Page |1 MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN KATA PENGANTAR Memuat kata pengantar dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan DAFTAR ISI Memuat daftar isi masing-masing bab, sub bab, dan pokok uraian dengan nomor halaman DAFTAR GAMBAR Memuat nomor urutan dan judul gambar dengan nomor halaman RINGKASAN EKSEKUTIF Memuat ringkasan isi Kajian Fiskal Regional , yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Latar belakang, tujuan dan metodologi penyusunan Profil Makro Ekonomi Provinsi; Perkembangan pelaksanaan anggaran Pusat; Perkembangan pelaksanaan anggaran Daerah; Perkembangan pengelolaan BLU dan investasi; Hasil analisis fiskal regional; Kesimpulan dan rekomendasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Menguraikan latar belakang penyusunan Kajian Fiskal Regional. B. Tujuan dan manfaat Menguraikan tujuan dan manfaat penyusunan Kajian Fiskal Regional. C. Metodologi penyusunan Menguraikan metodologi penyusunan Kajian Fiskal Regional. Page |2 BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi 1. Inflasi Dalam bagian ini membahas mengenai peerkembangan inflasi yang ada di setiap propinsi. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi serta pengaruh inflasi terhadap kehidupan masyarakat serta belanja agregat pemerintah di propinsi tersebut. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dalam bagian ini membahas mengenai keseluruhan pertambahan nilai barang/jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian diseluruh daerah tersebut (PDRB). PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga apakah kebijakan fiskal di suatu daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (peningkatan PDRB). 3. Gini Ratio Dalam bagian ini membahas bagaimana tingkat kemerataan pendapatan di suatu daerah berdasarkan kelas pendapatan. Semakin mendekati angka nol maka pendapatan di suatu daerah tersebut akan semakin merata, sebaliknya apabila mendekati angka satu maka menggambarkan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi. Dalam bagian ini perlu diuraikan juga penyebab kemerataan atau ketimpangan pendapatan. B. Perkembangan Indikator Demografis 1. Indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Dalam bagian ini membahas perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), semakin besar indeks pembangunan manusia di suatu daerah maka dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup manusianya, dengan kata lain apakah kebijakan ekonomi di daerah tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup warganya. Selain itu, IPM di suatu propinsi dapat dibandingkan dengan IPM Nasional untuk menilai apakah daerah tersebut merupakan daerah tertinggal, daerah berkembang atau daerah yang maju. 2. Laju pertumbuhan penduduk Bagian ini menyajikan jumlah populasi penduduk beserta laju pertumbuhan tiap tahunnya. Selain itu dapat dieksplor apakah laju pertumbuhan penduduk tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi/peningkatan indeks pembangunan manusianya Page |3 3. Ketenagakerjaan Bagian ini menyajikan data jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan tingkat pengangguran terbuka pada suatu wilayah. Selain itu dapat disajikan juga perbandingan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan kesempatan kerja, serta dapat diungkapkan juga apakah angkatan kerja di daerah tersebut dapat terserap seluruhnya atau bahkan terjadi migrasi angkatan kerja ke daerah lain. 4. Kesejahteraan Bagian ini menyajikan persentase penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan pada suatu wilayah. C. Perkembangan indikator sektoral terpilih. Bagian ini menyajikan kondisi beberapa indikator sosial ekonomi pada suatu wilayah yang merupakan dampak dari kebijakan fiskal pemerintah daerah. Informasi pada bagian ini berguna untuk membahas beberapa permasalahan tematik pada bab analisis fiskal regional dengan mengaitkan kondisi sosial ekonomi dengan alokasi/realisasi anggaran pada suatu wilayah. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabel-tabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Berikut ini adalah beberapa contoh indikator yang dapat disajikan: 1. Kesehatan Bagian ini menyajikan data fasilitas dan tenaga kesehatan pada suatu wilayah di suatu daerah. Data yang disajikan dapat berupa rasio Rumah Sakit,Puskesmas untuk setiap 100.000 penduduk, Selain itu perlu disajikan juga rasio tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat untuk setiap 100.000 penduduk. 2. Pendidikan Bagian ini menyajikan data partisipasi pendidikan formal (Angka Partisipasi Sekolah), persentase buta huruf dan rasio penduduk usia sekolah (PUS) dengan jumlah sekolah dan guru pada suatu wilayah 3. Pertanian Bagian ini menyajikan data nilai tukar petani (selisih antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh petani), dan upah riil buruh tani. Hal ini untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani yang memiliki lahan dan buruh tani penggarap lahan. Selain itu dapat didetilkan menurut kondisi di daerah masing-masing, misalnya untuk daerah penghasil lobster dapat menambahkan grafik peningkatan hasil lobster. 4. Transportasi Bagian ini menyajikan kondisi jumlah panjang jalan menurut kewenangan pada suatu wilayah, serta jumlah kendaraan bermotor untuk mengetahui kondisi infrastruktur serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang menggunakan moda transportasi. Page |4 5. Konstruksi Bagian ini memuat nilai konstruksi yang diselesaikan menurut jenis pekerjaan, serta jumlah perusahaan konstruksi pada suatu wilayah, untuk mengetahui perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur pada wilayah tersebut. Indikator diatas dapat ditambahkan sesuai dengan keadaan di daerah masing-masing, misalnya yang daerah yang PADnya bersumber dari sektor pariwisata dapat menambahkan indikator sektor pariwisata seperti tingkat hunia kamar hotel/penginapan, jumlah akomodasi, rata-rata pekerja dan jumlah tamu per harinya, peningkatan jumlah wisatawan dan rata-rata lama menginap. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabeltabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Page |5 BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT Bagian ini menyajikan ilustrasi dan narasi yang mengelaborasikan perkembangan realisasi pendapatan pemerintah pusat dan pagu serta realisasi belanja pemerintah pusat (APBN) pada wilayah tersebut dan pada periode pelaporan tertentu. Eksposisi data pada bagian (batang tubuh) ini diutamakan ilustrasi grafis, sedangkan tabulasi disajikan pada lampiran. Informasi perkembangan pagu maupun realisasi meliputi satuan nominal dan persentase/proporsi perkembangannya. Disamping itu, data yang disajikan merupakan aggregat provinsi yang bersangkutan, bukan per kabupaten/kota. Adapun urutan penyajiannya adalah sebagai berikut: A. I – account Tingkat Provinsi Bagian ini menyajikan data I – account tingkat propinsi. Data dapat diambil dari data LKPP UAPPAW (Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah). B. Pendapatan Pemerintah Pusat 1. Penerimaan Perpajakan Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan penerimaan perpajakan baik itu dari berbagai jenis pajak dan bea masuk. Sebagai contoh dapat dibandingkan data antara penerimaan pajak dengan penerimaan bea masuk di propinsi x pada triwulan I. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat a. Perkembangan PNBP per Jenis PNBP Memuat realisasi penerimaan negara bukan pajak pada suatu wilayah yang dibedakan menjadi empat jenis yaitu: penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU. Sebagai contoh dapat dibandingkan data antara penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU di propinsi x pada triwulan I. b. Perkembangan PNBP FungsionalKementerian/Lembaga Memuat realisasi penerimaan negara bukan pajak pada suatu wilayah yang disajikan menurut PNBP terpilih, seperti Biaya pembuatan SIM dan denda tilang di Polri, ijin HPH di Kementerian Kehutanan, Biaya Persidangan/Perkara di Mahkamah Agung, Biaya Nikah Talak Rujuk dan Cerai (NTCR) di Kementerian Agama. Sebagai contoh dapat dibandingkan data PNBP SIM, NTCR, Ijin HPH dan Biaya Perkara/Sidang pada triwulan I. C. Belanja Pemerintah Pusat Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan belanja sebagai salah satu alat kebijakan fiskal sehingga dapat diketahui arah kebijakan fiskal yang sedang dijalankan pemerintah pusat di daerah tersebut. Page |6 1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/ Kementerian/ Lembaga Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap K/L antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA 2013. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di bagian anggaran…. 2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per Jenis Belanja. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap jenis belanja antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA 2013. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di jenis belanja…. 3. Pagu dan realisasi berdasarkan Fungsi dan Program Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per fungsi dan program. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap fungsi dan program antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA 2013. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di fungsi …. dan di program…. 4. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Kewenangan Bagian ini menyajikan data mengenai perkembangan pagu dan realisasi per jenis kewenangan. Sebagai contoh dapat dibandingkan data pagu dan realisasi tiap jenis kewenangan antara triwulan I TA 2012 dengan triwulan I TA 2013. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa belanja terbesar terdapat di fungsi …. dan di program…. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabeltabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Indikator-indikator diatas dapat juga didetilkan/dirinci ke tiap kabupaten/kota yang ada di propinsi tersebut. Page |7 BAB IV PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH Bagian ini menyajikan ilustrasi dan narasi yang mengelaborasikan perkembangan realisasi pendapatan pemerintah daerah dan pagu serta realisasi belanja pemerintah daerah (APBD), termasuk alokasi dan realisasi penyaluran dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada wilayah tersebut dan pada periode pelaporan tertentu. Eksposisi data pada bagian (batang tubuh) ini diutamakan ilustrasi grafis, sedangkan tabulasi disajikan pada lampiran. Informasi perkembangan pagu maupun realisasi meliputi satuan nominal dan persentase/proporsi perkembangannya. Disamping itu, data yang disajikan merupakan aggregat provinsi dan perbandingan antara provinsi/kabupaten/kota. Adapun urutan penyajiannya adalah sebagai berikut: A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten Kota Bagian ini menyajikan uraian besaran APBD, terkait pendapatan, belanja dan pendapatan netto 1. Berdasarkan klasifikasi ekonomi (i account) Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan format i-account. Dari I-account tersebut dapat diuraikan tiap detil dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Selain itu dapat disimpulkan juga arah kebijakan fiskalnya. 2. Berdasarkan klasifikasi fungsi Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan klasifikasi fungsi pelayanan umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi perlindungan sosial. Selain itu dapat disimpulkan fungsi mana yang menjadi prioritas pemda tersebut. 3. Berdasarkan klasifikasi urusan Bagian ini menyajikan ilustrasi pelaporan keuangan pemerintah daerah (APBD) sesuai dengan klasifikasi urusan daerah seperti: transmigrasi, perindustrian, perdagangan, pariwisata, ESDM, pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dsb. B. Alokasi dana transfer Bagian ini menyajikan data mengenai alokasi dana transfer yang diterima oleh suatu daerah, dapat diuraikan juga besaran dana yang diterima oleh daerah tersebut. Selanjutnya dapat disimpulkan alokasi dana mana yang terbesar, dan hal itu menggambarkan kondisi daerah tersebut. 1. Dana Alokasi Umum Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Alokasi Umum. Page |8 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) per bidang Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Alokasi Khusus. 3. Dana Bagi Hasil per jenis bagi hasil pendapatan Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Bagi Hasil. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian. C. Alokasi dana DK, TP dan UB Bagian ini menyajikan data alokasi dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, data dapat diambil dari database DIPA. Selain itu, dalam bagian ini dapat diuraikan juga besaran dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama. 1. Dana Dekonsentrasi Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Dana Dekonsentrasi. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. 2. Tugas Pembantuan Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Tugas Pembantuan. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. 3. Urusan Bersama Bagian ini menyajikan data kelompok pendapatan menurut jenis pendapatan Urusan Bersama. Dapat diuraikan juga penjelasan terkait dengan alokasi dana tersebut. Indikator-indikator tersebut dapat disajikan dengan ilustrasi grafis (chart, diagram, grafik), tabel-tabel perbandingan, maupun ilustrasi distribusi spasial. Indikator-indikator diatas dapat juga didetilkan/dirinci ke tiap kabupaten/kota yang ada di propinsi tersebut. Page |9 BAB V PERKEMBANGAN PENGELOLAAN BLU DAN MANAJEMEN INVESTASI A. Pengelolaan BLU Bagian ini menyajikan data mengenai pengelolaan BLU di masing-masing Kanwil Ditjen Perbendaharaan serta BLU Daerah yang dikelola oleh masing-masing propinsi/kabupateb/kota. Dalam bagian ini menyajikan BLU dan BLUD secara lebih detil terkait profil dan layanan, perkembangan aset, kemandirian BLU/BLUD, potensi satker PNBP untuk menjadi satker BLU serta analisis legal. Dapat juga ditambahkan pengertian BLU/BLUD, kriteria dan syarat menjadi BLU. 1. BLU Pusat a. Profil dan Jenis Layanan satker BLU pusat Bagian ini menyajikan data mengenai profil satuan kerja yang berstatus Badan Layanan Umum antara lain jenis layanan, nama satker, jumlah asset, pagu PNBP, Pagu RM serta total pagu. Dapat diuraikan juga jumlah keseluruhan BLU di tiap kanwil, dapat diuraikan juga per sektor layanan. b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU pusat Bagian ini menyajikan data perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM seluruh BLU Pusat yang ada di masing-masing propinsi, diuraikan juga BLU sektor mana yang paling berkembang yang terlihat dari peningkatan kepemilikan aset, peningkatan persentase pagu PNBP dibanding total pagunya. Dalam ilustrasi perlu ditampilkan perkembangan aset, pagu PNBP dan pagu RM. c. Kemandirian BLU Bagian ini menyajikan data perkembangan persentase pagu PNBP dan RM seluruh BLU Pusat yang ada di masing-masing propinsi. Selain itu perlu diuraikan berapa jumlah BLU yang memiliki pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya d. Profil dan jenis layanan satker PNBP Bagian ini menyajikan data mengenai satuan kerja yang mengelola dana PNBP, termasuk profil, jenis layanan, nilai aset, pagu PNBP, pagu RM serta total pagu. e. Potensi satker PNBP menjadi satker BLU Bagian ini menyajikan data mengenai kemungkinan satker PNBP dapat diusulkan menjadi satker BLU sesuai dengan threshold dan ketentuan. Perlu digambarkan perkembangan data aset, pagu PNBP dan pagu RM untuk diulas lebih lanjut kemungkinan menjadi satker BLU. 2. BLU Daerah a. Profil dan jenis layanan BLU daerah Bagian ini menyajikan data mengenai profil satuan kerja yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah antara lain jenis layanan, nama satker, jumlah aset, pagu P a g e | 10 PNBP, Pagu RM serta total pagu. Dapat diuraikan juga jumlah keseluruhan BLUD di tiap kanwil, dapat diuraikan juga per sektor layanan. b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU daerah Bagian ini menyajikan data perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM seluruh BLUD yang ada di masing-masing propinsi, diuraikan juga BLUD sektor mana yang paling berkembang yang terlihat dari peningkatan kepemilikan aset, peningkatan persentase pagu PNBP dibanding total pagunya. Dalam ilustrasi perlu ditampilkan perkembangan aset, pagu PNBP dan pagu RM. c. Analisis legal Bagian ini menyajikan data mengenai analisis kesesuaian aspek legal pengelolaan BLU daerah dengan peraturan induk. B. Manajemen Investasi 1. Penerusan pinjaman Bagian ini menyajikan data mengenai profil Pemda/BUMD/BUMN yang menerima Penerusan Pinjaman (SLA) di masing-masing propinsi, termasuk perkembangan angsuran pokok dan pembayaran bunga serta denda. Dapat diuraikan lebih mendetil serta permasalahan terkait pelaksanaan penerusan pinjaman 2. Kredit program Bagian ini menyajikan data mengenai profil Kelompok/Gabungan Pengusaha yang menerima Kredit Program, termasuk perkembangan angsuran pokok dan pembayaran bunga kredit program serta subsidi bunga yang diterima. Dapat diuraikan lebih mendetik serta permasalahan terkait pelaksanaan kredit program. P a g e | 11 BAB VI ANALISIS FISKAL REGIONAL A. Pendapatan Pusat dan Daerah Pada bagian ini menyajikan analisis mengenai potret pendapatan daerah, sumber penerimaan daerah serta seberapa besar konstribusi penduduk terhadap pendapatan daerah.. 1. Rasio pendapatan terhadap PDRB, mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan negara/daerah. = = = 2. Rasio pendapatan per kapita, mencerminkan kontribusi populasi/penduduk terhadap pendapatan negara/daerah. = = = ℎ ℎ ℎ B. Belanja Pusat dan Daerah Pada bagian ini menyajikan analisis mengenai seberapa besar dana transfer berperan terhadap belanja daerah, seberapa besar porsi belanja tiap penduduk di daerah tersebut, seberapa besarkah persentase belanja yang digunakan untuk belanja pegawai serta belanja modal. 1. Rasio belanja APBN, indikator ini digunakan untuk membandingkan proporsi dana APBN yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan belanja pada APBD. = + + ℎ ℎ 2. Rasio total belanja terhadap populasi, indikator ini cenderung berfungsi sebagai perbandingan spasial antar wilayah, untuk mendapatkan proporsi antara kebijakan fiskal P a g e | 12 yang tercermin dari APBD dengan indikator demografis (populasi). Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair besaran anggaran pada suatu wilayah. ℎ = ℎ 3. Rasio belanja pegawai, rasio ini untuk mengetahui seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai. = ℎ ℎ ℎ ℎ 4. Rasio belanja modal pemerintah pusat, indikator ini dimaksudkan untuk membandingkan belanja modal yang bersumber dari APBN dan APBD yang merupakan motor pertumbuhan regional. ℎ = 5. Rasio belanja modal, rasio ini untuk mengetahui tingkat fokus pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal, yang tercermin dari proporsi alokasi belanja modal dari belanja pada APBD = ℎ ℎ C. Ruang fiskal dan kemandirian daerah Dalam bagian ini menyajikan analisis apakah daerah masih memiliki ruang fiskal untuk melakukan investasi dan pembangunan di daerahnya, apakah daerah sudah benar-benar mandiri dengan PADnya saja atau terlalu banyak bergantung dengan dana transfer dari APBN. 1. Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib). Ruang Fiskal = (total pendapatan – DAK) – (belanja pegawai tak langsung) 2. Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasiodana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar daripada rasio dana transfer berarti semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan tinggi. P a g e | 13 = = D. Rasio Belanja Sektoral Dalam bagian ini menyajikan analisis mengenai alokasi belanja daerah dialokasikan ke dalam bidang-bidang tertentu, dari analisis tersebut akan terlihat pemda melakukan prioritas di bidang tertentu. Selanjutnya dapat dilihat apakah prioritas belanja tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi sesuai yang diharapkan. 1. Rasio belanja sektoral, rasio-rasio yang digunakan pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran mengenai fokus/prioritas bidang pemerintah daerah pada bidang-bidang tertentu. Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/ kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan priortas bidang diantara wilayah tersebut. Disamping itu, juga disajikan rasio-rasio yang bertujuan mendapatkan perbandingan (secara intuitif) dampak dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait. a. Belanja bidang pelayanan publik dan birokrasi = ℎ ℎ ℎ = ℎ b. Belanja bidang infrastruktur = ℎ ℎ = = ℎ ℎ ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ c. Belanja bidang kesehatan ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ . ℎ ℎ P a g e | 14 ℎ = ℎ d. Belanja bidang pendidikan ℎ ℎ ℎ = ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ= ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ e. Belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan ℎ ℎ = ℎ ℎ ℎ ℎ = ℎ = ℎ ℎ ℎ = f. ℎ ℎ Belanja bidang pertanian = ℎ = = ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ P a g e | 15 ℎ = ℎ ℎ E. SILPA dan Pembiayaan Bagian ini menyajikan analisis mengenai tingkat surplus/defisit, serta bagaimana daerah mengatur strategi untuk menutup defisit tersebut. 1. Perkembangan surplus/defisit APBD a. Rasio surplus/defisit terhadap aggregat pendapatan, rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap pendapatan, yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatan tertentu. / ℎ / = b. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB, indikator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiaya hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah. / ℎ = / c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja, rasio ini menceriminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah ℎ = ℎ ℎ ℎ 2. Perkembangan pembiayaan a. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan, rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah untuk membiayai defisit APBD. ℎ ℎ= b. Rasio keseimbangan primer, rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus keseimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai defisit − − = P a g e | 16 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Memuat kesimpulan atas Kajian Fiskal Regional yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Kondisi perkembangan ekonomi daerah - Kondisi perkembangan belanja pusat dan daerah di propinsi tersebut - Analisis fiskal regional B. Rekomendasi Memuat rekomendasi atas Kajian Fiskal Regional yang terdiri dari paragraph sebagai berikut: - Rekomendasi kebijakan belanja pusat di propinsi tersebut - Rekomendasi kebijakan belanja daerah LAMPIRAN Memuat tabel, gambar yang menjadi data pokok dari kajian fiskal regional DAFTAR PUSTAKA Memuat referensi/literatur yang dipakai dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Ketentuan dalam penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut : 1. Tuliskan nama pengarang, judul karangan dan data tentang penerbitannya (tempat, penerbit dan tahun) 2. Daftar pustaka disusun secara alfabetis tidak hanya huruf terdepannya tetapi juga huruf kedua dan seterusnya. 3. Daftar pustaka diketik satu spasi dan jarak antara masing-masing pustaka adalah dua spasi. 4. Huruf pertama dari baris pertama masing-masing pustaka diketik tepat pada garis tepi kiri tanpa ketukan (indensi) dan baris berikutnya digunakan indensi 7 karakter. 5. Apabila nama pengarang sama dan judul berbeda, maka baris pertama harus diberi garis terputus-putus sebanyak 14 (empat belas) ketukan 6. Penulisan nama pengarang diawali dengan nama keluarga, kemudian namanya. 7. Untuk dua atau tiga pengarang, nama pengarang kedua dan ketiga tidak perlu dibalik. 8. Penulisan nama pengarang yang bermarga cina atau mandarin, ditulis apa adanya (tidak diindeks). 9. Jika nama pengarang sama dalam dua tahun penerbitan berbeda, maka daftar pustaka disusun menurut urutan waktu (tahun) P a g e | 17 10. Nama pengarang sama, judul berbeda perlu diberikan garis sebanyak 14 ketukan 11. Sama sekali tidak boleh mencantumkan sumber referensi yang tidak pernah dibaca dan tidak boleh mencantumkan gelar . 12. Dalam daftar pustaka/catatan kaki, tulisan yang bersumber dari majalah/ koran/makalah yang diberi garis bawah atau ditebalkan adalah nama majalah/korannya yang menerbitkan. KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN Memuat nama pejabat/pelaksana yang berkontribusi dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional