pengaruh struktur corporate governance terhadap underpricing

advertisement
PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
UNDERPRICING (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI INDONESIA PERIODE 2005-2012)
Arif Wahyu Hidayat
Retno Kusumastuti
Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh struktur corporate governance terhadap
underpricing pada saat perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO). Penelitian ini didasarkan
pada teori sinyal (signaling theory) yang menyatakan bahwa keberadaan struktur corporate governance
yang baik pada saat perusahaan melakukan IPO akan memberikan sinyal kualitas perusahaan yang
tinggi kepada investor potensial. Struktur corporate governance yang diuji meliputi jumlah anggota
dewan komisaris, tingkat independensi dari dewan komisaris, dan keberadaan komite audit. Pengujian
hipotesis dilakukan menggunakan model regresi berganda dengan sampel 95 observasi dari perusahaan
yang melakukan IPO yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005-2012. Hasil penelitian
ini memberikan bukti empiris bahwa: (1) jumlah anggota dewan komisaris berkorelasi negatif dan
berpengaruh terhadap underpricing, (2) tingkat independensi dari dewan komisaris tidak memiliki
pengaruh terhadap underpricing, (3) keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap
underpricing, (4) struktur corporate governance (jumlah anggota dewan komisaris, independensi
dewan komisaris, dan keberadaan komite adit) secara simultan memiliki korelasi positif dan memiliki
pengaruh signifikan terhadap underpricing.
Kata kunci: corporate governance; dewan komisaris; independensi dewan domisaris; komite audit;
underpricing
ABSTRACT
This objective of this research is to examine the effect of corporate governance structure on
underpricing at initial public offering (IPO). This study is based on signaling theory to suggest that the
existence of properly corporate governance structured at the time of the IPO may signal high firm
quality to potential investors. The corporate governance structure tested include board size, board
independence, and existence of audit committee. Testing hypotheses are conducted using multiple
regression models with observations from 95 sample IPO companies listed in Indonesian Stock
Exchange during the period of 2005-2012. The empirical result show that: (1) board size have negative
correlation and have effect on underpricing, (2) board independence have no effect on underpricing,
(3) the existence of audit committee have no effect on underpricing, (4) corporate governance structure
(board size, board independence, and the existence of audit committee) simultantly have positive
correlation and have effect on underpricing.
Keywords: audit committee; bord size; board independence; corporate governance; IPO; underpricing
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
1.
Pendahuluan
Initial Public Offering (IPO) merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mencari
dana tambahan untuk pengembangan ataupun untuk perluasan bisnis perusahaan (Caselli, 2010). Pada
saat perusahaan melakukan penawaran saham perdana (IPO), perusahaan memiliki private information
mengenai prospek masa depan perusahaannya, sedangkan investor potensial memiliki informasi yang
sedikit mengenai hal tersebut. Perusahaan perlu menggunakan mekanisme yang cocok untuk
menanggulangi asimetri informasi tersebut. Menurut Akerlof (1970), investor akan menilai seluruh
perusahaan yang melakukan IPO pada nilai rata-rata. Sebagai hasil dari penilaian tersebut, perusahaan
dengan nilai yang lebih tinggi dari nilai rata-rata akan menarik diri dari pasar, dan rata-rata perusahaan
yang tersisa yang memutuskan untuk tetap dalam mencari pendanaan (IPO) akan jatuh. Proses ini akan
berlangsung hingga perusahaan yang memiliki nilai paling rendah yang tersisa di pasar. Untuk
mengatasi hal ini, perspektif signal (signaling perspective) menyatakan bahwa perusahaan dengan nilai
yang lebih tinggi (dari nilai rata-rata) termotivasi menemukan mekanisme untuk mengkomunikasikan
informasi private perusahaan yang dapat dipercaya kepada investor potensial.
Penelitian-penelitian yang ada secara luas mempergunakan teori signal (signaling theory) dalam
menunjukkan dilema asimetri informasi ini (Akerlof, 1970). Teori signal menyatakan bahwa beberapa
indikator memberikan signal kepada investor potensial mengenai kemampuan perusahaan yang
melakukan IPO serta kemungkinan nilai perusahaan yang akan datang. Laporan-laporan penelitian
terdahulu menyatakan bahwa komunikasi yang dapat dipercaya yang menjelaskan informasi penting
pada saat perusahaan melakukan IPO dapat mengurangi asimetri informasi antara penerbit IPO
(emiten) dan investor. Ide dasar dari penelitian ini adalah ketika perusahaan melakukan penawaran
saham perdana, dimana tidak terdapat alternatif sumber informasi, penilaian dari IPO perusahaan oleh
investor akan bergantung pada aset bersih dan pendapatan perusahaan, serta cash flow dari aset
tersebut. Prospektus perusahaan, yang dikeluarkan perusahaan pada saat melakukan penawaran saham
perdanaberisi informasi mengenai aset, sumber pendapatan, prospek ekonomi, dan perencanaan
investasi perusahaan. Agar dapat menambah kredibilitas dari penilaian parameter yang utama,
perusahaan akan membuat strategi dan memperlihatkan data yang memberikan sinyal terhadap
informasi yang privat dari perusahaannya kepada investor potensial.
Adanya asimetri informasi serta underpricing pada penawaran perdana juga dikemukakan oleh
Rock yang dikutip dari Susanto (2007), yang menyatakan bahwa informasi asimetri dapat terjadi antara
kelompok investor yang memiliki informasi (informed investor) dan kelompok investor yang tidak
memiliki informasi (uninformed investor). Kelompok investor yang memiliki informasi lebih baik akan
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
membeli saham-saham IPO jika nantinya akan menghasilkan return, sedangkan kelompok investor
yang memiliki informasi mengenai prospektus perusahaan emiten akan membeli saham secara acak,
baik itu saham yang overpriced maupun saham yang underpriced. Akibatnya kelompok yang tidak
memiliki informasi akan memperoleh proporsi kepemilikan yang lebih besar pada saham yang
overpriced dan meninggalkan pasar perdana karena menderita kerugian yang cukup besar. Asimetri
informasi yang terjadi dapat menimbulkan agency problem (Susanto, 2007).
Menurut teori agensi (agency theory), pihak pemegang saham (principal) mempekerjakan agent
(manajer) untuk mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien untuk
menghasilkan profit dan menjaga sustainability perusahaan. Konflik kepentingan yang sering terjadi
antara principal dan agent biasa disebut dengan agency problem, dimana agent tidak bertindak sesuai
dengan kepentingan principal sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Jensen
dan Meckling, 1976). Adanya agency problem ini dapat menghalangi tercapainya tujuan perusahaan
yaitu untuk meningkatkan value of the firm. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan sebuah
mekanisme yang disebut corporate governance. Tjager, dkk. (2003) menyatakan bahwa istilah
Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam
laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Dalam perkembangannya terdapat beragam definisi
terkait corporate governance, baik yang dilandasi oleh teori pemegang saham (shareholding theory)
maupun teori stakeholder (stakeholding theory).
Penelitian Sulistyanto (2003) memberikan indikasi positif pengaruh penerapan good corporate
governance terhadap kepercayaan masyarakat. Hal ini disebabkan perusahaan yang dikelola dengan
lebih professional dapat meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau shareholdersnya tanpa
mengabaikan kepentingan stakeholdersnya sehingga akan meningkatkan ekspektasi positif masyarakat
terhadap perusahaan yang menerapkan good corporate governance. Peran dari corporate governance
tersebut dalam menghadapi masalah agensi (agency problem), adalah dengan monitoring baik secara
internal maupun eksternal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini, Corporate governance
merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998), mekanisme corporate governance meliputi
mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kompensasi
eksekutif, dan mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional
dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing). Corporate governance memberikan
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh
return atas investinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan
kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan berkesinambungan di sektor korporat (FCGI,
2003 dalam Nasution dan Setiawan, 2007). Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada
pengaruh struktur corporate governance terhadap underpricing. Peran struktur corporate governance
ini diukur berdasarkan besarnya board size, board independence, serta komite audit.
Berdasarkan hal tersebut, ditarik beberapa pokok permasalahan penelitian; Apakah terdapat
pengaruh jumlah anggota dewan komisaris, independensi dewan komisaris, serta keberadaan komite
audit terhadap underpricing, dan apakah terdapat pengaruh dari struktur corporate governance (jumlah
anggota dari dewan komisaris, independensi dewan komisaris, dan komite audit) secara simultan atau
keseluruhan terhadap underpricing.
Tujuan dari peneltian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jumlah anggota dewan komisaris,
independensi dewan komisaris, serta keberadaan komite audit terhadap underpricing, dan menganalisis
pengaruh dari struktur corporate governance (jumlah anggota dari dewan komisaris, independensi
dewan komisaris, dan komite audit) secara simultan atau keseluruhan terhadap underpricing
perusahaan selama periode 2005-2007.
2.
Tinjauan Teoritis
Initial public offering (penawaran umum perdana) atau IPO merupakan kegiataan penawaran
saham atau efek lainnnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual
saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan
Peraturan Pelaksanaannya. Fenomena underpricing pada IPO terjadi ketika harga sekunder pada saat
IPO lebih rendah secara signifikan dibandingkan pada saat di perdagangkan di pasar sekunder. Seperti
yang dikemukakan oleh Kusumawati dan Sudento (2005) fenomena ini juga terjadi hampir di setiap
negara di dunia. Di Indonesia sendiri, tingkat underpricing yang ditemukan relatif lebih rendah
dibandingkan dengan beberapa negara maju dan negara berkembang lainnya sebagaimana telah
ditemukan oleh Ernyan dan Husnan (2002). Prastiwi dan Kusuma (2001), dan Ali dan Jogiyanto
(2003). Beberapa teori mengenai underpricing yang sering terjadi di pasar perdana antara lain;
(1) Asymmetric Information (ketidaksamaan informasi), adalah situasi dimana manajer memiliki
informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai kondisi atau prospek perusahaan dari pada yang
dimiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang
lebih banyak dari pada para investor (Brigham dan Joel, 2001). Menurut Bodie et al. (2009) dengan
adanya asimetri informasi memungkinkan seorang investor untuk mempunyai private information
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
mengenai nilai dari sebuah sekuritas yang tidak diketahui oleh pihak lain. Dengan adanya asimetri
informasi, investor bisa mendapatkan return dengan cara membeli saham pada saat underpriced dan
menjualnya pada saat overpriced. Jika private information mengindikasikan sebuah saham overpriced,
maka investor akan memutuskan untuk menjualnya.
(2) Signaling Theory (Teori Sinyal), dasar dari teori ini adalah perusahaan yang baik dapat
memberikan signal (tanda) tentang kondisi perusahaannya dengan melakukan penetapan IPO yang
underpricing. Leland dan Pylc (1977) menyatakan bahwa investor yang rasional akan
memperhitungkan bagian kepemilikan para pemilik lama atas saham menjadi suatu signal berharga
yang dapat mencerminkan nilai perusahaan. Penurunan dalam proporsi kepemilikan saham dari pemilik
lama yang ditunjukkan oleh penawaran saham baru kepada investor luar adalah sinyal yang negatif.
Sebaliknya, semakin tinggi persentase saham yang ditahan oleh pemilik lama, merupakan sinyal positif
bagi pasar. Menurut Jogiyanto (2000), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan
memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut
mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut
diterima oleh pasar. Karakteristik lainnya adalah sinyal yang diberikan haruslah mahal dan sulit untuk
ditiru bagi perusahaan yang akan melakukan IPO dengan kualitas rendah. Perusahaan yang melakukan
IPO menetapkan harga saham yang underpriced untuk memberikan sinyal bahwa perusahaannya
berkualitas tinggi (Yatim, 2011).
Pada era globalisasi saat ini, corporate governance merupakan salah satu faktor penentu yang
penting atas pertumbuhan, perkembangan, dan kesuksesan suatu perusahaan. Krisis ekonomi yang
terjadi di negara-negara di dunia tak terkecuali negara-negara di Asia beberapa tahun lalu salah satunya
merupakan akibat dari lemahnya penerapan good corporate governance. Sarra (2003) mengungkapkan
bahwa tata kelola pengelolaan perusahaan merupakan struktur yang dibuat oleh perusahaan untuk dapat
meningkatkan modal dengan biaya yang rendah. Memanfaatkan aset secara efisien, dan memiliki
karyawan yang dapat diandalkan sehingga dapat mengurangi agency cost. Terdapat dua hal yang harus
diperhatikan di dalam konsep corporate governance ini. Pertama, yaitu pentingnya para pemegang
saham untuk memperoleh haknya yakni memperoleh informasi yang benar dan tepat pada waktunya.
Kedua yaitu mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (Kaihatu, 2006). Sinyal dari struktur corporate governance
dapat dijelaskan dari jumlah anggota dewan komisaris, tingkat independnesi dewan komisaris, dan
keberadaan komite audit (Anis, 2009).
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Board of directors atau di Indonesia lebih dikenal sebagai dewan komisaris merupakan salah
satu organ perusahaan yang bertugas untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada direksi serta
memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan corporate governance dengan baik. Dewan
komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan
strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas (Zehnder, 2000). Hermalin dan Weisbach (2003) menemukan bukti bahwa
board dengan jumlah anggota yang lebih kecil akan lebih efektif dibandingkan dengan board dengan
jumlah anggota yang lebih besar. Pengaruh board size terhadap performa perusahaan dikemukakan
oleh Fama danJensen (1993) dimana ia berpendapat bahwa jumlah board yang kecil merupakan hasil
dari adanya perubahan teknologi dan organisasi yang dapat mengurangi biaya dan downsizing
perusahaan. Xie et al, (2001) mengemukakan bahwa jumlah board yang kecil akan lebih sedikit
terbebani oleh masalah birokrasi sehingga dapat menjadi lebih fungsional.
Efektifitas dari board untuk membatasi terjadinya manajemen laba dalam pelaporan keuangan
tergantung pada independensi dari anggotanya. Beasley (1996) dalam penelitiannya memberikan bukti
bahwa adanya independent directors akan mengurangi tingkat kecurangan dalam hal pelaporan
keuangan perusahaan. Seorang anggota board tidak dikatakan independen jika ia telah bekerja pada
perusahaan selama 5 tahun terakhir (Kim et all.,2010). Chtouru et al. (2001) memiliki tiga karakteristik
mengenai independensi board yaitu adanya independent directors dalam suatu board, adanya
pemisahan antara ketua dari suatu board dengan CEO, dan adanya komite nasional yang independen.
Fama dan Jensen (1983) menekankan mengenai pentingnya anggota dari outside board dalam
menjalankan fungsi pengendalian keputusan board. Adanya independensi dari pengaruh manajemen
membuat outside directors berada dalam posisi yang lebih baik untuk melindungi kepentingan
pemegang saham dari tindakan oportunis manajemen. Eksternal direksi lebih dapat menjalankan tugas
untuk melakukan monitoring perusahaan secara efektif karena memiliki kemungkinan yang lebih kecil
untuk melakukan kolusi dengan para manajer dalam mempengaruhi kesejahteraan para pemegang
saham (Dhaliwal, 2007). Pernyataan serupa dinyatakan oleh Kim et al. (2010) bahwa parapemegang
saham dan regulator percaya bahwa independent directorsakan lebih efektif dalam mengevaluasi
kinerja manajemen. Penelitian akademis juga mendukung pernyataan ini dengan memberikan
kesimpulan bahwa ketika kinera perusahaan menurun, hanya independent directors yang berani untuk
memberhentikan CEO yang dinilai kurang baik dalam menjalankan perusahaan.
Komite audit memiliki wewenang untuk mengakses catatan atau informasi tentang karyawan,
dana, aset serta sumberdaya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Komite
audit memiliki peran penting dalam struktur cororate governance dalam hal penyusunan laporan
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
keuangan yang berkualitas. Komite audit yang baik memiliki beberapa karakteristik guna mewujudkan
corporate governance yang lebih baik. Dhaliwal et al, (2007) memiliki tiga karakteristik yang dapat
memperkuat governance dari komite audit, yakni suatu komite audit memiliki minimum 3 anggota,
memiliki anggota independen dalam komite audit, dan mengadakan pertemuan setidaknya 4 kali dalam
setahun. Hrichi (2009) juga memfokuskan penelitiannya pada 3 karakteristik yang dianggap penting
dalam peningkatan corporate governance, yakni independensi dari komite audit, keahlian dari anggota
komite audit, dan frekuensi pertemuan para anggota komite audit.
3.
Metode Penelitian
3.1
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross sectional. Ada pun data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dari prospektus perusahaan pada saat melakukan
penawaran perdana (IPO) pada periode 2005-2012 (8 tahun). Penetapan penggunaan periode penelitian
yang dimulai dari tahun 2005 adalah sesuai keputsan Bappepam-LK dalam menerapkan strategi untuk
meningkatkan good corporate governance di Indonesia dengan membuat Master Plan Pasar Modal
Indonesia 2005-2009, sedangkan untuk periode yang diakhiri pada tahun 2012 adalah akhir tahun yang
paling mendekati dengan tahun pembuatan penelitian ini. Data yang akan digunakan nanti antara lain
data mengenai jumlah dewan komisaris perusahaan, jumlah dewan independen komisaris dalam
struktur dewan komisaris, dan keberadaan komite audit pada saat IPO.
3.2
Pengukuran Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat underpricing yang diukur dengan
menggunakan initial return yaitu selisih antara harga saham pada hari pertama penutupan (closing
price) pada pasar sekunder dibagi dengan harga penawaran perdana (offering price) dikali 100%
(Suyatmin dan Sujadi, 2006). Secara sistematis, initial return dapat dirumuskan sebagai berikut:
……………………………………….. (3.1)
Keterangan:
IR
: Initial return
Pt0
: Harga penawaran perdana
Pt1
: Harga penutupan (closing price) pada hari pertama di secondary market
Sumber: Suyatmin dan Sujadi (2006), Anis (2009)
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah anggota
dewan komisaris, tingkat independensi dewan komisaris, dan komite audit dalam suatu perusahaan
yang diukur dengan:
Jumlah anggota dewan komisaris dalam penelitian ini diukur berdasarkan banyaknya jumlah
anggota dewan komisaris dalam perusahaan pada saat perusahaan melakukan IPO;
Jumlah anggota dewan komisaris = Jumlah total
anggota dewan komisaris
.................................. (3.2)
Sumber: Vafeas (2000)
Independensi dari dewan komisaris menunjukkan keefektifan dewan komisaris dalam
melaksanakan tugas monitoring dan mengevaluasi kinerja manajemen. Tingkat independensi dewan
komisaris diukur berdasarkan banyaknya jumlah anggota dewan komisaris pada saat perusahaan
melakukan IPO.
Tingkat independensi komisaris = Jumlah komisaris
independen : Jumlah dewan komisaris
…….……………… (3.3)
Sumber: Yatim (2011)
Komite audit ini diukur berdasarkan ada tidaknya komite audit dalam perusahaan pada saat
melakukan IPO. Variabel ini menggunakan variabel dummy. apabila perusahaan memiliki komite audit
pada saat perusahaan melakukan IPO maka akan diberi nilai 1 dan apabila dalam struktur perusahaan
tidak memiliki komite audit pada saat melakukan IPO maka akan diberi nilai 0.
Komite Audit = Ada atau tidaknya komite audit pada
perusahaan saat melakukan IPO
………………….... (3.4)
Sumber: Anis (2009)
Dengan perhitungan rumus-rumus diatas didapatkan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian untuk kemudian dilakukan pengolahan data sesuai dengan model yang digunakan dalam
penelitian yang terdiri dari seluruh variabel penelitian.
3.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1
H11: Jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap tingkat underpricing
H10: Jumlah anggota dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing
Anis (2009) menunjukkan bahwa ukuran dewan (board size) memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan Salim Darmadi dan Randy Gunawan (2012)
menjelaskan bahwa variabel board size memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap
underpricing, secara tidak langsung board yang lebih besar diharapkan untuk mengurangi asimetri
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
informasi antara perusahaan yang IPO (Emiten) dan investor baru yang potensial. Kemudian Mak et al.
(2003) mengenai pengaruh corporate governance dengan harga saham pada saat IPO menunjukkan
bahwa board size memiliki hubungan negatif terhadap harga penawaran saham premium dan harga
pasar premium. Selanjutnya Yatim (2011) menemukan bahwa jumlah anggota dewan komisaris tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing.
Hipotesis 2
H21: Independensi dari dewan komisaris berpengaruh terhadap tingkat underpricing
H20: Independensi dari dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing
Anis (2009) menjelaskan bahwa independensi dewan komisaris (board independence) memiliki
pengaruh yang negatif signifikan terhadap besarnya underpricing. Begitu halnya dengan yang
ditemukan oleh Salim Darmadi dan Randy Gunawan (2012) yang menjelaskan bahwa independensi
dewan komisaris dihubungkan secara negatif signifikan terhadap tingkat underpricing.
Hipotesis 3
H31: Keberadaan komite audit berpengaruh terhadap tingkat underpricing
H30: Keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing
Komite audit merupakan komponen dalam struktur corporate governance untuk menciptakan
sinyal bagi para investor atas kualitas suatu perusahaan dan informasi yang terkandung dalam
prospektus. Anis (2009) menjelaskan bahwa keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap kualitas dewan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bedard et al.
(2008), ia menemukan bahwa keberadaan komite audit dapat berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat underpricing pada saat perusahaan melakukan IPO.
Hipotesis 4
H41: Struktur corporate governance (jumlah anggota dewan komisaris, tingkat independensi dewan
komisaris, keberadaan komite audit, umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan leverage perusahaan)
berpengaruh terhadap tingkat underpricing
H40: Struktur corporate governance (jumlah anggota dewan komisaris, tingkat independensi dewan
komisaris, keberadaan komite audit, umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan leverage perusahaan)
tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing
Anis (2009) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa ukuran dewan (board size) memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat underpricing dan independensi dewan (board
independence) memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap besarnya underpricing. Sedangkan
hubungan antara posisi CEO dan chairman serta terdapatnya komite audit tidak memiliki pengaruh
terhadap underpricing IPO.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
3.4
Model Analisis
Dari hipotesis pembangun diatas maka dihasilkan model analisis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
UNDPRIC=β0+ β1BSIZE + β2INDEAD + β3AC + β5AGE + β4FSIZE + β6LEV + ε
Sumber: Anis (2009)
Dimana:
-
UNDPRIC
: Tingkat underpricing yang dihitung dengan (P1-P0)/P1
dimana P1: harga penutupan pada hari pertama IPO
P0: harga penawaran
-
BSIZE
: jumlah komisaris pada dewan komisaris
-
INDEAD
: jumlah komisaris independen pada dewan komisaris
-
AC
: Komite audit yang diukur dengan menggunakan variabel dummy (1,0) dengan
nilai 1 jika perusahaan memiliki komite audit saat melakukan IPO, dan 0 jika sebaliknya.
4.
-
AGE
: jumlah (selisih) tahun dari perusahaan saat didirikan dan saat IPO
-
FSIZE
: ukuran perusahaan
Hasil dan Pembahasan
3.1
Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 berikut ini akan menjelaskan mengenai statistik deskriptif dari variabel dependen
underpricing dari sampel perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2005-2012.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Variabel
Mean
Median
UP
0.210595
0.200000
Modus Maximum Minimum Std. Dev.
0.41
0.441860
0.012987
0.133838
Sumber: Olahan penulis, 2013.
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata nilai variabel UP atau underpricing adalah
sebesar 0.210595. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata underpricing dalam sampel penelitian ini
adalah sebesar 21.06%, dengan kata lain bahwa nilai rata-rata dari harga saham perusahaan yang
menjadi sampel penelitian pada saat perusahaan tersebut melakukan IPO mengalami peningkatan
sebesar 21.06% dari nilai IPO perusahaan pada harga penutupan hari pertama saham perdana tersebut
diperjualbelikan. Tabel tersebut juga mengindikasikan bahwa tingkat underpricing yang terjadi pada
perusahaan yang menjadi sampel penelitian yang melakukan IPO periode 2005-2012 adalah berada
diantara 1.29 % hingga 44.19 %. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat underpricing sampel pada
penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim dan Randy
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
(2012) dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia periode 2003-2011 dengan nilai underpricing
maksimum (initial return) sebesar 70 %.
3.2
Analisis Regresi
Mengacu pada penentuan sampel yang telah dilakukan, penelitian ini menggunakan 95
perusahaan yang masuk dalam kriteria sampel penelitian. Setelah dilakukan uji statistik model yang
terdiri dari uji signifikansi parsial (Uji T), uji signifikansi simultan (Uji F), dan uji relevansi model atau
koefesien determinasi (R2), didapatkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.3
berikut.
Tabel 4.3 Hasil Regresi Model Penelitian
Variable Coefficient Std. Error t-­‐Statistic Prob. BSIZE INDEAD AC AGE FSIZE LEV C -­‐0.02627 -­‐0.18081 0.023339 0.000282 4.37E-­‐16 -­‐0.12099 0.438696 0.00863 0.136743 0.028718 0.000942 1.68E-­‐15 0.054419 0.069195 -­‐3.04327 -­‐1.32229 0.812718 0.298922 0.259966 -­‐2.2233 6.339984 0.0031** 0.1895 0.4186 0.7657 0.7955 0.0288* 0 R-­‐squared 0.170137 Mean dependent var 0.210595 Adjusted R-­‐squared 0.112905 S.D. dependent var 0.133838 S.E. of regression 0.126056 Akaike info criterion -­‐1.23263 Sum squared resid 1.382439 Schwarz criterion -­‐1.04324 Log likelihood 64.93372 Hannan-­‐Quinn criter. -­‐1.15613 F-­‐statistic 2.972767 Durbin-­‐Watson stat 1.6378 Prob(F-­‐statistic) 0.010917* Keterangan:
UNDPRIC=β0+ β1 BSIZE + β2 INDEAD + β3 AC + β4 FSIZE + β5 AGE + β6 LEV + ε
Tabel 4.3 menunjukkan perusahaan estimasi model penelitian pada 111 sampel yang
melakukan IPO periode 2005-2012. Variabel dependennya adalah underpricing, dan variabel
independennya antara lain jumlah anggota dewan komisaris (BSIZE), independensi dewan
komisaris (INDEAD), dan komite audit (AC). Variabel kontrolnya antara lain usia perusahaan
(AGE), ukuran perusahaan (FSIZE), dan leverage perusahaan (LEV)
* menunjukkan tingkat signifikansi pada α = 5%
** menunjukkan tingkat signifikansi pada α = 1%
Sumber: Olahan Penulis menggunakan Eviews 6.0, 2013.
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai R Squared (R2) adalah sebesar 0.170. Hasil ini
memiliki arti bahwa variabel underpricing dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen berupa
jumlah anggota dewan komisaris, independensi dari dewan komisaris, komite audit, umur perusahaan,
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
ukuran perusahaan, dan leverage sebesar 17% sedangkan sisanya sebesar 83% dijelaskan oleh faktorfaktor lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Kemudian nilai dari Adjusted R2 dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat indikasi perlunya penambahan variabel independen dalam
penelitian ini yang ditunjukkan oleh lebih kecilnya nilai Adjusted R2 dari nilai R2.
Kemudian pengujian uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh satu
variabel independen secara individual atau parsial dalam menerangkan pengaruh terhadap variabel
dependen. Pada uji t terdapat level signifikan pada signifikansi 1%, dan signifikansi pada level 5%
yang bergantung dari nilai probabilita pada t-stat.
Berdasarkan hasil Regresi pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai t-stat untuk variabel BSIZE
adalah -3.043 dengan nilai probabilitas 0.003, yang artinya bahwa variabel BSIZE memiliki koefisien
negatif terhadap underpricing dan memiliki pengaruh yang signifikan pada α = 1%. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian H11 sehingga hipotesis
H10 ditolak, yang berarti bahwa jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh negatif terhadap
underpricng sehingga dengan semakin banyaknya jumlah anggota dewan komisaris maka tingkat
underpricing akan semakin kecil. Hal ini berarti banyaknya anggota dalam dewan komisaris dapat
membantu mengurangi asimetri informasi di mata investor.
Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Anis (2009) dan Hearn (2011) yang
menunjukkan bahwa board size memiliki koefisien pengaruh negatif signifikan terhadap underpricing.
Xie et al. (2001) juga menemukan bahwa board size memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
underpricing. Dari hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris mampu membantu
mengurangi tingkat asimetri informasi perusahaan. Jumlah anggota dewan komisaris, dapat dijadikan
sebagai alat untuk mengukur kemampuan koordinasi dan komunikasi dari suatu board. Penelitian
empiris yang dilakukan sebelumnya oleh Mak et al. (2003) juga memberikan hasil bahwa board size
sebagai bagian dari struktur corporate governance memiliki hubungan negatif terhadap harga
penawaran saham premium dan harga pasar premium yang berarti bahwa semakin besar jumlah board
maka harga penawaran saham pada saat IPO cenderung rendah sehingga tingkat underpricing akan
semakin tinggi.
Dalam penelitian ini, hubungan negatif yang ditunjukkan antara jumlah anggota dewan
komisaris dengan underpricing mengindikasikan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris maka setiap orang dalam dewan komisaris tersebut memiliki kontribusi yang berbeda-beda
karena memiliki latar belakan yang berbeda sehingga dalam hal ini manfaat yang diterima oleh dewan
komisaris tersebut akan semakin besar. Selain itu, jumlah anggota dewan komisaris yang besar dapat
lebih efektif dalam meningkatkan peran struktur corporate governance di perusahaan, dimana hal ini
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
akan dapat mengurangi terjadi asimetri informasi antara perusahaan dengan investor sehingga tingkat
underpricing akan semakin kecil. Hal ini sejalan dengan hal yang diungkapkan oleh Xie et al. (2001)
terkait mengenai manajemen laba yang menyatakan bahwa jumlah board yang lebih besar cenderung
memiliki independent directors yang berpengalaman dalam bidang keuangan. Dengan demikian,
jumlah board yang lebih besar dapat lebih baik dalam mencegah terjadinya manajemen laba oleh
perusahaan.
Tabel 4.3 menunjukkan nilai t-stat untuk variabel INDEAD sebesar -1.322 dengan nilai
probabilitas 0.189 yang artinya bahwa variabel INDEAD memiliki korelasi negatif dan tidak
berpengaruh yang signifikan pada α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian
ini tidak mendukung hipotesis penelitian H21 sehingga hipotesis H20 diterima, yang berarti bahwa
jumlah independensi dari dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing perusahaan
yang melakukan IPO.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat independensi dewan komisaris, yang berfungsi
dalam pengendalian keputusan dewan komisaris tidak mampu mengendalikan tindakan oportunis
manajemen perusahaan. Independensi dewan komisaris tidak mampu menjelaskan mengenai
kemampuan perusahaan untuk mengurangi tingkat kecurangan dalam hal pelaporan keuangan. Dalam
analisis deskriptif, dapat dilihat bahwa nilai minimum dari variabel INDEAD yang menjelaskan
independensi dewan komisaris memiliki nilai 0, sedangkan nilai maksimumnya memiliki nilai 66.7%.
Yang artinya bahwa, masih terdapat perusahaan yang tidak memiliki independensi dari dewan
komisaris karena tidak memiliki dewan komisaris independen pada perusahaan tersebut saat melakukan
IPO.
Hasil ini juga diperkuat oleh Yatim (2011) yang melakukan penelitian pada bursa saham
Malaysia dari tahun 1999 hingga 2008. Penelitian tersebut tidak berhasil menemukan adanya pengaruh
antara board independence dengan underpricing. Hal ini dapat dikarenakan investor lebih percaya
bahwa perusahaan yang baru melakukan IPO akan berjalan lebih baik apabila dipimpin oleh dewan
komisaris lama yang betul-betul memahami kondisi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan dengan
baik dibandingkan dengan mempercayakan kepada board independence (Yatim, 2011).
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anis (2009). Anis (2009)
melakukan penelitian mengenai struktur board of directors dengan harga saham pada saat IPO di bursa
saham Perancis pada tahun 2000 hingga 2004. Struktur board of directors dilihat berdasarkan board
size, board independence, board leadership structure, dan adanya komite audit pada saat melakukan
IPO. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa independent directors memiliki pengaruh negatif
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
signifikan terhadap underpricing. Adanya independensi dari dewan komisaris dari suatu perusahaan
memberikan sinyal bahwa perusahaan telah melaksanakan sistem corporate governance yang baik.
Dengan itu, potensial investor akan semakin percaya dengan kredibilitas pengungkapan laporan
keuangan yang terdapat dalam prospektus sehingga dapat mengurangi rasa ketidakpercayaan investor
dan pada akhirnya akan mengurangi underpricing.
Berdasarkan Hasil Regresi pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai t-stat untuk variabel AC
adalah 0.813 dengan nilai probabilitas 0.419, yang artinya bahwa variabel AC memiliki korelasi positif
dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian H21 sehingga hipotesis H30 diterima, yang
berarti bahwa keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing perusahaan
yang melakukan IPO.
Hasil ini diperkuat oleh Anis (2009) yang melakukan penelitian pada bursa saham di Perancis
pada tahun 2000-2004. Hasil temuannya menunjukkan bahwa adanya komite audit pada perusahaan
yang melakukan IPO tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Komite audit tidak dapat
dijadikan sebagai sinyal bagi perusahaan bahwa mereka telah menjalankan fungsi monitoring-nya
dengan baik dimana hal tersebut sangat berguna bagi perusahaan yang akan melakukan IPO untuk
meyakinkan investor dalam membeli penawaran saham perusahaan. Hal ini dapat disebabkan oleh
banyaknya perusahaan di Indonesia yang masih kurang sadar mengenai pentingnya good corporate
governance dalam suatu perusahaan. Pelaksanaan sistem corporate governance yang masih kurang
baik dapat dilihat pada data yang dihimpun oleh peneliti mengenai keberadaan komite audit pada
perusahaan. Dari 111 perusahaan yang menjadi sampel penelitian, terdapat 67 (60.36%) perusahaan
yang tidak memiliki komite audit saat perusaaan tersebut melakukan penawaran perdana pada tahun
2005-2012. Hasil analisis regresi tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bedard
et al. (2008). Bedard et al. (2008) menemukan hasil bahwa adanya komite audit dapat dijadikan
sebagai signaling strategy bagi perusahaan dengan kondisi adanya independensi dari anggota komite
audit dan kompetensi anggota komite audit dalam bidang keuangan. Hal tersebut dapat berpengaruh
signifikan terhadap penurunan underpricing pada saat perusahaan melakukan IPO.
. Berdasarkan hasil uji regresi pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai F-statistic untuk model
penelitian ini adalah 2.973 dengan nilai probabilitas (F-statistik) 0.011, yang artinya bahwa struktur
corporate governance (yang dijelaskan oleh variabel jumlah anggota dewan komisaris, tingkat
independensi dewan komisaris, keberadaan komite audit, usia perusahaan, ukuran perusahaan, dan
leverage perusahaan) memiliki korelasi positif dan memiliki pengaruh yang signifikan pada α = 5%.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian H41
sehingga hipotesis H40 ditolak.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep struktur dari corporate governance untuk
dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap underpricing. Variabel yang digunakan oleh peneliti untuk
dapat menggambarkan struktur corporate governance tersebut antara lain jumlah anggota dewan
komisaris, independensi dewan komisaris, dan komite audit, serta variabel kontrol yang digunakan oleh
peneliti. Variabel-variabel tersebut secara bersama-sama memiliki korelasi positif dan pengaruh
signifikan terhadap underpricing sesuai dengan pengujian yang dilakukan oleh peneliti yang disajikan
pada Tabel 4.3 diatas. Artinya bahwa, dengan tercapainya good corporate governance terbukti mampu
menjelaskan dan berpengaruh terhadap underpricing. Good corporate governance mampu menjadi
mekanisme perusahaan untuk dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi terhadap investor
potensial.
5.
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan sebelumnya, maka diperoleh
kesimpulan antara lain; jumlah anggota dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap tingkat
underpricing; tingkat independensi dewan komisaris tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
tingkat underpricing; bahwa keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadapa underpricing; dan struktur corporate governance yang ditandai dengan jumlah anggota
dewan komisaris, tingkat independensi dewan komisaris, keberadaan komite audit, usia perusahaan,
ukuran perusahaan, dan leverage perusahaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
underpricing.
5.2
Saran
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yang berguna bagi
berbagai pihak antara lain:
•
Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur corporate governance yang berupa jumlah
anggota dewan komisarisi, independensi dewan komisaris, dan keberadaan komite audit memiliki
signifikansi yang berbeda-beda untuk dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap underpricing. Namun,
dari ketiga variabel independen tersebut hanya ada 1 variabel independen yang memiliki signifikansi
kurang dari 5% (bahkan <1%), yaitu jumlah anggota dewan komisaris. Oleh karena itu, perusahaan
dapat lebih memperhatikan variabel-variabel tersebut sebagai salah satu cara untuk memberikan sinyal
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
kepada investor dan calon investor mengenai performa perusahaan, dimana semakin banyak jumlah
anggota dewan komisaris akan memberikan pengaruh terhadap semakin rendahnya tingkat
underpricing. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris mampu membantu
mengurangi tingkat asimetri informasi perusahaan. Jumlah anggota dewan komisaris, dapat dijadikan
sebagai alat untuk mengukur kemampuan koordinasi dan komunikasi.
•
Bagi Investor dan Calon Investor
Para investor dan calon investor dapat menggunakan hasil dari penelitian ini untuk mengetahui
sinyal yang diberikan oleh perusahaan mengenai kinerjanya. Dari struktur corporate governance dalam
penelitian ini, investor dapat mempertimbangkan jumlah anggota dewan komisaris, dalam mengambil
keputusan untuk berinvestasi pada perusahaan yang akan melakukan IPO, dimana dalam hasil
kesimpulan yang telah dipaparkan oleh peneliti bahwa semakin banyak jumlah anggota dewan
komisaris akan berpengaruh terhadap semakin rendahnya tingkat underpricing.
•
Bagi Penjamin Pelaksana Emisi Efek
Penjamin pelaksana emisi efek dapat menggunakan hasil dari penelitian ini untuk menentukan
harga penawaran saham perdana yang wajar. Dalam penentuan harga, para penjamin pelaksana emisi
dapat melihat variabel jumlah anggota dewan komisaris, dimana berdasarkan hasil kesimpulan
penelitian variabel ini dapat mempengaruhi harga saham pada saat perusahaan melakukan IPO dalam
penelitian ini.
•
Bagi Regulator
Regulator sebagai pembuat kebijakan mengenai pelaksanaan corporate governance di
Indonesia diharapkan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan untuk
menetapkan kebijakan mengenai corporate governance di Indonesia agar pelaksanaan corporate
governance di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat lebih
mengawasi jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan serta pembuatan aturan mengenai
komposisi dari jumlah anggota dewan komisaris perusahaan yang akan melakukan IPO guna menjamin
terselenggaranya good corporate governance di Indonesia.
•
Bagi Kalangan Akademisi
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi para akademisi dan ilmu pengetahuan
mengenai pengaruh struktur corporate governance terhadap tingkat underpricing perusahaan. Dimana
dalam hal ini, pelaksanaan corporate governance yang baik dan efektif dapt mengurangi adanya
asimetri informasi sehingga dapat mengurangi tingkat underpricing. Oleh karena itu, penelitian ini
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
diharapkan dapat menambah literatur bagi kalangan akademisi mengenai penerapan good corporate
governance di Indonesia, khususnya dalam hal pengaruhnya terhadap tingkat underpricing.
Adapun hal-hal yang disarankan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
− Penelitian selanjutnya dapat menggunakan interval periode yang lebih panjang sehingga dapat
lebih mengetahui gambaran sebenarnya atas pengaruh variabel-variabel yang digunakan secara
lebih baik dan konsisten.
− Berdasarkan hasil analisis penelitian, penelitian ini hanya dapat memberikan gambaran 17%
atas pengaruh variabel independen (jumlah anggota dewan komisaris, independensi dewan
komisaris, dan komite audit) terhadap variabel independen. Dalam penelitian selanjutnya
diharapkan memberikan variabel independen yang lain agar dapat menjelaskan gambaran yang
lebih besar atas pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (misalnya struktur
kepemilikan, dewan direksi, CEO, dll).
− Penelitian selanjutnya dapat menggunakan ukuran lain yang sering dipergunakan dalam
mengukur tingkat underpricing seperti abnormal return.
− Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan data yang bersifat primer sehingga dapat
mengetahui secara langsung pelaksanaan sistem corporate governance dalam suatu perusahaan.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Akerlof, G.A. 1970. “The Market for “Lemons”: Quality Uncertainty and the Market Mechanism”, The
Quarterly Journal of Economics, Vol. 84, No. 3, pp. 488-500.
Ali, Syaiful & Jogiyanto, Hartono 2003. Pengaruh pemilihan metode akuntansi terhadap tingkat
underpricing saham perdana. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 6. No. 1. Januari 41-53.
Anis, MNIF. 2009. Board of directors and the pricing ofinitial public offerings (IPOs): does the
existence of a properly structured matter? evidence from france. Working Paper.
Barnhart, Scott and Stuart Rosenstein. 1998. Board Composition, Managerial Ownership and Firm
Performance: An Empirical Analysis. The Financial Review.
Beasley, M. S. 1996. An empirical analysis of the relation between the board of director composition
and financial statement fraud. The Accounting Review 71(4), 443‒465.
Bedard, Jean, Coulombe, Daniel, & Courteau, Lucie 2008. Audit Committee, underpricing of IPOs and
accuracy of management earnings forecasts, Working Paper.
Bodie, Zvi, Kane, Alex & Marcus, Alan J. 2009. Investment. Eight Edition. McGraw-Hill.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi 8, Jakarta: Erlangga.
Caselli, S. 2010. Private Equity and Venture Capital in Europe: Markets, Techniques, and Deals.
Academic Press.
Chtourou, Sonda Marrachi, Bedard, Jean, & Courteau, Lucie 2001. Corporate governance and
earnings management. Working Paper.
Darmadi, Salim dan Gunawan, Randy 2012. Underpricing, Board Structure, and Ownership: An
Empirical Examination of Indonesian IPO Firm. Working Paper. Bappepam-LK dan DJP.
Dhaliwal, Dan, Naiker, Vic, & Navisi, Farshid 2007. Audit committee financial expertise, corporate
governance and accruals quality: an empirical analysis. Working Paper.
Egon Zehnder International. (2000). “Corporate Governance and the Role of the Board of Directors”.
Ernyan & Husnan S. 2002. Perbandingan underpricing penerbitan saham perdana perusahaan keuangan
dan non-keuangan di pasar modal Indonesia: pengujian hipotesis asimetri informasi. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesi. Vol. 17. No. 4. 372-383.
Fama, Eugene F. & Jensen, M. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and
Economics, 301-325.
Hearn, Bruce 2011. The impact of corporate governance measure of the performance of West African
IPO firms. Emerging Markets Review, 12, 130-151.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Hermalin, B. E., and Weisbach, M. S. (2003), “Board of directors as endogenously determined
institution: a survey of the economic literature”, Federal Reserve Bank of New York Economic
Policy Review, Vol. 9 No. 1, pp. 1-20.
Hrichi, Yosr. 2009. The effeiciency of the audit committee in enhancing the financial reporting quality:
study of 20 Tunisian firms listed in Tunis stock exchange. Working Paper.
Jensen, M. & Meckling, W. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency cost and ownership
structure. Journal of Financial Economics, 3 (4), 350-360.
Jogiyanto, H.M. 2000, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi II, BPFE – UGM, Yogyakarta.
Kaihatu, Thomas S. 2006. Good corporate governance dan peneraannya di Indonesia. Jurnal
manajemen dan kewirausahaan, Vol 8, No. 1, Maret 2006: 1-9.
Kim, Kenneth A. Nofsinger, John R., & Mohr, Derek J. 2010. Corporate governance (3rd edition),
Pearson Education, New Jersey.
Kusmawati, Rita & Sudento, Ade. 2005. Analisis pengaruh profitabilitas (ROE), ukuran perusahaan
(SIZE) dan leverage keuangan (SOLVABILITAS) terhadap tingkat underpricing pada penawaran
perdaa (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Jakarta. Utilitas. Vol. 13, No. 1, Januari 2005.
Leland, Hayne E. & Pyle, David H. 1997. Informational asymmetries, financial structure, and financial
intermediation. The Journal of Finance, Vol. XXXII, No. 2, 371-387.
Mak, Y. T., Tan, R. S. K., Tan, Y. C. W., & Tee, H. P. 2003. Corporate governance and IPO pricing.
Working Papers of Corporate Governance & Financial Reporting Centre. Working Papers.
Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 10.
Makassar.
Prastiwi, Arum dan Kusuma, Indra Wijaya. 2001. Analisis kinerja surat berharga setelah penawaran
perdana (IPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No.2, 177-187.
Rock, K. 1986, “Why new issues are underpriced”, Journal of Financial Economics, Vol. 15 No. 1-2,
pp. 187-212.
Janis, Sarra 2003. Oversight, handsight, and foresight: Canadian corporate governance through the
lens of capital market. Corporate Governance In Global Capital Market.
Sulistyanto, Sri. 2003, Good Coporate Governance: Berhasilkah Diterapkan di Indonesia,Semarang :
Jurnal Widya Warta, No.2 Tahun XXVI, Juli.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Susanto, Liana. 2007. Analisis pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap underpricing perusahaan yang
melakukan penawaran umum perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi. Tahun XI. No. 3.
September. 221-229.
Suyatmin & Sujadi. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum
perdana di bursa efek Jakarta. Benefit. Vol. 10. No. 1. Juni. 11-32.
Tjager, I.N., A. Alijoyo H.R. Djemat, dan B. Sembodo. 2003. Corporate governance: Tantangan dan
kesempatan bagi komunitas bisnis Indonesia. Forum Corporate Governance di Indonesia (FCGI).
Vafeas, N. (1999). Board meeting frequency and firm performance. Journal of Financial Economics,
53, 113–142.
Xie, Biao, Davidson, Wallace N., III, & DaDalt, Peter J. 2001. Earnings management and corporate
governance: the role of the board and the audit committee. Working Paper
Yatim, Puan 2011. Underpricing and board structures: An Investigation of Malaysian Initial Public
Offeringm (IPOs). Working Paper.
Pengaruh Struktur ..., Arif Wahyu Hidayat, FISIP UI, 2013
Download