klasifikasi gigi molar dan premolar pada dental

advertisement
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2010
KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA
DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH
Evan Yofiyanto – Agus Zainal Arifin – Bilqis Amaliah
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Email : [email protected], [email protected], [email protected]
gigi oleh manusia, metode-metode tersebut sudah
tidak dapat diandalkan lagi. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk mengembangkan metode-metode baru
dengan menggunakan fitur dental yang tidak
terpisahkan untuk pengidentifikasian [1-2].
Baru-baru ini, perancangan dan pembuatan
automated dental identification system (ADIS) untuk
pengidentifikasian manusia dengan menggunakan
dental radiograph telah dilakukan. ADIS (Automated
Dental Identification System) adalah sebuah sistem
automatisasi proses untuk pengidentifikasian PM yang
telah didesain untuk mencapai hasil pengidentifikasian
yang akurat dan tepat waktu dengan interfensi
manusia yang minimum [3]. ADIS memanfaatkan
dental radiograph yang telah didigitalkan untuk
memberikan sebuah daftar pendek dari citra yang
cocok untuk ahli forensik gigi. Biarpun demikian,
dental radiograph yang digunakan oleh ADIS adalah
citra bitewing yang sulit untuk didapatkan PM dari
korban [4]. Sistem ini bermanfaat dalam kasus-kasus
di mana metode biometrik lainnya untuk pembuktian,
diantaranya sidik jari dan iris tidak dapat dipakai lagi
seperti dalam kasus korban kebakaran. Untuk
membuat sebuah sistem yang benar-benar automatis,
perlu diekstraksi fitur-fitur gigi pada citra dental dari
orang yang hilang dan menyimpannya dalam sebuah
database. Selama penemuan kembali, fitur-fitur untuk
setiap gigi pada citra dental yang diproses perlu
diekstraksi dan dibandingkan dengan yang ada dalam
database. Untuk menemukan citra dental dengan fitur
yang sesuai pada database, pencarian dilakukan satu
per satu dengan ruang pencarian sebesar jumlah citra
AM yang ada pada database. Sehingga, diperlukan
waktu yang cukup lama untuk mengeksplorasi seluruh
ruang pencarian. Jika dilakukan pembatasan pada
perbandingan gigi dengan gigi yang memiliki jumlah
susunan yang sama, hal ini tentu dapat mengurangi
ruang pencarian dan meningkatkan kekuatan sistem.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah system yang dapat
mengklasifikasikan gigi molar dan premolar.
Abstraksi
Sistem pengklasifikasian gigi molar dan
premolar pada dental panoramic radiograph
bertujuan untuk menyediakan hasil yang dapat
digunakan dalam automated dental identification
system
untuk
penggidentifikasian
manusia
menggunakan dental panoramic radiograph. Sistem
ini dikembangkan karena penggidentifikasian manusia
untuk kebutuhan forensik berdasarkan gigi yang
dilakukan secara tradisional sudah tidak dapat
diandalkan lagi seiring dengan kemajuan ilmu
kedokteran gigi dan perawatan gigi.
Sistem ini bekerja dengan 4 langkah utama,
yaitu radiograph segmentation untuk membagi citra
antara bagian gigi dan bagian latar belakangnya.
Teeth separation digunakan agar setiap gigi terpisah
dari gigi lain di sekitarnya untuk mempersiapkan
pengekstraksian fitur. Pengekstraksian fitur dengan
metode measurement-based dari setiap gigi dilakukan
untuk mendapatkan fitur area dan rasio. Selanjutnya,
pengklasifikasian gigi ke dalam kelas molar dan
premolar dilakukan dengan menggunakan metode KNearest Neighbor. Hasil output dari sistem ini adalah
citra dental panoramic radiograph yang telah
diberikan tanda M untuk gigi molar dan P untuk gigi
premolar. Dari hasil percobaan menggunakan 10
citra yang berisi 81 gigi menunjukkan akurasi sistem
yang cukup baik yaitu 74,4% pada k = 9.
Kata kunci : klasifikasian gigi, dental panoramic
radiograph, measurement-based, ilmu forensik gigi,
K-Nearest Neighbor
1.
Pendahuluan
Forensic radiology adalah bagian dari forensic
medicine yang mempelajari tentang pengidentifikasian
manusia menggunakan citra radiologi postmortem dari
bagian-bagian tubuh yang berbeda termasuk kerangka,
tengkorak, dan gigi. Pengidentifikasian dilakukan
dengan membandingkan citra postmortem (PM)
dengan rekaman antemortem (AM) dari orang yang
hilang untuk menemukan rekaman yang serupa.
Seorang ahli forensik membutuhkan minimum satu
gigi molar pada setiap kuadran untuk dapat melakukan
pengidentifikasian. Secara tradisional, identifikasi
manusia berdasarkan gigi bergantung pada informasi
seperti gigi yang hilang dan kinerja gigi. Saat ini,
dengan kemajuan ilmu kedokteran gigi dan perawatan
Gambar 1. Susunan gigi universal pada orang dewasa
1
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
2.
mempertajam kontras citra. Contrast-Limited Adaptive
Histogram Equalization (CLAHE) digunakan untuk
memperbaiki kontras dengan membagi citra menjadi
bagian-bagian kecil yang disebut tile. Kontras
kemudian diperbaiki pada tingkat lokal pada setiap
tile.
Selanjutnya, citra dibinarisasikan untuk
memisahkan bagian gigi dari bagian latar belakangnya
dengan global thresholding menggunakan metode
otsu thresholding. Global thresholding
yang
dilakukan menerapkan Persamaan 1 [6]. Setelah
proses binarisasi, bagian gigi masih berkontur kasar
dan terdapat obyek-obyek kecil sebagai noise. Oleh
karena itu, dilakukan penghalusan kontur. Gambar 4
menunjukkan data keluaran berupa citra binary hasil
radiograph segmentation yang siap digunakan untuk
proses teeth separation.
Susunan Gigi
Gigi orang dewasa terdiri dari 32 gigi, 16 gigi
pada setiap rahang. Terdapat dua rahang yang dibagi
ke dalam empat kuadran yang sama dan setiap
kuadran terdiri dari delapan gigi, yaitu dua gigi seri
(incisor), satu gigi taring (cuspid), dua gigi geraham
depan (premolar) , dan tiga gigi geraham belakang
(molar). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,
sistem penomoran menomorkan gigi permanen mulai
dari 1 hingga 32. Dimulai dari gigi molar ketiga pada
maxilary kanan (#1) melintasi maxilary hingga gigi
molar ketiga pada maxilary kiri (#16). Kemudian,
dilanjutkan dengan gigi molar ketiga pada mandibular
kiri (#17) dan mengelilingi mandibular hingga gigi
molar ketiga pada mandibular kanan (#32) [5].
3.
Desain Sistem
1 if
g ( x, y) = 
0 if
Secara garis besar, terdapat tiga langkah utama
yang harus dilalui yaitu preprocessing citra gigi,
ekstraksi fitur, dan pengklasifikasian. Selanjutnya, tiga
langkah tersebut diperdetail menjadi lima langkah
yang harus dilakukan untuk mengklasifikasikan gigi.
Tahap pertama adalah akuisisi citra gigi dari harddisk.
Tahap kedua adalah radiograph segmentation yang
terdiri dari morphological operation, image
enhancement, dan thresholding. Tahap ketiga adalah
teeth separation yang terdiri dari integral projection
dan spline. Tahap kedua dan ketiga ini disebut sebagai
tahap preprocessing citra gigi. Tahap keempat adalah
ekstraksi fitur gigi terdiri dari area dan rasio sebagai
inti dalam tugas akhir ini. Tahap kelima sebagai
langkah terakhir adalah tahap pengklasifikasian gigi
dengan metode KNN. Penjelasan lebih detail dari
masing-masing proses tadi ada pada bagian subbab
selanjutnya.
Gambar 2 merupakan gambar diagram blok
sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar
pada dental panoramic radiograph. Tiga langkah
utama
proses
pengklasifikasian
gigi
yaitu
preprocessing citra gigi, ekstraksi fitur gigi, dan
pengklasifikasian gigi ditunjukkan dengan garis putusputus.
4.
f ( x, y) > T
f ( x, y) ≤ T
(1)
4. 2. Proses teeth separation
Proses teeth separation dilakukan untuk
memisahkan setiap gigi dari gigi di sekitarnya.
Terdapat dua kali pemisahan untuk mendapatkan
obyek gigi yang terisolasi. Pemisahan pertama adalah
memisahkan rahang atas dan rahang bawah dengan
menerapkan
horizontal
integral
projection
menggunakan Persamaan 2. Pemisahan kedua adalah
memisahkan setiap gigi dari gigi di sekitarnya dengan
menerapkan vertical integral projection menggunakan
Persamaan 3. f(i,j) merupakan sebingkai citra dengan
dimensi m x n. Penjumlahan dilakukan terhadap nilai
level keabuan setiap piksel pada baris i dan kolom j.
(2)
(3)
Horizontal integral projection bekerja dengan
menjumlahkan nilai-nilai piksel secara horizontal dari
setiap kolom. Dari hasil penjumlahan tersebut
diseleksi sebuah garis horizontal yang berada di sela
antara rahang atas dan rahang bawah. Garis tersebut
akan menjadi garis inisial dari garis pembatas. Setelah
itu, sepanjang garis tersebut dipecah menjadi beberapa
stripe untuk mendapatkan bentuk garis yang tepat.
Koordinat dari setiap garis yang dipilih dari masingmasing stripe digambar menjadi sebuah kurva dengan
spline. Noise yang berupa obyek-obyek kecil
dihilangkan dan setiap titik yang dilalui kurva tersebut
selanjutnya diganti nilai pikselnya menjadi 0 untuk
menjadi garis pembatas antar rahang. Hasil dari proses
horizontal integral projection ini adalah citra binary
yang telah disertai dengan garis kurva pemisah yang
Preprocessing Citra Gigi
4. 1. Proses radiograph segmentation
Tujuan dari proses radiograph segmentation
adalah untuk memisahkan bagian gigi dari bagian latar
belakangnya. Masukan dari tahap ini adalah citra
original dari
dental
panoramic
radiograph
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 3. Langkah
pertama dilakukan dengan mengganti nilai piksel dari
tambalan gigi yang terlalu tinggi daripada nilai piksel
gigi agar tidak mengacaukan proses binarisasi.
Selanjutnya, dilakukan morphological operation
dengan top-hat dan bottom-hat operator untuk
2
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
tepat antara rahang atas dan rahang bawah. Citra
binary ini selanjutnya akan diproses pada vertical
integral projection.
Proses yang dilakukan vertical integral
projection tidak jauh beda dengan horizontal integral
projection. Namun, vertical integral projection ini
dilakukan dua kali untuk masing-masing rahang yang
telah terpisah dari hasil horizontal integral projection.
Vertical integral projection bekerja dengan
menjumlahkan nilai-nilai piksel dari setiap baris.
Seleksi pada vertical integral projection lebih
kompleks dari pada seleksi pada horizontal integral
projection. Dari hasil penjumlahan di atas diseleksi
setiap garis vertikal yang menjadi kandidat garis
inisial pembatas antar gigi. Garis kandidat tersebut
kemudian diseleksi kembali dengan menerapkan
seleksi adaptif dan memanfaatkan lebar minimum gigi
(Toothwidthmin) yang telah didefinisikan dengan nilai
70 untuk mendapatkan garis inisial yang tepat.
Selanjutnya, sepanjang garis tersebut dipecah menjadi
beberapa stripe untuk mendapatkan bentuk garis yang
tepat. Koordinat dari setiap garis yang dipilih dari
masing-masing stripe digambar menjadi sebuah kurva
dengan spline. Setiap titik yang dilalui kurva tersebut
selanjutnya diganti nilai pikselnya menjadi 0 untuk
menjadi garis pembatas antar gigi.
Integral projection menghasilkan citra binary
dengan garis pembatas dari setiap gigi yang bernilai
piksel 0. Untuk mempertebal garis tersebut, dilakukan
erosi. Sebagai sentuhan akhir adalah penghilangan
obyek-obyek kecil yang berupa lubang pada bagian
gigi maupun noise di luar bagian gigi. Hasil akhir dari
proses teeth separation ini adalah citra binary dengan
setiap gigi yang telah terpisah dan siap untuk
diekstraksi fiturnya seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5.
5.
Gambar 2. Diagram blok sistem pengklasifikasian
gigi molar dan premolar
Gambar 3. Citra original sebagai data masukan
Ekstraksi Fitur dan Pengklasifikasian Gigi
5. 1. Proses ekstraksi fitur
Setelah setiap obyek gigi terisolasi dan terpisah
dari gigi lain di sekitarnya, setiap obyek gigi tersebut
kemudian diekstraksi fitur-fiturnya dengan metode
measurement-based [7]. Sebelum fitur yang
diinginkan diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan
pelabelan terhadap setiap obyek yang telah terisolasi
dan seleksi terhadap obyek untuk menghilangkan
noise. Noise tersebut dapat berupa gusi yang luput dari
proses radiograph segmentation karena memiliki
intensitas tinggi maupun bagian kecil gigi yang
terpotong karena proses teeth separation yang kurang
sempurna. Seleksi dilakukan dengan pendekatan
ukuran dengan asumsi luas minimum dari sebuah
obyek untuk dikenali sebagai sebuah gigi adalah 6000
piksel persegi sebagaimana yang telah dijelaskan pada
batasan masalah. Setiap obyek yang lolos seleksi dan
dikenali sebagai obyek gigi selanjutnya diekstraksi
fiturnya menggunakan fungsi region properties.
Gambar 4. Citra hasil proses radiograph
segmentation
Gambar 5. Citra hasil proses teeth separation
3
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
Region properties (regionprops) adalah sebuah
fungsi yang dimiliki MATLAB untuk mengukur
sekumpulan properti-properti dari setiap region yang
telah dilabeli dalam matriks label L. Bilangan integer
positif
yang
merupakan
elemen
dari
L
berkorespondensi dengan region yang bersesuaian.
Area, panjang major axis, dan panjang minor axis
yang digunakan dalam system pengklasifikasian gigi
ini merupakan sebagian dari properti yang dihasilkan
fungsi regionprops. Dalam fungsi regionprops sebuah
obyek direpresentasikan sebagai sebuah region dengan
pendekatan bentuk elips. Gambar 6 menunjukkan
sebuah region dari kumpulan piksel berwarna putih
yang direpsentasikan dengan pendekatan bentuk elips.
Pada Gambar 7 terlihat garis biru yang menunjukkan
major axis dan minor axis serta titik putih sebagai foci
dari bentuk elips tersebut [8].
Fitur yang diekstraksi terdiri dari area yang
merupakan luas obyek gigi sebagai pendekatan ukuran
dan rasio yang merupakan perbandingan panjang
major axis dan minor axis obyek gigi sebagai
pendekatan bentuk.
(4)
Gambar 6. Representasi region dengan pendekatan
bentuk elips
5. 2. Proses pengklasifikasian gigi
Pada bagian ini dijelaskan tahap akhir dari sistem
pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada
dental
panoramic
radiograph
yaitu
tahap
pengklasifikasian gigi. Metode pengklasifikasian yang
digunakan adalah K-Nearest Neighbor (KNN). KNearest Neighbor (KNN) adalah suatu metode yang
menggunakan algoritma supervised dimana hasil dari
query instance yang baru diklasifikan berdasarkan
mayoritas dari kategori pada KNN. Tujuan dari
algoritma ini adalah mengklasifikasikan obyek baru
bedasarkan atribut dan training sample. Classifier
tidak menggunakan model apapun untuk dicocokkan
dan hanya berdasarkan pada memori. Diberikan titik
query, akan ditemukan sejumlah k obyek atau (titik
training) yang paling dekat dengan titik query.
Klasifikasi menggunakan voting terbanyak diantara
hasil klasifikasi dari k obyek. Algoritma KNN
menggunakan klasifikasi ketetanggaan sebagai nilai
prediksi dari query instance yang baru.
Algoritma metode KNN sangatlah sederhana, bekerja
berdasarkan jarak terpendek dari query instance ke
training sample untuk menentukan KNN-nya.
Training sample diproyeksikan ke ruang berdimensi
banyak,
dimana
masing-masing
dimensi
merepresentasikan fitur dari data. Ruang ini dibagi
menjadi bagian-bagian berdasarkan klasifikasi
training sample. Sebuah titik pada ruang ini ditandai
kelac c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling
banyak ditemui pada k buah tetangga terdekat dari
titik tersebut. Dekat atau jauhnya tetangga biasanya
dihitung berdasarkan euclidean distance dengan
menggunakan Persamaan 4. Dimana matriks D(a,b)
adalah jarak skalar dari kedua vektor a dan b dari
matriks dengan ukuran d dimensi.
Gambar 7. Major axis, minor axis, dan titik foci dari
bentuk elips
Gambar 8. Delapan titik dalam satu dimensi dan
estimasi densitas KNN dengan k = 3 dan k = 5
Gambar 9. KNN mengestimasi densitas dua dimensi
dengan k = 5
4
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
ini adalah terbentuknya garis pembatas antara setiap
gigi dengan gigi lain di sekitarnya secara tepat. Dari
10 citra yang diuji coba, 2 citra menghasilkan garis
pembatas yang kurang tepat berada pada celah antar
rahang maupun celah antar gigi. Tentu saja, semua itu
disebabkan sebaran intensitas yang membuat hasil dari
proses radiograph segmentation kurang sempurna dan
menyulitkan pencarian celah untuk dibuat garis
pembatasnya pada proses teeth separation ini. Untuk
citra yang lainnya, terdapat sedikit kendala untuk gigi
molar yang berakar ganda. Pada beberapa kasus, celah
diantara kedua akar gigi molar dianggap oleh proses
ini sebagai celah antar gigi. Sebenarnya, masalah ini
telah berusaha ditangani menggunakan langkah seleksi
adaptif dengan memanfaatkan batasan lebar minimum
gigi sebesar 70 piksel. Dan sebagian telah berhasil
diatasi. Namun, untuk kasus dimana gigi molar
memiliki lebar lebih dari dua kali lebar minimum gigi,
seleksi adaptif tidak bisa mengatasinya. Jika lebar
minimum gigi dinaikkan, masalah tersebut dapat
teratasi akan tetapi sebagai risikonya gigi premolar
yang memiliki lebar kurang dari lebar minimum gigi
tersebut tidak terdeteksi sebagai sebuah obyek gigi.
Adapun untuk kasus yang lainnya, garis pembatas
dapat memisahkan gigi dengan tepat. Secara garis
besar, hasil uji coba proses teeth separation ini
menunjukkan metode yang digunakan dapat
memisahkan antara setiap gigi dengan gigi lain di
sekitarnya dengan cukup efektif.
Kemudian, evaluasi dilanjutkan pada hasil uji
coba proses ekstraksi fitur gigi. Dengan menggunakan
fitur area dan rasio, pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa
rata-rata dari kedua fitur tersebut untuk gigi molar dan
premolar memiliki interval yang cukup jauh. Untuk
rata-rata fitur area, gigi molar berada pada kisaran
21012.96. Sendangkan, gigi premolar berada pada
kisaran yang jauh lebih rendah yaitu hampir setengah
dari rata-rata fitur area gigi molar dengan nilai
12752.12. Hal ini menunjukkan bahwa gigi molar
cenderung lebih luas ukurannya dari pada gigi
premolar. Begitu pula dengan fitur rasio. Fitur ini
merupakan hasil perbandingan antara tinggi dan lebar
gigi. Rata-rata fitur rasio untuk gigi molar berada pada
kisaran 2.37. Sedangkan, gigi premolar berada pada
kisaran dengan interval yang cukup tinggi pada nilai
3.18. Dengan melihat rata-rata fitur rasio dari kedua
gigi ini dapat dikatakan bahwa gigi molar memiliki
bentuk cenderung bulat dan premolar berbentuk
cenderung lonjong. Data-data tersebut membuktikan
bahwa uji coba proses ekstraksi fitur gigi telah
berjalan dengan baik dan menghasilkan fitur-fitur
yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan gigi
molar dan premolar.
Sebagai evaluasi terakhir, hasil uji coba
pengklasifikasian gigi dievaluasi dan menjadi
parameter apakah sistem pengklasifikasian gigi molar
dan premolar pada dental panoramic radiograph ini
menghasilkan data keluaran sesuai dengan harapan.
Selain itu, evaluasi ini juga dilakukan untuk
Pada fase training, algoritma ini hanya
melakukan penyimpanan vektor-vektor fitur dan
klasifikasi data training sample. Pada fase klasifikasi,
fitur-fitur yang sama dihitung untuk testing data (yang
klasifikasinya tidak diketahui). Jarak dari vektor baru
yang ini terhadap seluruh vektor training sample
dihitung dan sejumlah k buah yang paling dekat
diambil. Titik yang baru klasifikasinya diprediksikan
termasuk pada klasifikasi terbanyak dari titik-titik
tersebut. Sebagai contoh, untuk mengestimasi p(x)
dari n training sample dapat memusatkan pada sebuah
sel disekitar x dan membiarkannya tumbuh hingga
meliputi k samples. Samples tersebut adalah KNN dari
x. Jika densitasnya tinggi di dekat x, maka sel akan
berukuran relatif kecil yang berarti memiliki resolusi
yang baik. Jika densitas rendah, sel akan tumbuh lebih
besar, tetapi akan berhenti setelah memasuki wilayah
yang memiliki densitas tinggi. Pada Gambar 8 dan
Gambar 9 ditampilkan estimasi densitas satu dimensi
dan dua dimensi dengan KNN [9].
Dalam sistem ini, KNN menggunakan nilai
euclidean distance yang dihitung antara setiap obyek
dari data masukan dan obyek dari database. Setelah
itu, dicari obyek sejumlah k yang memiliki nilai
euclidean distance terdekat. Nilai k yang digunakan
adalah 9 berdasarkan dari eksperimen untuk
mendapatkan tingkat akurasi maksimum. Hasil dari
proses pengklasifikasian ini adalah data kelas gigi
sesuai indeksnya. Kemudian citra masukan dilabeli
dengan huruf M (molar) dan P (premolar) sesuai
dengan data kelas gigi hasil pengklasifikasian tersebut.
6.
Uji Coba dan Evaluasi
Uji coba dilakukan dengan menggunakan 10 citra
gigi. Secara umum, uji coba dari setiap proses
memberikan hasil yang baik. Uji coba dimulai dengan
menguji proses akuisis data. Data masukan yang
tersimpan pada hardisk lokal dapat dibaca dan
ditampilkan pada panel input perangkat lunak.
Selanjutnya, dilakukan uji coba proses radiograph
segmentation. Pada proses ini, evaluasi dilakukan
dengan membandingkan citra masukan dengan citra
binary hasil proses radiograph segmentation. Dari
hasil perbandingan secara visual, hanya 2 citra saja
yang kurang bagus. Dimana terdapat obyek-obyek gigi
yang overlap dan ada bagian gigi yang memiliki
intensitas rendah dianggap sebagai bagian latar
belakang. Hal ini disebabkan adanya tambalan gigi
yang berintensitas sangat tinggi sedangkan ada bagian
gigi yang berintensitas terlalu rendah mendekati
intensitas latar belakang. Sehingga, proses radiograph
segmentation menganggap bagian tersebut bukan
sebagai bagian gigi. Adapun untuk 8 citra yang
lainnya memberikan hasil yang memuaskan dengan
terpisahnya bagian gigi yang berwarna putih dengan
bagian latar belakang yang berwarna hitam.
Evaluasi selanjutnya dilakukan pada hasil uji coba
proses teeth separation. Parameter keberhasilan proses
5
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
mendapatkan lebar minimum gigi yang optimum dan
menentukan nilai k optimum untuk mendapatkan
akurasi maksimum. Gambar 10 menunjukkan bahwa
dari hasil uji coba didapatkan lebar minimum gigi
yang optimum berada pada nilai 70. Evaluasi hasil uji
coba ini dilakukan dengan membandingkan
akurasinya untuk nilai 60 dan 80 menggunakan
parameter k = 1. Akhirnya, didapatkan bahwa nilai 70
menghasilkan akurasi terbaik dengan nilai 58.33%.
Akurasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan
akurasi untuk nilai 60 sebesar 55.21% dan 80 sebesar
57.37%.
Demikian pula untuk menentukan nilai k
optimum. Gambar 11 memperlihatkan perbandingan
akurasi dari k = 1 hingga k = 12 dengan menggunakan
lebar minimum gigi sebesar 70. Dari perbandingan
tersebut dievaluasi dan didapatkan pada nilai k = 9
akurasi
mencapai
puncak
konvergensi
dan
menghasilkan nilai maksimum 74.44%. Konvergensi
akurasi pada nilai k = 9 tergolong tinggi. Hal ini
disebabkan oleh vektor fitur yang memiliki tingkat
densitas rendah. Oleh karena itu, diperlukan nilai k
yang cukup tinggi hingga mencapai konvergensi
maksimum dan densitas yang tinggi. Nilai akurasi
maksimum sebesar 74.44% tersebut didapatkan dari
rata-rata nilai akurasi dengan skenario crossvalidation sebagaimana ditunjukan oleh data
rekapitulasi hasil uji coba proses pengklasifikasian
gigi pada Tabel 2. Dari hasil evaluasi keseluruhan
proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian
gigi molar dan premolar pada dental panoramic
radiograph ini, dapat dikatakan bahwa metodemetode yang diterapkan pada sistem ini dapat
mendukung sistem pengklasifikasian gigi sebagai
bagian awal dari sistem pengidentifikasian manusia
berdasarkan gigi.
Tabel 1. Rataan fitur area dan rasio dari gigi molar
dan premolar
Tabel 5.7. Rekapitulasi hasil uji coba proses
pengklasifikasian gigi
7.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan
sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar
pada dental panoramic radiograph yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Metode gabungan dari morphological operation,
image enhancement, dan binarisasi dengan otsu
thresholding cukup efektif untuk memisahkan
bagian gigi dari bagian latar belakangnya
2. Metode horizontal & vertical integral projection
cukup efektif untuk memisahkan setiap gigi dari
gigi lain di sekitarnya
3. Pengklasifikasian gigi ke dalam kelas gigi molar
(M) dan premolar (P) dengan menggunakan fitur
area dan rasio menghasilkan nilai akurasi yang
cukup baik yaitu 74,4% pada nilai k = 9
4. Sistem pengklasifikasian gigi ini diharapkan
bermanfaat sebagai bagian awal dari ADIS dalam
mengidentifikasi manusia untuk kebutuhan
forensik.
Adapun Saran-saran untuk pengembangan sistem
ini lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Percobaan dengan menggunakan metode lain
pada tahap preprocessing diperlukan agar dapat
dibandingkan efektivitasnya dengan metode yang
saat ini telah diterapkan
2. Sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar
ini menggunakan data masukan berupa dental
panoramic radiograph yang telah didigitalkan
dengan resolusi 300 dpi sehingga diperlukan
perubahan terhadap beberapa nilai parameter
untuk menyesuaikan dengan resolusi yang
berbeda.
Gambar 10. Grafik perbandingan akurasi dari variasi
lebar minimum gigi
Gambar 11. Grafik perbandingan akurasi variasi k
6
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
8.
Daftar Pustaka
[1] Zhou, J.D. dan Abdel-Mottaleb, M. 2004.
“Automatic Human Identification Based on Dental
X-ray Images”. Proceedings of the SPIE
Conference on Defense and Security –
Biometric
Technology
for
Human
Identification.
[2] Abdel-Mottaleb, M., Nomir, O., Nasser, D.E.,
Fahmy, G., dan Ammar, H.H. 2004. “Challenges
of Developing an Automated Dental Identification
System”. The 64th IEEE Midwest Symposium on
Circuits and Systems. Cairo, Egypt.
[3] Ammar, H., Abdel-Mottaleb, M., dan Jain, A.
2007. “Automated Dental Identification System
(ADIS)”. Philadelphia, Pennsylvania, USA.
Proceedings of the 8th Annual International
Conference on Digital Government Research:
Bridging Discipline & Domains, vol. 228, pp.
248-249.
[4] Samopa, F. 2009. Tooth Shape Measurement on
Dental Radiographs for Forensic Personal
Identification. Disertation of Department of
Information Engineering, Graduate School of
Engineering, Hiroshima University. Hiroshima,
Japan.
[5] Mahoor, M.H. dan Abdel-Mottaleb, M. 2005.
“Classification and Numbering of Teeth in Dental
Bitewing Images”. Elsevier: Pattern Recognition
Journal, vol. 38, pp. 577-586.
[6] Gonzalez, R.C. dan Woods, R.E. 2004. Digital
Image Processing Using MATLAB. New Jersey,
USA: Pearson Prentice-Hall, Pearson Education,
Inc.
[7] Tao, Y. dan Grosky, W.I. Delaunay
Triangulation for Image Object Indexing: A
Novel Method for Shape Representation.
Detroit, Miami, USA. Department of Computer
Science, Wayne State University.
[8] Regionprops, <URL:http://www.mathworks.com
/access/helpdesk/help/toolbox/images/regionprops.
html>.
[9] Duda, R.O., Hart, P.E., dan Stork, D.G. 2001.
Pattern Classification Second Edition. New
York, USA: Wiley-Interscience.
7
EVAN YOFIYANTO - 5106100049
Download