(stad) terhadap hasil belajar fisika siswa ke

advertisement
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 8
LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
,
,
STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email : [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas
X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Rumusan masalah
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh signifikan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achivement Divisions (STAD) terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2015/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan
model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achivement Divisions (STAD)
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah true-experiment, dengan desain
yang digunakan adalah pretest-posttest group design. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau yang berjumlah
125 siswa dan sebagai sampelnya adalah siswa kelas X.4 sebagai kelas
eksperimen dan siswa kelas X.3 sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data yang
digunakan dengan teknik observasi dan teknik tes. Data yang terkumpul
dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf
kepercayaan 95% dan kesalahan α = 0,05, diperoleh thitung (1,79) ttabel (1,67).
Sedangkan data observasi secara deskriptif dapat dilihat persentase rata-rata
aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan untuk semua
satuan aktivitas yang diamati. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Model STAD, Fisika
Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
1
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah tulang punggung negara, karena dengan pendidikan
akan menentukan keberhasilan untuk generasi sekarang dan masa yang akan
datang. Peranan pendidikan dalam hal ini tidak hanya penting bagi perkembangan
individu, melainkan perkembangan bangsa dan negara terutama di Indonesia.
Melalui proses pendidikan diharapkan siswa dapat tumbuh dan berkembang
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, salah satu alternatifnya untuk pembelajaran
fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik dan harus mendapatkan
perhatian yang lebih agar menjadi landasan yang kuat dari pengembangan dan
penguasaan sains.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau
pembelajaran tutorial (Trianto, 2010:51). Selama ini, model pembelajaran yang
diterapkan pada proses pembelajaran, khususnya fisika belum berpusat
pada
siswa, melainkan berpusat pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,
sedangkan siswa komunikan secara pasif, sehingga kemampuan siswa belum
tergali secara optimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMA Negeri 8
Lubuklinggau pada tanggal 15 September 2015 ternyata hasil belajar siswa pada
mata pelajaran fisika belum sesuai dengan yang diharapkan, terlihat dari nilai
semester sebelumnya di kelas X yang berjumlah 125 siswa, hanya 55 siswa (44%)
yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sedangkan 70 siswa
(56%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM KD) yang ditetapkan
oleh sekolah yaitu 70. Kenyataan ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman
siswa pada pelajaran fisika.
Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
keaktifan dan minat siswa dalam pembelajaran fisika adalah model Student Team
Achievement Divisions (STAD). Slavin (dalam Rusman, 2011:213) menyatakan
“model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan
2
variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti, gagasan utama di
belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu
sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru ”.
Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Divisions (STAD) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
LANDASAN TEORI
Jihad dan Haris (2012:11) mendefinisikan pembelajaran merupakan suatu
proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa
yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus
dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan
berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi
antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa disaat pembelajaran
sedang berlangsung.
Hamalik (2011:57) mendefinisikan bahwa pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu proses kegiatan interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa
dengan siswa.
Suprijono
(2009:5)
mendefinisikan
hasil
belajar
adalah
pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Dimyati dan Mudjiono (2013:3) mendefinisikan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Hamalik (2011:30) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah terjadinya
perubahan tingkah laku pada siswa, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti. Lubis, A (2012:9) mendefinisikan hasil belajar
3
adalah penguasaan hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah
diperoleh sehingga siswa dapat menampilkan pengalaman dan penguasaan bahan
pelajaran yang dipelajari. Berdasarkan pendapat tokoh di atas, maka hasil belajar
dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Bloom (dalam Yamin, 2012:41) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Dalam
penelitian ini yang diukur yaitu pada ranah kognitif.
Slameto
(2003:54-72)
mendefinisikan
hasil
belajar
siswa
dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun
faktor luar lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi tiga yaitu faktor intern, faktor ekstern dan faktor
masyarakat.
Trianto (2010:51) mendefinisikan model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial, model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, dan pengelolaan kelas. Model
pembelajaran dapat didefinisikan kerangka konseptual yang mengambarkan
prodesur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.
Maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pendekatan
lingkungan pembelajaran dan pengelolahan kelas yang mengacu pada kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Suprijono (2009:54) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara
4
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana
guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahanbahan
dan
informasi
yang
dirancang untuk
membantu
peserta
didik
menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian
tertentu pada akhir tugas. Kooperatif yaitu mengambarkan keseluruhan proses
sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif.
Shaw dalam Suprijono (2009:57) menyatakan satu ciri yang dipunyai oleh
semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling memengaruhi antara
satu dengan yang lain. Interaksi adalah saling memengaruhi individu satu dengan
individu yang lain. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar
dalam kelompok. Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2009:58)
mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1)
Positive
Interdependence
responsibility (tanggung
(saling
jawab
ketergantungan
positif),
perseorangan), (3) Face
(2)
to face
Personal
promotive
interaction (interaksi promotif), (4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota),
(5) Group processing (pemrosesan kelompok).
Berdasarkan uraian di atas maka langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik,
toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Interaksi
kelompok dalam interaksi pembelajaran kooperatif dengan kata lain bertujuan
mengembangkan keterampilan sosial (social skill).
Slavin dalam rusman (2011:213-214), pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin
dari Universitas John Hopkin USA. Student Team Achievement Divisions (STAD)
merupakan merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak
diteliti, dan merupakan model yang paling baik untuk memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang
diajarkan guru.
5
Mulyatiningsih (2011:243) menyatakan bahwa pada proses pembelajaran,
belajar kooperatif tipe Team Achievement Divisions (STAD) merupakan strategi
pembelajaran kooperatif yang memadukan penggunaan metode ceramah,
questioning dan diskusi. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat
disimpulkan model pembelajaran STAD adalah penggunaan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan penguasaan keterampilan yang diajarkan guru,
diharapkan siswa saling membantu satu sama lain dengan metode ceramah,
questioning dan diskusi.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD,
yaitu: (1) Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. (2) Guru membagi
siswa secara kelompok yang terdiri dari 4-5 orang peserta didik yang
memprioritas heterogen (keragaman) kelas dalam prestasi akademik,gender/jenis
kelamin, rasa atau etnik. (3) Guru memberikan materi terlebih dahulu. (4) Guru
memberikan tugas kepada kelompok yang sudah terbentuk. Anggota yang tahu
menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok
yang sudah terbentuk memahami. (5) Guru memberikan tugas kelompok kepada
seluruh siswa tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian
terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Pada saat mengerjakan
tugas kelompok, sesama anggota kelompok tidak boleh saling membantu. (6)
Guru mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. (7) Dan menyimpulkan materi
pembelajaran. (8) Guru memberi penghargaan berdasarkan nilai kelompok yang
berhasil diperoleh seluruh anggota kelompok.
Model pembelajaran STAD sebagai salah satu alternatif yang dipakai
dalam penyampaian materi pembelajaran selama proses belajar mengajar juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Handayama (2014:118) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
mempunyai kelebihan yaitu (1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan
dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. (2) Siswa aktif membantu
dan memotivasi semangat untuk berhasil
6
bersama. (3) Aktif berperan sebagai
tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. (4) Interaksi
antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
(5) Meningkatkan kecakapan individu. (6) Meningkatkan kecakapan kelompok.
(7) Tidak bersifat kompetitif. (8) Tidak memiliki rasa dendam. Sedangkan
Kekurangan model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD)
yaitu (1) Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang. (2) Siswa
berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena anggota yang pandai
lebih dominan. (3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga
sulit mencapai target kurikulum. (4) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran
kooperatif. (5) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru
dapat melakukan pembelajaran kooperatif. (6) Menuntut sifat dari siswa, misalnya
sifat suka bekerja sama.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
true-experiment. Sugiyono (2013:107) mendefinisikan bahwa metode penelitian
eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.
Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian dengan dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 8
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Sebagai sampel dalam penelitian ini
adalah kelas X.4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.3 sebagai kelas kontrol.
Teknik pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes
dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan
sesudah (post-test) materi yang diajarkan. Tes awal diberikan sebelum proses
model pembelajaran STAD, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa. Tes akhir dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung dengan
tujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa setelah mengalami
pembelajaran dengan menggunakan tujuh butir soal dalam bentuk essay, materi
7
tes adalah suhu dan kalor. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah mencari rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas data, uji
homogenitas, dan pengujian hipotesis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2015/2016, dimulai dari tanggal 28 Januari sampai dengan 29
Februari 2016. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan lima 4 kali pertemuan
yaitu dengan rincian satu kali pemberian pre-test, dua kali pembelajaran dengan
model pembelajaran STAD dan satu kali pemberian post-test.
Pelaksanaan pre-test ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal
tentang suatu materi atau topik dari masing-masing kelas, baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol sebelum dilakukan pembelajaran. Soal yang digunakan
berbentuk essay yang terdiri dari tujuh soal. Berdasarkan hasil perhitungan
rekapitulasi hasil pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Perhitungan Data Pre-test
Kelas
x
S
Kontrol
Eksperimen
36,1
37,6
8,17
10,48
Nilai
tertinggi
53
59
Nilai
Terendah
18
18
Persentase
Ketuntasan
0
0
Berdasarkan Tabel 1 tersebut, dapat dilihat bahwa skor awal rata-rata ( ̅ )
kelas kontrol 36,1 dan rata-rata ( ̅ ) kelas eksperimen 37,6, dengan presentasi
tingkat ketuntasan nol atau tidak ada yang tuntas.
Post-test dilakukan untuk melihat hasil belajar siswa setelah mengikuti
proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara berbeda antara kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Post-test ini dilakukan pada pertemuan terakhir yaitu
pertemuan keempat. Soal tes yang digunakan berbentuk essay yang terdiri dari
tujuh soal. Berdasarkan rekapitulasi hasil tes akhir siswa dapat dilihat pada tabel
2.
8
Kelas
Kontrol
Eksperimen
Tabel 2
Hasil Perhitungan Data Post-test
Nilai
Nilai
Persentase
S
x
tertinggi Terendah Ketuntasan
44
60%
69,1
8,31
85
73,3
8,43
88
47
75%
Berdasarkan Tabel 2 di atas, bahwa skor akhir rata-rata ( ̅ ) kelas kontrol
69,1 dan simpangan baku 8,31 sedangkan rata-rata ( ̅ ) kelas eksperimen 73,3 dan
simpangan baku 8,43. Dari data diatas menunjukkan kemampuan awal dua kelas
tidak terdapat perbedaan yang begitu besar. Dengan kriteria ketuntasan untuk
kelas kontrol 60% tuntas dan 40% tidak tuntas. Sedangkan untuk persentase
ketuntasan pada kelas eksperimen mendapatkan ketuntasan 75% tuntas dan 25%
tidak tuntas. Jadi, peningkatan rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan peningkatan rata-rata pada kelas kontrol
Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata post-test pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 75 %
dan rata-rata post-test pada kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 25 %.
Hal ini berarti peningkatan rata-rata nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol.
Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti mengajar di kelas X3 dan X4 sebagai kelas
sampel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa kelas
X3 dan X4 di SMAN 8 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada kelas Eksperimen
diterapkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD)
dan kelas kontrol menerapkan metode
konvensional (metode ceramah dan tanya jawab). Sebelum proses pembelajaran
dimulai, peneliti memberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
Sebelum proses pembelajaran dimulai, peneliti memberikan pre-test untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian dilanjutkan pembelajaran dengan
model pembelajaran STAD. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan
9
perencanaan pembuatan perangkat penelitian yang terdiri dari silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen-instrumen penelitian yang terdiri
dari tes kemampuan kognitif siswa terhadap penggunaan model pembelajaran
STAD. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh signifikan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas X SMA Negeri 8
Lubuklinggau, proses pembelajaran konvensional lebih rendah dibandingkan
dengan pembelajaran STAD. Pembelajaran konvensional ternyata memiliki
kelemahan, dimana kegiatan lebih berpusat pada guru. Siswa hanya menerima apa
yang guru jelaskan, saat diberi kesempatan mereka tidak mau bertanya walaupun
mereka belum mengerti. Saat proses belajar mengajar, beberapa siswa merasa
mengantuk dan wajah mereka mengekpresikan kebosanan, hal ini disebabkan
karena mereka sama sekali tidak termotivasi dan tidak tertarik dengan apa yang
dijelaskan oleh guru. Saat dievaluasi pun banyak siswa yang mengalami kesulitan
walaupun soal yang diberikan relatif mudah. Karena mereka sebenarnya belum
paham dan mengerti dengan materi yang diberikan.
Berbeda dengan kelas yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran
STAD, siswa dituntut lebih aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal, siswa ditempatkan menjadi 6
tim yang dipilh secara heterogen yang beranggotakan 4 sampai 5 orang tiap
timnya, yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang
berbeda.
Masing-masing
kelompok
diberi
bahan
ajar
dan
tugas-tugas
pembelajaran yang harus dikerjakan, tiap kelompok didorong untuk mempelajari
bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran melalui diskusi kelompok,
selama proses pembelajaran secara kelompok peneliti berperan sebagai fasilitator
dan motivator, tiap minggu atau dua minggu, guru melaksanakan evaluasi baik
secara individu maupun kelompok untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, bagi
siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna
10
diberi penghargaan. Demikian pula jika semua kelompok memperoleh nilai hasil
belajar yang sempurna maka semua kelompok tersebut wajib diberi penghargaan.
Pada pertemuan pertama dikelas eksperimen dalam proses pembelajaran,
yaitu peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam
belajar dengan mengajukan pertanyaan yang berisi permasalahan tentang usaha
yang harus dijawab oleh siswa. Pada proses pembelajaran inilah siswa dituntut
untuk aktif menjawab, bertanya dan mengeluarkan pendapat. Kemudian siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa. Pembagian
kelompok ini terdiri dari enam kelompok, dimana masing-masing kelompok
beranggotakan empat kelompok. Selanjutnya guru memabgi LKS pada setiap
kelompok, kemudian di dalam kelompok masing-masing siswa melakukan
percobaan yang telah dipaparkan di dalam LKS dan memecahkan permasalahan
yang terdapat dalam LKS yang telah diberikan. Pada proses ini siswa dituntut
untuk aktif dan berpikir kritis mengeluarkan pendapat serta bekerja sama didalam
kelompoknya guna menyelesaikan permasalahan, sedangkan peneliti (guru) hanya
sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah dan membantu mendorong siswa
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan permasalahan
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahan yang akan diselesaikan,
juga akan mendapatkan nilai hasil belajar yang diinginkan dengan kata lain yaitu
sempurna.
Tahap selanjutnya adalah setiap kelompok diminta untuk menyajikan hasil
diskusi di depan kelas. pada tahap inilah siswa dapat mengembangkan rasa
percaya diri dan kemampuannya di depan kelas, namun kebanyakan siswa masih
cenderung pasif dan hanya diam ditempat duduknya meskipun sudah ditanamkan
untuk aktif dalam belajar. Kebanyakan siswa mengatakan bahwa mereka malu
ketika maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya dan takut salah
dengan jawaban yang dikerjakan, sehingga mereka memilih diam daripada maju
dan berdiri di depan kelas untuk mengemukakan pendapat.
Tahap selajutnya, siswa bersama peneliti (guru) bersama-sama melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan yang sudah dikatakan. Selanjutnya
nilai LKS pada pertemuan pertama materi suhu mendapatkan nilai tertinggi yaitu
11
kelompok III dengan nilai 77, untuk nilai terendah yaitu kelompok I dengan nilai
40 sedangkan kelompok II mendapat nilai 75. Kelompok IV mendapat nilai 60
untuk kelompok V mendapat nilai 52 dan kelompok VI mendapat nilai 72.
Pada pertemuan kedua, siswa lebih aktif dan terlihat antusias dalam
mengungkapkan pendapatnya dalam kelompok ketika melakukan kegiatan
praktikum sesuai pembagian tugas dalam kelompoknya. Pada pertemuan kedua ini
waktu yang digunakan untuk mempresentasikan hasil kerja diskusi tidak
mengalami kendala karena siswa sudah memiliki kesiapan untuk menyelesaikan
permasalahan. Untuk nilai LKS pertemuan kedua materi kalor, kelompok I
mendapat nilai tertinggi dengan nilai 80 dan untuk nilai terendah adalah kelompok
V dengan nilai 61 sedangkan untuk nilai kelompok II mendapat nilai 75,
kelompok III mendapat nilai 73 untuk kelompok IV mendapat nilai 65 dan
kelompok VI mendapat nilai 63.
Setelah
dilakukan
pembelajaran
pada
kelas
eksperimen
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Divisions (STAD) dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran
konvensional, terlihat bahwa hasil belajar kedua kelas tersebut berbeda. Hal ini
ditunjukkan dari hasil uji t sebesar t hitung 1,79
yang berarti H0 ditolak.
Dengan kata lain rata-rata hasil belajar dengan menggunakan model Student Team
Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada rata-rata hasil belajar dengan
menggunakan metode pembelajaran konvensional.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan nilai dari hasil uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05
dan derajat kebebasan (dk) = 47, didapat thitung > ttabel (1,79 > 1,67). Rata-rata nilai
hasil belajar kelas eksperimen sebesar 1,79 dan kelas kontrol sebesar 1,67. Hal ini
berarti H0 ditolak dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD)
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 8 Lubuklinggau Tahun
Pelajaran 2015/2016.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayama, J. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Lubis, A. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Gerak Lurus di
Kelas X SMA Swasta Uisu Medan, Jurnal Pendidikan Fisika Universitas
Negeri Medan.[online] http://dikfispasca.org/wp content/uploads/2013/04/
ARTIKEL-ASNELI-27-32.pdf [6 Oktober 2015]
Mulyatiningsih, E. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Rusman, 2011. Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model – Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, M. 2012. Desain Baru Pembelajaran Kontruktivisme. Jakarta:
Ciputat Mega Mall
13
Download