BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Untuk memperoleh dan memiliki referensi yang diperlukan, dalam penelitian ini menggunakan beberapa kajian pustaka, antara lain sebagai berikut. Penelitian Pertama yang dilakukan oleh Bayu Hadyanto (2007) melakukan penelitian tentang “Analisis pengaruh kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen”. Penelitian ini timbul karena adanya kritik dan saran yang tinggi oleh konsumen terhadap kinerja dan manajemen sebuah perusahaan, ini ditakutkan akan mempengaruhi kepuasan dari konsumen. Untuk lebih memberikan kepuasan konsumen maka salah satu strategi yang digunakan adalah peningkatan kualitas produk dan layanan. Dalam penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif Kuantitatif dengan regresi yang bertujuan menganalisis pengaruh dari variable independen dengan variable dependen menggunakan program SPSS dan deskriptif kualitatif yang menggunakan 2 tahap yaitu angka indeks untuk mendapat gambaran dari derajat persepsi responden terhadap variabel yang diteliti, serta deskriptif dari pertanyaan terbuka yang diajukan dalam kuesioner untuk mengetahui pengaruh kualitas produk dan layanan terhadap konsumen. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa variabel independen yaitu kualitas produk dan kualitas layanan secara parsial atau individual keduanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. 12 Persamaan penelitian sebelumnya dan penelitian ini sama-sama akan membahas mengenai kualitas pelayanan, kepuasan, dan metode analisis yang digunakan sama yaitu analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Perbedaan yang diteliti disini adalah objek variabel dan masalah yang yang diteliti. Beberapa hal yang dapat dilihat secara mendalam menjadi sebuah acuan yaitu teknik analisis menggunakan regresi berganda. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Dwi Aryani dan Febrina Rosinta (2010), melakukan penelitian tentang “Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam membentuk loyalitas pelanggan” dimana penelitian ini muncul karena adanya kompetisi di dunia perdagangan yang semakin terasa, loyalitas pelanggan muncul dari adanya sebuah kepuasan konsumen dari kualitas pelayanan yang diberikan. Penelitian ini lebih banyak membahas mengenai bagaimana cara sebuah perusahaan cepat saji (Kentucky Fried Chicken) memberi kepuasan pada pelanggan dengan kualitas pelayanan yang cepat dan standarisasi pada seitap prodak yang dimiliki. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dan informasi, dalam penelitian ini menggunakan dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Dalam model analisis penelitian ini, terdapat independen variable, dependen variable serta variabel perantara (moderating variable). Hasil dari penelitian ini dapat dilihat bahwa kelima dimensi pembentuk kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Dimensi terkuat dalam menjelaskan kualitas layanan berturut-turut adalah reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara variabel kualitas layanan Kentucky Fried Chicken (KFC) terhadap kepuasan pelanggan. Perbedaan yang diteliti disini adalah dalam situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, jumlah sampel, dan terdapat 3 (tiga) variabel yaitu variabel independent, variabel dependent dan variabel perantara. Dalam penelitian sebelumnya ini kepuasan menjadi variabel moderator dari kualitas pelayanan dan loyalitas. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah, dimana sama-sama akan membahas mengenai kualitas pelayanan, dimensi dalam kualitas pelayanan dan kepuasan, selain itu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian sebelumnya ini adalah fokus dalam penelitian yaitu kualitas pelayanan, kepuasan dan loyalitas. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Nugraha (2012) yang berjudul “Kualitas Pelayanan Receptionist Terhadap Kepuasan Wisatawan Pada Front Office Di Bali Kuta Resort Badung “ dalam penelitian tersebut memiliki tujuan untuk melihat bagaimana standar kualitas layanan yang diberikan receptionist pada wisatawan di Hotel Bali Kuta Resort Badung. Variabel yang digunakan mencakup 5 aspek yaitu Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empaty. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi, dan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian tersebut menerangkan bahwa kepuasan yang muncul dari wisatawan menuntut lebih banyak pembenahan dari penguasaan bahasa asing, kecepatan dan ketepatan layanan, dan daya tangkap dalam memberikan informasi yang tepat dan jelas. Perbedaan yang dapat dilihat dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, jumlah sampel dan variabel dependent (Y) yang berbeda. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif serta fokus dalam penelitian yaitu mengukur tingkat kepuasan pelayanan dan yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian sebelumnya ini adalah fokus dalam menggunakan 5 (lima) dimensi dalam kualitas pelayanan. Penelitian keempat dilakukan oleh Achmad Tavip Junaedi (2012) yang berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Keadilan dan Kepuasan Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah Bank Syariah : Studi pada Nasabah Bank Syariah di Propinsi Riau” dalam penelitian sebelumnya ini bertujuan untuk mempublikasikan model hubungan antara kualitas layanan dan loyalitas untuk perbankan syariah. Terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan yaitu kualitas layanan sebagai variabel independen, loyalitas pelanggan sebagai variabel dependen, dan keadilan serta kepuasan pelanggan menjadi variabel mediasi. Temuan dalam penelitian ini yaitu loyalitas dapat dipertahankan jika diimplementasikan dengan kualitas pelayanan yang lebih baik. Kualitas pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan pelanggan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian sebelumnya ini adalah pendekatan kuantitatif, jenis penelitian yang digunakan yaitu explanatory dimana lebih banyak menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis dan pengumpulan data secara survey serta mendistribusikan kuesioner kepada nasabah. Perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah dimana dalam penelitian sebelumnya terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan, pendekatan yang berbeda, jenis penelitian yang berbeda, situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, dan jumlah sampel. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kualitas pelayanan dan kepuasan, menggunakan teknik penentuan sampel yang sama, selain itu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian sebelumnya ini adalah teknik penentuan sampel dan fokus penelitian. Penelitian kelima dilakukan oleh Basiya R. dan Hasan Abdul Rozak (2012) yang berjudul “ Kualitas Daya Tarik Wisata, Kepuasan dan Niat Berkunjung Kembali Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah “ dalam penelitian sebelumnya ini banyak membahas mengenai kualitas daya tarik wisata yang mempengaruhi kepuasan dan niat berkunjung kembali wisatawan di jawa tengah. Temuan dalam penelitian ini dimana, kepuasan mempengaruhi langsung niat berkunjung kembali wisatawan di jawa tengah. Teknik pengumpulan sampel digunakan teknik purposive acidental sampling yaitu pengambilan sampel wisatawan melalui 4 (empat) destinasi utama di jawa tengah, banyaknya sampel yang digunakan yaitu 126 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan melakukan pengukuran menggunakan skala likert. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskriptif dan analisis jalur menggunakan regresi berganda. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini dimana situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, jumlah sampel sudah tentu berbeda, fokus penelitian yang sedikit berbeda, dan teknik analisis yang sedikit berbeda. Persamaan penelitian ini yang dapat diambil menjadi acuan dimana teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi berganda, teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan skala likert, serta beberapa indikator dalam kepuasan dan niat berkunjung kembali. Penelitian keenam dilakukan oleh Samraz Hafez and Bakhtiar Muhhamad (2012) yang berjudul “The Impact of Service Quality, Customer Satisfaction and Loyalty Programs on Customer’s Loyalty: Evidence from Banking Sector of Pakistan “ dalam penelitian sebelumnya ini banyak dibahas bagaimana pentingnya kualitas pelayanan, kepuasan, dan program loyalitas yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Penelitian ini dilakukan pada sektor perbankan Pakistan, dan dilakukan pengambilan sampel pelanggan yang mempunyai rekening di bank yang berbeda, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 331 pelanggan. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu dimana kualitas pelayanan, kepuasan, dan program loyalitas adalah faktor penting yang dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, serta perbankan harus dapat memberikan program loyalitas yang tepat kepada pelanggan yang setia. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel independen dan 1 (satu) variabel dependen , dimana situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, jumlah sampel sudah tentu berbeda. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, yaitu fokus pada kualitas layanan, kepuasan dan loyalitas, sama-sama menggunakan kuesioner dan pengukuran menggunakan skala likert, selain itu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian sebelumnya ini adalah cara pengukuran menggunakan skala likert dan fokus pada kepuasan dan kualitas pelayanan. Penelitian ketujuh dilakukan oleh Christina O’Loughlin & Germa Coenders (2002) dengan judul “ Aplication of The European Customers Satisfaction Index to Postal Services. Structural Equation Model Versus Partial Least Squares “ dalam penelitian sebelumnya ini banyak membahas mengenai pengembangan kepuasan secara makro dan mikro dalam industri. Penelitian ini menemukan dimana kualitas produk sangat mempengaruhi kepuasan, sedangkan citra hanya menjadi prediktor loyalitas. Penelitian sebelumnya ini menggunakan 1000 responden penghuni perumahan yang dipilih secara acak. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu dimana samasama membahas kepuasan pelanggan sebagai fokus penelitian dan dalam penelitian ini yang dapat diambil sebagai acuan yaitu variabel kepuasan pelanggan serta indicator-indikator yang digunakan. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini dimana situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, jumlah sampel dan teknik analisis data. Penelitian kedelapan dilakukan oleh Veljko Marinkovic, Vladimir Senic, Sasa Obradovic & Srdan Sapic (2012) dengan judul “Understanding antecedents of customer satisfaction and word-of-mouth communication: Evidence from hypermarket chains“ dalam penelitian sebelumnya tersebut banyak dibahas mengenai indikator kepuasan pelanggan yang menggunakan jasa Hypermarket. Makalah ini bertujuan untuk mengenali elemen-elemen penting dalam menghasilkan kepuasan pelanggan, dimana ditemukan citra dan kemampuan pelayanan karyawan sangat berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan komunikasi mulut-kemulut. Dalam penelitian ini diambil sampel pria dan wanita sebanyak 228 orang dimana 133 perempuan dan 95 laki-laki, selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama membahas kepuasan serta faktor yang mempengaruhi, menggunakan SPSS dalam menganalisis, serta menggunakan skala likert untuk mengukur. Faktor yang mempengaruhi kepuasan dan skala likert dalam penelitian sebelumnya dapat dijadikan acuan dalam penelitian penulis. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis, dimana situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian. Penelitian kesembilan dilakukan oleh Ahmad Paud Mat Som, Azizan Marzuki, Maryan Yousefi dan Ala’a Nimer Abu Khalifeh (2012) dengan judul “Factor influencing Visitor Revisit Behavioral Intentions : A Case Study of Sabah, Malaysia“ dalam penelitian sebelumnya tersebut banyak membahas mengenai faktor niat berkunjung kembali yang telah disorot sebagai topik yang penting dalam pasar kompetitif dari tujuan wisata. Meskipun sejumlah besar penelitian mengenai niat berkunjung kembali belum jelas mengenai mengapa orang berkunjung kembali dan jenis karakteristik wisatawan apa yang melakukan kunjungan kembali, untuk itu penelitian sebelumnya ini memiliki tujuan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kunjungan ulang ke Sabah Malaysia. Penelitian sebelumnya terebut menemukan bahwa rekreasi dan liburan merupakan motif melakukan kunjungan ulang, dan dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden yang setia kepada sabah, niat untuk berkunjung kembali serta merekomendasikan sabah sebagai tujuan wisata sangatlah besar. Penelitian sebelumnya ini dilakukan di Kinabalu International Airport di Sabah Malaysia. menggunakan 150 responden wisatawan dan mengukur menggunakan skala likert dengan jawaban sangat setuju sampai sangat tidak setuju yang dianalisis menggunakan SPSS versi 17.0. Persamaan dalam penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis yaitu berfokus pada niat dalam melakukan kunjungan kembali, penggunaan SPSS, dan kuesioner dalam penelitian. Perbedaan dalam penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis yaitu dimana situasi keadaan objek yang diteliti, waktu penelitian, serta dalam penelitian sebelumnya lebih banyak membahas mengenai faktor dalam berkunjung kembali, tetapi dalam penelitian penulis lebih banyak membahas mengenai pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan terhadap niat dalam berkunjung kembali. Jika dilihat penelitian sebelumnya ini yang dapat dijadikan acuan yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi niat dalam melakukan kunjungan kembali, pengukuran menggunakan skala likert dan penggunaan SPSS yang sangat penting dan berguna. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, serta sumber-sumber pustaka lainnya memiliki banyak manfaat bagi penelitian yang akan dilakukan dalam upaya memperluas wawasan, memahami, dan memanfaatkan metode serta teori yang relevan dalam upaya mengkaji Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Terhadap Niat Berkunjungan Kembali Wisatawan di Daya Tarik Wisata Sangeh. 2.2 Tinjauan Konsep 2.2.1 Tinjauan tentang Pariwisata Pemahaman akan pengertian dari makna pariwisata memiliki banyak definisi, dengan berorientasi pada kepuasan wisatawan, pengusaha di bidang pariwisata, pemerintah dan masyarakat. Sebagai salah satu aktifitas fisik dan psikis manusia, pariwisata didefinisikan oleh banyak ahli dengan definisi yang tidak terlalu jauh berbeda. Tetapi dalam kegiatan penelitian ini memberikan pengertian pariwisata yang digunakan sebagai suatu tinjauan pustaka dan juga dibatasi pada pengertian. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Menurut Kodhyat (1983) Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Wahab (1975) mengemukakan pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi. Jadi dapat dilihat bahwa secara garis besar pariwisata merupakan sebuah kegiatan wisata yang dilakukan perorangan ataupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari maupun mempelajari berbagai budaya dan ilmu, serta merupakan jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi maupun penyediaan lapangan kerja. 2.2.2 Tinjauan tentang kualitas pelayanan Menurut Tjiptono (2012) kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas pelayanan. Sebagai pihak yang membeli atau mengkonsumsi produk/jasa pelanggan yang menilai kualitas pelayanan pada perusahaan, dan penilaian konsumen terhadap kinerja layanan yang diterimanya bersifat subjektif karena tergantung persepsi masing-masing individu. Lebih lanjut menurut Goetsh dan Davis (dalam Tjiptono 2012) Kualitas sendiri merupakan sebuah kondisi dinamis dimana berhubungan dengan jasa, produk, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi Jasa menurut Philip Kotler (dalam Supranto 2011) adalah sebagai berikut: “A service is any ac or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or may not be tired to physical product”. Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak terwujud dan cepat hilang, lebih cepat dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen (Supranto 2011). Menurut Kotler (2005) jasa dibagi dalam beberapa macam yaitu : 1. Barang berwujud murni Tidak ada jasa yang menyertai barang, contoh seperti barang biasa (sabun) 2. Barang berwujud yang disertai jasa Barang yang berwujud disertai dengan jasa untuk meningkatkan kualitas barang tersebut, contoh seperti produsen mobil yang tidak hanya menjual produk, tetapi sekaligus jasa (reparasi) 3. Campuran Yaitu barang dan jasa yang memiliki proporsi sama, contoh seperti restoran yang harus mengimbangi produk (makanan) dengan pelayanan . 4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan Disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan dan barang pelengkap, contoh seperti pembelian tiket pesawat yang didalamnya mencakup makan, minum, pelayanan, majalah. 5. Jasa murni Disini hanya terdiri dari jasa saja, contoh jasa menjaga bayi, dan penjaga rumah (security). Lebih lanjut Parasuraman, Zaithaml, dan Berry (1988) mendefinisikan kualitas layanan merupakan sebuah bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diharapkan (expected service) dan diterima (perceived service). Karena adanya harapan dari pembeli, perusahaan akan berusaha memberikan layanan yang berbeda untuk memenuhi harapan dan memuaskan pembeli. Ada beberapa faktor yang memperngaruhi harapan konsumen yaitu : 1. World of mouth (WOM), yaitu berasal dari sebuah pengalaman konsumen lain yang sudah terlebih dahulu mencoba produk atau jasa, dan biasanya ini timbul dari apa yang didengar oleh konsumen. 2. Personal need, yaitu merupakan kebutuhan pribadi yang mendasari dari kepuasan dalam diri seseorang. 3. Past experience, pengalaman yang telah berlalu menjadi sebuah harapan konsumen untuk mendapat sebuah barang atau jasa yang lebih atau minimal sama 4. Komunikasi external, yaitu pembentukan harapan konsumen melalui iklan dan faktor dari luar lainnya. Adapun model mengidentifikasi kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan dalam penyampaian jasa : 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen, dimana manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan pelanggan 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa, manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa, para personil mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal, harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan perusahaan. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan, terjadi bila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi yang keliru mengenai kualitas jasa. Parasuraman (1988) juga mengidentifikasi lima dimensi ServQual (Service Quality) yang dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu : 1. Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi tangibles ini akan menumbuhkan image penyedia jasa terutama bagi konsumen baru dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak image perusahaan. 2. Reliability atau keandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat. 3. Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan oleh langsung karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya jika terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi permintaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. Jadi komponen atau unsur dari dimensi ini terdiri dari kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam melayani pelanggan, dan penanganan keluhan pelanggan. 4. Assurance atau jaminan merupakan pengetahuan dan perilaku karyawan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena melibatkan persepsi konsumen terhadap risiko ketidakpastian yang tinggi terhadap kemampauan penyedia jasa. Perusahaan membangun kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani konsumen. Jadi komponen dari dimensi ini terdiri dari kompetensi karyawan yang meliputi ketrampilan, pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk melakukan pelayanan dan kredibilitas perusahaan yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan seperti, reputasi perusahaan, prestasi dan lain-lain. Selain itu anggota perusahaan harus bersikap ramah dengan menyapa pelanggan yang datang. Dalam hal ini perilaku para karyawan harus membuat konsumen tenang dan merasa perusahaan dapat menjamin jasa pelayanan yang dibutuhkan pelanggan. 5. Emphaty merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. Dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang telah disebutkan di atas, harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi tentang wujud pelayanan yang diberikan mengalami perbedaan dengan harapan pelanggan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah jasa yang dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan wisatawan, serta merupakan penampilan yang tidak berwujud yang sangat berbeda dengan produk berupa barang, serta kualitas pelayanan dibagi atas beberapa dimensi yaitu Tangibles, Reliability,Responsiveness, Assurance,dan Empaty. 2.2.3 Tinjauan tentang kepuasan Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja hasil yang dirasakan dengan harapannya (Oliver 1980), tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan merasa kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk dari pengalaman masa lampau, komentar dari sahabatnya serta janji dan informasi pasar. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan member komentar yang baik tentang perusahaan (Supranto, 2011). Lebih lanjut menurut Kotler (2005) Konsumen yang merasa puas akan produk dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan atau keinginan yang sama muncul dikemudian hari, ini menunjukkan bahwa kepuasan merupakan faktor kunci dalam konsumen melakukan pembelian ulang. Irawan (2007) menambahkan ada beberapa faktor dalam mendorong kepuasan pelanggan yaitu : 1. Kualitas produk Dalam memenuhi kepuasan konsumen, perusahaan haruslah memperhatikan kualitas produk yang dimiliki agar dapat bersaing dan menaik dari konsumen. Dalam kualitas produk terdapat enam elemen penting yang dapat menjadi pendorong konsumen yaitu performance, durability, feature, reliability, consistency, design. Pada umumnya pelanggan akan merasa puas jika produk yang digunakan berkualitas. 2. Harga Secara umum, bagi pelanggan yang sensitif, harga yang murah merupakan sumber dari kepuasan, karena mereka beranggapan akan mendapat value for money yang tinggi, tetapi bagi pelanggan yang tidak sensitif, faktor harga tidak memiliki kontribusi yang besar terhadap kepuasan. 3. Kualitas jasa Faktor ini sangat tergantung terhadap tiga hal yaitu, sistem, teknologi dan sumber daya manusia. Dalam pelaksanaannya sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting, karena biasanya jasa dapat dikatakan berkualitas jika sebuah perusahaan mampu memanajemen sumber daya manusia secara maksimal dalam memuaskan kunsumen. Dalam kualitas jasa berfokus pada 5 (lima) dimensi yang dikemukakan Parasuraman, Zeithmal dan Berry 1988 yaitu tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance. 4. Emotional factor Umumnya ini berlaku untuk beberapa produk yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti mobil, kosmetika, dan pakaian. Bagi kelompok pelanggan yang lebih menekankan emotional value, mereka akan merasakan kepuasannya apabila mereka menggunakan produk dengan merek tertentu dan dapat mempresentasikan kesuksesannya, sehingga mereka akan merasa bangga, puas dan terhormat. 5. Biaya Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam memperoleh pelayanan, atau hal-hal yang berhubungan dengan biaya dan kemudahan untuk memperoleh produk atau jasa. Dalam dunia perbankan misalnya, ketersediaan ATM (automatic teller machine) yang nyaman dan mudah dicari, akan memberikan kepuasan bagi pelanggan. Pelanggan harus mendapatkan kepuasan yang berkesinambungan agar nantinya pelanggan tersebut bersedia untuk melakukan pembelian ulang (repeat buying), dan akan memperkenalkan produk/jasa kepada orang lain (recommendation). Hal tersebut dapat menghasilkan profit jangka panjang, tetapi hanya akan terjadi apabila pelanggan merasa mendapatkan nilai (value) dari setiap melakukan transaksi dengan perusahaan. Lebih lanjut Kotler dan Keller (2007) mengemukakan bahwa terdapat beberapa cara dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan : 1. Sistem keluhan dan saran (suggestion and recommended) Perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan sudah tentu akan memberikan kesempatan pada konsumen untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan. Media yang dapat digunakan berupa kotak saran, kartu komentar, maupun saluran khusus yang digunakan dalam menyampaikan keluhan dan saran. 2. Survei periodik (periodic surveys) Sebagian besar penelitian mengenai kepuasan dilakukan dengan metode survei, itu dilakukan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan, baik menggunakan media pos, telfon, maupun wawancara. 3. Pembeli misterius (mystery shoppers) Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing. Lalu ghost shopper akan menyampaikan temuan mengenai kekurangan produk yang dimiliki perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk. 4. Analisa konsumen yang hilang (costumer loss rate) Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas. Berdasarkan definisi tersebut, disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan yang dirasakan setelah menggunakan jasa secara keseluruhan (overall), dengan cara membandingkan harapan pelanggan dengan kenyataan yang dirasakan pelanggan terhadap suatu jasa. Lebih lanjut terdapat lima faktor pendorong kepuasan seperti kualitas produk, harga, kualitas jasa, emosional faktor, dan biaya dengan empat cara mengukur kepuasan seperti keluhan, survei, pembeli misterius, dan analisa konsumen. 2.2.4 Tinjauan tentang pengambilan keputusan Menurut Hasibuan (2011) Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternarif untuk melakukan aktivitasaktivitas pada masa yang akan datang. Lebih lanjut, Menurut Pitana dan Gayatri (2005) Sebelum melakukan perjalanan wisata, seorang calon wisatawan terlebih dahulu melakukan sebuah proses mental, untuk sampai pada keputusan, menyangkut kapan akan melakukan perjalanan, berapa lama, kemana, dengan cara bagaimana, dan seterusnya. Proses pengambilan ini sangat penting artinya bagi pembangunan pariwisata, terkait dengan berbagai fakta yang mempengaruhi keputusan, dan faktorfaktor ini dapat di pengaruhi (diintervensi) dalam proses promosi (pemasaran wisata). Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan ini disamping penting sebagai dasar promosi, juga sangat penting didalam perencanaan produk dan penentuan segmentasi pasar atau target pemasaran. Hal ini semakin penting di dalam situasi kompetisi yang semakin ketat, terutama pada saat pasar mulai sangat tersegmentasi. Dalam proses pengambilan keputusan seorang wisatawan melalui fase yang sangat penting, yaitu : 1. Kebutuhan atau keinginan untuk melakukan perjalanan didasarkan oleh calon wisatawan, yang selanjutnya ditimbang-timbang apakah perjalanan tersebut memang harus dilakukan atau tidak. 2. Pencarian dan penilaian informasi. Hal ini misalnya dilakukan dengan menghubungi agen perjalanan, mempelajari bahan-bahan promosi (brosur, leaflet, media masa), atau mendiskusikan dengan mereka yang telah berpengalaman terlebih dahulu. Info ini di evaluasi dari segi keterbatasan dana dan waktu alernatif dari berbagai destinasi yang memungkinkan dikunjungi., dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. 3. Keputusan melakukan perjalanan wisata. Keputusan ini meliputi antara lain daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi, jenis akomodasi, cara bepergian, dan aktivitas yang akan dilakukan di daerah tujuan wisata. 4. Persiapan perjalanan dan pengalaman wisata. Wisatawan melakukan booking dengan segala persiapan pribadi, dan akhirnya perjalanan wisata dilakukan. 5. Evaluasi kepuasan perjalanan wisata. Selama perjalanan, tinggal di daerah tujuan wisata, dan setelah kembali kenegara asal, wisatawan secara sadar maupun tidak sadar, selalu melakukan evaluasi terhadap perjalanan wisatanya, yang akan mempengaruhi keputusan perjalanan wisatanya di masa yang akan datang. Dengan adanya fase tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan wisatawan : 1. Karakteristik wisatawan, baik karakteristik sosial, ekonomi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebangsaan, dan pengalaman sebelumnya), maupun karakteristik perilaku (seperti motivasi, sikap, dan nilai yang dianut) 2. Kesadaran akan manfaat perjalanan, pengetahuan terhadap destinasi yang akan dikunjungi, citra destinasi. 3. Gambaran perjalanan, yang meliputi jarak, lama tinggal di daerah tujuan wisata, kendala waktu dan biaya, bayangan akan resiko ketidakpastian, dan tingkat kepercayaan terhadap biro perjalanan wisata. 4. Keunggulan daerah tujuan wisata, yang meliputi jenis dan sifat atraksi yang ditawarkan, kualitas layanan, lingkungan fisik dan sosial, situasi politik, aksesibilitas, dan perilaku masyarakat lokal terhadap wisatawan. Yang juga sangat penting sebagai salah satu atribut daerah tujuan wisata adalah citra (image) yang dimilki. 2.2.5 Tinjauan tentang niat berkunjung kembali Niat berkunjungan kembali dapat dikatan merupakan sebuah prilaku loyalitas wisatawan akan sebuah jasa yang diterimanya. Minat kunjungan ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan konsumen yang akan memengaruhi perilakunya. Jika konsumen merasa puas karena mutu pelayanan yang baik, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang. Serta pelanggan yang merasa puas juga akan cenderung menyatakan hal-hal baik tentang pelayanan yang diterimanya (Kotler 2005). Singkatnya, kepuasan dapat dilihat dari minat pembelian ulang yang muncul pada diri pelanggan. Sementara konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan-tindakan negatif seperti mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan akan merekomendasikan negatif kepada orang lain. Niat beli didefinisikan sebagai purchase intention yaitu keinginan yang kuat untuk membeli kembali, pernyataan ini diperkuat oleh Henry Assael (1998), purchase intention merupakan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian berulang diwaktu yang akan datang, dan secara positif mendukung hubungan antara kepuasan pelanggan dengan prilaku niat membeli kembali. Purchase intention dalam hubungannya dengan kunjungan wisatawan dalam pembelian jasa pariwisata disebut sebagai behaviora itention to visit. Pengembangan konseptualisasi model hubungan antara kualitas pelayanan yang dirasakan, nilai layanan, dan kepuasan, relatif berpengaruh terhadap perilaku niat beli. Baker & Crompton (2000) menyatakan bahwa, persepsi kualitas layanan dan kepuasan telah terbukti menjadi indikator yang baik dari niat kunjungan kembali wisatawan (visitors future behavioral intention). Manfaat spesifik kepuasan pelanggan disebutkan mempunyai keterkaitan positif dengan niat pembelian kembali, dan berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pembelian ulang, baik crossselling, dan up-selling. Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2002). Griffin (1995) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali atau ingin membeli kembali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk memengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap pelanggan. Tahapan perilaku konsumen hingga menjadi pelanggan yang loyal adalah sebagai berikut: 1. Suspect, yaitu orang yang mungkin akan menjadi pembeli jasa perusahaan. Pada tahap ini perusahaan harus meyakinkan mereka mengenai berbagai manfaat dan keunggulan dari jasa yang ditawarkan. 2. Prospek, yaitu yang membutuhkan jasa kita dan memiliki kemampuan untuk membeli. Meskipun prospek belum membeli, biasanya mereka telah mengetahui jasa kita. Mereka mengenal kita bisa dari promosi yang kita lakukan atau ada orang lain yang merekomendasikan. 3. Pembeli berulang, yaitu orang-orang yang membeli jasa kita dua kali atau lebih. Mereka membeli kembali jasa kita karena faktor harga, kepuasan atas layanan, atau karena kebutuhan mendesak sedangkan pesaing tidak siap dengan ketersediaan jasanya. 4. Pelanggan loyal (klien), yaitu orang yang membeli secara teratur. Perusahaan memiliki hubungan yang kuat dengan mereka sehingga mereka kebal terhadap tarikan pesaing. Mulai tahap ini, mereka akan banyak memberikan kontribusi jangka panjang bagi performance perusahaan. 5. Penganjur (advocate). Selain pembeli secara teratur jasa kita, mereka juga mendorong orang lain untuk membeli jasa kita. Mereka adalah salesman dan media promosi perusahaan yang sangat efektif dan perusahaan tidak perlu membayar. Lebih lanjut Patricia (2006) menjelaskan berkunjung kembali dan kesediaan untuk merekomendasikan kepada orang lain merupakan sebuah loyalitas terhadap destinasi yang lebih dalam. Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksinya saja atau pembelian berulang, ada beberapa ciri seorang pelanggan bisa dianggap loyal, yaitu pelanggan melakukan pembelian berulang secara teratur atau mencoba kembali, pelanggan membeli antar lini produk dan jasa, pelanggan merefrensikan kepada orang lain produk atau jasa yang telah dikonsumsinya, dan pelanggan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing-pesaing lain. Niat dalam mengunjungi kembali daya tarik wisata atau destinasi merupakan bagian dari sebuah loyalitas terhadap sebuah destinasi atau sebuah objek. Jadi dapat ditarik dari pengertian diatas adalah niat berkunjung kembali merupakan sebuah bagian dari loyalitas kepada sebuah daya tarik wisata, dengan mengunjungi kembali, merekomendasikan kepada orang lain, kekebalan akan dari pesaing lain (tidak pindah), dan melakukan pembelian ulang walaupun adanya peningkatan harga. Wisatawan akan menjadi loyal setelah mengalami beberapa tahap dan dalam dunia pariwisata, adanya niat berkunjung kembali yang besar sangat mempengaruhi sebuah daya tarik kedepannya. 2.2.6 Tinjauan tentang wisatawan Wisatwan sendiri merupakan orang yang melakukan perjalanan, dan dalam bahasa inggris dapat disebut dengan istilah travelers (Yoeti, 1996), lebih lanjut definisi wisatawan menurut Internasional Union Of Official Travel Organization (IUOTO) dalam Suwena (2010) wisatawan sendiri merupakan setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraan, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang bertujuan perjalanan dapat diklasifikasikan pada salah satu hal seperti memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olah raga. Hampir sama seperti yang dituangkan dalam IUOTO pengertian wisatawan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009, merupakan semua orang yang melakukan perjalanan wisata dinamakan wisatawan, dan dalam perjalanan tersebut bukan untuk menetap ataupun mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Jadi dapat dilihat dari pengertian diatas wisatawan merupakan orang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat di negaranya menuju daerah tujuan wisata untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang bertujuan untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, olahraga dan bukan untuk mencari nafkah ataupun menetap. 2.2.7 Tinjauan tentang daya tarik wisata Menurut Wahab (1988) mengemukakan bahwa obyek wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki daya tarik wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan. Ada beberapa sumber-sumber yang dapat menarik seseorang untuk berkunjung pada sebuah objek wisata yaitu : 1. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah (natural amenities), seperti iklim pemandangan alam, danau, sungai, laut, gunung, flora dan fauna. 2. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi (man-made supply) seperti tarian, nyanyian, pakaian adat, upacara keagamaan, upacara perkawinan dan lainlain. 3. Sumber-sumber daya tarik buatan manusia, seperti sisa-sisa peradaban masa lampau, monument bersejarah, peralatan musik, rumah peribadatan dan tempat pemakaman. Menurut Undang-Undang RI No 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan, terdapat 2 (dua) jenis objek wisata yaitu objek wisata ciptaan tuhan berwujud keadaan alam, dan objek wisata ciptaan hasil karya manusia dapat berwujud museum, peninggalan sejarah, seni, tempat rekreasi dan tempat hiburan. Sejak tahun 2009 kata objek wisata diganti dengan kata daya tarik wisata, karena dianggap lebih relevan untuk menunjukkan suatu daerah tujuan wisatawan. Daya tarik wisata sebenarnya merupakan kata lain dari objek wisata yang lebih diperjelas. Menurut Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 daya tarik wisata merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dapat disimpulkan bahwa daya tarik wisata merupakan tempat atau keadaan alam yang dapat menarik minat wisatawan melalui perwujudan ciptaan tuhan (alami) dan manusia (buatan), yang didalamnya memuat seni, budaya, sejarah, kebudayaan, upacara adat dan lain-lain. 2.3 Hipotesis Hipotesis menurut Sugiyono, (2007) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, sebelum jawaban yang empiric. Berdasarkan pemaparan ini dugaan sementara atau hipotesis dari hasil penelitian ini bahwa : 1. H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap niat berkunjung kembali wisatawan 2. H2 : Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap niat berkunjung kembali wisatawan 3. H3 : Kualitas pelayanan dan kepuasan secara bersamaan berpengaruh signifikan terhadap niat berkunjung kembali wisatawan Kualitas Pelayanan (Variabel X1) H1 Kepuasan (Variabel X2) Niat Berkunjung Kembali (Variabel Y) H2 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konsep Sumber : Taviv Junaedi (2012), Festus and Maxwell (2006)