Perubahan Ciri Kimia dan Efisiensi Pemupukan P

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk P di dalam Tanah
Secara garis besar fosfor tanah dibedakan atas fosfor anorganik dan
organik. Dalam bentuk anorganik, satu hingga tiga atom hidrogen dan asam
fosfat digantikan oleh kation logam. Sebagai bentuk organik, satu mungkin
lebih atom hidrogen dari asam fosfat hilang karena ikatan ester. Sisa dari
atom hidrogen, seluruhnya atau sebagian dgantikan kation logam. Kedua
bentuk fosfor ini merupakan sumber P yang pnting untuk tanaman (Hakim et
a/., 1986). Kandungannya sangat bervariasi bergantung pada jenis tanah,
tetapi pada umumnya rendah. Fosfor tanah ini akan dijumpai lebih tinggi
pada tanah-tanah muda, perawan, dan lapisan yang lebih dalam.
Chang dan Jackson (1957) membedakan fosfat anorganik menjadi empat
kelompok utama yaitu kalsium fosfat (Ca-P), aluminium fosfat (Al-P), besi
fosfat (Fe-P) dan reductant soluble P (RS-P) atau P larut dalam keadaan
tereduksi. Sedangkan P-organik menurut Rachim (2000) terdiri dari 4 grup
yaitu : 1) Inositol fosfat, yaitu ester fosfat yang terbentuk dari inositol
karbohidrat dan P, 2) asam nukleat (RNA dan DNA), 3) fosfolipid, yaitu
derivat glicerol dalam inti sel dan larutan dalam larutan lemak, 4) ester
lainnya, bagian yang tidak termasuk ketiga kelompok tersebut.
Hakim
el uf., (1986)
menyatakan sebagian besar fosfat anorganik tanah
ini berada pada persenyawaan kalsium, aluminium clan besi fosfat, yang
kesemuanya sukar larut dalam air.
Penyebaran fosfat anorganik tanah dapat digunakan untuk mengukur
tingkat pelapukan kimia. Urutan penyebarannya sesuai dergan tingkat
6
hancuran iklim dari tanah yang berumur muda hingga lanjut adalah Ca-P >
AI-P > Fe-P > P-terselubung (Djokosudardjo, 1974). Selanjutnya disebutkan
juga bahwa pada tanah-tanah yang telah mengalami hancuran iklim agak
lanjut, sebagian besar P berada dalam bentuk Al-P, kemudian Fe-P,
sedangkan Ca-P relatif sedikit. Pratt dan Garber (1964) berpendapat bahwa
bentuk Al-P merupakan bentuk P yang paling penting disarnping bentuk P
larut dalarn air bagi tanaman pada tanah masam. Lebih lanjut Kudeyarova
(198 1) menjelaskan bahwa bentuk A1-P yang mempunyai ketersediaan P yang
cukup tinggi tersebut merupakan bentuk Al-P yang baru diendapkan dan
mempunyai derajat knstalisasi yang masih rendah.
Ketersediaan Fosfor (P) Tanah dan Jerapan P
Fosfor tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia
bagi tanaman.Tanaman akan menyerap fosfor dalarn bentuk orthofosfat
(H2P0L,
~
~
0
dan
4
~~ 0- 4 ~ 3Jumlah
.
masing-masing bentuk tergantung
kepada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2P0i terbanyak dijumpai pada
pH tanah berkisar antara 5.0 - 7.2 (Hakim el a/.,1986). Ketersediaan fosfat
anorganik tanah sangat ditentukan oleh faktor-faktor, yaitu : 1) pH tanah, 2)
ion Fe, Al, dan Mn larut , 3) adanya mineral yang mengandung Fe, Al, dan
Mn, 4) tersedianya Ca, 5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan
6) kegiatan jasad renik.
Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial bagi pertumbuhan
tanaman, tetapi ketersediaan fosfor di dalam tanah sexing merupakan faktor
pembatas pertumbuhan tanaman (Stoop, 1983). Menurut Janick
el
ul. ( 1 967)
kation Ca, Al, dan Fe yang dapat terekstrak oleh larutan asam lemah dan
bagian ini relatif tersedia bagi tanaman. Sedangkan fiksasi fosfat
menunjukkan bagian fosfat yang merupakan cadangan fosfat yang tidak
terekstrak oleh asam lemah dan bagian ini tidak segera tersedia bagi tanaman
Beberapa reaksi pengikatan P di dalam tanah adalah sebagai berikut
(Hardjowigeno, 1995) :
a. Pengikatan oleh ion-ion Al+3dan ~ e yang
+ ~larut dalam air
ion
terlarut
mudah
larut
Varisit (sukar iarut)
b. Pengikatan oleh hidroksida-hidroksida Al dan Fe
OH +H2PO4- +
-A1
OH mudah larut
H2PO4-(sukar larut)
c. Pengikatan oleh mineral liat
Dalam kristal
mineral liat
mudah
larut
sukar larut
Kamprath (1972) mengemukakan bahwa perubahan bentuk fosfat ke
bentuk lainnya sangat dipengaruhi oleh pH. Bila tanah semakin masam maka
keaktifan Fe dan A1 meningkat sehingga P banyak ditemukan dalam bentuk
AI-P dan Fe-P yang sukar larut. Bolt dan Brugge~~wert
(1986) menyimpulkan
bahwa aktivitas P dalam larutan tanah berhubungan erat dengan aktifitas A r 3 ,
~ e "dan sistim pH tanah. Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan
9
bahwa pada pH rendah maka jerapan H2P04- oleh komponen tanah akan
meningkat.
Nyakpa et al., (1985) menyatakan bahwa P tanah akan dijerap oleh liat
sehingga tidak tersedia bagi tanaman, dimana penjerapan ini akan lebih kuat
pada liat tipe 1 : 1 daripada liat tipe 2:: 1. Menurut Bajwa (1981) tanah-tanah
yang didominasi oleh mineral liat kaolinit dan haloisit (tipe 1 : 1) mempunyai
kapasitas jerapan P yang lebih besar yaitu sebesar 80 % dari P yang
ditambahkan, dan cfiikuti oleh mineral liat arnorf, beidelit, monrnorilonit dan
vermikulit.
Jerapan P meningkat sejalan dengan semakin tingginya kadar liat tanah.
Fox dan Kamprath (1970, dalam Sanchez dan Uehara, 1980) melaporkan
bahwa jerapan P sebesar 390 ppm terjadi pada Oxisols Columbia dengan
kadar liat 38 %. Oxisols Brazil dengan kandungan liat 45 % dapat menjerap P
sebesar 750 ppm, sedangkan Oxisols Hawai dengan kadar liat 70 % dapat
menjerap P sebesar 900 ppm. Disamping kadar liat yang tinggi Oxisols dari
Hawai j uga didominasi oleh mineral kaolinit. Adapun
Sanchez (1977)
mengemukakan bahwa fiksasi pada tanah Oxisols Cerrado Brazil yang
mengandung lebih dari 60 % liat sebesar 442 ppm P.
Anda (1999) lnengemukakan bahwa retensi P pada tanah Typic
Kandiudox Sitiung Sumatera Barat pada kedalaman 0 - 12 cm dan 12 - 32 cm
dengan kandungan liat yang didominasi oleh kaolinit masing-masing 97 %
adalah berturut-turut sebesar 56.7 % dan 54.9 % dengan pH dalam 0.002 M
CaClz (1 : 10) berturut-turut 4.07 dan 4.17 serta mengandung Fe2O3masing~nasingsebesar 6.4 % dan 6.1 %. Mcnurut I-Iidayat ( 1 996) jerapan P pada
10
Oxisols di Pleihari Kalimantan Selatan mencapai 1519 - 2546 ug Plg tanah,
dan Wigena (2000) mengemukakan bahwa fiksasi P pada Oxic Dystrudept
Jambi sebesar 1428 ppm P.
Foth (1978) dan Ahmad (1989) mengemukakan bahwa tanah-tanah di
daerah tropik basah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Oxisols
yang umumnya bereaksi masam dan banyak ditemui oksida Fe, Al, dan Mn
yang dapat bereaksi dengan ion P membentuk senyawa P yang sukar larut.
Hal ini dikemukakan juga oleh Sanchez dan ~ e h a r (1980)
a
bahwa jerapan P
pada Oxisols disebabkan oleh tingginya kandungan liat dan seskuioksida serta
adanya dominasi mineral kaolinit.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas beberapa upaya yang
dapat dilakukan diantaranya adalah dengan mengurangi kapasitas jerapan P
melalui pemberian kapur (Smyth dan Sanchez, 1980 ; Wigena, 2000) dan
pemupukan P (Puslittanak, 1993 dan Idris et al., 1997).
Kalsium Karbonat, Kalsium Sulfat dan Reaksinya di Dalam Tanah
Kalsium karbonat (CaC03) adalah merupakan salah satu bentuk dari
karbonat anorganik yang terdapat di dalam tanah (Doner & Lynn, 1977 ;
Nelson, 1982, dulun~Loeppert dan Suarez, 1996). Mineral-mineral karbonat
ini bersifat basa, bereaksi sebagai penyangga pH sehingga mempunyai
peranan penting dalam proses kimia di dalam tanah (Loeppert dan Suarez,
1996). Menurut Allison & Moodie (1965); Nelson (1982, dulam Loeppert dan
Suarez, 1996) reaksinya adalah sebagai berikut: CaC03 + 2 H+ -+caf2 + COz
+ I-123.
11
Kalsium karbonat merupakan salah satu bahan pengapuran. Menurut
Hardjowigeno (1995) gunanya pengapuran adalah sebagai berikut: 1)
menaikkan pH tanah, 2) menambah unsur-unsur Ca dan Mg, 3) menambah
ketersediaan unsur-unsur P clan Mo, 4) mengurangi keracunan Fe, Mn,Al, dan
5) memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan
bintil-bintil akar.
Soepardi (1983) mengemukakan bahwa pengaruh utama pengapuran
pada tanah masam adalah menetralkan aluminium dan mangan dapat ditukar.
Pengaruh lainnya adalah kadar ion hidrogen menurun dan ion hidroksil (OH)
meningkat, Ca dan Mg dapat ditukar meningkat, nisbah kation-kation yang
dijerap dan yang berada dalam larutan tanah berubah, persentase kejenuhan
basa meningkat serta ketersediaan Mo diperbaiki.
Kamprath (1972) mengatakan bahwa pemberian kapur merupakan salah
satu cara mengatasi kemasaman tanah yang secara kimiawi akan menetralkan
Alddyang merupakan racun bagi tanarnan.
Untuk menetralisir kemasaman tanah dengan kapur, dalam bentuk
CaC03 melibatkan berbagai reaksi yang bervariasi mengikuti sumber
kemasaman tanah. Mekanisme peningkatan pH tanah sebagai akibat
pengapuran meliputi reaksi penetralan H dalam larutan tanah, dan penukaran
kation A1 serta H pada kompleks jerapan.
Pengaruh langsung dari kalsium karbonat terhadap tanah dapat
dilukiskan sebagai berikut (Hakim el ul., 1986) :
El
Misel
Menurut Kussow (1971), reaksi penetralan
Hf
dalam larutan tanah
dengan CaC03 adalah sebagai berikut :
~ a ++ HCO?
~
+ OH-
CaC03 + H20
+ OH- #
Ht
H20
Reaksi penetralan ~ 1 dalam
+ ~ komplek jerapan dengan CaC03 melalui
anion OH-. Selanjutnya kation ~ a masuk
+ ~menggantikan ~ l +dalam
'
komplek
jerapan. Melalui reaksi antara komplek jerapan dengan OH- maka akan
terbentuk endapan Al(OH)3 yang dapat menjadi gibsit. Reaksi tersebut
menurut Kussow (1971) adalah sebagai berikut :
-+
3 CaC03
3
~
0
3
+- ~6 H20
3 ~ a ' +~ 3 CO~-'
# 3 H2CO3 + 6 OH3 H20 + 3 C02
3 H2CO3
2 AIX3 + 6 OH-
+-----" 2 Al(OH)3 + 6 X-
3~
4
2
-.
a ++ ~6 X-
3 CaX2
13
Reaksi penetralan H' dalam komplek jerapan dengan pengapuran CaC03
berlangsung sebagai berikut (Kussow, 197 1) :
CaC03
~ a ++ C ~O ~ - ~
C O ~ -+~2 HX - 4
2 x- + H2c03
H2C03
H20 + C 0 2
~ a ' +~2 X'
e
CaX2
CaC03 + 2 HX
#
CaX2 + H20 + COz
Dari reaksi tersebut di atas, anion CO~"menetralkan H? pada komplek
jerapan dan kation cat2 masuk menggantikan H+ dalam komplek jerapan.
Pengapuran dapat pula membebaskan P yang terfiksasi dalarn seskuioksida
aluminium dan besi. Senyawa ini banyak terdapat pada tanah di daerah tropika
dengan tingkat pelapukan yang lanjut, seperti Oxisols. Reaksi pembebasan P
dengan CaC03 berlangsung sebagai berikut (Hakim et a!., 1986) :
A1 (OH)2H2P04 + OH'
2
4
A1 (OH)3 + H2P04-
Jerapan fosfat oleh ion A1 dan Fe yang umum terdapat di dalam tanah
adalah merupakan proses pertukaran anion secara fisikokimia, dimana ion
fosfat menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral dan
melalui pembenan CaC03 pada tanah maka satu anion (OH-) ditukar dengan
ion lain (H2P04-)sehingga P menjadi lebih tersedia bagi tanaman.
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa untuk meniadakan keracunan A1
diperlukan pengapuran yang dapat meningkatkan pH tanah sampai 5.5
sedangkan untuk meniadakan keracunan Mn sampai pH 6.0 (Sanchez, 1992).
Disamping CaC03, Aldddi dalam tanah masam dapat diturunkan melalui
pemberian CaS04. Menurut Hammel ef a!., ( 1 985), Pavan el a/.,( 1982, 1 984)
14
dan Sumner
el
a/.; (1986), penggunaan kalsium sulfat atau gpsum sampai
permukaan tanah dapat meningkatkan Ca dapat dipertukarkan dan
menurunkan ALM di dalam subsoil tanah. Menurut Iyamuremye, Dick dan
Baham (1996), pemberian CaS04 setara 3.0 x A h menurunkan Aldd dari 0.43
cmol(+)kg-' menjadi 0.07 cmol(+)kg-' pada tanah Xeric Haplohumult, Jory,
Oregon. Walaupun A h menurun dengan pemberian CaS04, pH tidak nyata
naik. Selanjutnya pemberian CaS04 dengan dosis setara 1.5 x Aldd dan 3.0 x
Ahd menurunkan jerapan maksimum P dari 3.49 cmol(+)kg-' menjadl 3.40
Alva, Surnner dan Miller, (1990) mengemukakan bahwa pemberian
CaS04 pa& tanah Typic Hapludult Cecil dan Wedowee dapat meningkatkan
muatan negatif permukaan tanah yang disebabkan oleh jerapan spesifik ~ 0 4 ' '
seperti ditunjukkan oleh reaksi berikut :
"
M- OH
OH
I
M- So4 +~
0 4 ~ -
M-OH
]
+ OH-
Dimana M adalah Fe atau Al. Dalam reaksi ini terjadi pertukaran anion
antara OH- dengan
SO^^-. Dengan
meningkatnya muatan negatif permukaan
tanah tersebut maka hasilnya dapat meningkatkan retensi kation.
Pernupukan Fosfat
Mineral-mineral berfosfat ditemukan dalam seluruh susunan geologi baik
berupa deposit sedimen, deposit metamorfik inaupun deposit batuan beku
(Khasawneh dan Doll, 1978). Bahan baku utama dari pupuk P ini adalah
batuan fosfat (rock phosphate) yaitu berbagai rnacam apatit (Ca-fosfat) seperti
15
fluorapatit (Ca3(P04)2)3.CaF2;chloroapatit (Ca3(P04)2)3.CaC12
;hidroksiapatit
Ca3(P04)2)3.Ca(OH)2 ; karbonanat apatit (Ca3(P04)2)3.CaC03, senyawa P
lainnya dalarn tanah dan deposit yang menjadi bahan baku (walaupun kecil)
terutama adalah Fe-fosfat (FeP04.2 H20) dan Al-fosfat (A1P04.2 H20)
(Leiwakabessy dan Sutandi ,1998).
Pupuk P berdasarkan sifat kelarutannya menurut Leiwakabessy dan
Sutandi (1998) dibedakan menjadi pupuk-pupuk P larut air seperti ordinary
superphosphate (OSP), triple superphosphate (TSP) dan pupuk-pupuk P tidak
larut air seperti rhenania fosfat dan rock phosphate atau foafat alam.
Selanjutnya berdasarkan kecepatan ketersedlaannya, Hakim er al., (1986)
membedakan fosfat menjadi : 1) fosfat yang sangat lambat tersedia seperti
apatit, Fe-, Mn-, dan fosfat organik yang stabil, 2) fosfat yang lambat tersedia
seperti Ca(P03)2, Fe-, Mn-, dan Al-fosfat yang baru dibentuk (knstal kecil)
dan fosfat organik baru dimineralisasikan, 3) fosfat segera tersedia seperti
yang larut dalam air : NH4-fosfat, Ca(HzP04) dan yang tidak larut : CaHP04
dan Ca(P03)2.Adapun menurut Hardjowigeno (1995), pupuk P dibedakan
menjadi tiga golongan berdasarkan kelarutannya yaitu : 1 ) larut dalam asam
keras, 2) larut dalam asam sitrat, 3) larut dalam air. Pupuk P yang larut dalam
asam keras lambat tersedia bag tanaman, sedangkan yang larut dala~nasam
sitrat atau air mengandung P yang mudah tersedia bagi tanaman.
Sumber pupuk fosfat merupakan salah satu fakcor yang mempengaruhi
efisiensi pemupukan. Pupuk yang melepaskan unsur P secara lambat
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat karena fiksasi
oleh tanah dapat dikurang~.Salah satu dari jenis pupuk ini adalah fosfat ala:n
16
Keuntungan dari penggunaan pupuk jenis ini menurut Tisdale dan Nelson
(1975) adalah dengan sifat kelarutan yang lambat dapat meningkatkan
efisiensi melalui pengurangan P yang terjerap. Untuk tanah-tanah tua lahan
kering dapat meningkatkan ketersediaan dan mobilitas P serta memperbaiki
ciri kimia tanah lainnya (Idris, 1995). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi
(1998), batuan fosfat yang rata-rata berkadar 13 % P atau 30 % P2O5dan yang
masih mengandung CaC03 dan MgC03 dapat langsung digiling dan
dikeringkan untuk dipakai sebagai pupuk fosfat alarn, cocok untuk tanah-tanah
dengan daya fiksasi tinggi, terutama pada tanah masam, dapat digunakan
sebagai bahan pengapur dan tidak cocok untuk tanah-tanah alkalin atau
berkapur.
Efisiensi dari pupuk ini menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998),
ditentukan oleh sifat kelarutannya, pH tanah (semakin masam semakin baik),
kelembaban dan suhu yang kesemuanya akan mempengaruhi aktifitas biotik
yang juga berperan dalam reaksi konservasi P dalarn tanah. Menurut
Hammond, Chien dan Mokwunye (1986) ; Baon dan van Diest (1989) bahwa
faktor utama yang berpengaruh pada ketersediaan P dari fosfat alam dapat
dikelompokkan menjadi : fosfat alam sebagai sumber pupuk, faktor tanah,
faktor iklim dan faktor tanaman. Sebagai sumber pupuk, efektifitas agronomik
fosfat alam dipengaruhi sifat mineralogi dan kimia, antara lain reaktifitas
kimia dan sifat fisiK seperti kehalusan ukuran butir fosfat alam (Hammond el
ul., 1986).
17
Daya dorong (driving force) tejadinya pelarutan fosfat alam dalam tanah
adalah pH tanah, Cadd, dan aktifitas HzPOi atau HPOY~/kapasitas retensi
tanah (Khasawneh dan Doll, 1978 ;Hamrnond et al., 1986).
Pengaruh faktor pH tanah, Cadd dan ahfitas H2P01' atau HP0i2/
-
kapasitas retensi tanah tersebut, &pat dilihat pada reaksi berikut (Hammond
et al., 1986) :
Ca10(P04)6.F2+ 12
10 ~ a + +6 H2P04~
+ 2 F-
Reaksi ini menunjukkan bahwa pelarutin fosfat alam membutuhkan
lingkungan yang masam (Khasawneh dan Doll, 1978). Penggunaan fosfat
alam yang digiling halus umumnya direkomendasikan hanya di tanah dengan
pH kurang dari 5.5 (Hammond dan Diamond, 1987). Beberapa tanah tropika
masam mempunyai Ca dapat ditukar dan konsentrasi P relatif rendah sehingga
memberikan kondisi yang sesuai untuk pemakaian fosfat alam. Pengapuran
pada tanah masam menyebabkan penurunan kelarutan fosfat alam, akibat
peningkatan pH dan Ca dapat ditukar (Hammond el al., 1986).
Untuk jangka pendek, penggunaan pupuk TSP (triple superphosphate)
atau SP.36 (Double superphosphate) relatif lebih mudah menyediakan unsur P
bagi tanaman karena TSP atau SP.36 merupakan pupuk berkadar P larut air
tinggi. Rumus pupuk TSP dan SP.36 ini adalah Ca (H2P04)2.Menurut
Hardjowigeno (1995) kandungan P20s DSP adalah 36 - 38 % ; berupa bubuk
kasar, berwarna putih kotor, abu-abk atau coklat muda ; larut dalam air,
bekerjanya perlahan-lahan sehingga dianjurkan untuk pemupukan sebelum
tanam. Adapun kandungan P2Os TSP adalah 46 - 48 % ; berupa butir-butir
keci! benvarna abu-abu dengan sifat-sifat lain sama dengan DSP. Menurut
18
Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pupuk yang berkadar P larut air lebih
cocok untuk tanah-tanah netral dan untuk tanaman semusim.
Pupuk P larut air akan cepat larut dalam tanah dengan kelembaban
sedang. Air atau uap air yang bergerak ke butiran pupuk melarutkan dan
membentuk larutan jenuh dan ion-ion yang dibebaskan dari pupuk. Sifat
-
larutan dari pupuk-pupuk superphosphate seperti TSP menimbulkan reaksi
yang ekstrim masam di sekitar pupuk. Reaksi tanah yang ekstrim masam ini
dapat membebaskan (dari dekomposisi mineral tanah) dan meningkatkan
aktifitasion-ion seperti ~ l + ' ,~ e +dan
' ~ n + % e r t ajuga ion-ion basa ~ a +M~ ~
, + ~
dan K+. Ion monofosfat (H2P04-)akan segera bereaksi dengan logam-logam
tersebut membentuk senyawa yang antara lain seperti AlP04.2 H 2 0 (Variscite)
(Leiwakabessy dan Sutandi (1998).
Reaksi pupuk-pupuk yang mengandung monokalsium fosfat (Ca(H2P04)2
di dalam tanah masam akan menghasilkan bermacam-macam jenis senyawa
yang antara lain : koloidal (Fe, Al, X)P04.8 H20, dikalsium fosfat (CaHP04
dan
CaHP04.2H20),
CaF2(HP04).8H20, CaA1H(P04)2.6Hz0 dan
CaA16H4(P04)3.20HzO. Dalam tanah dengan kondisi yang kurang masam
akan
terbentuk
CaHP04.2H20,
K
(A1Fe)3H8(P04)6.6Hz0 dan
K3A15H6(P04)8.
1 8H20. Pada tanah berkapur akan terbentuk pertama-tama
dikals~umfosfat. Dalam keadaan dimana terdapat banyak Mg maka akan
terbentuk MgHP04.3H20 disamping CaHP04 (dihidrat dan anhidrat)
(Leiwakabessy dan Sutandi ( 1998).
Kelemahan penggunaan pupuk P larut air adalah bahwa efektivitas pupuk
tersebut cepat menurun terutama bila digunakan di tanah masam, ak~bat
terbentuknya senyawa yang kurang tersedia bagi tanaman dan ketersediaan P
selanjutnya dikontrol oleh pelarutan P dari tanah (Hammond, 1978).
Selanjutnya Kussow ( 1971) menyatakan bahwa pelarutan yang cepat tersebut
tidak dapat menghindari adanya retensi unsur P oleh kation-kation seperti Al,
Fe, Ca, dan Mn.
Sanchez (1977) mengemukakan bahwa pemupukan P tanah Oxisols perlu
dilakukan untuk menyediakan 0.2 ppm P di dalam larutan tanah dan untuk
tanah yang menjerap 200 ppm P diperlukan perkupukan 870 kg P20s/ha dalam
upaya mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya Fox dan Kamprath (1970)
menyarankan bahwa adanya 0.0064 rnmol Pniter atau 0.2 mg Pniter di dalam
keseimbangan larutan tanah akan dapat menghasilkan produksi optimum pada
sebagian besar tanaman.
Aplikasi Isotop pada Penelitian Bidang Pertanian
Metode Isotop dan radiasi telah dibuktikan sangat berguna di dalam
penelitian bidang pertanian dan di dalam meningkatkan produksi pangan
dunia. Metode- metode ini telah digunakan dengan rutin di lapangan seperti
penelitian mengenai hara tanaman, kesuburan tanah, pemuliaan tanaman,
kesehatan dan produksi ternak, pengendalian hama serangga, pengawetan
pangan dan penelitian residu pestisida (Hardarson, 1990).
Hampir semua unsur penting dalam
penelitian hayati paling kurang
mempunyai dua isotop stabil yaitu isotop ringan dan isotop berat dengan
isotop berat berada dalam jumlah kecil. Isotop-isotop berat sering digunakan
sebagai penciri (tracers) i i dalam sistem biologi (Axmann dan Zapata, 1990).
20
Sisworo dan Rizal(1999), menyatakan pada dasarnya isotop dapat dibagi
dalam dua kelompok besar yaitu ; 1) radioisotop : isotop yang dapat
memancarkan radiasi, yang secara umum dsebut sebagai sinar a,P, y, seperti
6 0 ~ o3, 2 ~ ,6 5 ~ n2)
. istotop sabil : isotop yang tidak memancarkan radiasi
seperti
'
5
dan
~
13c.
Selanjutnya
berdasarkan fimgsinya maka isotop dapat
dibagi ke dalarn dua kelompok yaitu : 1) kelompok yang berfimgsi sebagai
sumber radiasi seperti 6 0 ~ dom 13'cs, 2) kelompok yang berfhgsi sebagai
perunut atau tracer seperti 3 2 ~ 3, 3 ~ 3,
5 dan
~
65~n.
Penggunaan awal dari analisa isotop stabil dilakukan pada bidang ilmu
geologi seperti geochemistry selanjutnya dengan pengembangan peralatan
penelitian inovatif menggunakan berbagai isotop stabil telah menghasilkan
penggunaan yang lebih luas di dalam kehidupan, pertanian dan penelitian
lingkungan (Axmann dan Zapata, 1990).
Sisworo dan Rizal (1999) menyatakan bahwa secara umum penggunaan
teknik nuklir atau radioisotop di bidang pertanian dan peternakan adalah
untuk membantu : 1) menentukan kondisi optimal b a g penggunaan pupuk,
air dan juga fiksasi N2 udara, 2) pemuliaan untuk memperoleh varietas baru
yang tahan hamalpenyakit, produksi tinggi dengan kualitas produk lebih baik,
3) meningkatkan kinerja reproduksi, tingkat nutrisi dan kesehatan hewan, 4)
mengurangi kehilangan panen pada saat pasca panen, 5) mengurangi bakteri
patogen pada bahan pangan, 6) mempelajaripengurangan polusi pestisida dan
senyawa agrokimia lainnya, 7) mengendalikan hama, 8) meningkatkan bobot
badan hewan dan produksi susu karena adanya makanan tambahan, 9)
~ne~nperbai
ki reproduksi sapi, 1 0) memberantas penyaki t yang di idap hewan.
21
Penggunaan teknik nuklir tersebut didasarkan pada kemampuan isotop
sebagai alat untuk menganalisis dan yang terpenting adalah bahwa suatu
isotop yang digunakan dapat dilacak kembali.
Atom-atom berat yang digunakan dalam penelitian hayati (biologi) dapat
bempa unsur radioaktif (radioisotop) atau atom non aktif. Radioisotop adalah
unsur yang mampu meluruh dengan sendirinya akibat kelebihan muatan
positip pada intinya. Contoh radioisotop yang sering digunakan dalam
penelitian antara hubungan tanah dengan tanaman menurut Zapata ( 1990)
adalah seperti pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Beberapa Radioisotop yang Digunakan dalam Penelitian
Hubungan Tanah dan Tanaman (Zapata, 1990)
Radioisotop
Tipe Penggunaan
Karbon
I3c
Oksigen
lsO
Nitrogen
"N
Penelitian bahan organik, fotosintesa dan
Translokasi C.
Penelitian fotosintesis, respirasi, ludrologi,
Ekologi, bahan organik tanah.
Penelitian efisiensi penggunaan pupuk N,
Fiksasi
biologi,
keseimbangan N,
transformasi N dalam tanah dan
sebagainya.
Penelitian efisiensi penggunaan pupuk P,
residu pupuk P, evaluasi fosfat alam dan
sebagainya.
Penelitian K dapat dipertukarkan
Unsur
Fosfor
3 ' ~
Kalium
'OK
Kalsium
"ca
,
Penelitian Ca tanah dan pergerakan Ca
dalam tanaman.
Prinsip perhitungan menggunakan teknik radioisotop ini menurut
Sisworo dan Rizal (2000); Sisworo, Haryanto dan Rasjid (1997) pada garis
besarnya terdiri atas dua metode yaitu : 1) metode langsung, 2) metode tidak
langsung dengan menggunakan nilai-A dan metode pengenceran.
22
Efisiensi Penggunaan Pupu k
Efisiensi penggunaan pupuk adalah satu ukuran kuantitatif serapan hara
aktual yang berasal dari pupuk oleh tanarnan dalam hubungan dengan hara
yang ditambahkan dalarn tanah (Zapata, 1990). Hal tersebut dengan jelas
tergambar pada persamaan berikut :
Jurnlah hara tanarnan dari pupuk
% penggunaan pupuk =
x 100 %
jumlah hara yang ditambahkan
Efisiensi penggunaan pupuk dapat ditaksir dengan berbagai metode yaitu
(Zapata, 1990) :
1. Metode klasik atau konvensional : metode ini didasarkan pada
respons biologi atau pengaruh peningkatan dosis pupuk terhadap
hasil tanaman. Meskipun demikian, diingat bahwa hasil tanaman
tergantung pada berbagai faktor. Beberapa dapat dikontrol dan yang
lain tidak.
2. Metode berdasarkan serapan hara :
a. Metode perbedaan ; merupakan metode tidak langsung yang
dilakukan dengan cara menghitung selisih serapan hara petak
perlakuan pemupukan dengan petak kontrol. Asumsi dasar
metode ini adalah bahwa serapan hara di petak kontrol
inengukur jumlah hara yang tersedia dari tanah, sementara pada
perlakuan pupuk serapan haranya berasal dari tanah dan pupuk.
Asumsi lainnya adalah semua transformasi hara sama dalam
tanah yang dipupuk dan tidak.
23
b. Metode isotop ; sering disebut sebagai metode langsung yaitu
pengukuran serapan hara dari pupuk dlakukan secara langsung
dengan menggunakan isotop seperti 3
2 atau
~
13p.Asumsi dasar
metode isotop adalah bahwa perilaku isotop dan karier identik
dalam sistem tanah dan tanaman.
Selanjutnya dinyatakan bahwa percobaan dengan pupuk berlabel
dilakukan dengan menarnbahkan pupuk berlabel tersebut ke &lam tanah,
kemudian hara yang diserap tanaman ditetapkan. Data-data primer yang
dibutuhkan untuk percobaan ini adalah :
1. Bobot kering keseluruhan tanaman atau bagian tanaman.
2. Kadar total hara yang diteliti (% bobot kering).
3. Persen kelimpahan isotop (isotop excess) dalam tanaman.
4. Persen kelimpahan isotop (isotop excess) dalam pupuk.
5. Dosis pupuk.
Tinjauan Umum Tanaman Jagung
Secara taksonomi, tanaman jagung dikelompokkan ke dalam Divisi
Spert~za~oplzytu,Klas Angzospermue,
Subklas Monocotyledon, Ordo
(;rurnlneu/e.~, Fam i 1 i (;runzrnue, Genus Zeu, dan Species Zeu m a y (Effendi,
1985). Sistem perakaran jagung termasuk akar serabut, mempunyai
jangkauan cukup luas terhadap serapan hara di permukaan tanah (Koswara,
1982).
24
Jagung tergolong tanaman berfotosintesis melalui jalur C4 yang dicirikan
oleh adanya kloroplas yang mampu mengikat COz hasil metabolisme,
sehingga relatif efisien dalam penggunaan energi matahari (Prawinata et al.,
1984). Selain itu tanaman ini juga relatif sangat efisien dalam serapan hara
Ca dan translokasi asimilatnya dengan laju pertumbuhan serta nisbah biji
lebih tinggi dibanding tanaman C3 (Koswara, 1982)- Sifat menguntungkan
dari tanaman jagung menurut Muhadjir ( 1988) adalah kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan cukup baik, 'aktifitas fotosintesis normal,
fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah dan efisien dalam penggunaan
air. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 30
-
32 "C dan suhu yang
relatif tinggi dan kering dapat menimbulkan gangguan terhadap pembungaan
(Koswara, 1982).
Sifat tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung adalah tanah yang
gembur, beraerasi dan berdrainase baik dengan tekstur lempung berdebu,
merupakan media cukup baik untuk pertumbuhan. Tanah dengan tekstur
berat, relati f kurang baik untuk perturnbuhan jagung, namun demikian
pengelolaan optimal dengan aerasi dan ketersediaan air pada kondisi
mencukupi dapat membantu
pertumbuhan jagung
(Effendi,
1985).
Selanjutnya dijelaskan juga bahwa tanaman jagung relatif toleran terhadap
kemasaman sedang sampai alkali. Kisaran optimal kemasaman tanah untuk
pertumbuhan jagung adalah pH sekitar 5.6 - 7.5.
Tanaman jagung mampu tumbuh pada tanah masam. Meskipun
demikian, tanaman ini peka terhadap keracunan Al, Fe, Cu, maupun Zn
(Effc~di,1985) Pada tanah masam kelarutan unsur A1 dan Fe relatif tinggi
25
sehingga sering menimbulkan keracunan kedua unsur tersebut, yang ditandai
tanaman jagung mengalami klorosis dan mengering, yang akhirnya
mengalami kematian (Muhadjir, 1988). Daya tahan tanaman jagung terhadap
keracunan A1 mulai ditunjukkan gejala pada tanah dengan kejenuhan A1
antara 40 - 60 % (Sanchez, 1976).
Download