BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil yang diperoleh dalam penelitian, pembahasan tentang keterbatasan penelitian serta saran yang dapat diberikan untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan-kekurangan penelitian ini apabila dilakukan lagi di masa mendatang. 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan pengolahan serta analisa data yang peneliti lakukan, diperoleh gambaran attachment berdasarkan gejala PIU pada mahasiswa di Jakarta. Dari hasil penelitian terhadap 349 subjek yang merupakan mahasiswa di Jakarta, diperoleh hasil yang dapat ditarik menjadi beberapa kesimpulan, hasil perhitungan variable attachment terhadap variable PIU berdasarkan uji crosstab. Pada pola attachment, pola Fearful memiliki total tertinggi yaitu 100 orang subjek 28.7% dengan dimensi PIU tertinggi yaitu 99 orang subjek 28.4% pada dimensi mood regulation. Pola Dismissing, memiliki total tertinggi kedua yaitu 93 orang subjek 26.6% dengan dimensi PIU tertinggi kedua yaitu 80 orang subjek 22.9% pada dimensi cognitive preoccupation. Pada pola Secure memiliki 84 orang subjek dengan 60 orang subjek 17.2% pada dimensi compulsive internet use. Kemudian pada pola Preoccupied, memiliki 72 orang subjek 20.6% dengan 57 orang subjek 16.3% pada dimensi negative outcomes. 5.2 Diskusi Hasil penelitian tentang gambaran attachment berdasarkan teori adult attachment menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa berada pola Fearful yang memiliki total tertinggi yaitu 100 orang subjek 28.7% dengan dimensi PIU tertinggi yaitu 99 orang subjek 28.4% pada dimensi mood regulation. Hasil ini mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa dalam pola fearful memiliki persepsi yang negatif terhadap diri dan orang lain. Menurut Bartholomew Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), pola fearful percaya bahwa orang lain tidak dapat diandalkan dan merasa dirinya tidak berharga untuk mendapatkan respon emosional. Pola fearful memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan terlalu dekat dengannya. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain yang menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Dalam keadaan tertekan fearful cenderung menampilkan emosi yang dirasakan namun menolak untuk meminta perlindungan dan dukungan orang lain . Berkaitan dengan dimensi PIU tertinggi yaitu 99 orang subjek 28.4% yaitu mood regulation, dimana seorang individu menggunakan internet sebagai media untuk membuat suasana hati menjadi lebih baik, seperi perasaan yang lebih nyaman ketika menggunakan internet untuk online. Pola Dismissing, memiliki total tertinggi kedua yaitu 93 orang subjek 26.6% dengan dimensi PIU tertinggi kedua yaitu 80 orang subjek 22.9% pada dimensi cognitive preoccupation. Hasil ini mengindikasikan bahwa mahsiswa dalam pola dismissing, individu memiliki persepsi positif mengenai dirinya, tapi negatif terhadap orang lain. Individu dengan pola ini memberi makna yang tinggi terhadap dirinya, dan lebih memilih mempertahankan self worth daripada menjalin hubungan intimacy dengan orang lain. Menurut Bartholomew Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), pola dismissing memiliki tujuan utama mempertahankan jarak (emosional) dengan orang lain dan mencegah orang lain untuk menjalin hubungan yang terlalu dekat dengannya. Pola ini memiliki prasangka terhadap motivasi orang lain menjalin hubungan dengannya. Mereka memandang orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya. Berkaitan dengan dimensi PIU tertinggi kedua yaitu 80 orang subjek 22.9% pada dimensi cognitive preoccupation, dimana seorang individu ingin segera online ketika sedang dalam keadaan offline, seperti selalu ada fikiran yang membuat seseorang terdorong untuk ingin menggunakan internet. Pada pola Secure memiliki 84 orang subjek dengan 60 orang subjek 17.2% pada dimensi compulsive internet use. Hasil ini mengindikasikan bahwa mahasiswa dengan pola Secure, individu memiliki persepsi yang positif terhadap dirinya dan orang lain. Artinya ia memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga, dan mengharapkan orang lain menerima dan responsif terhadap dirinya, serta merasa nyaman dengan intimacy dan otonomi. Menurut Bartholomew Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), pola secure menginginkan hubungan yang mendalam namun terdapat keseimbangan antara kelekatan dengan pasangan dan otonomi dalam hubungan tersebut. Mereka merasa nyaman dengan kedekatan, namun juga menghargai otonomi dan merasa lebih berbahagia dengan hubungan yang dijalani apabila kedua kebutuhan tersebut dipenuhi. Berkaitan dengan dimensi PIU, 60 orang subjek 17.2% pada dimensi compulsive internet use, dimana seorang individu kesulitan untuk mengontrol waktu ketika sedang online, seperti menggunakan waktu yang lebih lama dibandingkan ketika menggunakan internet disbanding dari biasanya. Pola Preoccupied, memiliki 72 orang subjek 20.6% dengan 57 orang subjek 16.3% pada dimensi negative outcomes. Hasil ini mengindikasikan bahwa mahasiswa dengan pola Preoccupied, dimana individu memiliki persepsi yang positif terhadap orang lain, tapi negatif terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, mereka kurang merasa dirinya berharga, namun memiliki harapan dan pandangan positif bahwa orang lain akan menyediakan responsivitas emosional yang diperlukan. Menurut Bartholomew Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), individu memandang orang lain sebagai sulit dimengerti dan sangat kompleks. Pada saatsaat penuh tekanan mereka menunjukkan distress dan sangat mendambakan respon dari orang lain untuk membantunya. Berkaitan dengan dimensi PIU, 57 orang subjek 16.3% pada dimensi negative outcomes, dimana seorang individu merasakan dampak negative muncul dari penggunaan internet, seperti melalaikan tugas dan lebih mengutamakan untuk menggunakan internet untuk online. Dalam penelitian ini, peneliti sedikit kesulitan dalam mencari literatur dengan topik pola attachment dan PIU, khususnya literatur dari Indonesia. Sebaiknya dibuat lebih banyak lagi penelitian mengenai attachment atau PIU pada emerging adulthood serta pembuatan alat ukur yang sesuai digunakan di Indonesia. Untuk alat ukur attachment yaitu RSQ memang telah baik digunakan karena sudah dapat melihat keempat dari pola attachment, nemun RSQ juga masih memiliki kelemahan dimana belum memiliki fokus untuk mengukur pola attachment terhadap siapa. 5.3 Saran Dalam rangka meningkatkan, mengembangkan dan memperbaiki kekurangan- kekurangan dari penelitian ini, berikut adalah saran-saran yang dapat diberikan peneliti kepada penelitian serupa yang mungkin dilakukan di masa mendatang. 5.3.1 Saran Teoritis Saran bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya responden dipilih secara selektif agar dapat sesuai dengan kriteria yang diinginkan agar data yang didapatkan nanti dapat memiliki hasil yang lebih baik. Penelitian berikut sebaiknya juga mencari fenomena lain yang berhubungan dengan attachment dan dapat menambahkan beberapa variabel lain problematic internet use. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat membantu dalam perkembangan ilmu psikologi di Indonesia dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya. 5.3.2 Saran Praktis Berdasarkan penelitian yang dilakukan penggunaan internet yang berlebihan dapat memberi dampak buruk bagi para mahasiswa, sebaiknya mahasiswa lebih mengerti dampak buruk dari perilaku penggunaan internet dan dapat menggunakan internet dengan lebih cermat lagi.