1 PENGARUH FIXED TANGIBLE ASSET, PROFITABILITAS, FIRM SIZE, GROWTH SALES, DEVIDEND PAYOUT RATIO DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP STRUKTUR MODAL (Studi Pada Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di BEI Periode 20062009) Yudha Sabhanandita Sisworo (C2A007128) Dra. Irine Rini Demi Pangestuti, M.E. ABSTRACT This study aims to analyze the effect of fixed tangible asset, probability, firm size, dividend payout ratio, growth sales, and institutional ownership toward capital structure among listed non-financial companies at Indonesia Stock Exchange. This study using 18 non-financial companies that listed in Indonesia Stock Exchange within a period between 200-2009. The examination of hypothesis method using linear regression to examine the influence of fixed tangible asset, probability, firm size, dividend payout ratio, growth sales, and institutional ownership toward capital structure. The result of this study indicate that profitability, growth sales, and institutional ownership hav significant effect to capital structure. Whereas fixed tangible asset, firm size, and dividend payout ratio don’t have significant effect to capital structure. Keywords: fixed tangible asset, probability, firm size, dividend payout ratio, growth sales, institutional ownership,capital structure 2 1 PENDAHULUAN Manajemen keuangan menjadi penting di situasi global yang tidak menentu dan terus menuntut perusahaan agar mampu menentukan sumber dananya agar bisa beroperasi dan menjalankan usahanya. Untuk itu perusahaan dapat memperoleh dana dari dalam perusahaan (internal source) atau dari luar perusahaan (external source) (Riyanto, 2001). Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham Gapensi, 1996). Namun pihak manajemen perusahaan sering mempunyai tujuan lain yang bertentangan dengan tujuan utama tersebut. Sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Konflik antara manaher dan pemegang saham (investor) dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Manajer harus mempertimbangkan sumber dana yang akan diambil karena mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Keputusan penting yang harus diambil salah satunya adalah keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi hutang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan (Saidi, 2004). Keputusan pendanaan tersebut diambil manajer agar mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Biaya modal ini bisa muncul akibat dari penggunaan hutang sebagai sumber pendanaannya. Hutang tersebut memunculkan biaya modal yaitu biaya bunga yang dibebankan kepada debitur. Modal terdiri atas ekuitas (modal sendiri) dan hutang (debt), perbandingan hutang dan modal sendiri dalam struktur finansial perusahaan disebut struktur modal (Husnan, 1998). Penentuan proporsi hutang dan modal sebagai sumber dana perusahaan berkaitan erat dengan istilah struktur modal. Penelitian mengenai struktur modal sudah cukup banyak dilakukan. Penelitian mengenai struktur modal pertama kali dilakukan oleh ModiglianiMiller. Model ini mengatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan meningkat 3 dengan meningkatnya rasio utang terhadap modal sendiri karena adanya efek corporate tax rate shield. Dalam makalah mereka berasumsi bahwa pasar dalam keadaan sempurna. Beberapa peneliti lain yang pernah meneliti faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi struktur modal antara lain Weston dan Copeland (1994), Suad Husnan (2004), Brigham dan Houston (2001). Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa suatu perusahaan dengan aktiva yang bisa dijadikan jaminan hutang dapat menggunakan hutang lebih besar. Struktur aset perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan terutama bagi perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang besar. Aktiva tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan oleh manajer kepada kreditor sehingga manajer dapat memperoleh pinjaman dengan mudah. Struktur Aktiva juga dapat mempengaruhi fleksibilitas perusahaan dalam menentukan alternatif pendanaan eksternal karena dianggap memiliki tingkat risiko kebangkrutan relatif kecil daripada rasio aktiva tetap yang rendah (Wahidahwati, 2002). Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aktiva, dan modal. Ada tiga rasio yang dapat digunakan dalam rasio profitabilitas, yaitu rasio net profit margin (NPM), return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Net profit margin mengukur sejauh mana perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio NPM yang rendah dapat menunjukkan ketidakefisienan manajemen. ROA menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Sedangkan ROE menggambarkan tingkat return yang dihasilkan perusahaan bagi pemegang sahamnya. Profitabilitas merupakan variabel independen penting yang mempunyai pengaruh pada struktur modal. Semakin tinggi profit suatu perusahaan maka akan semakin menurun hutangnya karena semakin banyak dana internal yang tersedia untuk mendanai investasinya (Indra Wijaya, 2008). Ada beberapa teori tentang mengapa ukuran perusahaan mempunyai relasi terhadap struktur modal. Perusahaan yang lebih kecil relatif mengeluarkan biaya 4 lebih besar untuk menyelesaikan informational asymmetries terhadap kreditur dan pemodal, yang mengurangi pemakaian modal dari luar dan sebaiknya menambah pilihan pada modal daripada utang. Masalah ini bisa dikurangi dengan pemakaian utang jangka pendek (Titman & Wessel, 1988). Biaya kebangkrutan yang relatif dan probabilitas kebangkrutan (perusahaan besar lebih banyak jenis usahanya sehingga lebih kecil kemungkinan bangkrutnya) adalah kebalikan dari fungsi ukuran perusahaan. Suatu perusahaan yang mampu membayarkan dividen biasanya dinilai tinggi oleh para investor karena perusahaan tersebut mampu memberikan hasil kepada para investor. Pembayaran dividen yang dipertahankan secara terusmenerus mengindikasikan perusahaan tersebut stabil dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Perusahaan akan mengurangi pembayaran dividen karena sebagian besar keuntungan digunakan untuk membayar bunga dan cicilan pinjaman (Masdupi, 2005). Pertumbuhan penjualan perusahaan menjadi salah satu pertimbangan dalam kebijakan struktur modal. Menurut Brigham dan Houston (2001) perusahaan dengan tingkat penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Selain itu perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan lebih mudah untuk memperoleh hutang. Peningkatan pertumbuhan penjualan akan mengurangi jumlah kewajiban dari perusahaan yang pada akhirnya struktur modal dari perusahaan akan berkurang (Kesuma, 2009). Moh’d et al (1998) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar. Proporsi kepemilikan selanjutnya akan mempengaruhi kebijakan pendanaan (tercermin dalam debt to equity ratio). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh investor institusional sehingga dapat mengurangi perilaku oportunistik manajer. Dengan tingkat 5 institusi yang tinggi akan mengurangi agency cost sehingga diharapkan variabel ini memiliki koefisien negatif terhadap struktur modal. Penelitian terdahulu yang menghubungkan fixed tangible asset dengan struktur modal dilakukan oleh Wahidahwati (2002, masdupi (2005), Sulistyowati (2009), dan Yeniati (2010) yang mendapatkan hasil yang positif signifikan. Yuhasril (2006) dan Nanok (2008) mendapatkan hasil yang bertentangan, yaitu negatif signifikan terhadap struktur modal. Penelitian terdahulu yang menghubungkan profitabilitas dengan struktur modal dilakukan oleh Yuhasril (2006), Wijaya (2008) dan Reinhard (2010) mendapatkan hasil negatif dan signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Prabansari (2005) mendapatkan hasil positif signifikan terhadap struktur modal. Penelitian terdahulu yang menghubungkan ukuran perusahaan dengan struktur modal dilakukan oleh Masdupi (2005) dan Prabansari (2005) yang mendapatkan hasil positif dan signifikan. Sedangkan penelitian Hadianto (2010) mendapatkan hasil negatif signifikan terhadap struktur modal. Penelitian terdahulu yang menghubungkan dividend payout ratio dilakukan oleh masdupi (2005) yang mendapatkan hasil negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hasil penelitian yang bertentangan didapatkan oleh Wahidahwati (2002) dan Ismiyanti (2004) menemukan pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Penelitian terdahulu yang menghubungkan institutinal ownership dengan struktur modal dilakukan oleh Wahidahwai (2002), Masdupi (2005), Wijaya (2008), dan Yeniatie (2010) memperoleh hasil negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan penelitian Ismiyanti (2004) mendapatkan hasil yang bertentangan yaitu positif dan signifikan terhadap struktur modal Berdasarkan uraian keterkaitan antara variabel-variabel diatas serta perbandingan antara data faktual dengan teori yang tersedia, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Fixed Tangible Asset, Profitability, Growth Sales, Deviden Payout Ratio, Firm Size, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Struktur Modal”. 6 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Struktur Modal Struktur modal adalah bauran pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham preferen dan ekuitas saham biasa. Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan. Secara umum, dana dapat diperoleh dari luar perusahaan (ekternal financing) maupun dari dalam perusahaan (internal financing). Keputusan tentang eksternal financing sering disebut sebagai keputusan pendanaan. Sedangkan internal financing menyangkut kebijakan deviden. Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Mardiyanto, 2009). Sedangkan menurut Awat dan Mulyadi (1989), berdasarkan sumbernya, ada tiga jenis dana yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan, yaitu : penerbitan saham (equity financing), penerbitan obligasi sering disebut dengan pembelanjaan dari luar (external financing). Sedangkan penggunaan laba ditahan (retained earnings) disebut dengan pembelanjaan dari dalam perusahaan (internal financing). Dalam keputusan pembelanjaan ini akan ditentukan perimbangan yang optimal dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Yang dimaksud dengan struktur modal (capital structure) adalah perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (saham). 7 2.2 Teori Struktur Modal a. Agency Theory Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Teori ini menjelaskan bahwa manajemen merupakan agen dan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Oleh sebab itu, manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik. Kegiatan pengawasan tentu membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. b. The Trade-Off Model Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Trade off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor, seperti corporate tax, biaya kebangkrutan dan personal tax dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000). c. Pecking Order Theory Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Perusahaan menetapkan urutan pendanaan berdasarkan preferensi mereka (Mutamimah, 2003). Urutan pendanaan yang dilakukan perusahaan akan ditunjukan berikut ini : 1. Perusahaan lebih menyukai internal financing. 2. Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis. 8 3. Kebijakan dividen yang “sticky” ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, berarti bahwa terkadang aliran kas internal melebihi kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari kebutuhan investasi. 4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu dimulai dengan penerbitan hutang, convertible bond, dan alternatif yang terakhir adalah saham. 2.3 Pengaruh Fixed Tangible Asset Terhadap Struktur Modal Asset atau aktiva adalah sesuatu yang dimiliki perusahaan. Aktiva dapat digolongkan menjadi aktiva tetap, aktiva tidak berwujud dan aktiva lain-lain. Penggolongan inilah yang kemudian dikenal sebagai struktur aktiva. Chiarella et al. (dalam Wiwit Apit, 2009) menyatakan bahwa tanpa adanya asset yang dapat dijaminkan, biaya pinjaman cenderung menjadi tinggi (kreditur dapat meminta bunga pembayaran hutang yang tinggi). Penelitian yang dilakukan Tittman dan Wessels (1988), Wahidahwati (2002), dan Masdupi (2005) menunjukkan bahwa fixed asset ratio berpengaruh positif terhadap DER. Maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah : H1: Fixed Tangible assets (FTA) berpengaruh positif terhadap struktur modal. 2.4 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Menurut (Bringham & Houston, 2006), bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi, menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi, memungkinkan untuk membiayai sebagaian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Perusahaan yang profitable cenderung untuk memiliki hutang yang lebih kecil. Disamping itu, perusahaan dengan aliran kas yang bebas atau profitabilitas yang tinggi, hutang yang besar dapat membatasi kebebasan manajemen. Semakin tinggi profit suatu perusahaan maka akan semakin menurun hutangnya karena semakin banyak dana internal yang tersedia untuk mendanai investasinya (Indra Wijaya, 2008). Sesuai Pecking Order Theory, perusahaan dengan tingkat pengembalian 9 yang tinggi lebih memilih menggunakan laba ditahan (dana internal) dalam struktur pendanaannya. Profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal (Yeniatie dan Nicken, 2010). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ismiyanti (2004) dan Meyulinda (2010). Dengan demikian, hipotesis yang kedua dalam penelitian ini adalah : H2: Profitabilitas (ROA) berpengaruh secara negatif terhadap struktur modal. 2.5 Pengaruh Firm Size Terhadap Struktur Modal Perusahaan yang ukurannya relatif besar, kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Menurut Titman dan Wessel (1988) perusahaan besar lebih memilih hutang jangka panjang, sedangkan perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek. Namun demikan, size mungkin juga menjadi alternatif untuk informasi yang dimiliki pihak luar. Perusahaan yang besar sering didiversifikasikan lebih luas dan memiliki arus kas yang lebih stabil. Sehingga kemungkinan pailit lebih kecil dibanding perusahaan kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh hutang karena perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibanya dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil, dan hal ini berarti struktur modalnya juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Prabansari (2005), Wahidahwati (2002), dan Yanuar (2008) menunjukkan bahwa firm size berpengaruh positif terhadap DER. Maka hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah: H3: Firm size (SIZE) berpengaruh secara positif terhadap struktur modal. 2.6 Pengaruh Growth Sales Terhadap Struktur Modal Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman untuk memperoleh lebih banyak pinjaman, dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat penjualannya tidak stabil (Bringham & Houston, 2006). Selain itu perusahaan dengan tingkat pertumbuhan 10 penjualan yang tinggi akan lebih mudah untuk memperoleh hutang. Menurut teori pecking order perusahaan yang tunbuh dengan cepat membutuhkan modal yang besar dan memiliki kesempatan untuk meminjam lebih besar. 2.7 Pengaruh Dividend Payout Ratio Terhadap Struktur Modal Kebijakan dividen yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana untuk membayar jumlah dividen yang tetap tersebut sehingga kebutuhan pendanaan perusahaan akan meningkat. Perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah besar maka untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang sehingga kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan hutang secara searah (Emery dan Finerty, dalam Ismiyati dan Hanafi, 2004). Untuk memenuhi dana operasional perusahaan, manajer cenderung untuk menggunakan hutang lebih banyak. Maka hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah: H5: Devidend Payout Ratio (DPR) berpengaruh positif terhadap struktur modal. 2.8 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Struktur Modal Tingkat kepemilikan yang tinggi oleh institusi dalam suatu perusahaan akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh investor institusional sehingga akan mengontrol manajer untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham yang pada akhirnya akan mengurangi agency cost (Wahidahwati, 2002). Wahidahwati (2002) menemukan hubungan negatif antara institutional ownership dengan debt to equity ratio. Adanya monitoring yang efektif oleh institutional ownership menyebabkan penggunaan hutang menurun, karena peranan hutang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih oelh institutional ownership, dengan demikian mengurangi agency cost. Maka hipotesis keenam dalam penelitian ini adalah : H6: Institutional ownership (INST) berpengaruh secara negatif terhadap struktur modal. 11 3 METODE PENELITIAN Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2009. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling), yaitu : 1) Menerbitkan laporan keuangan secara lengkap’ 2) Memiliki hutang jangka panjang. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel a Struktur Modal Variabel dependen dalam penelitan ini adalah Struktur Modal yang diproxikan dengan DER. Penelitian ini membahas struktur modal dari sudut pandang penggunaan hutang untuk pendanaan operasional perusahaan sebagai unsur dalam struktur modal. Rasio DER ini menekankan pentingnya pendanaan utang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung dengan utang. Variabel DER dapat dirumuskan sebagai berikut: DER = b Fixed Tangible Asset Dengan hasil perbandingan antara aktiva tetap dan total assets akan menghasilkan Assets tangibility. Assets tangibility ini akan dihitung dengan menggunakan perbandingan antara fixed asset dan total asset. Fixed asset tangibility diproksikan sebgai berikut (Sartono, 1999): Fixed Asset Tangibility = c Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang diproksi dengan Return On Asset (ROA) yaitu rasio laba setelah pajak pada tahun sebelumnya dengan total asset diformulasikan sebagai berikut (Riyanto, 2002): tahun sebelumnya. ROA 12 ROA = d Firm Size Ukuran perusahaan memiliki hubungan positif terhadap struktur modal. Merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diproxy dengan nilai logaritma dari total asset. SIZE = Log Total Asset e Growth Sales Merupakan perubahan pendapatan penjualan yang diukur berdasarkan perbandingan antara net sales periode sekarang (net sales t) minus periode sebelumnya (net sales t-1) terhadap net sales periode sebelumnya (net sales t-1). Dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Sartono, 1999): Pertumbuhan Penjualan = f Dividend Payout Ratio Pembayaran dividen memiliki hubungan negative dengan tingkat hutang yang digunakan perusahaan. Diproksikan dengan dividend payout ratio (DPR). Pembayaran dividen meruapakan variable yang diukur dengan membandingkan dividend per share (DPR) terhadap earning per share. Variable ini menggunakan skala rasio dan diukur dengan rumus (Jensen et al, 1992): DPR = g Institutional Ownership 100% Institutional ownership yaitu persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh investor institusional, seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain atas keseluruhan saham yang beredar di luar. Institutional ownership dirumuskan sebagai berikut (Masdupi, 2005) : Institutional Ownership = 13 3.2 Model Analisis Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan progam SPSS. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model yang digunakan adalah normal dan tidak mengandung gejala multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis data deskriptif Tabel 4.1 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation DER 72 .10 3.11 .9086 .70991 FTA 72 .01 .77 .2600 .14929 ROA 72 4.66 60.66 18.1457 12.51550 SIZE 72 5.13 7.99 6.6039 .80263 GS 72 -.48 1.13 .1756 .27475 DPR 72 .01 2.99 .3873 .34977 INST 72 12.93 95.21 67.3261 19.24734 Valid N (listwise) 72 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel 18 perusahaan dikalikan dengan periode pengamatan selama 4 tahun dihasilkan jumlah data sebanyak 72. Hasil tersebut menunjukkan rata-rata masing-masing variable berada pada angka positif, meskipun terdapat angka negative pada nilai minimal dari variable growth sales. 14 4.2 Uji Asumsi Klasik 4.1.1 Uji Normalitas Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 72 Normal Parameters a,,b Mean Std. Deviation .0000000 .50920945 Most Extreme Differences Absolute .093 Positive .093 Negative -.054 Kolmogorov-Smirnov Z .786 Asymp. Sig. (2-tailed) .567 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data sekunder yang telah diolah dengan SPSS Hasil uji Kolmogorov-Smirnov ini ditunjukkan pada tabel 4.3. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0.786 dan nilai signifikan pada 0,567. Karena 0,567 lebih besar dari 0,05 (p = 0,567 > 0,05) sehingga data residual terdistribusi normal. 15 4.1.2 Uji Multikolinearitas Tabel 4.3 Unstandardized Standardized Coefficients Model B Coefficients Std. Error 1 (Constant) 1.803 Beta .756 Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF 2.383 .020 FTA .255 .557 .054 .458 .649 .577 1.732 ROA -.020 .006 -.348 -3.393 .001 .754 1.326 SIZE .077 .104 .088 .743 .460 .569 1.757 GS .611 .250 .236 2.445 .017 .847 1.181 DPR -.036 .185 -.018 -.194 .847 .956 1.046 INST -.018 .004 -.486 -4.606 .000 .710 1.408 Suatu model regresi dinyatakan bebas dari multikolonieritas jika mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10 (Ghozali, 2006). Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa semua variabel independen pada perusahaan non-keuangan mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian, model regresi dalam penelitian ini terbukti bebas dari gejala multikolonieritas. 4.1.3 Uji Hesterokedastisitas Tabel 4.4 Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) .744 .455 FTA .025 .335 ROA -.006 SIZE Coefficients Beta t Sig. 1.638 .106 .012 .075 .940 .003 -.230 -1.691 .096 -.010 .063 -.025 -.161 .873 .031 .150 .027 .208 .836 DPR -.041 .111 -.045 -.373 .710 INST -.003 .002 -.155 -1.108 .272 GS 16 Tabel 4.4 Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Coefficients Std. Error (Constant) .744 .455 FTA .025 .335 ROA -.006 SIZE Beta t Sig. 1.638 .106 .012 .075 .940 .003 -.230 -1.691 .096 -.010 .063 -.025 -.161 .873 .031 .150 .027 .208 .836 DPR -.041 .111 -.045 -.373 .710 INST -.003 .002 -.155 -1.108 .272 GS a. Dependent Variable: abresid Tabel 4.4 memperlihatkan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji statistik Glejser. Hasil Uji Tersebut menunjukkan bahwa variabel FTA, ROA, SIZE, GS, DPR, dan INST tidak signifikan, karena memiliki nilai signifikansi lebih dari 5%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen model tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas dalam varian kesalahannya. Semua varibel independen yang digunakan tidak mempengaruhi residualnya. 17 4.1.4 Uji Autokorelasi Tabel 4.5 b Model Summary Model R 1 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate R Square .697 a .485 .438 Durbin-Watson .53219 2.531 a. Predictors: (Constant), INST, GS, DPR, FTA, ROA, SIZE b. Dependent Variable: DER Berdasarkan hasil analisis regresi pada model perusahaan non-keuangan periode 2006-2009, diperoleh nilai hitung Durbin-Watson sebesar 2,531. Besarnya D-W tabel: dl (batas luar) = 1,433; du (batas dalam) = 1,802; 4-dl = 2,567; dan 4-du = 2,198. Maka dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa DW-test terletak di daerah ragu-ragu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai berikut: Gambar 4.2 Posisi Uji Autokorelasi Durbin-Watson Perusahaan Non-Keuangan Autokorelasi Positif 0 Tidak Ada Autokorelasi Daerah raguragu 1,458 1,801 Daerah raguragu 2,199 Autokorelasi negatif 2,542 4 2.531 Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa Durbin-Watson berada pada daerah ragu-ragu. Selain itu, uji lain untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan Run Test. Tabel 4.6 menunjukkan hasil Run Test tersebut : Tabel 4.6 Hasil Run Test Perusahaan Non-Keuangan Runs Test Unstandardized Residual a Test Value Cases < Test Value -.03246 36 18 Cases >= Test Value 36 Total Cases 72 Number of Runs 43 Z 1.424 Asymp. Sig. (2-tailed) .154 a. Median Sumber : data sekunder yang telah diolah dengan SPSS Berdasarkan tabel 4.6 diketahui probabilitas sebesar 0,154 yang menunjukkan tidak signifikan pada 0,05. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan data tidak mengalami problem autokorelasi. 4.3 Analisis Regresi Berganda Tabel 4.7 Coefficients 4.3.1 a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 1.803 .756 FTA .255 .557 ROA -.020 SIZE GS t Sig. 2.383 .020 .054 .458 .649 .006 -.348 -3.393 .001 .077 .104 .088 .743 .460 .611 .250 .236 2.445 .017 DPR -.036 .185 -.018 -.194 .847 INST -.018 .004 -.486 -4.606 .000 Koefisien Determinasi R Tabel 4.8 b Model Summary Model 1 R .697 R Square a .485 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .438 .53219 Durbin-Watson 2.531 19 a. Predictors: (Constant), INST, GS, DPR, FTA, ROA, SIZE b. Dependent Variable: DER Pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai adjusted R2 sebesar 0,438. Hal ini berarti bahwa 43.8% variabel dependen yaitu struktur modal untuk perusahaan non-keuangan dapat dijelaskan oleh enam variabel independen. Sedangkan, sisanya sebesar 56.2% dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model. 4.3.2 Uji Secara Simlutan (Uji-F) Tabel 4.9 b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 17.372 6 2.895 Residual 18.410 65 .283 Total 35.782 71 F Sig. 10.222 .000 a a. Predictors: (Constant), INST, GS, DPR, FTA, ROA, SIZE b. Dependent Variable: DER Dari tabel 4.9 terlihat bahwa model persamaan ini memiliki nilai Fhitung sebesar 10.222 dan dengan tingkat signifikansi 0,000. 4.3.3 Uji Secara Parsial (Uji-t) Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.7 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Nilai t hitung variabel fixed tangible asset (FTA) terhadap DER sebesar 0,458 dengan signifikansi 0,649 > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel FTA mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER. 2. Nilai t hitung variabel profitability (ROA) terhadap DER sebesar -3,393 dengan signifikansi 0,001 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel ROA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap DER. 3. Nilai t hitung variabel firm size (SIZE) terhadap DER sebesar 0,743 dengan signifikansi 0,460 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel SIZE mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER. 20 4. Nilai t hitung variabel growth sales (GS) terhadap DER sebesar 2,445 dengan signifikansi 0,017 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel GS mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap DER. 5. Nilai t hitung variabel dividend payout ratio (DPR) terhadap DER sebesar -0.194 dengan signifikansi 0,847 > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa DPR mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap DER. 6. Nilai t hitung variabel institutional ownership (INST) terhadap DER sebesar -4.606 dengan signifikansi 0.000 < 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa INST mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap DER 21 5 SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN 5.1 Simpulan Kesimpulan yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis pertama menyatakan fixed tangible asset (FTA) berpengaruh positif terhadap DER. Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa FTA mempunyai koefisien regresi sebesar 0.255 menunjukkan FTA berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,649 lebih besar dari 0,05 menunjukkan fixed tangible asset berpengaruh tidak signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak karena FTA berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER. Sehingga FTA tidak termasuk faktor yang tidak berpengaruh dalam penentuan besarnya hutang yang akan digunakan perusahaan nonkeuangan. 2. Hipotesis kedua menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa ROA mempunyai koefisien regresi sebesar -0.020 menunjukkan profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima karena profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh signifikan maka ROA merupakan faktor yang berpengaruh dalam penentuan besarnya hutang yang akan digunakan oleh perusahaan non-keuangan. 3. Hipotesis ketiga menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa ukuran perusahaan mempunyai koefisien regresi sebesar 0.077 menunjukkan ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,460 lebih besar dari 0,05 menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap DER. Jadi dapat 22 disimpulkan bahwa hipotesis ketiga ditolak karena SIZE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER. 4. Hipotesis keempat menyatakan growth sales (GS) berpengaruh positif terhadap DER. Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa pertumbuhan penjualan mempunyai koefisien regresi sebesar 0.611 menunjukkan GS berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0.017 lebih kecil dari 0.05 menunjukkan pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima karena GS berpengaruh positif dan signifikan. 5. Hipotesis kelima menyatakan dividend payout ratio (DPR) berpengaruh positif terhadap struktur modal. Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa DPR mempunyai koefisien regresi sebesar -0.036 menunjukkan DPR berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0.847 lebih besar dari 0.05 menunjukkan DPR tidak berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak karena DPR berpengaruh negatif dan tidak signifikan. 6. Hipotesis keenam menyatakan institutional ownership (INST) berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa INST mempunyai koefisien regresi sebesar -0.018 menunjukkan INST berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 menunjukkan INST berpengaruh signifikan terhadap DER. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam diterima karena INST berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DER. 5.2 Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya terbatas untuk sampel perusahaan yang bergerak di bidang non-keuangan sehingga hasil penelitian hanya bisa digunakan pada perusahaan non-keuangan. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama hanya terbatas sebesar 43.8% sehingga perlu dicari variabel lain yang mempengaruhi struktur modal di luar model ini. 23 3. Penelitian ini hanya meneliti variabel kepemilikan institusional saja, sehingga kurang mencerminkan keseluruhan struktur kepemilikan yang dimiliki perusahaan. 5.3 Saran 1. Variabel kepemilikan institusional paling berpengaruh dominan terhadap struktur modal, maka dalam menentukan kebijakan struktur modal perusahaan sebaiknya memperhatikan kepemilikan saham institusional karena semakin banyak proporsi yang dipegang institusional semakin rendah manajemen perusahaan mengambil kebijakan struktur modalnya. 2. ROA berpengaruh negatif dan signifikan dalam penelitian ini. Maka dalam menentukan kebijakan struktur modalnya, perusahaan yang memiliki pengembalian yang tinggi atas asset (ROA) sebaiknya menggunakan hutang pengembalian yang yang tinggi rendah karena memungkinkan dengan tingkat perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. 3. Growth sales berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Maka perusahaan dalam menentukan kebijakan struktur modalnya perlu memperhatikan pertumbuhan penjualannya. Semakin tinggi pertumbuhan penjualannya maka kreditur akan semakin percaya dengan kinerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan dana untuk operasional perusahaan. 4. Nilai adjusted R yang sebesar 43.8% mengindikasikan perlunya memasukkan variabel independen lain dalam memprediksi variabel dependen. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan variabel lain seperti variabel risiko, kepemilikan manajerial, pertumbuhan asset, pajak, tingkat suku bunga dan lain-lain. 24 DAFTAR PUSTAKA Aviana, Meyulinda dan Yusfarita. “Pengaruh Struktur Aktiva, Tingkat Pertumbuhan Penjualan, dan Return On Asset terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi EFEKTIF, Vol.1, No.1, Juni 2010, hal.88-103. Awat, Napa J dan Mulyadi. 1989. “Keputusan-keputusan keuangan perusahaan (Teori dan Hasil Pengujian Empirik).” Yogyakarta: Liberty. Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2006. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.” Edisi Sepuluh. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, Imam. 2006. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.” Badan Penerbit UNDIP. Semarang. Hadianto, Bram. 2008. “Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal Emiten Sektor Telekomunikasi Indonesia Periode 2000-2006: Sebuah Pengujian Hipotesis Pecking Order”. Jurnal Manajemen, Volume 7 No.2. Halim, Abdul dan Bambang Supomo. 2001. “Akuntansi Manajemen”. Edisi 1 Cetakan 10. Yogyakarta : BPFE Hapsari, Laksmi Indri. 2010 . “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008 (Studi Kasus Pada Sektor Automotive And Allied Product)”. eprints.undip.ac.id Harris, Milton dan Artur Raviv. “The Theory of Capital Structure”, The Journal of Finance, Vol. 46 No. 1 (Mar., 1991), pp. 297-355. Husnan, Suad. 2000. “Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan.” Buku I Edisi 4. Yogyakarta: BPFE 25 Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.” Edisi Keempat. Yogyakarta: AMPYKPN. Ismiyanti, Fitri dan Mamduh M. Hanafi. “Struktur Kepemilikan, Risiko dan Kebijakan Keuangan: Analisis Persamaan Simultan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol19, No.2, 2004, hal 176-196. Jean-Laurent Viviani. 2008. "Capital structure determinants: an empirical study of French companies in the wine industry", International Journal of Wine Business Research, Vol. 20 Iss: 2, pp.171 – 194. Jensen, Michael dan William Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agnecy Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, October, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360. Joni dan Lina. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 12 No.2, Agustus 2010, hal. 81-96. Kesuma, Ali. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.11, No.1, Maret 2009, hal. 38-45. Mardiyanto, Handono. 2009. “Intisari Manajemen Keuangan”. Jakarta: Grasindo Masdupi, Erni. “Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang dalam Mengontrol Konflik Keagenan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.20, No.1, 2005, hal 57-69. Myers, Brealey. 2008. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan”. Edisi: 5/v.1, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Nanok, Yanuar. “Capital Structure Determinan Akuntabilitas, Maret 2008, hal. 122-127. di Indonesia”. Jurnal 26 Nugroho, Asih Suko. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Properti Yang Go-Public Di Bursa Efek Jakarta.” UNTUK PERIODE TAHUN 1994 - 2004 Prabansari, Yuke dan Hadri Kusuma. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal SINERGI, Edisi Khusus on Finance, 205, hal. 1-15. Reinhard, Ludwig dan Steven Li. A note on capital structure target adjustment – Indonesian evidence. International Journal of Finance, Vol.6 No.3, 2010, pp. 245-259. Riyanto, Bambang. 2001. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Keuangan.” Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE Sartono, Agus. 2001. “Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi.” Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE. Sjahrial, Dermawan. 2008. “Manajemen Keuangan”. Jakarta: Mitra Wacana Media Sudarsono, F.X. 1993. “Pengantar Akuntansi II Buku Panduan Mahasiswa.” Jakarta: Gramedia Sulistyowati, Wiwit Apit. 2009. “Penentuan Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Magister Akuntansi Undip: Semarang. Sutrisno. 2000. “Manajemen Keuangan (Teori, Konsep dan Aplikasi).” Yogyakarta: Ekonisia. Titman, Sheridan dan Roberto Wessels. The Determinants of Capital Structure of Choice. The Journal of Finance, Vol.43, No.1, March 1988, pp. 1-19. 27 Wahidahwati. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.5, No.1, Januari 2002, hal.1-16. Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland. 1997. “Manajemen Keuangan.” Edisi 9 Jilid Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga www.idx.com Yeniatie dan Nicken Destriana. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Keuangan Vol.12 No.1, April 2010, hal 1-16. Yuhasril. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Farmasi yang Telah Go Public di Bursa Efek Jakarta”. BULLETIN Penelitian No.09 Tahun 2006.