TINJAUAN PUSTAKA Bentuk P di dalam Tanah Secara garis besar fosfor tanah dibedakan atas fosfor anorganik dan organik. Dalam bentuk anorganik, satu hingga tiga atom hidrogen dan asam fosfat digantikan oleh kation logam. Sebagai bentuk organik, satu mungkin lebih atom hidrogen dari asam fosfat hilang karena ikatan ester. Sisa dari atom hidrogen, seluruhnya atau sebagian dgantikan kation logam. Kedua bentuk fosfor ini merupakan sumber P yang pnting untuk tanaman (Hakim et a/., 1986). Kandungannya sangat bervariasi bergantung pada jenis tanah, tetapi pada umumnya rendah. Fosfor tanah ini akan dijumpai lebih tinggi pada tanah-tanah muda, perawan, dan lapisan yang lebih dalam. Chang dan Jackson (1957) membedakan fosfat anorganik menjadi empat kelompok utama yaitu kalsium fosfat (Ca-P), aluminium fosfat (Al-P), besi fosfat (Fe-P) dan reductant soluble P (RS-P) atau P larut dalam keadaan tereduksi. Sedangkan P-organik menurut Rachim (2000) terdiri dari 4 grup yaitu : 1) Inositol fosfat, yaitu ester fosfat yang terbentuk dari inositol karbohidrat dan P, 2) asam nukleat (RNA dan DNA), 3) fosfolipid, yaitu derivat glicerol dalam inti sel dan larutan dalam larutan lemak, 4) ester lainnya, bagian yang tidak termasuk ketiga kelompok tersebut. Hakim el uf., (1986) menyatakan sebagian besar fosfat anorganik tanah ini berada pada persenyawaan kalsium, aluminium clan besi fosfat, yang kesemuanya sukar larut dalam air. Penyebaran fosfat anorganik tanah dapat digunakan untuk mengukur tingkat pelapukan kimia. Urutan penyebarannya sesuai dergan tingkat 6 hancuran iklim dari tanah yang berumur muda hingga lanjut adalah Ca-P > AI-P > Fe-P > P-terselubung (Djokosudardjo, 1974). Selanjutnya disebutkan juga bahwa pada tanah-tanah yang telah mengalami hancuran iklim agak lanjut, sebagian besar P berada dalam bentuk Al-P, kemudian Fe-P, sedangkan Ca-P relatif sedikit. Pratt dan Garber (1964) berpendapat bahwa bentuk Al-P merupakan bentuk P yang paling penting disarnping bentuk P larut dalarn air bagi tanaman pada tanah masam. Lebih lanjut Kudeyarova (198 1) menjelaskan bahwa bentuk A1-P yang mempunyai ketersediaan P yang cukup tinggi tersebut merupakan bentuk Al-P yang baru diendapkan dan mempunyai derajat knstalisasi yang masih rendah. Ketersediaan Fosfor (P) Tanah dan Jerapan P Fosfor tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman.Tanaman akan menyerap fosfor dalarn bentuk orthofosfat (H2P0L, ~ ~ 0 dan 4 ~~ 0- 4 ~ 3Jumlah . masing-masing bentuk tergantung kepada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2P0i terbanyak dijumpai pada pH tanah berkisar antara 5.0 - 7.2 (Hakim el a/.,1986). Ketersediaan fosfat anorganik tanah sangat ditentukan oleh faktor-faktor, yaitu : 1) pH tanah, 2) ion Fe, Al, dan Mn larut , 3) adanya mineral yang mengandung Fe, Al, dan Mn, 4) tersedianya Ca, 5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan 6) kegiatan jasad renik. Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman, tetapi ketersediaan fosfor di dalam tanah sexing merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Stoop, 1983). Menurut Janick el ul. ( 1 967) kation Ca, Al, dan Fe yang dapat terekstrak oleh larutan asam lemah dan bagian ini relatif tersedia bagi tanaman. Sedangkan fiksasi fosfat menunjukkan bagian fosfat yang merupakan cadangan fosfat yang tidak terekstrak oleh asam lemah dan bagian ini tidak segera tersedia bagi tanaman Beberapa reaksi pengikatan P di dalam tanah adalah sebagai berikut (Hardjowigeno, 1995) : a. Pengikatan oleh ion-ion Al+3dan ~ e yang + ~larut dalam air ion terlarut mudah larut Varisit (sukar iarut) b. Pengikatan oleh hidroksida-hidroksida Al dan Fe OH +H2PO4- + -A1 OH mudah larut H2PO4-(sukar larut) c. Pengikatan oleh mineral liat Dalam kristal mineral liat mudah larut sukar larut Kamprath (1972) mengemukakan bahwa perubahan bentuk fosfat ke bentuk lainnya sangat dipengaruhi oleh pH. Bila tanah semakin masam maka keaktifan Fe dan A1 meningkat sehingga P banyak ditemukan dalam bentuk AI-P dan Fe-P yang sukar larut. Bolt dan Brugge~~wert (1986) menyimpulkan bahwa aktivitas P dalam larutan tanah berhubungan erat dengan aktifitas A r 3 , ~ e "dan sistim pH tanah. Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan 9 bahwa pada pH rendah maka jerapan H2P04- oleh komponen tanah akan meningkat. Nyakpa et al., (1985) menyatakan bahwa P tanah akan dijerap oleh liat sehingga tidak tersedia bagi tanaman, dimana penjerapan ini akan lebih kuat pada liat tipe 1 : 1 daripada liat tipe 2:: 1. Menurut Bajwa (1981) tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat kaolinit dan haloisit (tipe 1 : 1) mempunyai kapasitas jerapan P yang lebih besar yaitu sebesar 80 % dari P yang ditambahkan, dan cfiikuti oleh mineral liat arnorf, beidelit, monrnorilonit dan vermikulit. Jerapan P meningkat sejalan dengan semakin tingginya kadar liat tanah. Fox dan Kamprath (1970, dalam Sanchez dan Uehara, 1980) melaporkan bahwa jerapan P sebesar 390 ppm terjadi pada Oxisols Columbia dengan kadar liat 38 %. Oxisols Brazil dengan kandungan liat 45 % dapat menjerap P sebesar 750 ppm, sedangkan Oxisols Hawai dengan kadar liat 70 % dapat menjerap P sebesar 900 ppm. Disamping kadar liat yang tinggi Oxisols dari Hawai j uga didominasi oleh mineral kaolinit. Adapun Sanchez (1977) mengemukakan bahwa fiksasi pada tanah Oxisols Cerrado Brazil yang mengandung lebih dari 60 % liat sebesar 442 ppm P. Anda (1999) lnengemukakan bahwa retensi P pada tanah Typic Kandiudox Sitiung Sumatera Barat pada kedalaman 0 - 12 cm dan 12 - 32 cm dengan kandungan liat yang didominasi oleh kaolinit masing-masing 97 % adalah berturut-turut sebesar 56.7 % dan 54.9 % dengan pH dalam 0.002 M CaClz (1 : 10) berturut-turut 4.07 dan 4.17 serta mengandung Fe2O3masing~nasingsebesar 6.4 % dan 6.1 %. Mcnurut I-Iidayat ( 1 996) jerapan P pada 10 Oxisols di Pleihari Kalimantan Selatan mencapai 1519 - 2546 ug Plg tanah, dan Wigena (2000) mengemukakan bahwa fiksasi P pada Oxic Dystrudept Jambi sebesar 1428 ppm P. Foth (1978) dan Ahmad (1989) mengemukakan bahwa tanah-tanah di daerah tropik basah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Oxisols yang umumnya bereaksi masam dan banyak ditemui oksida Fe, Al, dan Mn yang dapat bereaksi dengan ion P membentuk senyawa P yang sukar larut. Hal ini dikemukakan juga oleh Sanchez dan ~ e h a r (1980) a bahwa jerapan P pada Oxisols disebabkan oleh tingginya kandungan liat dan seskuioksida serta adanya dominasi mineral kaolinit. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan mengurangi kapasitas jerapan P melalui pemberian kapur (Smyth dan Sanchez, 1980 ; Wigena, 2000) dan pemupukan P (Puslittanak, 1993 dan Idris et al., 1997). Kalsium Karbonat, Kalsium Sulfat dan Reaksinya di Dalam Tanah Kalsium karbonat (CaC03) adalah merupakan salah satu bentuk dari karbonat anorganik yang terdapat di dalam tanah (Doner & Lynn, 1977 ; Nelson, 1982, dulun~Loeppert dan Suarez, 1996). Mineral-mineral karbonat ini bersifat basa, bereaksi sebagai penyangga pH sehingga mempunyai peranan penting dalam proses kimia di dalam tanah (Loeppert dan Suarez, 1996). Menurut Allison & Moodie (1965); Nelson (1982, dulam Loeppert dan Suarez, 1996) reaksinya adalah sebagai berikut: CaC03 + 2 H+ -+caf2 + COz + I-123. 11 Kalsium karbonat merupakan salah satu bahan pengapuran. Menurut Hardjowigeno (1995) gunanya pengapuran adalah sebagai berikut: 1) menaikkan pH tanah, 2) menambah unsur-unsur Ca dan Mg, 3) menambah ketersediaan unsur-unsur P clan Mo, 4) mengurangi keracunan Fe, Mn,Al, dan 5) memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar. Soepardi (1983) mengemukakan bahwa pengaruh utama pengapuran pada tanah masam adalah menetralkan aluminium dan mangan dapat ditukar. Pengaruh lainnya adalah kadar ion hidrogen menurun dan ion hidroksil (OH) meningkat, Ca dan Mg dapat ditukar meningkat, nisbah kation-kation yang dijerap dan yang berada dalam larutan tanah berubah, persentase kejenuhan basa meningkat serta ketersediaan Mo diperbaiki. Kamprath (1972) mengatakan bahwa pemberian kapur merupakan salah satu cara mengatasi kemasaman tanah yang secara kimiawi akan menetralkan Alddyang merupakan racun bagi tanarnan. Untuk menetralisir kemasaman tanah dengan kapur, dalam bentuk CaC03 melibatkan berbagai reaksi yang bervariasi mengikuti sumber kemasaman tanah. Mekanisme peningkatan pH tanah sebagai akibat pengapuran meliputi reaksi penetralan H dalam larutan tanah, dan penukaran kation A1 serta H pada kompleks jerapan. Pengaruh langsung dari kalsium karbonat terhadap tanah dapat dilukiskan sebagai berikut (Hakim el ul., 1986) : El Misel Menurut Kussow (1971), reaksi penetralan Hf dalam larutan tanah dengan CaC03 adalah sebagai berikut : ~ a ++ HCO? ~ + OH- CaC03 + H20 + OH- # Ht H20 Reaksi penetralan ~ 1 dalam + ~ komplek jerapan dengan CaC03 melalui anion OH-. Selanjutnya kation ~ a masuk + ~menggantikan ~ l +dalam ' komplek jerapan. Melalui reaksi antara komplek jerapan dengan OH- maka akan terbentuk endapan Al(OH)3 yang dapat menjadi gibsit. Reaksi tersebut menurut Kussow (1971) adalah sebagai berikut : -+ 3 CaC03 3 ~ 0 3 +- ~6 H20 3 ~ a ' +~ 3 CO~-' # 3 H2CO3 + 6 OH3 H20 + 3 C02 3 H2CO3 2 AIX3 + 6 OH- +-----" 2 Al(OH)3 + 6 X- 3~ 4 2 -. a ++ ~6 X- 3 CaX2 13 Reaksi penetralan H' dalam komplek jerapan dengan pengapuran CaC03 berlangsung sebagai berikut (Kussow, 197 1) : CaC03 ~ a ++ C ~O ~ - ~ C O ~ -+~2 HX - 4 2 x- + H2c03 H2C03 H20 + C 0 2 ~ a ' +~2 X' e CaX2 CaC03 + 2 HX # CaX2 + H20 + COz Dari reaksi tersebut di atas, anion CO~"menetralkan H? pada komplek jerapan dan kation cat2 masuk menggantikan H+ dalam komplek jerapan. Pengapuran dapat pula membebaskan P yang terfiksasi dalarn seskuioksida aluminium dan besi. Senyawa ini banyak terdapat pada tanah di daerah tropika dengan tingkat pelapukan yang lanjut, seperti Oxisols. Reaksi pembebasan P dengan CaC03 berlangsung sebagai berikut (Hakim et a!., 1986) : A1 (OH)2H2P04 + OH' 2 4 A1 (OH)3 + H2P04- Jerapan fosfat oleh ion A1 dan Fe yang umum terdapat di dalam tanah adalah merupakan proses pertukaran anion secara fisikokimia, dimana ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral dan melalui pembenan CaC03 pada tanah maka satu anion (OH-) ditukar dengan ion lain (H2P04-)sehingga P menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa untuk meniadakan keracunan A1 diperlukan pengapuran yang dapat meningkatkan pH tanah sampai 5.5 sedangkan untuk meniadakan keracunan Mn sampai pH 6.0 (Sanchez, 1992). Disamping CaC03, Aldddi dalam tanah masam dapat diturunkan melalui pemberian CaS04. Menurut Hammel ef a!., ( 1 985), Pavan el a/.,( 1982, 1 984) 14 dan Sumner el a/.; (1986), penggunaan kalsium sulfat atau gpsum sampai permukaan tanah dapat meningkatkan Ca dapat dipertukarkan dan menurunkan ALM di dalam subsoil tanah. Menurut Iyamuremye, Dick dan Baham (1996), pemberian CaS04 setara 3.0 x A h menurunkan Aldd dari 0.43 cmol(+)kg-' menjadi 0.07 cmol(+)kg-' pada tanah Xeric Haplohumult, Jory, Oregon. Walaupun A h menurun dengan pemberian CaS04, pH tidak nyata naik. Selanjutnya pemberian CaS04 dengan dosis setara 1.5 x Aldd dan 3.0 x Ahd menurunkan jerapan maksimum P dari 3.49 cmol(+)kg-' menjadl 3.40 Alva, Surnner dan Miller, (1990) mengemukakan bahwa pemberian CaS04 pa& tanah Typic Hapludult Cecil dan Wedowee dapat meningkatkan muatan negatif permukaan tanah yang disebabkan oleh jerapan spesifik ~ 0 4 ' ' seperti ditunjukkan oleh reaksi berikut : " M- OH OH I M- So4 +~ 0 4 ~ - M-OH ] + OH- Dimana M adalah Fe atau Al. Dalam reaksi ini terjadi pertukaran anion antara OH- dengan SO^^-. Dengan meningkatnya muatan negatif permukaan tanah tersebut maka hasilnya dapat meningkatkan retensi kation. Pernupukan Fosfat Mineral-mineral berfosfat ditemukan dalam seluruh susunan geologi baik berupa deposit sedimen, deposit metamorfik inaupun deposit batuan beku (Khasawneh dan Doll, 1978). Bahan baku utama dari pupuk P ini adalah batuan fosfat (rock phosphate) yaitu berbagai rnacam apatit (Ca-fosfat) seperti 15 fluorapatit (Ca3(P04)2)3.CaF2;chloroapatit (Ca3(P04)2)3.CaC12 ;hidroksiapatit Ca3(P04)2)3.Ca(OH)2 ; karbonanat apatit (Ca3(P04)2)3.CaC03, senyawa P lainnya dalarn tanah dan deposit yang menjadi bahan baku (walaupun kecil) terutama adalah Fe-fosfat (FeP04.2 H20) dan Al-fosfat (A1P04.2 H20) (Leiwakabessy dan Sutandi ,1998). Pupuk P berdasarkan sifat kelarutannya menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998) dibedakan menjadi pupuk-pupuk P larut air seperti ordinary superphosphate (OSP), triple superphosphate (TSP) dan pupuk-pupuk P tidak larut air seperti rhenania fosfat dan rock phosphate atau foafat alam. Selanjutnya berdasarkan kecepatan ketersedlaannya, Hakim er al., (1986) membedakan fosfat menjadi : 1) fosfat yang sangat lambat tersedia seperti apatit, Fe-, Mn-, dan fosfat organik yang stabil, 2) fosfat yang lambat tersedia seperti Ca(P03)2, Fe-, Mn-, dan Al-fosfat yang baru dibentuk (knstal kecil) dan fosfat organik baru dimineralisasikan, 3) fosfat segera tersedia seperti yang larut dalam air : NH4-fosfat, Ca(HzP04) dan yang tidak larut : CaHP04 dan Ca(P03)2.Adapun menurut Hardjowigeno (1995), pupuk P dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan kelarutannya yaitu : 1 ) larut dalam asam keras, 2) larut dalam asam sitrat, 3) larut dalam air. Pupuk P yang larut dalam asam keras lambat tersedia bag tanaman, sedangkan yang larut dala~nasam sitrat atau air mengandung P yang mudah tersedia bagi tanaman. Sumber pupuk fosfat merupakan salah satu fakcor yang mempengaruhi efisiensi pemupukan. Pupuk yang melepaskan unsur P secara lambat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat karena fiksasi oleh tanah dapat dikurang~.Salah satu dari jenis pupuk ini adalah fosfat ala:n 16 Keuntungan dari penggunaan pupuk jenis ini menurut Tisdale dan Nelson (1975) adalah dengan sifat kelarutan yang lambat dapat meningkatkan efisiensi melalui pengurangan P yang terjerap. Untuk tanah-tanah tua lahan kering dapat meningkatkan ketersediaan dan mobilitas P serta memperbaiki ciri kimia tanah lainnya (Idris, 1995). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), batuan fosfat yang rata-rata berkadar 13 % P atau 30 % P2O5dan yang masih mengandung CaC03 dan MgC03 dapat langsung digiling dan dikeringkan untuk dipakai sebagai pupuk fosfat alarn, cocok untuk tanah-tanah dengan daya fiksasi tinggi, terutama pada tanah masam, dapat digunakan sebagai bahan pengapur dan tidak cocok untuk tanah-tanah alkalin atau berkapur. Efisiensi dari pupuk ini menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), ditentukan oleh sifat kelarutannya, pH tanah (semakin masam semakin baik), kelembaban dan suhu yang kesemuanya akan mempengaruhi aktifitas biotik yang juga berperan dalam reaksi konservasi P dalarn tanah. Menurut Hammond, Chien dan Mokwunye (1986) ; Baon dan van Diest (1989) bahwa faktor utama yang berpengaruh pada ketersediaan P dari fosfat alam dapat dikelompokkan menjadi : fosfat alam sebagai sumber pupuk, faktor tanah, faktor iklim dan faktor tanaman. Sebagai sumber pupuk, efektifitas agronomik fosfat alam dipengaruhi sifat mineralogi dan kimia, antara lain reaktifitas kimia dan sifat fisiK seperti kehalusan ukuran butir fosfat alam (Hammond el ul., 1986). 17 Daya dorong (driving force) tejadinya pelarutan fosfat alam dalam tanah adalah pH tanah, Cadd, dan aktifitas HzPOi atau HPOY~/kapasitas retensi tanah (Khasawneh dan Doll, 1978 ;Hamrnond et al., 1986). Pengaruh faktor pH tanah, Cadd dan ahfitas H2P01' atau HP0i2/ - kapasitas retensi tanah tersebut, &pat dilihat pada reaksi berikut (Hammond et al., 1986) : Ca10(P04)6.F2+ 12 10 ~ a + +6 H2P04~ + 2 F- Reaksi ini menunjukkan bahwa pelarutin fosfat alam membutuhkan lingkungan yang masam (Khasawneh dan Doll, 1978). Penggunaan fosfat alam yang digiling halus umumnya direkomendasikan hanya di tanah dengan pH kurang dari 5.5 (Hammond dan Diamond, 1987). Beberapa tanah tropika masam mempunyai Ca dapat ditukar dan konsentrasi P relatif rendah sehingga memberikan kondisi yang sesuai untuk pemakaian fosfat alam. Pengapuran pada tanah masam menyebabkan penurunan kelarutan fosfat alam, akibat peningkatan pH dan Ca dapat ditukar (Hammond el al., 1986). Untuk jangka pendek, penggunaan pupuk TSP (triple superphosphate) atau SP.36 (Double superphosphate) relatif lebih mudah menyediakan unsur P bagi tanaman karena TSP atau SP.36 merupakan pupuk berkadar P larut air tinggi. Rumus pupuk TSP dan SP.36 ini adalah Ca (H2P04)2.Menurut Hardjowigeno (1995) kandungan P20s DSP adalah 36 - 38 % ; berupa bubuk kasar, berwarna putih kotor, abu-abk atau coklat muda ; larut dalam air, bekerjanya perlahan-lahan sehingga dianjurkan untuk pemupukan sebelum tanam. Adapun kandungan P2Os TSP adalah 46 - 48 % ; berupa butir-butir keci! benvarna abu-abu dengan sifat-sifat lain sama dengan DSP. Menurut 18 Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pupuk yang berkadar P larut air lebih cocok untuk tanah-tanah netral dan untuk tanaman semusim. Pupuk P larut air akan cepat larut dalam tanah dengan kelembaban sedang. Air atau uap air yang bergerak ke butiran pupuk melarutkan dan membentuk larutan jenuh dan ion-ion yang dibebaskan dari pupuk. Sifat - larutan dari pupuk-pupuk superphosphate seperti TSP menimbulkan reaksi yang ekstrim masam di sekitar pupuk. Reaksi tanah yang ekstrim masam ini dapat membebaskan (dari dekomposisi mineral tanah) dan meningkatkan aktifitasion-ion seperti ~ l + ' ,~ e +dan ' ~ n + % e r t ajuga ion-ion basa ~ a +M~ ~ , + ~ dan K+. Ion monofosfat (H2P04-)akan segera bereaksi dengan logam-logam tersebut membentuk senyawa yang antara lain seperti AlP04.2 H 2 0 (Variscite) (Leiwakabessy dan Sutandi (1998). Reaksi pupuk-pupuk yang mengandung monokalsium fosfat (Ca(H2P04)2 di dalam tanah masam akan menghasilkan bermacam-macam jenis senyawa yang antara lain : koloidal (Fe, Al, X)P04.8 H20, dikalsium fosfat (CaHP04 dan CaHP04.2H20), CaF2(HP04).8H20, CaA1H(P04)2.6Hz0 dan CaA16H4(P04)3.20HzO. Dalam tanah dengan kondisi yang kurang masam akan terbentuk CaHP04.2H20, K (A1Fe)3H8(P04)6.6Hz0 dan K3A15H6(P04)8. 1 8H20. Pada tanah berkapur akan terbentuk pertama-tama dikals~umfosfat. Dalam keadaan dimana terdapat banyak Mg maka akan terbentuk MgHP04.3H20 disamping CaHP04 (dihidrat dan anhidrat) (Leiwakabessy dan Sutandi ( 1998). Kelemahan penggunaan pupuk P larut air adalah bahwa efektivitas pupuk tersebut cepat menurun terutama bila digunakan di tanah masam, ak~bat terbentuknya senyawa yang kurang tersedia bagi tanaman dan ketersediaan P selanjutnya dikontrol oleh pelarutan P dari tanah (Hammond, 1978). Selanjutnya Kussow ( 1971) menyatakan bahwa pelarutan yang cepat tersebut tidak dapat menghindari adanya retensi unsur P oleh kation-kation seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Sanchez (1977) mengemukakan bahwa pemupukan P tanah Oxisols perlu dilakukan untuk menyediakan 0.2 ppm P di dalam larutan tanah dan untuk tanah yang menjerap 200 ppm P diperlukan perkupukan 870 kg P20s/ha dalam upaya mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya Fox dan Kamprath (1970) menyarankan bahwa adanya 0.0064 rnmol Pniter atau 0.2 mg Pniter di dalam keseimbangan larutan tanah akan dapat menghasilkan produksi optimum pada sebagian besar tanaman. Aplikasi Isotop pada Penelitian Bidang Pertanian Metode Isotop dan radiasi telah dibuktikan sangat berguna di dalam penelitian bidang pertanian dan di dalam meningkatkan produksi pangan dunia. Metode- metode ini telah digunakan dengan rutin di lapangan seperti penelitian mengenai hara tanaman, kesuburan tanah, pemuliaan tanaman, kesehatan dan produksi ternak, pengendalian hama serangga, pengawetan pangan dan penelitian residu pestisida (Hardarson, 1990). Hampir semua unsur penting dalam penelitian hayati paling kurang mempunyai dua isotop stabil yaitu isotop ringan dan isotop berat dengan isotop berat berada dalam jumlah kecil. Isotop-isotop berat sering digunakan sebagai penciri (tracers) i i dalam sistem biologi (Axmann dan Zapata, 1990). 20 Sisworo dan Rizal(1999), menyatakan pada dasarnya isotop dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ; 1) radioisotop : isotop yang dapat memancarkan radiasi, yang secara umum dsebut sebagai sinar a,P, y, seperti 6 0 ~ o3, 2 ~ ,6 5 ~ n2) . istotop sabil : isotop yang tidak memancarkan radiasi seperti ' 5 dan ~ 13c. Selanjutnya berdasarkan fimgsinya maka isotop dapat dibagi ke dalarn dua kelompok yaitu : 1) kelompok yang berfimgsi sebagai sumber radiasi seperti 6 0 ~ dom 13'cs, 2) kelompok yang berfhgsi sebagai perunut atau tracer seperti 3 2 ~ 3, 3 ~ 3, 5 dan ~ 65~n. Penggunaan awal dari analisa isotop stabil dilakukan pada bidang ilmu geologi seperti geochemistry selanjutnya dengan pengembangan peralatan penelitian inovatif menggunakan berbagai isotop stabil telah menghasilkan penggunaan yang lebih luas di dalam kehidupan, pertanian dan penelitian lingkungan (Axmann dan Zapata, 1990). Sisworo dan Rizal (1999) menyatakan bahwa secara umum penggunaan teknik nuklir atau radioisotop di bidang pertanian dan peternakan adalah untuk membantu : 1) menentukan kondisi optimal b a g penggunaan pupuk, air dan juga fiksasi N2 udara, 2) pemuliaan untuk memperoleh varietas baru yang tahan hamalpenyakit, produksi tinggi dengan kualitas produk lebih baik, 3) meningkatkan kinerja reproduksi, tingkat nutrisi dan kesehatan hewan, 4) mengurangi kehilangan panen pada saat pasca panen, 5) mengurangi bakteri patogen pada bahan pangan, 6) mempelajaripengurangan polusi pestisida dan senyawa agrokimia lainnya, 7) mengendalikan hama, 8) meningkatkan bobot badan hewan dan produksi susu karena adanya makanan tambahan, 9) ~ne~nperbai ki reproduksi sapi, 1 0) memberantas penyaki t yang di idap hewan. 21 Penggunaan teknik nuklir tersebut didasarkan pada kemampuan isotop sebagai alat untuk menganalisis dan yang terpenting adalah bahwa suatu isotop yang digunakan dapat dilacak kembali. Atom-atom berat yang digunakan dalam penelitian hayati (biologi) dapat bempa unsur radioaktif (radioisotop) atau atom non aktif. Radioisotop adalah unsur yang mampu meluruh dengan sendirinya akibat kelebihan muatan positip pada intinya. Contoh radioisotop yang sering digunakan dalam penelitian antara hubungan tanah dengan tanaman menurut Zapata ( 1990) adalah seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Beberapa Radioisotop yang Digunakan dalam Penelitian Hubungan Tanah dan Tanaman (Zapata, 1990) Radioisotop Tipe Penggunaan Karbon I3c Oksigen lsO Nitrogen "N Penelitian bahan organik, fotosintesa dan Translokasi C. Penelitian fotosintesis, respirasi, ludrologi, Ekologi, bahan organik tanah. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk N, Fiksasi biologi, keseimbangan N, transformasi N dalam tanah dan sebagainya. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk P, residu pupuk P, evaluasi fosfat alam dan sebagainya. Penelitian K dapat dipertukarkan Unsur Fosfor 3 ' ~ Kalium 'OK Kalsium "ca , Penelitian Ca tanah dan pergerakan Ca dalam tanaman. Prinsip perhitungan menggunakan teknik radioisotop ini menurut Sisworo dan Rizal (2000); Sisworo, Haryanto dan Rasjid (1997) pada garis besarnya terdiri atas dua metode yaitu : 1) metode langsung, 2) metode tidak langsung dengan menggunakan nilai-A dan metode pengenceran. 22 Efisiensi Penggunaan Pupu k Efisiensi penggunaan pupuk adalah satu ukuran kuantitatif serapan hara aktual yang berasal dari pupuk oleh tanarnan dalam hubungan dengan hara yang ditambahkan dalarn tanah (Zapata, 1990). Hal tersebut dengan jelas tergambar pada persamaan berikut : Jurnlah hara tanarnan dari pupuk % penggunaan pupuk = x 100 % jumlah hara yang ditambahkan Efisiensi penggunaan pupuk dapat ditaksir dengan berbagai metode yaitu (Zapata, 1990) : 1. Metode klasik atau konvensional : metode ini didasarkan pada respons biologi atau pengaruh peningkatan dosis pupuk terhadap hasil tanaman. Meskipun demikian, diingat bahwa hasil tanaman tergantung pada berbagai faktor. Beberapa dapat dikontrol dan yang lain tidak. 2. Metode berdasarkan serapan hara : a. Metode perbedaan ; merupakan metode tidak langsung yang dilakukan dengan cara menghitung selisih serapan hara petak perlakuan pemupukan dengan petak kontrol. Asumsi dasar metode ini adalah bahwa serapan hara di petak kontrol inengukur jumlah hara yang tersedia dari tanah, sementara pada perlakuan pupuk serapan haranya berasal dari tanah dan pupuk. Asumsi lainnya adalah semua transformasi hara sama dalam tanah yang dipupuk dan tidak. 23 b. Metode isotop ; sering disebut sebagai metode langsung yaitu pengukuran serapan hara dari pupuk dlakukan secara langsung dengan menggunakan isotop seperti 3 2 atau ~ 13p.Asumsi dasar metode isotop adalah bahwa perilaku isotop dan karier identik dalam sistem tanah dan tanaman. Selanjutnya dinyatakan bahwa percobaan dengan pupuk berlabel dilakukan dengan menarnbahkan pupuk berlabel tersebut ke &lam tanah, kemudian hara yang diserap tanaman ditetapkan. Data-data primer yang dibutuhkan untuk percobaan ini adalah : 1. Bobot kering keseluruhan tanaman atau bagian tanaman. 2. Kadar total hara yang diteliti (% bobot kering). 3. Persen kelimpahan isotop (isotop excess) dalam tanaman. 4. Persen kelimpahan isotop (isotop excess) dalam pupuk. 5. Dosis pupuk. Tinjauan Umum Tanaman Jagung Secara taksonomi, tanaman jagung dikelompokkan ke dalam Divisi Spert~za~oplzytu,Klas Angzospermue, Subklas Monocotyledon, Ordo (;rurnlneu/e.~, Fam i 1 i (;runzrnue, Genus Zeu, dan Species Zeu m a y (Effendi, 1985). Sistem perakaran jagung termasuk akar serabut, mempunyai jangkauan cukup luas terhadap serapan hara di permukaan tanah (Koswara, 1982). 24 Jagung tergolong tanaman berfotosintesis melalui jalur C4 yang dicirikan oleh adanya kloroplas yang mampu mengikat COz hasil metabolisme, sehingga relatif efisien dalam penggunaan energi matahari (Prawinata et al., 1984). Selain itu tanaman ini juga relatif sangat efisien dalam serapan hara Ca dan translokasi asimilatnya dengan laju pertumbuhan serta nisbah biji lebih tinggi dibanding tanaman C3 (Koswara, 1982)- Sifat menguntungkan dari tanaman jagung menurut Muhadjir ( 1988) adalah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan cukup baik, 'aktifitas fotosintesis normal, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah dan efisien dalam penggunaan air. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 30 - 32 "C dan suhu yang relatif tinggi dan kering dapat menimbulkan gangguan terhadap pembungaan (Koswara, 1982). Sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung adalah tanah yang gembur, beraerasi dan berdrainase baik dengan tekstur lempung berdebu, merupakan media cukup baik untuk pertumbuhan. Tanah dengan tekstur berat, relati f kurang baik untuk perturnbuhan jagung, namun demikian pengelolaan optimal dengan aerasi dan ketersediaan air pada kondisi mencukupi dapat membantu pertumbuhan jagung (Effendi, 1985). Selanjutnya dijelaskan juga bahwa tanaman jagung relatif toleran terhadap kemasaman sedang sampai alkali. Kisaran optimal kemasaman tanah untuk pertumbuhan jagung adalah pH sekitar 5.6 - 7.5. Tanaman jagung mampu tumbuh pada tanah masam. Meskipun demikian, tanaman ini peka terhadap keracunan Al, Fe, Cu, maupun Zn (Effc~di,1985) Pada tanah masam kelarutan unsur A1 dan Fe relatif tinggi 25 sehingga sering menimbulkan keracunan kedua unsur tersebut, yang ditandai tanaman jagung mengalami klorosis dan mengering, yang akhirnya mengalami kematian (Muhadjir, 1988). Daya tahan tanaman jagung terhadap keracunan A1 mulai ditunjukkan gejala pada tanah dengan kejenuhan A1 antara 40 - 60 % (Sanchez, 1976).