ACCURACY ANALYSIS OF PRIMARY DIAGNOSIS CODE BASED ON PATIENTS BPJS CAUSE UNVERIFIED IN PERMATA HOSPITAL MEDIKA SEMARANG MONTH JANUARY 2014 Dyah Nur Hidayah, Dyah Ernawati, S.Kep.Ns,M.kes Email : [email protected] Permata Medika Hospital Semarang is a Type C hospitals, that has been used as guidelines ICD-10 for coding. From the results of the initial survey using interviews with officers obtained information that the code is not accurate because disagreements between officers hospital with officers BPJS, many claims were not verified because that disagreements resulting workloads can result in the concentration of officers to be disturbed. The purpose of this research to determine the accuracy of the patient's primary diagnosis code BPJS not verified Permata Medika Hospital Semarang. This research use observational method with cross sectional approach and type of analytical research, while the population of the study were 102 inpatient medical record file Januari 2014 to obtain a sample of 50 files that are retrieved by using a random sample of sampling techniques. The result of observations the accuracy of primary diagnosis code on the disease as much as 66% inpatient medical record documents, while the unaccuracy of primary diagnosis code on the disease as much as 34% inpatient medical record documents. Conclusion is obtained that is, to get the accuracy of disease code, do not only influenced by writing diagnosed just specific especial, but influenced also by correctness of officer coding and officers BPJS and other factors that affect. Therefore hospital coding personnel and officers BPJS should active in seeking information if it finds that the primary diagnosis is not specific as well as a need to increase the competence of personnel in coding the determination of code-related training. Keywords: Accuracy of the disease code, the claim is not verified, BPJS 28 PENDAHULUAN BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan Jamkesmas sosial ketenaga kerjaan PT Jamsostek (Jaminan menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[2] Pada Kesehatan Masyarakat) adalah sebuah program warga jaminan kesehatan Indonesia jamkesmas, untuk kemudian pada tidak mampu yang iurannya dibayar tetapi diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial.[1] Jaminan Sosial Sistem Nasional, BPJS lembaga asuransi terverifikasi oleh Apabila pihak pihak verifikator maka BPJS klaim tidak akan pada yang sering Jamkesmas adalah menurun maka kepesertaan permasalahan yang sering terjadi pada BPJS adalah adanya keterbatasan LOS, obat yang bisa diganti oleh pihak BPJS hanya obat generik saja, rujukan lembaga pasien yang pertama dari Puskesmas, jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu BPJS Jamkesmas juga menurun. Sedangkan Undang-undang sejumlah BPJS. APBD Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan verifikator pihak dananya tergantung pada APBD, jika merupakan badan hukum nirlaba. Berdasarkan akan terjadi Tahun tentang ke Permasalahan 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 2004 klaim dikembalikan ke pihak Rumah Sakit. undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Tahun diserahkan menyetujui, jaminan sosial di Indonesia menurut Undang- 40 BPJS, kemudian jika untuk 24 jamkesmas akan diganti oleh pihak BPJS, tetapi Sosial atau BPJS merupakan lembaga Nomor yaitu proses verifikator BPJS menyetujui maka dana Badan Penyelenggara Jaminan Undang-undang untuk pembayarannya tidak ke pemerintah (Jamkesmas) menyelenggarakan program jamkesmas Pada 2006. Program Jaminan Kesehatan dibentuk oleh jamkesmaskot (kota). Departemen Kesehatan sejak tahun yang diganti (kemenkes), jamsostek (propinsi), dan dapat terpenuhi. Program ini dijalankan oleh Masyarakat akan verifikasinya, oleh pemerintah agar kebutuhan dasar layak dana ke pemerintah, pemerintah. Terdapat 3 (tiga) kuota untuk menjamin masyarakat miskin dan yang pembayarannya langsung diserahkan yang memberikan perlindungan sosial dibidang kesehatan kesehatannya klaim kemudian ke Rumah Sakit tipe A, B, jaminan baru bisa ke tipe C. Sering terjadi kesehatan PT Askes Indonesia menjadi perbedaan pendapat mengenai klaim 28 verifikasi koding antara BPJS dan pihak Jakarta, Dien Rumah Sakit, pihak BPJS berpikiran merupakan sistem pembayaran dengan under cost (biaya yang dikeluarkan sistem "paket", berdasarkan penyakit seminimal mungkin), sedangkan pihak yang diderita pasien. Rumah Sakit berpikiran up cost (biaya yang diterima setinggi mungkin). Emmawati, Pada yang program ditetapkan INA-CBG INA-CBG’s pada Asuransi Jamkesmas memberi biaya Jamkesmas, untuk masyarakat miskin, sedangkan nama BPJS hanya sebagai regulator atau BPJS. BPJS juga menerapkan program pengawas. INA CBG’s dalam pengajuan klaimnya. Survei awal di Rumah Sakit BPJS semenjak pasien Jamkesmas menjadi tahun diganti pihak 2014 menjadi pembayar Permata Medika, pada verifikasi koding asuransi lainnya seperti Jamkesmas, BPJS telah diambil sampel sebanyak Jamsostek, dan 10 DRM, dan ditemukan 80% DRM berlakunya sistem yang tidak sesuai dengan verifikator berminat meneliti tenang keakurasian dari BPJS, dan 20% DRM yang lain kode diagnosa utama pada pasien telah sesuai dengan verifikator BPJS. BPJS. AKSES. BPJS, Dengan peneliti Data yang tidak sesuai yaitu kode diagnosa yang tidak akurat dan spesifik, sehingga dari pihak BPJS mengembalikan data tersebut untuk dikaji ulang. Dampak yang terjadi jika tidak sesuai dengan verifikator BPJS adalah data tidak akan terverifikasi oleh pihak BPJS dan akan dikembalikan untuk dikaji ulang. Sehingga memperlama proses pengajuan klaim. INA-CBG merupakan sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitu sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah. Menurut kepala Dinas kesehatan DKI TUJUAN PENELITIAN Mengetahui keakurasian kode diagnosa utama pada pasien BPJS yang tidak terverifikasi di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Periode 2014. Tujuan khusus a. Mengetahui jumlah pasien BPJS rawat inap b. Mengetahui prosedur koding dan verifikasi program INA-CBG’s pada BPJS c. Mengetahui hasil verifikasi koding oleh verifikator BPJS dan jumlah pasien yang terverifikasi dan tidak terverifikasi d. Mengetahui diagnosa pasien BPJS, kode utama petugas utama diagnosa koding Rumah Sakit, dan kode diagnosa utama pasien BPJS oleh petugas BPJS e. Menganalisis keakuratan kode diagnosa utama dan mengetahui persentase kode akurat dan tidak akurat POPULASI DAN SAMPEL Populasi pada penelitian ini adalah dokumen rekam medis rawat inap pada bulan Januari. Jumlah pasien BPJS pada bulan Januari adalah 229 pasien, yang tidak terverifikasi dan dikembalikan oleh BPJS sejumlah 203 DRM. Dari 203 DRM tersebut ada yang dikembalikan karena faktor kode penyakit dan faktor yang lain. Untuk METODOLOGI PNELITIAN kode penyakit dan diagnosa penyakit didapatkan populasi sebesar 102 DRM. Praktik dokter dalam pengisian kode penyakit dan diagnosa penyakit pada dokumen rekam medis pasien dan data pendukungnya dengan checklist. PEMBAHASAN 1. Prosedur koding dan verifikasi program INA-CBG’s JENIS PENELITIAN DAN a. Pemeriksaan RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian observasional, pemeriksaan ini yaitu adalah melakukan penelitian terhadap obyek penelitian secara langsung untuk memperoleh gambaran keadaan hasil sesuai dilapangan. digunakan adalah dengan Metode wawancara yang dan observasi dengan pendekatan cross sectional yaitu variabel dilakukan bersamaan. berkas, pengumpulan pada data saat yaitu meliputi kelengkapan berkas, isian dalam berkas dan biaya yang diajukan. a) SEP (surat eligibilitas peserta) b) Resume medis c) Pemeriksaan kode diagnosa pasien, prosedur yang dilakukan d) Pemeriksaan biaya pelayanan kesehatan atas kode prosedur diagnosa dan b. Melakukan konfirmasi a) Konfirmasi 17 administrasi pelayanan lain Kode tidak akurat tersebut disebabkan karena dokter seringkali b) Konfirmasi administrasi klaim 2. Hasil (34%). kurang menuliskan spesifik diagnosa seperti yang diisyaratkan ICD-10 yang meiputi verifikasi verifikastor koding BPJS dan oleh jumlah kondisi akut anatomik dan yang kronis, detail, letak tahapan pasien yang tidak terverifikasi penyakit, ataupun komplikasi dan Jumlah pasien BPJS pada bulan kondisi penyerta. Dalam hal ini Januari adalah 229 pasien, yang petugas Rumah Sakit dan BPJS tidak terverifikasi dan dikembalikan sering berbeda pendapat, misal oleh BPJS sejumlah 203 DRM. dalam letak anatomik acute IHD Dari 203 DRM tersebut ada yang (Ischaemic Heart Diases) I24.9 dikembalikan karena faktor kode (Rumah Sakit) dan chronic IHD penyakit dan faktor yang lain. I25.9 (BPS), karena perbedaan Untuk kode penyakit dan diagnosa letak penyakit dikembalikan, padahal dalam DRM didapatkan populasi sebesar 102 DRM. 3. Diagnosa kode utama diagnosa anatomik tersebut klaim pasien tidak ditemukan chronic pasien utama BPJS, hanya acute saja. petugas Sesuai dengan aturan morbiditas koding Rumah Sakit dan kode dalam ICD-10 volume 2, bahwa diagnosa utama petugas BPJS. petugas medis yang bertanggung Dari 50 DRM diperoleh hasil bahwa jawab pengembalian harus disusun secara sistematis klaim tidak atas pengobatan pasien didasarkan hanya dari diagnosa dengan menggunakan utama saja, tapi dari diagnosa lain standar pencatatan, juga. Diagnosa utama dan kode petugas rekam medis bertanggung penyakit dokter sudah akurat tapi jawab untuk mengevaluasi kualitas diagnosa lain yang dipertanyakan. rekam 4. Keakuratan Kode Diagnosa Utama Dari hasil penelitian diketahui medis konsistensi sedangkan guna dan metode menjamin kelengkapan isinya, sehingga kode penyakit bahwa kode diagnosa utama yang yang dihasilkan akurat dan sesuai akurat dengan 33 (66%) dan kode diagnosa utama yang tidak akurat aturan umum morbiditas ICD-10. [11] koding 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakakuratan Kode Diagnosa Utama diagnosa penyakit, pihak BPJS tidak mengetahui arti dari singkatan tersebut sehingga Ketidakakuratan kode diagnosa utama juga dikarenakan faktorfaktor lain, diantaranya yaitu klaim dikembalikan ke Rumah Sakit. b. Tulisan dokter sulit untuk karena kurang telitinya petugas dibaca, pihak BPJS tidak bisa koding dalam menganalisis lembar- membaca lembar rekam medis rawat inap sehingga klaim dikembalikan seperti Anamnesa, pemeriksaan ke Rumah Sakit. fisik, pemeriksaan penunjang dan lembar-lembar rekam medis tulisan c. Penulisan tersebut diagnosa utama yang tidak disertai data yang lainnya yang dapat memberikan mendukung. informasi tambahan terkait dengan laboratorium, Anamnesa, diagnosa utama yang tertera dalam pemeriksaan fisik, RM1. pemeriksaan penunjang dan Seperti diagnosa nomor dalam utama 2 Anemia (lampiran seharusnya penulisan pada checklist), Bukti hasil lembar-lembar rekam medis lainnya yang memberikan petugas melihat informasi terkait pendukung hasil diagnosa utama belum pemeriksaan laboratorium apakah lengkap sehingga klaim sudah lengkap atau belum. dikembalikan ke Rumah Sakit. lembar dengan Petugas koding di Rumah Sakit d. Diagnosa utama atau kode Permata Medika mempunyai buku diagnosa tidak tertulis pada bantu koding untuk mempermudah RM1, tetapi pada perjalanan dalam mengkode penyakit. Buku penyakit dan bukti penunjang bantu lain diagnosa tersebut penyakit berisi kode yang sering muncul. karena ketidaklengkapan dalam penulisan ini sehingga klaim 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak ada, Terverifikasinya Kode dikembalikan ke Rumah Sakit. e. Perbedaan Diagnosa Utama pendidikan a. Dokter sering menggunakan Rumah singkatan dalam penulisan petugas latar belakang antara petugas Sakit dan Rumah BPJS, Sakit berpendidikan DIII Rekam Syncope Medis sedangkan pada BPJS segi pendidikannya diluar DIII Rekam Medis, sehingga tidak teliti melihat ini sering terjadi perbedaan diagnosa dokter. utama kode pada diagnosa lembar kode mendukung SIMPULAN 1. Dari hasil penelitian diketahui membaca jumlah pasien BPJS pada bulan mempertanyakan Januari adalah 229 pasien, yang salah dan yang informasi- RM1 kurang jelas sehingga BPJS seringkali lebih h. Ada kondisi dimana petugas BPJS informasi Penulisan agar akurat dan spesifik. karena perbedaan pendidikan pendapat. f. saja, kenapa diagnosa utama dan tidak terverifikasi dan dikembalikan kodenya berbeda. menulis oleh BPJS sejumlah 203 DRM. diagnosa utama menggunakan Dari 203 DRM tersebut ada yang g. Dokter sering bahasa Indonesia, pihak BPJS tidak mengetahui dari dikembalikan karena faktor kode dalam penyakit dan faktor yang lain. Indonesia, misalnya Untuk kode penyakit dan diagnosa penulisan bahasa arti tersebut diagnosa kesadaran menurun kode R55, mengembalikan BPJS klaim dan mempertanyakan apakah maksudnya COMA? Padahal adalah dalam lembar penyakit didapatkan populasi sebesar 102 DRM. 2. Prosedur koding dan verifikasi program INA-CBG’s perjalanan penyakit Syncope a. Pemeriksaan dengan kode R55. Jadi benar pemeriksaan berkas, yaitu meliputi jika dokter mengkode R55, tapi dalam penulisan RM 1 adalah kesadaran sebaiknya dalam kelengkapan berkas, isian menurun, dalam berkas dan biaya yang penulisan diajukan. diagnosa pada RM 1 ditulis 1. SEP (surat eligibilitas peserta) lembar rekam medis rawat inap 2. Resume medis seperti Anamnesa, pemeriksaan 3. Pemeriksaan kode diagnosa fisik, pemeriksaan penunjang dan pasien, prosedur yang dilakukan lembar-lembar rekam medis lainnya yang dapat memberikan 4. Pemeriksaan biaya pelayanan informasi tambahan terkait dengan kesehatan atas kode diagnosa diagnosa utama yang tertera dalam dan prosedur RM1 b. Melakukan konfirmasi 5. Diketahui 1. Konfirmasi administrasi pelayanan mempengaruhi lain (66%) b. Tulisan utama yang tidak akurat 17 (34%). dibaca tidak akurat tersebut karena dokter menuliskan diagnosa disebabkan seringkali kode kurang spesifik kode diagnosa utama juga dikarenakan faktorlain, dalam penulisan dokter c. Penulisan sulit diagnosa untuk utama yang tidak disertai data yang mendukung. d. Diagnosa utama atau kode 4. Ketidakakuratan faktor diagnosa diagnosa utama diagnosa Kode dan kode utama yaitu a. Singkatan 3. Kode diagnosa utama yang akurat yang tidak terverifikasinya 2. Konfirmasi administrasi klaim 33 faktor-Faktor diantaranya yaitu karena kurang telitinya petugas koding dalam menganalisis lembar- diagnosa tidak ditulis pada RM1 e. Petugas mempunyai RS dan BPJS perbedaan pendapat pada kode suatu penyakit f. evaluasi di setiap bagian supaya lebih Perbedaan latar belakang pendidikan petugas RS dan BPJS terkontrol dan menghasilkan mutu yang berkualitas. 2. Untuk Tenaga Rekam Medis g. Penulisan kode diagnosa kurang jelas a. Sebelum klaim diberikan ke BPJS sebaiknya diteliti lagi h. Penulisan i. b. Meningkatkan diagnosa utama apakah masih ada yang sering menggunakan bahasa kurang atau tidak sehingga Indonesia tidak menambah beban kerja Petugas melihat yang BPJS tidak teliti informasi-informasi mendukung diagnosa dokter petugas apabila klaim tersebut dikembalikan karena tidak lengkap. b. Petugas koding lebih aktif dan teliti dalam meneliti diagnosa utama SARAN apabila terdapat diagnosa yang kurang akurat 1. Untuk Manajemen Rumah Sakit a. Perlu penulisan diperbaiki informasi yang diagnosa dokter, penulisan penulisan dalam diagnosa kelengkapan utama, cara pada penunjang menganalisis lembar-lembar diagnosa utama, informasi- apabila masih belum spesifik mendukung lebih baik menanyakan kepada singkatan diagnosa, diagnosa bahasa Indonesia. dengan dan dalam dokter diagnosa. yang menuliskan c. Peningkatan pengetahuan mengenai koding dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan koding. 3. Untuk Peneliti Lain Perlu adanya perkembangan penelitian mengenai perbedaan koding antara petugas RS dan BPJS DAFTAR PUSTAKA Tim Pengelola Masyarakat Jaminan Kesehatan Pusat. Pedoman pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat 2011 Kementerian Kesehatan RI. hlm. 4. 2011 Max Sijabat, Jamsostek Ridwan. asked to Askes, prepare transformation “The Jakarta Post” (dalam bahasa Inggris). 2013. Kresnowati, Lily. Hand out KPT I General Koding Tidak Dipublikasikan. Semarang. 2011