuran yang lebih baik dibandingkan nilai asset masih spekulatif walaupun alternatif seperti modal intangible intangible jumlah asetnya meningkat. asset dan R&D yang dilaporkan. dilaporkan. relevansi 33 nilai paten farmasi asset tersebut yang dapat sebelumnya Tabel 2. 2 Kajian Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No. Peneliti 3. Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Triest & Vis, Paten proses pengurangan biaya Menilai intangible asset berupa Metode kuantitatif, Nilai (2007) tidak pada paten discounted pengurangan biaya yang dimiliki oleh dapat pengurangan seperti umumnya. paten Paten ini membuat berkurangnya biaya pandang pembuatan produk. paten. dari perbaikan biaya proses dari perusahaan sudut cash flow approach akhir dari paten proses perusahaan pada studi kasus. Penilaian pemegang paten perbaikan proses produksi tidak dapat dilakukan tanpa pengetahuan yang baik akan teknologi, pasar, dan para kompetitor. 4. Green, (2007) Berbagai macam intangible Menyajikan penilaian, ekonomi, Metode kualitatif, asset yang hadir di lingkungan dan aspek manajemen perusahaan Identifikasi bisnis saat ini menimbulkan yang berkaitan dengan desain dan penamaan banyak alasan untuk melakukan implementasi intangible penilaian intangible intangible asset. Memahami alasan dilakukannya penilaian intangible asset dari dalam bisnis umum. penilaian bahasa dalam bisnis. asset dan Tujuan dari penilaian intangible asset adalah untuk memahami apa itu intangible asset dan bagaimana aset asset lingkungan tersebut mempengaruhi bottom-line dari bisnis. Pemahaman bahwa alasan penilaian intangible asset, seperti untuk tujuan perpajakan, perencanaan seperti untuk tujuan perpajakan, perusahaan, atau penyelesaian sengketa, perencanaan perusahaan, atau merupakan hal yang terpenting ketika penyelesaian sengketa, adalah mempertimbangkan sifat dari intangible yang asset yang ingin dinilai terpenting dalam penilaian. 34 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan proses penelitian yang harus dilakukan penulis dalam menjalankan penelitian agar penelitian ini dapat berjalan secara sistematis, terukur, dan terarah, serta dapat menjawab permasalahan dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Tahapan-tahapan proses penilaiain akan ditampilkan dalam flowchart dan kemudian diberikan penjelasan. 3.1. Flowchart Penelitian Berikut ditampilkan flowchart penelitian yang terdiri dari langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian. Tahap identifikasi unit analisis Tahap pengumpulan data Tahap penilaian intangible asset Gambar 3.1 Flowchart Penelitian 35 ` Penarikan kesimpulan penilaian Gambar 3.1 Flowchart Penelitian (lanjutan) 36 3.2. Penjelasan Flowchart Penelitian Berikut merupakan penjelasan dari setiap tahapan penelitian yang ada dalam flowchart penelitian skripsi. 3.2.1. Tahap Identifikasi Unit Analisis Sebuah proses penilaian dimulai dari pengidentifikasian unit analisis. Identifikasi unit analisis meliputi identifikasi dari permasalahan yang perlu diketahui dalam melakukan penilaian intangible asset. Permasalahan dari penilaian intangible asset yang perlu diketahui menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1. Identifikasi intangible asset yang menjadi subjek 2. Identifikasi sifat atau hak-hak kepemilikan intangible asset yang akan dinilai 3. Objektitif dari penilaian intangible asset 4. Tujuan dari penilaian intangible asset 5. Tanggal berlakunya penilaian 3.2.2. Tahap Pengumpulan Data Setelah mengidentifikasi unit analisis, tahap selanjutnya adalah pengumpulan dan analisis data. Pada tahap ini, penilai mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam melakukan penilaian intangible asset. Data tersebut tebagi menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data primer bukan merupakan data yang telah terkompilasi ataupun dalam bentuk arsip-arsip. Data primer didapatkan melalui narasumber atau responden, yaitu pihak yang dijadikan sebagai objek penelitian atau yang dijadikan sebagai sarana dalam mendapatkan informasi atau data (Narimawati, 2008). Pengumpulan data primer yang dibutuhkan dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak lembaga pengelola intangible asset hak paten pada Perguruan Tinggi X. Berikut data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini: 1. Proyeksi harga jual produk 2. Proyeksi volume unit penjualan produk 3. Proyeksi harga pokok penjualan produk 37 Data sekunder adalah data yang telah diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. PT Y merupakan pihak yang menjadi salah satu suber pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini. Berikut data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini: 1. Faktor-faktor makro ekonomi berupa tingkat pengembalian investasi bebas risiko, indeks harga saham gabungan, serta tarif pajak untuk badan usaha tetap 2. Kondisi indutri terkait berupa ROA, beta, DER, dan tarif pajak perusahaan-perusahaan pembanding 3. Periode license agreement 4. Investasi awal yang dibutuhkan dan sumber pendanaan 5. Bunga pinjaman bank jangka panjang 6. Periode pengembalian pinjaman bank jangka panjang 7. Proyeksi volume unit penjualan produk 8. Proyeksi biaya-biaya operasional 9. Proyeksi hutang usaha 10. Proyeksi piutang usaha 3.2.3. Tahap Analisis Penilaian Intangible Aset Pendekatan dan metode yang digunakan dalam melakukan penilaian intangible asset hak paten ada penelitian ini adalah pendekatan pendapatan (income approach) dan Metode Discounted Cash Flow. Tahap pertama dalam melakukan penilaian ini adalah menentukan asumsi-asumsi penilaian. Asumsiasumsi penilaian perlu untuk ditetapkan guna dapat melakukan penilaian dengan menggunakan data yang terkumpul dengan keterbatasannya. Tahap yang kedua adalah melakukan estimasi periode proyeksi pendapatan ekonomi. Periode proyeksi pendapatan ekonomi merupakan periode waktu di masa depan dimana unit ekonomi yang menggunakan intangible asset diharapkan mampu menghasilkan pendapatan ekonomi yang terukur. Unit 38 ekonomi dalam komersialisasi produk penelitian Perguruan Tinggi X. Pendapatan ekonomi dari komersialisasi produk penelitian Perguruan Tinggi X akan diproyeksikan selama periode proyeksi yang ditentukan. Tahap yang ketiga adalah membuat permodelan keuangan yang merupakan alat untuk melakukan proyeksi pendapatan ekonomi. Permodelan keuangan dan proyeksi pendapatan ekonomi yang dibuat akan menghasilkan proyeksi-proyeksi pendapatan, biaya-biaya, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan neraca, laporan free cash flow, dan lain-lain. Tahap yang ke empat adalah perhitungan tingkat diskonto. Perhitungan tingkat diskonto merupakan perhitungan biaya modal PT Y. Biaya modal yang digunakan adalah WACC (weighted average cost of capital) atau biaya modal tertimbang dari berbagai sumber modal sesuai dengan komposisi masing-masing. Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian intangible asset dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan metode discounted cash flow yang akan menghasilkan nilai dari intangibel asset hak paten produk penelitian. Dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan metode discounted cash flow, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah mengalokasikan sebagian pendapatan ekonomi yang merupakan hasil dari kontribusi aset-aset tetap dan mengalokasikan sebagian pendapatan ekonomi lainnya yang merupakan hasil dari kontribusi intangible asset. Pendapatan ekonomi yang dialokasikan adalah laba bersih sebelum pajak per tahun selama periode proyeksi. Laba bersih sebelum pajak per tahun yang dihasilkan intangible asset kemudian dikurangi beban pajak dan menjadi laba bersih yang dihasilkan intangible asset per tahun. Setelah mendapatkan laba bersih per tahun yang dihasilkan intangible asset, selanjutnya adalah memproyeksikan arus kas bersih (free cash flow) per tahun selama periode proyeksi yang dianggap dihasilkan intangible asset. Arus kas bersih per tahun yang dihasilkan intangible asset kemudian didiskontokan menggunakan tingkat diskonto atau WACC sehingga dihasilkan nilai sekarang (net present value) dari arus arus kas bersih atau DCF (discounted cash flow) selama periode proyeksi tersebut. Jumlah nilai sekarang dari arus kas bersih atau DCF selama periode proyeksi akan menghasilkan NPV (net present value). Nilai NPV tersebut merupakan nilai dari intangible asset. 39 Setelah nilai dari intangible asset dihasilkan, perlu dilakukan penghitungan tarif royalti agar Perguruan Tinggi X dapat mendapatkan pendapatan ekonomi sebesar nilai intangible asset hak paten produk penelitian yang dimilikinya. Tarif royalti yang ditetapkan adalah tarif royalti dalam bentuk persentase dari penjualan bersih Produk A. Tarif royalti akan dikalikan dengan total penjualan bersih per tahun sehingga menghasilkan pendapatan royalti per tahun. Nilai sekarang atau NPV dari total pendapatan royalti selama periode proyeksi yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai yang sama dengan nilai intangible asset. Penghitungan tarif royalti dilakukan dengan menggunakan dua fungsi dari analisis what-if pada Software Microsoft Office Excel yaitu data table dan goal seek. 3.2.4. Penarikan Kesimpulan Tahapan ini merupakan tahapan yang paling terakhir dalam penelitian ini. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan jawaban dari tujuan dan rumusan masalah penelitian, yaitu nilai dari hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X dan tarif royalti yang dapat ditetapkan Perguruan Tinggi X atas liecense agreement yang dilakukan dengan PT Y. Selain itu penulis juga memberikan saran bagi penelitian selanjutnya. 40 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini dijelaskan tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Setelah itu dijelaskan juga mengenai tahap pengolahan data yang telah didapatkan. Metode pengolahan data dilakukan sesuai dengan penjelasan pada bab sebelumnya. 4.1. Pengunpulan Data Data primer dan sekunder yang berhasil dikumpulkan akan ditampilkan pada sub bab pengumpulan data. 4.1.1. Investasi Bebas Risiko Riesiko merupakan ketidakpastian dalam kemungkinan distribusi pengembalian (return) (Fischer & Jordan, 1995). Seluruh investasi pada dasarnya memiliki risiko, tidak terdapat investasi yang benar-benar tidak memiliki risiko. Namun tingkat risiko dari investasi berbeda-beda. Yang dimaksud dengan investasi bebas risiko merupakan investasi dengan risiko terkecil. Tingkat risikonya sangat rendah sehingga risikonya dapat diabaikan dan dianggap sebagai investasi bebas risiko. Investasi bebas risiko dianggap sebagai investasi yang secara pasti akan memberikan tingkat keuntungan kepada investor. Investasi yang dianggap bebas risiko perlu untuk ditetapkan. Hal tersebut karena investasi bebas risiko menjadi pembanding atau tolak ukur dalam menetapkan risiko dari investasi-investasi lain. Tabel 4. 1 Obligasi Pemerintah Tahun 2017 Today TTM (Years) Series 5,51 10,68 15,35 20,36 FR0053 FR0056 FR0073 FR0072 Yield (%) 8,7850 8,7369 8,9019 8,9183 Yesterday Price (%) 97,7000 97,5000 98,7216 93,7568 Sumber: Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) 41 Yield (%) 8,8076 8,7360 8,8965 8,9273 Coupon (%) Price (%) 97,6000 97,5040 98,7663 93,6770 8,2500 8,3750 8,7500 8,2500 Dalam penelitian ini, data tingkat pengembalian dari investasi bebas risiko diperlukan dalam penghitungan biaya ekuitas (cost of equity) perusahaan. Investasi yang ditetapkan sebagai investasi bebas risiko adalah obligasi pemerintah. Tabel 4.1 menampilkan data instrumen investasi bebas risiko (obligasi pemerintah) yang diperdagangkan di pasar sekunder. 4.1.2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menurut Anoraga & Pakarti (2001), ISHG merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek yang menjadi acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. Menurut Sunariyah (2003), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu dan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Yang dimaksud IHSG mencerminkan kinerja saham gabungan adalah IHSG mencerminkan kinerja seluruh saham yang tergabung di bursa efek. Hal tersebut dikarenakan dalam perhitungan IHSG melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. Dengan kata lain, ISHG dapat digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah secara keseluruhan harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. Indeks yang dimaksud dalam IHSG adalah return index atau tingkat pengembalian atau keuntungan pasar secara keseluruhan atas saham-saham gabungan tersebut. IHSG 7.000,00 6.000,00 5.000,00 4.000,00 3.000,00 2.000,00 1.000,00 0,00 Jul 01, 2017 Jan 01, 2017 Jul 01, 2016 Jan 01, 2016 Jul 01, 2015 Jan 01, 2015 Jul 01, 2014 Jan 01, 2014 Jul 01, 2013 Jan 01, 2013 Jul 01, 2012 Jan 01, 2012 Jul 01, 2011 Jan 01, 2011 Jul 01, 2010 Jan 01, 2010 Jul 01, 2009 Jan 01, 2009 Jul 01, 2008 Jan 01, 2008 Jul 01, 2007 Adj Close** Gambar 4. 1 IHSG Tahun 2007-2017 Sumber: Yahoo Finace 42 Dalam penelitian ini IHSG dapat digunakan untuk menentukan market return yang digunakan untuk menghitung market risk dan WACC. Data IHSG yang digunakan adalah pada rentang waktu 10 tahun yaitu antara tahun 2007 hingga 2017. Di bawah ini merupakan grafik pergerakan IHSG pada tahun 2007 hingga 2017. 4.1.3. Proyeksi Penjualan Produk Gambar 4.2 menunjukkan proyeksi penjualan Produk A dari tahun 2018 hingga tahun 2021. Data proyeksi penjualan Produk A merupakan data hasil wawancara dengan pihak dari salah satu lembaga pada Perguruan Tinggi X yang merupakan lembaga pengelola hak paten produk penelitian. Estimasi proyeksi penjualan Produk A imulai dari tahun 2018 dikarenakan PT Y merencanakan akan melakukan produksi dan penjulan Produk A dimulai dari tahun 2018. Pihak dari lembaga pengelola hak paten produk penelitian menyatakan bahwa PT Y ditargetkan dapat menjual 100.000 unit per tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2021. Komersialisasi produk penelitian yang dilakukan Perguruan Tinggi X dengan melakukan license agreement dengan PT Y, merupakan komersialisasi pertama kali yang dilakukan terhadap hak paten produk penelitian yang dimilikinya, sehingga jumlah unit penjualan produk per rtahun ditargetkan konstan terlebih dahulu tanpa pertumbuhan. Proyeksi penjualan Produk A ini termasuk didalamnya estimasi penjualan ekspor. Proyeksi Penjualan Produk A 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 2018 2019 2020 Gambar 4. 2 Proyeksi Penjualan Produk A Tahun 2018-2021 43 2021 4.1.4. Harga Jual Produk Harga jual Produk A direncanakan konstan dari tahun 2018 hingga tahun 2021. Harga jual Produk A yang ditetapkan untuk tahun 2018 hingga tahun 2021 adalah sebesar Rp 20.000.000. Informasi mengenai perencanaan harga jual Produk A tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak lembaga pengelola hak paten produk penelitian pada Perguruan Tinggi X. 4.1.5. Investasi Aset Tetap Rincian investasi aset-aset tetap dan jumlah dana investasi yang dibutuhkan untuk menjalankan komersialisasi produk penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.2. Investasi aset-aset tetap yang dibutuhkan untuk mengkomersialisasi prduk penelitian adalah investasi aset tetap dalam bentuk gedung, mesin, peralatan, kendaraan, komputer dan perangkat lunak. Total dana investasi yang dibutuhkan adalah sebesar 87.485.580.000 rupiah. Seluruh dana investasi dibutuhkan pada tahun 2017 dan investasi dilakukan pada tahun 2017. Tabel 4. 2 Investasi Aset Tetap Investasi Tahun 2017 Gedung 8.099.000.000 Mesin 22.682.800.000 Komputer dan perangkat lunak 4.200.000.000 Kendaraan 4.410.000.000 Peralatan 48.093.780.000 Total Investasi 87.485.580.000 Umur ekonomis dari aset-aset tetap yang merupakan investasi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.3. Umur ekonomis dari aset tetap akan digunakan untuk melakukan penyusutan aset tetap dan memperoleh nilai dari aset tetap tersebut dari tahun ke tahun yang dibutuhkan pada saat pengolahan data dalam penilaian ini. Data total investasi aset tetap yang dibutuhkan berserta data umur ekonomis dari aset-aset tetap merupakan data proforma yang mengacu pada data investasi aset-aset tetap yang diestimasi oleh PT Y. 44 Tabel 4. 3 Umur Ekonomis Aset Tetap Investasi Umur Ekonomis Gedung 19 Mesin 4 Peralatan 15 Kendaraan 10 Komputer dan Perangkat Lunak 5 4.1.6. Sumber Pendanaan Gambar 4.3 menunjukkan sumber pendanaan yang digunakan untuk membiayai investasi ynag dibutuhkan untuk komersialisasi produk penelitian. Sumber dana direncanakan akan berasal dari ekuitas atau modal sendiri dan pinjaman jangka panjang dari bank. Dari total dana investasi yang dibutuhkan, 10% sumber dana yaitu sebesar Rp 8.748.558.000 direncanakan berasal dari ekuitas. Sedangkan sebesar 90% sumber dana yaitu sebesar Rp 78.737.022.000 direncanakan berasal dari pinjaman bank. Pendanaan yang berasal dari pinjaman bank akan menimbulkan beban bunga pinjaman. Bunga pinjaman yang akan dikenakan adalah sebesar 14% per tahun. Pinjaman bank akan memiliki jangka waktu pengembalian 4 tahun. Data sumber pendanaan tersebut merupakan data proforma yang mengacu pada data perencanaan sumber dana PT Y dan hasil wawancara dengan pihak lembaga pengembang intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. Sumber Pendanaan 8.748.558.000 ; 10% 78.737.022.000 ; 90% Pinjaman Bank Ekuitas Gambar 4. 3 Sumber Pendanaan 45 4.1.7. Proyeksi Biaya-biaya Proyeksi HPP (harga pokok penjualan) dan biaya biaya operasional yang akan timbul selama proses komersialisasi produk penelitian pada tahun 2017 dan 2018 ditunjukkan pada Tabel 4.4. Sedangkan, proyeksi HPP dan biaya-biaya operasional selama tahun 2017 hingga tahun 2021 secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1. Proyeksi HPP dan biaya-biaya operasi tersebut merupakan data proforma yang mengacu pada data proyeksi HPP dan biaya-biaya operasi yang diestimasi oleh PT Y. Data pertumbuhan biaya-biaya komersialisasi per tahun bersumber dari estimasi yang dilakukan oleh PT Y. Tabel 4. 4 Proyeksi biaya-biaya Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi 2018 HPP - -1.000.000.000.000 Biaya pemasaran - -78.150.000.000 Biaya tenaga kerja -5.038.288.640 -5.088.671.526 Biaya kompensasi - -5.450.000.000 Biaya perolehan properti -25.515.000.000 - Biaya jasa pihak luar -40.031.040.000 -41.884.477.152 Biaya tetap pemasaran -21.000.000.000 -31.500.000.000 -4.374.279.000 -5.249.134.800 -700.000.000 -1.050.000.000 Biaya tetap lainnya Biaya umum & administratif 4.1.8. Perusahaan Pembanding Data beta, rasio utang dengan ekuitas (debt equity ratio / DER), pajak, serta rata-rata ROA (return on asset) selama lima tahun terakhir dari perusahaanperusahaan pembanding di pasar perlu untuk didapatkan. Data beta, DER, serta pajak dari perusahaan-perusahaan pembanding dibutuhkan untuk menghitung beta PT Y. Data mengenai beta perusahaan PT Y belum terdapat dan belum diketahui data historisnya sehingga beta dari PT Y perlu untuk dihitung. Beta PT Y perlu untuk diketahui untuk dapat menghitung weighted average cost of capital (WACC) dari PT Y. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai pembanding 46 adalah perusahaan-perusahaan pada industri yang ingin dimasuki oleh PT Y, yaitu industri yang memproduksi produk sejenis dengan Produk A . Hal tersebut dikarenakan dalam penilaian ini, WACC yang dibutuhkan adalah WACC dari PT Y sebagai perusahaan yang memproduksi Produk A. ROA merupakan rasio antara laba bersih dengan jumlah aset perusahaan secara keseluruhan. ROA mencerminkan tingkat pengembalian dari total aset yang dimiliki perusahaan. Data average ROA selama lima tahun dari perusahaanperusahaan pembanding akan digunakan untuk menghitung return atau tingkat pengembalian dari aset-aset berwujud yang digunakan dalam komersialisasi produk penelitian. Jumlah rata-rata dari average ROA perusahaan-perusahaan pembanding akan menjadi tingkat pengembalian atau ROA dari aset-aset berwujud yang digunakan dalam komersialisasi produk penelitian. ROA dari asetaset berwujud yang dikalikan laba bersih per tahun akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang merupakan pengembalian dari aset-aset berwujud. Tabel 4.5 menunjukkan 8 perusahaan-perusahaan pembanding yang memiliki ketersediaan data beta, DER, pajak, dan average ROA selama lima tahun di pasar. Nama delapan perusahaan tersebut disamatkan karena merupakan perusahaanperusahaan pada industri dimana PT Y akan memasuki. Tabel 4. 5 Perusahaan Pembanding ROA Beta DER Tax A B Ltd. 1,05 48,14 26% 5,62 A M T Inc. 1,84 89,69 30% 8,10 A Inc. 1,33 70,93 26% 8,92 E E Co. 1,19 50,81 28% 8,92 F E Co Inc. 1,61 29,87 20% 7,75 N Corp. 0,88 49,05 21% 5,65 R B Corp. 1,53 64,22 21% 3,80 R A Inc. 1,15 84,78 20% 12,80 Rata-rata 1,32 60,94 24% 7,70 Perusahaan Pembanding 47 5 Yr. Avg. 4.2. Pengolahan Data Berdasarkan dari data pendapatan, biaya-biaya, dan data komersialisasi hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X lainnya yang telah dikumpulkan, maka akan dibuat permodelan keuangan untuk memproyeksikan penjualan, biayabiaya, modal kerja, laba rugi, arus kas, neraca, intangible asset post tax profit dan lain sebagainya. Selain itu, akan dihitung biaya modal yang akan digunakan sebagai tingkat diskonto yaitu WACC (weighted average cost of capital) dari PT Y. 4.2.1. Periode Proyeksi Pendapatan Ekonomi Estimasi periode proyeksi yang ditetapkan untuk melakukan penilaian ini adalah selama 5 tahun, yaitu pada tahun 2017, 2018, 2019, 2020, dan 2021. Estimasi periode proyeksi pendapatam ekonomi tersebut adalah berdasarkan periode dari licence agreement yang akan dilaksanakan. License agreement direncanakan akan mulai dilaksanakan dari tahun 2017 dan berakhir pada tahun 2021. Tahun 2017 adalah periode investasi. Produksi dan penjualan Produk A dimulai dari tahun 2018 hingga tahun 2021. Teknologi yang terdapat pada hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X diasumsikan akan mengalami technology obsolete ketika license agreement berakhir. Technology obsolete atau keusangan teknologi adalah kondisi dimana terdapat teknologi sejenis yang baru dan telah berkembang menggantikan teknologi sebelumnya sehingga teknologi sebelumnya ditinggalkan (Reilly & Schweihs, 1998). Dengan kata lain, ketika license agreement berakhir di tahun 2021, intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X diasumsikan mengalami technology obsolete dan sudah tidak mampu lagi menimbulkan pendapatan ekonomi. 4.2.2. Proyeksi Penjualan Bersih Produk Total penjualan bersih Produk A per tahun didapatkan dari volume unit penjualan dikalikan dengan harga jual produk peda setiap tahunnya. Tabel hasil perhitungan penjualan bersih Produk A pada tahun 2017 hingga 2021 secara keseluruhan ditampilkan pada Lampiran 2. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4, proyeksi penjualan bersih Produk A per tahun dari tahun 2018 48 hingga tahun 2021 memiliki jumlah yang sama yaitu sebesar Rp 2.000.000.000.000. Hal tersebut dikarenakan volume unit penjualan dan harga jual Produk A dari tahun 2018 hingga tahun 2021 konstan atau tidak mengalami pertumbuhan. Proyeksi Penjualan Bersih 2.500.000.000.000 2.000.000.000.000 1.500.000.000.000 1.000.000.000.000 500.000.000.000 0 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 4 Proyeksi Penjualan Bersih Produk A 2017-2021 4.2.3. Proyeksi Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan (HPP) untuk setiap unit yang terjual adalah sebesar Rp 10.000.000. Total harga pokok penjualan per tahun didapatkan dari harga pokok penjualan per unit produk dikalikan dengan volume unit penjualan dalam satu tahun. Penjualan Produk A dimulai pada tahun 2018, oleh karena itu harga pokok penjualan mulai timbul pada tahun 2018 dan tidak terdapat harga pokok penjualan pada tahun 2017. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.5, proyeksi harga pokok penjualan per tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2021 tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan volume unit penjualan Produk A dari tahun 2018 hingga tahun 2021 juga konstan. Tabel proyeksi harga pokok penjualan dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 3. Proyeksi harga pokok penjualan per tahun dari tahun 2017 hingga 2021 adalah sebesar Rp 1.000.000.000.000. 49 Proyeksi Harga Pokok Penjualan 1.200.000.000.000 1.000.000.000.000 800.000.000.000 600.000.000.000 400.000.000.000 200.000.000.000 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 5 Proyeksi Harga Pokok Penjualan Tahun 2017-2021 4.2.4. Proyeksi Biaya Pemasaran Biaya Pemasaran 90.000.000.000 80.000.000.000 70.000.000.000 60.000.000.000 50.000.000.000 40.000.000.000 30.000.000.000 20.000.000.000 10.000.000.000 0 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 6 Proyeksi Biaya Pemasaran Tahun 2017-2021 Setiap penjualan satu unit Produk A akan menimbulkan biaya pemasaran sebesar Rp 781.500. Penjualan Produk A akan dimulai pada tahun 2018, oleh karena itu biaya pemasaran juga mulai muncul di tahun 2018 dan tidak terdapat biaya pemasaran di tahun 2017. Estimasi total biaya pemasaran per tahun didapatkan dari biaya pemasaran per unit yang terjual dikalikan dengan estimasi 50 volume unit penjualan dalam setahun. Sebagai contoh, Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.6, proyeksi biaya pemasaran dari tahun 2018 hingga tahun 2021 tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan volume unit penjualan Produk A dari tahun 2018 hingga tahun 2021 juga konstan. Proyeksi biaya pemasaran per tahun dari tahun 2018 hingga 2021 adalah sebesar Rp 78.150.000.000. Tabel proyeksi biaya pemasaran dari tahun 2017 hingga 2021 ditampilkan dalam Lampiran 4. 4.2.5. Proyeksi Biaya Tenaga Kerja Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.7, biaya tenaga kerja diestimasikan terus mengalami kenaikan dari tahun 2017 hingga tahun 2021. Proyeksi biaya tenaga kerja pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 5.038.288.640. Biaya tenaga kerja pada tahun 2018 diestimasikan mengalami kenaikan sebesar 1% dibandingkan tahun 2017. Proyeksi biaya tenaga kerja pada tahun 2018 adalah sebesar Rp 5.088.671.526. Sedangkan dari tahun 2019 hingga 2021, biaya tenaga kerja secara berturut-turut diestimasikan akan mengalami kenaikan sebesar 6% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel proyeksi biaya tenaga kerja dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 5. Proyeksi biaya tenaga kerja pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 5.393.991.818, sebesar Rp 5.717.631.327 pada tahun 2020, dan sebesar Rp 6.060.689.207 pada tahun 2021. Proyeksi Biaya Tenaga Kerja 7.000.000.000 6.000.000.000 5.000.000.000 4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000 1.000.000.000 2017 2018 2019 2020 Gambar 4. 7 Proyeksi Biaya Tenaga Kerja Tahun 2017-2021 51 2021 4.2.6. Proyeksi Biaya Kompensasi Setiap penjualan satu unit Produk A diasumsikan akan menimbulkan biaya kompensasi sebesar Rp 54.500. Total biaya kompensasi dalam satu tahun didapatkan dari biaya kompensasi per unit produk yang terjual dikalikan dengan total volume unit penjualan dalam satu tahun. Penjualan Produk A akan dimulai pada tahun 2018. Oleh karena itu, biaya kompensasi tidak timbul pada tahun 2017 dan mulai timbul pada tahun 2018. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.8, proyeksi biaya kompensasi dari tahun 2018 hingga tahun 2021 tidak mengalami pertumbuhan dikarenakan volume unit penjualan Produk A dari tahun 2018 hingga tahun 2021 juga konstan. Tabel proyeksi biaya kompensasi dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 6. Proyeksi biaya kompensasi per tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2021 adalah sebesar Rp 5.450.000.000. Proyeksi Biaya Kompensasi 6.000.000.000 5.000.000.000 4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000 1.000.000.000 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 8 Proyeksi Biaya Kompensasi Tahun 2017-2021 4.2.7. Proyeksi Biaya Perolehan Properti Proyeksi biaya perolehan properti pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 25.515.000.000. Biaya perolehan properti muncul dikarenakan kegiatan dari investasi dan pembangunan gedung. Dalam komersialisasi produk penelitian ini, hanya terdapat kegiatan investasi gedung pada periode investasi yaitu pada tahun 2017. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.9, tidak timbul biaya perolehan 52 properti pada tahun-yahun berikutnya yaitu pada tahun 2018 hingga tahun 2021. Contoh dari biaya perolehan properti adalah biaya penelitian tanah, biaya merobohkan bangunan lama, biaya perataan dan pembersihan tanah, biaya perbaikan bangunan sebelum digunakan, komisi pembelian, bea balik nama, biaya pengurusan ijin mendirikan gedung, dan lain sebagainya. Tabel proyeksi biaya perolehan properti dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 7. Proyeksi Biaya Perolehan Properti 30.000.000.000 25.000.000.000 20.000.000.000 15.000.000.000 10.000.000.000 5.000.000.000 0 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 9 Proyeksi Biaya Perolehan Properti Tahun 2017-2021 4.2.8. Proyeksi Biaya Jasa Pihak Luar Pada tahun 2018 biaya jasa pihak luar mengalami kenaikan sikitar sebesar 5% dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2019 biaya jasa pihak luar mengalami kenaikan sekitar sebesar 7% dibandingkan tahun 2018. Pada tahun 2020 biaya jasa pihak luar kembali mengalami kenaikan skitar sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021 biaya jasa pihak luar kembali mengalami kenaikan sekitar sebesar 7% dibandingkan tahun sebelumnya. Biaya personel pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 40.031.040.000, pada tahun 2018 sebesar Rp 41.884.477.152, pada tahun 2019 sebesar Rp 44.661.417.987, pada tahun 2020 sebesar Rp 47.059.736.133, dan pada tahun 2021 sebesar Rp 50.179.796.639. Tabel proyeksi biaya personel dari tahun 2017 hingga 2021 ditampilkan dalam Lampiran 8. 53 Biaya Jasa Pihak Luar 60.000.000.000 50.000.000.000 40.000.000.000 30.000.000.000 20.000.000.000 10.000.000.000 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 10 Proyeksi Biaya Jasa Pihak Luar Tahun 2017-2021 4.2.9. Proyeksi Biaya Tetap Pemasaran Proyeksi Biaya Tetap Pemasaran 80.000.000.000 70.000.000.000 60.000.000.000 50.000.000.000 40.000.000.000 30.000.000.000 20.000.000.000 10.000.000.000 2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 11 Proyeksi Biaya Tetap Pemasaran Tahun 2017-2021 Proyeksi biaya tetap pemasaran mengalami pertumbuhan yang konstan dari tahun 2017 hingga tahun 2021. Biaya tetap pemasaran diestimasikan mengalami pertumbuhan sebesar 50% setiap tahunnya selama periode proyeksi. Total biaya tetap pemasaran pada tahun 2018 mengalami akan pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan total biaya tetap pemasaran tahun 2017, dan 54 seterusnya. Proyeksi biaya tetap pemasaran pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 21.000.000.000, sebesar Rp 31.500.000.000 pada tahun 2018, sebesar Rp 47.250.000.000 pada tahun 2019, sebesar Rp 70.875.000.000 pada tahun 2020, dan sebesar Rp 106.312.500.000 pada tahun 2021. Tabel proyeksi biaya tetap pemasaran dari tahun 2017 hingga 2021 ditampilkan dalam Lampiran 9. 4.2.10. Proyeksi Biaya Tetap Lainnya Proyeksi biaya tetap lainnya dari tahun 2017 hingga tahun 2021 juga diestimasikan akan mengalami pertumbuhan yang konstan. Biaya tetap lainnya diestimasikan akan mengalami pertumbuhan sebesar 20% per tahun mulai dari tahun 2017 hingga tahun 2021. Total biaya tetap lainnya pada tahun 2018 akan mengalami pertumbuhan sebesar 20% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2017, dan seterusnya. Proyeksi biaya tetap lainnya pada tahun 2017 sebesar Rp 4.374.279.000, sebesar Rp 5.249.134.800 pada tahun 2018, sebesar Rp 6.298.961.760 pada tahun 2019, sebesar Rp 7.558.754.112 pada tahun 2020, dan sebesar Rp 9.070.504.934 pada tahun 2021. Tabel proyeksi biaya tetap lainnya dari tahun 2017 hingga 2021 ditampilkan dalam Lampiran 10. Proyeksi Biaya Tetap Lainnya 7.000.000.000 6.000.000.000 5.000.000.000 4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000 1.000.000.000 2017 2018 2019 2020 Gambar 4. 12 Proyeksi Biaya Tetap Lainnya Tahun 2017-2021 55 2021 4.2.11. Proyeksi Biaya Umum dan Administrasi Proyeksi biaya umum dan administrasi memiliki tingkat pertumbuhan yang sama dengan proyeksi biaya event pemasaran. Biaya umum dan administrasi diestimasikan akan mengalami pertumbuhan sebesar 50% per tahun dimulai dari tahun 2017 hingga tahun 2021. Total biaya umum dan administrasi pada tahun 2018 akan mengalami pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan total biaya umum dan administrasi pada tahun 2017, dan seterusnya. Proyeksi biaya umum dan administrasi pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 700.000.000, sebesar Rp 1.050.000.000 pada tahun 2018, sebesar Rp 1.575.000.000 pada tahun 2019, sebesar Rp 2.362.500.000 pada tahun 2020, dan sebesar Rp 3.543.750.000 pada tahun 2021. Tabel proyeksi biaya umum dan administrasi dari tahun 2017 hingga 2021 ditampilkan dalam Lampiran 11. Proyeksi Biaya Umum dan Administrasi Rp3.000.000.000 Rp2.500.000.000 Rp2.000.000.000 Rp1.500.000.000 Rp1.000.000.000 Rp500.000.000 Rp2017 2018 2019 2020 2021 Gambar 4. 13 Proyeksi Biaya Umum & Administrasi Tahun 2017-2021 4.2.12. Proyeksi Piutang Usaha Hasil perhitungan piutang usaha mulai tahun 2017 hingga tahun 2019 ditampilkan pada Tabel 4.6. Piutang usaha adalah sebagian dari penjualan yang belum dibayarkan dalam bentuk kas oleh pelanggan. Piutang usaha pada setiap tahun akan dibayarkan oleh pelanggan pada taahun berikutnya. Oleh karena itu, pembayaran piutang usaha tahun lalu merupakan pelunasan yang telah dibayarkan oleh pelanggan atas piutang usaha tahun lalu. Seperti yang telah sebutkan dalam 56 asumsi peilaian, besarnya piutang usaha pada akhir periode per tahun adalah sebesar 13% dari penjualan bersih per tahun. Total penerimaan kas dari penjualan adalah kas yang telah dibayarkan oleh pelanggan dan diterima oleh perusahaan atas penjualan yang telah dilakukan. Total penerimaan kas dari penjualan per tahun didapatkan dari penjualan dikurangi piutang usaha ditambahkan pembayaran piutang usaha per tahun. Proyeksi total penerimaan kas dari penjualan mulai tahun 2017 hingga 2021 dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 4. 6 Proyeksi Piutang Usaha Tahun 2017 2018 2019 Deskripsi Penjualan - Piutang usaha - 260.000.000.000 260.000.000.000 - - 260.000.000.000 Pembayaran piutang usaha tahun lalu Total penerimaan kas dari penjualan - 2.000.000.000.000 2.000.000.000.000 1.740.000.000.000 2.000.000.000.000 4.2.13. Proyeksi Hutang Usaha Proyeksi hutang usaha dari tahun 2017 hingga tahun 2019 ditampilkan dalam Tabel 4.7. Seperti yang telah disebutkan dalam asumsi penilaian, Jumlah utang usaha pada akhir periode per tahun adalah sebesar 13% dari total biaya per tahun. Hutang usaha merupakan sebagian biaya dalam satu tahun yang belum dibayarkan perusahaan dalam bentuk kas dan menjadi kewajiban perusahaan untuk melunasi utang hutang usaha tersebut pada tahun berikutnya. Pembayaran hutang usaha tahun lalu merupakan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk kas untuk melunasi hutang usaha tahun sebelumnya. Total pengeluaran kas untuk operasional merupakan kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar sebagian biaya dan untuk melunasi hutang usaha tahun lalu. Total pengeluaran kas untuk operasional per tahun didapatkan dari biaya dikurangi hutang usaha ditambah pembayaran utang usaha tahun lalu pada tahun yang sama. Proyeksi total pengeluaran kas untuk operasional mulai tahun 2017 hingga 2021 dapat dilihat pada Lampiran 13. 57 Tabel 4. 7 Proyeksi Hutang Usaha Tahun 2017-2019 Tahun 2017 Deskripsi Biaya 2018 2019 96.658.607.640 1.168.372.283.478 1.188.779.371.565 Hutang usaha Pembayaran hutang usaha tahun lalu Total pengeluaran kas untuk operasional - 151.888.396.852 154.541.318.303 - - 151.888.396.852 96.658.607.640 1.016.483.886.626 1.186.126.450.114 4.2.14. Proyeksi Perubahan Modal Kerja Hasil perhitungan perubahan modal kerja dari tahun 2017 hingga tahun 2019 ditampilkan dalam Tabel 4.8. Jumlah kebutuhan modal kerja dalam satu tahun didapatkan dari jumlah piutang usaha dikurangi dengan jumlah hutang usaha pada tahun tersebut. Perubahan modal kerja akan menjadi arus kas keluar (out flow) pada proyeksi arus kas bersih karena merupakan penjualan yang pembayarannya belum diterima dalam bentuk kas serta jumlahnya melebihi hutang usaha atau jumlah biaya yang belum dibayarkan dalam bentuk kas oleh perusahaan. Jumlah perubahan modal kerja dalam satu tahun didapatkan dari kebutuhan modal kerja tahun sekarang dikurangi dengan kebutuhan modal kerja pada tahun sebelumnya. Proyeksi perubahan modal kerja mulai tahun 2017 hingga 2021 dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 4. 8 Proyeksi Perubahan Modal Kerja Tahun 2017-2019 Tahun 2017 Deskripsi 2018 2019 Piutang usaha - 260.000.000.000 260.000.000.000 Hutang usaha - 151.888.396.852 154.541.318.303 Kebutuhan modal kerja - 108.111.603.148 105.458.681.697 Perubahan modal kerja - 108.111.603.148 -2.652.921.451 58 4.2.15. Proyeksi Pendanaan Pendanaan dengan menggunakan pinjaman bank akan menimbulkan beban bunga. Hasil perhitungan beban bunga dari tahun 2017 hingga tahun 2019 ditunjukkan dalam Tabel 4.9. Untuk dapat menghitung beban bunga per tahun, perlu dilakukan perhitungan angsuran pinjaman, saldo akhir pinjaman, bunga pinjaman, dan IDC terlebih dahulu. Selain menimbulkan beban bunga, pendanaan yang berasal dari pinjaman bank mengharuskan perusahaan untuk melakukan pembayaran angsuran pinjaman per tahun mulai tahun saat melakukan pinjaman hingga tahu saat hutang lunas. Waktu pengembalian pinjaman bank adalah selama 4 tahun. Pinjaman bank dilakukan pada tahun 2017, sehingga pembayaran angsuran pinjaman dilakukan mulai tahun 2017 hingga tahun 2021. Besarnya angsuran pinjaman per tahunnya adalah sebesar Rp 19.684.255.500. Besarnya angsuran pinjaman per taahun tersebut didapatkan dari jumlah pinjaman bank yaitu sebesar Rp 87.485.580.000 dibagi 4 yaitu periode tahun pengembalian pinjaman. Tabel 4. 9 Proyeksi Pendanaan Tahun 2017-2019 Tahun Deskripsi Total Investasi 2017 2018 87.485.580.000 2019 - - - 19.684.255.500 19.684.255.500 Saldo Akhir Pinjaman 78.737.022.000 59.052.766.500 39.368.511.000 Bunga Pinjaman 11.023.183.080 8.267.387.310 5.511.591.540 IDC 11.023.183.080 - - - 8.267.387.310 5.511.591.540 Sumber Dana Ekuitas Pinjaman Bank Angsuran Pinjaman Beban Bunga 8.748.558.000 78.737.022.000 Saldo akhir pinjaman pada setiap tahun merupakan sisa pinjaman atau sisa utang perusahaan kepada bank yang belum dibayar dan harus dilunasi. Besarnya saldo akhir pinjaman per tahun didapat dari saldo akhir pinjaman tahun lalu 59 ditambah pertambahan pinjaman bank tahun ini dikurangi angsuran pinjaman tahun ini. Besarnya bunga pinjaman per tahun didapat dari saldo akhir pinjaman per tahun dikalikan dengan tarif bunga pinjaman yaitu sebesar 14%. Bunga pinjaman yang timbul selama masa konstruksi atau periode investasi dan perusahaan belum menjalankan operasi akan menjadi interest during construction (IDC). IDC akan dianggap sebagai investasi awal. Jumlah beban bunga per tahun didapatkan dari bunga pinjaman dikurangi dengan IDC pada tahun yang sama. Tahun 2017 merupakan masa konstruksi atau periode investasi sehingga terdapat IDC. Bunga pinjaman pada tahun 2017 akan dikurangi IDC dengan jumlah yang sama, atau dengan kata lain bunga pinjaman tahun 2017 akan menjadi IDC sehingga beban bunga pada tahun 2017 akan diakui sama dengan nol. IDC tidak timbul pada tahun-tahun berikutnya karena perusahaan sudah beroperasi sehingga jumlah beban bunga per tahun sama dengan jumlah bunga pinjaman per tahun. Proyeksi beban bunga dari tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 15. 4.2.16. Proyeksi Harga Perolehan Aset Tetap Untuk dapat menghitung nilai buku dari aset-aset tetap yang diperoleh dari kegiatan investasi, pertama-tama perlu dilakukan perhitungan harga perolehan aset tetap, akumulasi harga perolehan aset tetap, biaya depresiasi, serta akumulasi biaya depresiasi terlebih dahulu. Nilai buku aset tetap merupakan estimasi nilai dari setiap aset tetap per tahun yang diakui oleh perusahaan. Tabel 4.10 menampilkan proyeksi harga perolehan aset tetap dari tahun 2017 hingga tahun 2018. Harga perolehan per tahun merupakan investasi dalam bentuk aset tetap yang dilakukan pada tahun tersebut. Investasi aset tetap hanya dilakukan pada periode investasi yaitu pada tahun 2017 sebelum produksi dan penjualan Produk A dimulai. Oleh karena itu, harga perolehan setiap aset tetap hanya muncul pada tahun 2017. Total harga perolehan pada tahun 2017 menjadi nilai dari investasi awal yaitu sebesar Rp 87.485.580.000. Proyeksi harga perolehan dari tahun 2017 hingga tahun 2021 secara keseluruhan ditampilkan pada Lampiran 16. 60 Tabel 4. 10 Proyeksi Harga Perolehan Aset Tetap Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi Gedung 2018 8.099.000.000 - 22.682.800.000 - Komputer dan perangkat lunak 4.200.000.000 - Kendaraan 4.410.000.000 - Peralatan 48.093.780.000 - Total harga perolehan 87.485.580.000 Mesin 4.2.17. Proyeksi Akumulasi Harga Perolehan Aset Tetap Hasil perhitungan ditampilkan dalam Tabel akumulasi harga perolehan tahun 2017-2018 4.11. Akumulasi harga perolehan setiap aset tetap dalam satu tahun merupakan harga perolehan suatu aset tetap tahun sekarang ditambahkan dengan jumlah seluruh harga perolehan aset tetap tersebut pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah akumulasi harga perolehan seluruh aset tetap dalam tahun yang sama menghasilkan total akumulasi harga perolehan pada tahun tersebut. Tidak terdapat harga perolehan aset tetap pada tahun 2018 hingga tahun 2021, sehingga total akumulasi harga perolehan pada tahun 2018 hingga tahun 2021 selalu memiliki nilai yang sama dengan total akumulasi harga perolehan pada tahun awal yaitu tahun 2017. Tabel 4. 11 Proyeksi Akumulasi Harga Perolehan Aset Tetap Tahun 2017-2018 Tahun 2017 2018 Deskripsi Gedung 8.099.000.000 8.099.000.000 22.682.800.000 22.682.800.000 Komputer dan perangkat lunak 4.200.000.000 4.200.000.000 Kendaraan 4.410.000.000 4.410.000.000 Peralatan 48.093.780.000 48.093.780.000 IDC 11.023.183.080 11.023.183.080 Total akumulasi harga perolehan 98.508.763.080 98.508.763.080 Mesin 61 Akumulasi harga perolehan dari IDC juga dimasukkan. IDC dianggap sebagai investasi awal dan salah satu aset perusahaan walaupun bukan merupakan investasi aset-aset tetap awal. Proyeksi akumulasi harga perolehan dari tahun 2017 hingga tahun 2021 secara lengkap ditampilkan dalam Lampiran 17. 4.2.18. Proyeksi Biaya Depresiasi Hasil perhitungan biaya depresiasi dari tahun 2017 dan tahun 2018 ditampilkan dalam Tabel 4.12. Penghitungan biaya depresiasi dalam penilaian ini menggunakan metode garis lurus. Besarnya biaya derpesiasi per tahun setiap aset tetap didapatkan dari harga perolehan suatu aset dibagi dengan umur ekonomisnya. Biaya depresiasi setiap aset akan mulai dibebankan ketika aset mulai digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan dan akan terus dibebankan hingga umur ekonomisnya habis. Selama periode umur ekonomisnya tersebut, biaya depresiasi yang dikenakan terhadap suatu aset akan sama besarnya. Pada tahun 2017 tidak terdapat biaya depresiasi dan biaya depresiasi seluruh aset tetap mulai muncul pada tahun 2018 karena aset-aset tetap tersebut mulai digunakan pada tahun 2018. Total biaya depresiasi per tahun merupakan jumlah biaya depresiasi seluruh aset tetap dalam satu tahun. Proyeksi biaya depresiasi dari tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 18. Tabel 4. 12 Proyeksi Biaya Depresiasi Tahun 2017-2018 Tahun Deskripsi Umur 2017 Ekonomis 2018 Gedung 19 - 426.263.158 Mesin 4 - 5.670.700.000 15 - 280.000.000 Kendaraan 10 - 441.000.000 Peralatan 5 - 9.618.756.000 IDC 4 - 2.755.795.770 - 19.192.514.928 Komputer dan perangkat lunak Total biaya depresiasi 62 4.2.19. Proyeksi Akumulasi Biaya Depresiasi Hasil perhitungan akumulasi biaya depresiasi tahun 2017 hingga tahun 2018 ditampilkan dalam Tabel 4.13. Akumulasi biaya depresiasi setiap aset tetap merupakan biaya depresiasi suatu aset tetap pada tahun sekarang ditambah dengan jumlah seluruh biaya depresiasi aset tetap tersebut pada tahun-tahun sebelumnya. Total akumulasi biaya depresiasi per tahun merupakan jumlah akumulasi biaya depresiasi seluruh aset tetap pada tahun yang sama. Proyeksi akumulasi biaya depresiasi dari tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 19. Tabel 4. 13 Proyeksi Akumulasi Biaya Depresiasi Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi 2018 Gedung - 426.263.158 Mesin - 5.670.700.000 Komputer dan perangkat lunak - 280.000.000 Kendaraan - 441.000.000 Peralatan - 9.618.756.000 IDC - 2.755.795.770 Total Akumulasi biaya depresiasi - 19.192.514.928 4.2.20. Proyeksi Nilai Buku Hasil perhitungan nilai buku dari aset tetap pada tahun 2017 dan tahun 2018 ditampilkan dalam Tabel 4.14. Nilai buku dari suatu aset tetap didapatkan dari akumulasi harga perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi biaya depresiasinya. Total nilai buku per tahun merupakan jumlah nilai buku seluruh aset tetap dalam satu tahun yang sama. Nilai buku dari aset-aset tetap akan digunaikan untuk menentukan nilai aset-aset tetap per tahun dalam neraca perusahaan. Proyeksi nilai buku dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 20. Tabel 4. 14 Proyeksi Nilai Buku Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi Gedung 8.099.000.000 63 2018 7.672.736.842 Tabel 4. 14 Proyeksi Nilai Buku Tahun 2017-2018 (lanjutan) Tahun 2017 Deskripsi Mesin 2018 22.682.800.000 17.012.100.000 Komputer dan perangkat lunak 4.200.000.000 3.920.000.000 Kendaraan 4.410.000.000 3.969.000.000 Peralatan 48.093.780.000 38.475.024.000 IDC 11.023.183.080 8.267.387.310 Total Nilai Buku 98.508.763.080 79.316.248.152 4.2.21. Proyeksi Laporan Laba Rugai Tahun Tabel 4.15 menampilkan laporan laba rugi pada tahun 2017 dan tahun 2018. Laba kotor per tahun didapatkan dari penjualan bersih per tahun dikurangi HPP per tahun. Laba operasional per tahun didapatkan dari laba kotor per tahun dikurangi dengan total biaya operasional per tahun. Total biaya operasional merupakan jumlah dari seluruh biaya-biaya operasional dalam satu tahun. Biayabiaya operasional terdiri dari biaya pemasaran, biaya tenaga kerja, biaya kompensasi, biaya perolehan properti, biaya jasa pihak luar, biaya tetap pemasaran, biaya tetap lainnya, dan biaya umum & administratif. Laba/rugi bersih sebelum pajak per tahun didapatkan dari laba operasional per tahun dikurangi total biaya lain-lain per tahun. Total biaya lain-lain per tahun merupakan jumlah dari seluruh biaya-biaya lain-lain dalam satu tahun. Biaya lainlain terdiri dari beban bunga dan depresiasi. Laba/rugi bersih akan didapatkan dari laba/rugi bersih sebelum pajak dikurangi dengan beban pajak. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 25%. Besarnya beban pajak per tahun didapatkan dari tarif pajak dikalikan dengan jumlah laba bersih sebelum pajak per tahun. Jika dalam satu tahun yang dihasilkan adalah rugi bersih sebelum pajak, maka tarif pajaknya sama dengan nol. Proyeksi laporan laba rugi mulai tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 21. 64 Tabel 4. 15 Proyeksi Laporan Laba Rugi Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi 2018 Penjualan Bersih - 2.000.000.000.000 HPP - -1.000.000.000.000 Laba kotor - 1.000.000.000.000 - -78.150.000.000 Biaya tenaga kerja -5.038.288.640 -5.088.671.526 Biaya kompensasi - -5.450.000.000 Biaya perolehan properti -25.515.000.000 - Biaya jasa pihak luar -40.031.040.000 -41.884.477.152 Biaya tetap pemasaran -21.000.000.000 -31.500.000.000 -4.374.279.000 -5.249.134.800 -700.000.000 -1.050.000.000 Total biaya operasional -96.658.607.640 -168.372.283.478 Laba operasional -96.658.607.640 831.627.716.522 Biaya operasional Biaya pemasaran Biaya tetap lainnya Biaya umum & administratif Biaya lain-lain Beban bunga - -8.267.387.310 Depresiasi - -19.192.514.928 Total biaya lain-lain - -27.459.902.238 -96.658.607.640 804.167.814.284 Baban pajak (25%) - -201.041.953.571 Laba/Rugi bersih -96.658.607.640 603.125.860.713 Laba/rugi bersih sebelum pajak 4.2.22. Proyeksi Laporan Arus Kas Hasil perhitungan arus kas tahun 2017 hingga 2018 ditampilkan dalam Tabel 4.16. Total arus kas dari kegiatan operasional per tahun merupakan jumlah seluruh arus kas dari kegiatan operasional dalam satu tahun. Arus kas yang berasal dari kegiatan operasional adalah penerimaan dari pelanggan, pembayaran ke supplier, dan pembayaran pajak. Jumlah penerimaan dari pelanggan per tahun merupakan jumlah total penerimaan kas dari penjualan per tahun pada proyeksi 65 piutang usaha. Jumlah pembayaran ke pemasok per tahun merupakan total pengeluaran kas untuk operasional per tahun pada proyeksi hutang usaha Jumlah pembayaran pajak per tahun merupakan jumlah beban pajak per tahun yang dapat dilihat pada proyeksi laporan laba rugi. Tabel 4. 16 Proyeksi Laporan Arus Kas Tahun 2017-2018 Tahun Deskripsi 2017 2018 Arus kas dari kegiatan operasional Penerimaan dari pelanggan Pembayaran ke pemasok - 1.740.000.000.000 -96.658.607.640 -1.016.483.886.626 - -201.041.953.571 -96.658.607.640 522.474.159.803 Pembayaran pajak Total arus kas kegiatan operasional Arus kas dari kegiatan investasi Gedung -8.099.000.000 - -22.682.800.000 - Komputer dan perangkat lunak -4.200.000.000 - Kendaraan -4.410.000.000 - Peralatan -48.093.780.000 - Total arus kas dari kegiatan investasi -87.485.580.000 - Mesin Arus kas dari kegiatan pendanaan Setoran modal 8.748.558.000 - Pinjaman bank 78.737.022.000 - - -19.684.255.500 Pembayaran bunga -11.023.183.080 -8.267.387.310 Penarikan pinjaman modal kerja 120.000.000.000 - 196.462.396.920 -27.951.642.810 12.318.209.280 494.522.516.993 - 12.318.209.280 12.318.209.280 506.840.726.273 Pembayaran angsuran pinjaman Total arus kas dari kegiatan pendanaan Kenaikan/penurunan arus kas Arus kas bersih awal tahun Arus kas bersih akhir tahun 66 Total arus kas dari kegiatan investasi per tahun merupakan jumlah seluruh arus kas dari kegiatan investasi dalam satu tahun. Arus kas yang berasal dari kegiatan investasi merupakan arus kas keluar untuk melakukan investasi aset-aset tetap berupa gedung, mesin, komputer dan perangkat lunak, kendaraan, serta peralatan. Besarnya arus kas keluar dari investasi suatu aset tetap per tahun adalah sebesar harga perolehan dari aset tetap tersebut per tahun pada proyeksi harga perolehan. Total arus kas dari kegiatan pendanaan per tahun merupakan jumlah seluruh arus kas dari kegiatan pendanaan dalam satu tahun. Arus kas yang berasal dari kegiatan pendanaan terdiri dari setoran modal, pinjaman bank, pembayaran angsuran pinjaman, pembayaran bunga, dan penarikan pinjaman modal kerja. Setoran modal adalah arus kas masuk yang merupakan hasil dari kegiatan pendanaan yang berasal dari ekuitas. Sedangkan, pinjaman bank adalah arus kas masuk yang merupakan hasil dari kegiatan pendanaan yang berasal dari pinjaman bank. Besarnya jumlah setoran modal, pinjaman bank, dan angsuran pinjaman per tahun adalah berdasarkan proyeksi pendanaan. Besarnya pembayaran bunga per tahun adalah berdasarkan bunga pinjaman per tahun pada proyeksi pendanaan. Penarikan pinjaman modal kerja merupakan pinjaman modal kerja yang rencananya akan dilakukan perusahaan pada tahun pertama yaitu sebesar Rp 120.000.000.000. Penarikan pinjaman modal kerja dilakukan agar perusahaan memiliki arus kas bersih akhir tahun yang positif pada periode investasi yaitu pada tahun 2017 saat penjualan Produk A belum dilakukan sehingga tidak ada arus kas positif yang berasal dari kegiatan operasional. Sementara itu biaya-biaya operasional mulai timbul untuk mempersiapkan produksi Produk A sehingga penarikan pinjaman modal kerja perlu dilakukan untuk menutupi biaya-biaya operasional dan menjadikan arus kas bersih akhir tahun pada tahun 2017 positif. Kenaikan/penurunan arus kas per tahun didapatkan dari jumlah akumulasi total arus kas kegiatan operasional, total arus kas kegiatan investasi dan total arus kas kegiatan pendanaan dalam satu tahun. Nilai arus kas bersih awal tahun di dapatkan dari jumlah arus kas akhir tahun pada tahun sebelumnya. Nilai arus kas bersih akhir tahun didapatkan dari kenaikan/penurunan arus kas ditambahkan 67 dengan arus kas bersih awal tahun pada tahun yang sama. Proyeksi laporan arus kas dari tahun 2017 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 22. 4.2.23. Proyeksi Neraca Keuangan Proyeksi neraca pada tahun 2017 dantahun 2018 ditampilkan pada Tabel 4.17. Aset lancar terdiri dari kas dan setara kas serta piutang usaha. Jumlah aset lancar didapatkan dari hasil kas dan setara kas ditambahkan dengan piutang usaha. Jumlah kas dan setara kas per tahun berasal dari jumlah arus kas bersih akhir tahun per tahun pada proyeksi laporan arus kas. Jumlah aset tidak lancar per tahun merupakan nilai dari aset tetap per tahun yang dimiliki perusahaan. Nilai aset tetap per tahun merupakan jumlah dari seluruh nilai buku aset-aset tetap pada tahun yang sama. Jumlah dari seluruh nilai buku aset-aset tetap setiap tahun didapatkan dari total nilai buku per tahun pada proyeksi nilai buku. Total aset per tahun merupakan penjumlahan dari jumlah aset lancar dengan jumlah aset tidak lancar. Total liabilitas lancar per tahun sama dengan jumlah hutang usaha per tahun dikarenakan hutang usaha merupakan satu-satunya liabilitas lancar. Liabilitas tidak lancar terdiri dari hutang jangka panjang dan pinjaman modal kerja. Total liabilitas tidak lancar didapatkan dari hasil hutang jangka panjang ditambah dengan pinjaman modal kerja. Pinjaman modal kerja per tahun pada neraca merupakan akumulasi pinjaman modal kerja dari tahun 2017 hingga tahun sekarang. Jumlah hutang jangka panjang per tahun didapatkan dari jumlah saldo akhir pinjaman per tahun pada proyeksi pendanaan. Jumlah pinjaman modal kerja merupakan akumulasi dari pinjaman modal kerja dari tahun 2017 hingga tahun sekarang. Ekuitas terdiri dari modal saham, laba ditahan, dan laba tahun berjalan. Jumlah ekuitas per tahun merupakan jumlah dari modal saham, laba ditahan, dan laba tahun berjalan. Modal saham per tahun didapatkan dari hasil akumulasi ekuitas pada proyeksi pendanaan dari tahun awal yaitu 2017 sampai tahun sekarang. Laba ditahan per tahun merupakan hasil dari laba ditahan tahun lalu ditambah dengan laba tahun berjalan tahun lalu. Laba tahun berjalan per tahun merupakan laba/rugi bersih per tahun dari proyeksi laporan laba rugi. Jumlah 68 ekuitas dan liabilitas per tahun merupakan jumlah dari liabilitas lancar, liabilitas tidak lancar, dan ekuitas per tahun. Proyeksi neraca mulai tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 23. Tabel 4. 17 Proyeksi neraca Keuangan Tahun 2017-2018 Tahun 2017 Deskripsi 2018 Aset Kas dan setara kas 12.318.209.280 506.840.726.273 - 260.000.000.000 Jumlah aset lancar 12.318.209.280 766.840.726.273 Aset tetap 98.508.763.080 79.316.248.152 110.826.972.360 846.156.974.425 Piutang usaha Jumlah aset tidak lancar Total aset Liabilitas Liabilitas Hutang usaha - 151.888.396.852 Jumlah liabilitas lancar - 151.888.396.852 Hutang jangka panjang 78.737.022.000 59.052.766.500 Pinjaman modal kerja 120.000.000.000 120.000.000.000 Jumlah liabilitas tidak lancar 198.737.022.000 179.052.766.500 Ekuitas Modal saham 8.748.558.000 8.748.558.000 Laba ditahan - -96.658.607.640 Laba tahun berjalan -96.658.607.640 603.125.860.713 Jumlah ekuitas -87.910.049.640 515.215.811.073 Jumlah Liabilitas & Ekuitas 110.826.972.360 846.156.974.425 4.2.24. Proyeksi Intangible Asset Post Tax Profit Intangible asset post tax profit atau laba bersih setelah pajak yang dihasilkan intangible asset merupakan post tax profit yang dialokasikan sebagai pengembalian atau return dari intangible asset atas kontribusi intangible asset dalam menghasilkan pendapatan ekonomi dari komersialisasi produk penelitian. 69 Hasil perhitungan intangible asset post tax profit dari tahun 2017 hingga tahun 2019 ditampilkan pada Tabel 4.18. Tabel 4. 18 Proyeksi Post Tax Profit yang Dihasilkan Intangible Asset Tahun 2017 - 2019 Tahun Deskripsi Pre tax profit 2017 - 758.024.931.901 610.338.529.530 aset-aset tetap -96.658.607.640 Beban pajak Intangible asset post tax profit 2019 -96.658.607.640 804.167.814.284 786.516.521.967 Pengembalian atas Excess annual return 2018 46.142.882.383 176.177.992.436 -11.535.720.596 -96.658.607.640 -44.044.498.109 34.607.161.787 132.133.494.327 Tahap pertama dalam perhitungan intangible asset post tax profit adalah menghitung pengembalian atas aset-aset tetap per tahun. Pengembalian (return) atas aset-aset tetap merupakan pre tax profit dikalikan dengan rata-rata dari five year average ROA perusahaan-perusahaan pembanding. Pre tax profit per tahun merupakan laba bersih sebelum pajak per tahun yang berasal dari proyeksi laporan laba/rugi. Hasil rata-rata dari five year average ROA perusahaan-perusahaan pembanding adalah sebesar 7,695 yang dapat dilihat pada sub bab 4.9 perusahaan pembanding. Pengembalian atas aset-aset tetap adalah laba bersih sebelum pajak yang dialokasikan sebagai pengembalian atau return dari aset-aset tetap atas kontribusi aset-aset tetap tersebut dalam menghasilkan pendapatan ekonomi dari komersialisasi produk penelitian. Tahap yang kedua adalah menghitung excess annual return per tahun. Excess annual return merupakan laba bersih sebelum pajak atau pre tax profit yang dialokasikan sebagai pendapatan ekonomi dalam bentuk pre tax profit yang berasal dari intangible asset. Excess annual return per tahun didapatkan dari pre tax profit dikurangi dengan pengembalian atas aset-aset tetap pada tahun yang sama. Excess annual return atau pengembalian berlebih per tahun adalah sisa laba bersih sebelum pajak yang bukan merupakan pengembalian atas aset-aset tetap. 70 Beban pajak per tahun merupakan tarif pajak yaitu sebesar 25% yang dikalikan dengan excess annual return. Excess annual return per tahun yang dikurangi beban pajak akan menghasilkan nilai dari intangible asset post tax profit per tahun. Intangible asset post tax profit yang merupakan alokasi pendapatan ekonomi terhadap intangible asset dalam bentuk laba bersih sebelum pajak kemudian akan dihitung menjadi arus kas bersih yang mampu dihasilkan oleh intangible asset. Proyeksi intangible asset post tax profit dari tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan pada Lampiran 24. 4.2.25. Penghitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) Tabel 4.19 menampilkan hasil perhitungan WACC PT Y. Untuk dapat menghitung WACC perusahaan, perlu dilakukan perhitungan beta unlevered, beta levered, Ke, dan Kd perusahaan. Berikut rumus dan penghitungan dari beta unlevered: π΅π’ = Average beta [1 + (1−Average tax) × Average DER] = 1,3225 [1 + (1−24,04%) × 60,9363] = 0,0280 Average beta merupakan rata-rata beta 8 perusahaan pembanding. Average DER merupakan rata-rata DER 8 perusahaan pembanding. Average tax merupakan ratarata tarif pajak yang dikenakan kepada 8 perusahaan pembanding dengan peraturan pajak di setiap negara yang berbeda-beda. Setelah menghitung beta unlevered, tahap selanjutnya adalah menghitung beta levered perusahaan. Berikut rumus dan penghitungan dari beta levered perusahaan: π΅π = = Beta unlevered [1+(1−tarif pajak)×DER] 0,0280 [1+(1−25,00%)×9,0000] = 0,2167 71 Tabel 4. 19 Penghitungan WACC Perusahaan Pembanding Average Beta 1,3225 Average DER 60,9363 Average Tax 24,04% Beta unlevered 0,0280 PT Y Tax di Indonesia 25,00% DER Perusahaan 9,0000 Beta levered 0,2167 Nilai Ke Rf 8,25% Rm 10,48% Ke 11,20% Nilai Kd Interest 14,00% Kd 10,50% WACC Proporsi Ke 10% Proporsi Kd 90% WACC 10,57% Beta levered yang dihasilkan nilainya dibawah 1, sedangkan nilai beta wajar dan data nilai beta perusahaan-perusahaan pada industri yang memproduksi produk sejenis Produk A adalah diatas 1, maka hasil perhitungan beta levered tidak wajar dan tidak dapat dipakai sebagai beta PT Y. Beta alternatif yang dapat diasumsikan sebagai beta PT Y adalah rata-rata beta dari perusahaan-perusahaan pembanding yaitu sebesar 1,3225. π π atau risk free merupakan tingkat pengembalian dari investasi bebas risiko. Risk free yang digunakan adalah sebesar 8,25% yang merupakan nilai kupon atau tingkat pengembalian dari obligasi pemerintah FR0053. π π adalah 72 risk market atau risiko pasar. Untuk menghitung Ke perusahaan, perlu dilakukan perhitungan risiko pasar terlebih dahulu. Risiko pasar dihitung menggunakan rumus CAGR. Berikut perhitungan dari risiko pasar: 1 πππππ ππβππ πΌπ»ππΊ π CAGR = [( ) ] πππππ ππ€ππ πΌπ»ππΊ = [( 5.829,71 2.152,26 −1 1 10 ) ]−1 = 10,48% Nilai IHSG (indeks harga saham gabungan) yang digunakan adalah diantara tahun 2007 hingga tahun 2017, yang berarti dengan n sama dengan 10 tahun. Untuk menghitung Ke (cost of equity) atau biaya ekuitas, digunakan rumus CAPM. Berikut rumus serta penghitungan dari biaya ekuitas. π ππ‘ = π π + π½π (π ππ‘ − π π ) = 8,25% + 1,3225 (10,48% - 8,25%) = 10,57% Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Kd (cost of debt) atau biaya utang dan perhitungan dari biaya utang: ππ = π × (1 − π‘) = 14% × (1-25%) = 10,50% Interest atau bunga pinjaman yang dikenakan adalah sebesar 14%. Tarif pajak di Indonesia yang dikenakan kepada perusahaan adalah sebesar 25%. We adalah proporsi pendanaan yang berasal dari ekuitas, yaitu sebesar 10%. Sementara Wd adalah proporsi pendanaan yang berasal dari pinjaman bank, 73 yaitu sebesar 90%. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II dalam penelitian ini, rumus untuk menghitung WACC suatu perusahaan adalah sebagai berikut: WACC = (ππ × ππ ) + (ππ [1 − π‘] × ππ ) = (11,20% × 10%) + (10,50% × 90%) = 10,57% Penjabaran penghitungan di atas menghasilkan WACC perusahaan yaitu sebesar 10,57%. 74 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa dari hasil pengumpulan dan pengolahan data. 5.1. Identifikasi masalah penilaian intangible asset Identifikasi masalah penilaian intangible asset terdiri dari penentuan objektif penilaian, tujuan penilaian, dan waktu berlakunya penilaian. Dibawah ini dijelaskan objektif penilaian, tujuan penilaian, dan waktu berlakunya penilaian dari intangible asset hak paten produk penelitian yang telah ditentukan. 5.1.1. Objektif Penilaian Seperti yang telah dibahas pada Bab Landasan Teori dalam penulisan ini, objektif penilaian dari intangible asset terdiri dari jenis intangible asset, sifat kepemilikan intangible asset, dan standar nilai intangible asset,. Berikut penjelasan dari objektif penilaian intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X: 1. Jenis dari intangible asset Jenis dari intangible asset yang dinilai dalam penelitian ini adalah hak paten produk penelitian yang dikembangkan dan dimiliki oleh Perguruan Tinggi X. Hak paten tersebut merupakan hak khusus yang diberikan negara untuk dapat menciptakan sendiri hasil penemuan di bidang teknologi, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk menciptakannya selama periode yang ditentukan. Hak paten yang dimiliki memungkinkan pihak Perguruan Tinggi X untuk dapat membuat, menggunakan, memberilisensi, atau menjual produk hasil penemuann. 2. Sifat kepemilikan intangible asset Sifat dari kepemilikan intangible asset termasuk didalamnya sekelompok hak-hak yang dapat diperoleh dari kepemilikan intangible asset. Hak-hak dari kepemilikan intangible asset tersebut yang dipilih dapat menjadi subjek dari penilaian intangible asset. Kepemilikan intangible asset yang bersifat penuh, yang 75 dapat disebut sebagai “fee”, terdiri dari sekumpulan hak-hak hukum. Sifat kepemilikan intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X adalah bersifat fee simple interest. Kepemilikan yang bersifat fee simple interest berarti pemilik memiliki hak-hak hukum yang penuh atas intangible asset yang dimiliki (Reilly & Schweihs, 1998). Dalam fee simple interest, setiap hak dapat dipisahkan dari sekumpulannya dan dapat diberikan kepada pihak lain oleh pemilik intangible asset, selama periode yang ditentukan. 3. Standar nilai intangible asset Nilai intangible asset yang diestimasi dalam penilaian ini adalah nilai pasar wajar dari hak paten produk penelitian. Nilai pasar wajar adalah nilai dimana pembeli bersedia membayar kepada penjual yang bersedia untuk menjual, tanpa adanya paksaan untuk menjual atau membeli. Penjual dan pembeli dihipotesiskan mengetahui semua fakta dan keadaan yang relevan, serta menginginkan keuntungan ekonomi yang maksimal (Reilly & Schweihs, 1998). Nilai pasar wajar dipilih sebagai standar nilai dalam penilaian ini karena penilaian intangible asset hak paten produk penelitian dilaksanakan untuk menyelesaikan suatu transaksi dimana Perguruan Tinggi X adalah sebagai pihak yang menjual lisensi dan PT Y adalah sebagai pihak yang membeli lisensi. 5.1.2. Tujuan Penilaian Penilaian dari intangible asset berupa hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X bertujuan untuk membantu penyelesaian transakasi license agreement antara Perguruan Tinggi X dengan PT Y. Penilaian ini akan menghasilkan estimasi nilai intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X. Setelah estimasi nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian diketahui, maka dapat dilakukan analisis tarif royalti serta dapat dihasilkan tarif royalti yang dapat ditetapkan oleh Perguruan Tinggi X kepada PT Y atas hak yang diberikan untuk dapat memproduksi produk penelitian tersebut. 5.1.3. Waktu Berlakunya Penilaian Seperti yang telah dijelaskan di pada sub bab tujuan penilaian, penilain intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X 76 bertujuan untuk menyelesaikan transaksi license agreement yang akan dilaksanakan. Perguruan Tinggi X akan melakukan licence agreement dengan PT Y dengan tujuan untuk mengkomersialisasikan produk penelitiannya yang direncanakan akan dilaksanakan sekitar pertengahan hingga akhir tahun 2017. Penilaian ini berlaku sejak selesainya penilaian dan dihasilkannya nilai intangible asset yaitu pada bulan Juli 2017 hingga kemungkinan periode akhir dari dilaksanakannya transaksi yaitu akhir tahun pada bulan Desember 2017. 5.2. Asumsi Penilaian Peneliti menggunakan metode pendekatan pentadapatan dalam melakukan penilaian intangible asset ini. Dengan menggunakan metode pendekatan pendapatan, data yang dibutuhkan relatif bervariasi dan beragam. Perlu ditentukan asumsi-asumsi penilaian untuk bisa mendapatkan data yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ditentukan asum-asumsi penilaian yang akan dipaparkan di bawah ini. 5.2.1. Asumsi Makro Asumsi makro yang digunakan dalam penilaian ini adalah sebagai berikut: 1. Pajak Berdasarkan pajak penghasilan pasal 25, tarif pajak yang dikenakan terhadap badan usaha tetap dengan peredaran bruto lebih besar dari 50 milyar per tahun adalah sebesar 25%. Berdasarkan proyeksi-proyeksi keuangan dari komersialisasi produk penelitian ini yang akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya, peredaran bruto yang dihasilkan akan melebihi 50 milyar per tahun. Oleh karena itu tarif pajak yang akan dikenakan adalah sebesar 25%. 2. Obligasi Pemerintah Obligasi pemerintah yang digunakan sebagai investasi bebas risiko (risk free) adalah obligasi FR0053 karena memiliki jangka jatuh tempo paling mendekati dengan periode akhir proyeksi keuangan yang akan dibuat. 3. Proporsi Permodalan 77 Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, PT Y Global merencanakan 10% pendanaan berasal dari ekuitas atau modal sendiri, dan 90% berasal dari utang bank jangka panjang. 5.2.2. Asumsi Mikro Asmsi mikro yang digunakan dalam penilaian ini adalah sebagai berikut: 1. Proyeksi Volume Unit Penjualan Produk Produksi dan penjualan Produk A dilakukan mulai tahun 2018. Produk A diproyeksikan akan terjual sebanyak 100.000 unit per tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2021 2. Harga Jual Produk Produk A direncanakan akan dijual dengan harga yang konstan dari tahun 2018 hingga tahun 2021, yaitu sebesar Rp 20.000.000. 3. Investasi Awal Investasi awal yang dibutuhkan dalam melakukan komersialisasi adalah sebesar Rp 87.485.580.000. Investasi yang dilakukan adalah investasi dalam bentuk berbagai aset tetap. Rincian aset-aset tetap beserta nilai dan umur ekonomisnya telah dijelaskan pada sub bab pengolahan data. 4. Sumber pendanaan Sumber pendanaan berasal dari ekuitas dan pinjaman bank jangka panjang dengan proporsi pendanaan yang berasal dari ekuitas sebesar 10%, dan yang berasal dari pinjaman bank sebesar 90%. Bunga yang dikenakan terhadap pinjaman bank adalah sebesar 14% dengan waktu pengembalian selama 4 tahun. 5. Proyeksi Piutang Usaha Piutang usaha yang akan timbul pada setiap akhir periode per tahun yang berasal dari penjualan Produk A adalah sebesar 13% dari total penjualan bersih per tahun. Data persentase piutang usaha tersebut merupakan data proforma. 6. Pertumbuhan Hutang Usaha 78 Utang usaha yang akan timbul pada setiap akhir periode per tahun adalah sebesar 13% dari total akumulasi HPP dan biaya-biaya. Data persentase utang usaha tersebut merupakan data proforma. 7. Proyeksi Biaya-biaya Data proyeksi biaya-biaya yang akan timbul dari tahun 2017 hingga tahun 2021 merupakan . Tingkat pertumbuhan biaya-biaya tersebut berbedabeda. Proyeksi biaya-biaya dan tingkat pertumbuhannya akan dijelaskan pada subbab-subbab selanjutnya. 8. Tingkat Bunga Pinjaman PT Y akan menggunakan pinjaman bank jangka panjang sebagai salah satu sumber dana investasi aset-aset tetap dengan bunga pinjaman sebesar 14%. 9. Penarikan Dividen PT Y mengasumsikan bahwa tidak ada penarikan dividen dari tahun 2017 hingga 2021. 10. Periode Proyeksi Teknologi hasil penelitian Perguruan Tinggi X yang dipatenkan ini diasumsikan akan mengalami technology obsolete ketika periode license agreement berakhir. 5.3. Analisis Penilaian Intangible Asset Setelah data pendapatan, biaya-biaya, dan data komersialisasi produk penelitian lainnya yang dikumpulkan, serta dibuat permodelan keuangan untuk memproyeksikan penjualan, biaya-biaya, modal kerja, laba rugi, arus kas, dan neraca pada Bab Pengumpulan dan Pengolahan Data, maka analisis penilaian intangible asset dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow dapat dilakukan. Analisis penilaian intangible asset dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow dilakukan dengan mengalokasikan pendapatan unit ekonomi berupa laba bersih yang berasal dari kontribusi aset-aset tetap dan yang berasal dari kontribusi intangible asset. Begitu pula pendapatan unit ekonomi yang dihasilkan dari komersialisasi produk penelitian, pendapatan tersebut bukan hanya hasil dari 79 kontribusi intangible asset hak paten produk penelitian, tetapi juga kontribusi dari investasi aset-aset tetap sehingga perlu dialokasikan. Setelah laba bersih yang dialokasikan sebagai laba bersih yang berasal dari intangible asset didapatkan, proyeksi free cash flow atau aruskan bersih yang berasal dari intangible asset dapat dilakukan. Kemudian proyeksi arus kas bersih tersebut akan didiskontokan dengan dicount value factor dan menghasilkan nilai tunggal yaitu net present value atau nilai bersih sekarang. Setelah nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian didapatkan, maka dapat diperhitungkan tarif royalti yang dapat ditetapkan terhadap intangible asset tersebut. 5.3.1. Nilai Intangible Asset Hak Paten Produk Penelitian Seperti yang telah dipaparkan pada Bab Landasan Teori, dalam penilaian dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode DCF, nilai intangible asset adalah nilai NPV (net present value) dari arus kas bersih atau free cash flow (FCF) yang berasal dari intangible asset. Maka untuk mendapatkan nilai intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X, perlu diperhitungkan arus kas bersih dari intangible asset selama periode proyeksi. Tabel 5.1 menampilkan perhitungan proyeksi arus kas bersih yang dialokasikan sebagai arus kas bersih dari intangible asset atas kontribusinya dalam menghasilkan pendapatan ekonomi dari komersialisasi hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. Proyeksi FCF dari intangible asset ditampilkan pada Tabel 5.1 adalah proyeksi FCF dari intangible asset pada tahun 2017 dan 2018. Proyeksi arus kas bersih dari intangible asset hak paten produk penelitian mulai tahun 2017 hingga tahun 2021 ditampilkan dalam Lampiran 25. Net profit per tahun merupakan intangible asset post tax profit per tahun yang berasal dari proyeksi intangible asset post tax profit pada Tabel 5.1. Bagian bunga tidak kena pajak per tahun didapatkan dari hasil beban bunga per tahun pada proyeksi pendanaan dikalikan dengan 75%. 75% didapatkan dari 1 dikurangi dengan tarif pajak. Nilai depresiasi per tahun didapatkan dari total biaya depresiasi per tahun yang berasal dari proyeksi biaya depresiasi. Total inflow per tahun merupakan jumlah dari net profit, bagian bunga tidak kena pajak, dan 80 depresiasi dalam satu tahun. Jumlah investasi pertahun didapatkan dari total harga perolehan per tahun pada proyeksi harga perolehan.. Perubahan kebutuhan modal kerja per tahun berasal dari jumlah perubahan modal kerja per tahun pada proyeksi perubahan modal kerja. Total outflow per tahun merupakan jumlah dari investasi dengan perubahan kebutuhan modal kerja dalam satu tahun. Tabel 5. 1 Proyeksi Free Cash Flow dari Intangible Asset Tahun 2017-2018 Tahun Deskripsi Tahun ke- 2017 2018 0 1 Inflow Net profit -96.658.607.640 34.607.161.787 Bagian bunga tidak kena pajak - 6.200.540.483 Depresiasi - 19.192.514.928 -96.658.607.640 60.000.217.198 Total inflow Outflow Investasi 87.485.580.000 - - 108.111.603.148 Total outflow 87.485.580.000 108.111.603.148 Net cash flow -184.144.187.640 -48.111.385.950 Akumulasi net cash flow -184.144.187.640 -232.255.573.590 1 0,90441 -184.144.187.640 -43.512.295.065 Perubahan kebutuhan modal kerja Discount factor value PV NPV 306.314.276.500 Net cash flow per tahun merupakan hasil dari total inflow dikurangi dengan total outflow pada tahun yang sama. Akumulasi net cash flow per tahun merupakan jumlah net cash flow dari tahun 2017 hingga tahun sekarang. Discount value factor adalah faktor diskon yang akan mendiskontokan atau membawa nilai net cash flow di tahun ke 1 sampai tahun ke 4 menjadi nilai sekarang atau nilai pada tahun ke 0 dari seluruh net cash flow pada periode-periode mendatang tersebut. Nilai net cash flow ditahun ke 1 hingga ke 4 perlu untuk didiskontokan 81 agar nilainya bisa diakui sebagai nilai pada tahun ke 0 karena adanya hukum time value of money. Discount factor value dihitung dengan rumus sebagai berikut: Discount factor value = 1 (1 + ππ΄πΆπΆ)π Dimana n adalah tahun ke berapa net cash flow berada. PV atau present value adalah net cash flow per tahun yang telah dikalikan dengan discount factor valuenya. PV (present value) merupakan seluruh net cash flow pada setiap periode proyeksi yang nilainya telah dibawa menjadi nilai di tahun ke 0. NPV (net present value) merupakan akumulasi atau jumlah seluruh PV dari tahun ke 0 hingga tahun ke 4. Nilai NPV pada tabel 5.15 merupakan nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X. Maka nilai intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X adalah sebesar Rp 306.314.276.500. 5.3.2. Tarif Royalti Hak Paten Produk Penelitian Tarif royalti yang akan ditetapkan adalah dalam bentuk persentase dari total penjualan bersih. Dengan mengetahui nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian adalah sebesar Rp 306.314.276.500, maka Perguruan Tinggi X dapat menentukan berapa tarif royalti agar total pendapatan royalti yang akan diterima atas license agreement yang dilakukan tidak undervalued dibandingkan dengan nilai yang sebenarnya dari intangible asset hak paten. Dengan mengetahui nilai intangible asset hak paten produk penelitian, dapat pula ditetapkan tarif royalti yang akan menghasilkan pendapatan royalti yang mendekati nilai dari intangible asset hak paten. Untuk menghitung tarif royalti yang akan menghasilkan pendapatan royalti yang mendekati nilai intangible asset, peneliti menggunakan What-if Analysis pada Software Microsoft Office Excel. Terdapat dua fungsi What-if Analysis yang digunakan untuk menghitung tarif royalti. Dua fungsi What-if Analysis yang digunakan yaitu fungsi Data Table dan Goal Seek. 82 Fungsi What-if Analysis pertama yang digunakan adalah Data Table. Dengan Data Table, data pendapatan royalti selama periode proyeksi atas persentase tarif royalti yang ditentukan akan diolah menjadi NPV dari pendapatan royalti tersebut. Untuk menggunakan fungsi Data Table, perlu membuat serangkaian urutan tarif royalti dan mengurutkannya dari tarif royalti yang terkecil hingga yang terbesar dengan selisih tarif dan jumlah tarif yang dapat ditentukan. Peneliti menentukan tarif sebesar 4,00% untuk dijadikan data tarif royalti terkecil dan tarif sebesar 5,00% untuk dijadikan data tarif royalti terbesar untuk diolah dengan fungsi Data Table. Selisih antar tarif royalti yang ditentukan adalah sebesar 0,05%. Hasil perhitungan NPV pendapatan royalti dengan menggunakan fungsi Data Table dari setiap data tarif royalti yang dimasukan peneliti ditampilkan dalam Lampiran 27. Tabel 5. 2 Analisis NPV Pendapatan Royalti Tarif Royalti NPV Pendapatan Royalti 4,85% 303.723.453.666 4,90% 306.854.623.291 4,95% 309.985.792.916 Tabel 5.2 menampilkan tiga tarif royalti yang menghasilkan NPV pendapatan royalti yang mendekati nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. Berdasarkan Tabel 5.2, dapat dinyatakan bahwa tarif royalti yang menghasilkan nilai NPV pendapatan royalti yang sama dengan nilai intangible asset hak paten merupakan tarif royalti yang berada pada kisaran 4,85% hingga 4,90%. Fungsi Goal Seek dapat mencari persentase tarif royalti yang mengasilkan nilai NPV pendapatan royalti yang sama dengan nilai dari intanggible asset hak paten produk penelitian. Dengan menggunakan Fungsi Goal Seek, ditemukan bahwa NPV dari pendapatan royalti selama periode proyeksi akan memiliki nilai yang sama dengan nilai intangible asset bila tarif royalti yang ditetapkan adalah sebesar 4,89%. Tabel 5.3 menunjukkan proyeksi pendapatan royalti yang akan didapatkan pada tahun 2017 hingga tahun 2019 dari penetapan tarif royalti sebesar 4,89%. Proyeksi pendapatan royalti yang akan didapatkan dari tahun 2017 hingga tahun 83 2021 dari penetapan tarif royalti sebesar 4,89% ditunjukkan pada Lampiran 26. Pendapatan royalti per tahun merupakan hasil tarif royalti yaitu sebesar 4,89% dikalikan dengan penjualan bersih per tahun. NPV merupakan jumlah total nilai sekarang (presen value) dari pendapatan royalti pada tahun 2018 hingga 2021. Dari perhitungan tarif royalti dapat disimpulkan bahwa, jika tarif royalti yang ditetapkan Perguruan Tinggi X terhadap license agreement yang dilakukan dengan PT Y adalah sebesar 4,89%, maka Perguruan Tinggi X akan mendapatkan pendapatan ekonomi yang sama dengan nilai intangible asset hak paten produk penelitian yang dimiliki. Tabel 5. 3 Proyeksi Pendapatan Royalti Tahun 2017-2019 Tahun Deskripsi 2017 Volume Unit 2018 2019 - 100.000 100.000 Harga jual - 20.000.000 20.000.000 Penjualan Bersih - 2.000.000.000.000 2.000.000.000.000 - 97.827.429.729 97.827.429.729 Penjualan Pendapatan royalti (Tarif Royalti 4,89%) NPV 306.314.276.500 5.4. Implikasi Manajerial License agreement atau perjanjian lisensi yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi X dengan PT Y bertujuan untuk mengkomersialisasikan hak paten produk penelitian yang dimiliki Perguruan Tinggi X. Produk A merupakan produk yang akan menjadi produk hasil dari komersialisasi hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. Perguruan Tinggi X memiliki keinginan untuk dapat merealisasikan komersialisasi produk hasil penelitiannya tersebut. PT Y tertarik untuk memproduksi dan memasarkan produk hasil penelitian Perguruan Tinggi X tersebut. Sehingga direncanakan lah liecense agreement antara Perguruan Tinggi X dan PT Y untuk mengkomersialisasikan hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. 84 Perguruan Tinggi X sebagai licensor atau pihak yang memberi lisensi, perlu untuk menghitung nilai intangible asset hak paten produk penelitian yang dimilikinya, sehingga Perguruan Tinggi X dapat mengetahui berapa nilai intangible asset yang dimilikinya yang akan dilisensikan. Semakin tinggi nilai intangible asset yang dimiliki maka kemungkinan akan semakin besar pula pendapatan yang akan dihasilkan intangible asset tersebut di masa depan. Selain nilai dari hak paten produk penelitian, Perguruan Tinggi X juga perlu untuk menghitung seberapa besar tarif royalti yang dapat ditetapkan atas penjualan lisensi hak paten tersebut kepada PT Y. PT Y adalah pihak yang membeli lisensi atau licensee. Akan tetapi, sebelum Perguruan Tinggi X melakukan penilaian, PT Y telah mencoba melakukan penilaian terhadap hak paten yang dimiliki Perguruan Tinggi X tersebut. PT Y melakukan penilaian hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X hanya berdasarkan perhitungan data yang didapatkan dari pemantauan dan terdapat di media-media situs web internet. Situs-situs web internet yang dijadikan sumber merupakan situs web berita dan hiburan. Peneliti menganggap hasil perhitungan tersebut kurang valid dan kurang objektif dikarenakan sumber data dan tidak menggunakan metode penilaian intangible asset yang memiliki dasar literatur yang kuat. Nilai hak paten yang dihasilkan berdasarkan perhitungan tersebut juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi bahwa nilai mengalami undervalued atau nilai yang didapatkan lebih rendah dibandingkan nilai aktualnya. Hal tersebut dikarenakan perhitungan nilai yang datanya hanya berdasarkan situs-situs web dan tanpa metodologi yang jelas, sangat terbatas ketersediaan datanya dan bukan merupakan driver atau pemicu dihasilkannya sejumlah nilai dari intangible asset hak paten peroduk penelitian Perguruan Tinggi X. Selain itu, pihak licencor yaitu Perguruan Tinggi X perlu melakukan penilaian terhadap intangible asset miliknya sendiri. Nilai intangible asset yang dihasilkan berdasarkan perhitungan dari pihak licensee juga memiliki kemungkinan undervalued yang lebih besar. Hal tersebut karena pihak licensee sebagai pembeli cenderung ingin mehasilkan nilai perhitungan intangible asset 85 yang lebih rendah. Penilaian intangible asset yang menghasilkan nilai yang undervalued akan membuat pemilik intangible asset menderita kerugian. Dengan dilakukannya penelitian ini, dapat diketahui bahwa penilaian intangible asset hak paten dengan metode-metode dan data yang tidak ilmiah dapat menghasilkan nilai yang jauh lebih rendah dibandingkan nilai yang dihasilkan berdasarkan Pendekatan Pendapatan. Pendekatan Pendapatan dan Metode DCF merupakan metode yang ilmiah dan berdasarkan dari literatur dengan sumber yang kuat dan jelas. Penilaian intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X yang dilakukan oleh PT Y dengan hanya berdasarkan data situs web internet menghasilkan nilai sebesar pada kisaran 10% dari nilai intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggian X yang dihasilkan peneliti dengan menggunakan metode income approach. Penulis menyarankan kepada pemilik intangible asset hak paten yaitu Perguruan Tinggi X, untuk menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow dalam melakukan penilaian terhadap berbagai intangible asset hak paten yang dimiliki. Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow merupakan Pendekatan dan Metode yang tepat untuk menilai intangible asset hak paten produk penelitian berdasarkan sumber-sumber ilmiah dan memiliki dasar literatur yang kuat serta merupakan metode yang telah diuji dan nilai yang dihasilkan menggunakan metode tersebut akan mendekati nilai yang sebenarnya dari intangible asset. Begitu pula dengan tingkat royalti yang ditetapkan terhadap intangible asset, analisis dan penghitungannya perlu berdasarkan pada nilai intangible asset yang didapatkan dengan menggunakan pendekatan dan metode yang ilmiah. Dasar yang digunakan perlu kuat dan jelas agar tarif royalti yang ditetapkan dapat diterima oleh pihak licensee. Sulit menghasilkan tarif royalti yang akan disepakati oleh kedua pihak yang melakukan license agreement bila tarif royalti yang hanya ditetapkan berdasarkan negoisasi antara kedua pihak, tanpa menggunakan analisis dan penghitungan yang ilmiah. Selain itu, tarif royalti yang dihitung berdasarkan nilai dari intangible asset dapat menghasilkan pendapatan royalti yang sama dengan nilai intangilbe asset yang dimiliki. Penetapan tarif royalti tanpa berdasarkan dasar yang jelas juga dapat mengakibatkan pendapatan royalti yang 86 didapatkan tidak mencerminkan atau mendekati nilai dari intangible aseet. Secara keseluruhan, implikasi manajerial pada penelitian ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 5.4, dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi Perguruan Tinggi X dalam melakukan license agreement dengan PT Y. Tabel 5. 4 Implikasi Manajerial Temuan Implikasi Manajerial Penilaian intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X dilakukan oleh pihak licensee yaitu PT Y dan belum dilakukan oleh pihak licencor yaitu Perguruan Tinggi X. Penilaian yang dilakukan PT T tidak menggunakan metode dan data yang ilmiah dan tidak memiliki dasar Perguruan Tinggi X melakukan penilaian intangible asset hak paten produk penelitian yang dimilikinya dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow. literatur. Perguruan Tinggi X melakukan Perguruan Tinggi X belum melakukan analisis dan penghitungan tarif royalti yang akan ditetapkan kepada PT Y untuk license agreement yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak. analisis dan penghitungan tarif royalti atas hak paten produk penelitian yang akan dilisensikan dengan berdasarkan pada nilai intangible asset hak paten yang dianalisis menggunakan Pendekatan Pendapatan dan Metode Discounted Cash Flow. 87 (halaman ini sengaja dikosongkan) 88 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu penulis juga memberikan saran untuk penelitian selanjutnya. 6.1. Kesimpulan Penulis mengambil kesimpulan yang mencakup dua hal, yaitu nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X, dan tarif royalti yang dapat ditetapkan atas hak paten tersebut. 1. Nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode pendekatan pendapatan nilai dari intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X yang didapatkan adalah sebsar Rp 306.314.276.500. Metode pendekatan pendapatan mengestimasi nilai intangible asset hak paten dengan mendiskontokan proyeksi arus kas bersih dari intangible asset. Arus kas bersih dari intangible asset merupakan arus kas bersih yang dialokasikan sebagai hasil kontribusi intangible asset dalam menghasilkan pendapatan ekonomi dari komersialisasi hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X. 2. Tarif royalti hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X Penilaian intangible asset hak paten produk penelitian Perguruan Tinggi X dengan menggunakan metode pendekatan pendapatan membuat Perguruan Tinggi X dapat menetapkan tarif royalti yang akan menghasilkan nilai pendapatan ekonomi yang sama dengan nilai intangible asset yang dimilikinya. Tarif royalti yang akan menghasilkan nilai pendapatan ekonomi yang sama dengan nilai intangible asset hak paten produk penelitian adalah sebesar 4,89% dari total penjualan bersih produk per tahun. 89 6.2.Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk penelitian selanjutnya, jika data yang diperlukan tersedia, diharapkan penilaian intangible asset bisa dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan. Pendekatan-pendekatan penilaian intangible asset lainnya adalah pendekatan pasar dan pendekatan biaya. Nilai-nilai yang didapatkan dari pendekatan-pendekatan yang digunakan kemudian direkonsiliasi sehingga menghasilkan satu nilai intangible asset. 90 DAFTAR PUSTAKA Agung, 2016. INA Shunt Solusi bagi Penderita Hidrosefalus. [Online] Available at: https://www.ugm.ac.id/id/berita/12249- ina.shunt.solusi.bagi.penderita.hidrosefalus [Diakses 9 April 2017]. Andriessen, B., 2004. IC valuation and measurement: classifying the state of theart. Journal of Intellectual Capital, Volume V, pp. 230-242. Anoraga, P. & Pakarti, P., 2001. Pengantar Pasar Modal. 3rd penyunt. Jakarta: Rineka Cipta. Anson, w., 2001. Traditional valuation methodologies of intellectual Property. The Licensing Journal, pp. 30-2. Arens, A. A. & Loebbecke, J. J., 2008. Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta: Salemba Empat. Arora, A., Fosfuri, A. & Gambardella, A., 2001. Markets for technology and their implication for corporate strategy. Industrial and Corporate Change, pp. 416-51. Barclay, M. & Smith, C., 1999. The Capital Structure Puzzle: Another Look at The Evidence. Journal of Applied Corporate Finance, Issue 12, pp. 8-20. Bouteiller, C., 2000. The evaluation of intangibles: advocating for an option based approach. paper presented at the Alternative Perspectives on Finance and Accounting Conference, 4-6 August. Chatterji, D. & Manuel, . T., 1993. Beneο¬ting from external sources of technology. Research and Technology Management, pp. 21-6. Chiesa, V., Gilardoni, E. & Manzini, R., 2005. The valuation of technology in buy-cooperate-sell decisions. European Journal of Innovation Management, pp. 5-30 . Dahmash, F. N., Durand, R. B. & Watson, J., 2009. The value relevance and reliability of reported goodwill and identifiable intangible assets. The British Accounting Review, XLI(2), pp. 120-137. Damodaran, A., 2009. Damodaran on Valuation, Security Analysis for Investment and Corporate Finance. 2nd penyunt. Hoboken: John Wiley & Sons. 91 Daum, J., 2001. How to better exploit intangible asset to create value. [Online] Available at: www.juergendaum.com/news/07_06_2001.htm Djarwanto, 2004. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan. II penyunt. Yogyakarta: BPFE. Drivas, K. & Panagopoulos, A., 2016. Using the patent term changes in assessing the. European Journal of Innovation Management, Volume XIX, pp. 528 - 546. Dyckman, T. R., Dukes, R. E. & Davis, C. J., 1999. Akuntansi Intermediate. 3rd penyunt. Jakarta: Erlangga. Fischer, D. E. & Jordan, R. J., 1995. Security Analysis & Portfolio Management. 6th penyunt. New Jersey: Prentice Hall. Gotro, J., 2002. Unleash your intellectual property potential: in the ‘knowledge economy'. intangible assets such as intellectual property and brand strategies play a key role in determining company value, Volume XV, pp. 70-3. Grasenick, K. & Low, J., 2004. Shaken, not stirred: deο¬ning and connecting indicators for the measurement and valuation of intangibles. Journal of Intellectual Capital, pp. 268-81. Green, A., 2007. Intangible Assets in Plain Business Language. VINE, pp. 238-248. Holthausen, R. W. & Watts, R. L., 2001. The relevance of the valuerelevance literature for financial accounting standard setting. Journal of Accounting and Economics, Volume XXXI, pp. 3-75. Holzmann, O. J., 2001. Update: Mergers and Intangible Assets, John Wiley & Sons, New York: John Wiley & Sons. Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kieso, D. E., Weygandt, J. J. & Warfield, T. D., 2011. Intermediate Accounting Volume 1 IFRS Edition. United States of America: Wiley. Kodama, F., 1992. Technology fusion and the new R&D. Harvard Business Review, pp. 70-9. 92 Koller, T., Goedhart, M. & Wessels, D., 2010. Valuation: Measuring and Managing the Value of Companies. 5th penyunt. John Wiley & Sons: New Jersey. Kurniati, P., 2016. Alat Sedot Hidrosefalus Ciptaan Dosen UGM Diserap Industri. Available [Online] at: http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/zNA8DzZK-alat-sedot- hidrosefalus-ciptaan-dosen-ugm-diserap-industri [Diakses 9 April 2017]. Lagrost, C., Martin, D., Dubois, C. & Quazzotti, S., 2010. Intellectual property valuation: how to approach the selection of an appropriate valuation method. Journal of Intellectual Capital, 11(4), pp. 481-503. Lev, B., 2001. Intangibles, Management, Measurement and Reporting, Washington DC: Brookings Institution Press. Lev, B. & Schwartz, A., 1971. On the use of the economic concept of human capital in financial statements. The Accounting Review, XLVI(1), pp. 103112. Lev, B. & Sougiannis, T., 1999. Penetrating the book to market black box: the R&D effect. Journal of Business Finance & Accounting, Volume 26, pp. 419449. Mun, J., 2002. Real Options Analysis. Hoboken: John Wiley & Sons. Narimawati, U., 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. 1st penyunt. Bandung: Agung Media. Nolan, A., 2011. New sources of growth: intangible assets, Washington DC: OECD. Nuzula, N. F., 2010. Biaya Modal (Cost of Capital), Malang: Universitas Brawijaya. Petty, R. & Guthrie, J., 2000. Intellectual capital: Australian annual reporting practices. Journal of Intellectual Capital, I(3), pp. 241-251. Pitkethly, R., 1997. The valuation of patents, Cambridge: The Judge Institute of Management Studies. Reeve, J. M., Warren, C. S. & Duchac, J. E., 2009. Pengantar Akuntansi Adaptasi Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 93 Reilly, F. & Nesi, N. A., 1992. Interstate intangible asset transfer programs. The CPA Journal Online, pp. 34-40. Reilly, R. F. & Schweihs, R. P., 1998. Valuing Intangible Assets. New York: McGraw-Hill. Rudianto, 2012. Pengantar Akuntansi Adaptasi IFRS. Jakarta: Erlangga. Russell, M., 2016. The valuation of pharmaceutical intangibles. Journal of Intellectual Capital, pp. 484-506. Schaper, S., 2016. Contemplating the usefulness of intellectual capital reporting: reasons behind the demise of IC disclosures in Denmark. Journal of Intellectual Capital, XVII(1), pp. 52-82. Smith, T., 2015. What is an asset and what are the different types of assets?. [Online] Available at: https://www.clearbooks.co.uk/blog/what-is-an-asset-and-what-arethe-different-types-of-assets/ Sudjatmiko, T., 2016. Dosen UGM Ciptakan INA Shunt. [Online] Available at: http://krjogja.com/web/news/read/5335/Dosen_UGM_Ciptakan_INA_Shunt [Diakses 9 April 2017]. Sullivan Jr, P. H. & Sullivan Sr, P. H., 2000. Valuing Intangibles Companies – An Intellectual Capital Approach. Journal of Intellectual Capital, pp. 328-340 . Sunariyah, 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. 3rd penyunt. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Triest, S. V. & Vis, W., 2007. Valuing patents on cost-reducing technology: A case Study. International Journal of Production Economics, Issue 105, pp. 282292. Weygandt, J. J., Kieso, D. E. & Kimmel, P. D., 2007. Accounting Principles Pengantar Akuntansi. 7th penyunt. Jakarta: Salemba Empat. Wines, G. F. & Ferguson, C., 1993. An empirical investigation of accounting methods for good will and identifiable intangible assets: 1985 to,1989. Abacus, XXIX(1), pp. 90-105. 94 World Intellectual Property Organization and Technology, 1998. Valuation and Commercialization of Inventions and Research Results. Manila, Application and Promotion Institute. 95 (halaman ini sengaja dikosongkan) 96 BIODATA PENULIS Dina Tandiana halim. Lahir di Jakarta, 15 February 1995. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SD Islam Terpadu Al-Huda Jakarta, SMP LABSHOOL Jakarta, dan SMA Negeri 8 Jakarta. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2013, penulis melanjutkan berkuliah di Departemen Manajemen Bisnis, Fakultas Bisnis Manajemen dan Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis mengambil konsentrasi mata kuliah manajemen keuangan. Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi di himpunan mahasiswa yakni Business Management Student Association (BMSA) pada divisi External Relation selama dua tahun kepengurusan. Penulis juga turut serta menjadi panitia di berbagai kegiatan tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas. Penulis pernah menjalani kerja praktik selama 40 hari kerja di PT Telkom Indonesia pada tahun 2016 dan bergabung dalam divisi Shared Service Operation Finance Center. Dengan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penilaian Intangible Asset Hak Paten pada Komersialisasi Produk Penelitian Perguruan Tinggi X”. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: [email protected]. 97