PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 8 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 , , STKIP-PGRI Lubuklinggau Email : [email protected] ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achivement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achivement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah true-experiment, dengan desain yang digunakan adalah pretest-posttest group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau yang berjumlah 125 siswa dan sebagai sampelnya adalah siswa kelas X.4 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas X.3 sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data yang digunakan dengan teknik observasi dan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kepercayaan 95% dan kesalahan α = 0,05, diperoleh thitung (1,79) ttabel (1,67). Sedangkan data observasi secara deskriptif dapat dilihat persentase rata-rata aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan untuk semua satuan aktivitas yang diamati. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Kata Kunci: Hasil Belajar, Model STAD, Fisika Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 1 PENDAHULUAN Pendidikan adalah tulang punggung negara, karena dengan pendidikan akan menentukan keberhasilan untuk generasi sekarang dan masa yang akan datang. Peranan pendidikan dalam hal ini tidak hanya penting bagi perkembangan individu, melainkan perkembangan bangsa dan negara terutama di Indonesia. Melalui proses pendidikan diharapkan siswa dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Oleh karena itu, salah satu alternatifnya untuk pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik dan harus mendapatkan perhatian yang lebih agar menjadi landasan yang kuat dari pengembangan dan penguasaan sains. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial (Trianto, 2010:51). Selama ini, model pembelajaran yang diterapkan pada proses pembelajaran, khususnya fisika belum berpusat pada siswa, melainkan berpusat pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sedangkan siswa komunikan secara pasif, sehingga kemampuan siswa belum tergali secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMA Negeri 8 Lubuklinggau pada tanggal 15 September 2015 ternyata hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika belum sesuai dengan yang diharapkan, terlihat dari nilai semester sebelumnya di kelas X yang berjumlah 125 siswa, hanya 55 siswa (44%) yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sedangkan 70 siswa (56%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM KD) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Kenyataan ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman siswa pada pelajaran fisika. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan minat siswa dalam pembelajaran fisika adalah model Student Team Achievement Divisions (STAD). Slavin (dalam Rusman, 2011:213) menyatakan “model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan 2 variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti, gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru ”. Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. LANDASAN TEORI Jihad dan Haris (2012:11) mendefinisikan pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa disaat pembelajaran sedang berlangsung. Hamalik (2011:57) mendefinisikan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Suprijono (2009:5) mendefinisikan hasil belajar adalah pola- pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Dimyati dan Mudjiono (2013:3) mendefinisikan hasil belajar merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa, hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hamalik (2011:30) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Lubis, A (2012:9) mendefinisikan hasil belajar 3 adalah penguasaan hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sehingga siswa dapat menampilkan pengalaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari. Berdasarkan pendapat tokoh di atas, maka hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom (dalam Yamin, 2012:41) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Dalam penelitian ini yang diukur yaitu pada ranah kognitif. Slameto (2003:54-72) mendefinisikan hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun faktor luar lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi tiga yaitu faktor intern, faktor ekstern dan faktor masyarakat. Trianto (2010:51) mendefinisikan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial, model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan kerangka konseptual yang mengambarkan prodesur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pendekatan lingkungan pembelajaran dan pengelolahan kelas yang mengacu pada kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Suprijono (2009:54) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara 4 umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahanbahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Kooperatif yaitu mengambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif. Shaw dalam Suprijono (2009:57) menyatakan satu ciri yang dipunyai oleh semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling memengaruhi antara satu dengan yang lain. Interaksi adalah saling memengaruhi individu satu dengan individu yang lain. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2009:58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) Positive Interdependence responsibility (tanggung (saling jawab ketergantungan positif), perseorangan), (3) Face (2) to face Personal promotive interaction (interaksi promotif), (4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota), (5) Group processing (pemrosesan kelompok). Berdasarkan uraian di atas maka langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Interaksi kelompok dalam interaksi pembelajaran kooperatif dengan kata lain bertujuan mengembangkan keterampilan sosial (social skill). Slavin dalam rusman (2011:213-214), pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkin USA. Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti, dan merupakan model yang paling baik untuk memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. 5 Mulyatiningsih (2011:243) menyatakan bahwa pada proses pembelajaran, belajar kooperatif tipe Team Achievement Divisions (STAD) merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang memadukan penggunaan metode ceramah, questioning dan diskusi. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan model pembelajaran STAD adalah penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan penguasaan keterampilan yang diajarkan guru, diharapkan siswa saling membantu satu sama lain dengan metode ceramah, questioning dan diskusi. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, yaitu: (1) Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. (2) Guru membagi siswa secara kelompok yang terdiri dari 4-5 orang peserta didik yang memprioritas heterogen (keragaman) kelas dalam prestasi akademik,gender/jenis kelamin, rasa atau etnik. (3) Guru memberikan materi terlebih dahulu. (4) Guru memberikan tugas kepada kelompok yang sudah terbentuk. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok yang sudah terbentuk memahami. (5) Guru memberikan tugas kelompok kepada seluruh siswa tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Pada saat mengerjakan tugas kelompok, sesama anggota kelompok tidak boleh saling membantu. (6) Guru mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. (7) Dan menyimpulkan materi pembelajaran. (8) Guru memberi penghargaan berdasarkan nilai kelompok yang berhasil diperoleh seluruh anggota kelompok. Model pembelajaran STAD sebagai salah satu alternatif yang dipakai dalam penyampaian materi pembelajaran selama proses belajar mengajar juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Handayama (2014:118) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) mempunyai kelebihan yaitu (1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. (2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil 6 bersama. (3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. (4) Interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. (5) Meningkatkan kecakapan individu. (6) Meningkatkan kecakapan kelompok. (7) Tidak bersifat kompetitif. (8) Tidak memiliki rasa dendam. Sedangkan Kekurangan model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) yaitu (1) Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang. (2) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena anggota yang pandai lebih dominan. (3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. (4) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. (5) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. (6) Menuntut sifat dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian true-experiment. Sugiyono (2013:107) mendefinisikan bahwa metode penelitian eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian dengan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kelas X.4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.3 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) materi yang diajarkan. Tes awal diberikan sebelum proses model pembelajaran STAD, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Tes akhir dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa setelah mengalami pembelajaran dengan menggunakan tujuh butir soal dalam bentuk essay, materi 7 tes adalah suhu dan kalor. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencari rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas data, uji homogenitas, dan pengujian hipotesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016, dimulai dari tanggal 28 Januari sampai dengan 29 Februari 2016. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan lima 4 kali pertemuan yaitu dengan rincian satu kali pemberian pre-test, dua kali pembelajaran dengan model pembelajaran STAD dan satu kali pemberian post-test. Pelaksanaan pre-test ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal tentang suatu materi atau topik dari masing-masing kelas, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebelum dilakukan pembelajaran. Soal yang digunakan berbentuk essay yang terdiri dari tujuh soal. Berdasarkan hasil perhitungan rekapitulasi hasil pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil Perhitungan Data Pre-test Kelas x S Kontrol Eksperimen 36,1 37,6 8,17 10,48 Nilai tertinggi 53 59 Nilai Terendah 18 18 Persentase Ketuntasan 0 0 Berdasarkan Tabel 1 tersebut, dapat dilihat bahwa skor awal rata-rata ( ̅ ) kelas kontrol 36,1 dan rata-rata ( ̅ ) kelas eksperimen 37,6, dengan presentasi tingkat ketuntasan nol atau tidak ada yang tuntas. Post-test dilakukan untuk melihat hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara berbeda antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Post-test ini dilakukan pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan keempat. Soal tes yang digunakan berbentuk essay yang terdiri dari tujuh soal. Berdasarkan rekapitulasi hasil tes akhir siswa dapat dilihat pada tabel 2. 8 Kelas Kontrol Eksperimen Tabel 2 Hasil Perhitungan Data Post-test Nilai Nilai Persentase S x tertinggi Terendah Ketuntasan 44 60% 69,1 8,31 85 73,3 8,43 88 47 75% Berdasarkan Tabel 2 di atas, bahwa skor akhir rata-rata ( ̅ ) kelas kontrol 69,1 dan simpangan baku 8,31 sedangkan rata-rata ( ̅ ) kelas eksperimen 73,3 dan simpangan baku 8,43. Dari data diatas menunjukkan kemampuan awal dua kelas tidak terdapat perbedaan yang begitu besar. Dengan kriteria ketuntasan untuk kelas kontrol 60% tuntas dan 40% tidak tuntas. Sedangkan untuk persentase ketuntasan pada kelas eksperimen mendapatkan ketuntasan 75% tuntas dan 25% tidak tuntas. Jadi, peningkatan rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan peningkatan rata-rata pada kelas kontrol Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 75 % dan rata-rata post-test pada kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 25 %. Hal ini berarti peningkatan rata-rata nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Pembahasan Pada penelitian ini, peneliti mengajar di kelas X3 dan X4 sebagai kelas sampel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa kelas X3 dan X4 di SMAN 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada kelas Eksperimen diterapkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan kelas kontrol menerapkan metode konvensional (metode ceramah dan tanya jawab). Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti memberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti memberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian dilanjutkan pembelajaran dengan model pembelajaran STAD. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan 9 perencanaan pembuatan perangkat penelitian yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen-instrumen penelitian yang terdiri dari tes kemampuan kognitif siswa terhadap penggunaan model pembelajaran STAD. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau, proses pembelajaran konvensional lebih rendah dibandingkan dengan pembelajaran STAD. Pembelajaran konvensional ternyata memiliki kelemahan, dimana kegiatan lebih berpusat pada guru. Siswa hanya menerima apa yang guru jelaskan, saat diberi kesempatan mereka tidak mau bertanya walaupun mereka belum mengerti. Saat proses belajar mengajar, beberapa siswa merasa mengantuk dan wajah mereka mengekpresikan kebosanan, hal ini disebabkan karena mereka sama sekali tidak termotivasi dan tidak tertarik dengan apa yang dijelaskan oleh guru. Saat dievaluasi pun banyak siswa yang mengalami kesulitan walaupun soal yang diberikan relatif mudah. Karena mereka sebenarnya belum paham dan mengerti dengan materi yang diberikan. Berbeda dengan kelas yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran STAD, siswa dituntut lebih aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal, siswa ditempatkan menjadi 6 tim yang dipilh secara heterogen yang beranggotakan 4 sampai 5 orang tiap timnya, yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Masing-masing kelompok diberi bahan ajar dan tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan, tiap kelompok didorong untuk mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran melalui diskusi kelompok, selama proses pembelajaran secara kelompok peneliti berperan sebagai fasilitator dan motivator, tiap minggu atau dua minggu, guru melaksanakan evaluasi baik secara individu maupun kelompok untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, bagi siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna 10 diberi penghargaan. Demikian pula jika semua kelompok memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna maka semua kelompok tersebut wajib diberi penghargaan. Pada pertemuan pertama dikelas eksperimen dalam proses pembelajaran, yaitu peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam belajar dengan mengajukan pertanyaan yang berisi permasalahan tentang usaha yang harus dijawab oleh siswa. Pada proses pembelajaran inilah siswa dituntut untuk aktif menjawab, bertanya dan mengeluarkan pendapat. Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa. Pembagian kelompok ini terdiri dari enam kelompok, dimana masing-masing kelompok beranggotakan empat kelompok. Selanjutnya guru memabgi LKS pada setiap kelompok, kemudian di dalam kelompok masing-masing siswa melakukan percobaan yang telah dipaparkan di dalam LKS dan memecahkan permasalahan yang terdapat dalam LKS yang telah diberikan. Pada proses ini siswa dituntut untuk aktif dan berpikir kritis mengeluarkan pendapat serta bekerja sama didalam kelompoknya guna menyelesaikan permasalahan, sedangkan peneliti (guru) hanya sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah dan membantu mendorong siswa mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan permasalahan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahan yang akan diselesaikan, juga akan mendapatkan nilai hasil belajar yang diinginkan dengan kata lain yaitu sempurna. Tahap selanjutnya adalah setiap kelompok diminta untuk menyajikan hasil diskusi di depan kelas. pada tahap inilah siswa dapat mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuannya di depan kelas, namun kebanyakan siswa masih cenderung pasif dan hanya diam ditempat duduknya meskipun sudah ditanamkan untuk aktif dalam belajar. Kebanyakan siswa mengatakan bahwa mereka malu ketika maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya dan takut salah dengan jawaban yang dikerjakan, sehingga mereka memilih diam daripada maju dan berdiri di depan kelas untuk mengemukakan pendapat. Tahap selajutnya, siswa bersama peneliti (guru) bersama-sama melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan yang sudah dikatakan. Selanjutnya nilai LKS pada pertemuan pertama materi suhu mendapatkan nilai tertinggi yaitu 11 kelompok III dengan nilai 77, untuk nilai terendah yaitu kelompok I dengan nilai 40 sedangkan kelompok II mendapat nilai 75. Kelompok IV mendapat nilai 60 untuk kelompok V mendapat nilai 52 dan kelompok VI mendapat nilai 72. Pada pertemuan kedua, siswa lebih aktif dan terlihat antusias dalam mengungkapkan pendapatnya dalam kelompok ketika melakukan kegiatan praktikum sesuai pembagian tugas dalam kelompoknya. Pada pertemuan kedua ini waktu yang digunakan untuk mempresentasikan hasil kerja diskusi tidak mengalami kendala karena siswa sudah memiliki kesiapan untuk menyelesaikan permasalahan. Untuk nilai LKS pertemuan kedua materi kalor, kelompok I mendapat nilai tertinggi dengan nilai 80 dan untuk nilai terendah adalah kelompok V dengan nilai 61 sedangkan untuk nilai kelompok II mendapat nilai 75, kelompok III mendapat nilai 73 untuk kelompok IV mendapat nilai 65 dan kelompok VI mendapat nilai 63. Setelah dilakukan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional, terlihat bahwa hasil belajar kedua kelas tersebut berbeda. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t sebesar t hitung 1,79 yang berarti H0 ditolak. Dengan kata lain rata-rata hasil belajar dengan menggunakan model Student Team Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada rata-rata hasil belajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan nilai dari hasil uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 47, didapat thitung > ttabel (1,79 > 1,67). Rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen sebesar 1,79 dan kelas kontrol sebesar 1,67. Hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. 12 DAFTAR PUSTAKA Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Handayama, J. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia. Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Lubis, A. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Gerak Lurus di Kelas X SMA Swasta Uisu Medan, Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Negeri Medan.[online] http://dikfispasca.org/wp content/uploads/2013/04/ ARTIKEL-ASNELI-27-32.pdf [6 Oktober 2015] Mulyatiningsih, E. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Rusman, 2011. Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model – Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Yamin, M. 2012. Desain Baru Pembelajaran Kontruktivisme. Jakarta: Ciputat Mega Mall 13