KEBIJAKAN,IMPLEMENTASI DAN KOMUNIKASI

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejalan dengan topik dan tujuan skripsi, dalam bab tinjauan pustaka ini
dipaparkan tentang CSR yang meliputi perkembangan dan definisi CSR serta
prinsip dan ruang lingkup CSR. Dilanjutkan dengan pemaparan implementasi
CSR yang meliputi pengembangan masyarakat dan konsep partispasi dalam CSR
serta manfaat implementasi CSR. Kemudian diakhiri dengan review tentang
komunikasi stakeholders dalam CSR yang meliputi definisi dan model
stakeholders, definisi dan bentuk komunikasi, serta upaya komunikasi
stakeholders dalam CSR.
2.1 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.1.1
Perkembangan dan Definisi CSR
Meskipun
praktik
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
atau
Tanggungjawab Sosial Perusahaan telah dikenal sejak dunia bisnis berkembang
yang dikaitkan dengan peran perusahaan bagi masyarakat (Handy C, 2002), tetapi
tinjauan akademik tentang CSR masih relatif baru. Secara global, perhatian
akademisi terhadap CSR tergolong fenomenal sejak tahun 1950-an, termasuk
tentang debat antara yang pro dan kontra terhadap CSR (Caroll, 2008). Khusus di
Indonesia, kajian tentang CSR meningkat pesat sejak sepuluh tahun terakhir.
Sejalan dengan perkembangan pesat implementasi CSR oleh banyak perusahaan,
tumbuh pula berbagai kelembagaan yang berperan dalam memberikan bantuan
teknis (konsultasi) tentang CSR, sistim pelaporan CSR, advokasi dan
pengembangan masyarakat dalam kerangka implementasi CSR. Di dunia
akademik telah lahir jurnal tentang CSR dan program studi atau peminatan bidang
studi tentang CSR, serta berbagai kajian, diskusi dan pelatihan tentang CSR
(Hardinsyah, 2008).
CSR berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di perusahaan
dan di masyarakat. Etika yang dianut perusahaan merupakan bagian dari budaya
perusahaan (corporate culture) dan etika yang dianut masyarakat merupakan
bagian dari budaya masyarakat. Pemikiran yang mendasari CSR yang sering
8
dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai
kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (shareholders) tapi juga kewajibankewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang
jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban mencari keuntungan dan mentaati
regulasi (Sedyono, 2002). CSR juga dapat dianggap sebagai bagian dari modal
sosial di suatu organisasi. Dalam konteks perusahaan, tanggungjawab sosial ini
disebut Corporate Social Responsibility (CSR). CSR bagian dari kewajiban moral
perusahaan yang semestinya dilaksanakan tanpa regulasi pemerintah.
Secara sederhana CSR adalah berbuat kebajikan ke dalam dan keluar
perusahaan (Caroll, 2003). Istilah CSR pertama kali muncul dalam diskursus
akademik sejak munculnya tulisan Howard Rothmann Bowen berjudul Social
Responsibility of the Businesman pada tahun 1953. Menurut Bowen
tanggungjawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan dalam membuat
kebijakan, pengambilan keputusan dan bertindak yang sesuai dengan kebutuhan
dan harapan serta nilai-nilai masyarakat (Caroll, 2008).
Forum Ekonomi Dunia, melalui Global Governance Initiative, pada tahun
2005
mengajak
lembaga-lembaga
bisnis
memikirkan
soal
pengentasan
kemiskinan dalam CSR. Pertemuan World Business Council for Sustainability
Development (WBCSD) di New York tahun 2005, yang menghasilkan
kesepakatan bahwa praktik CSR adalah wujud komitmen dunia bisnis untuk
membantu PBB merealisasikan target Millenium Development Goals (MDGs).
Menurut WBCSD (2005), CSR adalah komitmen perusahaan berkontribusi pada
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan pekerja dan keluarganya,
komunitas lokal dan masyarakat luas guna meningkatkan kualitas hidupnya.
Depsos (2005) mendefinisikan CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia
usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup
ekosistem disekelilingnya.
Praktik CSR merupakan upaya sungguh-sungguh dari perusahaan untuk
meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif operasinya
dalam ranah ekonomi, sosial, dan lingkungan, terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Endro,
9
2007). Oleh karena itu, suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk
keuntungan sebanyak mungkin, tetapi juga memberikan nilai yang bermakna,
berbuat kebajikan dalam menggunakan sumberdaya manusia dan lingkungan. Hal
ini sejalan dengan fitrah manusia, yaitu dilahirkan bersih dan ingin berbuat yang
terbaik bagi dirinya, orang lain dan lingkungannya (Mangkuprawira & Hubeis
2007).
Banyak definisi tentang CSR seperti yang diungkap Lockett (2006), akan
tetapi pada prinsipnya CSR adalah komitmen atau upaya perusahaan untuk
meminimalkan risiko dan memaksimalkan manfaat bagi para pemangku
kepentingan (stakeholders) dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan. Kendati
CSR tidak mempunyai definisi tunggal, namun konsep CSR ini menawarkan
sebuah kesamaan yaitu kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan melalui
keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial serta lingkungan. Sehingga CSR
dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab perusahaan kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan (Wibisono, 2007).
2.1.2
Prinsip dan Ruang Lingkup CSR
Sejumlah institusi internasional telah me-release prinsip-prinsip dasar
implementasi CSR, diantaranya dikemukakan Alyson Warhurst (1998) seperti
dikutip oleh Wibisono (2007) sebagai berikut: 1) prioritas korporat, 2) manajemen
terpadu, 3) proses perbaikan, 4) pendidikan karyawan, 5) pengkajian, produk dan
jasa, 6) informasi publik, fasilitas dan operasi, 7) penelitian, 8) prinsip
pencegahan, 9) kontraktor dan pemasok, 10) siaga menghadapi darurat, 11)
transfer best practice, 12) memberi sumbangan, 13) keterbukaan, serta 14)
pencapaian dan pelaporan.
John Elkington merumuskan Triple Bottom Lines (TBL) atau tiga fokus
utama perusahaan dalam beroperasi, yaitu sosial (masyarakat), ekonomi dan
lingkungan atau juga terkenal dengan sebutan people, profit and planet (3P).
Ketiga hal ini berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada ekonomi, dan
10
ekonomi tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global.
Ketiga komponen TBL ini tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi
dan tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik
kepentingan. TBL digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur dan
melaporkan kinerja mencakup parameter-parameter ekonomi, sosial dan
lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan stakeholders serta shareholders
guna meminimalkan kerusakan pada manusia dan lingkungan dari aktivitas
(Wibisono, 2007) .
Caroll melihat tanggungjawab sosial perusahaan dalam empat kategori,
(Caroll. 2003) yaitu:
1. Tanggungjawab Ekonomi (Economic Responsibilities)
Pada
kenyataannnya
tanggunng
jawab
ekonomi
merupakan
tanggungjawab sosial perusahaan. Bisnis sebagai sebuah institusi ekonomi
dengan begitu harus memiliki orientasi untuk memproduksi barang dan
jasa yang dibutuhkan masyarakat dan menjualnya dengan harga yang
sesuai. Suatu
perusahaan, untuk memenuhi tanggungjawab ekonomis
haruslah menghasilkan laba sebagai fondasi untuk dapat mempertahankan
eksistensinya dan berkembang. Tanggungjawab ekonomis ini merupakan
hasrat paling natural dan primitif dari perusahaan sebagai organisasi bisnis
guna mendapatkan keuntungan.
2. Tanggungjawab Hukum (Legal Responsibilities)
Pemerintah merumuskan peraturan perundangan, yang diharapkan ditaati
oleh
perusahaan.
Masyarakat
mengharapkan
perusahaan
akan
melaksanakan misi ekonomisnya berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Ini merupakan tanggungjawab bisnis terhadap pemerintah dan
masyarakat untuk mematuhi hukum. Jika bisnis tidak beroperasi sesuai
hukum yang harus dipatuhi, maka pemerintah akan memproses melalui
ketentuan hukum yang berlaku; sementara masyarakat melakukan kritik
dan kontrol sosial.
3. Tanggungjawab Etika (Ethical Responsibilities)
Aspek hukum merupakan hal yang penting, tetapi dengan hukum saja
belum tentu memadai untuk berbuat sesuatu yang pantas atau lebih pantas
11
(beyond legal). Apabila hukum tidak memadai maka tanggungjawab
etikalah yang berperan. Tangung jawab etika merupakan semua praktik
dan aktivitas yang diharapkan atau dilarang oleh anggota masyarakat;
mencakup seluruh norma, standar, dan pandangan masyarakat seperti
kejujuran, keadilan dan menjaga hubungan atau proteksi terhadap hal
moral stakeholders.
4. Tanggungjawab Filantropi (Philanthropicl Responsibilities)
Hal ini dipandang sebagai tanggungjawab karena tanggungjawab ini
disebabkan oleh adanya harapan masyarakat di dalam dunia bisnis.
Aktivitas dilakukan dengan dasar sukarela, dituntun oleh keinginan dunia
bisnis untuk terlibat di dalam kegiatan sosial yang tidak dimandatkan,
tidak diminta oleh hukum dan secara umum tidak diharapkan oleh bisnis
di dalam etika. Walaupun demikian, masyarakt memiliki pengharapan
bahwa bisnis akan terlibat di dalam filantropi, dan dengan demikian
kategori ini telah menjadi bagian dari kontrak sosial antara bisnis
perusahaan dan masyarakat.
Selanjutnya oleh Caroll (2003), keempat lingkup tanggungjawab sosial
perusahaan (CSR) tersebut digambarkan dalam suatu bentuk piramida seperti
disajikan pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Piramida Ruang Lingkup CSR (Caroll, 2003)
12
Meskipun dengan istilah sedikit berbeda, Keraf (1998) juga mengungkap
lingkup tanggungjawab sosial perusahaan yang serupa dengan konsep Caroll
(2003). Menurut Keraf terdapat empat bidang yang termasuk sebagai lingkup
tanggungjawab sisoal perusahaan. Empat bidang tersebut seperti yang dijelaskan
oleh Keraf dibawah ini:
1. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi
kepentingan
masyarakat
luas
untuk
membantu
memajukan
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keterlibatan perusahaan yang
semakin menjadi sorotan adalah keterlibatan sosial perusahaan dalam ikut
memecahkan masalah ketimpangan sosial dan ekonomi sehingga
menciptakan keadaan ekonomi dan sosial yang lebih seimbang.
2. Perusahaan mempunyai tanggungjawab moral dan sosial untuk mengejar
keuntungan ekonomi karena hanya dengan itu perusahaan dapat
dipertahankan dan semua karyawan serta pihak lain yang terkait bisa
dipenuhi hak dan kewajibannya.
3. Memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, baik yang
menyangkut kegiatan bisnis maupun yang menyangkut kehidupan sosial
pada umumnya. Sebagai bagian integral dari masyarakat, perusahaan
punya kewajiban dan juga kepentingan untuk menjaga ketertiban dan
keteraturan sosial.
4. Hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-pihak terkait
yang punya kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan
bisnis
suatu
perusahaan.
Lingkup
ini
memperlihatkan
bahwa
tanggungjawab sosial perusahaan adalah hal yang kongkret. Perusahaan
secara moral dituntut dan menuntut diri untuk bertanggungjawab atas hak
dan kepentingan pihak-pihak terkait, baik demi terciptanya suatu
kehidupan sosial yang baik maupun demi kelansungan dan keberhasilan
kegiatan bisnis perusahaan tersebut.
Saat ini pada tatanan internasional sedang disusun suatu pedoman
tanggungjawab sosial, termasuk bagi implementasi CSR yang disebut ISO 26000.
Dalam draft ISO 26000 terdapat tujuh aspek lingkup SR seperti disajikan pada
Gambar 2 (ISO, 2007) berikut:
13
Gambar 2. Lingkup CSR Menurut Committee Draft ISO 26000
Setiap aspek dari ketujuh aspek SR tersebut terdiri dari berbagai
komponen yang perlu menjadi perhatian oleh setiap oraganisasi, termasuk
perusahaan dalam mengelola kebijakan dan program SR. Komponen-komponen
dari setiap aspek SR tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance). Tata kelola
organisasi dalam hal ini mencakup: a) Proses dan struktur pengambilan
keputusan (transparansi, etis, akuntabel, perspektif jangka panjang,
memperhatikan dampak terhadap pemangku kepentingan, berhubungan
dengan pemangku kepentingan). b) Pendelegasian kekuasaan (kesamaan
tujuan, kejelasan mandat, desentralisasi untuk menghindari keputusan
yang otoriter).
2.
Hak Asasi Manusia (Human Rights). Hak asasi manusia dalam hal ini
mencakup: a) Nondiskriminasi dan perhatian pada kelompok rentan. b)
Menghindari kerumitan. c) Hak-hak sipil dan politik. d) Hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya. e) Hak-hak dasar pekerja.
3.
Praktik Ketenagakerjaan (Labor Practices). Praktik ketenagakerjaan dalam
hal ini mencakup: a) Kesempatan kerja dan hubungan pekerjaan. b)
14
Kondisi kerja dan jaminan sosial. c) Dialog dengan berbagai pihak. d)
Kesehatan dan keamanan kerja. e) Pengembangan sumberdaya manusia.
4.
Lingkungan (Environment). Lingkungan dalam hal ini mencakup: a)
Pencegahan polusi. b) Penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan. c)
Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. d) Perlindungan dan
pemulihan lingkungan
5.
Praktik Operasi yang Adil (Fair Operating Practices). Praktik operasi
yang adil dalam hal ini mencakup: a) Anti korupsi. b) Keterlibatan yang
bertanggungjawab dalam politik. c) Kompetisi yang adil. d) Promosi
tanggungjawab sosial dalam rantai pemasok (supply chain). e)
Penghargaan atas property rights.
6.
Konsumen (Consumer Issues). Konsumen dalam hal ini mencakup: a)
Praktik pemasaran, informasi dan kontrak yang adil. b) Penjagaan
kesehatan dan keselamatan konsumen. c) Konsumsi yang berkelanjutan. d)
Penjagaan data dan privasi konsumen. e) Pendidikan dan penyadaran.
7.
Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (Community Involvement and
Development). Pelibatan dan pengembangan masyarakat dalam hal ini
mencakup: a) Keterlibatan di masyarakat. b) Penciptaan lapangan kerja. c)
Pengembangan teknologi. d) Kekayaan dan pendapatan. e) Investasi yang
bertanggungjawab. f) Pendidikan dan kebudayaan. g) Kesehatan. h)
Peningkatan kapasitas.
2.2 Implementasi CSR
Implementasi CSR pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya: 1) Terkait dengan komitmen pemimpin perusahaan yang dituangkan
berupa kebijakan perusahaan terkait CSR. 2) Menyangkut ukuran dan kematangan
perusahaan. Perusahaan yang besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberi
kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. 3) Regulasi dan sistem
perpajakan yang diatur pemerintah.
Cara perusahaan memandang CSR atau alasan perusahaan menerapkan
CSR bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori. 1) Sekedar basa-basi dan
keterpaksaaan. Artinya CSR hanya dipraktikkan lebih karena faktor eksternal
15
(eksternal driven). 2) Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance).
CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang
memaksanya. 3) Bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance alias
compliance plus. CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang
tulus dari dalam (internal driven). Implementasi CSR itu merupakan langkahlangkah pilihan sendiri sebagai kebijakan perusahaan, bukan karena dipaksa oleh
aturan ataupun tekanan dari masyarakat (Wibisono, 2007).
Implementasi CSR pada umumnya berbeda antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada kondisi internal perusahaan. Keraf
mengasumsikan bahwa CSR dapat benar-benar terlaksana, memang dibutuhkan
kondisi internal tertentu dalam perusahaan yang memungkinkan terwujudnya
tanggungjawab sosial itu (Keraf, 1998). Keraf mengatakan bahwa letak penting
tidaknya CSR dalam perusahaan ditempatkan pertama-tama pada kerangka nilai
yang dianut oleh perusahaan, yaitu oleh pendiri perusahaan beserta Chief Executif
Officer (CEO).
Tujuan dan misi CSR perusahaan ditentukan oleh nilai dalam perusahaan.
Oleh karena itu, jika tanggungjawab sosial dianggap sebagai nilai yang harus
dipegang teguh perusahaan, maka tanggungjawab sosial akan ikut menentukan
tujuan dan misi perusahaan. Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan
perusahaan mesti merespon dan mengembangkan isu CSR sejalan dengan operasi
usahanya. 1) Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar
bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. 2) Kalangan bisnis dan
masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. 3)
Kegiatan tanggungjawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau
bahkan menghindari konflik sosial.
Tujuan dan misi perusahaan selanjutnya akan menentukan strategi
perusahaan. Strategi umumnya menetapkan dan menggariskan arah yang akan
ditempuh oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya demi
tercapainya tujuan dan misi sesuai dengan nilai yang dianut perusahaan.
Selanjutnya strategi yang didasrkan pada tujuan dan misi diwujudkan kedalam
struktur organisasi perusahaan. Setelah nilai, tujuan dan misi, strategi dan struktur
organisasi ditentukan, maka dilaksanakan CSR kemudian dilakukan evaluasi.
16
Evaluasi dari pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan disebut
sebagai audit sosial. Menurut Keraf, dalam kaitan dengan CSR, sejauh dianggap
sebagai sebuah nilai dan misi yang harus diwujudkan, audit sosial itu bermaksud
menilai dan mengukur kinerja perusahaan dalam kaitan dengan berbagai masalah
sosial yang ingin ikut diatasi oleh perusahaan itu. Berdasarkan penjelasan diatas
dapat dilihat bahwa CSR merupakan seperangkat kebijakan dan program yang
terintegrasi ke dalam kegiatan usaha perusahaan yang dapat dilaksanakan melalui
proses berikut (Gambar 3):
Gambar 3. Proses Implementasi CSR (Keraf, 1998)
Namun pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan CSR menggunakan pertahapan implementasi CSR sebagai berikut
(Wibisono, 2007):
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yaitu Awareness Building, CSR
Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness building merupakan
langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti
penting CSR dan komitmen manajemen, upaya ini dapat dilakukan melalui
seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR assesment merupakan upaya untuk
memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang
perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat
untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR
17
secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, dilakukan melalui
bencmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu
memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh
elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu,
efektif dan efisien.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti
pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang
sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari 3 langkah utama yaitu
sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.
3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR sehingga membantu
perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian
perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan
perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi.
4. Tahap Pelaporan
Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk
keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Menurut Wibisono (2007) terdapat 3 alternatif cara atau mekanisme
perencanaan implementasi program CSR, yaitu: 1) Bottom Up Process, program
berdasar pada permintaan beneficiaries yang kemudian dilakukan evaluasi oleh
perusahaan. 2) Top down Process, program berdasar pada survei atau pemeriksaan
seksama oleh perusahaan yang disepakati oleh beneficiaries. 3) Partisipatif,
program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
18
2.2.1
Pengembangan
Masyarakat
dan
Konsep
Partisipasi
dalam
Implementasi CSR
Secara khusus pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya
pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang
disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial,
suku, gender, jenis kelamin, usia dan kecacatan (Suharto, 2005). Pengembangan
masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang
memiliki kesamaan minat untuk bekerjasama, mengidentifikasi kebutuhan
bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk:
a) Proyek-proyek pembangunan kesejahteraan sosial yang memungkinkan
anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya. b)
Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut
dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggungjawab (Panye dalam
Suharto, 2005).
Menurut Tjokroamidjojo (1992) seperti dikutip oleh Kriyantono (2006),
partisipasi masyarakat pada hakekatnya adalah keterlibatan masyarakat dalam
menentukan arah dan strategi kebijakan kegiatan, menikmati dan ikut
memanfaatkan hasilnya secara adil. Koentjaraningrat (1974) seperti dikutip oleh
Kriyantono (2006), mengatakan bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan
dalam turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan
bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat. Jadi,
partisipasi dapat diartikan keterlibatan masyarakat untuk berperanserta secara
aktif dalam suatu kegiatan.
Partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat ikut serta
mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas,
partisipasi sebagai masukan kebijaksanaan, strategi, komunikasi, media
pemecahan publik dan terapi sosial. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
dikelompokkan menjadi 4 tahap, yaitu: 1) partisipasi dalam tahap perencanaan, 2)
partisipasi dalam tahap pelaksanaan, 3) partisipasi dalam tahap pemanfaatan hasil
pembangunan, dan 4) partisipasi dalam tahap pengawasan. Manfaat partisipasi
peserta dalam suatu pelatihan, secara teoritik ditentukan oleh banyak faktor,
19
terutama faktor ketertarikan (interest), kualitas pengetahuan dan keterampilan
yang dilatihakan, rasa memilki dan tanggungjawab, percaya diri, motivasi dan
kebanggaan akan program, dan faktor waktu dan biaya implememtasi hasil
pelatihan (Cornell University, 2006).
Program pengembangan masyarakat merupakan salah satu bagian dari
pelaksanaan program CSR. Program pengembangan masyarakat sebagai salah
satu upaya implementasi CSR antara lain dilatarbelakangi oleh (Kadar dalam Sari,
2006): 1) Adanya penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang
bersifat eksploitatif, ekspansif, akumulatif. 2) Perusahaan menempatkan dirinya
lebih kuat daripada masyarakat sehingga berdampak pada terjadinya peminggiran
masyarakat. 3) Perusahaan adalah entittas sosial di samping sebagai entitas bisnis
sehingga harus mempunyai social responsibility. 4) Timbulnya ketidaknyamanan
(discomfort) dan ketidakseimbangan antara masyarakat dan perusahaan (Kadar
dalam Aprilianti, 2008).
Menurut Rudito dan Budimanta (2003) ada tiga alasan mengapa
perusahaan dan pemerintah melakukan community development dalam CSR,
yaitu:
1. Izin lokal dalam mengembangkan hubungan dengan masyarakat lokal. Izin
lokal merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan perusahaan dalam
rangka melanggengkan kegiatan di wilayah hak ulayat masyarakat lokal
sebagai bagian dari masyarakat, sehingga izin lokal mempunyai
kedudukan yang sama pentingnya dengan legalitas dari Nasional dan
Pemerintah. Dengan izin lokal maka perusahaan dapat meminimalkan
resiko pengeluaran biaya lebih banyak terhadap kelompok anggota
masyarakat yang tergolong miskin yang ada di lokasi.
2. Mengatur dan menciptakan strategi ke depan melalui program community
development. Dengan beradapatasinya perusahaan dengan kehidupan
sosial budaya masyarakat lokal maka perusahaan dapat memperoleh dan
menciptakan strategi pengembangan usahanya melalui kerjasama yang
proaktif. Reputasi hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat
lokal dalam community development dapat menciptakan kesempatan usaha
yang baru. Terciptanya mata rantai suplai dan usaha diantara masyarakat
20
yang ada dan perusahaan dapat melanggengkan kehidupan beroperasinya
perusahaan.
3. Program community
development sebagai
cara
untuk
membantu
pemenuhan sasaran usaha. Sasaran-sasaran tersebut termasuk menangani
isu pembangunan yang dapat secara langsung berakibat pada usaha
perusahaan, seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, membangun
hubungan positif dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat,
memfasilitasi konsultasi umum dan komunikasi antara perusahaan dan
masyarakat lokal dalam isu-isu usaha.
2.2.2
Manfaat Implementasi CSR
Manfaat implementasi CSR dapat ditinjau dari sisi perusahaan dan
stakeholders. Ketika diskusi diarahkan pada implementasi CSR dalam konteks
pengembangan masyarakat, maka manfaat CSR akan bisa dilihat lebih spesifik
bagi
perusahaan
dan
bagi
masyarakat.
Beberapa
manfaat
penerapan
tanggungjawab sosial bagi perusahaan dapat diidentifikasi diantaranya (Wibisono,
2007): 1) Mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan citra perusahaan. 2)
Mendapatkan lisensi sosial dari masyarakat sekitar perusahaan untuk terus dapat
beroperasi. 3) Mereduksi risiko bisnis perusahaan melalui adanya hubungan yang
harmonis dengan para stakeholders perusahaan. 4) Melebarkan akses terhadap
sumber daya. 5) Membentangkan akses menuju market. 6) Mereduksi biaya, misal
dengan upaya mengurangi limbah melalui proses daur ulang ke dalam siklus
produksi. 7) Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. 8) Memperbaiki
hubungan dengan regulator. 9) Meningkatkan semangat dan produktivitas
karyawan. 10) Peluang mendapatkan penghargaan.
Rogovsky (2000) seperti dikutip oleh Wibisono (2007) menyusun konsep
tentang manfaat keterlibatan masyarakat dan perusahaan dalam implementasi
program CSR, seperti disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut:
21
Tabel 1. Manfaat Keterlibatan Masyarakat dan Perusahaan dalam CSR
Manfaat bagi perusahaan
Manfaat bagi Masyarakat
1. Reputasi dan citra yang lebih baik
2. Lisensi untuk beroperasi secara sosial
3. Bisa memanfaatkan pengetahuan dan
tenaga kerja lokal
4. Keamanan yang lebih besar
5. Infrastruktur dan lingkungan sosialekonomi yang lebih baik
6. Menarik dan menjaga personel yang
kompeten untuk memiliki komitmen
yang tinggi
1. Peluang penciptaan kesempatan
kerja, pengalaman kerja dan pelatihan
pendanaan
2. Pendanaan investasi masyarakat,
pengembangan infrastruktur
3. Keahlian komersial
4. Kompetisi teknis dan personal
individual pekerja yang terlibat
5. Representatif bisnis sebagai jurus
promosi bagi prakarsa-prakarsa
masyarakat.
7. Menarik tenaga kerja, pemasok,
pemberi jasa dan mungkin pelanggan
lokal yang bermutu
8. Laboratorium pembelajaran untuk
inovasi organisasi
Selain itu, menurut Sisworahardjo (2008) ada tiga manfaat keterlibatan
masyarakat dalam pelatihan, yaitu 1) pengetahuan dan keterampilan, 2)
mengembangkan peluang kerja, dan 3) investasi dan modal bisnis. Perusahaan
ingin meraih manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan CSR dan masyarakat juga
demikian tetapi dalam hal yang berbeda. Adanya saling manfaat ini seharusnya
menciptakan hubungan sinergi yang baik antara perusahaan dan masyarakat
dalam implementasi CSR.
2.3 Komunikasi Stakeholders dalam CSR
2.3.1
Definisi dan Model Stakeholders
Wheelen dan Hunger (2003) seperti dikutip oleh Wibisono (2007),
mendefinisikan
stakeholders
sebagai
pihak-pihak
atau
kelompok
yang
berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau
aktivitas perusahaan dan karenanya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh perusahaan. Selanjutnya, Rhenald Kasali (2005)
membedakan stakeholders ke dalam lima kelompok sebagai berikut:
22
1. Stakeholders Internal dan Eksternal
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam
lingkungan organisasi, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham.
Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar
lingkungan
organisasi,
seperti
pemasok,
konsumen,
masyarakat,
pemerintah, pers, licensing partner dan lain-lain.
2. Stakeholders Primer, Sekunder dan Marjinal
Stakeholders yang paling penting dsebut stakeholders primer, stakeholders
yang kurang penting disebut stakeholders sekunder dan yang bisa
diabaikan disebut stakeholders marjinal.
3. Stakeholders Tradisional dan Masa Depan
Karyawan dan konsumen dapat disebut stakeholders tradisional karena
saat kini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders
masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan
akan memberikan pengaruhnya pada organisasi.
4. Proponents, Opponents, dan Uncommitted
Proponents adalah stakeholders yang memihak organisasi. Opponents
adalah stakeholders yang menentang organisasi sedangkan uncommitted
adalah stakeholders yang tidak peduli terhadap organisasi.
5. Silent Majority dan Vocal Minority
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan complain atau
mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penentangan atau
dukungannya secara vocal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara
silent (pasif).
Praktik CSR yang komprehensif direncanakan dan dilaksanakan bagi
kesejahteraan stakeholders, baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Salah satu
wujud nyata CSR terhadap stakeholder internal misalnya dengan memperhatikan
dan memenuhi hak-hak dan kepentingan karyawan, pegawai, atau buruh seperti
dengan memberikan upah minimum, tunjangan, bonus, pensiun dan cuti serta
mengembangkan dan menerapkan sistem manajeman keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk meningkatkan
kesejahteraan karyawan dan keluarga (Tjager, 2003).
23
Sedangkan CSR terhadap stakeholder eksternal perusahaan dapat
dilakukan misalnya terhadap suplier, konsumen, masyarakat sekitar perusahaan
dan masyarakat luas seperti program-program community development (CD) dan
lingkungan berkelanjutan. Program kesehatan masyarakat, pendidikan, air bersih
dan sanitasi lingkungan, penghijauan, pengelolaan sampah dan limbah,
pengembangan agribisnis merupakan contoh-contoh program pengembangan
masyarakat (Ibrahim, 2005).
Dill (1983) seperti dikutip oleh Solihin (2009) menekankan pentingnya
memperhitungkan peran yang dapat dilakukan stakeholders dalam mempengaruhi
keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan. Menurut Dill, selama ini
berbagai
perusahaan
menganggap
bahwa
pandangan
maupun
inisiatif
stakeholders dapat diperlakukan sebagai sesuatu yang berada di luar perusahaan
(eksternalitas) bagi perencanaan strategis dan proses manajemen. Misalnya, para
stakeholder hanya diperlakukan sebagai data yang membantu manajemen
merumuskan keputusan, atau sebagai kendala hukum dan sosial yang akan
membatasi keputusan manajer. Perusahaan masih enggan untuk menerima
pemikiran yang menyatakan bahwa stakeholders di luar perusahaan bisa saja
berperan aktif dalam pembuatan keputusan manajemen.
Stakeholders memiliki kekuasaan yang riil yang dapat mendukung atau
menghalangi perusahaan di dalam mencapai tujuannya. Selain itu, di dalam
mengejar tujuannya perusahaan dapat membuat keputusan yang memiliki dampak
bagi stakeholders. Oleh karenanya, perusahaan harus dapat mengelola hubungan
dengan stakeholders agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Manajemen
stakeholders menunjukkan bagaimana perusahaan mengelola hubungan dengan
stakeholders serta membuat berbagai keputusan sehingga dapat meminimalisasi
dampak buruk keputusan perusahaan terhadap para stakeholder, dimana
keputusan-keputusan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan. Berman (1999) seperti dikutip oleh Solihin (2009) mengidentifikasi
adanya dua model manajemen stakeholders yaitu:
1. Strategic Stakeholder Management Model
Model ini didasari oleh suatu asumsi bahwa tujuan akhir dari suatu
korporasi adalah keberhasilannya di pasar. Oleh sebab itu, perusahaan
24
harus mengelola stakeholders sebagai bagian dari lingkungan perusahaan
untuk memastikan agar perusahaan dapat memperoleh pendapatan dan
laba sesuai dengan target.
2. Intrinsic Stakeholder Commitment Model
Model ini mengasumsikan bahwa hubungan antara manajer perusahaan
dengan stakeholders lebih didasarkan kepada komitmen moral dan bukan
berdasarkan keinginan perusahaan untuk memanfaatkan para stakeholder
untuk mencapai tujuan perusahaan yakni memaksimalkan laba.
2.3.2
Definisi dan Bentuk Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis
yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kemudian beberapa pakar
dan ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai berikut (Soehoet, 2002):
1. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan
atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
2. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu
orang ke orang lain (Davis).
3. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang
lain (Schram,W)
4. Komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna (Donald Byker
dan Loren J Anderson)
Komunikasi dikatakan efektif apabila maksud dan inti pesan komunikator
(pemberi pesan) sama dengan pemahaman dan interpretasi komunikan (penerima
pesan). Adapun tujuan dari komunikasi menurut Hewitt (1981) seperti yang di
kutip oleh Soehoet (2002) adalah: 1) mempelajari atau mengajarkan sesuatu, 2)
mempengaruhi perilaku seseorang, 3) mengungkapkan perasaan, 4) menjelaskan
perilaku sendiri atau perilaku orang lain, 5) berhubungan dengan orang lain, 6)
menyelesaikan sebuah masalah, 7) mencapai sebuah tujuan, 8) menurunkan
ketegangan/menyelesaikan konflik, dan 9) menstimulasi minat pada diri sendiri
atau orang lain. Bentuk komunikasi antarmanusia dapat dibedakan menjadi
komunikasi personal, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa sebgai
berikut (Candra, 2006):
25
1. Komunikasi Personal
Komunikasi personal mencakup: 1) Komunikasi intrapersonal adalah
proses komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. 2) Komunikasi
antarpersonal adalah proses komunikasi yang berlangsung antara individu
satu dengan individu yang lainnya.
2. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan proses komunikasi yang berlangsung
pada suatu kelompok manusia. Komunikasi kelompok terbagi atas: 1)
Komunikasi kelompok kecil yaitu proses komunikasi yang berlangsung
dan dimungkinkan terjadi dialog, seperti dalam kegiatan ceramah, diskusi
panel, kuliah, seminar dan lain-lain. 2) Komunikasi kelompok besar yaitu
komunikasi yang berlangsung dan tidak dimungkinkan terjadi dialog,
seperti kampanye, rapat raksaksa, demonstrasi mahasiswa dan lain-lain.
3. Komunikasi Massa
Komunikasi masssa merupakan jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat. Seperti pers (surat kabar, tabloid, majalah dan lainlain), radio, televisi, film, website, dan lain-lain.
Selain itu, menurut Soehoet (2002) bentuk atau macam komunikasi dapat
dibedakan berdasarkan cara penyampaian, bentuk kemasan, pelaku komunikasi,
pasangan komunikasi dan arah komunikasi yang akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Cara Penyampaian. Cara penyampaian dibedakan antara: 1) Komunikasi
lisan dan tertulis. Komunikasi lisan terjalin apabila pihak-pihak yang
terlibat berbicara satu sama lain sedangkan komunikasi tertulis dilakukan
melalui tulisan/gambar. 2) Komunikasi langsung dan tidak langsung.
Komunikasi langsung umumnya terjadi tanpa menggunakan alat atau face
to face. Sedangkan komunikasi tidak langsung umumnya menggunakan
alat seperti telepon, radio dll.
2. Bentuk Kemasan. Bentik kemasan dibedakan menjadi komunikasi verbal
dan nonverbal.
26
3. Pelaku Komunikasi. Pelaku komunikasi dibedakan menjadi komunikasi
formal dan informal.
4. Pasangan
Komunikasi.
Pasangan
komunikasi
dibedakan
menjadi
komunikasi intrapersonal dan interpersonal.
Arah Komunikasi. Arah komunikasi dibedakan menjadai komunikasi satu
arah dan timbal balik. Komunikasi satu arah terjadi apabila pesan yang
disampaikan tidak dapat, tidak ingin atau tidak mempunyai kesempatan
untuk memberi umpan balik sedangkan komunikasi timbal balik terjadi
apabila dapat memberikan respon atas pesan.
2.3.3
Upaya Komunikasi Stakeholders dalam CSR
Morsing & Schultz (2006) mengemukakan tiga strategi komunikasi CSR
yaitu: 1) informing, 2) responding, dan 3) involving. Perusahaan yang menggelar
program-program CSR, idealnya membuat laporan CSR sebagai fase akhir setelah
serangkaian proses panjang dilewati sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
hingga evaluasi program. Manfaatnya, selain bisa digunakan untuk bahan evaluasi
terpadu, juga bisa menjadi alat komunikasi dengan stakeholders. Menyangkut
pelaporan (reporting), di Eropa sendiri telah cukup lama mengeluarkan praktik
dan pelaporan CSR. Pada tahun 1975, misalnya, The Accounting Standards
Steering Committee of The Institute of Chartered Accountant di Inggris,
mengeluarkan pedoman bagi perusahaan untuk melakukan pelaporan informasi
tentang sosial dan lingkungan. Namun, aspek pelaporan sosial baru bergaung di
tahun 1990an setelah stakeholders kian menuntut agar perusahaan tak hanya
membuat laporan keuangan menyangkut profit, tapi juga laporan yang transparan
seputar hubungan perusahaan dengan aspek sosial dan lingkungan (Caroll, 2008).
Selanjutnya juga dikenal pelaporan CSR yang disebut Sustainabilty Report,
Corporate Social Responsibility Report dan lain-lain.
Review yang dilakukan Crane, A et al. (2008) menunjukkan bahwa dari
waktu ke waktu secara global semakin banyak perusahaan yang melaksanakan
CSR dan mengkomunikasikan kegiatan CSR. Secara global, lebih dari 50%
perusahaan besar mempublikasikan laporan kegiatan CSR secara terpisah dari
laporan keuangan perusahaaan atau disebut sebagai stand-alone CSR report.
27
Sekitar 90% perusahaan besar yang berbasis di Eropa mempublikasikan
informasi tentang dampak sosial dan lingkungan yang dilakukan perusaahaan.
Kini implementasi CSR tidak hanya oleh perusaaan besar di Negara-negara Barat,
tetapi juga pada perusahaan menengah dan kecil di semua Negara, termasuk di
Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Laporan CSR atau Corporate Social Responsibility Report di Indonesia
merupakan amanat dalam pasal 66 Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun
2007. Pasal 66 UU Perseroan Terbatas dengan tegas menyebutkan bahwa
perusahaan wajib membuat laopran tahunan yang berisikan laporan keuangan,
laporan kegiatan PT, dan laporan kegiatan CSR. Sayangnya, tidak banyak pihak
yang menyadari mengenai pembuatan laporan CSR ini. Terlihat ketika
diselenggarakannya Indonesian Sustainability Report Awards 2008, jumlah
perusahaan yang berkompetisi hanya sekitar 10 perusahaan padahal jumlah
perusahaan di Indonesia sangatlah banyak. Perusahaan merupakan entitas yang
membawa manfaat (dampak bersih posistif) kepada seluruh stakeholder, maka
harus pula dipastikan bahwa ada sebuah sistem yang menjamin seluruh
stakeholder mengetahui dampak perusahaan baik yang positif maupun negatif.
Salah satu sistem yang dapat ditempuh adalah melalui pelaporan CSR (Jalal,
2008).
Selain laporan CSR, salah satu cara yang dapat ditempuh seperti
komunikasi secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung dengan
stakeholders melalui pertemuan formal atau informal. Agar cakupan penyebaran
informasi dari berbagai upaya komunikasi tersebut semakin besar maka dapat
didukung dengan media publikasi, baik cetak maupun elektronik seperti majalah,
surat kabar, radio, televisi dan lain-lain. Pengungkapan dan penyampaian
informasi kepada stakeholders haruslah dilakukan secara transparan dan terbuka.
Sebab stakeholders memiliki kekuatan yang dapat menjadi ancaman, membentuk
insentif, atau menjadi pengaruh normatif simbolis dalam upaya “mewujudkan
kepentingannya dalam sebuah relasi” (Freeman, E. 1984).
Perusahaan hendaknya memiliki kultur yang secara terbuka dan
transparan dalam menjawab berbagai pertanyaan dan mempublikasikan berbagai
kinerja CSR kepada stakeholders. Tidak hanya lagi mengungkapkan laporan
28
keuangan namun laporan CSR yang berdasar apada prinsip triple bottom line serta
mengungkapkan dampak positif maupun negatif perusahaan sebagai wujud Good
Corporate Governance (GCG). Pengungkapan sosial menurut Puspitaningrum
(2004) dalam Theowordpower (2008) bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi dan mengukur kontribusi sosial perusahaan tiap periode,
yang tidak hanya berupa internalisasi sosial cost dan social benefit, tetapi
juga pengaruh eksternalitas tersebut terhadap kelompok sosial yang
berbeda.
2. Untuk membantu menentukan apakah strategi dan praktek perusahaan
secara langsung mempengaruhi sumber daya dan status kekuatan dari
individu, masyarakat, kelompok sosial, dan generasi yang konsisten
dengan prioritas sosial di satu sisi dengan aspirasi individu di pihak lain.
Untuk menyediakan secara optimal informasi-informasi yang relevan
dengan unsur-unsur sosial dalam tujuan, kebijakan, program, kinerja, dan
sumbangan perusahaan terhadap tujuan sosial.
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Ancok (2006) menyatakan bahwa tahap pertama yang harus dipenuhi bila
perusahaan ingin membuat program CSR yang baik adalah aspek strategic.
Perusahaan yang benar-benar menjadikan CSR sebagai bagian dari strateginya,
dapat dilihat dari apakah komitmen CSR sudah ditulis dalam corporate identity
sebagai falsafah perusahaan. Jika tujuan utama CSR adalah untuk community
values (maju bersama masyarakat) berarti merupakan tanda keseriusan
perusahaan. Komitmen perusahaan menjalankan program CSR juga bisa dilihat
dalam visinya, apakah mengatakan “they want to be the best” atau “world class”,
“concern with environment”, “with the community progress”, dan lain
sebagainya. Jika hal-hal tersebut ditulis dalam visi perusahaan, berarti CSR benarbenar dianggap sebagai sesuatu yang sangat strategis. Begitu juga dalam misi
perusahaan, adakah dalam misi perusahaan menyatakan CSR sebagai sesuatu
yang strategis. Dengan kata lain, CSR telah menjadi strategi dalam perusahaan.
Praktik CSR yang baik, tak hanya sebatas menjadikan CSR sebagai
strategi perusahaan. Namun bagaimana program CSR perusahaan yang
29
diimplementasikan dapat tepat sasaran dan tepat guna sesuai dengan kondisi,
potensi serta kebutuhan stakeholders yang terkait, khususnya masyarakat
tempatan yang terkena dampak langsung dari operasi perusahaan. Untuk itu,
dalam proses implementasi program CSR perlu dilibatkan partisipasi aktif dari
stakeholders yang terkait sehingga manfaat yang dirasakan maksimal, baik kepada
pihak perusahaan maupun stakeholders. Selain itu, bagaimana perusahaan
melakukan upaya komunikasi dengan stakeholders terkait kebijakan perusahaan,
perancangan dan perencanaan program, sosialisasi serta penyampaian hasil dan
evaluasi program juga menjadi sangat penting agar program CSR yang
diimplementasikan menjadi tepat sasaran dan tepat guna.
Penelitian ini diawali dengan meninjau kebijakan CSR PT Indocement.
Dilakukan identifikasi mengenai bagaimana kebijakan perusahaan terhadap
praktik CSR sudah mempertimbangkan aspek people, profit, planet (3P). Alat
analisa yang digunakan adalah dengan melihat komitmen tertulis perusahaan
terkait CSR seperti visi, misi, tujuan dan kebijakan lainnya. Selain komitmen
secara
tertulis,
dilihat
juga
bagaimana
komitmen
tertulis
tersebut
diimplementasikan ke dalam aksi nyata, seperti program dan kegiatan CSR yang
berlandaskan pada triple bottom lines (3P).
Selanjutnya, dilihat bagaimana partisipasi peserta dalam implementasi
program CSR PT Indocement (dalam penelitian ini terdapat dua program yang
dianalisis). Partisipasi peserta dilihat dari keterlibatan atau peranserta peserta
dalam implementasi program CSR, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
dan monitoring program. Apabila partisipasi peserta program dalam ketiga tahap
tersebut tinggi maka diduga akan mempengaruhi tingkat manfaat yang diperoleh
oleh peserta program. Manfaat program yang diperoleh peserta program diukur
dari perubahan (peningkatan) pengetahuan dan keterampilan serta peluang
ketenagakerjaan dan ekonomi (pendapatan) setelah mengikuti pelatihan.
Terakhir, identifikasi mengenai bagaimana bentuk komunikasi kebijakan
dan implementasi CSR kepada stakeholders PT Indocement. Bentuk komunikasi
CSR kepada stakeholders yang dilakukan perusahaan dikelompokkan ke dalam
bentuk komunikasi menurut Candra (2006) dan Soehoet (2002). Kemudian,
Bilikom (Bina Lingkungan dan Komunikasi) sebagai salah satu bentuk
30
komunikasi stakeholders CSR PT Indocement secara khusus dianalisis terkait
tingkat keefektifan Bilikom sebagai forum komunikasi dalam menampung
aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat. Kerangka pemikiran penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut:
KEBIJAKAN CSR
a. Planet
b. People
c. Profit
KOMUNIKASI
STAKEHOLDERS CSR
a. Bentuk Komunikasi
b. Keefektifan Bilikom
IMPLEMENTASI CSR
Partisipasi Peserta:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Monitoring
MANFAAT CSR
Bagi Peserta:
a. Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan
b. Peluang ketenagakerjaan
dan ekonomi
Pencapaian
MDGs
Keterangan:
mempengaruhi
mempengaruhi (tidak dibahas)
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian
31
2.5 Hipotesis Penelitian
Semakin tinggi tingkat partisipasi peserta maka semakin tinggi tingkat
manfaat yang diperoleh peserta program.
2.6 Definisi Konseptual
Sejumlah definisi konseptual yang menjadi pegangan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan CSR adalah kerangka dasar perusahaan berupa dokumen tertulis
sebagai acuan pemimpin dan staf perusahaan dalam merumuskan program
guna mencapai tujuan perusahaan. Kebijakan tersebut dapat dilihat dari
visi, misi, moto serta tujuan perusahaan berdasarkan prinsip triple bottom
line (profit, people, planet – 3P).
2.
Profit menggambarkan kondisi ekonomi, dimana perusahaan memiliki
komitmen sumberdaya finansial untuk mempertahankan keberlanjutan
operasi perusahaan.
3.
People menggambarkan kondisi sosial (masyarakat), dimana perusahaan
memiliki komitmen untuk turut serta memperhatikan internal dan
eksternal stakeholders.
4. Planet menggambarkan kondisi lingkungan, dimana perusahaan memiliki
komitmen untuk turut memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan
meminimalkan atau mengelola dampak negatif yang ditimbulkan.
5. Stakeholders
mempengaruhi
adalah
individu
perusahaan
maupun
dalam
kelompok
mencapai
tujuan.
yang
dapat
Stakeholders
dibedakan antara: 1) internal stakeholders yaitu pemangku kepentingan
yang berada di dalam lingkungan perusahaan, 2) eksternal stakeholders
yaitu pemangku kepentingan yang berada di luar lingkungan perusahaan.
6.
Komunikasi CSR kepada stakeholders adalah proses pertukaran dan
penyampaian informasi diantara para stakeholders terkait bagaimana
kebijakan CSR perusahaan, implementasi program CSR dan lain
sebagainya.
32
7.
Implementasi CSR adalah serangkaian proses pengelolaan program CSR
dengan melibatkan partisipasi masyarakat penerima peserta pogram mulai
dari tahap perencanaan program, pelaksanaan program, dan monitoring
program.
2.7 Definisi Operasional
Rumusan definisi operasional variabel-variabel utama yang digunakan
dalam penelitian ini (Tabel 2):
1. Partisipasi adalah proses dimana peserta ikut terlibat dan berperanserta
dalam implementasi program CSR yaitu pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring program. Bagi program pelatihan montir
sepeda motor maupun pelatihan membatik limbah kertas semen, diberikan
dua pertanyaan untuk tahap perencanaan, enam pertanyaan untuk tahap
pelaksanaan dan sembilan pertanyaan untuk tahap monitoring. Terdapat 16
pertanyaan secara keseluruhan untuk menilai tingkat partisipasi peserta
dalam implementasi program, baik pelatihan montir sepeda motor maupun
pelatihan membatik limbah kertas semen.
2. Manfaat program adalah hasil setelah pelatihan diberikan yang
berpengaruh positif atau membawa perubahan positif terhadap tingkat
pengetahuan dan keterampilan serta peluang ketenagakerjaan dan ekonomi
(pendapatan).
Diberikan
delapan
pertanyaan
terkait
perubahan
(peningkatan) pengetahuan dan keterampilan dan empat pertanyaan terkait
perubahan
(peningkatan)
peluang
ketenagakerjaan
dan
ekonomi
(pendapatan). Terdapat 12 pertanyaan secara keseluruhan untuk menilai
tingkat manfaat yang diperoleh peserta pelatihan montir sepeda motor
maupun pelatihan membatik limbah kertas semen.
3. Keefektifan Bilikom yang dimaksud adalah bagaimana tingkat keefektifan
Bilikom sebagai forum komunikasi dalam memfasilitasi kebutuhan dan
aspirasi masyarakat binaan (diwakili oleh pemerintahan desa dan tokoh di
masyarakat) dalam kaitannya dengan implementasi CSR perusahaan. Hal
ini diukur dari pengetahuan masyarakat mengenai program dan kebijkan
CSR PT Indocement, persepi masyarakt terhadap pelaksaaan Bilikom dan
33
keterlibatan mereka dalam Bilikom. Diberikan 13 pertanyaan terkait
pengetahun terhadap program CSR PT Indocement, enam pertanyaan
terkait persepsi dan sembilan pertanyaan terkait keterlibatan. Terdapat 25
pertanyaan secara keseluruhan untuk menilai tingkat kefektifan Bilikom.
Tabel 2. Definisi Operasional Terkait Tingkat Partisipasi dalam Implementasi program
No
1.
Variabel
Definisi
Operasional
Indikator
Tingkat Partisipasi dalam Implementasi
a.
Perencanaan
Keterlibatan/ikutserta
an peserta dalam
proses rencana
program yang akan
dilaksanakan
Skor terendah = 0
Skor tertinggi = 3
Partisipasi Rendah < 2
Partisipasi Tinggi ≥ 2
Ordinal
b.
Pelaksanaan
Keterlibatan/ikutserta
an peserta selama
program berlangsung
Skor terendah = 0
Skor tertinggi = 8
Partisipasi Rendah < 5
Partisipasi Tinggi ≥ 5
Ordinal
c.
Monitoring
Keterlibatan/ikutserta
an peserta dalam
proses pemantauan
setalah program
selesai dilaksanakan
Skor terendah = 0
Skor tertinggi = 5
Partisipasi Rendah ≤ 3
Partisipasi Tinggi > 3
Ordinal
Pengkategorian: Tingkat Partisipasi Rendah yaitu skor 0-8
Tingkat Partisipasi Tinggi yaitu skor 9-16
Pengukuran
Data
34
Tabel 3.
No
Definisi Operasional Terkait Tingkat Manfaat Implementasi program dan
Keefektifan Bilikom
Definisi
Operasional
1. Tingkat Manfaat Implementasi Program
Variabel
a.
Peningkatan
pengetahuan
dan skill
b.
Peluang
ketenegakerjaa
n dan ekonomi
Peningkatan
kapasitas peserta
dalam menyerap
pengetahuan dan
mengembangakan
keterampilan,
dengan melihat
kondisi sebelum
dan sesudah
pelatihan
Peluang peserta
memperoleh
lapangan pekerjaan
dan/ atau membuat
lapangan kerja bagi
orang lain serta
dalam memperoleh
sumber pendapatan
sebelum dan
sesudah pelatihan
Indikator
Pengukuran
Data
Skor terendah = 0
Skor tertinggi = 16
Perubahan Rendah < 8
Perubahan Tinggi ≥ 8
Ordinal
Skor terendah = 0
Skor tertinggi = 11
Perubahan Rendah < 6
Perubahan Tinggi ≥ 6
Ordinal
Pengkategorian: Tingkat Manfaat Rendah yaitu skor 0-13
Tingkat Manfaat Tinggi yaitu skor 14-27
2. Keefektifan Bilikom
a.
Pengetahuan
terhadap
Program dan
Kebijakan
Pengetahun terkait
CSR, program lima
pilar dan SDP PT
Indocement.
b.
Persepsi
terhadap
Komunikasi
dalam Bilikom
Pandangan peserta
terkait komunikasi
yang terjalin dalam
Bilikom selama ini.
c.
Keterlibatan/
partisipasi
Peranserta dalam
Bilikom, seperti
kehadiran,
keaktifan
mengemukakan
pendapat dan ide,
menyalurkan
aspirasi.
Pengkategorian:
Skor Terendah = 8
Skor Tertingg = 28
Pengetahuan Rendah =
8-18
Pengetahuan Tinggi =
17-28
Skor Terendah = 1
Skor Tertingg = 9
Persepi Rendah = 1-5
Persepsi Tinggi = 6-9
Ordinal
Skor Terendah = 0
Skor Tertingg = 12
Keterlibatan Rendah =
0-6
Keterlibatan Tinggi =
7-12
Ordinal
Tingkat Pelaksanaan Baik yaitu skor 0-23
Tingkat Pelaksanaan Belum Baik yaitu skor 24-46
Ordinal
Download