pembentukan karakter beragama melalui

advertisement
PEMBENTUKAN KARAKTER BERAGAMA
MELALUI TAZKIYYATU AL-NAFS DALAM
PERSPEKTIF AL- GHOZALI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I )
Oleh
Siti Asyura Tri Rahayu
NIM : 1810011000046
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1436 H
PEMBENTUKAN KARAKTER BERAGAMA
MELALUI TAZKIYYATU AL-NAFS DALAM
PERSPEKTIF AL- GHOZALI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I )
Oleh
Siti Asyura Tri Rahayu
NIM : 1810011000046
Di bawah bimbingan
Dr. H.Akhmad Sodiq,MA.
NIP:197107091998031001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1436 H
ABSTRAKS
Nama
Nim
Fk/Jur
Judul
:
:
:
:
Siti Asyura Tri Rahayu
1810011000046
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam
Pembentukkan Karakter Beragama Melalui Tazkiyyah Al-Nafs
Dalam Perspktif Al- Ghozali
Skripsi ini mengkaji tentang nilai-nilai pembentukkan karakter beragama
yang berisikan tentang pembenahan, pengetahuan dan pelatihan melalui wawasan
khikma dari Tazkiyyatu al-Nafs sebagai sumber pembentukan karakter beragama
sesuai dengan keyakinan yang diimaninya.
Akhlak yang mulia dan akhlak yang buruk / tercela merupakan cerminan
kepribadian seeorang, yang dibangun atas dasar dari pendidikan agama
diKeluarga, Lembaga/ Sekolah dan Masyarakat lingkungan sekitarnya. Agama
yang sempurna hanya didapat melalui pembelajaran dan pelatihan secara terus
menerus dalam kehidupan sehari – hari, dengan berusaha memperbaiki dan
menghapus serta meninggalkan hal-hal yang tercela.
Kesempurnaan beragama harus di bentuk dengan memiliki karakter
beragama yang baik dan benar. Untuk itu diperlukan sebuah kajian yang
membahas tentang baik –buruknya Akhlak/ tingkah laku manusia.
Dalam skripsi ini penulis mencoba mengulas tentang karya–karya AlGhazali dan buku-buku yang berkaitan dengan Karakter manusia pada umumnya.
Guna mendapatkan sebuah perbaikan terhadap akhlak yang buruk menjadi baik
dan lebih meningkatkan akhlak yang baik menjadi lebih sempurna dalam
ibadahnya kepada sang pencipta Allah SWT.
Adapun hasil penelitian dari Pembentukan Karakter beragama melalui
Tazkiyyatu al-Nafs dalam Perspektif Al-Ghazali memiliki nilai semangat
keislaman dalam jiwa, menumbuhkan rasa perjuangan dalam melatih dan
mengendalikan nafsu yang menjadikan manusia baik dan buruk, berguna dan
tidak berguna. Dengan Tazkiyyatu al-Nafs dalam perspektif Al-Ghozalil ini,
manusia dapat menempatkan diri pada dasar kodrat dan irodatnya sesuai dengan
ketentuan yang Allah berikan. memahami fungsi ibadah yang sempurna sebagai
dasar keyakinan dalam beragama sehingga pembentukan karakter beragama yang
baik dan benar dapat terwujud.
Mengingat penelitian ini difokuskan kepada teks/data yang diperoleh dari
Bab Akhlak terpuji dan akhlak tercela sebagai data primernya, maka penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara
mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku, yang ada
relevasinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah seseuai kemampuan
penulis. Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif
yang bersifat Analisis Kritis Deskritif dan Analisis Kritis Komperatif.
i
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kehadirat Allah SWT yang maha kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para
pengikut-Nya hingga akhir zaman. Amin.
Dengan hidayah, taufik dan inayah-Nya, Alhamdulillah penulis telah
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul”Pembentukkan Karakter
Beragama Melalui Tazkiyyatu al-Nafs”. Karya tulis ini merupakan skripsi yang
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan S1 (Srata 1).
Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, saran
dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan penulis
hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SAW dan berbagai
dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu penulis mengucapkan kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. H. Abdul Maajid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah dan ibu Marhamah Saleh M.A sebagai
sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
ii
3. Bapak Dr. H. Akhmad Sodiq, MA selaku Dosen pembimbing yang dengan
sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuannya kepada penulis semasa kuliah.
5. Para Staf Akademik yang telah membantu penulis dalam berbagai hal
khususnya dalam penyelesaian Transkrip Nilai.
6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi literaturnya yang
telah berkenan meminjamkan buku-buku perpustakaan kepada penulis dalam
penyusunan.
7. Kedua orang tuaku tercinta Drs. Achmad Suratman D.a.s. BA (Alm), dan
Thowiyah Asmawi yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, serta
kasih sayang tiada batas kepada penulis. Apapun yang penulis lakukan, tidak
dapat membalas jasa-jasanya, hanya Allah SWT yang membalasnya.
8. Adik-adikuku yang telah banyak membantu memberikan semangat dan
doanya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Muhammad Iskandar yang memberikan izin dan doa restunya dalam
pekalsanaan Setudy ini.
10. Anakku Tercinta Sauma Ayu Fatmawaty yang sabar dan memotifasi untuk
penulisan Skripsi ini.
11. Bapak
H. Watma , beserta Staf Guru SDIT, Darul Falah yang memberi
peluang dan kesempatanskripsi ini.
12. Bapak H. Ahmad Darusi berserta setaf Yayasan Darul Falah, yang memberi
kebijakan dalam Penyelesaian Study ini.
13. Nur Afif, S.Pd.I, Yayasan TPQ Darul Mu’min
14. Wanda Abdilah Mahasiawa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komonukasi UIN
Syarif Hidayahtulah Jakarta angkatan 2009
15. Sahabat-sahabatku di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat persaudaraan,
kekeluargaannya ini tetap eksis dan silaturahim kita tetap terjalin. Amiin.
iii
Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, tidak juga
penulis. Kepada mereka semuanya hanya seuntai do’a dari lubuk hati yang dapat
penulis sampaikan semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka semua
dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di akhirat nanti Amiin.
Selain itu, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Untuk itu penulis
berharap saran dan kritik dari para pembaca sekalian agar skripsi ini menjadi lebih
baik lagi.
   
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 31Desember 2014
Siti Asyura Tri Rahayu
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK .............................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...........................................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN
BAB II
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Pembatasan Masalah..............................................................
7
C. Perumusan Masalah ...............................................................
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................
9
KAJIAN TEORITIS
A. Acuan Teori
1. Pembentukkan Karakter dalam Pandangan Islam ..........
11
2. Pemahaman Mujahada dan Riyadha dalam
Tazkiyyah al-nafs……………………………………….
13
3. Tazkiyyah Al- Nafs (Penjiwaan hidup dengan
BAB III
nilai-nilai agama Islam)……………………………… ..
15
B. Hasil Penelitian yang Relevan……………………………. ........
21
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ..................................................
26
B. Metode Penulisan..................................................................
26
C. Fokus Penelitian.....................................................................
26
D. Prosedur Penelitian ................................................................
27
v
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Analisis KritisDeskriptif
1. Riwayat Hidup Al- Ghazali……………………….. .......
27
2. PendidikanAl-Ghazali…………………………………... .
29
3.Karya-karya Al- Ghazali………………………………… .
32
4.Sejarah Pemikiran dan Budaya Umat Islam
masa Al-Ghazali…………………………………………
36
5.Konsep-konsep Al- Ghazali dalam
Pembentukan Karakter…………………………………. .
37
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komperatif
1. Konsep Al-Ghozali tentang pembentukan karakter
dalam perkembangan zaman …………………………… 39
2. Tazkiyyah al-Nafs dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din
Sebagai Pembentuk Karakter Beragama…………….. ..
42
3.. Makna Tazkiyyatu al- nafs dalam
Kitab Ihya ‘Ulum al-Din……………………………….
43
4. Peranan Tazkyatu al-Nafs dalam Mujahada dan Riyadah 43
C. Interprestasi Hasil Analisis…………………………… 45
D. Pembahasan
1. Konsep Dasar Pembentukan karakter Beragama…… .....
48
2. Tazkiyytu al-Nafs Perspektif Al-Ghozali
dalam Kitab Ihya Ulum al-Din………………………….
3. Faktor –faktor Pembentukan Jiwa / karakter beragama .
61
75
4. Pembentukan Karakter Beragama melalui
Tazkiyyatual- Nafs…….…………………………… ......
BAB V
89
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………. ..
114
B. Implikasi ………………………………………………... ..
114
C. Saran …………………………………………………….. ..
115
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
vi
118
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Arus Globalisasi Informatika tekhnologi menjadikan budaya
bangsa memiliki perubahan yang pesaat, secara seni, bahasa dan prilaku
yang setidaknya menjadikan prilaku manusia banyak meninggalkan
kewajiban agamanya. Bangsa Indonesia memiliki UUD yang menjadikan
ketentuan dalam berbudaya dan berbangsa, pada Pembukaan dan
Pancasila terdapat konteks yang mengatakan bahwa ”bangsa Indonesia,
adalah bangsa yang memiliki ketuhanan, oleh sebab itu dengan ketuhanan
tersebut bangsa Indonesia memiliki keyakinan yang bisa disebut dengan
Budaya Bangsa Indonesia berazaskan ketuhanan.
Berkembangnya pendidikan yang mencanangkan Pembentukan
Karakter diseluruh Bidang pembelajaran, menjadikan sebuah pengamatan
yang harus dihasilkan dari Pembelajaran yang bersifat perubahan dengan
konsep dan metode yang perlu dicoba dan diImplementasikan serta
diRealisasikan dalam kehidupan sehari- hari.
Penampilan seni teknilogi melaluli Telivisi, Internet dan alat
penghubung Hp, banyak mencontohkan prilaku yang tidak terpuji bagi
pembentukan karakter pada jenjang anak-anak sampai tingkat orang
dewasa, tidak berfungsinya lembaga sosial sesuai dengan latarbelakang
menjadikan penyimpangan – penyimpangan yang tidak amanat pada
ketentuan yang ada.” Salah satu contoh tidak amannatnya dalam
penyelenggaraan petugas haji dalam melayani peserta haji sehingga terjadi
kerugian pada peserta hajinya. Pelecehan sek terhadap anak –anak dasar
dilembaga pendidikkan yang menjadikan lembaga Pendidikan terlihat
tidak bermoral.
Perkembangan seni budaya perfileman menjadikan
rusaknya moral dikalangan pelajar dan usia Remaja di masyarakat.
Terjadinya koruptor yang sulit dibenahi menjadikan “ PR”bagi para
1
2
lembaga pendidikna dan Ulama yang bergerak dalam penbinaan Akhlak
moral bangsa.
Tazkiyyatu AL- Nafs merupakkan metode dan konsep dalam
pembentukan Karakter beragama. Konsep dan metode menurut pakar
Islam ini dapat dipelajari melalui konsep dan metode AL-Gozali sebagai
pakar dalam pembentukan karakter/ kepribadian yang baik sesuai dengan
konsep agama Islam.
Selain dari pada Itu menurut keyakinan agama Islam,bahwa Islam
adalah agama penyempurna dari agama sebelum agama Islam. Untuk itu
Islam memiliki konsep dan metode Pembentukan Karakter yang baik ini
dapat dicontohkan oleh para nabinya, Konsep dan metote ini sebagai
penyempurna akhlak adalah Nabi Muhammad S.a.w seperti yang terdapat
dalam Surat Al- Ahzab 33:21
     
       
    
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah
4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
( Qs.Al –Qalam /68:4)
    
4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Manusia diciptakan Allah dalam Struktur yang paling baik
diantara makhluk ciptaan tuhan yang lainnya. Struktur manusia terdiri atas
unsur Jasmaniah Fisiologis) dalam unsur Rohaniah (Psikologis). Dalam
Sturktur Jasmaniah dan Rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam
3
psikologi disebut pontensialitas atau disposisi, yang menurut aliran
psikologi disebut behaviourisme disebut propetence reflexes kemampuan
1
dasar yang secara otomatis dapat .berkembang.
Dalam terminologi Islam, karakter memiliki kata Syakhsiyyah
merupakan interprestasi dari pengertian karakter secara komplek.
syakhsiyyah berasal dari bahasa Arab dari kata Syakhsun, yang artinya
pribadi atau orang. Dalam kitab al-Mu‟jan al-Wasith, kata Sayakhsiyyah
secara bahasa bermakna “Shifatu tu mayyizu al- syakhsiyah min ghairihi“
yaitu sifat atau karakter yang membedakan satu orang dengan lainnya.2
Dalam pandangan Tasawuf, kata akhlak menjadi gambaran dari
pribadi seseorang, yang menyangkuat hubungan dengan tuhan, dengan
dirinya dan dengan sesama manusia lainnya,
akhlalk dalam Islam
ternbagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah (krakter yang terpuji), dan
akhlak madzmumah ( kartakter yang tercela) .
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut :
“….. gambaran tentang kondisi yang menetap di dalam jiwa semua
prilaku bersumber darinya dengan penuh kemudahan
tanpa
memerlukan proses berfikir dan merenung. Jika kondisi yang menjadi
sumber berbagai prilaku yang indah dan terpuji bersifat syar‟i, maka
kondisi tersebut disebut akhlak yang baik. Sebaliknya jika berbagai
parilaku yang bersumber darinya buruk, maka kondisi yang menjadi
sumber itu disebut yang buruk.3
Dalam
kitab
Ihya
Ulum
al-Din
memerangkan
tentang
pembentukan Karakter atau jiwa yang didasarkan adanya kehidupan
yang dihidupkan dengan semangat jiwa keagamaan akan menghasilkan
akhlak
terpuji.
1
Pembentukan
karakter
merupakan
bagian
dari
.HM. Arifin, lmu PEndidikan Islam, Tujuan Teoritis dn Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisipliner ….hl. 42
2
. Terjemahan Kitab Al-Mujan Al-Wasith, Artikel Sepiritualisasi Islam oleh
Perpustakaan Nasional Katalok dalam terbitan ( KDT) oleh Yahya Jaya, Th.1993
3
.Muhammad Ustman Najati, Jiwa dalam pandangan para filosof Muslim,
( Jakarta: Pustaka Hidayah 20020), h.242
4
kesempurnaan dalam beragama, oleh sebab itu kita perlu mempelajari
tentang apa itu karakter dan bagaimana Karakter itu di bentuk . 4
Berdasarkan latar belakang tersebut maka salah satu kajian yang
sangat mendukung dari hasil analisis ini adalah bagaimana kita
memahami karakter yang ada didalam jiwa dan karakter yang terbentuk
karena diri sendiri dan hasil pendidikan lingkungan, keterkaitan agama
sebagai hukum dan batasan moral dalam bertingkah laku .
    
  
137. (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.
(.S. Al-Syu‟ara /26:137).
Untuk itu Karakter merupakan bagian dari kehidupan prilaku
seseorang yang berkaitan dengan budi pekerti, didalam Islam disebut
dengan
akhlak,
Melihat
perkembangan
memprihatinkankarena banyak orang yang
akhlak
sangatlah
beragama namun
masih
sedikit yang menjiwai agamanya, sehingga banyak kita temukan kalangan
politik berlebelkan agama melanggar hukum, pelajar yang bersetatus
pendidikan keagamaan banyak menyimpang dari hasil belajarnya, dan
lembaga keagamaan hanya sekedar lebelnya saja.
Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut maka penulis mencoba
memberikan sebuah solusi dalam perubahan yang berbentuk kajian yang
didapat dalam bentuk analisis Deskriptif dan analisis komperatif dalam
sebuah pempebalajar dan pemahaman serta penelitia melalui buku-buku
pustaka (Library Research) yang berkenaan dengan permasalahan yang di
hadapi dengan membandingkan dan mengungkapkan tentang akkhlah baik
dan tercela sesuai dengan prespektif Al-Ghozali dalam kitab Ihya Ulum
„al-Din, kitab Arbain dalam terjemahan yang telah diringkas oleh
pengarang buku dan di aplikasikan oleh penulis kedalam permasalahan
yang terjadi serta artikel danfenomena fenomena yang diamati oleh
4
Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJarata 2007) h.237
5
penulis sehingga menjadikan inspirasi penulis untuk menulis kajian
tersebut..
Mengingat pentingnya pembentukan karakter beragama dalam
kehidupan sehari hari dan pentingnya pembentukan moral yang baik,
maka penulis berpendapat sesuai hasil kajiannya bahwa harus adanya
keseimbangan antara kecerdasan ruhania (Transcendeta Intelligence)
yaitu membentuk kepribadian / karakter
yang
bertanggung
jawab
dengan hadirnya rasa cinta (Mahabbah) kepada kebenanran, kejujuran,
rela berkorban dan kepedulian yang sangat kuat terhadap moral.
Alternatif yang dapat dicapai dalam pembentukan karakter adalah
bidang pendidikan agama. “Menurut teori Fakulti
( faculty theory )
tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada yang tunggal tetapi
terdiri atas beberapa unsur, antara lain: memegang peranan fungsi cipta (
reason ) rasa (emotion ) dan karsa ( Will). Ketiga sumber inilah yang
akan menjadikan potensi moral yang secara ensensial dan esksistensial
sebagai makhluk religious (homo religious)
Dari ketiga potensial tersebut, bukanlah sesuatu yang bersifat telah
jadi (state of being ), tetapi merupakan keadaan natural ( state of
becomi ) dalam konteks budaya secara makro maupun mikro melalui
pendidikan.
Terkait dengan hal tersebut pendidikan berdasarkan filosofis terpadu
dalam
pembentukan
karakter,
yang
secara
dialekti–tranformatif.
Pembentukan Karakter Beragama dapat di bentuk dengan
Mujahadah
dan Riyadhah, yang terdapat dalam konsep Al-quran dan hadits Nabi,
kitab – kitab salafiyah sebagai rujukan, memgingat para ulama adalah
pewaris Nabi .
Adapun kitab yang dapat digunakan adalah kitab al-Arba’in fi Usul adDin Al-Gazali dalam tema Arba‟in al – Gazali , Imam Gazali 40 Dasar
Agama menurut Hujjah al –Islam dalam Bab Pembersihan Hati dari
Akhlak Tercela dan Bab Aklhak Terpuji. Yang di tulis oleh Abu Hamid
Ibn Muhammad Ibn Muhammad At-Tusi Asy- Syafi‟I al-Gazali (1058 –
6
1128) merupakan tokoh Islam yang sangat popular dalam bidang filsafat,
Tasawuf, Kalam, Fiqih, Pendidikkan, dan dakwah, yang lahir pada tahun
450 H/1058 M. Di daerah Ghazala, kabupaten Thus, propinsi Khurasan,
Wilayah Persi (sekarang Iran).
Pembentukan karakter beragama melalui Tazkiyyatu al- Nafs
dalamperspektif Al-Ghozali ini dikarenakan Al-Ghazali dikenal sebagai
seorang Teolog, dan sufi dari aliran sunni, terutama dalam permasalahan
akhlak. Karya beliau antara lain adalah: Ihya Ulum al-Din, Maqosid alFalasifah, Tahafut al-falasifah, al-Munqizminad Dalal, Kimiya asSa’adah, Jawabir al-Quran dan Al-Arba’in fi Usul ad-Din.
Sehingga Tazkyiatun al-Nafs dalam prespektif Al-Ghozali ini
memiliki fungsi sebagai berikut :
1. sebagai pelatihan diri dalam pengendalian nafsunya. Maka
hanya
para kaum Ulama dan Nabi yang dapat dijadikan contoh
pembelajaran ini. Berkaitan dengan hal tersebut maka Sauritauladan yang
baik bagi umat Islam adalah Nabi Muhamamad Saw, sebagai manusia
yang berbudi pekerti yang mulia .
2. Berkaittan dengan permasalahan yang ada maka penulis
mempunyai pandangan untuk mengukapkan makna dan arti Tazkiyatun alnafs dalam pembenahan akhlak yang terdapat pada kitab karangan AlGhozali yaitu kitabnya Ihya ‘Ulum al-Din, sebagai pondasi pembentukan
karakter Islam dalam Bab Pembersihan hati dan Bab Akhlak tercela dalam
kitab Arba‟In Al-Ghazali.
3. Mernjadikan wawasan bermanfat untuk para pembaca sebagai bentuk
pendidikan danperubahan dalam membentukkarakter yang Islami.
Melihat dan mengamati serta mempeajari dari permasalahan yang ada
maka penulisan Sekripsi ini diberi judul
“Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyah al-Nafs dalam
Prespektif Al-Ghozali”
7
B.Pembatasan Masalah dan perumusan masalah
1.Pembatasan Masalah
Sesuai dengan apa yang menjadikan uraian penulis di atas,
permasalahan ini dibatasi dalam hal:
”Konsep Pembentukan
Karakter
dalam Islam, yang dimaksud dengan Pembentukan Karakter dalam Islam
adalah bagaimana manusia menjalankan ibadahnya dengan sempurna. Hal ini
diperluka pelatihan yang terus menerus dalam usaha memperbaik diri dan
mengendalikan nafsunya yang disebut dengan Tazkyiah al - Nafs).5
Adapun “ karakter” merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri
seseorang melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan
pengaruh lingkungan yang menjadi nilai Instrintik dalam diri yang akan
melandasi
sikap
dan
prilaku. Tentu karakter
tidak datang dengan
sendirinya, melainkan harus dibentuk, dibangun dan ditumbuh kembang. 6
Untuk
diperlukan
mendapatkan
adanya
hasil
pengetahuan
pembentukan
karakter
tentang
Mujahada
rmaka
dan
RiyadahsebagaiTazkyih al-Nafs. Mujahada adalah memerangi hawa nafsu
yang didasarkan atas keyakinan rasa yang tinggi akan ketentuan yang telah
Allah berikan kepada makhluknya sebagaimana Allah menciptakan
Makhluknya untuk beribadah dan taat hanya kepadanya.7
Dimana Riyadha, adalah bagaimana mencari keridhohan Allah atas
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan.
Sedangkan Karakter terbentuk atas dasar pelatihan dan pembiasaan dalam
usaha perbaikan diri dan membentuk jati diri dalam Rasa keyakinan
(Mujahada)dan keridhohan atas kehendak Allah (Riyadha) yang tertbentuk
dalam pengendalian nafsu.
5
.Dr. Yahya Jaya. Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan kepribadian
dan kesehatan mental ( Jakarta :Ruhana, 1994) hal: 36
6
Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik, Pendidikan. Pengembangan
Karakter dan Perkembangan SumberDaya Manusia.(Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Quran
Balitbang Diklat, 2010).hl.43
7
. Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta,
Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.45
8
Oleh sebab itu Mujahada dan Riyadha perlu ditanamkan dalam
Tazyiyatun al-Nafsnya. Sebagai pembentukan akhlak baik atau buruk
Sedangkan Mujahada (memerangi hawa Nafsu) dapat membentuk karakter
terpuji.
Konsep dasar dari pembentukan karakter dalam Islam
adalah
bagaimana kita dapat menhindari perbuatan yang dilarang, menjalankan
perbuatan yang baik. Hal ini perlu penjiwaan atau rasa keyakinan
(Musyahada) yang tinggi terhadap sesuatu yang allah perlihatkan dan
berikan kepada manusia yang senantiasa menjaga kebersihan hati dan dan
selalu ingat kepada Allah.
Untuk itu diperlukan pendidikan karakter sebagai pengetahun. contoh
karakter tersebut terdapat dalam pribadi Rasulullah s.a.w, yaitu :
a. Shiddiq/Honesty (Kejujuran). Memupuk nilai pembentukan rasa tidak
berbohong atau berdusta pada diri sendiri dan orang lain.
b. Amanah/Trustabl (Bertanggung jawab) Memupuk pembentukan Karakter
keadilan dan kepemimpinan yang baik,intergritas disiplin, tagungjawab
yang tinggi terhadap kepercayaan yang diberikan
c. Tabliqh/Reliabliq(menyampaikan) mempuyai nilai–nilai pembentukkan
karakter percaya
diri, bijaksana, toleransi, cinta damai dan saling
menghargai pendapat orang lain.
d. Fthona/Smart (Cerdas) memupuk nilai-nilai pembentukan karakter
keberanian, mandiri, kreatif, arif, rendah hati.
Keempat konsep ini hendaklah terlaksana dalam bentuk Riyadha
(pelatihan secara terus menerus), untuk mencari Ridha Allah. Dalam
perjalannya manusia memiliki kecenderungan terhadap kelezatan dan
manisnya kehidupan dunia. Bagi segolongan umat yang mencari Ridha Allah,
maka ia bertentangan dengan nafsunya. Untuk menjadikan ridha terhadap
Allah maka manusia diharapkan dapat memilliki rasaQodhadalam hal :
a. Seseorang yang terpesona dengan cinta maka ia akan merasa sakit yang
dirasa.
b. Ia merasakan kepedihandansecara naluri tidakmenyukainya
9
c. Yakin bahwa Allah ada dibalik semua keajaiban yang halus,bahkan
sangat halus , tentang segala kejadian yang ada.
d. Menjalankan yang baik dan meninggalkan segala dilarangnya.dalam
perjalanan mencari Ridhanya.
2.Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalahyang penulis kaji dalam penelitian iniantara
lain:
a. Bagaimana Konsep Pembentukan Karakter Beragama dalam Pandangan
Islam.
b. Bagaimana pelaksanaan Implementasi Mujahada dan Riyadhah dalam
Tazkiyyah al-Nafs dalam pembentukkan karakter beragama.
Agar tidak, menjadi sebuah kekeliruan dalam soal penafsiran masalah
tersebut, penulis perlu merumuskan masalah penelitian ini, yaitu:
“Bagaimana Tazkiyyah al-Nafs dalam Perspektif Al-Ghozalil dapat
menjadikan Pembentuk Karakter Beragama.
3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Konsep Pembentukkan Karakter Beragama dalam
bentuk akhlak Tazkyiyatu al-Nafs
b. Manfaat Penelitian.
Penulis
bermanfaat
pembentukan
dan
berharap
bahwa
membantu
karakter
penelitian
dalam
beragama
ini
perbaikan
yang
akan
sangat
akhlak
dalam
dilaksanakan
melalui
pemahaman tentang Musyahada,Mujahada, RiyadhadalamTazkiyatun
al-Nafs, dengan mempelajari bentuk akhlak terpuji dan akhlak yang
buruk.
Manfaat lainya dari pengkajian penelitian ini memberikan
penjelasan mengenai bagaimana cara membentuk karakter beragama
yang baik dan benar sesuai dengan tutunan Quran dan Hadits umat
10
beragama Islam. Bagi umat Islam penelitian ini dapat menuntun
kejalan menuju Ridha Allah sesuai dengan Qadha yang telah
ditentukan berdasarkan ketentuan Allah.
Adapun bagi penulis sendiri sebagai karya Ilmiah dan untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana S1 Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negri Syarif Hidayahtullah Jakarta.
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Acuan Teori
1. Pembentukan Karakter dalam Pandangan Islam
Menurut Harun Nasution “Pengertian agama berasal dari al-Din
yang merupakan Religi (relegare, religare) dan agama al-Din (semit)
berarti mengumpulkan dan membaca. Jadi Religare artinya mengikat,
Adapun kata agama terdiri dari A= tidak, Gam = pergi jadi tidak pergi,
tetap diwarisi turun temurun.1
Keterkaitannya dengan Karakter, agama merupakan hasil dari Jiwa
atau krakter yang dibangun, dengan adanya pola fikir, jiwa yang kuat
yang diwarisi turun temurun dan pembiasaan keseharian sehingga agama
dapat dikatakan budaya yaitu kebiasaan yang dilakukan seeorang dalam
ibadahnya kepada sang pencipta .
Pandangan Al- Ghozali tentang “Pembentukan Karakter
Beragama yang bernilai kuat dan baik, maka harus ada pengetahuan
yang menjadikan pengendalian nafs (Tazkiyatul Nafs) sebagai
pembentukan karakter beragama .2
Tazkiyah al-Nafs perspektif Al-Ghazali dapat dikatakan sebagai
usaha membentuk Karakter beragama yang baik
sesuai dengan
pandangan Islam. Selain itu dalam Penginplementasiannya maka
Tazkiyyatu Al- Nafs
dilengkapi
dengan pelaksana musyahada dan
riyadah dalam mencapai kesempurnaan beragama. Untuk itu diperlukan
pengetahuan tentang Nafs, memerangi Nafs, dan Unsur–unsur Nafs
pembentukan karakter terkait dengan Akhlak yang baik dan Buruk.
Dalam buku Ringkasan Ihya’Ulum al-Din menerangkan bahwa
“Nafs sebagai pembentukan karakter dalam jiwa dan semangat keislaman
1
Jalaluddin.Psikologi Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan
prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 ) h.12
2
Al-Ghazali . Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJarata 2007) h.237
11
12
dalam Tazkiyyatu al-Nafs. Dalam kitab Arba’in al-
dapat terbentuk
Ghazali diterangkan
karakter
dapat terbentuk
baik
dan
tergantung bagaimana kita meningkatkan jiwa ibadah-Nya
buruk
terhadap
keyakinan dalam agamaannya.
Ajaran
Islam
memiliki hubungan yang erat dan
mendalam
dengan Ilmu Jiwa dalam soal pendidikan akhlak sebagai pembentukkan
karakter. Untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak
menusia, kerasulan Nabi Muhammad S.a.w merupakan pendidikan yang
berisikan
kejiwaan dengan tujuan untuk mendidik dan mengajarkan
manusia, membersihkan dan mensucikan jiwanya, memperbaiki dan
menyempurnakan
akhlaknya,
serta
membina
kehidupan
mental
sepiritualnya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ajaran agama Islam
banyak terdapat petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan soal
pendidikan akhlak sebagai pembentukan karakter.
Al-Quran sebagai
Sumber utama ajaran Islam adalah petujuk (huda), obat (Syifa), rahmat,
dan pengajaran (Mau’izhah) bagi manusia dalam membangun kehidupan
yang berbahagia didunia dan akherat.3
Dengan sendirinya dapat dikatakan bahwa semua misi dari ajaran
Islam yang bertitikkan pada ajaran aqidah, ibadat, syariat, dan akhlak
pada dasarnya adalah mengacu kepada pendidikan akhlak dan
pembinanaan karakter jiwa. Itulah sebabnya
Agama Islam terdapat
hubungan yang erat serta mendalam antara agama Islam dengan Ilmu Jiwa
dan pembinaan karakter.
Dilihat dari sudut pandang agama dan peradaban budaya, maka
pembentukan karakter merupakan bagian dari akhlakul karimah yang
menjadikan
perubahan
bagi
diri
seseorang
maupun
lingkungan
disekitarnya sebagai indentitas berbudaya dan berbangsa. Berkaitan
dengan hal tersebut maka tidak terlepas dari persoalan yang berkaitan
3
.Yahya Jaya . Spiritualisasi Islam . ( Cv. Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam
Ruhama. Jakarta 1993). hl.6
13
dengan tingkah laku manusia sebagai barometer didalam melaksanakan
ibadahnya.
Konsep Pandangan Islam dalam pembentukan Karakter
Beragama maka harus ada sebuah latihan yang terus menerus didalam
pembentukan karakter beragama yang relevan dengan agama yang
dianutnya. Semangat beribadat dapat
membentuk karakter beragama
yang sempurna dalam Ibadahnya. Ibadat yang sempurna hanya dapat
tercapai dengan Ibadah secara murni yang berasal dari ibadat badaniah
dan ibadat maliah (harta) dimana tujuan ibadat untuk mengabdi kepada
sang pencipta sesuai dengan surat al-Dzariyat : 564
       
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
dan sebagai penyerahan diri kepada sang pencipta maka dalam doanya
teketika beribadah terdapat dalam surat Al’an am : 162 sebagai berikut :
         
162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Berkaitan
dengan
hal tersebut konsep pembentukan karakter
beragama secara pandangan Islam merupakan keikhlasan, Penghambaan
dan Penerimaan dari seorang hamba terhadap ketentuan dan kodratnya
sebagai makhluk ciptaan sang penguasa kehidupan yaitu Allah Aja
Wajalla. Hal tersebut dapat tertanam dan terbentuk dalam Mujahada dan
Riyadah. maka akan dijelaskan dalam Pemahaman Mujahada dan
Riyadha.
4
Depak RI.Al-Qur’an dan terjemahanya (Gema Risalah Bandung, Edisi Refisi 1989 ),
h.862
14
2 . Pemahaman Mujahada dan Riyadha dalam Tazkiyyatu al-Nafs
Setiap manusia berharap untuk menjadi yang terbaik dalam
hidupnya baik didunia maupun di akherat. Adapun jembatan untuk
menjadikan hidup lebih baik dari hari ini dari pada hari kemarin dan hari
yang akan datang maka diperlukan suatu usaha dalam diri maupun dalam
perjuangan untuk menuju harapan yang di inginkan
oleh sebab itu
diperlukan kesungguhan yang tidak hanya sekali namun membutuhkan
proses pelatihan yang terus menerus dalam mewujutkannya.
Mujahada dan Riyadha adalah suatu bentuk usaha menjadikan
manusia lebih baik dari hari ini, kemarin dan yang akan datang dengan
kententuan dan pemahaman sebagai berikut:
a) Mujahada, adalah
pola
bentuk
usaha
perbaikan
diri,
memperhatikan rasa didalam jiwa dan diri manusia dalam bentuk
fana, sehingga manusia dapat membedakan yang baik dan mana
yang buruk, dan dapat merasakan kenikmatan dalam merasakan
segala rasa secara langsung.
b) Mujahada memiliki arti rasa dalam tauhid, guna mendapatkan
kabar kejelasan dalam menyaksikan langsung atas penjelasan
kebenaran.
c) Mujahada dapat dapat meningkatkan keimanan dalam keyakinan
yang kuat atas ketentuan yang diperlihatkan kepadanya.5
Sedangkan Riyadha adalah :
a) Riyadha adalah perjalanan dalam menempuh kesempurnaan
dalam beribadah kepada sang pencipta melalui pelatihan keimanan.
b) Riyadha bentuk penjelmaan dalam hal Ridha, dimana menurut
para ahli tasawuf merupakan Perpaduan antara Shabar dan
Tawakkal melahirkan sikap mental yang merasa tenang dan senang
menerima segala sesuatu, situasi dan kondisi. Setiap yang terjadi
disambutnya dengan hati baik dan terbuka, bahkan dengan rasa
5
. Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta,
Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.45
15
nikmat dan bahagia walau yang datang tersebut merupakan
bencana, suka dan duka diterima dengan gembira, sebab semua itu
ketentuan dari allah yang maha kuasa.
c) Menurut para Ulama Riyadah (Ridha) adalah Maqam yang
merupakan hasil perjuangan yang secara berantai.
d) Menurut Harun Nasutiaon Riyadha adalah perjalanan seorang
sufi dalam taraf pensucian diri.6
Berkaitan dengan hal ini maka Tazkiyyatu al-Nafs sebuah konsep
dasar dalam pengendalian nafsu dengan cara Mujahadah (memerangi
hawa nafsu) yang
didapatkan
melalui
pelatihan
terus
menerus
(Riyadha). Keseimbangan antara amal dan Ibadah merupakan hasil dari
proses Mujahada dan Riyadah dalam pembentukan karakter beragama
secara ideal , dimana berfirman Allah swt mengatakan :
             
2. dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
    
4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
( Qs.Al –Qalam /68:4)
    
  
137. (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang
dahulu (.S. Al-Syu’ara /26:137).
6
.Asep Usmar Ismail, Wiwi St sajarah, Sururin. Tasawuf . edit. Sri Mulyati .Pusat
Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta
16
Keterkaitan ayat–ayat tersebut merupakan penekanan kepada
manusia bahwa manusia adalah pada dasarnya makhluk yang mulia dan
agung dan agama adalah suatu hal kebiasaan yang selalu dikerjakan. Jadi
Pembentukan karakter beragama dapat terbentuk dengan pola kebiasaan
yang terdidik dalam keseharian.
Untuk mengimplementasikan Mujahada dan Riyadah maka
diperlukan Pendidikan Karakter dan konsep serta Sauritauladan dalam
realisasinya.
Untuk
itu
Pembentukan
Karakter
beragama
dalam
pandangan Islam ini dapat dilaksanakan dengan konsep dan metode
yang yang terdapat dalam Tazkiyyatu al-Nafs perspekktif al-Ghazali.
Yang merupakan konsep dan metode penunjang pembentukan karakter
beragama. Pendidikan yang
pembelajaran baik dirumah,
merupakan
wadah pelatihan dan
disekolah dan di masyarakat menjadi
peranan yang penting dalam hal tersebut.
Melalui pendidikan dan Sauritauladan, manusia memiliki jiwa/
karakter yang baik dan buruk sesuai dengan pengalaman dan
penghayatannya didalam beragama. Mengingat pentingnya pendidikan
dalam
pembentukan
karakter
beragama,
maka
harus
adanya
keseimbangan antara kecerdasan ruhania (Transcendeta Intelligence)
yaitu membentuk kepribadian/ karakter yang bertanggung jawab dengan
hadirnya rasa cinta (Mahabbah) kepada kebenanran, kejujuran, rela
berkorban dan kepedulian yang sangat kuat terhadap moral.
Alternatif yang dapat dicapai dalam pembentukan karakter
adalah bidang pendidikan agama . “Menurut teori Fakulti (faculty
theory ) tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada yang tunggal
tetapi
terdiri atas beberapa unsur, antara lain:
memegang
peranan
fungsi cipta ( reason ) rasa (emotion ) dan karsa ( Will). Ketiga sumber
inilah yang akan menjadikan potensi moral yang secara ensensial dan
esksistensial sebagai makhluk religious (homo religious) Dari ketiga
potensial tersebut, bukanlah sesuatu yang bersifat telah jadi (state of
17
being ), tetapi merupakan keadaan natural( state of becomi ) dalam
konteks budaya secara makro maupun mikro melalui pendidikan.
Maka untuk membentuk karakter beragama yang terkait dengan
Mujahada dan Riyadha diperlukan tazkyiyatu al-Naf., Berdasarkan alQuran sebagai sumber petunjuk umat Islam, dimana kurang lebih dua
puluh tujuh ayat yang berkenaan dengan kata dan masalah Tazkiyah alnafs sebagai pembentukan karakter beragama yang kuat dan sempurna
dan tujuan hidup yang utama bagi orang yang bertaqwa, dan padanya
bergantung keselamatan dan kesengsaraan manusia di dunia dan akherat
dalam pandangan Allah. Hal ini sudah menjadi kenyataan dalam sejarah,
ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 164:
            
         
  
164. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Berdasarkan keterangan tersebut Tazkyiatun al-Nafs, merupakan
pelatihan diri dalam pengendalian nafsunya. Maka hanya
para kaum
Ulama dan Nabi yang dapat dijadikan contoh pembelajaran ini. Berkaitan
dengan hal tersebut maka Sauritauladan yang baik bagi umat Islam adalah
Nabi Muhamamad Saw, sebagai manusia yang berbudi pekerti yang mulia
seperti yang terdapat dalam surat al-Qolam, 68:4
    
4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
18
Untuk merelisasikan mujahada dan Riyadah kita harus mengetahui
dan memahami makna yang terkandung dalam Tazkiyyatu al- Nafs
tersebut.
3. Tazkiyyatu al-Nafs Sebagai Penjiwaan Hidup Dengan Nilai-nilai
Agama Islam
Dalam Tafsir al-Kabir Fakkr al- Razi, Tazkiyyatu al-Nafs
“ Merupakan ungkapan tentang Tathir dan tathmiyah yang berfungsi
dalam dirinya dengan isu-isu moral dan agama7.
Pandangan Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al- Din, bahwa Tazkiyyatu
al-Nafs adalah :
“Konsep pembinaan Mental Sepiritual, pembentukkan jiwa, atau
penjiwaan hidup dengan nilai nilai agama Islam. dimana konsep tersebut
merupakan pembentukan kualitas kepribadian individu menuju
kekhusyuan dalam hal kematangan, kedewasaan sebagai motivasi
seseorang dalam beriman dan beramal saleh.8
Musafir Muhammad Abduh mengartikan Taziyyah al-Nafs
“Dengan tarbiyah al-nafs (pendidikan Jiwa) manusia dapat dibentuk
dengan kesempurnaan jiwa dengan kesempurnaan aqal (tazkiyah al-aqal),
dimana kesempurnaan aqal tersebut dapat dikembangkan dan disucikan.
Sedangkan tazkiyah al-aqal hanya dapat dicapai dengan kesempurnaan
tauhid murni. 9
Pendapat para ahli pendidikan dan ilmu jiwa bahwa Tazkiyyatu al-Nafs
menurut pendapat Zainuddin Sadar, Muhammad Fazl-Ur, Rahman
Ansari,dalam Spiritualisasi Islam yang menumbuh kembangkan
kepribadian dan kesehatan mental karangan Yayah Jaya Th 1994, pada
buku The Qur’anic Faundations of Islamic Mission, 1973)
mengemukakan :
“Tazkiyyah al-Nafs sebagai konsep pendidikan dalam pembentukkan
karakter (watak) dan tranformasi dari personalitas manusia, dimana
seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting dalam prosesnya
(Zainuddin Sadar ).
Tazkiyyah al-Nafs merupakan konsep pendidikan dan pengajaran, tidak
hanya membatasi dirinya pada proses pengetahuan yang sadar, tetapi
agaknya lebih merupakan tugas untuk memberi bentuk pada tindakan
7
. Yayah Jaya. Spiritualisasi Islam dalam Menumbuh Kembangkan Kepribadian
& Kesehatan mental. (Penerbit.CV Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam Ruhama .
Th.1994) hl. 51
8
.Op.Cit. Yayah Jaya. Hl. 52
9
Muhammad Rasyid Ridha (ed,);Tafsir al-Manar ,juz 4, (Mesir, Maktabat alQahirat .t.t) hal .222 – 223.
19
hidup taat bagi individu yang melakukannya, dan mukmin adalah karya
seni yang di bentuk oleh Tazkiyyatu al-Nafs Pandangan Fazl-UR .10
Tazkiyyah al-nafs adalah upaya Psikologis dari si agen moral untuk
membasmi kecenderungan jahat yang ada dalam jiwa untuk mengatasi
konflik batin antara al-nafs al-lauwamat dan al-nafs al-ammarat, dengan
harapan dapat berkemampuan dalam mengatasi konflik, tumbuh sebagai
pribadi yang kuat, dan mampu melakukan aksi sesuai dengan moral.
( Rahman Anasari ).11
Pendapat
al-Ghazali
mengenai
tazkiyyah
al-nafs
banyak
menyimpulkan dari berbagai sudut pandang secara Ilmu, aqidah, dan
taharah serta segi kejiwaan (al-qalb). Adapun pendapatnya sebagai
berikut:
a.
Segi Ilmu ; mengatakan tazkiyyah al-nafs merupakan sebuah ilmu
terpuji yang wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap musllim , karena
tazkiyah al-nafs merupakan ilmu muamalat (Praktis), dan fardu’l-ain
hukum mempelajari karena dalam misinya terdapat ajaran –ajaran dasar
islam, seperti Ilmu aqidah, muamalat(adat), dan akhlak.
b. Dalam pandangan aqidah ; tazkiyyah al-nafs sebagai makrifat kepada
Allah dan tanzih kepada-nya. Dimana makrifat memiliki pengertian
mengetahui dan meyakini adanya zat,sifat, afal Allah, dan ajaran alsam’iyat (yang berhubungan dengan kehidupan akhirat atau hal yang gaib).
Sedangkan Tanzih dalam pengertiannya mensucikan Allah dari sifat-sifat
yang tak pantas bagi kesucian dan kemahaagungan-nya.
c. Dari pandangan Taharah ; al- Ghazali memandang dari kebersihan alqalb (taharah al-qalb), atau tathir al-qalb, dimana terbagi
menjadi
empat tingatkan yaitu :
1 ) Pertama: membersihkan badan lahir dari segala hadas, kotoran
dan benda-benda yang menjijikan
2) Kedua: mensucikan anggota badan dari segala perbuatan
dosa dan salah.
10
. Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan kepribadian dan
kesehatan mental. Yahyah Jaya dalam Ringkasan buku: The Qur’anic Faundations of
Islamic Mission, 1973), hal.300 .(CV Ruhama 1994)
11
. Artikel Spiritualisasi Islam Yahya Jaya: hal.302-303
20
3)
Ketiga : mensucikan jiwa (al-Qalb)dari
segala akhlak
tercela.
4)
Keempat : Mensucikan sir dari segala sesuatu, selain Allah.
Dari keempat tingkatan ini yang keempatlah yang dimiliki Rasulullah
dan para Nabi serta al-shiddikin.12
Tazkiyyatu al-Nafs sebagai pembenahan diri yang bersumber
pada Nafs itu sendiri, dimana Nafs dapat dibentuk karena :
a) Nafs bersumber dari apa yang masuk kedalam tubuh kita, dan
menjadikan unsur tersebut membentuk karakter yang baik dan yang
baru.
b) Halal dan tidaknya suatu yang kita gunakankan membawa karakter
yang kuat terhadap pembentukan jiwa
c) Perut merupakan Nafs syahwat yang sulit di kendalikan kecuali
dengan ketegasan dan kearifan yang ada.
d) Keindahan dunia dan kelezatan yang ada merupakan sumber Nafs
yang sangat dominan.
e) Kehidupan yang layaknya kehidupan binatang adalah sumber Nafs
yang sulit di kalahkan, yang menjadikan manusia Fasik, dan tidak bisa
membedakan yang halal dan haram.13
Maka tazkiyyatu al-nafs ini dapat dilakukan melalui Pengendalilan
Nafsu dalam diri dengan cara :
1) Mengurangi makan, makanlah ketika lapar berhentilah
sebelum kenyang terdapat dalam S. Al-Araf :31
         
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
12
. Ibid. Ringkasan Spiritualisasi Islam Yahya Jaya: hal.302-303
Al-Ghazali . Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJakarta 2007) h.237
13
21
2. Mengurangi tidur yang berlebihan
3. Berbicaralah yang baik, atau lebih baik diam ( sedikit berbicara)
4. Menghindari hal-hal yang tidak berguna
5. Memperbanyak mengingat Allah dengan berzikir, bersyukur dan
bertafakur serta menghisap diri.
Dalam kitab Arba’in al-Ghazali diterangkan katrakter terbentuk
baik dan buruk tergantung bagaimana kita meningkatkan jiwa ibadah
dalam keagamaannya.
Berkaitan dengan hal tersebut maka
akhlak
terpuji dan akhlak tercela bagian dari pembentukkan karakter diri
seseorang.
B. Hasil Penelitian yang Releven
Dalam kajian teoritik ini penulis mengambil pemahaman bahwa
Hubungan Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyatu al-Nafs
dalam perspektif Al- Ghazali menghasilkan pengetahuan tentang Pensucian
Diri (Tazkiyyatu al-Nafs) sebagai Realisasi dari penghambaan kepada sang
pencipta ( Allah ).
Sebuah keyakinan hanya dapat dipertunjukkan dengan pembersihan
dan penghambaan makhluk kepada sang pencipta, untuk menumbuh
kembangkannya maka diperlukan suatu proses pendidikan dan pelatihan serta
pembinaan yang terarah sesuai ayat–ayat Allah yang menerangkan tentang
kehidupan dan fungsi hidup pada manusia.
Untuk memahami dan mengerti arti sebuah penghambaan, maka
diperlukan proses berfikir yang menjadikan akar dari sebuah pelaksanaan,
suatu yang baik dan buruk terbentuk dari cara berfikir yang sehat dan cara
berfikir yang tidak baik. Oleh karenanya dalam Al-Quran al-Karim, Allah
S.w.t sangat menekankan pentingnya berfikir dan menyeru kepada manusia
untuk menggunakan akalnya yang ada pada dirinya, dalam Firmannya Allah
mengatakan :
22
       
242. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukumhukum-Nya) supaya kamu memahaminya.
Keetapan-ketetapan yang Allah berikan merupakan landasan
manusia dalam menjalani kehidupan, jika kita padukan dengan ilmu
pengetahuan
maka
proses
berfikir
merupakan
perubahan
dan
perkembangan kecerdasan, disini diperlukan kecerdasan Ruhaniah
(Transcendental
Intelligence)
yang terdapat
dalam
Qalbu
untuk
membentuk rasa cinta (Mahabbah),dengan dasar cinta ini diharapkan
pembentukan karakter beragama dapat di sentuh dan di miliki
setiap
manusia, sehingga penghambaan kepada sang pencipta merupakan sebuah
keinginan untuk memberi dan tidak pamrih untuk memperoleh imbalan,
menumbuhkan rasa cinta yang bukan komoditas , tetapi sebuah kepedulian
yang sangat kuat terhadap moral dan kemanusian.
Qalbu (hati) memliki potentsi fikir yang berasal dari kesucian jiwa
dalam bentuk fu’ad yaitu kemampuan untuk mengolah, memilih dan
mememutuskan segala informasi yang dibawa oleh sentuhan indra, hal ini
ditekankan dalam S. al-Israa :36
             
  
 
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
23
Fu’ad memberikan ruang untuk akal, berfikir, bertafakur, memilih dan
mengelolah seluruh data yang masuk dalam Qalbu manusia. Sehingga,
lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan moral.14
Dalam kitab Arnba’in Al-Ghazali, 40 Dasar Agama menurut
Hujjah Al-Islam menerangkan bahwa ilmu merupakan Qodim dan Azali.
“ Allah Maha mengetahui segala objek pengetahuan, meliputi semua yang
berlaku di pelosok bumi hingga yang di langit paling atas. Tidak sebutir
debu pun di langit maupun di bumi yang luput dari pengetahuan-Nya. Ia
bahkan dapat mengetahui semut hitam yang merangka diatas padang
sahara luas pada kegelapan malam, menangkap gerak atom (Zarrah) di
udara serta mengetahui yang samar
dan terselubung. Dengan
pengetahuannya yang Qodim dan Azali, ia dapat mengetahui getaran
getaran jiwa, gerakan- gerakan hati dan selubung –selubung rahasia. Ia
senantiasa memiliki sifat memiliki sifat Qadim dan Azali, bukan
pengetahuan yang dipengaruhi sebagai hasil transformasi dan perubahan
zat-Nya. 15
Bersandarkan konteks ayat 36, surat al-Israa maka hasil penelitian
yang didapat sebagai berikut :
1. Memperbanyak mengingat allah dengan mempertinggi Ibadah.
Ketika manusia belum dekat sang pencipta hidupnya tidak teratur
dan memikili jiwa yang kasar, setelah mengalami kegiatan tazkiyyatu
al nafs dengan banyak melaksanakan ibadah sholat menjadi melikiki
jiwa yang sabar dan arif bijaksana. Seperti yang terjadi pada saidina
Umar. Dikalangan dunia modern adalah dengan memperbanyak
mengingat allah maka ketenangan jiwa di dapat, hal ini terjadi
perubahan pada seorang pecandu Narkoba yang mampu mengatasi
dirinya dalam mengatasi penyakit yang diderita dengan banyak
berzikir dan berselawat secara terus menerus dalam pembersihan dan
mengosongkan pikirannya dengan memingat kebutuhan fisiknya yang
menuntut untuk dia mengkongsumsinya, sehingga dapat kembali
normal seperti manusia biasa.
14
. Kh.Toto Tasmaran, kecerdasan Ruhania, membentuk Kepribadian yang
berakhlak dan bertanggung jawab, Frofesional dan berakhlak. (Gema Insani Press, Anggota
Ikapi. 2001)hl. 96
15
. Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta,
Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.5
24
2. Hasil dari mengurangi tidur dan makan
Bagi para Tasawuf Supi ketenangan jiwa dan kebahagiann batin dapat
dirasa ketika rasa lapar itu hilang dan dapat membukakan mata
batinnya. Sedangkan Hal tersebut disaat ini dapat dirasakan menjadi
sebuah pelatihan diri untuk lebih merasakan yang dirasakan dari
rasa kekurangan tersebut menjadikan tumbuhnya rasa social kepada
sesama manusia dan ketekunan dengan banyak mengurangi tidur
menghasilkan pemikiran yang jernih ketika manusia terbangun pada
malam hari dan untuk berkhawalat memecahkanpermasalahan yang
dihadapinya, menurut para sufi fikiran yang jernih hanya didapat
dengan cara berkhawalat memgosongkan fikiran dari unsur unsur
kehidupan dunia yang kurang bermanfaat.
3. Keterkaitan dengan uraian diatas maka dapat kit abaca beberapa buku
yang terkait dengan pembahasan sebagai hasil penelitian yang releven
antara laian seperti dibawah ini :
a. Piskologi Agama, Memahami Prilaku dan mengaplikasikan
Prinsip-prinsip Psikologi, Prof. Dr.H.Jalaludin (PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta 2012)
b. Spiritualisasi Islam, Dalam menumbuh kembangkan Kepribadian
dan Kesehatan Mental. Dr. Yahya Jaya. M.A (Cv.Ruhama, Bidang
niaga Yayasan Pendidikan Islam Ruhama , Jakarta 1994)
c. Risalah Tasawuf, Kitap Suci Para Pesuluk . Ibrahim Amini
(Islamic Center Jakarta 1994)
d. Ringkasan Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali ( PenerbitPustaka
Amani Jakarta 2007 )
e. Psikologi Agama, Memahami Pengaruh Agama terhadap Prilaku
manusia. Gazi, S. Psi.,M.SI dan Dra. Faojah. MA (Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010)
f. Akhlak – Tasawuf, Nilai-nilai/ Budipekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf. Prof. Dr. Moh.Ardani(CV. Karya Mulia,Anggota IKAPI,
Jakarta 2005)
g. Arba’in Al- Ghazali, 40 Dasar Agama Menurut Hujah AlIslam(Penerbit Pustaka Sufi, Yogyakarta 2003)
h. Artikel dan lembaran berita yang terkait dengan pembahasan
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan penelitian maka digunakan Penelitian Pustaka
(Library Research) yang bersifat Analisis Kritis Deskriptif dan Analisis Kritis
Komparatif dengan uraian metodologi sebagai berikut:
A. Objek dan Waktu penelitian
Sesuai kebutuhan penelitian maka penulis menggunakan objek
penelitian berupa sumber data Primer dan data sekunder, adapaun waktu
penelitain adalah dimulai
bulan
Januari sampai waktu yang tidak
ditentukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. penulisan skripsi ini
bersumber dari : Buku Al – Ghazali Ihya „Ulum al-Din, Al- Ghazali
Arba‟in al-Gazali 40 Dasar Agama menurut Hujjah Al-Islam, Risalah
Tasawuf Kitab Suci Para Pesuluk, Ibrahim Amini , Sri Mulyati ed. Buku
ajar keIslaman berprespektif Gender ( Pusat Studi Wanit) PSW UIN
Syarif Hidayahtullah Jakarta. Th2005, Mo.Ardani, Akhlak –Tasawuf,
Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005 dan Yahya Jaya. Spiritualisasi
Islam ( Cv. Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam Ruhama. Jakarta 1993).
B. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah berbentuk Analisis
Deskriptifdan Komperatif sebagai hasil penelitian Kepustakaan (Library
Research) yang mengacu pada buku-buku, artikel dan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan Pembentukan karakter beragama dan pemahaman
mengenai Tazkiyyatu al-Nafs dan Pembentukan Karakter dalam sudut
pandang agama Islam.
C. Fokus Penelitian.
Adapun Fokus penelitian ini bersumberkan kepada data primer dan
data sekunder .
25
26
1. Data primer
Data primer adalah literature-literatur yang membahas secara
langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya
dari al-Ghazoali sebagai konsep Pembentukan karakter beragama
dengan pemahamannya tentang Tazkiyyatu al-Nafs dalam kitab AlGhozali yaitu Ihya „Ulum al-Din dan kitab Arbai‟in.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder berupa data-data tertulis baik itu bukubuku maupun sumber lain yang berkaitan dengan karya al-Ghazali,
tentang Pembentukan Karakter Beragama dan pemahaman Tzkiyyatu
al-Nafs
D. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literature, baik
primer maupu sekunder yang membahas tentang pembentukan karakter dan
pemahaman Tazkiyztu al-Nafs sebagai data-data yangdikumpulkan,
kemudian dibuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus
tentang objek kajian dari buku–buku, terutama yang berhubungan dengan
pokok yang dibahas.
27
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif
1. Riwayat Hidup Al-Ghazali
Masa hidup al-Ghozali adalah masa muculnya aliran – aliran,
paham agama dan aspirasi-aspirasi pemikiran yang saling berlawanan.
Dari satu segi lahir pula ahli ilmu kalam dan kebatinan yang
menganggap bahwa mereka itu diberi keistimewaan dapat mengikuti
imam yang mas‟sum (tidak pernah salah) dan muncul juga para filosof
dan tasawuf. Al-Ghozali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak
pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung pencari kebenaran.1
Al-Ghozali lengkapanya bernama Abu Hmid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Ta‟us al Thusi al –Syafii dan secara
singkat Al-Ghozali atau Abu Hamid. Dalam bahasa latin, namanya
sering ditulis dengan Algazel atau Abuhamet.
Al-Ghozali lahir pada tahun 445 H/1058 M. (tidakdikethui bulan
dan tanggalnya), disuatu kampung kecil yang bernama Ghazala,
kabupaten Thus Propinsai Khurasanm wilayah yang Persi (sekarang
Iran), dari
penenun
keluarga yang
dan
mempunyai
miskin. Ayahnya Muhammad seorang
toko
tenun
di
kampungnya,
tetapi
panghasilannya yang kecil tidaklah menutupi kebutuhan keluarganya.
Walaupun hidup sangat miskin, ayahnya seorang pencinta ilmu yang
bercita - cita besar. Dia selalu berdoa semoga Allah mengetahuinya
putra- putra yang alim, yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu
yang banyak. Alangkah gembira hati keluarga itu, sewaktu mendapatkan
dua orang putra, yang kemudian hari memenuhi harapan yang besar itu,
yaitu :
1
Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem pendidikan Versi al –Ghozali, (terj.) Fathur
Rahman May dan Syamsudin Asyarafi, dari judul asli Al-Mazhabut Tarbawi
Inda al –Ghozali, ( Bandung : Al- Ma‟ arif, 1986), Cet. I,hal:16
27
28
a. Anak tertua bernama Muhammad yang kemudian digelarkan “Abu
Hamid”, dan setelah besar terkrnal dengan Al-Ghozli.
b. Anak ke dua dan terakhir dinamakannya Ahmad yang kemudian
digelarkan “Abu Futuh” dan dia adalah seorang juru dakwah yang
besar, yang kemudian hari terkenal dengan“Mujiddudien“2Sebutan
Al–Ghozali bagi Hujjatul
Islam, bukanlah namanya yang asli.
Adapun namanya sejak dari kecil ialah Muhammmad bin
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad. Kemudian sesudah
itu
berumah tangga dan mendapat seorang putra laki-laki yang bernama
Hamid, maka dipanggilkan “Abu Hamid” (bapak si Hamid), tetapi
sayang sekali anaknya itu meninggal pada waktu masih kecil.
Tiga nama Muhammad berturut-turut, yaitu namanya sendiri,
nama ayahnya, dan nama kakeknya, dan barulah diatasnya lagi
bernama Ahmad. Maka kebiasaan orang Arab menghubungkan nama
seseorang kepada ayahnya atau keluarganya dengan menyebut
“Ibnu”, tidaklah dilakukan pada diri al-Ghozali, misalnya nama Ibnu
Siena, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan nama lainnya lagi. Dalam hal
ini al-Ghozali bersamaan dengan al-Kindi, al- Farabi, l-Qaffal, alQayyam dan seterusnya.
Mengenai
sebutan
al-Ghozali,
diperoleh
dua
pendapat
dikalangan para ahli sejarah terhadapnya.
Pertama : Berasal dari nama desa tempat lahirnya, yaitu Gazalah,
sebab itu sebutannya adalah al-Ghazali (dengan satu”z)
Kedua : Berasal dari pekerjaan sehari- hari
yang dikerjakan
ayahnya yaitu seorang penenun dan penjual kain tenun dinamakan
“Gazzal”, sebab itu panggilannya al-Ghozali (dengan dua“z”)3
2. Pendidikan Al-Ghozali
Al-Ghozali memulai pendidikan dasarnya di negeri asalnya, Thus,
dia belajar ilmu agama secara mendalam dari Razakani Ahmad bin
2
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali.(Jakarta: Bulan
bintang, 1975) Cet.I.hal 29
3
.Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali …., hal 27-28
29
Muhammmad, kemudian dipelajarinya ilmu thasawuf dari Yusuf en
Nassaj, seorang sufi yang terkenal . Pada thun 476 H, Al-Ghozali
berpindah ke Jurjan melanjutkan pelajarannya, ia belajar kepada
Nashar el Isma‟ili. Tidak puas dengan pelajaran yang diterimanya di
Jurjan, maka ia kembali ke Thus selama 3 tahun lamanya.4
Diceritakan bahwa dalam perjalanan pulangnya beliau dan
kawan-kawannya dihadang sekawanan pembegal yang kemudian
merampas harta dan kebutuhan – kebutuhan yang mereka bawa.
Pada pembegalan tersebut merebut tas Al–Ghozali yang berisikan
buku-buku filasafat dan ilmu pengetahuan yang beliau senangi,
kemudian al-Ghozali berharap kepada mereka agar sudi ilmu
pengetahuan yang terdapat dalam buku itu. Kawasan perampok
merasa ibah hati dan kasihan kepadanya, akhirnya mereka
mengembalikan buku-buku itu kepadanya.
Diceritakan pula bahwa setelah kejadian itu beliau menjadi
rajin mempelajari buku-bukunya, mempelajari ilmu yang terkandung
di dalamnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selain
menaruh bukku-bukunya, di situ tempat khusus yang aman.5
Kemudian timbul fikirannya untuk mencari sekolah yang lebih
tinggi. Pada tahun 471 H. Al-Ghozali berangkat menuju kota
Nishapur
(Neisabur)
ia
tertarik
dengan
sekolah
tingginya
“Nizamiyah” disinilah (w.478 H/1085 M), yang diberi gelar
kehormatan “Imam Haramain” (Imam dari dua kota suci Mekkah
dan Madinah).
Kepada imam yang serba ahlil inilah, al-Ghozali belajar
langsung sebagai mahasiswa. Dia pelajari ilmu-ilmu agamna, ilmuilmu falsafah, keahlian al-Ghozali diakui dapat mengimbangi
keahlian guru yang sangat dihormatinya itu. Dengan tidak ragu
sedikitpun Imam Hawamain mengangkat al-Ghozali sebagai dosen
4
Ibid …., hal 31
Abudin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada,2003) Cet.III, hal.82
5
30
diberbagai fakultas dari Nizamiyah itu. Bahkan dia mewakilinya
memimpin maupun untuk menggantikannya pada setiap kali
berhalangan, baik untuk mewakilinya memimpin maupun untuk
menggantikannya mengajar.6
Al-Gozali memang orang yang Cerdas dan sanggup mendebat
segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih
hingga imam al-Juawini sempat memberi predikat beliau itu sebagai
orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan“laut dalam nan
menenggelamkan (Bahrun mughariq).” Ketika
gurunya ini
meninggal dunia, al-Ghozali meninggalkan Naisabur menuju istana
Nizam al-Mulk yang menjadi perdana mentri Sultan Bani Saljuk.
Keikut sertaan al-Ghozali dalam diskusi bersama kelompok
ulam dan para intelektual dihadapan Nizam al–Mulk
membawa
kemenangan baginya. Hal itu tidak lain berkat ketinggian ilmu
falsafahnya, kekayaan ilmu pengetahuannya, kefasihan lidahnya dan
kejituan argumentasinya, Nidzam al-Mulk
benar-benar kagum
melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya
sebagai guru besar di Universita yang didirikannya di Bagdad.
Peristiwa ini terjadi pada thun 484 H atau 1091 M.-7
Ditengah- tengah kesibukan mengajar di Bagdad beliau masih
sempat mengarang sejumlah kitab seperti Al–Basith, al-Wasih, AlWajiz, Khulashah ilmu Fiqih, al-Mumqil Fi Ilm al-Jaddal, Ma‟Khdz
al-khalaf, Lubah an-Nadzar, Tashin al-Ma‟akhiz dan al-Mabadi Wa
al-Ghayat fi Fann al Khalaf.
Namun kesibukan dalam karangan mengarang ini tidaklah
mengganggu perhatian beliau terhadap ilmu metafisika dan beliau
menegakkan kebenaran adat istiadat warisan nenek moyang di mana
belum ada seorangpun yang memperderbatkan soal kebenarannya
atau menggali asal-usul dari timbulnya istiadat tersebut.
6
7
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali...., hal. 32-35
Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghozali....., hal.14
31
Begitu juga ditengah-tegah kesibukkannya ini, beliau juga belajar
berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, sebagaimana terkenal
diwaktu itu. Belaiau mendalami berbagai aliran agama yang beraneka
ragam yang harapan agar dapaat menolongnya mencapai ilmu
pengetahuan sejati yang sangat didambakan.
Setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar
di Bagdad. Lalu ditingggalkannya di kota tersebut untuk menunaikan
ibadah haji. Setelah itu beliau menuju ke Syam, dan menetap beberapa
tahun di kota Jami‟ untuk melakukan kontemplasi dan merenungkan
kembali berbagai ilmu yang selama ini di pelajarinnya.
Setelah berlangsung cukup lama tingal di masjid Jami‟, beliau
pindah ke baitul Mqdis dan di tempat baru ini waktunya banyak
dihabiskan untuk beribadah dan menziarahi majelis–majelis pertemuan,
kemudian beliau pergi ke Mesir dan memetap di Iskandariyah dalam
waktu cukup lama. Sehabis di Mesir, beliau kembali banyak menyusun
kitab-kitab yang sangat bermanfaaat dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan
Demiklian al-Ghozali mempersiapkan dirinya dengan persiapan
agama yang benar dan mensucikan jiwanya dari noda-noda keduniaan,
pembela agama Islam yang besar serta salah seorng pemimpin yang
menonjol dizamannya.8
Setelah mengabdikan diri untuk pengetahuan berpindah tahun
lamanya. Dan sesudah memperoleh kebenaran yang sejati pada akhir
hayatnya, maka al-Ghozali meninggalkan dunia di Thus pada hari senin
tanggal 4 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111M.
Dengan dihadapi oleh saudaranya Abu Ahmad berdampingan
dengan makam penyair besar yang terkenal, Firdaus.Dia wafat
meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan anak laki-lakinya
8
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ....., hal 83-84
32
yang bernama Hamid sudah meninggal sebelum wafatnya. Karena anak
itulah dia diberi gelar “Abu Hamid .“ 9
3. Karya –Karya Al-Ghozali
Keistimewaan yang sangat luar biasa dari al-Ghozali, bahwa dia
adalah seorang pengarang yang sangat produktif. Di dalam segala masa
hidupnya, baik sebagai pembesar negara di Mu‟askar maupun sebagai
frofesor di Bagdad. Jumlah karangan-karangan al-Ghozali mencapai
angka yang besar sekali. Dan segala isinya membicarakan disekitar
“fikiran keagamaan” yang telah memenuhi segala hari-hari hidupnya.
Inilah yang menjadikan keistimewaan al-Ghozali, yaitu tunggalnya soal
yang dibicarakan dengan dasar-dasar fikiran yang tegas dan cara–cara
pembelaan yang kuat tentang pendapat-pendapatnya.
Al-Ghozali mempunyai susunan kata yang hidup, tegas dan tepat,
sehingga
mengingatkan
setiap
pembacanya
bahwa
penulisnya
mempunyai hati yang jujur, fikiran yang hidup dan kemauan yang
bulat.Menurut
cacatan
sejarah,
banyaknya
karangan
al-Ghozali
mencapai jumlah 300 buah, tetapi sayangnya, karangan–karangannya
yang banyak itu sudah tidak dijumpai lagi, habis dibakar oleh penguasapenguasa yang zalim (dijaman Tartar-Mongol), dibuang kelaut oleh
penguasa-penguasa di Andalusie, dan lain sebagainya.
Adapun karangan-karangannya yang masih diperoleh sekarang,
maka suatu majalah ilmiah yang terbit pasda tahun 1954,bernama
“Islamic Literature”, pernah menyebutkan jumlahnya 65 buah,
ditambah dengan 23 buah, yang berbentuk pamflet atau brosur.
Kesimpulan dari antara 300 buah karangan al-Ghozali, hanya
beberapa buah saja yang dapat diselamatkan dari cengkraman keganasan
para penguasa yang mengobrak abrik negara Islam dimasa itu. Kitab-
9
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal 52-53
33
kitab yang hilang banyak sekali kitab-kitab pentaing didalam berbagai
ilmu pengetahuan.10
Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Bagdad ialah
kitab Al-Munqidz Min ad-Dholal (Penyelamat dan Kesesatan). Kitab ini
dianggap sebagai salah satu buku referensi yang penting bagi sejarawan
yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan al-Ghozali.
Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya diwaktu transisi
yang mengubah pandangannya tentang nilai – nilali kehidupan.
Dalam kitab ini juga beliau menjelaskan bahwa iman dan jiwa
tumbuh berkembang, bagaimana hakekat ketuhanan itu dapat tersingkap
atau terbuka bagi umat mausia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati
(ilmu keyakinan) dengan cara tanpa berfikir dan logika namun dengan
cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf.11
Diantara karangan-karangan al-Ghozali yang dapat kita temukan
baik dalam bidang falsafah, akhlak, tasawuf adalah sebagai berikut:
a. Mizanul-„amal (Neraca amal)
Kitab yang terdiri dari 215 halaman ini menurut anggapan Dr.Zaki
mendampingi kitab Ihya ulum ad-din, bahkan isinya lebih teliti dan
kongkrit dan merupakan ulasan (ringakasan) daripadanya. Al-Gozali
sendiri menegaskan bahwa kebanyakan dari isi kitab ini memakai
sistem tasawuf.12
b. Tahaful al-Falasifah (Kesesatan ilmu falsafah)
Dikarangnya sewaktu al-Ghozali berada di Bagda, dalam usia35-38
tahun. Kitab ini berisi tantang kecaman yang sangat hebat terhadap
ilmu falsafah.
c. Jawahir Al-quran (permata-permata dari al-Quran)
Kitab ini menjelaskan tentang keajaiban–keajaibanyang terdapt di
dalam al- quran
10
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal 57
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ....., hal.84
12
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal.71
11
34
d. Minhaj al-Abidin (Jalannya mengabdikan diri kepada Tuhan)Kitab ini
adalah karangan yang terakhir dari al-Ghozali, isinya merupakan
nasehat terakhir kepada segenap manusia
e. Bidayah al-Hidayah (permulaan Hidayah)
Kitab ini mengajarkan adab kesopanan didalam hidup manusia,baik
dalam hubungan dengan tuhan atau sesama manusia.
f. Ayyuha al Walad ( Wahai anakku!)
Kitab ini berisikan tentang amal pernuatan dan tingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari baik yang berhubungan dengan tuhan atau
sesama manusia
g. Kimia as-Sa‟ada (kimia-nya kebahagiaan) Ada yang mengatakan kitab
ini adalah terjemahan di dalam bahasa persi yang buat sendiri oleh alGhozli dari sebagian kitab Ihya Ulum al-D.in
h. Al-Munqiz ad-Dalal (Pembebasan dari kesesatan)
Kitab ini diterbitkan pertama kali di kairo pada tahun 1303 H. Oleh
Islamiya Press. Cetakan yang ke III di terbitkan di Damaskus pada
tahun 1358 H. Terjemahannya dalam bahasa Eropa pertama
diterbitkan F.A.Schmolder dengan memakainama “Essai sur les ecol
Philosophiquis Ches le Arabes “ pada tahun 1842 M
i. Ihya Ulum ad-Din (Menghidupkan kembali ilmu–ilmu agama)
Kitab ini merupakan puncak karangan al-Ghozali, karangan alGhozali setelah ia berada kembali di Nashapur dalam usia 50 tahun.
Kitab Ihya„Ulum al-Din ini yang menjadikan sumber dari akhlak dan
tasawuf peninggalan al-Ghozali
j. Kitab Ihya Ulum ad-Din pertama kali di terjemahkan kedalam bahasa
Indonesia pada penghujung abad 18 oleh seorang ulama besar
Pelembang, bernama Syekh Abdus Shamad dengan nama “Siyar
Shalihien“terjemahan yang paling baru pada abad ke 20 ini dilakukan
oleh H. Ismail Yakub dari Aceh pada tahun 1963 dengan nama “Ihya
al-Ghozali”(Penerbit C.V.Enizan, Medan ) dan oleh Maisir Thaib, A
35
Thaher Hamidy dan Hanifa z, pada tahun 1966 (Penerbit Pustaka
Indonesia, Medan), terdiri dari 12 jilid. 13
Jika ditelusuri maka karya-karya al-Ghazali berjumlah 85 Judul
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan menurut Samuel M.
Zwemer diantaranya 32 karya yang penulis tuliskan yaitu :
1)
Ihya „Ulum al-Din
2)
Al-Adab fil al-Din
3)
Al-Arba‟in fi Ushul al-Din
4)
Asas al-Qiyas
5)
Al-Istidraj
6)
Asrar Mu‟ammalat al-Din
7)
Al-Iqtishad fil al-„Ilmi al-Kalam
8)
Al- Imla „Ula Musykil al-Ihya
9)
Ayyuhal Wallad
10) Al-Bab al-Muntaha fil „Ilmi al-Jidal
11) Bidayah al-Hidayah
12) Al-Basith fil Dirayah al-Daur
13) Ghayah al-Ghar fi Dirayah al-Daur.
14) Al-Ta‟wilat
15) Al-Tibru al-Masbuk fi Nasha‟ih al-Muluk.
16) Tahshin al ma‟khadz
17) Talbisu al-Iblis
18) Al- Ta‟liqoh fi Fur al-Madzhah
19) Al-afarraqah baina al –Islam wa al-Zindiqiyah
20) Tahaful al-Falasifah
21) Thzih al-Ushul
22) Hujjah al-Haq
23) Haqiqah al-Quran
24) Al-Hikmah fi makhuqat Allah „ Azza wa Jalla
25) Al-Risalah al-Wu‟dziyah
26) Qawasim al-Bathiniyayah
13
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal.79
36
27) Kimya „al-sa‟adah
28) Al-munqidz min al-Dhalal
29) Al-Wujiz
30) Al-Wasith
31) Al Ta‟wilat
32) Tafsir al-Qur‟anal-„Adzim
4. Sejarah Pemikiran dan Budaya Umat Islam Masa Al-Ghazali.
Yang terkenal dengan Spritualisasinya dalam kajian Islam ini
lahir dimasa priode klasik dari sejarah islam tepatnya tahun 650-1250 M.
dimana dimasa kehidupannya tidaklah lagi menjadi masa kemajuan
Islam yang terjadi pada tahun 650-1000 M, akan tetapi dalam keadaan
kemundurun Islam atau di sentegrasi dari periode sejarah Islam pada
tahun ke 1000-1250 M.
Dimasa ini Islam mengalami kekuasaan yang dipimpin oleh
Abbasiyah dalam hal social dan politik umat Islam, dimana pada
pemerintahan ini sudah sangat mundur dan lemah. Dan berpuluh –
puluh ribu tahun sebelum kelahiran Al-Ghozali, para khalifah Abbasyiah
sudah menjadi boneka ditangan para tentara pengawal dan dominasi
Dinasti Buihi atas Bagdad Al-Ghazali adalah toko Islam Sunni yang
beraliran tasawuf, memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan
Islam di belahan Timur. Seorang tokoh.
Kemunduran dan kelemahan ini terus berlangsung pada masa
kehidupan Al-Ghozali, dan sampai pada masa kehancuran Bagdad
ditangan Huaghu Khan, tahun 1258 M.
Disamping
kerajaan
Abbasyiah
sudah
mengalami
masa
disentregrasi, dibidang politik dan kebudayaan, datang pula serangan
yang dilancarkan oleh golongan syiah atas Bagdad.
Mulai dari
pemberontakan yang dilancarkan oleh kaun Zanj, Qaramitah, dan
Hasysyasin sampai pada pada intrik–intrik yang dilakukan oleh Buwaihi.
37
Salah satu aksinya adalah penyerangan oleh kaun Buwaihi
terhadap kota Mekah dan Bagdad, serta membawa lari hajar Aswad
berpusat di Alamut, berhasil mengacau keamanan dan ketenangan umat
melalui aksi pembunuhan terhadap para pembesar kerajaan yang mereka
musuhi. Diantara pembesar kerajaan yang mereka bunuh diwaktu AlGhozali masih hidup adalah Perdana Mentri Nizham al-Muluk dari
Dinasti Saljuk di tahun 1092 M.14 Disamping latar belakang sejarah
yang suram di atas, terdapat pula pertentangan antara kaum Mutakalimin
5. Konsep – Konsep Al-Ghazali dalam pembentukan Karakter
Dalam perkembangan Ilmu tasawuf al-Ghazali memiliki nilai
yang berbeda dengan para salaf yang terkenal sufinya. Al-Ghazali
merupakan sosok sufiesme
yang beraliran
penerus
al-Qusyairi. Sejarah perjalananya al-
paham pengajaran
tasawuf
sunni dan
Ghazali yang dititipkan kepada sahabat ayahnya yang bernama
Ahmad Muhummud al-Radzikani sepeninggalannya menjadikan alGhazali belajar mengaji fiqih dan belajar tasawuf.
Selama Priode kehidupannya itu al-Ghazali menimba dan
mendalami ilmu dan filsafat. Hal ini dilakukan, dimungkinnkan untuk
menghilangkan keraguannya yang muncul sejak ia mengajar. Namun
kenyataannya, ilmu-ilmu tersebut tidak memberikannya ketenangan
jiwanya malah semakin bertambah, sehingga ia mengalami krisis
psikis yang kronis. Hal ini diuraikannya dalam karyanya yang
berjudul al-Munqidzmin al-Dhalal.15
Pada tahun 488 H ia meninggalkan Bagdad untuk menunaikan
ibadah Haji. Dia meninggalkan kedudukannya sebagai guru di
Madrasah al-Nidzamiyah,dan kemudian hidup menyendiri untuk
ber‟uzlah, merenung, dan berfikir. sementara tugas mengajarkan
diserahkan kepada saudaranya Ahmad, yang juga seorang alim dalam
14
15
Jakarta)
. Jaya . Op Cit Hl 14
. Taftazani, Hl. 153 .Tasawuf ed. Sri Mulyati. (PSW. UIN Sarif Hidayatullah
38
ilmu pengetahuan.16 Ia pergi ke Syam serta tinggal di Damaskus,
mengajar diruangan sebelah barat mesjid kota itu. Setelah itu pergilah
ke Bait al-Maqdis. Kemudian pergi ke Mesir, dan beberapa lama
tinggal di Iskandariyah, dan kembali lagi ke Thus untuk menulis
karya– karyanya.
Perjalanan hidupnya ini dituangkan dalam tulisan beliau yang
paling besar dalam kitab Ihya „Ulum al-Din.Dari sinilah terpancar
cahaya Illahi pada al-Ghazali, cahaya kebenaran, cahaya hikmah
sehingga al-Ghazali menemukan jawaban atas usahanya yang selama
ini pikirkan, renungkan dan ia dambakan.
Adapun mazhab-mazhab yang ia pergunakan adalah mazhab
Isma‟iliyyah di Afrika, yang berpusat di Mesir, pada zaman dinasti
Fathimiyah, dengan kehadirannya menjadikan al-Ghazali mampu
mengembalikan tasawuf dengan fiqih pada konsep semula yang
berdasarkan pada al-Quran dan al-sunah. Sehingga ulama sunni dapat
menerima tasawuf.
Filsafat adalah ilmu yang pertama kali al-Ghazali pelajari
sebelum beliau mendalami ilmu tasawuf, sedikit benyaknya telah
mempengaruhi konsep tasawuf dikalangan sunni. Hal ini dituangkan
dalam karyanya mengenai Wadah al-Wujud dalam kitabnya alMunqiz min Dhalal.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, al-Ghazalli adalah
seorang tokoh Islam yang memiliki pengetahuan yang luas dan
dalam. Ia menguasai berbagai Ilmu Pengetahuan dan mampu
mengungkapkannya secara menarik, seperti yang tercermin dalam
karya-karyanya. Seperti diungkapkan Taftazani, dalam bidang fiqih ia
berafiliasi pada aliran Syafi‟iyah, sebagai seorang teolog ia berafiliasi
pada aliran asyariyah. Selain ilmu agama ia juga menguasai filasafat
dan logika.
16
Sri Mulyati ed. Buku ajar keislaman berprepektif Gender ( Pusat Studi
Wanita, PSW UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta. Th2005 ) hl.211-212
39
Sementara dalam ilmu Tasawufnya al- Ghazali menganut
faham tasawuf sunni yang berdasarkan dokrin akhli Sunah wal
Jama‟ah. Al-Ghazalipun dalam konsep Tasawufnya mencoba
menjauhi semua kecenderungan genotis yang mempengaruhi para
shafa, dan lain-lain. Diapun bertentangan dengan konsep ketuhanan
menurut pandang Aristoteles, yaitu teori emanasi dan penyatuan,
sehingga corak tasawuf al-Ghazali benar-benar bercorak Islam.
Secara umum konsep al-Ghazali menempatkan beberapa
maqam untuk mengenal kebenaran tentang tuhan atau Ma‟rifatullah.
Maqam-maqam tersebut adalah : tobat, sabar, tawkal, ridha,
mak‟rifat, mahabah, dan bahagia.
Berdasarkan
konsep tersebut al-Ghazali
memiliki konsep
pembentukan karakter yang tertuang dalam karyanya yaitu kitab Ihya
Ulum al-Adin dan kitab
Arbain sebagai landasan penulis untuk
mengungkapkan pembentukan karater beragama secara Islam.
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komperatif
1. Konsep Al –Ghozali Tentang Pembentukan Karakter dalam
Perkembangan Zaman
Karakter dalam Islam merupakan
budi pekerti, dimana budi
pekerti ini dapat dibentuk melalui pendidikan akhlak Islami. Dalam
metode Islam konsep al-Ghazali adalah memiliki nilai-nilai semangat
mengembalikan
ajaran-ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan al-
hadits. Berdasarkan konsep yang dikembangkan al-Ghazali mengatakan
“ Bahwa jiwa Islami akan diraih ketika manusia meletakan sesuatu atas
dasar kodrat, kemampuan, naluri, fitrah dan kenyataan historis.
Artinya dalam pembentukkan karakter diperlukan peran aktif manusia
itu sendiri dalam mengembangkan potensi jiwa yang dimilikinya.
Dengan semangat jihat dan usaha yang keras untuk dapat
merubah kebiasaan dalam lingkup batas kemampuan dan fitrah
manusiawinya, serta batas - batas kenyataan hidupnya. Karena hakekat
40
dari hidup itu adalah Usaha atau jihat disamping akidah (iman), seperti
yang dimaksud dalam surat Ar –Raad ayat 11:
             
               
         
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada
diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
     
39. dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya,
Konsep Al- Ghozali dalam pembentukan karakter agama maka
diperlukan beberapa metode (jalan) mewujudkannya yaitu melalui
perjalanan usaha dan partisipasi manusia yang mengimaninnya secara
sempurna, istiqomah dan berjuang ( berjihad) mencari ridha Allah.
Jika kita
lihat sejarah maka
tidak
bedanya
dengan
perkembangan Islam dimasa lalu dan sekarang yang membedakan hanya
system dan cara yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dimana
Jiwa spiritualisasi hampir mati dan tertinggal di karenakan problem
dunia yang mengakibatkan kemerosotan moral dan intelektual secara
41
umum. Pendek kata keadaan sosial, politik, budaya, intelektual, dan
akhlak ummat Islam mengalami krisis penjiwaan dalam agamanya.
Dimana kemiskinan intelektual Islami terjadi, spiritual dan moral
menjadikan aspek kehidupan dunia melupakan aspek kehidupan akherat.
Disini dapat kita temukan macam-macam peristiwa penyimpangan
aqidah, menghalalkan cara, keadilan sulit ditegakkan, kejujuran tidak
terlihat, perusakkan budaya melalui globalisasi arus informasi dan media
yang berlebelkan pendidikan, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini pengetahuan tentang pendidikan agama hanya
dijadikan formalitas saja. Konsep spituralisasi Al-Ghozali adalah konsep
yang
dapat
disesuaikan
dengan
perkembangan
zaman,
karena
berisikan flesibelitas, singkronisasi, dan keseimbangan metode dan
konsep dalam penjiwaan jiwa dalam bentuk akhlakul karimah yang
sesalu diimpikan dan diharapkan oleh manusia yang beriman maupun
yang tidak beriman. Karena pada dasarnya setiap insan mengharapkan
ketenangan jiwa baik batin maupun lahirnya. Dalam buku Yahya Jaya,
Spiritualisasi Islam, mengatakan bahwa :
“Al-Ghozali menekankan usahanya pada ajaran akhlak dan
tasawuf atau segi-segi moral dan mental spiritual dengan jalan
menghidupkan ilmu–ilmu agama dan jiwa keislaman, karena pada segi–
segi inilah terletak pokok pangkal segala krisis yang terjadi, dan
sekaligus bisa menjadi pokok pangkal timbulnya keamanan , ketertipan,
dan kebahagian dalam masyarakat. “17
Jika kita perhatikan ungkapan al-Ghozali diatas maka beliau
menekankan untuk menghadapi kehidupan perkembangan zaman maka
al-Ghozali menekankan pada 3 konsep yaitu : (1). Penghidupan kembali
jiwa („Ulum) agama Islam. (2). Tasawuf sebagai pondasi iman. (3).
Tasawuf sebagai aspek spiritualtas dan kejiwaan. Dari 3 konsep tersebut
diharapkan dapat mengimbangi kehidupan umat yang sudah sangat
mencintai dunia dan melupakan kehidupan akherat.
17
. Jaya Opcit . hl: 24-26
42
Menurutnya dengan Jalan Tasawuf dan Tazkiyyatu al nafs
sebagai dasar pembentukan karakter Islam tidaklah menjadi penghalang
dalam meraih kebahagiaan dunia akan tetapi menjadi suatu pengimbang
antara kebahagian hidup dunia dan akherat.
2.
Tazkiyyah al-Nafs kitab Ihya ‘Ulum al-Din sebagai Pembentuk
Karakter Beragama
a. Kibab Ihya Ulum al-Din.
Kebesaran kitab Ihya Ulum al-Din telah menjadikan syiar agama
memiliki nilai tingggi di kalangan ilmuan Islam dalam hal Kejiwaan
dan Ibadat, Ilmu, Aqidah, adat kehidupan manusia, seperti yang
terdapat dalam rub‟u al-ibadat dan rub‟u al adat yang dikemas menjadi
kandungan yang berisikan ilmu-ilmu keislaman, serta jiwa dan
semangat keberagaman Ihya‟Ulum al-Din lebih jauh dapat pula dilihat
dari kandungannya sendiri. Kandungan syarat berisikan ilmu-ilmu ke
Islaman, serta jiwa dan semangat keberagamaan..
Ihya Ulum al-Din terdiri dari atas empat rub‟u (bagian
perempat), dan masing – masing rub‟u terdiri atas sepuluh kitab.
Seterusnya masing–masing rub‟u terdiri pula atas sepuluh kitab.
Seterusnya masing- masing kitab ia rinci lagi pula atas sepuluh kitab,.
Seterusnya masing - masing kitab ia rinci lagi atas beberapa bab, fasal,
syarah, dan bayan( Penjelas). Rub‟u alibadat didahulukan karena
ibadat merupakan pokok dan tujuan utama manusia dijadikan allah.
.keharmonisan hubungan manusia dengan Allah terletak pada factor
ibadat kepada -Nya .
Sesudah Rub‟u al ibadat di letakan Rub‟u al‟adat. Rub „u ini erat
hubungannya dengan kehidupan sosial dan politik atau hubungan
manusia dengan sesamanya (Hablum Min Nannas) dan makhluk allah
lain-Nya
Pembinaan
keharmonisan
hubungan
manusia
dengan
sesamannya dan lingkungannya adalah tujuan dari rub‟u ini. Rub‟u al-
43
muhlikat dan rub‟u al-munjiyat erat hubugan manusia dengan dirinya
sendiri. Rub‟u al-muhlikat berisikan tentang sifat–sifat tercela yang
merupakan penyebab penyakit jiwa (amrah al-Qalb), serta jatuhnya
orang ke dalam kebinasaan ( al-Fasad) dan neraka.
Apabila orang bebas dari sifat–sifat al-muhlikat, tercegalah ia dari
penyakit jiwa dan selamatlah ia dari kebinasaan dan neraka Rub‟u almunjiyat berisikan uraian tentang sifat-sifat terpuji yang merupakan
pula pengobatan bagi penyakit jiwa (Mu‟ajalat amradh al- qalb), serta
pokok pangkal untuk memperoleh kebahagian, keselamatan, dan surga
di akherat nanti. Didahulukannya rub‟u al-muhlikat dari rub‟u
almujiyat disebabkan sifat-sifat terpuji tidak mungkin dapat tertanam
dalam diri, sebelum bebas dari sifat–sifat tercela :
3. Makna Tazkiyyatu al-Nafs dalam Kitab Ihya ‘Ulum al-Din
Berdasarkan kitab Ihya „Ulum al-din pengrtian Tazkiyah al-Nafs
dalam kitabnya tentang ilmu, aqidah, dan tharah dari hal rub‟u alibadat, dan kitab tentang keajaiban jiwa dalam latihan kejiwaan Rub‟u
al-muhlikat, maka Tazkiyah al-Nafs mengandung semangat dalam
memperdalam keislaman yang dapat membenahi kejiwaaan dan
pembentukan karaktrer Agama yang kuat.
Sementara rub‟u; al-mukhlikat dan rub‟u al-munjiyat itu sendiri
merupakan satu keatuan sebagai pembenahan jiwa dan pembentukan
karaktrer Agama yang kuat dalam Tazkiyah al-Nafs, dimana al-Ghazali
banyak meninjau pembenahan jiwa atau karakter itu terdapat pada
kejiwaan berdasarkan al-Qalb pendapat ini tertulis dalam kitabnya yang
terakhir Ihya‟ulum al-Din ,
4. Peranan Tazkiyyah al-Nafs dalam Mujahada dan Riyadha
Dalam kitab Arba‟in Al-Gazali, tentang 40 Dasar Agama
menurut Hujah Al-Islam Tazkiyah adalah pembersihan jiwa, adapun
firman Allah tentang hal ini :
44
   
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman) , Al A‟laa :14
   
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa
(Zakkaha) S.Asy-syams:9 .
Sabda Rasul : “Kebersihan adalah sebagian dari Iman.
Berkaitan dengan hal tersebut dapat kita ambil bahwa
kesempurnaan iman terletak pada kebersihan hati dari perbuatan yang
disukai-Nya, oleh sebab itu Tazkiyah adalah sebagian dari Iman
karna memiliki fungsi pembersihan hati dan jiwa terhadap hal-hal yang
tercela.
Sedangkan peranan dari Mujahada dan Riyadha adalah berjuang
untuk melawan dan membenahi jiwa dari unsur – unsur tercela yang
dapat merusak keyakinan dan aqidah yang sempurna. Adapun hal- hal
yang harus diperjuangkan melawan dari sifat tercela :
1)
Kikir dan Gila Harta
2)
Ambisi dan Gila Kehormatan
3)
Cinta Dunia
4)
Rakus terhadap Makanan
5)
Menggunjing
6)
Perdebatan
7)
Dengki (Hasud)
8)
Sombong
9)
Ujub
10)
Riya18
18
. Imam Gazali, Arba‟in al-Gazali, 40 Dasar Agama menurut Hujjah Al-Islam
(Yogyakarta, Penerbit Pustaka Sufi , 2003) hl. 81 -148
45
Peran Mujahada dan Riyadha dalam Tazkiyyah, adalah ber guna
membentuk akhlakul karimah sebagai karakter beragama yang baik
dan penyempurna agamanya.
C. Interprstasi Hasil Analisis
Dilihat dari
Perspektif agama dan peradapan budaya, keterkaitan
Karakter dan Pendidikan maka pembentukkan karakter merupakan bagian
dari akhlakul karimah yang menjadikan perubahan bagi diri seseorang
maupun lingkungan disekitarnya, sebagai indentitas berbudaya dan
berbangsa. Karakter merupakan ciri khas seseorang dalam bentuk jiwa
perubahan yang di pengaruhi oleh lingkungan, genetika dan alam serta iklim
tempat tinggal,
secara geografis maka budaya sangat mempengaruhi
pembentukkan karakter beragama. dalam hal ini yang menjadikan
Interprestasi analisis adalah bahwa karakter beragama dapat terbentuk
karena adanya jiwa yang terbentuk sesuai penndidikan yang berkembang,
terlatih dan memjadi pembiasaan maka melalui pendidikan Islam
berdasarkan tingkat karakteristik bangsa dan budayanya
keriman seseorang,
serta tingkat
melalui lembaga pendidikan agama diharapkan
pembentukkan karakterter beragama menjadi lebih intensif dan sangat
efektif.19
Selain dari itu pembentukan karakter tidaklah mudah seperti yang kita
harapkan dengan memberikan penyuluhan melalui teori dan pembelajaran
mengenai kaidah-kaidah dasar agama yang terbungkus dalam sub bidang
pendidikan agama saja, diperlukan pula adanya Intergrasi Ilmu–ilmu diluar
agama yang dipadukan dalam penyampaian dakwahnya agama sehingga
menumbuhkan rasa cinta dan memiliki kebanggaan dalam jiwa dan rasa terus
menerus berdasarkan
pengalaman dan
pembelajaran dilingkungan
sekitarnya.
19
Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa : Pijar-pijar pemikiran dan
tindakkan (Malang:Pustaka Kayu Tangan , 2005 )
46
Oleh sebab itu pembentukan karakter beragama sangatlah menjadi
peranan penting dalam pembahasan dibidang pendidikan, khususnya
pendidikan agama. Keterkaitan sain dan teknologi yang menjadikan
barometer didalam pengembangan kepribadian maka sangatlah penting
adanya filter budaya yang didasarkan kepada pendidikan pembentukan
karakter agama yang sangat signifikan dengan karakter budaya bangsa.
Pembentukan karakter beragama tentulah memiliki nilai sauritauladan
yang menjadikan titik tumpu didalam pengembangan dan pengelolahannya.
Maka diperlukan suritauladan yang pas sesuai Agama yang dianutnya. Islam
adalah pilihan bagi umat manusia yang menemukan sebuah kebenaran yang
didasarkan atas jiwa keyakinan yang hak atas kebenaran dan persaksiannya
kepada sang pencipta yaitu Allah Swt, terdapat dalam rukun islam yang
pertama yaitu syahadat.
Dari rukun yang pertama maka kita mempunyai suritauladan yang pas yaitu
Rasululah sebagai sumber rujukan semua karakter umat Islam. Hal tersebuat
telah ditetapkan oleh Allah Swt. Sebagaimana firman-nya dalam Qs.AlImran :
164 sebagai berikut:
            
         
 
sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka
adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
164.
Interprestasi
analisis yang dapat kita temui dalam hal ini adalah
Pembentukan karakter beragama memiliki peranan penting dalam menjiwai
dan melaksanakan kesempurnaan ibadah diagamanya, oleh sebab itu perlu
adanya keseimbangan dalam berprilaku dan beriman baik secara individu
47
maupun
berkelompok
yang
diarahkan
kepada
peningkatan
dan
pengembangan factor dasar (bawaan) dan factor ajar (lingkungan), dengan
berpedoman pada nilai- nilai dasar Islam.
Kemerosotan mental dalam penyimpangan prilaku social merupakan
kegagalan dalam pembentukan karakter beragama dibidang pendidikan, hal
ini menjadi perhatian yang sangat urgen dibidang tata social kemasyarakatan
dan kepribadian bangsa (karakter berbangsa dan berbudaya) merebaknya
penyimpangan prilaku social seperti tidak adanya ketetapan dalam beragama
(pindah–pindah agama), hidup tanpa batasan (hidup bersama tanpa ikatan),
pergaulan bebas dikalangan remaja, korupsi-koruptor makin merajalela baik
dikalangan pejabatan maupun rendahan, nilai ajar (lingkungan) di usia dini
yang tidak sesuai dengan usianya.
Fenomena diatas menjadikan interprestasi analisis pembentukan
karakter beragama yang belum dapat dikatakan maksimal dalam pendidikan
pengarahan dan penyuluhan dalam berbagai bidang ilmu tentang kehidupan
dunia dan keseharian. fenomenen tersebut dapat dikatakan suatu kegagalan
dari tujuan pendidikan nasional dan perlu adanya perbaikan telaah ulang
system dan perencanaan serta metode yang sesuai dengan kebutuhan yang
dituangkan dalam Undang-Unsdang RI Nomer 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, dinyatakan bahwa: “ Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasan belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengabdian diri,
kepribadian, kecaerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya , masyarakat, bangsa dan negara” 20
Menyikapi
fenomena tersebut maka diperlukan sebuah suritauladan
dalam bentuk iman dan realisasi keimanan dalam bentuk hukum dan metode
sebagai dasar landasan pembentukan karakter beragama. Jika kita
berpandangan dengan kondisi yang ada maka pembentukan karakter sebagai
20
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI,
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta : Depdiknas,
2006),Hal.5.
48
bagian dari akhlakul karimah, sudah barang tentu menjadi barometer bagi
pengamalan amal dan ibadah seseorang dalam agamannya. Mengingat
pentingnya hukum dan metode pembentukan karakter ini maka dapat kita
gunakan melalui akhlakkul karimah yang terbentuk melalui Tazkiyatu AnNafs, bersumber hukum utamanya adalah Al-Quran dan hadits nabi, kitab
–kitab ulama salafiyah sebagai rujukannya. Dan metode berdasarkan analisis
penulis adalah metode Al- Ghozali dalam kitab Ihya Ulum al-Din
Berdasarkan analisis, penulis tertarik untuk mengungkapkan arti
pentingnya Pembentukan karakter beragama didalam pembentukan akhlak,
melalui
Tazkiyyatu
Al-Nafs
perspektif Al-Ghozali, berharap dapat
menjadikan solusi bagi perbaikan moral, karakter beragama, baik secara
individu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Oleh karena itu penulis
menginterpretasikan Hasil Analisisnya sebagai berikut:
1.Konsep Dasar Pembentukan Karakter Beragama
2.Tazkiyyatu al-Nafs Perspektif al-Ghozali dalam Pembentukan
Karakter Beragama
3.Pembentukan Karakter Beragama Malalui Mujahada dan Riyadha
sebagai Tazkiyyatu Al-Nafs
D. Pembahasan
1. Konsep Dasar Pempentukkan Karakter Beragama
Manusia memiliki nilai yang sangat sempurna secara fisik
dibandingkan dengan makhluk ciptaan alllah yang lainnya, kelebihan ini
yang menjadikan manusia memiliki nilai yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Sehingga manusia dikatakan sebagai khalifah fil Arrd (Pemimpin
di muka bumi).
Sebagai insan yang memiliki akal, maka manusia mempunyai cirta
budi pekerti yang tak terlepas dari hasil pembentukan jiwanya, disinilah
karakter rmanusia terbentuk dari pola kehidupan yang berdasarkan gen,
kebiasaan dan lingkungan. untuk mendapatkan budi pekerti yang luhur
maka diperlukan sebuah pemahaman tentang pengendalian diri dari hal
49
hal yang menjadikan budi pekerti yang luhur menjadi rusak atau yang
rusak menjadi luhur.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian para akhli dibidang
kejiwaan dan psikologi, maka karakter dapat dibentuk berdasarkan
kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan pengaruh lingkungan
yang mempengaruhinya. Separti konsep karakter yang di miliki oleh alGhazali tentang akhlak yang terkait dengan pembentukan karakter yaitu “
bahwa karakter atau akhlak mempunyai tiga demensi, yaitu :
a) Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhannya,
seperti ibadah dan sholat
b) Dimensi
sosial,
yakni
masyarakat,
pemerintah
dan
pergaulannya dengan sesama.
c) Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.21
Dengan demikian “ Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar
dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan
mudah gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanga. jika sikap
yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segala akal
dan syarah‟ maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya
perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut akhlak yang buruk
Beranjak dari pemahaman al-Ghazali dapat kita ketahui bahwa
dalam pembentukan akhlak diperlukan beberapa kesadaran diri akan
perubahan dan pengaruh yang melibatkan diri kita dapat memilih mana
yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Melalui jalan
Riyadha An-Nafs wa Tanzib al-akhlak maka konsep dasar pembentukan
karakter beragama dapat diwujutkan.
Riyadha An- Nafs Tanzib al-akhlak meliputi cara pembentukan
akhlak yang baik, cara mengetahui keburukan-keburukan diri sendiri,
bersabar menahan gangguan, pendidikan merupakan alat pembentukan
karakter. Adapun uraiannya sebagai berikut:
1. Pembentukan akhlak yang baik dan buruk
21
. Mo. Ardani, akhlak –Tasawuf, Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005. h.28
50
Dalam Pembentukan akhlak yang baik maka diperlukan suatu
pengajaran yaitu pendidikan. Didalam pendidikan maka karakter
terbentuk, untuk mendapatkan akhlak yang baik maka diperlukan
pendidikan akhlak yang baik , lingkungan yang baik dan intergrasi
dan adaptasi sosial yang baik.
Berdasarkan tujuan pendidikan Islam maka, pembentukan
karakter
dapat
dimulai
dengan
adanya
kesadaran
tentang
penghambaan diri kepada Allah Aja wa jalla sebagai tuhan yang
maha besar, tiada yang menandinginya. Hal ini menjadikan manusia
memiliki rasa takut yang dalam akan ancaman dan
berharab
mendapat ampunan dan keridhohanya.
Pendidikan Islam merupakan pola pembentukan karakter
beragama yang sesuai dengan tutunan Illahi yaitu Al-Quran dan alhadis, dimana al-Quran sebagai pedoman umat Islam dan al-hadis
sebagai bentuk pengimplementasian al-Quran. Disini figur yang dapat
kita contoh adalah
para Nabi/Rasul dan manusia yang saleh budi
pekertinya. Hal ini terdapat dalam Q.S.Al-Ahzab/33:21 yang
menerangkan Rasul/ Nabi sebagai suritauladan yang dapat dicontoh
sebagai berikut:
     
       
    
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Al-Ghazali berpendapat “bahwa untuk meluruskan karakter dan
mendidik akhlak di perlukan pendidikan budi pekerti.22
Dari
pendidikan
budi
pekerti
maka
konsep
dasar
pembentukkan karakter beragama dapat di wujutkan dimana akhlak
22
.Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi AlGhazali,(Trej.).Fathur Rahman dan Syamsudin Asyarafi, dari Judul asli Al-Mazhabut
Tarbawi Inda al-Gahazali , ( Bandung : Al-Ma‟arif, 1986), Cet.1, h.66
51
merupakan hasil
dari pendidikan, latihan, pembinaan, perjuangan
keras dan sungguh-sungguh, menurut para ulama-ulama Islam yang
cenderung kepada pendidikan akhlak.
Adapun yang berpendapat bahwa akhlak merupakan gambaran
batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini
tidak akan sanggup mengubah batin, dikarenakan akhlak merupakan
insting (garizah), yang di bawa manusia sejak lahir. Hal ini
bertentangan dengan pendapat Al- Ghazali yang mengatakan “bahwa
seandinya akhlak / tabiat
tidak dapat dirubah tentu nasehat dan
bimbingan tidak ada gunanya.
Jadi menurut al-Ghazali akhlak/ karakter tentu dapat dirubah
walau hadirnya akhlak/karakter berdasarkan bawaan sejak lahir.
Disinilah
al-Ghazali
memiliki
beberapa
pandangan
tentang
pembentukan karakter yang merupalan landasan dasarnya adalah
mengendalikan Nafsu dengan membiasakan dan merubah kebiasaan
yang buruk dengan yang baik dan mempertahankan yang baik dengan
meningkatkan keimaanan dan ketakwaan kepada ketentuan yang telah
Allah berikan.
Dengan demikian akhlak itu mempunyai empat syarat:
a. Perbuatan baik dan Buruk
b.. Kesanggupan melakukan
c. Mengetahuinya
d. Sikap mental yang membuat jiwa cenderung kepada salah satu
kedua sifat tersebut, sehingga mudah melakuakan yang baik atau
yang buruk.
Mernurut al-Farabi, ia menjelaskan bahwa akhlak itu
bertujuaan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan
tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang. Jika
diperhatikan pendapat al-Farabi ini memiliki devinisi akhlak yang
saling melengkapi tentang hadirnya akhlak dalam diri manusia yaitu
suatu sikap yang tertanam kuat dalam jiwa yang Nampak dalam
52
perbuatan
lahiriyah
yang
dilakukan
dengan
mudah,
tanpa
memerlukan pemikiran lagi dan mudah menjadi kebiasasaan..
Selanjuatnya, Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawuf
mengatakan bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan
akhlak,
pertama
perbuatan
akhlak
tersebut
sudah
menjadi
kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, Kedua
Perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan
mudah (Acceptable) dan tanpa pemikiran (Unthouhgt). Ketiga,
mengerjakan tanpa paksaan atau tekanan dari luar. Keempat,
perbuatan dilakukan ikhlas karena Allah, bukan karena ingin dipuji
atau ingin mendapat sesuatu.23
Dengan demikian dari sudut pandang pendidikan bahwa
karakter dapat dibentuk atas kesadaran yang dilakuakan oleh
seseorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada
seseorang berdasarkan nilai pendidikan yang diberikannya.
Berdasarkan pandangan para pendapat maka pendidikan
merupakan konsep dasar pembentukan karakter yang memiliki isi
tentang: “ Perbuatan manusia adalah merupakan perbuatan yang
timbul dari seseorang yang melakukan dengan sengaja, dan dia
sadar
diwaktu dia melakukannya inilah yang disebut dengan
perbuatan–perbuatan
yang dikehendaki
atau
perbuatan yang
disadari
“ Perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang dapat
diikhtiarkan perjuangannya, untuk berbuat
diwaktu disadarinya.
atau tidak berbuat
24
Suatu karakter yang baik dan yang buruk berdasarkan
beberapa syarat yang harus diperhatikan yaitu dengan adanya ,
Situasi yang memungkinkan adanya pilihan (bukan karena adanya
paksaan) adanya kemauan bebas, sehingga tindakkan dilakuakan
23
.Moh.Ardani, Akhlak tasawuf …… h. 29
. Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam ( akhlak Mulia), (Surabaya:Pustaka, 1987), h.
44
24
53
dengan sengaja. Tahu apa yang dilakuakan, yaitu mengenai nilainilai baik-buruknya.25 Sehingga pembentukan karakter baik dan
buruk dapat dinilai melalui syarat- syarat tersebut. Dalam
pendangan Islam factor kesengajaan merupakan penentuan dalam
menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang. Sesuai
dengan firman Allah Swt dalam surat Al-Jatsiyah : 15
           

 
15. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah
untuk dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian
kepad a Tuhanmulah kamu dikembalikan.
2) Karakter dalam pandangan Islam
Berdasarkan pegertian Karakter, istilah karakter yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu Charassein yang artinya “mengukir corak
yang tetap dan tidak terhapuskan“Kharassein”, dan “Xharax”, yang
maknanya “tool for marking‟, “to engrave‟ dan Pointed Stake” kata ini
mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Perancis “Carcter”
pada abab ke 14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris “
Character”, yang berarti “Watak, karakter, sifat”, yang akhirnya dalam
bahasa Indonesia “Karakter‟. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaaan, akhlak atau budi pekerti.
Sedangkan dalam kamus Psikologi kata “ Karakter” yang berarti
sifat, karakter, dan watak memiliki beberapa makna; (1) Kepribadian
(2).Watak (3).Tempramen. kesimpulan pengertian Karakter secara
psikoligi secarah utuh adalah sebagai berikut:
54
a) Kepribadian
Gordon W.Allport mengatakan “dalam kehidupan, kepribadian
dapat didefinisiakan sebagai organism dinamis di dalam individu yang
terdiri dari system-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan
pikirannya secara karakteristik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya”.26
Organiame dinamis, maksudnya adalah bahwa kepribadian itu
selalu berkembang dan berubah meskipun ada suatu system organisasi
yang mengikat dan
menghubungkan berbagai
komponen dan
kepribadian kita.27
Psikofisik menunjukan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata
neural (fisik), tetapi perpaduan kerja antara aspek psikis dan fisik
dalam kesatuan kepribadian.
Menurut JP. Chaplin dalam kamus Psikologi ,kepribadian diartikan
sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu
bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain.28
Sedangkan dalam pandangan psikologi kepribadian, kepribadian
memiliki delapan aspek kunci yang secara komleksitas individual. Yaitu
sebagai berikut :
1. Aspek Psikonalitas dan kepribadian, pada aspek ini individu
dipengaruhi olrh aspek ketidaksadaran, yaitu merupakan dorongandorongan yang tidak setiap saat muncul dalam alam sadar.
2. Aspek Neo-analitis dan ego diri kepribadian, pada aspek ini individu
dipengaruhi oleh kekuatan ego yang memberikan rasa indentitas atau
“diri”
26
. Rafy Sapuri, Psikologi Islam; Tutunan jiwa Manusia Moderen, (Jakarta; PT.
Raja Grafindo persada, 2009 ), h. 147
27
. Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan diri sendiri, (Jakarta: Elek Media
komputindo, 2003 ), h.30.
28
. JP.Chaplin, kamus Lengkap Psikologi, Cet.IX, h. 1101.
55
3. Aspek biologis kepribadian, sesorang individu adalah makhluk
biologis, dengan hakikat genetic fisik, fisiologis, dan temperamental
yang unik.
4. Aspek Prilaku dan kepribadian , setiap individu dikondidikan dan
dibentuk oleh pengalaman dan lingkngan sekitar diri mereka masing –
masing.
5. Aspek Kognitif dan social kognitif Kepribadian, setiap orang
memiliki sebuah dimensi kognitif berfikir mengenai dunia sekitar
mereka dengan secara aktif dan coba mengartikannya, dan setiap orang
akan memiliki penafsiran berbeda dari setiap kejadian yang ada
disekitarnya.
6.. Aspek ketrampilan (skill) dan sifat (trait) dari kepribadian,
seseorang individu merupakan suatu kumpulan trait, kemampuan dan
kecenderungan yang spesifik dan hal tersebut dapat kita lihat bahwa
masing – masing dari setiap orang individu memiliki keinginan
tersendiri.
7.
Aspek Humanisme dan Eksistensial dari kepribadian Manusia
memiliki dimensi Spiritual dalam hidup mereka, yang memungkinkan
dan mendorong mereka untuk mempertanyakan arti keberadaan
mereka.
8. Aspek interaksionis pribadi situasi dari kepribadian, hakekat dari
seorang indivdu adalah senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.29
Karakter
perkembangannya
sendiri
memiliki
terhadap
ragam
kepribadian
prespektif
manusia
pada
memiliki
kecenderungan untuk dipengaruhi oleh konteks budaya di mana hal
tersebut terjadi.
b). Watak
Dalam kamus Pisikologi, watak berarti sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan
29
. Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan Diri Sendiri…. H.31
56
tabiat. Istilah kepribadian dan watak sering dipergunakan bertukaran,
namun Gordon W. Allport memberikan pengertian berikut: “Character
is personality evaluated and personality is character devaluated „
30
Allaport berpendapat bahwa watak (Character) dan kepribadian
(personality) adalah suatu dan sama, namun dipandang dari sisi yang
berlainan. Adapun arti watak dalam kamus Besar bahasa Indonesia
adalah: Sifat pembawaan yang mempengaruhi prilaku, budi pekerti,
tabiat dan perangai.
I.R
Pedjawijatna mengemukakan watak atau karakter adalah
seluruh aktifitas yang teruwujud dalam tindakannya terlibat dalam
situasi. Jadi memang dibawa pengaruh dari pihak bakat, tempramen,
keadaan tubuh dan lain sebagainya.31
Sedang G. Ewald memberi batasan “Watak” sebagai “totalitas dari
keadaan–keadaan dan cara beraksi jiwa terhadap perangsang” secara
teoritis dia membedakan antara watak yang dibawa sejak lahir dan
watak yang diperoleh, dengan kata lain bahwa watak seseorang itu
dapat berubah karena pengaruh pendidikan, lingkungan atau tempat
dimana ia tinggal.
Sertain mengemukakan bahwa untuk mempelajari tingkah laku
atau watak secara lebih efektif ahli psikologi hendaknya membedakan
dua factor yang mempengaruhi pembentukan watak seseorang, yaitu
factor biologis dan factor kultural Antar pembawaan dan lingkungan.
Dan interaksi keduannya lah yang menjadi titik tekan dalam
menentukan watak seseorang.
c) Tempramen
Pengertian tempramen dan kepribadian sering mengalami
benturan, karena sebenarnya terdapat perbedaan diantara keduanya.
30
Howard S. Friedmen dan Mariam W. Schustack, Kepribadian : teori klasik dari
Riset Moderen. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 206), Jilid 1,h.3
31
.Djunadatul Munawaroh dan Tanenji, Filsafat pendidikan Perspektif Islam dan
Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h.160.
57
Tempramen lebih erat hubugannya dengan factor biologis dan
fisiologis, maka dari itu factor keturunan akan memberikan pengaruh
yang lebih besar dari aspek kepribadian yang lain. Dalam kamus
pisikologis, tempramen berarti sifat batin yang tetap mempengaruhi
perbuatan, perasaan dan pikiran.
Gordon W. Allport berpendapat: “ tempramen adalah gejala
karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga muda
tidaknya berinteraksi daripada sifat emosi individu. Termasuk juga
mudah
tidaknya
terkena
rangsangan
emosi,
kekuatan
serta
kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya. Bergantung
dengan factor kontistusional, dan karenanya terutama berasal dari
keturunan.32
Sedangkan G. Ewald mengemukakan bahwa “tempramen adalah
kontitusi pisikis yangberhubungan dengan kontitusi jasmani, jadi.
Tempramen adalah sifat-sifat jiwa yang sangat erat hubungannya
dengan kontitusi tubuh (keadaan jasmania seseorang yang terlihat
dalam hal-hal yang khas baginya).
pembawaan
diri
seseorang
yang
Jadi
tempramen
dipengaruhi
oleh
adalah
keadaaan
jasmanianya.
Tempramen didefinisikan sebagai gaya prilaku dan karakteristik
individual dalam memberikan respon emosional. Dan banyak para
psikologi berpendapat bahwa tempramen dalam konteks pengembangan
karakter dikemukakan oleh sebuah studi longitudinal menggunakan
teori Chess dan Thomas menemukan kaitan antara tempramen yang
ditukar diusia 1 tahun dengan penyesuaian diri diusia 17 tahun. Mereka
yang ketika bayi memiliki tempramen sedang memperlihatlan
perkembangan yang lebih optimal dalam dominan prilaku dan
intelektual di masa remaja akhir.
Kepribadian, watak, dan tempramen berkaitan satu sama lain.
Karena ketiganya menyangkut diri dan pribadi seseorang. Kepribadian
32
. Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan diri sendiri …., h.32
58
dan watak lebih dekat satu sala lain, bahkan sering disama artikan. Dan
dalam perjalanannya kepribadian seseorang berhadapan dengan
lingkungannya, yang turut membentuknya hinggga mencapai titik
kematangan tertentu.
Kata watak banyak digunakan dalam arti yang normative
maupun arti deskriptif, arti normatif menekankan pada aspek watak
tersebut.Sedangkan deskriptif menekankan pada aspek kepribadiannya.
Adapun tempramen lebih banyak ditentukan dan dibentuk oleh struktur
fisik biologis seseorang, dan sifatnya tetap, tempramen merupakan
bagian dari bawaaan seseorang yang lebih dominan.
Adapun pandangan Psikologi Islam, memandang kepribadian
dalam dua aspek pengembangan, Pertama adalah pengembangan Qalb
(hati), sebagaimana sabda Rasulullah:
‫االان فى الجسد مضغة اذا صلحث صلح سا نر عمله و ان فسدت فسد‬
‫سا نر عمله‬
ketahuilah bahwa dalam jasad mudghah yang apabila baik, maka baik
pula seluruh anggota tubuh, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh
tubuh, ketahuilah bahwa mudghah itu adalah qalb” (HR.Bukhari dari
an-Nu‟man bin Basyiri).33
Kedua, adalah pengembangan aspek Jism (Fisik), penggambaran dari
fisik atau perbuatan yang baik adalah pengaruh dari pengembangan
pertama, yaitu Qalb yang baik, karena dalam pandangan Islam tingkah
manusia secara lahiriah adalah gambaran prilaku secara bathiniyah.
Berdasarkan
Islam.
pemahaman
Karakter maka pandangan secara
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik
diantara Jasmaniah (Fisiologis) dan Unsur Rohaniah (Psikologi).
Dalam Struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan
33
. Rafi Safuri, Psikologi Islam;Tuntunan Jiwa manusia Moderen , (Jakarta:
rajagrafindo persada, 2009), H.113
59
seperangkat kemampuan dasar yang
memiliki kecenderungan
berkembang. Dalam psikologi disebut Pontensialitas atau disposisi,
yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut prepotensce
reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).34
Dalam
terminologi
Islam,
kata
Syakhiyyah
merupakan
interpretasi dari pengertian karakter secara kompleks, syakhiyyah
berasal berasal dari bahasa arab dari kata syakhsun, yang artinya pribadi
atau orang. Bermakna ”shifatun tumayyizu al- syakhsha min ghairi‟,
yaitu sifat atau karakter yang membedakan satu orang dengan lainnya.35
Dalam pandangan tasawuf, kata akhlak menjadi gambaran dari
pribadi seseorang, yang menyangkut hubunganya dengan tuhan, dengan
dirinya dan dengan sesama manusia lainnya. Akhlalk dalam Islam
terbagi menjadi dua, yaitu akhlalk mahmudah (karakter yang terpuji),
dan akhlak madzmumah ( karakter yang tercela)
Al- Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
“…gambaran tentang kondisi yang menetap didalam jiwa semua prilaku
bersumber darinya dengan penuh k emudahan tanpa memerlukanproses
berfikir dan merenung. Jika Kondisi yang menjadi sumber berbagai prilaku
yang indah dan terpuji bersifat dan syar‟I, maka kondisi tersebuut disebut
akhlak yang baik.36 Sebaliknya jikaberbagai prilaku yang bersumberkan
darinya buruk, maka kondisi yang menjadi sumber itu disebut akhlak yang
buruk.
Kata akhlak
tidak ada dalam bahasa
al-Quran, yang ada
hanyalah bentuk tunggalnya khuluq. Dan untuk keperluan semantic
kemudian diporpulerkan bentuk jamaknya, yaitu “akhlak”. Kata khiliq
yang berarti budi pekerti ada hubungannya dengan perkataan khaliq
(pencipta) karena itu sebanarnya akhlak adalah bagaimana menjalani
hidup dengan sungguh-sungguh memenuhi rancangan tuhan mengenai
34
. H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , Tinjaauan theoritis dan Praktis
berdasarkan Pendekatan Interdiplisiner … h 42
35
.M. Ismail Yusanto dan Sigit Purnawa Jati, Membangun kepribadian Islam,
(Jakarta: Khairul Bayan , 2002), h.1
36
. Muhammad Utsman Najati , Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim,
(Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002). h. 242
60
diri kita, dan akhlak adalah usaha untuk mencoba menjadi manusia
seutuhnya.37
Kepribadian dalam Islam merupakan manifestasi dari hubungan
manusia dengan tuhan yang terimplimentasi dalam kehidupan
keseharian, islam dengan kompleksitas ajarannya telah mengatur
hubugan tersebut, hal itu tergambar dari beragam bentuk kebaikan
dalam ajaran islam yang akan membawa manfaat bagi
makhluk
lainnya secara luas. Dalam upaya pembentukan kepribadian muslim ada
dua pandangan yang muslim sebagai individu maupun masyarakat
muslim yakni keberagaman(heterogenitas) dan kesamaan posisinya
seorang muslim sebagai suatu masyarakat, maka perbedaan itu melebur
menjadi satu kesatuan ummah.
Begitu pentingnya peranan akhlak dalam ajaran Islam dan pembentukan
manusia sebagai individu yang bermanfaat bagi dirinya, juga bagi
orang lain. Sehingga Rasululllah Muhammad s.a.w menyederhanakan
seluruh tugas penyempurnaan akhlak manusia. Hal tersebut senada
dengan sabdanya :
“ Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlalk
(HR.Ahmad).38
Dengan demikian, akhlak atau budi pekerti yang menjadi
interpretasi kepribadian seseorang muslim
merupakan esensi dari
kejadian manusia itu sendiri. Maka, untuk menjadi manusia seseorang
harus berakhlak dan memiliki budi pekerti yang luhur karena hal
tersebut pada dasarnya merupakan rancang tuhan tentang manusia.
Karena itu Karakter dalam pandangan Islam merupakan laksana otot
yang
memerlukan
latihan
demi
latihan
untuk
menjaga
dan
meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Sarana yang tepat
untuk pelatihan ini adalah Pendidikan
Karakter
sesuai dengan
pandangan yang di imaninya. contoh seorang anak akan mencintai
37
. Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalis Madjid,
Penerbit Mizan, 2006), Cet, I, h,111
38
. Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalis Madjid … h.112
(Bandung
61
kebersihan jika dia dididik dan dibiasakan serta diberi pemahaman
tentang pentingnya kebersihan pada dirinya, lingkungan dan orang lain.
Sehingga
pembentukan
karakter yang cinta
kebersihan dapat
terbentuk.
Jika kita membuka Undang – undang No. 20 tahun 2003 tentang
system Pendidikan Nasional, Komitmen tentang pendidikan adalah
membentuk manusia yang berkarakter, dimana Pendidikan Nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk
serta
peradapan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan
yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang Demokratis serta bertanggunngjawab.
Secara imperative pendidikan karakter bukanlah hal yang baru
dalam system pendidikan nasional kita, karena tujuan pendidikan
nasional dalam semua undang–undang yang pernah berlaku (UU
4/1950;
12/1954;
2/89)
dengan
rumusannya
yang
berada
secarasubtantifmemuat pendidikan karakter.39
Pada dasarnya tujuan pendidikan Nasional sasuai dengan
Pandangan Islam dimana dalam pandangan Islam pembentukkan
karakter/akhlak merupakan barometer iman umat muslim dalam
mengimplementasikan iman dan takwanya pada Allah s.a.w.
2.
Tazkiyyatu al-nafs Perspektif al-Ghazali dalam Kitab Ihya
Ulum’al-Din
a. Pemahaman Tazkiyaztun al-Nafs
Pembentukan karakter merupakan bagian dari kesempurnaan
dalam beragama, oleh sebab itu kita perlu mempelajari tentang apa itu
39
. Udin Syarifudin Winataputra, “ Peranan perguruan
Tinggi dalam
Implementasi kebijakan nasional pembangunan karakter Bangsa melalui Pendidikan “
Kumpulan makalah pada seminar Nasional dan Launching Himpunan Sarjana PAI se –
Indonesia, Jakarta 05 Juni 2010. h. 4
62
karakter dan bagaimana Karakter itu di bentuk . Salah satu kajian yang
sangat mendukung dari hasil analisis ini adalah bagaimana kita
memahami karakter yang ada didalam jiwa dan
karakter
yang
terbentuk karena diri sendiri dan hasil pendidikan lingkungan,
Sedangkan makna pengertian agama menurut Harun Nasution
berdasarkan asal kata al-Din, Religi (relegare, religare ) dan agama .
Al-Din (semit ) berarti mengumpulkan dan membaca. Religare artinya
mengikat, Adapun kata agama terdiri dari A= tidak, Gam = pergi jadi
tidak pergi , tetap diwarisi turun temurun.40
Keterkaitan dengan krakter maka Agama dapat dibangun dengan
karakter yang kuat dimana karakter adalah
pola fikir, jiwa yang
kuat yang diwarisi turun temurun dan pembiasaan keseharian. Untuk
Pembentukan Karakter Beragama yang memiliki nilai Kuat dan Baik,
maka harus ada pengetahuan yang menjadikan pengendalian Nafs
(Tazkiyatul Nafs).
Tazkiyatunal-Nafs, adalah bagaimana kita dapat mengetahui
tentang pengertian Nafs, Pengendalian Nafs, Memerangi Nafs, dan
Unsur–unsur Nafs membentuk karakter terkait dengan Akhlak yang
baik dan Buruk. Dalam buku Ringkasan Ihya‟Ulum
al-din
menerangkan tentang apa saja Unsur – unsur Nafs yaitu :
1) Nafs bersumber dari apa yang masuk kedalam tubuh kita, dan
menjadikan unsur tersebut membentuk karakter yang baik dan yang
buruk.
2) Halal dan tidaknya suatu yang kita gunakan kan membawa karakter
yang kuat terhadap pembentukan jiwa
3) Perut merupakan Nafs syahwat yang sulit di kendalikan kecuali dengan
ketegasan dan kearifan yang ada
4). Keindahan dunia dan kelezatan yang ada merupakan sumber Nafs yang
sangat dominan.
40
Jalaluddin.Psikologi
Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan
prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 ) h.12
63
5) Kehidupan yang layaknya kehidupan binatang adalah sumber Nafs yang
sulit di kalahkan, yang menjadikan manusia Fasik, dan tidak bisa
membedakan yang halal dan haram.41
b.Konsep Islam dalam Kitab Ihya Ulum al-Din
Keterkaitan kitab Ihya‟Ulumal-Din yang artinya“Menghidupkan
kembali ilmu-ilmu (jiwa) agama Islam”, merupakan karya besar AlGhozali .dalam karirnya sebagai pemikir dan penulis Islam. Uzlah dan
khawalat yang berlangsung lebih kurang sepuluh tahun (1095-1105M),
merupakan perjalanan al-Ghazali dalam spritualnya (semangat jiwa
keislaman) terhadap Islam yang menghasilkan Ihya „Ulum al-Din
dengan memiliki keyakinan melalui jalan tasawuf untuk mencari
kebenaran dan kesempurnaan
jiwa dalam membentuk akhlaqul
karimah.
Menurut Philip K.Hitti, Ihya „Ulum al-Din ditulis di Bagdad
dan diperkirakan sekitar tahun 1105-1107 M. secara perkembangan
pemikiran al-Ghozali sendiri, Ihya „Ulum al-Din
merupakan
usahanya dalam mempelajari beberapa Ilmu yang sesuai dengan
permasalahan tentang kehidupan seperti falsafah, ilmu kalam,
tasawuf, dan aliran kebatinan yang berkembang pada masanya.
Dari sekian ilmu yang dipelajari al-Ghozali lebih mendalami
kepada tasawuf adapun yang mempengaruhi keilmuaanya adalah Qut
al Qulub karangan Abu Thalib al-Makki dan Buku tasawuf Al-Haris
al-Muhasibi serta buku-buku sastra sufi dariAl-Junaid, Al-Syibli dan
Abu Yazid al-Busthami.
Sekian banyaknya pemahaman sufi al-Ghozali memiliki 5
konsep dalam membuat kitab Ihya “Ulum al-Din.
“Yang pertama Ihya „Ulumudin menguraikan secara luas
dengan apa yang mereka tulis, kedua Ihya „Ulum al-Din menyusuan
dan mengatur apa yang ditulis mereka secara berserakan dan tidak
systemmatis, ketiga Ihya‟Ulum al-Din menyingkat dan menguatkan
41
Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin,
Jakarta 2007) h.237
Melatih Nafsu ( Pustaka Amani-
64
apa yang ditulis mereka secara panjang, keempat Ihya „Ulum al-Din
membuang dan mengisbatkan apa yang mereka tulis secara
berulang-ulang, kelima Ihya „Ulum al- Din memberikan kepastian
terhadap hal-hal yang meragukan yang membawa pada kesalah
pahaman, itulah 5 kelebihan yang dimiliki al-Ghozali dalam buku
tasawufnya berbentuk Ihya „Ulum al-Din.
Kebesaran kitab Ihya Ulum al-Din telah menjadikan syiar
agama yang memiliki nilai tingggi di kalangan ilmuan islam dalam
hal Kejiwaan dan Ibadat, Ilmu, aqidah, adat kehidupan manusia,
seperti yang terdapat dalam rub‟u al-ibadat dan rub‟u al adat yang
dikemas menjadi kandungan yang berisikan ilmu-ilmu keislaman,
serta jiwa dan semangat keberagaman Ihya‟Ulum al-Din lebih jauh
dapat pula dilihat dari kandungannya sendiri. Kandungan syarat
berisikan
ilmu-ilmu
keislaman,
serta
jiwa
dan
semangat
keberagamaan..
Ihya Ulum al-Din terdiri dari atas empat rub‟u(bagian perempat),
dan masing–masing rub‟u terdiri atas sepuluh kitab. Seterusnya
masing – masing rub‟u terdiri pula atas sepuluh kitab. Seterusnya
masing – masing kitab ia rinci lagi pula atas sepuluh kitab Seterusnya
masing–masing kitab ia rinci lagi atas beberapa bab, fasal, syarah
dan bayan (Penjelas).
Rub‟u al ibadat didahulukan karena ibadat merupakan pokok dan
tujuan utama manusia dijadikan allah. keharmonisan hubungan
manusia dengan Allah terletak pada factor ibadat kepada -Nya .
Sesudah Rub‟u al ibadat di letakan Rub‟u al‟adat. Rub „u ini
erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan politik atau hubungan
manusia dengan sesamanya (Hablum Min Nannas) dan makhluk allah
lainnya. Pembinaan keharmonisan hubungan manusia dengan
sesamannya dan lingkungannya adalah tujuan dari rub‟u ini.
Rub‟u al-muhlikat dan rub‟u al-munjiyat erat hubugan manusia
dengan dirinya sendiri. Rub‟u al-muhlikat berisikan tentang sifat–sifat
65
tercela yang merupakan penyebab penyakit jiwa (amrah al-Qalb),
serta jatuhnya orang ke dalam kebinasaan (al-Fasad) dan neraka.
Apabila orang bebas dari sifat–sifat al-muhlikat, tercegalah ia
dari penyakit jiwa dan selamatlah ia dari kebinasaan dan neraka
Rub‟u al-munjiyat berisikan uraian tentang sifat-sifat terpuji yang
merupakan pula pengobatan bagi penyakit jiwa (Mu‟ajalat amradh alqalb),
serta
pokok
pangkal
untuk
memperoleh
kebahagian,
keselamatan, dan surga di akherat nanti.
Didahulukannya
rub‟u
al-muhlikat
dari
rub‟u
almujiyat
disebabkan sifat-sifat terpuji tidak mungkin dapat tertanam dalam
diri, sebelum bebas dari sifat – sifat tercela dan menghiasnya dengan
sifat terpuji. Dengan demikian kedua rub‟u ini disebut al-Ghozali
serbagai ilmu batin atau jalan mencapai kehidupan yang baik, taat dan
taqwa kepada Allah S.W.T
Kitab Ihya Ulum al-Din adalah
kitab karangan
al-Ghozali
berkaitan dengan pembentukan akhlak atau karakter manusia
berdasarkan al-Quran dan al-hadits. Adapun isi dari kitab tersebut
adalah mengenai perintah Allah kepada hambanya yang merupakan
jihad dan upaya menegakkan kalimatullah menjadi yang tertinggi.
Merealisasikan upaya ini umumnya lebih ditekankan pada
beralihnya jiwa yang kotor dan tercemar menjadi jiwa yang suci lagi
tersucikan; peralihan dari akal yang tidak berlandaskan syariat
menuju akal yang bersyariat, dari hati kafir menuju hati mukmin.
Ringkasnya, mengejawatahkan syariat yang suci ini adalah perubahan
nilai rohaniah dalam setiap sikap dan prilaku.
Kitab Ihya Ulum al-Din, yang ditulis oleh Imam Abu Hamid
Ghazali di awal abad ke-5 Hijriah, ini mempunyai pengaruh terbesar
dalam membendung serangan materialisme yang ateistik, dan
berupaya merobohkan
pondasi bangunan agama dengan cara
menghembuskan racun-racunnya berupa pikiran – pikiran batiniah
yang jahat dan dipersiapkan dengan rencana yang matang.
66
Adapun keistimewaan dari kitab ini adalah merupakan karya
terbesar Al-Ghozali. Kitab yang padat berisi tiga komponen dasar
Islam, yakni Akidah, Syari‟ah dan Akhlaq (tasawuf) itu sudah dikenal
luas oleh masyarakat. konsep Islam yang terdapat dalam kitab
tersebut merupakan pembentukan
berdasarkan
gen,
lingkungan,
karakter
jiwa yang terbentuk
kebudayaan,
pendidikan
dan
lingkungan hidup.
Keterkaitan dengan Tazkiyahtun al-Nafs adalah Nafs merupakan
Jiwa yang mempunyai sifat- sifat tercela yang harus dibersihkan.
Nafs selalu berperang dengan akal karena nafs selalu mengambil
inspirasi dari bisikan –bisikan setan, dan dengan bala tentaranya dia
memerangi
akal42.
Sehingga
berhasil
memadamkan
dan
mengalahkanya.medan utamanya adalah diri (Nafs) manusia, dan
kemudian menyerahkan sepenuhnya kedalam kekuasaan setan.
Disinilah kitab Ihya ulum al-Din membahas tentang Nafs dan apa
yang melandasi dan memerangi Nafs.
Seperti
yang
dikatakan
dalam
kitab
ini
untuk
dapat
menundukkan hawa Nafsu dan mengontrol berbagai instink yang
ada pada diri, kita harus berperang mati – matian. Kita harus
mengambil inspirasi dari perintah –perintah Rasulullah saw dan para
imam suci, dengan membantu akal menghancurkan kesewenangwenangan diri, pembangkangan diri, serta menghancurkan dan
memporak porandakan musuh (bisikan Setan), sehingga dengan
begitu akal dapat memegang kendali kekuasaan dan pemerintahan
diri. Amirul Mukminin Ali As berkata :
1) Kuasailah
dirimu
dengan
cara
terus
menerus
berjihat
nafsumu.
Karena
memeranginnya
2) Kalahkanlah
dan
perangilah
hawa
sesungguhnya jika dia mengikat dan menawanmu maka dia akan
42
Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf. Kitap suci Para Pesuluk (Islamic Center Jakarta
2002 ) h. 81
67
menjerumuskan
kamu kedalam
kecelakaan yang
paling
dalam.
3) Ingatlah, sesungguhnya jihat harganya adalah surga.
Maka
barangsiapa yang berjihat melawan dirinya maka dia akan dapat
menguasainya, dan surga meupakan semulia-mulianya ganjaran
allah bagi orang-orang yang mengetahui nilainya .
4) Perangilah didimu supaya taat
kepada Allah, sebagaiman
perang yang dilancarkan seeorang terhadap musuhnya.
5) Kalahkanlah
dirimu,
sebagaimana
seseorang
berusah
mengalahkan lawannya.
6) Sesungguhnya manusia yang paling kuat adalah manusia yang
menang melawan dirinya.
7) Sesungguhnya
orang
yang
berakal
adalah
orang
yang
menyibukkan diri dengan memerangi “diri”nya, lalu kemudian
memperbaikinya dan memenjarakan dari berbagai kekeinginan
dan kelezatan Sehingga dengan perantaraan ini dia dapat
menundukkan dan mengontrol dirinya.
8) Sesungguhnya orang yang berakal sedemikian sibuknya dengan
upaya memperbaiki dirinya sehingga dia tidak mempunyai
perhatian kepada dunia, apa yang ada didalamnya dan para
penghuninya.43
Dalam kitap Ihyah‟ Ulum al-Din ,Nafs sebagai pembentukan
karakter, dan karakter terdapat dalam jasat manusia. sabda Nabi
Saw
‫اعد ى اعدانك نفسك التي بين جنبيك‬
“ Musuhmu yang paling jahat ialah nafsu yang berada di rongga
badanmu.” (HR. Bukhori Muslim )
Jika kita ingin memiliki nafsu yang tenang sesuai dengan harapan
allah dimana fungsi dari nafsu yang tenang adalah sebagai persaksian
sumpah kepada Allah dalam firmannya Qs.Al-Qiyamah :2
43
Op.Cit. Ibrahim Amini. H.84
68
    
dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali
(dirinya sendiri)[1530].
Jadi kitab Ihya Ulum-al-Din ini memiliki nilai pembentukan
karakter beragama dan pengendalian Nafsu dalam perjalanan
Mujahadah dan Riyadha dalam Tazkiyatun al-Nafs.
c. Tazkiyyatun Al-Nafs dalam pembentukan karakter
Untuk dapat menumbuhkan Karakter beragama yang sesuai
dengan tuntunan agama Islam maka Tazkiyah al-nafs sangat
mendukung pembentukan Karakter beragama yang baik, untuk itu
diperlukan Pemahaman al-Nafs melalui dasar Konsep hasil
interprestasi analisis dari berbagai sumber sebagai berikut:
a.Makna Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat mulia dengan
kemuliaaannya
Allah memberikan kelebihan padanya berupa akal
yang dapat digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.Dalam perjalannyanya dengan akal pula manusia dapat
menjadi makluk Allah yang taat atau malah sebaliknya.
Manusia adalah makluk Allah yang dikatakan lebih tinggi
derajatnya dari makhluk yang lainnya maka Allah memberikan
penawaran baginya untuk dapat beriman atau mengingkarinya dalam
hal Ibadah dan mengabdi kepadanya. Dengan bentuk kemuliaan dan
derajat yang di pakainya maka manusia banyak melakukan kesalahan
dan tidakterlepas dari hal-hal yang tercela.
Untuk menjadikan manusia memiliki nilai yang tinggi dan mulia
maka manusia memerlukan sebuah pelatihan yang harus menjadikan
pembiasaan diri dalam hal-hal kebaikkan dengan harapkan dapat
menjadikan taat dan patuh pada perintah Allah dan menghindarinya
69
dari larangannya.
Manusia sebagai Insan yang dapat dilatih dan
dibina serta diarahkan maka manusia dengan kelebihannya dapat
mendapatkan sebuah pengetahuan yang baru dan melatih dirinya
untuk mendapatkan hal-hal yang baru dalam perubahan dirinya.Dapat
di gambarkan sebagai berikut:
MANUSIA DALAM PANDANGAAN UMUM
DAN PANDANGAN AL-QURAN
Pandangan Umum

Manusia adalah makhluk yang historis yaitu suatu
peristiwa dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah
bangsa manusia yang tidak bisa melepaskan dari
ketergantungan pada orang lain.

Manusia adalah makhluk yang zoon politicon
(bermasyarakat).
Pandangan Islam

MANUSIA
Manusia adalah makhluk yang amat mungkin dapat dididik
diberijamaknya
pelajaran.
 atau
Al-Insan
al-nas (dari asal kata anasa) artinya
melihat, mengetahui dan meminta izin. maknanya;
Manusia dapat belajar dari apa yang dilihatnya, dapat
mengetahui yang benar dan yang salah dan meminta izin
menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Artinya manusia adalah makhluk yang dapat diberi pelajaran
Pandangan Quran
Pandangan AL-Quran

atau pendidikan.
 Insan asal katanya nasiya artinya lupa menumjukan adanya
kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran dirinya
 Insan jika dilihat dari asalnya al-uns atau anisa dapat berarti
jinak. Artinya; manusia tidak liar.
70
b. Karakter
Sebuah Karakter dapat dibentuk melalui beberapa konsep dasar
adanya pembentukan karakterdan pembinaan karakter karena kedua
unsur ini merupakan pondasi dalam pembenrukan jiwa sehingga
karakter beragama dalam Islam dapat terujut dan memiliki jiwa yang
kuat dalam diri dan terhadap lingkungannya. Hal ini digambarkan
dalam sekema
KARAKTER DALAM
PEMBENTUKKAN DAN PEMBINAAN
Dasar Pokok
Genetik
Pembentukkan Karakter
Lingkungan
Dasar Oprasional
1. Genetik
Qur’an
2.Al-Lingkungan
Al-Hadits
KARAKTER
Pendidikan Islam
Aqidah Akhlak
Fiqih
Ibadah Muamalah
Pembinaan Karakter
Pembentukan Keimanan
Tawaduh
Istiqomah
Sabar/ Tawakal
Jiwa Tenang/Mutmainnah
71
c. Pemahaman Nafs/Jiwa/Diri dalam Tazkiyah al-Nafs
Nafs/ Jiwa /Diri merupakan unsur utama dalam menentukan manusia
berbuat baik maupun buruk oleh sebab itu kita harus tahu dari mana unsur
tersebut dan bagaimana bentuknya hasil karekter yang berdasrkan nafs,apa
interptretasinya yang dicapai, bagai mana pembentukan karakter jiwa
beragama sebagai Karakter Islam. hal ini dapat digambarkan dengan Sekema
PEMAHAMAN NAFS/ DIRI
Pembentukannya
-
Kekuatan Amarah
-
Kekuatan Syahwat
Karakternya
NAFS/ JIWA/DIRI
-
Baik / Mutmainnnah
-
Buruk /Lawamah
Interprestasinya
-Pembangunan peradapan
- Mengkasilkan Pengetahuan
- Globalisasi Karakter Diri
-
Pembentukan Karakter Beragama
-
Ibadah
-
Pengendalian Diri
-
Pondasi/Landasan Agama
72
d. Tujuan dan Manfaat Tazkiyah al-Nafs dalam Ihya‟ Ulum al-Din
sebagai pembentukkan Karakter Beragama
Ihya Ulum al-Din merupakan kitab yang berdasarkan pembinaan
terhadap pembentukan karakter secara
hasil dari
pembinaan tersebut
Islami. Untuk
mendapatkan
maka diperlukan wawasan tentang
tazkiyyah al-nafs, Tujuan tazkiyyah al-nafs, dan manfaat tazkiyah alnafs, ini dan pengembangan jiwa dalam kehidupan dan pembenahan diri.
Hal ini digambarkan dalam sekema:
Tazkiyah al-Nafs
dalam Ihya Ulum al-Din
Wawasan Tazkiyah al-Nafs
- Pembentukkan
- Mental-Spiritual (semanagat menghidupkan siar agama )
- Pembentukan Jiwa/Diri
Pembinaan hidup dengan nilai agama Islam
Tujuan Tazkiyah al-Nafs
-Pembersihan hati dari sifat-sifat tercela
-Pembentukan akhlak terpuji
-Menjadikan Insan yang memiliki spiritual dalam
Agamanya
Manfaat Tazkiyah al-Nafs
- Makrifat kepada Allah dan Tanzih kepadanya
- Thahara al-Qalb atau Tathh
- Meningkatkan derajat ketingkat tinggi baik didunia
maupun diakherat kedalam malakukan dan dekat dengan Allah
- Membentuk sifat jiwa yang dicintai Allah
73
Berdasarkan sekema diatas maka manusia diciptakan Allah dalam
struktur yang paling baik diantara makhluk tuhan lainnya.Setruktur
manusia terdiri atas unsur Jasmania (Filosofis) dan unsur rohania
(Psikologi). Dalam struktur jasmaniah dan rohania itu, Allah
memberikan
seperangkat
kemampuan
dasar
yang
memiliki
kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau
disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut
prepotence reflexes (Kemampuan dasar yang secara otomatis dapat
berkembang)
Jadi Nafs / Jiwa dapat di olah sesuai dengan keterbiasaan yang di
biasakan dalam meningakatkan semangat mencintai siar agama (Islam),
karna jiwa senantiasa berubah dan berkembang sesuai keadaan dan ilmu
pengetahuan yang di dapatnya.Telah kita ketahui bersama bahwa
Tazkiyatun al-nafs, merupakan proses musyahadah, riyadhah dalam
pembentukakan karakter beragama. Dimana Tazkiyatun Nafs yang
terdapat dalam kitab Ihya Ulum al-Din dan kitab Arbain karangan AlGhazali, merupakan pondasi dan akar pembentukan karakter beragama.
Apa saja kah yang menjadi pembahasannya dalam proses
pembentukan karakter beragama ini, apa saja yang mendukung
terlaksanya Musyahadah, Riyadaha dalam Tazkiyatun al-Nafs. Untuk itu
akan kita bahas makna yang terdapat dalam kajian ini dengan memahami
beberapa yang menjadi Faktor dan kendala terwujudnya Pembentukan
karakter beragama yang baik dan benar.
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang saat ini
berkembang dan harapan dunia pendidikan yang menekankan pada
pembentukan karakter dan sikap yang berbudi pekerti dan berakhlak
mulia, maka sangat menjadi acuan untuk kita mengetahui arti penting
pembentukan karakter beragama dalam kehidupan sehari – hari.
Adapun yang harus kita perhatikan adalah begaimana pembentukan
karakter yang terkait dengan kejiwaan, karena dalam tubuh yang sehat
74
akan terdapat jiwa yang kuat. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang
kesehatan Jasmani dan Rohani.
Dari sinilah Karaketer terbentuk selain dasar utamanya adalah
Gen (Keturunan) dan lingkungan dia tingggal, ternyata kesehatan
Jasmani
(tubuh) dan Rohani (bathin) merupakan dasar pokok yang
utama untuk menghasilkan karakter beragama yang baik.
Untuk lebih jelasnya maka perlu kita pelajari tentang makna dan
arti beberapa pengetahuan yang terkait dengan hal tersebut diantaranya :
e. Agama dan Pengaruhnya dalam kehidupan
Agama merupakan peraturan yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia diamana secara definisi agama tidak dapat dipahami kecuali
secara deskripsi, agama dapat dimengerti itulah pendapat Elizabeth
K.Nottingham sosiolog agama (Elizabeth K.Nottingham 1985 ; 3-4)“ yang
berkata tegas bahwa tak ada satu pun definisi agama yang benar- benar
memuaskan .44
Menurutnya agama merupakan gejala yang sering terdapat dimanamana dan agama berkaitan dengan usaha – usaha manusia
untuk
mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan
alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin
yang paling sempurna dan juga perasaan
takut dan ngeri. Meskipun
sesuatu itu tertuju dengan kehidupan dunia yang tak dapat dilihat
(akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah – masalah
kehidupan sehari – hari di dunia.
Agama juga merupakan bentuk keyakinan yang bersifat Adikodrati
(Superanatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang
kehidupan yang luas . Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan yang
luas. Agama juga memiliki nilai-nilali orang perorang maupun dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat.
44
. Jalaluddin . Psikologi Agama memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip
– prinsip psikologi Edisi Revisi 2012 ( PT. Raja Grasindo Persada Jakarta ) h. 2021 -2022
75
Dengan demikian secara psiologis, agama dapat berfungsi sebagai
motif instrinsik (dalam diri) dan motif Ekstrinstik (luar diri),oleh sebab itu
keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit
ditandingi oleh keyakinan nonagama, baik dokrin maupun idiologi yang
bersifat profane. Agama memang unik, hingga sulit didefinsikan secara
tepat dan memuaskan.
f. Kepribadian dan Sikap Keagamaan secara umum
Sesuai bahasaan sebelumnya maka kepribadian bisa dikatakan
sikap,
metal, jiwa, watak, suatu tingkah laku yang dimiliki seseorang
dalam menentukan hal yang diyakini. Berkaitan dengan hal tersebut
maka pembahasan ini lebih berkaitan dengan kepribadian yang terkait
dengan sikap keagamaan. Untuk itu kita perlu mengetahui tentang :
1) Pengertian dan teori kepribadian secara umum
Istilah – istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah:
a) Mentality, yaitu situasi mental yang dihubungkan dengan
kegiatan mental atau intelektual. Pengertian secara definitive
yang dikemukakan dalam oxford Dictinonary;
Mentality
= Intelektual power
= Intergreted activity of the organism.
b) Personality, menurut Wibtres Dictionary, adalah
The totality of personality‟s characteristic., An intergrated
grop of constitutions of trends behavior tendencies act,
Individuality, adalah sifat khas seseorang yang menyebabkan
seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lainnya,Identity,
yaitu sifat kesendirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat
mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar (Unity and
persistence of personality )45
45
. Jalaluddin . Psikologi Agama memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip
– prinsip psikologi Edisi Revisi 2012 ( PT. Raja Grasindo Persada Jakarta ) h. 212 - 217
76
Berdasarkan buku Psikologi Agama Jalaludin Edisi revisi 2012
mengemukakan beberapa devinisi sesuai dengan pengertian dari
kata – kata diatas sebagai berikut :
Allport
Dengan mengecualikan beberapa sifat kepribadian dapat
dibatasi dengan cara berreaksi yang khas dari seseorang
individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian
diri yang dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya.
Mark A. May
Apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau
memungkinkan sesorang mempunyai pengaruh terhadap orang
lain. Dengan kata lain, kepribadian adalah nilai perangsang
sosial seorang.
Woodworth
Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang
Morrison
Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu
sebagaimana dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang
diperlihatkan kepada orang lain.
L.P. Thorp
Sinonim dengan pikiran tentang berfungsinya seluruh individu
secara organism yang meliputi seluruh aspek yang secara verbal
terpisah-pisah sseperti : intelek, watak, motif, emosi, minat,
kesediaan untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan
kesan individu yang ditimbulkannya pada orang lain pada orang
lain serta ektifitas sosial pada umumnya.
77
C. H Judd
Hasilnya lengkap serta merupakan suatu keseluruhan dan proses
perkembangan yang telah dilalui individu.
Wetherington
Dari
seluruh
definisi
yang
telah
dikemukakan
diatas
wetherington menyimpulkan, bahwa kepribadian mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut :

Manusia karena keturunannya mula sekali hanya merupakan
individu barulah merupakan suatu pribadi karena pengaruh
belajar dan lingkungan sosialnya.

Kepribadian adalah istilah utuk menyebutkan tingkah laku
seseorang secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa
aspek saja dari keseluruhan itu.

Kepribadian tidak menyatakan sesutau yang brsifat setatis,
seperti bentuk
badan
atau ras tetapi menyertakan
keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang.

Kata pengertian menyatakan pengertian tertentu saja yang
ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan
oleh nilai perangsang sosial seseorang.

Kepribadian tidak berkembang secara pasif saja, setiap
orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk
menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial.46
Selanjutnya dari sudut filsafat dikemukakan pendapat:
William Stren
Menurut W. Stren kepribadian adalah suatu keatuan
banyak (Unita multi complex) yang diarahkan kepada tujuantujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu,
yang bebas menentukan dirinya sendiri. Dan menurutnya ciri46
.Witheringtion, H.C, Psikologi pendidikan ( Educational Psychologi), terj. M.
Buchori . Bandung :Jemmars, 1982
78
ciri kepribadian
manusia ditinjau dari berbagai aspek antara
lain:

Kesatuan banyak : mengandung unsur-unsur yang banya
dan tersusun secara hirerarki Dari unsur yang berfungsi
tinggi ke unsur yang rendah.

Bertujuan:
mempunyai
tujuan
yang
terdiri
dari
mempertahankan diri dan mengembangkan diri.

Individualitas : merdeka untuk menentukan dirinya sendiri
dan kesadaran tidak termasuk ke dalamnya

Berdasarkan pendapat ini W.Stren menganggap bahwa
tuhan juga termauk suatu pribadi, karena tuhan menurutnya
mempunyai tujuan dalam diri-nya dan tak ada tujuan lain
diatasnya.47
Prof. Kohnstam
Ia menentang pendapat W.Stren yang meniadakan kesadaran
dalam pribadi terutama pada tuhan .Menurut Kohntam, tuhan
merupakan Pribadi yang menguasai alam semesta. Dengan kata
lain , kepribadian sama artinya dengan teistis (keyakinan) orang
yang
berkepribadian
berkeyakinan
menurutnya
ketuhanan.
Dari
adalah
pendapatnya
orang
yang
disimpulkan
beberapa aspek yang terintregrasi berupa ; Keyakinan hidup
yang dimiliki seseorang adalah filsafat, keyakinan, cita-cita,
sikap, dan cara hidupnya, Keyakinan mengenal diri adalah
perawakan jasmani, sifat pisikis, intelgensi, emosi, kemauan,
pandangan
terhadap
orang
lain,
kemampuan
bergaul,
kemampuan memilih dan kemampuan bersatu, Keyakinan
47
. Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 203 -204
79
mengenal kemampuan diri : setatus diri dalam keluarga dan
masyarakat, setatus sosial berdasarkan keturunan dan histori.48
C.
Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan
1.
Struktur Kepribadian
Sigmud Frend
Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga
sistem itu dinamainaya Id, ego, dan super ego. Dalam diri orang yang
memmiliki jiwa yang sehat ketiga system itu bekerja dalam suatu
susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerakgeriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang
pokok.49
Sebaliknya, kalau ketiga system itu bekeja secara bertentangan
satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak
dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan
lingkungannya. Dengan kata lain, efesiensinya menjadi berkurang.
a.
Id (Das Es)
Sebagai suatu sistem id
mempunyai fungsi menunaikan
prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan
naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan
(Pleasure Principle), yang tujannya untuk membebaskan manusia
dari ketegangan dorongan naluri dasar, makan, minum, sex, dan
sebgainya.
b. Ego ( das Es )
Ego merupakan system yang berfungsi menyalurkan dorongan
id
keadaan yang nyata. Frued menamakan misi yang diemban
oleh ego sebagai orinsip kenyataan (Objekctive/reality principle).
48
. Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 204
49
Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 212-213
80
Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari id hanya
dapat direalisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan ego. Ego juga
mengandung prinsip kesadaran.
c. Super Ego ( Das Uber Icb)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan,
maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujan super
ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan seseuai
dengan pertimbangan keadilan dan moral. Ia merupakan kode
modal seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas tindakan
yang dilakukan oleh ego.
Jika tindakan itu sesuai dengan pertimbangan moral dan
keadilan, maka ego mendapat ganjaran berupa rasa puas atau
senang. Sebaliknya jika bertentangan, maka ego menerima
hukuman berupa rasa gelisa dan cemas. Super ego mempunyai dua
anak system, yaitu ego ideal dan hati nurani.50
d.
Disposisi Kepribadian
H.J. Eysenck
Menurut Eysenck, kepribadian terusan atas tindakan –
tinadakan dan disposisi yang terintergrasi dalam susunan hirakris
berdasarkan
atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari
paling bawah ke paling tinggi adalah ;
Specific response, yaitu
tindakan atau respons yang terjadi padasuatu keadaan atau
kejadian
tertentu
,
jadi
khusus
sekali,Habitual
mempunyai corak yang lebih umum dari
Response
pada sepesific
respone yaitu respons-respons yang berulang- ulang terjadi saat
individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama. Trait, yaitu
terjadi saat habitual respons yang saling berhubungan
50
satu sama
. Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 213-214
81
lain, dan cenderung ada pada individu tertentu, Type, yaitu
organisasi di dalam imdividu yang lebih umum .51
f. Sistem dan Aspek Kepribadian
Sukamto M.M
Menurut pendapat Sukamto M.M kepribadian terdiri dari empat
sistem atau aspek, yaitu ;
1) Qalb (angan-angan kehati)
2) Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
3) Ego (aku pelaksana dari kepribadian )
4) Tingkah laku (Wujud gerakan )52
Meskipun keempat aspekitu maing-masing mempunyai fugsi,
sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri,namun
ke empatnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.
a.
Qalb
Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis)
artinya sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih),
berasal dari kata Qalaha,
artinya membolak-balikan. Qalb
bisa diartikan hati sebagai daging (biologis) dan juga bisa
berarti „kehatian (nafsiologis). Ada sebuah hadis Nabi riwayat
Bukhari/Muslim berbunyi sebagai berikut:
“Ketahuilah bahwa didalam tubuh ada sekepal daging, kalau
itu baik baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah
seluruh tubuh. Itulah Qalb”
\
Secara nafsiologis, Qalb di sini dapat diartikan sebagai radar
kehidupan.
Qalb adalah reservoir energy nafsiah yang menggerakan
ego
51
dalam
fuad.
Dilihat
dari
beberapa
segi,
ada
. Ancok,
. Mead, Margareth, Taruna Samoa: Remaja dan Kehidupan Seks dalam
kebudayaan Primitif. Jakarta : Bhratara 1988.
52
82
kecenderungan bahwa teori Freud tentang Id meirip dengan
karakter hati yang tidak berisi iman, yaitu qalb yang selalu
menuntut kepuasan dan menganut perinsip kesenangan
(Pleasure Principle), ia menghendaki agar segala sesuatu
segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau satu segi sudah
terpenuhi, ia menuntut lagi yang lain dan begitu seterusnya. Ia
menjadi anak manja dari kepribadian.53
b.
Fuad
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang
sering kita sebut Hati Nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi
sebagai penyimpan daya ingatan. Ia sangat sensitive terhadap
gerak atau dorongan hati dan merasakan akibatnya.
Kalau hati Kufur, fuad pun kufur dan menderita. Kalau
hati bergejolak karena terancam oleh bahaya, atau hati
tersentuh oleh siksaan batin, fuad terasa seperti terbakar .
kalau hati tenang, fuad pun tentram dan senang, satu segi
kelebihan fuad dibanding dengan hati ialah, bahwa fuad itu
dalam situasi yang bagaimana pun, tidak bisa dusta. Ia tidak
bisa menghianati kesaksian terhadap apa yang dipantulkan
oleh hati dan apa yang diperbuat oleh ego. Ia berbicara apa
adanya, berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan
dalam Alquran sebagai berikut :
1)
Fuad bisa bergoncang gelisa (Qs Al-Qashash :10)
Dan fuad ibu Musa menjadi bingung (kosong), hampir
saja ia menumbuhkan rahasia (Musa), jika aku tidak
meneguhkan hatinya, sehingga ia menjadi orang yang
beriman.
53
. Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 215-216
83
2) Dengan diwahyukannya Alquran kepada Nabi, fuad Nabi
menjadi teguh (Qs. Al-Furqon : 32 )
“ Dan orang-orang kafir bertanya “ mengapa Alquran
tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus “ ?
Demikianlah, karena dengan (cara) itu, aku hendak
mengubahkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan
tertib (sebaik-baiknya).
3)
Fuad tidak bisa berdusta (QS Al-Najm :11)
Fuad tidak berdusta dengan apa yang dilihatnya
4)
Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (Qs Ibrahim
:43)
Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala,
mereka tidak berkedi, tetapi fuadnya kosong (bingung)
5)
Orang Musrik, fuad dan pandangan merka (kaum
musyrikin) sebagaimana sejak semula mereka tidak mau
beriman, dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaannya
mengembara tanpa arah tertentu.
c.
Ego
Aspek ini timbul karna kebutuhan organism untuk berhubngan
secara baik dengan dunia kenyataan(realitas). Ego atau aku bisa
dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol
cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan,
memilih
objek-objek
yang
bisa
memenuhi
kebutuhan,
mempersatukan pertentangan-pertentangan antar qalb, dan fuad
dengan dunia luar.
Ego adalah derivate dari qalb dan bukan untuk
merintanginya, kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang
subjektif dan yang objektif (dunia realitas). Di dalam fungsinya,
ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle) tujuan
prinsip kenyataan ini ialah, mencari objek yang tepat (serasi)
untuk menundukkan ketegangan yang timbul dalam organism.
84
Ia merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya (biasanya dengan tindakan) untuk mengetahui
apakah rencana itu berhasil atau tidak.
Berangkat
d. Tingkah Laku
Nafsiologis kepribadian dari kerangka acuan dan asumsiasumsi
subjektif
tentang
tingkah–laku
manusia,
karena
menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif
sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku
ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh
pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya,
bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu
menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang
dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta
menentukan tingkah lakunya.54
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku,
dalam nafisiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya
universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang
seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala
tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu
sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan sejenis itu.
e. Faktor-faktor pembentukan Jiwa/karakter beragama
Jiwa keagamaan atau pembentukan karakter beragama
dapat dibentuk dengan memperhatian apa saja yang menjadi
faktor terbentuknya jiwa tersebut antara lain :
1). Penddikan keluarga
54
Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 214
85
Pendidikan adalah salah satu alat untuk menjadikan
manusia memililki pengetahuan berdasarkan ilmu-limu dan
falsafah-falsafah kehidupan, adapun factor pendidikan yang
sangat dominan dalam pembentukan karakter bagaimana
memfungsikan keluarga sebagai
percontohan
dalam
peroes
pembentukan
pembelajar dan
kebiasaan
yang dapat
membentuk jiwa dalam kehidupannya.
Gilbert Highest menyatakan pemebntukan karakter akan
terbentuk dari pendidikan yang dimulai dari sejak bayi hingga
usia sekolah memiliki lingkungan tunggal yaitu keluarga. dimana
sejak dari bangun tidur sampai tidur kembali anak-anak
menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
(Gilbert Highest, 1961 : 78)55
Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H Clark.
Adalah terjalin dari unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk
diindentifikasi secara jelas, karena maalah yang menyangkut
kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun
demikian,melalui
fungsi-fungsi
jiwa
yang
masih
sangat
sederhana tersebut, agama terjalin dan terlihat didalamnya.56
Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan inilah
agama berkembang (W.H. Clarak, 1964:4). Disini terlihat
peranan
pendidikan
keluarga
keagamaan pada anak
dalam
menanamkan
jiwa
maka, tak heran jika Rasulullah
menekankan tanggung jawab pendidikan agama pada anak
kepada kedua orang tua.
55
Gilbert & I. Rieda Lumoidong, Pelacuran dibalik seragam sekolah : Tinjauan
Etis Teologis Terhadap Praktik hubungan sek Pranikah, Yogyakarta : Yayasan Andi 1996
h. 78
56
Witheringtion, H.C, Psikologi pendidikan ( Educational Psychologi), terj. M.
Buchori . Bandung :Jemmars, 1982 . h: 4
86
Menurut Rasul Saw, fungsi dan peran orang tua bahkan
mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka.
Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki
potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang
akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan,
pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.57
2) .Pendidikan Kelembagaan
Lembaga adalah wadah pengembangan suatu pengetahuan
dan pendidikan yang berkonsep dan mendidik setelah pendidikan
dilingkungan
pendidikan
keluarga.
Pendidikan
bagaimanapun
akan
Agama
memberi
di
lembaga
pengaruh
bagi
pembentukan jiwa keagamaan pada anak-anak.
Namun demikian besar kecilnya pengaruh tergantung pada
berbagai factor yang dapat memotivasi anak untuk memahami
nilai-nilai agama. Sebab pada hakekatnya pendidikan agama
adalah pendidikan nilai, yang membentuk kebiasaan yang selaras
dengan tutunan agama.
M.Buchori, (1982: 115) mengatakan bahwa Kebiasaan
adalah cara bertindak atau berbuat seragam. Dan pembentukan
kebiasaan ini menurut Wetheringtion melalui dua cara. Cara
pertama, dengan cara pengulangan dan kedua dengan disengaja
dan direncanakan, (M.Buchori, 1982:116). 58
Dalam pandangan ini, cara pertama adalah cara yang
dilakukan dengan pendidikn Agama dilingkungan keluarga dan
cara kedua melalui pendidikan kelembagaan ini yang dinilai lebih
efektif hasilnya. Sehingga pendidikan kelembagaan merupakan
kelanjutan dari pendidikkan keluarga.
57
. Nabi,Malik Bin. Membangun Dunia Baru Islam, Terj. Afif Muhammad dan
Abdul Adhiem, Bandung : Mizan, 1994
58
. M. Buchori, Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung : Jemmars,
1982 .h. 115
87
Pendidikan Kelembagaan sering disebut dengan sekolah
dimana terdapat proses belajar dan mengajar. Sebagai pengajar
(guru) sangatlah dituntut untuk dapat mampu memberikan
pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang
diberikannya,
Pemahaman dalam pendidikan akan mudah
diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang
bersifat hapalan semata.
Sedangkan penerimaan materi
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai bagi
kehidupan anak didik. 59
Untuk tercapainya antara materi dan kebutuhan anak didik
maka diperlukan keahlian seorang pengajar dalam bidang
pendidikan agama dan sikap pendidik yang sesuai dengan ajaran
agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Karena kedua tersebut
yang akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak
didik. 60
3). Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga, para
pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang
ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah kleluarga,
kelembagaan dan lingkungan masyarakat. Keserasian dari ketiga
ini akan member dampak positif bagi perkembangan anak,
termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Ke-idealan sosok yang memiliki kepribadian dalam
pertumbuhan maka diperlukan aspek mencangkup, fisik, pisikis,
moral, dan spiritual. Wetherington berpendapat untuk mencapai
keserasian maka diperlukan pengasuhan pertumbuhan itu,
adapaun aspek pengasuhan ada 5 aspek yaitu: 1) fakta-fakta
59
. M. Buchori,
Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung :
Jemmars, 1982 .h. 116
60
. Mc. Guire, Meredith B. Religion: The Social Context, California: Wadworth,
Inc.1981
88
asuhan, 2) alat-alatnya, 3) Regularitas,
Unsur Waktu.
4) Perlindungan, 5)
61
Asuhan pada pertumbuhan anak, harus dilakukan dengan
cara teratur dan terus-menerus, oleh karena itu lingkungan
masyarakat akan memberi dampak dalam pertumbuhan itu. Jika
pertumbuhan pisik akan berhenti ketika anak tumbuh dewasa,
sedangkan pertumbuhan pisikis akan berlanjut seumur hidup.
Dari sini terlihat bahwa pola asuh pendidikan lembaga,
memiliki keterbatasan waktu tertentu, sebaliknya asuhan oleh
masyarakat, akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini pula
terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan
jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang
terintregrasi dalam pertrumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang
memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai
hanya dengan mengenal saja. Karena nilai-nilai kesopanan
menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada orang
lain. Menurut Emerson.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa
pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan
dengan aspek-aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang
berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai–nilai
tersebut. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam
pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari
seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma
keagamaan tersebut.
4. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Pembentukan karakter beragama dalap dilihat dari sebuah
hasil
pembentukan
sikap.
Mengawali
pembahasan
sikap
keagamaan, maka terlebih dahulu akan dikemukaaan pengertian
mengenai sikap itu sendiri.
61
. M. Buchori, Jemmars, 1982 .
Dalam pengertian umum sikap
89
dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap
objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan
penghayatan individu. Dengan demikian sikap terbentuk dari
hasil belajar dan pengalaman.Sesorang dan bukan sebagai
pengaruh bawaan (faktor interen) seseorang, serta tergantung
kepaa onjek tertentu. Objek sikap oleh Edwards disebut sebagai
psychological objekct .
Prof .Dr.Mar‟at , melengkapi pandangan Allport mengenai
sikap yang terhimpun sebanyak 13 pengertian sikap. Dari 13
pengertian ini dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap.
Rumusan umum tersebut adalah bahwa :
a. Sikap merupaka hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman
dan
interaksi
yang
terus
menerus
dengan
lilngkungan (Attitudes are learned).
b.
Sikap selalu dihubungkan dengan Objek eperti
manusia,
waasan, peristiwa ataupun ide (Attitutdes behe referent).
c.. Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik
di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui
nasihat, teladan atau percakapan (Attitut are social learnings).
d.. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan
cara respond)cara tertentu terhadap objek ( Attitudes have
readiness to)
e. Bagian yag dominan dari sikap adalah perasaan dan efektif,
seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif,
negative atau ragu( attitudes are affective)
F. Sikap memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu y
akni kuat atau lemah (attitudes arevery internsive)
g. Sikap bergabung kepada situasi kepada situasi dan waktu,
sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai,
sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok
( Attitudes havea time dimension)
90
h. Sikap dapat bersifat relative consitstent dalam sejarah hidup
individu (Attitudes haveduration factor)
i. Sikap merupakan bagian dari konteks presepsi ataupun
kognisi individu (Attitudes are complex)
j. Sikap meupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin
mmpunyai konsekkuensi tertentu bagi seorang atu yang
berangkutan ( attitudes are evalutions )
k..Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungnkin
menjadi indikatoryang sempurna atau bahkan tidak memadai
(attitudes are inferred)
Dari ke 11 sikap tersebut berupa rumusan yang mennjukan
bahwa sikap merupakan predoposisi untuk bertindak senang atau
tidak senang terhadap objek tertentu yang mencangkup
komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian, sikap
merupakan interaksio dan komponen-komponen tersebut secara
kompleks .
Merujuk kepada rumusan diatas, bahwa hubungan sikap
dengan pola tingkah laku seseorang, maka tiga komponen diatas
merupakan bagian yang menentukan sikap seeorang terhadap
objek, baik yang terbentuk konkret maupun objek yang abstrak.
Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan
atau dipersepsikan tentang objek (senang atau tidak senang).
Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan
atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Demikian, sikap
yang ditampilkan seseorang merupakan hasil proses berfikir,
merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi
terhadap sesuatu objek.
Hal ini merupakan mata rantai antara sikap dan tingkah
laku yang terjalin dengan hubungan factor penentu, yaitu motif
yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah
91
sikap negative atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata
(Overt behavior) pada diri seseorang atau kelompok.
Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central
attitudes yang akhirnya akan membentuk preodiposisi. Proses ini
terjadi dalam diri sesorang
terutama semenjak usia dini.
Prediposisi menurut Mar‟at merupakan sesuatu yang dimiliki
seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya
sendiri. Dalam hal ini hubungan pembentukan sikap/karakter
keagamaan dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku
keagamaan dengan jiwa keagamaan.
Berangkat
dari
telaah
dan
pandangantersebut
akan
membawa pada kesimpulan bahwa jiwa keagamaan sebenarnya
merupakan bagian dari komponen interen psikis manusia.
Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada
hakekkatnya tak lebih dari usaha untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun, yang menjadi
permasalahn krusial adalah bagaimana usaha yang dilakukan
agar bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakekat potensi
yang luhur tersebut.
D. Implementasi Musyahada, Riyadha, Tazkiyyatual-Nafs dalam
Pembentukan Karakter beragama
Keterkaitan Agama dalam pembentukan karakter merupakan
Implementasi
dari
Musyahada,
Riyadah
dan
Tazkiyatun
al-Nafs.
Bagaimana hubungan dalam pembentukkan karakter agamanya harus
diiringi dari sikap dan prilaku atau tingkah laku yang mendukung
terbentuknya karakter beragama dalam diri seseorang. dimana diperlukan
sebuah pengetahuan tentang prilaku dan jiwa yang membentuk karakter
beragama sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya.
Disini akan dibahas pembentukan karakter agama yang dibatasi
dengan pandangan agama Islam. oleh sebab itu sesuai dengan pandangan
92
al-Ghozali dalam bukunya Arba‟in Al-Ghazali, yaitu 40 dasar Agama
menurut Hujjah Al- Islam,
mengatakan bahwa
Karakter /jiwa yang
terbentuk dimulai dengan rasa sebagai keyakinan. Dimana „Rasa adalah
musyahadah, yaitu keyakinan hadir dikarenakan adanya sesuatu yang
meragukan apa yang kita lihat,
maka kita menggunakan rasa untuk
menentukannya.62
Jika kita pahami bahwa setiap yang tidak terlihat dan diragukanakan
kebenarannya atas permasalahan yang ditata maka rasalah yang menjadikan
pijakan untuk sebuah kebenaran. Ternyata hal tersebut merupakan bagian
dari sebuah keyakinan yang terbentuk sehingga manusia dapat mengatakan
ini benar sesuai rasa dan manfaat yang dirasakan.
Pendapat al-Ghazali tersebut sudah dapat dikatakan secara kepekaan
rasa telah menjadikan sikap manusia dalam berpendapat untuk mencari
kebenaran. Hal tersebut tidak secara langsung telah membentuk sikap dan
karakter dalam pembentukan jiwa keyakinan yang terlahir dari kepekaan
terhadap rasa yang dirasakan.
Untuk membentuk karakter beragama, maka diperlukan beberapa
pijakan yang menjadikan manusia memiliki rasa (musyahadah) dalam
beragama. Cara pandangan Piskologi Agama maka Musyahada merupakan
bagian dari hadirnya agama, karena agama terbentuk dari berbagai macam
rasa sehingga keyakinan dan keimanan menjadi kuat.
Menurut Tokoh Psikologi Agama berpandangan “ Hal-hal yang
bersifat keagamaan atau berbagai masalah keagamaan menjadi penyebab
ragam prilaku manusia”, hal ini terungkap dengan proses suatu rasa yang
menjadi pengalaman. 63 disini musyahada berperan dalam pembentukannya
suatu agama.
Pandangan Filsafat pendidikan di abad ke 19 dan ke 20 tokohtokoh Pragmatisme, Thomas Paine dan Thomas Jefferson
62
mengatakan
. Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka
Sufi, 2003) h. 45
63
. Gazi, dan Faojah . Psikologi Agama memahami pengaruh Agama terhadap
prilaku Manusia . (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakatra 2010)
93
bahwa Agama bukanlah hal yang dogmatis, agama adalah demokrasi yang
meiliki nilai nilai kehidupan. Jadi agama merupakan rasa kebebasan yang
dimiliki setiap manusia dalam mengatur pola kehidupannya.
Carles S. Peirce , dalam pendapatnya tentang berfikir dan pikiran
itu hanya berguna dan berarti bagi manusia apa bila pikiran itu “bekerja”,
yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berfikir tidak lain
dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. 64
Perasaan dan gerak jasmani (perbuatan)adalah manifestasimanifestasi yang khas dari pada aktivitas manusia dan kedua hal itu
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek (berfikir). Jika dipisahkan,
perasaan dn perbuatan menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia.
Pendapat Carles.S.P ini menekankan bahwa perasan tidak dapat
dipisahkan dengan gerak jasmani (perbuatan), untuk menghasilkan sebuah
prinsip dan keyakinan dalam mencapai tujuan hasil yang diinginkan. 65\
Dari pandangan dua pengetahuan diatas maka musyahada
menjadikan sebuah pengetahuan , pengalaman ilmu dan perbuatan manusia
yang membentuk sikap dan prilaku manusia dalam menentukan hidup dan
keyakinannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka musyahada dapat lebih
kuat dalam pembentukan karakter manusia dalam beragama maka perlu
diimbangi dengan dasar perjalanan yang sesuai dengan kehandak illahi,
karena semua yang ada sebagai penentunya adalah Illahi Rabbi.
Proses pembentukan karakter merupakan perjalan yang berakhir
dengan penentuan yang baik dan buruk dalam hasilnya, unruk itu Riyadha
adalah proses perjalanan manusia dalam mendapatkan sebuah kebaikan
sesuai dengan peraturan penciptanya (Allah Azza Wa jalla) dengan cara
membersihkan diri dan berbagai latihan jiwa (riyadha) yang di tempuh
melalui berbagai fase (maqam), antara lain : tobat, tawwakal, syukur, sabar,
64
Joe Park, Solected Readings in the Philosophy of Education, New York, Mac
Millan publishing Co, inc. 1974.
65
Op. Cit. Joe Park, Inc.1974
94
rela, ikhlas, dalam al-Quran menjelaskan tenang pelatihan jiwa, antara
lain :
69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
( S.al-ankabut ayat :69 )
186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(S. Al-baqoroh
ayat :186 )
“ dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya, ( S. Al-Qof ayat:16 )

3. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452];
dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Pelatihan
jiwa
(riyadhah)
adalah
merupakan
bentuk
dari
pembersihan diri terhadap nafsu yang cenderung kepada perbuatan tercela,
untuk itu diperlukan zakkaha (mensucikan jiwa). Tazkiyyah adalah
pemebrsihan jiwa. Rasul bersabda “ Kebersihan adalah sebagian dari
imam,” Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa kesempurnaan iman terletak
pada kebersihan hati dari perbuatan–perbuatan yang tidak disukai oleh
Allah Azza Wa Jalla dan menghiasinya dengan perbuatan–perbuatan yang
disukai-Nya, karena tazkiyyah adalah bagian dari iman.
Untuk melaksanakan tazkiyyah maka diperlukan pemahaman
tentang Maqam dan Hal yang merupakan dasar tazkiyyah al-Nafs. Adapun
bagian dari Maqam adalah sebagai berikut : Taubat, Zuhud, Faqr, Sabar,
Tawakkul, Ridha,Mahabbah, Ma‟rifat, sedangkan Hal adalah :Khauf, Raja,
95
Syauq, Uns, Yakin, agar kita dapat melaksanakan tazkiyyah Al-Nafs maka
perlu penjabaran tentang Maqam dan Hal tersebut.
Pengertian Maqam
Maqam (maqamat) ialah tingkatan seorang hamba Allah di hadapan Allah,
dalam hal Ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya. Maqam
merupakan hasil dari kesungguhan dan perjuangan terus-menerus yang
dilakukan oleh calon sufi untuk sampai pada tingkatan tertinggi,
mahabatullah dan marifatullah.66
Menurut harun Nasution “Maqamat adalah jalan ruhani yang
harus dilewati oleh calon sufi, dan jalan tersebut dibagi beberapa tingkatan
(Station),
tempat
seorang
sufi
menunggu
sambil
bekerja
membersihkan dirinya agar dapat ke setation berikutnya.
67
keras
Jalaludin
Rahmat,maqamat lebih merupakan derajat ruhani yang harus dilewati oleh
seorang salik ketika menuju pada Allah.
Pengertian maqam menurut ahli Tasawuf
Abu Nashher
Abdullah bin Ali Al-Sarraj al-Thusi, maqam berarti : maqam seorang
hamba dihadapan Allah padasaat ia berdiri menghadap keadanya, ia
melakukan ibadat dengan Mujahadah
(memerangi hawa nafsu), Riyadha
(melatih diri dalam hidup kerohanian), dan melepaskan kegiatan duniawi
untuk semata-mata berbakti kepada Allah azza Wa Jalla.68 hal ini sesuai
dengan Firman Allah surat Ibrahim ayat 14.
 
 
14. dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah
mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan
menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.
Imam Al- Qusyairi berpendapat, maqam adalah apa yang terjadi
pada hamba Allah dan ketingginan adab sopan santunnya yang dapat
membawainnya kepada jenis usaha dan jenis tuntunan dari berbagai jenis
66
. Asep Usmar Ismail, Wiwi St.Sajarah, Sururin . Tasawuf. (Pusat Studi Wanita
(Psw),UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, IAIN Indonesia Social Equity (IISEP), hl.128
67
. Asep Umar Ismail, Wiwi St. Sajarah, Sururin . Tasawuf hl. 112
68
Moh. Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta tn 2005) h. 17-18
96
kewajiban. 69 dimana maqam akan dapat diraih dengan usaha kerja keras,
ketekunan , ketabahan yang dilakukan segenap jiwa raga dan dengan usaha
terus menerus .
Dalam tigkatannya maqamat memilliki jumlah yang berbeda
sesuai dengan pengalaman Religius seseorang yang menjalaninya. AlGhazali berpendapat maqamat menurutnya memiliki tingkatan sebilam
tingkatan yaitu : taubat, sabar, faqr, zuhd, taqwa, tawakkal, mahabbah,
ma‟rifat dan ridha. Al-kalabadzi juga menyebut Sembilan maqam yaitu :
Taubat, zuhud, sabar, faqr, tawaduh, taakal, ridha, mahabah dan ma‟rifat, .
Namun ada yang berbeda pandangan dalam hal maqam yaitu
Abu Nasr al-sarrj mengatakan bahwa tingkatn maqam ada tujuh, yaitu:
taubat, asketis (zuhud), mensucikan diri ( wara0 hidup sederehana (faqr),
sabar, rela (ridha), dan tawakal. Sedangkan menurut Abu Sa‟d bin Abi al –
Khair terdapat empat puluh tingkatan maqam, bahkan menurut khawajah
Abdullah al-Anshary terdapat seratus tingkatan.
Dengan adanya perbedaan maqam ini maka para ulama
berpendapat
bahwa
untuk
seorang
yang
menginginkan
pelatihan
pembersihan jiwa ini maka harus mengetahui dan menjalankan syariat
sebagaimana yang diajarkan dalam al-Quran dan al-Hadis Nabi
Muhammad SAW,
Dimana amalan utama adalah Shalat, dan tambahannya adalah
sholat malam dan selalu bermunajat, dzikir, wirid, dan doa tertentu, agar
lebih berkonsentrasi mereka mengurangimakan dan minum. Siang hari
melakukan puasa, dan bila berbuka hanya dengan sedikit makan dan
minum, sekedar untuk melanjutkan hidup.
Pengertian Hal
Yang dimaksud dengan hal (jama‟nya ahwal) ialah beningnya
kehampiran jiwa terhadap Allah dari kalbu diri sufi. Menurut al-Qusyairy
“keadaan (hal) adalah makna yang dating pada kalbu para sufi tanpa
69
. Moh. Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta tn 2005) h. 18
97
sengaja, yang diperoleh tanpa melalui daya dan upaya mereka, baik dengan
menari dan bersedih hati.
Sebagaimana maqam para ulama tasawuf juga berbeda pendapat
mengenai macam-macam hal. Sebagian berikkut: keterpusatan diri
(muraqabah), kedekatan (Qarb), cinta, takut, harap, rindu, dekat
(Uns), tentram, penyaksian (Musyahadah), yakin dan sebagainya.
Dari uraian diatas ternyata antara maqam dan hal merupakan
usaha yang cara mendapatinya berbeda, dimana perbedaan maqam
dan hal adalah; maqam didapat dengan ditandai dengan kemapanan,
sementara hal justru mudah hilang . maqam dapat dicapai oleh
seorang penempuh/calon sufi dengan kehendak dan upayanya,
sedangkan hal dapat diperoleh dengan tidak sengaja.
Sehingga hal datang dengan sendirinya, sedangkan maqam diperoleh
dengan berusaha. Orang yang meraih maqam dapat tetap dalam
tingkatanya, sedangkan orang yang meraih hal justru mudah lepas
keadaannya. Dari dua permasalahan ini akan menjadikan fungsi
tazkyatun al-nafs dapat dilakukan dengan memulai musyahada dan
riyadha .
E. Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyatun al-Nafs
Pola pikir manusia, diiringi dengan watak dan sikap seseorang dalam
menentukan sebuah keinginan dan bentuk yang sesuai dengan ukuran dan
kapasitas manusia dalam menerima pembelajaran dan pengalaman, yang di
dapat dipendidikan keluarga, lembaga dan masyarakat.
Untuk menghasilkan prilaku dan karakter yang sesuai dengan dasar
norma agama maka diperlukan sebuah wawasan tentanng akhlakul karimah,
budi pekerti, tingkah laku, karakter dan watak yang terintergrasi kedalam
bentuk mujahada, riyadha dalam tazkiyyatu al- Nafs.
Kemerosotan moral dan prilaku yang menyimpang dalam ajaran
agama ini merupakan kegagalan dari sebuah pendidikan agama baik di
rumah, lembaga dan masyarakat, yang menjadikan pembentukan karakter
98
beragama sebagai pondasi, dasar dalam keyakinan beragama tidak maksimal
tercapai. Untuk mencapai apa yang diharapkan dalam berkeyakinan dalam
karakter beragama maka diperlukan perbaikan dan pengembangan kepada
sesuatu yang sudah baik menjadi lebih baik dan yang buruk berubah menjadi
baik.
Adapun yang menjadikan perubahan tersebut adalah dengan
meninggalkan sesuatu yang tercela dan memper dalam sesuatu yang baik.
Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan pengetahuan apa saja yang
harus di tinggalkan dan apa saja yang harus dilaksanakan sesuai dengan
keyakinan agama yang dianutnya.
Berkaitan dengan hal tersebut maka kita akan bahas tentang akhlak
tercela dan akhlak yang terpuji sesuai dengan ajaran Islam sebagai dasar
keyakinan beragama
Islam, yang di awali dengan pengetahuan tentang
akhlak sebagai penyempurna Ibadah oleh sebab itu perlu diketahui tentang
akhlak sebagai berikut :
1)
Pengartian akhlak
Secara kebahasaan akhlak berdasarkan kosa kata bahasa Indonesia
yang berasal dari bahasa Arab akhlaq yang meupakan bentukjamak dari
perkataan khilqun atau khuluqun yang berarti perangai, kelakuan, watak,
kebiasaan, krzaliman, dan peradaban yang baik . Jadi secara kebahasaan
mengacu kepada sifat-sifat manusia secara universial, laki-laki maupun
perempuan, yang baik maupun yang buruk.70
Dengan demikian perkataan akhlaq mengacu kepada sifat manusia
yang baik dan ada sifat manusia yang buruk. Pengertian akhlak secara
kebahasaan mengacu kepada sifat manusia secara umum tanpa mengenal
perbedaan diantara laki-laki dan perempuan.
Secara Istilah pengertian akhlaq sangat beragam sehingga banyak
pandangan-pandangan pengertian akhkaq yang ditemui seperti:
70
. Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 24-25
99
a. Ibn Miskawaih (w.421 H/1030 M) menyatakan “akhlak adalah sifat
yang tertanam pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan terlebih dahulu.
b. Al- Ghazali ( W.550 H/ 1111 M ) menyatakan : “ akhlak adal;ah
gambaran tentang keadaan jiwa yang tertanam secara mendalam.
Keadaan jiwa itu melahirkan tindakan dengan mudah dan gampang
tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
c. Ibrahim Anis menyatakan bahwa:”Akhlak adalah sifat yang tertanam
pada
jiwa
seseorang
secara
mendalam
yang
daripadanya
munculperbuatan baik maupun buruk dengan tidak membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
d. Penyusun
Enskolopedia
Pengetahuan,
Daerat
al-Ma‟arif,
menyatakan bahwa: “akhlak adalah sifat-sifat manusia yang
beradab‟. 71
2)
Ciri- ciri Perbuatan Akhlak
Dari pengertian akhlak diatas dapat ditarik suatu gambaran bahwa
perbuatan memiliki lima ciri pokok sebgai berikut:
a.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam secara
terus menerus di dalam jiwa seseorang sehingga kuat dan mengakar .
b.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan seseorang
dengan mudah dan gampang tanpa membuntuhkan pemikiran dan
pertimbangan.
c.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.
Dimana perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilaklukan atas dasar
kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
71
. Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 2-4
100
d.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya,bukan main-main atau karena bersandiwara. Dimana
perbuatan akhlak adalah perbuatan nyata dalam kehidupan sosial.
e.
Perbuatan akhlak, khususnya akhlak yang terpuji
adalah
perbuatan yang dilakukan atas dasar keimanan dan ibadah atau
pengabdian kepada Allah dengan penuh keikhlasan semata-mata
mengharapkan keridhaan
atau kerelaan-Nya di dunia maupun di
akherat.
Kesimpulan tentang hal tersebut adalah bahwa akhlak adalah
bersumber pada jiwa. Jika jiwa itu bersih, jernih, dan bening, maka
akhlak orang itu akan baik dan mulia. Sebaliknya, jika jiwa
seseorang itu kotor dan penuh noda, maka dari jiwa yang demikian
tidak akan pernah memancarkan akhlak yang baik dan mulia,karena
akhlak seseorang ditentukan oleh keadaan jiwanya. Walau demikian
akhlak sering mengacu kepada makna positif yang menggambarkan
sifat-sifat manusia beradab, sehingga orang yang tidak berakhlak
memiliki akhlak yang buruk .72
Perbuatan
seseorng
dinyatakan
sebagai
gambaran
dari
akhlaknya, apabila perbuatan itu tertanam di dalam dirinya dengan
kuat dan mengakar, dilakukan dengan mudah tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan, muncul dari dalam diri,dilakukan
dengan kesadaran, dan dengan keikhlasan atas dasar keimanan
kepada Allah.
3)
Ruang Lingkup Akhlak
Apabila dilihat dari kepribadian manusia maka ruang lingkup
akhlak meliputi beberapa Aspek:
72
a.
Akhlak bagi pemikiran
b.
Akhlak bagi kayakinan
c.
Akhlak bagi hati
.Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 26
101
d.
Akhlak bagi jiwa
akhlak yang berkaitan dengan semua wilayah hubungan manusia
meliputi:
a.
Akhlak terhadap Allah
b.
Akhlak terhadap manusia
c.
Akhlak terhadap Rasulullah
d.
Akhlak terhadap Orang Tua
e.
Akhlak terhadap tetangga /Karib kerabat /keluarga
f. Akhlak terhadap tetangga saling bekerjasama membantu
di kesenangan dan kesusaha.
g. Akhlak terhadap masyarakat yaitu memuliakan tamu.73
Selain akhlak tersebut diatas, lingkungan alam perlu diperhatikan,
karena alam bagian dari kehidupan yang harus diperhatikan pula
agar
lingkunagn terpelihara, tidak rusak dan tetap lestari, sehingga alam kan
terpelihara, tidak rusak dan lestari, sehingga alam akan terus menerus
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri sepanjang manusia
itu ada.
Oleh sebab itu dalam mengkonsumsi apa yang ada dialam gunakan
seperlunya sesuai dengan keperluaan, tidak berlebihan dan memanfaatkan
agar tidak mubazir. Cara berakhlak dengan alam sebagai berikut :
1) Sadar dan memeliharakan lestarian lingkungan hidup
2) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan hayati, flora dan
fauna yang sengaja diciptakan Allah swt
untuk kepentingan manusia
dan makhluk hidup lainnya.
3) Sayang pada semua makhluk
4. Macam- macam Akhlak
73
. Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 30
102
Telah kita ketahui bahwa akhlak merupakan sikap dan perilaku yang
menjadikan karakter itu terbentuk dalam jiwa. Maka kita harus mengenal
macam-macam akhlak yaitu :
a. Akhlak Tercela (Madzmumah)
Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf dan falsafah kehidupan
memandang bahwa akhlak tercela ini dapat ditimbulkan dari dua factor
yakni, maksiat lahir dan maksiat batin. Dimana maksiat lahir terbentuk
dari segala sifat yang tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti
tangan, mulut, mata, telinga, dan sebagainya. Sedangkan Maksiat batin
ialah segala sifat yang tercela yang diperbuat oleh anggota batin yakni
hati.
Kedua hal tersebut menjadikan manusia celaka, oleh sebab itu
Al- Ghazali menamakan
muhlikat, yaitu sifat-sifat yang merusak
binasakan manusia. Dan oleh karena maksiat
itu
berasal dari hati
manusia atau digerakan oleh tabiat hati yang rusak/sakit, maka
dinamakan dengan amrad al -qalb .74
Dalam buku Arba‟in Al-Ghazali yaitu 40 dasar Agama menurut
Hujah Al-Islam. mengatakan bahwa ada 10 akhlak tercela yang harus
dihindarkan dari jiwa umat muslim diantaranya :
a. Rakus terhadap makanan
b. Bahaya bicara
c. Menggunjing
d. Perdebatan
e.
Menggunjing
f. Perdebatan
g. Gurauan berlebihan
h. Pujian
i. Marah
j. Dengki (Hasud)
74
. Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 30-31
103
k. Kikir dan gila harta
l. Ambisi dan Gila kehormatan
m. Cinta Dunia
n. Sombong
o. Ujub
p. Riya
Kesepuluh akhlak tercela ini dapat dihindari dengan melakukan
mujahada dan riyadah. Dimana Mujahada adalah memaksa sifat-sifat
yang berlebihan (melampaui batas) sedangkan Riyadah adalah
melaksanakan sesutau dengan penuh kesadaran dan keikhlasan karena
Allah dan perintahnya. 75
Jika didunia ini ada yang di katakan tercela maka ada pula yang di
katakan terpuji, untuk itu apa saja yang di katakana akhlak terpuji,
akhlak terpuji atau yang disebut dengan akhlak Mahmudah.
b. Akhlak Terpuji (Mahmudah)
Yang dikatakan akhlak mahmudah adalah segala Tingkah lalku
yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan Fadhilah
(kelebihan). Imam Al-Ghazali mengguna kan istilah munjiyat yang
berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan.
Akhlak mahmuda dihasilkan oleh sifat-sifat mahmuda, oleh sebab itu
dalam pembahasan disini lebih di titikberatkan pada penjelasan tenang
sifat-sifat yang terpendam dalam jiwa manusia yang terwujud dalam
perbuatan–perbuatan lahiriyah.
Dalam buku Tasawuf editor Dr.Sri Mulyati, PSW (Pusat Study
Wanita) UIN Jakarta th 2005 mengklasifikasikan akhlak mahmuda
sebagai berikut :
1. Amanah berarti
kesetiaan,
ketulusan hati,kepercayaan atau
kejujuran
75
. Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka Sufi ,
2003) h. 143-133
104
2. Memaafkan, kejadian yang terkait dengan sesama manusia dengan
cara memaafkan atas kesalahan yang terjadi.
3. Shidiq ( Benar),yaitu berlaku jujur dan benar baik dalam perkataan
maupun perbuatan
4. Adil,
keadilan ini bisa dilakukan dengan 2 macam yaitu adil
dengan perorangan dan adil dengan kemayarakatan. Yang
dikatakan adil perorangan adalah tindakkan memberi hak kepada
yang mempunyai hak. Sedangkan adil dengan
kemasyarakatan
adalah tindakan yang bersikap tegaskepada hukum yang terkait
dengan pemerintahan.76
Adapun menurut kitab Arbain Al-Ghazali mengklasifikasikan
akhlak terpuji adalah kegiatan yang dilakuakn dalam hal :
1. Taubat : kembali dari jalan yang jauh kejalan yang dekat, dengan
prinsip dasarnya adalah keimanan, sehingga makrifat Allah akan
memancar dalam hati yang terang benderang dan bahwa dosa
merupakan racun yang akan mematikan.
2. Khawf ( Rasa Takut ) : semangat untuk berlari jauh artinya Orang
yang berharap sesuatu, ia akan berupaya dan memohonnya. Orang
yang takut pada sesuatu,ia akan lari menjauh darinya. Tingkatan
Khawf yang terrendah adalah sikap meninggalkan dosa dan
berpaling dari dunia.
3. Zuhud ( menjauhkan diri dari dunia dan memalingkan diri darinya,
dengan suka rela meski sebenarnya ia mampu menguasai dunia).
Dasar dari zuhud adalah ilmu dan cahaya yang memancarkan dalam
hati hingga membuat dada menjadi lapang. Melalui penerangan
tersebut menjadikan Akhirat lebih baik dan
kekal di banding
kehidupan dunia.
76
Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 34-35
105
4. Sabar
(kegigihan
mempertahankan
dorongan
agama
dalam
menghadapi doronga hawa nafsu). Sabda Rasul s.a.w “ sabar
adalah bagian dari iman “ Karena iman dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan ekaligus perbuatan.Pensucian dan penghiasan diri,
tidak akan menjadi sempurna kecuali disertai kesabaran. Dimana
Setiap perbuatan imani bertolak belakang dengan gelora hawa
nafsu. Karena itu,perbuatan iman tidak dapat sempurna, kecuali
dengan keteguhan dorongan agama dalam menghadapi hawa nafsu.
“Puasa adalah separuh dari kesabaran, sabda Rasul Saw.
5. Syukur (Tingkah laku yang merupakan buah dari pengetahuan,
yaitu bergembira kepada pemberian nikmat yang disertai dengan
kedudukan dan pengagungan). Syukur tidak akan sempurna kecuali
oleh orang yang teguh demi Allah semata, dan mengerjakan apapun
demi Allah, bukan untuk yang lain.
6. Ikhlas
dan
Jujur.
Ikhlas
memiliki
hakekat,
prinsip,
dan
kesempurnaan. Prinsip Ikhlas adalah niat, karena dalam niat
terdapat keikhlasan. Sedangkan hakikat Ikhlas adalah penafian
kotoran dari niat, kesempurnaan ikhlas terdapat dalam kejujuran.
Jujur adalah kesempurnaan ikhlas. Dimana jujur seuatu tidakan
untuk berkata yang sesuai dengan pembenaran hati atas pemberian
Allah dan bertawakal kepada –Nya.
7. Tawakal (Hanya penyatuan perbuatan, tidak membutuhkan fana
dalam penyatuan zat, bahkan orang yang bertawakal boleh
menyaksikan pluralitas (Kasrah) dan berbagai sebab akibat, namun
dia seyogyanya menyaksikan keterkaitan rangkaian sebab akibat
dengan penyebabnya pertama. Bisa dikatakan tawakal adalah orang
yang memiliki kekuatan,dan hati yang kokoh
dalam suatu
pemecahan masalah yang di hadapinya. Dengan jalan tidak
membebani diri dengan beban diluar batas kemampuan dirinya,
sebab kerusakan akan menimpa dirinya lebih besar daripada
maslahatnya.
106
8. Cinta. Sesuatu yang menjadikan rasa menyukai dan memiliki
kesamaan dengan apa yang dirasakan merupakan kencenderuangan
jiwa terhadap yang disukai. Dimana setiap yang menyenangkan
pasti disukai, yakni jiwa yang terangsang oleh rasa enak dan yang
lezat cenderung padanya.Cinta disini adalah rasa lezat yang dialami
oleh seorangyang makrifat kepada Allah di dunia,dengan menelaah
dan menyaksikan langsung keindahan Hadirat Ketuhanan(alHadrah ar- Rubbubiyyah), jauh lebih lezat dari dari segala bentuk
kelezatan lainnya
yang terdapat didunia. Karena kelezatan itu
sesuai dengan kadar selera dan kekuatan selera itu setimbang
dengan yang diinginkan. Sebagaimana makanan itu merupakan hal
yang paling sesuai bagi tubuhnya.Makrifat merupakan menu paling
cocok bagi ruh. Karakter Ruh manusia (ruh al-insani) adalah
makrifat tentang hakikat, apapun yang diketahui hakikatnya
menjadi mulia. Mengetahui hakikat, tentu lebih lezat rasanya. Tiada
yang lebih mulia dan agung daripada mengenal Allah. Maka
mengenal Allah, mengenal sifat-sifat dan zat-zatnya, keajaiban–
keajaiban kerajaan-Nya, (Alam al-Malakut-Nya ) merupakan
sesuatu yang paling nikmat bagi hati, karena hasrat terhadap hal
tersebut merupakan sesuatu yang paling puncak. Karena itu, ia
ciptakan paling akhir setelah syahwat-syahwat lainnya.Cinta banyak
memiliki
tanda,
akan
sangat
panjang
untuk
mendatanya.
Diantaranya adalah mendahulukan perintah Allah daripada hawa
nafsu, terwujudnya sikap takwa dan wara ; dan menjaga aturanaturan syariat. Rindu akan bermusyahada sesuai dengan makrifat
yang dimilikinya, ridha terhadap ketentapan Allah swt.
9. Ridha terhadap Qadha (rela terhadap ketentuan Allah). Sesuatu
yang
dilakukan
untuk
menghalau
segala
yang
ditentukan
merupakan bagian dari perjalanan Ridha, dan ketika tidak
menentang tarhadap Allah baik secara lahir maupun batin, sambil
mengerahkan seluruh tenaga untuk berhubungan dengan semua
107
yang dicintai Allah.
Hal ini dapat dilakukan dengan menunaikan
perintahnya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
10. Mengingat Mati, Hakikat Mati serta Jenis Siksa Ruhani. Mengingat
Mati: kesadaran akan terpisahnya antara jasad dan ruh
dalam
kehidupan duniawi. Hakikat Mati: masuknya manusia kealam
perpisahan antar ruh dan jasatnya dalam alam dibawahsadardan tak
sadar, dimana jasadmusnah hancur sedangkan ruh tetap kekal abadi,
jadi hakikat mati adalah masuknya manusia kealam keabadian.
11. Siksa Ruhani: tersiratnya rasa sakit dan senang terhadap ruh
sebagai penghidup jasad dialam duniawi dan alam akherat. 77
Dari pengetahuan tentang akhlak yang tercela dan akhlak
yang terpuji, maka untuk Tazkiyyah al-Nafs merupkan kunci
spiritualisasi Islam, yang dapat membentuk karakter beragama
secara Islami. Berdasarkan ringkasan Ihya „Ulum al-Din karya alGhazali bahwa tazkiyyah al-Nafs merupakan Khasanah intelektual
Islam. yang menjadikan manusia mencapai kehidupan yang lebih
baik, taat, dan takwa kepada Allah swt.
Sebelum dikemukaan wawasan tentang tazkiyyah al-nafs
dalam Ihya‟Ulum al-Din, ada baiknya diketahui pengertian
tazkiyyah al-nafs itu sendiri. Dari segi bahasa, dan pendapat alGhazali, tazkiyyah al-nafs merupakan konsep pembinaan mental
spiritual, pembentukan jiwa atau penjiwaan hidup dengan nilai-nilai
agama Islam. Dalam psikologi, spiritualisasi berarti pembentukan
kualitas kepribadian yang akan menuntun seorang individu menuju
kekhususan(kedewasaan, kematangan) dirinya dengan isu-isu moral
dan agama serta jauh dari sifat keduniaan dan sensual.78
Berdasarkan bahasa Arab tazkiyyah berasal dari mashdar
zakka yang artinya pensucian serta pembinaan dan peningkatan
77
. Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka Sufi ,
2003) h. 153 - 251
78
. Yayah Jaya .Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan keperibadian
dan kesehatan Mental ( PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Januari 1994) h.51-52
108
jiwa menuju kekehidupan spiritual yang tinggi. pengertiannya tidak
sesuai dengan tathhir
termasuk
dalam arti tazkiyyah al-nafs,
tazkiyah al-nafs tidak akan di peroleh, kecuali melalui tathir al-nafs
sebelumnya. 79
Menurut Sa‟Id Hauwa kata tazkiyyah secarah harfiyah memliki
dua makna, yakini tathir dan al-namy atau ishlah. Tazkiyyah al-nafs
dalam pengertian pertama, berarti membersihkan dan mensucikan diri
dari sifat-sifat tercela, sedangkan dalam pengertian kedua berarti
menumbuhkan dan memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji.
Sehingga tazkiyyah al-nafs bukan hanya pembersihan jiwa dan
pensucian
akan
pengembangan diri.
tetapi
juga
menjadi
sebuah
pembinaan
dan
80
Fakkr al-Razi dalam tafsir al-Kabir mengartikan tazkiyyah
dengan tathir dan tanmiyah, yang berfungsi menguatkan motivasi
seseorang dalam beriman dan beramal saleh.
Muhammad Abduh mengartiakan tazkiyah al-nafs dengan
tarbiyah al-nafs (pendidikan jiwa) yang
kesempurnaannya dapat
dicapai dengan tazkiyah al-aql (pensucian dan pengembangan akal).
Sedangkan tazkiyah al-aql kesempurnaannya dapat dicapai dengan
tauhid murni. 81
Dari segi pendidikan tazkiyayatu dapat diartikan sebagai
pembentukan karakter (Watak) dan tranformasi dari personalitas
manusia, dimana seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting
dalam prosesnya. Hal ini merupakan pandangan dari Ziauddin Sadar,
Muhammad Fazl – ur, Rahman Ansari dan Hasan Langgulung. 82
79
80
. Yayah Jaya .Spiritualisa h. 52
. Yayah Jaya Op. Cit. h. 52
Yayah Jaya . Op.Cit . h.53
82
Yayah Jaya .Op.Cit. h.53
81
109
Dari segi akhlak dan tasawuf, para akhli mengatakan Tazkiyyatu
al- nafs dapat terwujut dengan adanya takhliyah al- nafs dimana
takhliyah al-nafs
artinya melalui latihan
jiwa yang berat
mengosongkon diri dari akhlak tercela, dan mengisinya dengan akhlak
terpuji serta sampai kepada usaha kerelaan memutuskan segala
hubungan yang dapat merugikan kesucian jiwa.dan mempersiapkan diri
untuk menerima pancaran nur Illahi (tajali). 83
Dengan bebasnya jiwa dari akhlak tercela dan penuh dengan
akhlak terpuji, maka orang mudah mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam arti kualitas, serta memperoleh nur-Nya, kemuliaan akhlak dan
kesehatan mental dalam hidup.
Jadi dari penjelasan tersebut diatas sangat jelas bahwa tazkiyah
al-nafs sangat berhubungan dengan soal akhlak dan kejiwaan, serta
berfungsi sebagai pola pembentukkan manusia yang berakhlak baik,
beriman, dan bertaqwa kepada Allah, serta memiliki kekuatan spiritual
yang tinggi dalam hidup.84Apa saja yang menjadikan factor penting
dalam tazkiyyatu al-nafs:
1. Takwa
Takwa merupakan factor penting bagi pensucian (tazkiyyah) dan
bimbingan
rohania. ia merupakan sebuah penawar
yang
bisa
menyembuhkan penyakit-penyakit batin. Amrul Mukminin Ali as
berkata, “sesungguhnya takwa kepada Allah merupakan obat bagi hati,
penglihatan bagi kebutaan jiwa, penyembuhan bagi sakit tubuh,
pelurus keburukan dada, penyuci pikiran yang tercemar dari kegelapan
mata. Hiburan bagi ketakutan hati, dan kecerahan bagi suramnya
kejahilian .85
2. Menjaga Diri sebagai pensucian dan pembinaan Diri
83
. Yayah Jaya . Op. Cit. h.53
. Yayah Jaya .Op.Cit. h. 53
85
. Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center Jakarta
2002) h. 141- 143
84
110
Hal ini dilakukan dengan tahdzib al- nafs (membentuk dan
membina ruhani). Dengan menjaga dan mengawasi diri dari penyakitpenyakit kejiwaan dan perbuatan –perbuatan yang tercela, dengan cara
a.)
Memiliki catatan Amal : dimana kita menyakini bahwa
semua perbuatan, ucapan, dan prilaku kita bahkan pikiran kita di
tulis dan tercatat dalam catatan amal, sehingga kita tidak dapat
melupakan akibat-akibatnya.
b.)
Cara Menghisab Diri
: yaitu dengan menguatkan
perjanjian yang di ucapkan lidah sebagai perjanjian anggota
tubuh satu persatu agar tidak berbuat dosa dan mengerjakan
amalan-amalan saleh.
c.)
Muraqabah ( Menjaga Diri dari perbuatn Buruk)
Yaitu hamba Allah yang senantiasa menjaga diri dari keburukkan
akan selalu ingat kepada Tuhannya. Ia melihat bahwa dirinya
dalam pengawasan-Nya. Jika dosa dan maksiat menghampirinya,
ia langsung mengingat Allah dan hari perhitungan, lantas ia
tinggalkan perbuatan itu.
d).
Muhasabah (menghisab amal- amal)
Ketika manusia mengingat apa yang telah dilakukan dalam
kesehariannya,
dengan
mengingatnya,
maka
cara
dia
meluangkan
dikatakan
waktu
sedang
untuk
melakukan
muhasabah yaitu menghisab segala amal tersebut dalam
kesahariannya. Sehingga menyadari akan dosanya dan segera
bertobat dan berjanji tidak mengulangi perbuatan dosa lagi. Dia
harus menutupi dosa-dosa yang lalu.
3.
86
Melatih Nafsu
Ketahuilah bahwa jiwa mempunyai sifat-sifat tercela yang harus
dibersihkan. Dengan itu ia mencapai kebahagiaan abadi dan kehidupan
disisi Allah. Adapun caranya dengan mengetahui kejelekan –kejelekan
86
Jakarta
. Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center
2002) h. 176- 183
111
diri, dan memiliki kemauan terhadap apa yang menjadi berhentinya
menanam untuk dunia,menyaksikan akherat dengan hatinya dan
keyakinan sahingga menghinakan dunia. Dengan cara mengangkat
hijab dan penghambatan, dari empat perkara yaitu : harta, kedudukan,
taklid dan maksiat.87
4.
Mematahkan Syahwat Perut dan Kemaluan
Sumber segala dosa adalah syahwat perut, dan dari situ timbul
syahwat kemaluan. Karena itulah, Adam as. Melanggar larangan Allah
sehingga dikeluarkan dari surga, dan itulah yang menyebabkan
seseorang mencari dunia dan menyukainya.
Adapun cara Latihan Mematahkan Syahwat Nafsu dan Perut adalah
dengan :
a.
Mengurangi makan sedikit demi sedikit
b.
Menenentukan waktu makan
c.
Lapar dan nikah adalah mematahkan nafsu syahwatdan
kemaluan.88
5.
Metode Mengembangkan Potensi Kebaikan dan menghapus
Keburukan
a. Metode mengembangkan potensi kebaikan.
Menurut al-Quran manusia memiliki potensi kebaikan dan
keburukkan atau kejahatan sebagi mana disebutkakn pada
Potensi kebaikan perlu dikembangkan, sedangkan potensi
keburukan
dan
kejahatan
perlu
senantiasa
ditekan,
dikendalikan
ayat 8-10 S. Syams.
87
. Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka Amani-Jarata
2007) h.237- 250
88
. Al-Ghazali Ihya „Ulum al-Din OP. Cit h. 251 - 262
112
,             
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Potensi kebaikan perlu dikembangkan, sedangkan potensi
keburukan dan kejahatan perlu senantiasa ditekan, dikendalikan
dihapuskan sedemikian rupa sehigga yang kuat dan dominan dalam
kepribadian seorang Muslim adalah sifat, sikap dan prilaku yang baik.
Adapun untuk pengembangan ini diperlukan pendidikan sepanjang
hayat (long life education). Dengan beberapa metode Antara lain:
Metode al-Sima : yaitu metode yang mengembangkan potensi
kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak
sedemikian
rupa agar senantiasa mendengar aktif dan menyimak kalimat tayyibah,
ungkapan yang santun, tutur kata yang lembut, serta bahasa yang indah.
Metode al- abshar: yaitu metode yangmengembangkan potensi
kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa
agar senantiasa menyaksikan contoh –contoh prilaku yang baik dari
orang dwasa disekitarnya. Metode ini sangat menekankan adanya
uswah atau keteladanan dalam pendidikkan akhlak.
Metode al-Fu’ adalah : Metode ini mengembangkan potensi kebaikan
pada diri anak dengan mengkondisikan sedemikian rupa agar anak : 1)
mendapat pengertian dan pemahaman yang benar tentangkebiasan –
kebiasan positif yang didengar dan disaksikanya dalam pengalaman
hidup sehingga pemikiran anak terbimbing dengan baik. 2) mendapat
pengalaman berharga dari apa yang didengar dan disaksikannya dalam
113
pengalaman hidup sehingga perasaan anak memiliki kepekaan dalam
menyikapi dan merespon keadaan disekitarnya dengan tindakkan yang
cepat dan tepat.
Metode Amaliah: yaitu
metode ini
mengembangkan potensi
kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan sedemikian rupa agar
melakukan kebaikan-kebaikanyang diharapkan menjadi akhlak anak.
Tugas orang dewasa mengajak dan melibatkan anak sedini mungkin
dalam berbagai aktifitas ibadah, kegiatan sosial dan kegiatan keseharian
yang positif yang dipadukan secara simponi (sinergi) dengan
mengambangkan potensi kebaikan pada diri anak memlalui metode alSima, al-abshar, al-fu‟adah.
6.. Metode Mengendalikan Potensi Keburukan
Keluarga, sekolah, masyarakat merupakan sumbar dari pembentukan
potensi kebaikan dan keburukkan. Potensi keburukan pada manusia dapat
dikendalikan, bahkan dihapuskan sedemkian rupa dengan beberapa metode
sebagai berikukt : 1) dengan mengoptimalkan metode al-sima, al-abshar,
al-fu‟adah, maka potensi keburukan, kejahatan, dan prilaku yang tidak
manusiawi itu
tidak akan begitu mudah berkembang menjadi akhlak
masyarakat. 2) dengan mengoptimalkan metode amalia berupa pesan alQuran itu secara simultan dipahami dan dihayati dalam kehidupan secara
konsisten dan berkesinambungan, maka potensi keburukkan dapat
dikendalikan,
madzmumah.
sehingga
tidak
akan
berkembang
menjadi
akhlak
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya
maka dapat
disimpulkan, bahwa Pembentukan Karakter Beragama Dalam Perspetif dapat
terwujut dengan apa yang menjadi sebuah keinginan, keyakinan, dan
perjuangan serta pelatihan secara terus menerus dalam bentuk nilai- nilai
semangat keIslaman dalam kehidupan sehari -hari yang disinari oleh bentuk
akhlak yang terpuji (mahmudah) dan meninggalkan serta menghapus akhlak
tercela (madzmumah) di keseharian hidupnya.
Pembentukkan
Karakter
Beragama
melalui
Tazkiyyah
al-Nafs,
merupakan sisi jiwa manusia yang berharap dan berusaha untuk dapat
memperbaiki segala hal-hal bentuk kesalahan dan dosa yang menjadikan
dirinya tidak berguna dan penyesalan di kehidupan dunia dan akhirat. Dengan
memahami jiwa atau karakter beragama yang baik, diharapkan pembentukkan
karakter beragama dapat terbentuk dengan baik dan sempurna serta
menjalankan ibadah dalam agamanya sesuai dengan peraturan dan ketentuan
yang Allah berikan.
B. Implikasi
Pembentukan Karakter Beragama merupakan bagian sisi kehidupan
yang dapat membentuk karakter
sebuah bangsa dan peserta didik dalam
bentuk : moral, watak, kepribadian, prilaku, dan tingkah laku yang terikan
dengan sebuah peraturan. Peraturan merupakan polis dalam perkembangan
moral dan pembentukan jiwa bagi manusia. Oleh sebab itu Pembentukkan
Karakter Beragama dapat dikatakan :
1. Bagian dari kehidupan yang tidak terlepas dalam hal- hal yang menjadikan
manusia berguna dan manusia yang tidak berguna dari sisi kehidupan
sosial.
114
115
2. Merupakan pondasi dasar dalam membangun dan menbentuk karakter diri,
bangsa dan negara.
3. Hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan tuhanya, dan
manusia dengan alam lingkungannya.
4. Hubungan antara kehidupan dunia (alam nyata) dan akheratnya (alam
malakut )
5. Menjadikan manusia yang memiliki keyakina, kepasrahan, kesabaran,
kesungguhan, dan kerelaandalam menerima kodrat qodho dan qodar sang
pencipta
Sedangkan Tazkiyyah al-Nafs dalam Pembentukan Karakter Beragama
memiliki peran sebagai :
1. Penunjang dari pembentukan akhlakul karimah dalam beragama.
2. Semangat
keagamaan
dalam
nilai – nilai keIslaman berdasarkan
ketetapan yang Allah berikan
3. Menghindari segala perbuatan yang tidak berguna untuk diri sendiri, orang
lain dan alam sekitarnya.
4. Mendidik manusia kepada jiwa yang lebih sempurna
5. Sebagai pembatas dalam bersikap, bertindak, dan berpendapat
untuk
menentukan pilihan dalam hidupnya.
C. Saran
Pembentukan
Karakter
Beragama
melalui
Tazkiyyah
al-Nafs,
merupakan hasana dalam pembentukkan kepribadian bangsa, karena agama
merupakan pondasi dasar dalam mengarahkan dan membimbing serta
membangun bentuk jiwa karakter seseorang. dengan beragama yang baik maka
karakter jiwa seseorang akan baik pula.
Pembentukan
Karakter
Beragama
tidaklah
mudah
dalam
pembentukannya, perlu adanya kesabaran dan pelatihan yang terus menerus,
karena manusia
memiliki
potensi yang dikatakan potensi kebaikan dan
potensi yang buruk.
Pembentukan Karakter Beragama tidak dapat dikatakan berhasil jika
dalam kehidupan sehari hari tidak memencarkan jiwa semangat keagamaannya.
116
Oleh sebab itu hendaklah Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyah
al- Nafs, harus tertanam dan menjadi akar yang kuat dalam menghalau segala
permasalahan dalam kehidupan sehari- hari.
Perlakuan terhadap Tazkiyyah al-Nafs, dalam pembentukkan Karakter
beragama dapat menjadikan puncak keberhasilan manusia berkepribadian yang
baik di hadapan manusia, dan
sang pencipta. Untuk itu perlu adanya
peningkatan perbaikan diri dengan memahami dan mempelajari akhlak yang
terpuji dan akhlak yang buruk.
Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis
sampaikan bagi pembaca dan khususnya diri sendiri, sebagai masukan atau
pengingat:
1. Hendaknya kita dalam beragama memiliki jiwa atau semangat beragama
agar tidak mudah digoyahkan dan tergelincir ketempat yang terhina baik di
dunia maupun diakhirat.
2. Karakter beragama hanya dapat dibentuk dalam jiwa keyakinan, kesabaran
dan kerelaan kepada peraturan yang ada dengan berjiwa ikhlas dalam
menjalankannya
3. Dalam perjalananya pembentukan Karakter Beragama harus dikelola
dengan kesungguhan dan ketekunan untuk memperjuangkan sesuatu yang
baik dan meninggalkan yang buruk.
4. Pendidikan Keluarga merupakan pondasi dasar dalam pembentukkan
karakter beragama.
5. Lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat merupakan penunjang
dari keberhasilan pengembangan Pembentukan Karakter Beragama.
6. Pelaksanan Tazkiyyahal- Naf dalam kehidupan sehari-hari merupakan
pancaran jiwa kesempurnaan dalam beragama.
7. Al-Ghozali adalah figur sufiisme yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
akhlakkul
Karimah
dengan mencontoh kehidupan Rasulullah dalam
membentuk jati diri yang Ikhlas, Sabar dan Istiqomah dalam menjalankan
keimanannya. Oleh sebab iti banyaklah mempelajari kitab- kitab karangan
Al-Ghazali.
117
Bunga melati, Bunga Kenari, susah dibeli susah dicari
Ingatlah perbaiki Diri, sebelum engkau mati.
Air suling beraruskan pelangi, Butiran Embun sejukkan hati
Jaganlah sia -siakan diri, Tingkatkanlah Budi Pekerti.
Januari 2015 . M
118
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Ahmad Zainal, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali.(Jakarta: Bulan bintang,
1975) .
Amini, Ibrahim. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center Jakarta
2002)
_____________, Risalah Tasawuf. Kitap suci Para Pesuluk (Islamic Center
Jakarta 2002 ) .
Antonius ,Atosokhi Gea. dkk, Relasi dengan Diri Sendiri….
Ardani, Mo.akhlak –Tasawuf, Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005
Arifin, H.M. llmu Pendidikan Islam, Tujuan Teoritis dn Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisiplin
Chaplin, JP , kamus Lengkap Psikologi, Cet.IX,
Djatnika, Rahmat. Sistem Ethika Islam (akhlak Mulia),(Surabaya:Pustaka, 1987).
Fathur, Rahman May dan Asyarafi, Syamsudin dari judul asli Al-Mazhabut
Tarbawi Inda al –Ghozali, ( Bandung : Al- Ma’ arif, 1986).
Friedmen,S Howard dan W, Mariam Schustack, Kepribadian : teori klasik dari
Riset Moderen. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), Jilid I
Gazi dan Faojah . Psikologi Agama memahami pengaruh Agama terhadap
prilaku Manusia . (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakatra
2010)
Gea, Atosokhi Anonius, dkk, Relasi dengan diri sendiri, (Jakarta: Elek Media
komputindo, 2003 ).
Ghazali-Al. Arba’in, 40 Dasar agama dalam Hujjah
Penerbit Pustaka Sufi, 2003)
al-Islam(Yogyakarta,
___________, Ringkasan Ihya’Ulum al- Din, Melatih Nafsu (Pustaka AmaniJakarta 2007).
___________, Ringkasan Ihya’Ulumuddin,
Jakarta 2007) .
Melatih Nafsu (Pustaka Amani-
__________, Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu (Pustaka Amani-Jarata
2007)
Gilbert & Lumoidong, Rieda I, Pelacuran dibalik seragam sekolah : Tinjauan
Etis Teologis Terhadap Praktik hubungan sek Pranikah, Yogyakarta :
Yayasan Andi 1996 .
119
H.C, Witheringtion, Psikologi pendidikan (Educational Psychologi), terj.M.
Buchori . Bandung :Jemmars, 1982
H.M, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , Tinjaauan
berdasarkan Pendekatan Interdiplisiner
theoritis
dan
Praktis
Ismail, Usmar Asep, Sajara ,St Wiwi, Susurin.Tasawuf . edit. Sri Mulyati .Pusat
Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta Th. 2005
Jalaluddin. Psikologi Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 )
_________, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2002).
Jaya, Yahya . Spiritualisasi Islam . (CV. Ruhama Yayasan Pendidikan Islam
Ruhama. Jakarta 1994).
M. Buchori, Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung : Jemmars,
1982
Mc. Guire, Meredith B. Religion: The Social Context, California: Wadworth,
Inc.1981
Mead, Margareth, Samoa Taruna: Remaja dan
kebudayaan Primitif. Jakarta : Bhratara 1988.
Kehidupan Seks dalam
Moh, Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta Th. 2005) .
Munawaroh, Djunadatul dan Tanenji, Filsafat pendidikan Perspektif Islam dan
Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003).
Nabi, Malik, Bin. Membangun Dunia Baru Islam, Terj. Afif Muhammad dan
Abdul Adhiem, Bandung : Mizan, 1994
Najati, Usman Muhamad, Jiwa dalam pandangan para filosof Muslim, ( Jakarta:
Pustaka Hidayah 2002)
Nata, Abudin,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada,2003)
Park, Joe, Solected Readings in the Philosophy of Education, New York, Mac
Millan publishing Co, inc. 1974.
Rachman, Munawar Budhy, Ensiklopedi Nurchalis Madjid, (Bandung Penerbit
Mizan, 2006), Cet, I.
120
Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa : Pijar-pijar pemikiran dan
tindakkan (Malang:Pustaka Kayu Tangan , 2005 )
RI, Depak, .Al-Qur’an dan terjemahanya (Gema Risalah Bandung, Edisi Refisi
1989 )
RI, Depag. Al–Quran dan Terjemahannya, (Semrang: PT Karya Toha Putra,
1995)
RI, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan
(Jakarta : Depdiknas, 2006).
RI, Kementrian Agama , Tafsir Al-Quran Tematik, Pendidikan. Pengembangan
Karakter dan Perkembangan SumberDaya Manusia.(Jakarta: Lajnah
Pentashih Al-Quran Balitbang Diklat, 2010).
Ridha, Rasyid Muhammad. (ed,);Tafsir al-Manar ,juz 4, (Mesir, Maktabat alQahirat .t.t)
Safuri, Rafi, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa manusia Moderen, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009).
Sapuri, Rafy, Psikologi Islam; Tutunan jiwa Manusia Moderen, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo persada, 2009 ).
Sulaiaman, Hasan Fhatiyah, Sistem pendidikan Versi al–Ghozali, terj Bahs Fi alMazhab al-Tarbawi ( Kairo: Maktabat Mahdhat ,1964).
Sulaiman, Hasan Fhatiyah, Sistem Pendidikan Versi Al- Ghazali,(Trej.).Fathur
Rahman dan Syamsudin Asyarafi, dari Judul asli Al-Mazhabut Tarbawi
Inda al-Gahazali , ( Bandung : Al-Ma’arif, 1986), Cet.1.
Taftazani, Al, Ghanami – Al Wafa Abu, Sufi dari Zaman ke zaman, Bandung ;
Penerbit Pustaka,1995.
Ur-Fazl, Muhammad, Ansari ,Rahman: The Qur’anic Faundationsand Structure of
Muslim society , Jus 1, ( Pakistan : World Feredation Of Islamic
Mission, 1973).
Winata, putra Syarifudin , “ Peranan perguruan Tinggi dalam Implementasi
kebijakan nasional pembangunan karakter Bangsa melalui Pendidikan “
Kumpulan makalah pada seminar Nasional dan Launching Himpunan
Sarjana PAI se –Indonesia, Jakarta 05 Juni 2010.
Yusanto, Ismail M dan Jati Purnawa Sigit, Membangun kepribadian Islam,
(Jakarta: Khairul Bayan , 2002).
Download