PEMBENTUKAN KARAKTER BERAGAMA MELALUI TAZKIYYATU AL-NAFS DALAM PERSPEKTIF AL- GHOZALI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I ) Oleh Siti Asyura Tri Rahayu NIM : 1810011000046 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1436 H PEMBENTUKAN KARAKTER BERAGAMA MELALUI TAZKIYYATU AL-NAFS DALAM PERSPEKTIF AL- GHOZALI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I ) Oleh Siti Asyura Tri Rahayu NIM : 1810011000046 Di bawah bimbingan Dr. H.Akhmad Sodiq,MA. NIP:197107091998031001 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1436 H ABSTRAKS Nama Nim Fk/Jur Judul : : : : Siti Asyura Tri Rahayu 1810011000046 Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam Pembentukkan Karakter Beragama Melalui Tazkiyyah Al-Nafs Dalam Perspktif Al- Ghozali Skripsi ini mengkaji tentang nilai-nilai pembentukkan karakter beragama yang berisikan tentang pembenahan, pengetahuan dan pelatihan melalui wawasan khikma dari Tazkiyyatu al-Nafs sebagai sumber pembentukan karakter beragama sesuai dengan keyakinan yang diimaninya. Akhlak yang mulia dan akhlak yang buruk / tercela merupakan cerminan kepribadian seeorang, yang dibangun atas dasar dari pendidikan agama diKeluarga, Lembaga/ Sekolah dan Masyarakat lingkungan sekitarnya. Agama yang sempurna hanya didapat melalui pembelajaran dan pelatihan secara terus menerus dalam kehidupan sehari – hari, dengan berusaha memperbaiki dan menghapus serta meninggalkan hal-hal yang tercela. Kesempurnaan beragama harus di bentuk dengan memiliki karakter beragama yang baik dan benar. Untuk itu diperlukan sebuah kajian yang membahas tentang baik –buruknya Akhlak/ tingkah laku manusia. Dalam skripsi ini penulis mencoba mengulas tentang karya–karya AlGhazali dan buku-buku yang berkaitan dengan Karakter manusia pada umumnya. Guna mendapatkan sebuah perbaikan terhadap akhlak yang buruk menjadi baik dan lebih meningkatkan akhlak yang baik menjadi lebih sempurna dalam ibadahnya kepada sang pencipta Allah SWT. Adapun hasil penelitian dari Pembentukan Karakter beragama melalui Tazkiyyatu al-Nafs dalam Perspektif Al-Ghazali memiliki nilai semangat keislaman dalam jiwa, menumbuhkan rasa perjuangan dalam melatih dan mengendalikan nafsu yang menjadikan manusia baik dan buruk, berguna dan tidak berguna. Dengan Tazkiyyatu al-Nafs dalam perspektif Al-Ghozalil ini, manusia dapat menempatkan diri pada dasar kodrat dan irodatnya sesuai dengan ketentuan yang Allah berikan. memahami fungsi ibadah yang sempurna sebagai dasar keyakinan dalam beragama sehingga pembentukan karakter beragama yang baik dan benar dapat terwujud. Mengingat penelitian ini difokuskan kepada teks/data yang diperoleh dari Bab Akhlak terpuji dan akhlak tercela sebagai data primernya, maka penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku, yang ada relevasinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah seseuai kemampuan penulis. Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif yang bersifat Analisis Kritis Deskritif dan Analisis Kritis Komperatif. i KATA PENGANTAR Pujisyukur kehadirat Allah SWT yang maha kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut-Nya hingga akhir zaman. Amin. Dengan hidayah, taufik dan inayah-Nya, Alhamdulillah penulis telah menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul”Pembentukkan Karakter Beragama Melalui Tazkiyyatu al-Nafs”. Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S1 (Srata 1). Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan. Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SAW dan berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu penulis mengucapkan kepada: 1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak DR. H. Abdul Maajid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah dan ibu Marhamah Saleh M.A sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. ii 3. Bapak Dr. H. Akhmad Sodiq, MA selaku Dosen pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis semasa kuliah. 5. Para Staf Akademik yang telah membantu penulis dalam berbagai hal khususnya dalam penyelesaian Transkrip Nilai. 6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi literaturnya yang telah berkenan meminjamkan buku-buku perpustakaan kepada penulis dalam penyusunan. 7. Kedua orang tuaku tercinta Drs. Achmad Suratman D.a.s. BA (Alm), dan Thowiyah Asmawi yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, serta kasih sayang tiada batas kepada penulis. Apapun yang penulis lakukan, tidak dapat membalas jasa-jasanya, hanya Allah SWT yang membalasnya. 8. Adik-adikuku yang telah banyak membantu memberikan semangat dan doanya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Muhammad Iskandar yang memberikan izin dan doa restunya dalam pekalsanaan Setudy ini. 10. Anakku Tercinta Sauma Ayu Fatmawaty yang sabar dan memotifasi untuk penulisan Skripsi ini. 11. Bapak H. Watma , beserta Staf Guru SDIT, Darul Falah yang memberi peluang dan kesempatanskripsi ini. 12. Bapak H. Ahmad Darusi berserta setaf Yayasan Darul Falah, yang memberi kebijakan dalam Penyelesaian Study ini. 13. Nur Afif, S.Pd.I, Yayasan TPQ Darul Mu’min 14. Wanda Abdilah Mahasiawa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komonukasi UIN Syarif Hidayahtulah Jakarta angkatan 2009 15. Sahabat-sahabatku di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat persaudaraan, kekeluargaannya ini tetap eksis dan silaturahim kita tetap terjalin. Amiin. iii Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, tidak juga penulis. Kepada mereka semuanya hanya seuntai do’a dari lubuk hati yang dapat penulis sampaikan semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di akhirat nanti Amiin. Selain itu, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca sekalian agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Jakarta, 31Desember 2014 Siti Asyura Tri Rahayu iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ............................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN BAB II A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Pembatasan Masalah.............................................................. 7 C. Perumusan Masalah ............................................................... 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 9 KAJIAN TEORITIS A. Acuan Teori 1. Pembentukkan Karakter dalam Pandangan Islam .......... 11 2. Pemahaman Mujahada dan Riyadha dalam Tazkiyyah al-nafs………………………………………. 13 3. Tazkiyyah Al- Nafs (Penjiwaan hidup dengan BAB III nilai-nilai agama Islam)……………………………… .. 15 B. Hasil Penelitian yang Relevan……………………………. ........ 21 METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian .................................................. 26 B. Metode Penulisan.................................................................. 26 C. Fokus Penelitian..................................................................... 26 D. Prosedur Penelitian ................................................................ 27 v BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Analisis KritisDeskriptif 1. Riwayat Hidup Al- Ghazali……………………….. ....... 27 2. PendidikanAl-Ghazali…………………………………... . 29 3.Karya-karya Al- Ghazali………………………………… . 32 4.Sejarah Pemikiran dan Budaya Umat Islam masa Al-Ghazali………………………………………… 36 5.Konsep-konsep Al- Ghazali dalam Pembentukan Karakter…………………………………. . 37 B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komperatif 1. Konsep Al-Ghozali tentang pembentukan karakter dalam perkembangan zaman …………………………… 39 2. Tazkiyyah al-Nafs dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din Sebagai Pembentuk Karakter Beragama…………….. .. 42 3.. Makna Tazkiyyatu al- nafs dalam Kitab Ihya ‘Ulum al-Din………………………………. 43 4. Peranan Tazkyatu al-Nafs dalam Mujahada dan Riyadah 43 C. Interprestasi Hasil Analisis…………………………… 45 D. Pembahasan 1. Konsep Dasar Pembentukan karakter Beragama…… ..... 48 2. Tazkiyytu al-Nafs Perspektif Al-Ghozali dalam Kitab Ihya Ulum al-Din…………………………. 3. Faktor –faktor Pembentukan Jiwa / karakter beragama . 61 75 4. Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyatual- Nafs…….…………………………… ...... BAB V 89 PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………. .. 114 B. Implikasi ………………………………………………... .. 114 C. Saran …………………………………………………….. .. 115 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. vi 118 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus Globalisasi Informatika tekhnologi menjadikan budaya bangsa memiliki perubahan yang pesaat, secara seni, bahasa dan prilaku yang setidaknya menjadikan prilaku manusia banyak meninggalkan kewajiban agamanya. Bangsa Indonesia memiliki UUD yang menjadikan ketentuan dalam berbudaya dan berbangsa, pada Pembukaan dan Pancasila terdapat konteks yang mengatakan bahwa ”bangsa Indonesia, adalah bangsa yang memiliki ketuhanan, oleh sebab itu dengan ketuhanan tersebut bangsa Indonesia memiliki keyakinan yang bisa disebut dengan Budaya Bangsa Indonesia berazaskan ketuhanan. Berkembangnya pendidikan yang mencanangkan Pembentukan Karakter diseluruh Bidang pembelajaran, menjadikan sebuah pengamatan yang harus dihasilkan dari Pembelajaran yang bersifat perubahan dengan konsep dan metode yang perlu dicoba dan diImplementasikan serta diRealisasikan dalam kehidupan sehari- hari. Penampilan seni teknilogi melaluli Telivisi, Internet dan alat penghubung Hp, banyak mencontohkan prilaku yang tidak terpuji bagi pembentukan karakter pada jenjang anak-anak sampai tingkat orang dewasa, tidak berfungsinya lembaga sosial sesuai dengan latarbelakang menjadikan penyimpangan – penyimpangan yang tidak amanat pada ketentuan yang ada.” Salah satu contoh tidak amannatnya dalam penyelenggaraan petugas haji dalam melayani peserta haji sehingga terjadi kerugian pada peserta hajinya. Pelecehan sek terhadap anak –anak dasar dilembaga pendidikkan yang menjadikan lembaga Pendidikan terlihat tidak bermoral. Perkembangan seni budaya perfileman menjadikan rusaknya moral dikalangan pelajar dan usia Remaja di masyarakat. Terjadinya koruptor yang sulit dibenahi menjadikan “ PR”bagi para 1 2 lembaga pendidikna dan Ulama yang bergerak dalam penbinaan Akhlak moral bangsa. Tazkiyyatu AL- Nafs merupakkan metode dan konsep dalam pembentukan Karakter beragama. Konsep dan metode menurut pakar Islam ini dapat dipelajari melalui konsep dan metode AL-Gozali sebagai pakar dalam pembentukan karakter/ kepribadian yang baik sesuai dengan konsep agama Islam. Selain dari pada Itu menurut keyakinan agama Islam,bahwa Islam adalah agama penyempurna dari agama sebelum agama Islam. Untuk itu Islam memiliki konsep dan metode Pembentukan Karakter yang baik ini dapat dicontohkan oleh para nabinya, Konsep dan metote ini sebagai penyempurna akhlak adalah Nabi Muhammad S.a.w seperti yang terdapat dalam Surat Al- Ahzab 33:21 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah 4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. ( Qs.Al –Qalam /68:4) 4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Manusia diciptakan Allah dalam Struktur yang paling baik diantara makhluk ciptaan tuhan yang lainnya. Struktur manusia terdiri atas unsur Jasmaniah Fisiologis) dalam unsur Rohaniah (Psikologis). Dalam Sturktur Jasmaniah dan Rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam 3 psikologi disebut pontensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi disebut behaviourisme disebut propetence reflexes kemampuan 1 dasar yang secara otomatis dapat .berkembang. Dalam terminologi Islam, karakter memiliki kata Syakhsiyyah merupakan interprestasi dari pengertian karakter secara komplek. syakhsiyyah berasal dari bahasa Arab dari kata Syakhsun, yang artinya pribadi atau orang. Dalam kitab al-Mu‟jan al-Wasith, kata Sayakhsiyyah secara bahasa bermakna “Shifatu tu mayyizu al- syakhsiyah min ghairihi“ yaitu sifat atau karakter yang membedakan satu orang dengan lainnya.2 Dalam pandangan Tasawuf, kata akhlak menjadi gambaran dari pribadi seseorang, yang menyangkuat hubungan dengan tuhan, dengan dirinya dan dengan sesama manusia lainnya, akhlalk dalam Islam ternbagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah (krakter yang terpuji), dan akhlak madzmumah ( kartakter yang tercela) . Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut : “….. gambaran tentang kondisi yang menetap di dalam jiwa semua prilaku bersumber darinya dengan penuh kemudahan tanpa memerlukan proses berfikir dan merenung. Jika kondisi yang menjadi sumber berbagai prilaku yang indah dan terpuji bersifat syar‟i, maka kondisi tersebut disebut akhlak yang baik. Sebaliknya jika berbagai parilaku yang bersumber darinya buruk, maka kondisi yang menjadi sumber itu disebut yang buruk.3 Dalam kitab Ihya Ulum al-Din memerangkan tentang pembentukan Karakter atau jiwa yang didasarkan adanya kehidupan yang dihidupkan dengan semangat jiwa keagamaan akan menghasilkan akhlak terpuji. 1 Pembentukan karakter merupakan bagian dari .HM. Arifin, lmu PEndidikan Islam, Tujuan Teoritis dn Praktis berdasarkan pendekatan Interdisipliner ….hl. 42 2 . Terjemahan Kitab Al-Mujan Al-Wasith, Artikel Sepiritualisasi Islam oleh Perpustakaan Nasional Katalok dalam terbitan ( KDT) oleh Yahya Jaya, Th.1993 3 .Muhammad Ustman Najati, Jiwa dalam pandangan para filosof Muslim, ( Jakarta: Pustaka Hidayah 20020), h.242 4 kesempurnaan dalam beragama, oleh sebab itu kita perlu mempelajari tentang apa itu karakter dan bagaimana Karakter itu di bentuk . 4 Berdasarkan latar belakang tersebut maka salah satu kajian yang sangat mendukung dari hasil analisis ini adalah bagaimana kita memahami karakter yang ada didalam jiwa dan karakter yang terbentuk karena diri sendiri dan hasil pendidikan lingkungan, keterkaitan agama sebagai hukum dan batasan moral dalam bertingkah laku . 137. (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. (.S. Al-Syu‟ara /26:137). Untuk itu Karakter merupakan bagian dari kehidupan prilaku seseorang yang berkaitan dengan budi pekerti, didalam Islam disebut dengan akhlak, Melihat perkembangan memprihatinkankarena banyak orang yang akhlak sangatlah beragama namun masih sedikit yang menjiwai agamanya, sehingga banyak kita temukan kalangan politik berlebelkan agama melanggar hukum, pelajar yang bersetatus pendidikan keagamaan banyak menyimpang dari hasil belajarnya, dan lembaga keagamaan hanya sekedar lebelnya saja. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut maka penulis mencoba memberikan sebuah solusi dalam perubahan yang berbentuk kajian yang didapat dalam bentuk analisis Deskriptif dan analisis komperatif dalam sebuah pempebalajar dan pemahaman serta penelitia melalui buku-buku pustaka (Library Research) yang berkenaan dengan permasalahan yang di hadapi dengan membandingkan dan mengungkapkan tentang akkhlah baik dan tercela sesuai dengan prespektif Al-Ghozali dalam kitab Ihya Ulum „al-Din, kitab Arbain dalam terjemahan yang telah diringkas oleh pengarang buku dan di aplikasikan oleh penulis kedalam permasalahan yang terjadi serta artikel danfenomena fenomena yang diamati oleh 4 Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJarata 2007) h.237 5 penulis sehingga menjadikan inspirasi penulis untuk menulis kajian tersebut.. Mengingat pentingnya pembentukan karakter beragama dalam kehidupan sehari hari dan pentingnya pembentukan moral yang baik, maka penulis berpendapat sesuai hasil kajiannya bahwa harus adanya keseimbangan antara kecerdasan ruhania (Transcendeta Intelligence) yaitu membentuk kepribadian / karakter yang bertanggung jawab dengan hadirnya rasa cinta (Mahabbah) kepada kebenanran, kejujuran, rela berkorban dan kepedulian yang sangat kuat terhadap moral. Alternatif yang dapat dicapai dalam pembentukan karakter adalah bidang pendidikan agama. “Menurut teori Fakulti ( faculty theory ) tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain: memegang peranan fungsi cipta ( reason ) rasa (emotion ) dan karsa ( Will). Ketiga sumber inilah yang akan menjadikan potensi moral yang secara ensensial dan esksistensial sebagai makhluk religious (homo religious) Dari ketiga potensial tersebut, bukanlah sesuatu yang bersifat telah jadi (state of being ), tetapi merupakan keadaan natural ( state of becomi ) dalam konteks budaya secara makro maupun mikro melalui pendidikan. Terkait dengan hal tersebut pendidikan berdasarkan filosofis terpadu dalam pembentukan karakter, yang secara dialekti–tranformatif. Pembentukan Karakter Beragama dapat di bentuk dengan Mujahadah dan Riyadhah, yang terdapat dalam konsep Al-quran dan hadits Nabi, kitab – kitab salafiyah sebagai rujukan, memgingat para ulama adalah pewaris Nabi . Adapun kitab yang dapat digunakan adalah kitab al-Arba’in fi Usul adDin Al-Gazali dalam tema Arba‟in al – Gazali , Imam Gazali 40 Dasar Agama menurut Hujjah al –Islam dalam Bab Pembersihan Hati dari Akhlak Tercela dan Bab Aklhak Terpuji. Yang di tulis oleh Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad At-Tusi Asy- Syafi‟I al-Gazali (1058 – 6 1128) merupakan tokoh Islam yang sangat popular dalam bidang filsafat, Tasawuf, Kalam, Fiqih, Pendidikkan, dan dakwah, yang lahir pada tahun 450 H/1058 M. Di daerah Ghazala, kabupaten Thus, propinsi Khurasan, Wilayah Persi (sekarang Iran). Pembentukan karakter beragama melalui Tazkiyyatu al- Nafs dalamperspektif Al-Ghozali ini dikarenakan Al-Ghazali dikenal sebagai seorang Teolog, dan sufi dari aliran sunni, terutama dalam permasalahan akhlak. Karya beliau antara lain adalah: Ihya Ulum al-Din, Maqosid alFalasifah, Tahafut al-falasifah, al-Munqizminad Dalal, Kimiya asSa’adah, Jawabir al-Quran dan Al-Arba’in fi Usul ad-Din. Sehingga Tazkyiatun al-Nafs dalam prespektif Al-Ghozali ini memiliki fungsi sebagai berikut : 1. sebagai pelatihan diri dalam pengendalian nafsunya. Maka hanya para kaum Ulama dan Nabi yang dapat dijadikan contoh pembelajaran ini. Berkaitan dengan hal tersebut maka Sauritauladan yang baik bagi umat Islam adalah Nabi Muhamamad Saw, sebagai manusia yang berbudi pekerti yang mulia . 2. Berkaittan dengan permasalahan yang ada maka penulis mempunyai pandangan untuk mengukapkan makna dan arti Tazkiyatun alnafs dalam pembenahan akhlak yang terdapat pada kitab karangan AlGhozali yaitu kitabnya Ihya ‘Ulum al-Din, sebagai pondasi pembentukan karakter Islam dalam Bab Pembersihan hati dan Bab Akhlak tercela dalam kitab Arba‟In Al-Ghazali. 3. Mernjadikan wawasan bermanfat untuk para pembaca sebagai bentuk pendidikan danperubahan dalam membentukkarakter yang Islami. Melihat dan mengamati serta mempeajari dari permasalahan yang ada maka penulisan Sekripsi ini diberi judul “Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyah al-Nafs dalam Prespektif Al-Ghozali” 7 B.Pembatasan Masalah dan perumusan masalah 1.Pembatasan Masalah Sesuai dengan apa yang menjadikan uraian penulis di atas, permasalahan ini dibatasi dalam hal: ”Konsep Pembentukan Karakter dalam Islam, yang dimaksud dengan Pembentukan Karakter dalam Islam adalah bagaimana manusia menjalankan ibadahnya dengan sempurna. Hal ini diperluka pelatihan yang terus menerus dalam usaha memperbaik diri dan mengendalikan nafsunya yang disebut dengan Tazkyiah al - Nafs).5 Adapun “ karakter” merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan yang menjadi nilai Instrintik dalam diri yang akan melandasi sikap dan prilaku. Tentu karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk, dibangun dan ditumbuh kembang. 6 Untuk diperlukan mendapatkan adanya hasil pengetahuan pembentukan karakter tentang Mujahada rmaka dan RiyadahsebagaiTazkyih al-Nafs. Mujahada adalah memerangi hawa nafsu yang didasarkan atas keyakinan rasa yang tinggi akan ketentuan yang telah Allah berikan kepada makhluknya sebagaimana Allah menciptakan Makhluknya untuk beribadah dan taat hanya kepadanya.7 Dimana Riyadha, adalah bagaimana mencari keridhohan Allah atas perbuatan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan. Sedangkan Karakter terbentuk atas dasar pelatihan dan pembiasaan dalam usaha perbaikan diri dan membentuk jati diri dalam Rasa keyakinan (Mujahada)dan keridhohan atas kehendak Allah (Riyadha) yang tertbentuk dalam pengendalian nafsu. 5 .Dr. Yahya Jaya. Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan kepribadian dan kesehatan mental ( Jakarta :Ruhana, 1994) hal: 36 6 Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Quran Tematik, Pendidikan. Pengembangan Karakter dan Perkembangan SumberDaya Manusia.(Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Quran Balitbang Diklat, 2010).hl.43 7 . Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta, Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.45 8 Oleh sebab itu Mujahada dan Riyadha perlu ditanamkan dalam Tazyiyatun al-Nafsnya. Sebagai pembentukan akhlak baik atau buruk Sedangkan Mujahada (memerangi hawa Nafsu) dapat membentuk karakter terpuji. Konsep dasar dari pembentukan karakter dalam Islam adalah bagaimana kita dapat menhindari perbuatan yang dilarang, menjalankan perbuatan yang baik. Hal ini perlu penjiwaan atau rasa keyakinan (Musyahada) yang tinggi terhadap sesuatu yang allah perlihatkan dan berikan kepada manusia yang senantiasa menjaga kebersihan hati dan dan selalu ingat kepada Allah. Untuk itu diperlukan pendidikan karakter sebagai pengetahun. contoh karakter tersebut terdapat dalam pribadi Rasulullah s.a.w, yaitu : a. Shiddiq/Honesty (Kejujuran). Memupuk nilai pembentukan rasa tidak berbohong atau berdusta pada diri sendiri dan orang lain. b. Amanah/Trustabl (Bertanggung jawab) Memupuk pembentukan Karakter keadilan dan kepemimpinan yang baik,intergritas disiplin, tagungjawab yang tinggi terhadap kepercayaan yang diberikan c. Tabliqh/Reliabliq(menyampaikan) mempuyai nilai–nilai pembentukkan karakter percaya diri, bijaksana, toleransi, cinta damai dan saling menghargai pendapat orang lain. d. Fthona/Smart (Cerdas) memupuk nilai-nilai pembentukan karakter keberanian, mandiri, kreatif, arif, rendah hati. Keempat konsep ini hendaklah terlaksana dalam bentuk Riyadha (pelatihan secara terus menerus), untuk mencari Ridha Allah. Dalam perjalannya manusia memiliki kecenderungan terhadap kelezatan dan manisnya kehidupan dunia. Bagi segolongan umat yang mencari Ridha Allah, maka ia bertentangan dengan nafsunya. Untuk menjadikan ridha terhadap Allah maka manusia diharapkan dapat memilliki rasaQodhadalam hal : a. Seseorang yang terpesona dengan cinta maka ia akan merasa sakit yang dirasa. b. Ia merasakan kepedihandansecara naluri tidakmenyukainya 9 c. Yakin bahwa Allah ada dibalik semua keajaiban yang halus,bahkan sangat halus , tentang segala kejadian yang ada. d. Menjalankan yang baik dan meninggalkan segala dilarangnya.dalam perjalanan mencari Ridhanya. 2.Perumusan Masalah Adapun rumusan masalahyang penulis kaji dalam penelitian iniantara lain: a. Bagaimana Konsep Pembentukan Karakter Beragama dalam Pandangan Islam. b. Bagaimana pelaksanaan Implementasi Mujahada dan Riyadhah dalam Tazkiyyah al-Nafs dalam pembentukkan karakter beragama. Agar tidak, menjadi sebuah kekeliruan dalam soal penafsiran masalah tersebut, penulis perlu merumuskan masalah penelitian ini, yaitu: “Bagaimana Tazkiyyah al-Nafs dalam Perspektif Al-Ghozalil dapat menjadikan Pembentuk Karakter Beragama. 3.Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Konsep Pembentukkan Karakter Beragama dalam bentuk akhlak Tazkyiyatu al-Nafs b. Manfaat Penelitian. Penulis bermanfaat pembentukan dan berharap bahwa membantu karakter penelitian dalam beragama ini perbaikan yang akan sangat akhlak dalam dilaksanakan melalui pemahaman tentang Musyahada,Mujahada, RiyadhadalamTazkiyatun al-Nafs, dengan mempelajari bentuk akhlak terpuji dan akhlak yang buruk. Manfaat lainya dari pengkajian penelitian ini memberikan penjelasan mengenai bagaimana cara membentuk karakter beragama yang baik dan benar sesuai dengan tutunan Quran dan Hadits umat 10 beragama Islam. Bagi umat Islam penelitian ini dapat menuntun kejalan menuju Ridha Allah sesuai dengan Qadha yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan Allah. Adapun bagi penulis sendiri sebagai karya Ilmiah dan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayahtullah Jakarta. BAB II KAJIAN TEORETIK A. Acuan Teori 1. Pembentukan Karakter dalam Pandangan Islam Menurut Harun Nasution “Pengertian agama berasal dari al-Din yang merupakan Religi (relegare, religare) dan agama al-Din (semit) berarti mengumpulkan dan membaca. Jadi Religare artinya mengikat, Adapun kata agama terdiri dari A= tidak, Gam = pergi jadi tidak pergi, tetap diwarisi turun temurun.1 Keterkaitannya dengan Karakter, agama merupakan hasil dari Jiwa atau krakter yang dibangun, dengan adanya pola fikir, jiwa yang kuat yang diwarisi turun temurun dan pembiasaan keseharian sehingga agama dapat dikatakan budaya yaitu kebiasaan yang dilakukan seeorang dalam ibadahnya kepada sang pencipta . Pandangan Al- Ghozali tentang “Pembentukan Karakter Beragama yang bernilai kuat dan baik, maka harus ada pengetahuan yang menjadikan pengendalian nafs (Tazkiyatul Nafs) sebagai pembentukan karakter beragama .2 Tazkiyah al-Nafs perspektif Al-Ghazali dapat dikatakan sebagai usaha membentuk Karakter beragama yang baik sesuai dengan pandangan Islam. Selain itu dalam Penginplementasiannya maka Tazkiyyatu Al- Nafs dilengkapi dengan pelaksana musyahada dan riyadah dalam mencapai kesempurnaan beragama. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang Nafs, memerangi Nafs, dan Unsur–unsur Nafs pembentukan karakter terkait dengan Akhlak yang baik dan Buruk. Dalam buku Ringkasan Ihya’Ulum al-Din menerangkan bahwa “Nafs sebagai pembentukan karakter dalam jiwa dan semangat keislaman 1 Jalaluddin.Psikologi Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 ) h.12 2 Al-Ghazali . Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJarata 2007) h.237 11 12 dalam Tazkiyyatu al-Nafs. Dalam kitab Arba’in al- dapat terbentuk Ghazali diterangkan karakter dapat terbentuk baik dan tergantung bagaimana kita meningkatkan jiwa ibadah-Nya buruk terhadap keyakinan dalam agamaannya. Ajaran Islam memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan Ilmu Jiwa dalam soal pendidikan akhlak sebagai pembentukkan karakter. Untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak menusia, kerasulan Nabi Muhammad S.a.w merupakan pendidikan yang berisikan kejiwaan dengan tujuan untuk mendidik dan mengajarkan manusia, membersihkan dan mensucikan jiwanya, memperbaiki dan menyempurnakan akhlaknya, serta membina kehidupan mental sepiritualnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ajaran agama Islam banyak terdapat petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan soal pendidikan akhlak sebagai pembentukan karakter. Al-Quran sebagai Sumber utama ajaran Islam adalah petujuk (huda), obat (Syifa), rahmat, dan pengajaran (Mau’izhah) bagi manusia dalam membangun kehidupan yang berbahagia didunia dan akherat.3 Dengan sendirinya dapat dikatakan bahwa semua misi dari ajaran Islam yang bertitikkan pada ajaran aqidah, ibadat, syariat, dan akhlak pada dasarnya adalah mengacu kepada pendidikan akhlak dan pembinanaan karakter jiwa. Itulah sebabnya Agama Islam terdapat hubungan yang erat serta mendalam antara agama Islam dengan Ilmu Jiwa dan pembinaan karakter. Dilihat dari sudut pandang agama dan peradaban budaya, maka pembentukan karakter merupakan bagian dari akhlakul karimah yang menjadikan perubahan bagi diri seseorang maupun lingkungan disekitarnya sebagai indentitas berbudaya dan berbangsa. Berkaitan dengan hal tersebut maka tidak terlepas dari persoalan yang berkaitan 3 .Yahya Jaya . Spiritualisasi Islam . ( Cv. Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam Ruhama. Jakarta 1993). hl.6 13 dengan tingkah laku manusia sebagai barometer didalam melaksanakan ibadahnya. Konsep Pandangan Islam dalam pembentukan Karakter Beragama maka harus ada sebuah latihan yang terus menerus didalam pembentukan karakter beragama yang relevan dengan agama yang dianutnya. Semangat beribadat dapat membentuk karakter beragama yang sempurna dalam Ibadahnya. Ibadat yang sempurna hanya dapat tercapai dengan Ibadah secara murni yang berasal dari ibadat badaniah dan ibadat maliah (harta) dimana tujuan ibadat untuk mengabdi kepada sang pencipta sesuai dengan surat al-Dzariyat : 564 56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. dan sebagai penyerahan diri kepada sang pencipta maka dalam doanya teketika beribadah terdapat dalam surat Al’an am : 162 sebagai berikut : 162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Berkaitan dengan hal tersebut konsep pembentukan karakter beragama secara pandangan Islam merupakan keikhlasan, Penghambaan dan Penerimaan dari seorang hamba terhadap ketentuan dan kodratnya sebagai makhluk ciptaan sang penguasa kehidupan yaitu Allah Aja Wajalla. Hal tersebut dapat tertanam dan terbentuk dalam Mujahada dan Riyadah. maka akan dijelaskan dalam Pemahaman Mujahada dan Riyadha. 4 Depak RI.Al-Qur’an dan terjemahanya (Gema Risalah Bandung, Edisi Refisi 1989 ), h.862 14 2 . Pemahaman Mujahada dan Riyadha dalam Tazkiyyatu al-Nafs Setiap manusia berharap untuk menjadi yang terbaik dalam hidupnya baik didunia maupun di akherat. Adapun jembatan untuk menjadikan hidup lebih baik dari hari ini dari pada hari kemarin dan hari yang akan datang maka diperlukan suatu usaha dalam diri maupun dalam perjuangan untuk menuju harapan yang di inginkan oleh sebab itu diperlukan kesungguhan yang tidak hanya sekali namun membutuhkan proses pelatihan yang terus menerus dalam mewujutkannya. Mujahada dan Riyadha adalah suatu bentuk usaha menjadikan manusia lebih baik dari hari ini, kemarin dan yang akan datang dengan kententuan dan pemahaman sebagai berikut: a) Mujahada, adalah pola bentuk usaha perbaikan diri, memperhatikan rasa didalam jiwa dan diri manusia dalam bentuk fana, sehingga manusia dapat membedakan yang baik dan mana yang buruk, dan dapat merasakan kenikmatan dalam merasakan segala rasa secara langsung. b) Mujahada memiliki arti rasa dalam tauhid, guna mendapatkan kabar kejelasan dalam menyaksikan langsung atas penjelasan kebenaran. c) Mujahada dapat dapat meningkatkan keimanan dalam keyakinan yang kuat atas ketentuan yang diperlihatkan kepadanya.5 Sedangkan Riyadha adalah : a) Riyadha adalah perjalanan dalam menempuh kesempurnaan dalam beribadah kepada sang pencipta melalui pelatihan keimanan. b) Riyadha bentuk penjelmaan dalam hal Ridha, dimana menurut para ahli tasawuf merupakan Perpaduan antara Shabar dan Tawakkal melahirkan sikap mental yang merasa tenang dan senang menerima segala sesuatu, situasi dan kondisi. Setiap yang terjadi disambutnya dengan hati baik dan terbuka, bahkan dengan rasa 5 . Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta, Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.45 15 nikmat dan bahagia walau yang datang tersebut merupakan bencana, suka dan duka diterima dengan gembira, sebab semua itu ketentuan dari allah yang maha kuasa. c) Menurut para Ulama Riyadah (Ridha) adalah Maqam yang merupakan hasil perjuangan yang secara berantai. d) Menurut Harun Nasutiaon Riyadha adalah perjalanan seorang sufi dalam taraf pensucian diri.6 Berkaitan dengan hal ini maka Tazkiyyatu al-Nafs sebuah konsep dasar dalam pengendalian nafsu dengan cara Mujahadah (memerangi hawa nafsu) yang didapatkan melalui pelatihan terus menerus (Riyadha). Keseimbangan antara amal dan Ibadah merupakan hasil dari proses Mujahada dan Riyadah dalam pembentukan karakter beragama secara ideal , dimana berfirman Allah swt mengatakan : 2. dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. ( Qs.Al –Qalam /68:4) 137. (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu (.S. Al-Syu’ara /26:137). 6 .Asep Usmar Ismail, Wiwi St sajarah, Sururin. Tasawuf . edit. Sri Mulyati .Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta 16 Keterkaitan ayat–ayat tersebut merupakan penekanan kepada manusia bahwa manusia adalah pada dasarnya makhluk yang mulia dan agung dan agama adalah suatu hal kebiasaan yang selalu dikerjakan. Jadi Pembentukan karakter beragama dapat terbentuk dengan pola kebiasaan yang terdidik dalam keseharian. Untuk mengimplementasikan Mujahada dan Riyadah maka diperlukan Pendidikan Karakter dan konsep serta Sauritauladan dalam realisasinya. Untuk itu Pembentukan Karakter beragama dalam pandangan Islam ini dapat dilaksanakan dengan konsep dan metode yang yang terdapat dalam Tazkiyyatu al-Nafs perspekktif al-Ghazali. Yang merupakan konsep dan metode penunjang pembentukan karakter beragama. Pendidikan yang pembelajaran baik dirumah, merupakan wadah pelatihan dan disekolah dan di masyarakat menjadi peranan yang penting dalam hal tersebut. Melalui pendidikan dan Sauritauladan, manusia memiliki jiwa/ karakter yang baik dan buruk sesuai dengan pengalaman dan penghayatannya didalam beragama. Mengingat pentingnya pendidikan dalam pembentukan karakter beragama, maka harus adanya keseimbangan antara kecerdasan ruhania (Transcendeta Intelligence) yaitu membentuk kepribadian/ karakter yang bertanggung jawab dengan hadirnya rasa cinta (Mahabbah) kepada kebenanran, kejujuran, rela berkorban dan kepedulian yang sangat kuat terhadap moral. Alternatif yang dapat dicapai dalam pembentukan karakter adalah bidang pendidikan agama . “Menurut teori Fakulti (faculty theory ) tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain: memegang peranan fungsi cipta ( reason ) rasa (emotion ) dan karsa ( Will). Ketiga sumber inilah yang akan menjadikan potensi moral yang secara ensensial dan esksistensial sebagai makhluk religious (homo religious) Dari ketiga potensial tersebut, bukanlah sesuatu yang bersifat telah jadi (state of 17 being ), tetapi merupakan keadaan natural( state of becomi ) dalam konteks budaya secara makro maupun mikro melalui pendidikan. Maka untuk membentuk karakter beragama yang terkait dengan Mujahada dan Riyadha diperlukan tazkyiyatu al-Naf., Berdasarkan alQuran sebagai sumber petunjuk umat Islam, dimana kurang lebih dua puluh tujuh ayat yang berkenaan dengan kata dan masalah Tazkiyah alnafs sebagai pembentukan karakter beragama yang kuat dan sempurna dan tujuan hidup yang utama bagi orang yang bertaqwa, dan padanya bergantung keselamatan dan kesengsaraan manusia di dunia dan akherat dalam pandangan Allah. Hal ini sudah menjadi kenyataan dalam sejarah, ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 164: 164. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Berdasarkan keterangan tersebut Tazkyiatun al-Nafs, merupakan pelatihan diri dalam pengendalian nafsunya. Maka hanya para kaum Ulama dan Nabi yang dapat dijadikan contoh pembelajaran ini. Berkaitan dengan hal tersebut maka Sauritauladan yang baik bagi umat Islam adalah Nabi Muhamamad Saw, sebagai manusia yang berbudi pekerti yang mulia seperti yang terdapat dalam surat al-Qolam, 68:4 4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. 18 Untuk merelisasikan mujahada dan Riyadah kita harus mengetahui dan memahami makna yang terkandung dalam Tazkiyyatu al- Nafs tersebut. 3. Tazkiyyatu al-Nafs Sebagai Penjiwaan Hidup Dengan Nilai-nilai Agama Islam Dalam Tafsir al-Kabir Fakkr al- Razi, Tazkiyyatu al-Nafs “ Merupakan ungkapan tentang Tathir dan tathmiyah yang berfungsi dalam dirinya dengan isu-isu moral dan agama7. Pandangan Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al- Din, bahwa Tazkiyyatu al-Nafs adalah : “Konsep pembinaan Mental Sepiritual, pembentukkan jiwa, atau penjiwaan hidup dengan nilai nilai agama Islam. dimana konsep tersebut merupakan pembentukan kualitas kepribadian individu menuju kekhusyuan dalam hal kematangan, kedewasaan sebagai motivasi seseorang dalam beriman dan beramal saleh.8 Musafir Muhammad Abduh mengartikan Taziyyah al-Nafs “Dengan tarbiyah al-nafs (pendidikan Jiwa) manusia dapat dibentuk dengan kesempurnaan jiwa dengan kesempurnaan aqal (tazkiyah al-aqal), dimana kesempurnaan aqal tersebut dapat dikembangkan dan disucikan. Sedangkan tazkiyah al-aqal hanya dapat dicapai dengan kesempurnaan tauhid murni. 9 Pendapat para ahli pendidikan dan ilmu jiwa bahwa Tazkiyyatu al-Nafs menurut pendapat Zainuddin Sadar, Muhammad Fazl-Ur, Rahman Ansari,dalam Spiritualisasi Islam yang menumbuh kembangkan kepribadian dan kesehatan mental karangan Yayah Jaya Th 1994, pada buku The Qur’anic Faundations of Islamic Mission, 1973) mengemukakan : “Tazkiyyah al-Nafs sebagai konsep pendidikan dalam pembentukkan karakter (watak) dan tranformasi dari personalitas manusia, dimana seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting dalam prosesnya (Zainuddin Sadar ). Tazkiyyah al-Nafs merupakan konsep pendidikan dan pengajaran, tidak hanya membatasi dirinya pada proses pengetahuan yang sadar, tetapi agaknya lebih merupakan tugas untuk memberi bentuk pada tindakan 7 . Yayah Jaya. Spiritualisasi Islam dalam Menumbuh Kembangkan Kepribadian & Kesehatan mental. (Penerbit.CV Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam Ruhama . Th.1994) hl. 51 8 .Op.Cit. Yayah Jaya. Hl. 52 9 Muhammad Rasyid Ridha (ed,);Tafsir al-Manar ,juz 4, (Mesir, Maktabat alQahirat .t.t) hal .222 – 223. 19 hidup taat bagi individu yang melakukannya, dan mukmin adalah karya seni yang di bentuk oleh Tazkiyyatu al-Nafs Pandangan Fazl-UR .10 Tazkiyyah al-nafs adalah upaya Psikologis dari si agen moral untuk membasmi kecenderungan jahat yang ada dalam jiwa untuk mengatasi konflik batin antara al-nafs al-lauwamat dan al-nafs al-ammarat, dengan harapan dapat berkemampuan dalam mengatasi konflik, tumbuh sebagai pribadi yang kuat, dan mampu melakukan aksi sesuai dengan moral. ( Rahman Anasari ).11 Pendapat al-Ghazali mengenai tazkiyyah al-nafs banyak menyimpulkan dari berbagai sudut pandang secara Ilmu, aqidah, dan taharah serta segi kejiwaan (al-qalb). Adapun pendapatnya sebagai berikut: a. Segi Ilmu ; mengatakan tazkiyyah al-nafs merupakan sebuah ilmu terpuji yang wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap musllim , karena tazkiyah al-nafs merupakan ilmu muamalat (Praktis), dan fardu’l-ain hukum mempelajari karena dalam misinya terdapat ajaran –ajaran dasar islam, seperti Ilmu aqidah, muamalat(adat), dan akhlak. b. Dalam pandangan aqidah ; tazkiyyah al-nafs sebagai makrifat kepada Allah dan tanzih kepada-nya. Dimana makrifat memiliki pengertian mengetahui dan meyakini adanya zat,sifat, afal Allah, dan ajaran alsam’iyat (yang berhubungan dengan kehidupan akhirat atau hal yang gaib). Sedangkan Tanzih dalam pengertiannya mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tak pantas bagi kesucian dan kemahaagungan-nya. c. Dari pandangan Taharah ; al- Ghazali memandang dari kebersihan alqalb (taharah al-qalb), atau tathir al-qalb, dimana terbagi menjadi empat tingatkan yaitu : 1 ) Pertama: membersihkan badan lahir dari segala hadas, kotoran dan benda-benda yang menjijikan 2) Kedua: mensucikan anggota badan dari segala perbuatan dosa dan salah. 10 . Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan kepribadian dan kesehatan mental. Yahyah Jaya dalam Ringkasan buku: The Qur’anic Faundations of Islamic Mission, 1973), hal.300 .(CV Ruhama 1994) 11 . Artikel Spiritualisasi Islam Yahya Jaya: hal.302-303 20 3) Ketiga : mensucikan jiwa (al-Qalb)dari segala akhlak tercela. 4) Keempat : Mensucikan sir dari segala sesuatu, selain Allah. Dari keempat tingkatan ini yang keempatlah yang dimiliki Rasulullah dan para Nabi serta al-shiddikin.12 Tazkiyyatu al-Nafs sebagai pembenahan diri yang bersumber pada Nafs itu sendiri, dimana Nafs dapat dibentuk karena : a) Nafs bersumber dari apa yang masuk kedalam tubuh kita, dan menjadikan unsur tersebut membentuk karakter yang baik dan yang baru. b) Halal dan tidaknya suatu yang kita gunakankan membawa karakter yang kuat terhadap pembentukan jiwa c) Perut merupakan Nafs syahwat yang sulit di kendalikan kecuali dengan ketegasan dan kearifan yang ada. d) Keindahan dunia dan kelezatan yang ada merupakan sumber Nafs yang sangat dominan. e) Kehidupan yang layaknya kehidupan binatang adalah sumber Nafs yang sulit di kalahkan, yang menjadikan manusia Fasik, dan tidak bisa membedakan yang halal dan haram.13 Maka tazkiyyatu al-nafs ini dapat dilakukan melalui Pengendalilan Nafsu dalam diri dengan cara : 1) Mengurangi makan, makanlah ketika lapar berhentilah sebelum kenyang terdapat dalam S. Al-Araf :31 Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. 12 . Ibid. Ringkasan Spiritualisasi Islam Yahya Jaya: hal.302-303 Al-Ghazali . Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJakarta 2007) h.237 13 21 2. Mengurangi tidur yang berlebihan 3. Berbicaralah yang baik, atau lebih baik diam ( sedikit berbicara) 4. Menghindari hal-hal yang tidak berguna 5. Memperbanyak mengingat Allah dengan berzikir, bersyukur dan bertafakur serta menghisap diri. Dalam kitab Arba’in al-Ghazali diterangkan katrakter terbentuk baik dan buruk tergantung bagaimana kita meningkatkan jiwa ibadah dalam keagamaannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka akhlak terpuji dan akhlak tercela bagian dari pembentukkan karakter diri seseorang. B. Hasil Penelitian yang Releven Dalam kajian teoritik ini penulis mengambil pemahaman bahwa Hubungan Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyatu al-Nafs dalam perspektif Al- Ghazali menghasilkan pengetahuan tentang Pensucian Diri (Tazkiyyatu al-Nafs) sebagai Realisasi dari penghambaan kepada sang pencipta ( Allah ). Sebuah keyakinan hanya dapat dipertunjukkan dengan pembersihan dan penghambaan makhluk kepada sang pencipta, untuk menumbuh kembangkannya maka diperlukan suatu proses pendidikan dan pelatihan serta pembinaan yang terarah sesuai ayat–ayat Allah yang menerangkan tentang kehidupan dan fungsi hidup pada manusia. Untuk memahami dan mengerti arti sebuah penghambaan, maka diperlukan proses berfikir yang menjadikan akar dari sebuah pelaksanaan, suatu yang baik dan buruk terbentuk dari cara berfikir yang sehat dan cara berfikir yang tidak baik. Oleh karenanya dalam Al-Quran al-Karim, Allah S.w.t sangat menekankan pentingnya berfikir dan menyeru kepada manusia untuk menggunakan akalnya yang ada pada dirinya, dalam Firmannya Allah mengatakan : 22 242. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukumhukum-Nya) supaya kamu memahaminya. Keetapan-ketetapan yang Allah berikan merupakan landasan manusia dalam menjalani kehidupan, jika kita padukan dengan ilmu pengetahuan maka proses berfikir merupakan perubahan dan perkembangan kecerdasan, disini diperlukan kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) yang terdapat dalam Qalbu untuk membentuk rasa cinta (Mahabbah),dengan dasar cinta ini diharapkan pembentukan karakter beragama dapat di sentuh dan di miliki setiap manusia, sehingga penghambaan kepada sang pencipta merupakan sebuah keinginan untuk memberi dan tidak pamrih untuk memperoleh imbalan, menumbuhkan rasa cinta yang bukan komoditas , tetapi sebuah kepedulian yang sangat kuat terhadap moral dan kemanusian. Qalbu (hati) memliki potentsi fikir yang berasal dari kesucian jiwa dalam bentuk fu’ad yaitu kemampuan untuk mengolah, memilih dan mememutuskan segala informasi yang dibawa oleh sentuhan indra, hal ini ditekankan dalam S. al-Israa :36 36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. 23 Fu’ad memberikan ruang untuk akal, berfikir, bertafakur, memilih dan mengelolah seluruh data yang masuk dalam Qalbu manusia. Sehingga, lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan moral.14 Dalam kitab Arnba’in Al-Ghazali, 40 Dasar Agama menurut Hujjah Al-Islam menerangkan bahwa ilmu merupakan Qodim dan Azali. “ Allah Maha mengetahui segala objek pengetahuan, meliputi semua yang berlaku di pelosok bumi hingga yang di langit paling atas. Tidak sebutir debu pun di langit maupun di bumi yang luput dari pengetahuan-Nya. Ia bahkan dapat mengetahui semut hitam yang merangka diatas padang sahara luas pada kegelapan malam, menangkap gerak atom (Zarrah) di udara serta mengetahui yang samar dan terselubung. Dengan pengetahuannya yang Qodim dan Azali, ia dapat mengetahui getaran getaran jiwa, gerakan- gerakan hati dan selubung –selubung rahasia. Ia senantiasa memiliki sifat memiliki sifat Qadim dan Azali, bukan pengetahuan yang dipengaruhi sebagai hasil transformasi dan perubahan zat-Nya. 15 Bersandarkan konteks ayat 36, surat al-Israa maka hasil penelitian yang didapat sebagai berikut : 1. Memperbanyak mengingat allah dengan mempertinggi Ibadah. Ketika manusia belum dekat sang pencipta hidupnya tidak teratur dan memikili jiwa yang kasar, setelah mengalami kegiatan tazkiyyatu al nafs dengan banyak melaksanakan ibadah sholat menjadi melikiki jiwa yang sabar dan arif bijaksana. Seperti yang terjadi pada saidina Umar. Dikalangan dunia modern adalah dengan memperbanyak mengingat allah maka ketenangan jiwa di dapat, hal ini terjadi perubahan pada seorang pecandu Narkoba yang mampu mengatasi dirinya dalam mengatasi penyakit yang diderita dengan banyak berzikir dan berselawat secara terus menerus dalam pembersihan dan mengosongkan pikirannya dengan memingat kebutuhan fisiknya yang menuntut untuk dia mengkongsumsinya, sehingga dapat kembali normal seperti manusia biasa. 14 . Kh.Toto Tasmaran, kecerdasan Ruhania, membentuk Kepribadian yang berakhlak dan bertanggung jawab, Frofesional dan berakhlak. (Gema Insani Press, Anggota Ikapi. 2001)hl. 96 15 . Al-Ghazali. Arba’in, 40 dasar agama dalam hujjah al-Islam (Yogyakarta, Penerbit Pustaka Sufi, 2003).hl.5 24 2. Hasil dari mengurangi tidur dan makan Bagi para Tasawuf Supi ketenangan jiwa dan kebahagiann batin dapat dirasa ketika rasa lapar itu hilang dan dapat membukakan mata batinnya. Sedangkan Hal tersebut disaat ini dapat dirasakan menjadi sebuah pelatihan diri untuk lebih merasakan yang dirasakan dari rasa kekurangan tersebut menjadikan tumbuhnya rasa social kepada sesama manusia dan ketekunan dengan banyak mengurangi tidur menghasilkan pemikiran yang jernih ketika manusia terbangun pada malam hari dan untuk berkhawalat memecahkanpermasalahan yang dihadapinya, menurut para sufi fikiran yang jernih hanya didapat dengan cara berkhawalat memgosongkan fikiran dari unsur unsur kehidupan dunia yang kurang bermanfaat. 3. Keterkaitan dengan uraian diatas maka dapat kit abaca beberapa buku yang terkait dengan pembahasan sebagai hasil penelitian yang releven antara laian seperti dibawah ini : a. Piskologi Agama, Memahami Prilaku dan mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi, Prof. Dr.H.Jalaludin (PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012) b. Spiritualisasi Islam, Dalam menumbuh kembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental. Dr. Yahya Jaya. M.A (Cv.Ruhama, Bidang niaga Yayasan Pendidikan Islam Ruhama , Jakarta 1994) c. Risalah Tasawuf, Kitap Suci Para Pesuluk . Ibrahim Amini (Islamic Center Jakarta 1994) d. Ringkasan Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali ( PenerbitPustaka Amani Jakarta 2007 ) e. Psikologi Agama, Memahami Pengaruh Agama terhadap Prilaku manusia. Gazi, S. Psi.,M.SI dan Dra. Faojah. MA (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010) f. Akhlak – Tasawuf, Nilai-nilai/ Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf. Prof. Dr. Moh.Ardani(CV. Karya Mulia,Anggota IKAPI, Jakarta 2005) g. Arba’in Al- Ghazali, 40 Dasar Agama Menurut Hujah AlIslam(Penerbit Pustaka Sufi, Yogyakarta 2003) h. Artikel dan lembaran berita yang terkait dengan pembahasan BAB III METODE PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian maka digunakan Penelitian Pustaka (Library Research) yang bersifat Analisis Kritis Deskriptif dan Analisis Kritis Komparatif dengan uraian metodologi sebagai berikut: A. Objek dan Waktu penelitian Sesuai kebutuhan penelitian maka penulis menggunakan objek penelitian berupa sumber data Primer dan data sekunder, adapaun waktu penelitain adalah dimulai bulan Januari sampai waktu yang tidak ditentukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. penulisan skripsi ini bersumber dari : Buku Al – Ghazali Ihya „Ulum al-Din, Al- Ghazali Arba‟in al-Gazali 40 Dasar Agama menurut Hujjah Al-Islam, Risalah Tasawuf Kitab Suci Para Pesuluk, Ibrahim Amini , Sri Mulyati ed. Buku ajar keIslaman berprespektif Gender ( Pusat Studi Wanit) PSW UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta. Th2005, Mo.Ardani, Akhlak –Tasawuf, Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005 dan Yahya Jaya. Spiritualisasi Islam ( Cv. Ruhama. Yayasan Pendidikan Islam Ruhama. Jakarta 1993). B. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah berbentuk Analisis Deskriptifdan Komperatif sebagai hasil penelitian Kepustakaan (Library Research) yang mengacu pada buku-buku, artikel dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Pembentukan karakter beragama dan pemahaman mengenai Tazkiyyatu al-Nafs dan Pembentukan Karakter dalam sudut pandang agama Islam. C. Fokus Penelitian. Adapun Fokus penelitian ini bersumberkan kepada data primer dan data sekunder . 25 26 1. Data primer Data primer adalah literature-literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya dari al-Ghazoali sebagai konsep Pembentukan karakter beragama dengan pemahamannya tentang Tazkiyyatu al-Nafs dalam kitab AlGhozali yaitu Ihya „Ulum al-Din dan kitab Arbai‟in. 2. Data sekunder Sumber data sekunder berupa data-data tertulis baik itu bukubuku maupun sumber lain yang berkaitan dengan karya al-Ghazali, tentang Pembentukan Karakter Beragama dan pemahaman Tzkiyyatu al-Nafs D. Prosedur Penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literature, baik primer maupu sekunder yang membahas tentang pembentukan karakter dan pemahaman Tazkiyztu al-Nafs sebagai data-data yangdikumpulkan, kemudian dibuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku–buku, terutama yang berhubungan dengan pokok yang dibahas. 27 BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif 1. Riwayat Hidup Al-Ghazali Masa hidup al-Ghozali adalah masa muculnya aliran – aliran, paham agama dan aspirasi-aspirasi pemikiran yang saling berlawanan. Dari satu segi lahir pula ahli ilmu kalam dan kebatinan yang menganggap bahwa mereka itu diberi keistimewaan dapat mengikuti imam yang mas‟sum (tidak pernah salah) dan muncul juga para filosof dan tasawuf. Al-Ghozali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung pencari kebenaran.1 Al-Ghozali lengkapanya bernama Abu Hmid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta‟us al Thusi al –Syafii dan secara singkat Al-Ghozali atau Abu Hamid. Dalam bahasa latin, namanya sering ditulis dengan Algazel atau Abuhamet. Al-Ghozali lahir pada tahun 445 H/1058 M. (tidakdikethui bulan dan tanggalnya), disuatu kampung kecil yang bernama Ghazala, kabupaten Thus Propinsai Khurasanm wilayah yang Persi (sekarang Iran), dari penenun keluarga yang dan mempunyai miskin. Ayahnya Muhammad seorang toko tenun di kampungnya, tetapi panghasilannya yang kecil tidaklah menutupi kebutuhan keluarganya. Walaupun hidup sangat miskin, ayahnya seorang pencinta ilmu yang bercita - cita besar. Dia selalu berdoa semoga Allah mengetahuinya putra- putra yang alim, yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu yang banyak. Alangkah gembira hati keluarga itu, sewaktu mendapatkan dua orang putra, yang kemudian hari memenuhi harapan yang besar itu, yaitu : 1 Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem pendidikan Versi al –Ghozali, (terj.) Fathur Rahman May dan Syamsudin Asyarafi, dari judul asli Al-Mazhabut Tarbawi Inda al –Ghozali, ( Bandung : Al- Ma‟ arif, 1986), Cet. I,hal:16 27 28 a. Anak tertua bernama Muhammad yang kemudian digelarkan “Abu Hamid”, dan setelah besar terkrnal dengan Al-Ghozli. b. Anak ke dua dan terakhir dinamakannya Ahmad yang kemudian digelarkan “Abu Futuh” dan dia adalah seorang juru dakwah yang besar, yang kemudian hari terkenal dengan“Mujiddudien“2Sebutan Al–Ghozali bagi Hujjatul Islam, bukanlah namanya yang asli. Adapun namanya sejak dari kecil ialah Muhammmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad. Kemudian sesudah itu berumah tangga dan mendapat seorang putra laki-laki yang bernama Hamid, maka dipanggilkan “Abu Hamid” (bapak si Hamid), tetapi sayang sekali anaknya itu meninggal pada waktu masih kecil. Tiga nama Muhammad berturut-turut, yaitu namanya sendiri, nama ayahnya, dan nama kakeknya, dan barulah diatasnya lagi bernama Ahmad. Maka kebiasaan orang Arab menghubungkan nama seseorang kepada ayahnya atau keluarganya dengan menyebut “Ibnu”, tidaklah dilakukan pada diri al-Ghozali, misalnya nama Ibnu Siena, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan nama lainnya lagi. Dalam hal ini al-Ghozali bersamaan dengan al-Kindi, al- Farabi, l-Qaffal, alQayyam dan seterusnya. Mengenai sebutan al-Ghozali, diperoleh dua pendapat dikalangan para ahli sejarah terhadapnya. Pertama : Berasal dari nama desa tempat lahirnya, yaitu Gazalah, sebab itu sebutannya adalah al-Ghazali (dengan satu”z) Kedua : Berasal dari pekerjaan sehari- hari yang dikerjakan ayahnya yaitu seorang penenun dan penjual kain tenun dinamakan “Gazzal”, sebab itu panggilannya al-Ghozali (dengan dua“z”)3 2. Pendidikan Al-Ghozali Al-Ghozali memulai pendidikan dasarnya di negeri asalnya, Thus, dia belajar ilmu agama secara mendalam dari Razakani Ahmad bin 2 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali.(Jakarta: Bulan bintang, 1975) Cet.I.hal 29 3 .Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali …., hal 27-28 29 Muhammmad, kemudian dipelajarinya ilmu thasawuf dari Yusuf en Nassaj, seorang sufi yang terkenal . Pada thun 476 H, Al-Ghozali berpindah ke Jurjan melanjutkan pelajarannya, ia belajar kepada Nashar el Isma‟ili. Tidak puas dengan pelajaran yang diterimanya di Jurjan, maka ia kembali ke Thus selama 3 tahun lamanya.4 Diceritakan bahwa dalam perjalanan pulangnya beliau dan kawan-kawannya dihadang sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan – kebutuhan yang mereka bawa. Pada pembegalan tersebut merebut tas Al–Ghozali yang berisikan buku-buku filasafat dan ilmu pengetahuan yang beliau senangi, kemudian al-Ghozali berharap kepada mereka agar sudi ilmu pengetahuan yang terdapat dalam buku itu. Kawasan perampok merasa ibah hati dan kasihan kepadanya, akhirnya mereka mengembalikan buku-buku itu kepadanya. Diceritakan pula bahwa setelah kejadian itu beliau menjadi rajin mempelajari buku-bukunya, mempelajari ilmu yang terkandung di dalamnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selain menaruh bukku-bukunya, di situ tempat khusus yang aman.5 Kemudian timbul fikirannya untuk mencari sekolah yang lebih tinggi. Pada tahun 471 H. Al-Ghozali berangkat menuju kota Nishapur (Neisabur) ia tertarik dengan sekolah tingginya “Nizamiyah” disinilah (w.478 H/1085 M), yang diberi gelar kehormatan “Imam Haramain” (Imam dari dua kota suci Mekkah dan Madinah). Kepada imam yang serba ahlil inilah, al-Ghozali belajar langsung sebagai mahasiswa. Dia pelajari ilmu-ilmu agamna, ilmuilmu falsafah, keahlian al-Ghozali diakui dapat mengimbangi keahlian guru yang sangat dihormatinya itu. Dengan tidak ragu sedikitpun Imam Hawamain mengangkat al-Ghozali sebagai dosen 4 Ibid …., hal 31 Abudin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2003) Cet.III, hal.82 5 30 diberbagai fakultas dari Nizamiyah itu. Bahkan dia mewakilinya memimpin maupun untuk menggantikannya pada setiap kali berhalangan, baik untuk mewakilinya memimpin maupun untuk menggantikannya mengajar.6 Al-Gozali memang orang yang Cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga imam al-Juawini sempat memberi predikat beliau itu sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan“laut dalam nan menenggelamkan (Bahrun mughariq).” Ketika gurunya ini meninggal dunia, al-Ghozali meninggalkan Naisabur menuju istana Nizam al-Mulk yang menjadi perdana mentri Sultan Bani Saljuk. Keikut sertaan al-Ghozali dalam diskusi bersama kelompok ulam dan para intelektual dihadapan Nizam al–Mulk membawa kemenangan baginya. Hal itu tidak lain berkat ketinggian ilmu falsafahnya, kekayaan ilmu pengetahuannya, kefasihan lidahnya dan kejituan argumentasinya, Nidzam al-Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universita yang didirikannya di Bagdad. Peristiwa ini terjadi pada thun 484 H atau 1091 M.-7 Ditengah- tengah kesibukan mengajar di Bagdad beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti Al–Basith, al-Wasih, AlWajiz, Khulashah ilmu Fiqih, al-Mumqil Fi Ilm al-Jaddal, Ma‟Khdz al-khalaf, Lubah an-Nadzar, Tashin al-Ma‟akhiz dan al-Mabadi Wa al-Ghayat fi Fann al Khalaf. Namun kesibukan dalam karangan mengarang ini tidaklah mengganggu perhatian beliau terhadap ilmu metafisika dan beliau menegakkan kebenaran adat istiadat warisan nenek moyang di mana belum ada seorangpun yang memperderbatkan soal kebenarannya atau menggali asal-usul dari timbulnya istiadat tersebut. 6 7 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali...., hal. 32-35 Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghozali....., hal.14 31 Begitu juga ditengah-tegah kesibukkannya ini, beliau juga belajar berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, sebagaimana terkenal diwaktu itu. Belaiau mendalami berbagai aliran agama yang beraneka ragam yang harapan agar dapaat menolongnya mencapai ilmu pengetahuan sejati yang sangat didambakan. Setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar di Bagdad. Lalu ditingggalkannya di kota tersebut untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu beliau menuju ke Syam, dan menetap beberapa tahun di kota Jami‟ untuk melakukan kontemplasi dan merenungkan kembali berbagai ilmu yang selama ini di pelajarinnya. Setelah berlangsung cukup lama tingal di masjid Jami‟, beliau pindah ke baitul Mqdis dan di tempat baru ini waktunya banyak dihabiskan untuk beribadah dan menziarahi majelis–majelis pertemuan, kemudian beliau pergi ke Mesir dan memetap di Iskandariyah dalam waktu cukup lama. Sehabis di Mesir, beliau kembali banyak menyusun kitab-kitab yang sangat bermanfaaat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Demiklian al-Ghozali mempersiapkan dirinya dengan persiapan agama yang benar dan mensucikan jiwanya dari noda-noda keduniaan, pembela agama Islam yang besar serta salah seorng pemimpin yang menonjol dizamannya.8 Setelah mengabdikan diri untuk pengetahuan berpindah tahun lamanya. Dan sesudah memperoleh kebenaran yang sejati pada akhir hayatnya, maka al-Ghozali meninggalkan dunia di Thus pada hari senin tanggal 4 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111M. Dengan dihadapi oleh saudaranya Abu Ahmad berdampingan dengan makam penyair besar yang terkenal, Firdaus.Dia wafat meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan anak laki-lakinya 8 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ....., hal 83-84 32 yang bernama Hamid sudah meninggal sebelum wafatnya. Karena anak itulah dia diberi gelar “Abu Hamid .“ 9 3. Karya –Karya Al-Ghozali Keistimewaan yang sangat luar biasa dari al-Ghozali, bahwa dia adalah seorang pengarang yang sangat produktif. Di dalam segala masa hidupnya, baik sebagai pembesar negara di Mu‟askar maupun sebagai frofesor di Bagdad. Jumlah karangan-karangan al-Ghozali mencapai angka yang besar sekali. Dan segala isinya membicarakan disekitar “fikiran keagamaan” yang telah memenuhi segala hari-hari hidupnya. Inilah yang menjadikan keistimewaan al-Ghozali, yaitu tunggalnya soal yang dibicarakan dengan dasar-dasar fikiran yang tegas dan cara–cara pembelaan yang kuat tentang pendapat-pendapatnya. Al-Ghozali mempunyai susunan kata yang hidup, tegas dan tepat, sehingga mengingatkan setiap pembacanya bahwa penulisnya mempunyai hati yang jujur, fikiran yang hidup dan kemauan yang bulat.Menurut cacatan sejarah, banyaknya karangan al-Ghozali mencapai jumlah 300 buah, tetapi sayangnya, karangan–karangannya yang banyak itu sudah tidak dijumpai lagi, habis dibakar oleh penguasapenguasa yang zalim (dijaman Tartar-Mongol), dibuang kelaut oleh penguasa-penguasa di Andalusie, dan lain sebagainya. Adapun karangan-karangannya yang masih diperoleh sekarang, maka suatu majalah ilmiah yang terbit pasda tahun 1954,bernama “Islamic Literature”, pernah menyebutkan jumlahnya 65 buah, ditambah dengan 23 buah, yang berbentuk pamflet atau brosur. Kesimpulan dari antara 300 buah karangan al-Ghozali, hanya beberapa buah saja yang dapat diselamatkan dari cengkraman keganasan para penguasa yang mengobrak abrik negara Islam dimasa itu. Kitab- 9 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal 52-53 33 kitab yang hilang banyak sekali kitab-kitab pentaing didalam berbagai ilmu pengetahuan.10 Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Bagdad ialah kitab Al-Munqidz Min ad-Dholal (Penyelamat dan Kesesatan). Kitab ini dianggap sebagai salah satu buku referensi yang penting bagi sejarawan yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan al-Ghozali. Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya diwaktu transisi yang mengubah pandangannya tentang nilai – nilali kehidupan. Dalam kitab ini juga beliau menjelaskan bahwa iman dan jiwa tumbuh berkembang, bagaimana hakekat ketuhanan itu dapat tersingkap atau terbuka bagi umat mausia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati (ilmu keyakinan) dengan cara tanpa berfikir dan logika namun dengan cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf.11 Diantara karangan-karangan al-Ghozali yang dapat kita temukan baik dalam bidang falsafah, akhlak, tasawuf adalah sebagai berikut: a. Mizanul-„amal (Neraca amal) Kitab yang terdiri dari 215 halaman ini menurut anggapan Dr.Zaki mendampingi kitab Ihya ulum ad-din, bahkan isinya lebih teliti dan kongkrit dan merupakan ulasan (ringakasan) daripadanya. Al-Gozali sendiri menegaskan bahwa kebanyakan dari isi kitab ini memakai sistem tasawuf.12 b. Tahaful al-Falasifah (Kesesatan ilmu falsafah) Dikarangnya sewaktu al-Ghozali berada di Bagda, dalam usia35-38 tahun. Kitab ini berisi tantang kecaman yang sangat hebat terhadap ilmu falsafah. c. Jawahir Al-quran (permata-permata dari al-Quran) Kitab ini menjelaskan tentang keajaiban–keajaibanyang terdapt di dalam al- quran 10 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal 57 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ....., hal.84 12 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal.71 11 34 d. Minhaj al-Abidin (Jalannya mengabdikan diri kepada Tuhan)Kitab ini adalah karangan yang terakhir dari al-Ghozali, isinya merupakan nasehat terakhir kepada segenap manusia e. Bidayah al-Hidayah (permulaan Hidayah) Kitab ini mengajarkan adab kesopanan didalam hidup manusia,baik dalam hubungan dengan tuhan atau sesama manusia. f. Ayyuha al Walad ( Wahai anakku!) Kitab ini berisikan tentang amal pernuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari baik yang berhubungan dengan tuhan atau sesama manusia g. Kimia as-Sa‟ada (kimia-nya kebahagiaan) Ada yang mengatakan kitab ini adalah terjemahan di dalam bahasa persi yang buat sendiri oleh alGhozli dari sebagian kitab Ihya Ulum al-D.in h. Al-Munqiz ad-Dalal (Pembebasan dari kesesatan) Kitab ini diterbitkan pertama kali di kairo pada tahun 1303 H. Oleh Islamiya Press. Cetakan yang ke III di terbitkan di Damaskus pada tahun 1358 H. Terjemahannya dalam bahasa Eropa pertama diterbitkan F.A.Schmolder dengan memakainama “Essai sur les ecol Philosophiquis Ches le Arabes “ pada tahun 1842 M i. Ihya Ulum ad-Din (Menghidupkan kembali ilmu–ilmu agama) Kitab ini merupakan puncak karangan al-Ghozali, karangan alGhozali setelah ia berada kembali di Nashapur dalam usia 50 tahun. Kitab Ihya„Ulum al-Din ini yang menjadikan sumber dari akhlak dan tasawuf peninggalan al-Ghozali j. Kitab Ihya Ulum ad-Din pertama kali di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia pada penghujung abad 18 oleh seorang ulama besar Pelembang, bernama Syekh Abdus Shamad dengan nama “Siyar Shalihien“terjemahan yang paling baru pada abad ke 20 ini dilakukan oleh H. Ismail Yakub dari Aceh pada tahun 1963 dengan nama “Ihya al-Ghozali”(Penerbit C.V.Enizan, Medan ) dan oleh Maisir Thaib, A 35 Thaher Hamidy dan Hanifa z, pada tahun 1966 (Penerbit Pustaka Indonesia, Medan), terdiri dari 12 jilid. 13 Jika ditelusuri maka karya-karya al-Ghazali berjumlah 85 Judul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan menurut Samuel M. Zwemer diantaranya 32 karya yang penulis tuliskan yaitu : 1) Ihya „Ulum al-Din 2) Al-Adab fil al-Din 3) Al-Arba‟in fi Ushul al-Din 4) Asas al-Qiyas 5) Al-Istidraj 6) Asrar Mu‟ammalat al-Din 7) Al-Iqtishad fil al-„Ilmi al-Kalam 8) Al- Imla „Ula Musykil al-Ihya 9) Ayyuhal Wallad 10) Al-Bab al-Muntaha fil „Ilmi al-Jidal 11) Bidayah al-Hidayah 12) Al-Basith fil Dirayah al-Daur 13) Ghayah al-Ghar fi Dirayah al-Daur. 14) Al-Ta‟wilat 15) Al-Tibru al-Masbuk fi Nasha‟ih al-Muluk. 16) Tahshin al ma‟khadz 17) Talbisu al-Iblis 18) Al- Ta‟liqoh fi Fur al-Madzhah 19) Al-afarraqah baina al –Islam wa al-Zindiqiyah 20) Tahaful al-Falasifah 21) Thzih al-Ushul 22) Hujjah al-Haq 23) Haqiqah al-Quran 24) Al-Hikmah fi makhuqat Allah „ Azza wa Jalla 25) Al-Risalah al-Wu‟dziyah 26) Qawasim al-Bathiniyayah 13 Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali ......, hal.79 36 27) Kimya „al-sa‟adah 28) Al-munqidz min al-Dhalal 29) Al-Wujiz 30) Al-Wasith 31) Al Ta‟wilat 32) Tafsir al-Qur‟anal-„Adzim 4. Sejarah Pemikiran dan Budaya Umat Islam Masa Al-Ghazali. Yang terkenal dengan Spritualisasinya dalam kajian Islam ini lahir dimasa priode klasik dari sejarah islam tepatnya tahun 650-1250 M. dimana dimasa kehidupannya tidaklah lagi menjadi masa kemajuan Islam yang terjadi pada tahun 650-1000 M, akan tetapi dalam keadaan kemundurun Islam atau di sentegrasi dari periode sejarah Islam pada tahun ke 1000-1250 M. Dimasa ini Islam mengalami kekuasaan yang dipimpin oleh Abbasiyah dalam hal social dan politik umat Islam, dimana pada pemerintahan ini sudah sangat mundur dan lemah. Dan berpuluh – puluh ribu tahun sebelum kelahiran Al-Ghozali, para khalifah Abbasyiah sudah menjadi boneka ditangan para tentara pengawal dan dominasi Dinasti Buihi atas Bagdad Al-Ghazali adalah toko Islam Sunni yang beraliran tasawuf, memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di belahan Timur. Seorang tokoh. Kemunduran dan kelemahan ini terus berlangsung pada masa kehidupan Al-Ghozali, dan sampai pada masa kehancuran Bagdad ditangan Huaghu Khan, tahun 1258 M. Disamping kerajaan Abbasyiah sudah mengalami masa disentregrasi, dibidang politik dan kebudayaan, datang pula serangan yang dilancarkan oleh golongan syiah atas Bagdad. Mulai dari pemberontakan yang dilancarkan oleh kaun Zanj, Qaramitah, dan Hasysyasin sampai pada pada intrik–intrik yang dilakukan oleh Buwaihi. 37 Salah satu aksinya adalah penyerangan oleh kaun Buwaihi terhadap kota Mekah dan Bagdad, serta membawa lari hajar Aswad berpusat di Alamut, berhasil mengacau keamanan dan ketenangan umat melalui aksi pembunuhan terhadap para pembesar kerajaan yang mereka musuhi. Diantara pembesar kerajaan yang mereka bunuh diwaktu AlGhozali masih hidup adalah Perdana Mentri Nizham al-Muluk dari Dinasti Saljuk di tahun 1092 M.14 Disamping latar belakang sejarah yang suram di atas, terdapat pula pertentangan antara kaum Mutakalimin 5. Konsep – Konsep Al-Ghazali dalam pembentukan Karakter Dalam perkembangan Ilmu tasawuf al-Ghazali memiliki nilai yang berbeda dengan para salaf yang terkenal sufinya. Al-Ghazali merupakan sosok sufiesme yang beraliran penerus al-Qusyairi. Sejarah perjalananya al- paham pengajaran tasawuf sunni dan Ghazali yang dititipkan kepada sahabat ayahnya yang bernama Ahmad Muhummud al-Radzikani sepeninggalannya menjadikan alGhazali belajar mengaji fiqih dan belajar tasawuf. Selama Priode kehidupannya itu al-Ghazali menimba dan mendalami ilmu dan filsafat. Hal ini dilakukan, dimungkinnkan untuk menghilangkan keraguannya yang muncul sejak ia mengajar. Namun kenyataannya, ilmu-ilmu tersebut tidak memberikannya ketenangan jiwanya malah semakin bertambah, sehingga ia mengalami krisis psikis yang kronis. Hal ini diuraikannya dalam karyanya yang berjudul al-Munqidzmin al-Dhalal.15 Pada tahun 488 H ia meninggalkan Bagdad untuk menunaikan ibadah Haji. Dia meninggalkan kedudukannya sebagai guru di Madrasah al-Nidzamiyah,dan kemudian hidup menyendiri untuk ber‟uzlah, merenung, dan berfikir. sementara tugas mengajarkan diserahkan kepada saudaranya Ahmad, yang juga seorang alim dalam 14 15 Jakarta) . Jaya . Op Cit Hl 14 . Taftazani, Hl. 153 .Tasawuf ed. Sri Mulyati. (PSW. UIN Sarif Hidayatullah 38 ilmu pengetahuan.16 Ia pergi ke Syam serta tinggal di Damaskus, mengajar diruangan sebelah barat mesjid kota itu. Setelah itu pergilah ke Bait al-Maqdis. Kemudian pergi ke Mesir, dan beberapa lama tinggal di Iskandariyah, dan kembali lagi ke Thus untuk menulis karya– karyanya. Perjalanan hidupnya ini dituangkan dalam tulisan beliau yang paling besar dalam kitab Ihya „Ulum al-Din.Dari sinilah terpancar cahaya Illahi pada al-Ghazali, cahaya kebenaran, cahaya hikmah sehingga al-Ghazali menemukan jawaban atas usahanya yang selama ini pikirkan, renungkan dan ia dambakan. Adapun mazhab-mazhab yang ia pergunakan adalah mazhab Isma‟iliyyah di Afrika, yang berpusat di Mesir, pada zaman dinasti Fathimiyah, dengan kehadirannya menjadikan al-Ghazali mampu mengembalikan tasawuf dengan fiqih pada konsep semula yang berdasarkan pada al-Quran dan al-sunah. Sehingga ulama sunni dapat menerima tasawuf. Filsafat adalah ilmu yang pertama kali al-Ghazali pelajari sebelum beliau mendalami ilmu tasawuf, sedikit benyaknya telah mempengaruhi konsep tasawuf dikalangan sunni. Hal ini dituangkan dalam karyanya mengenai Wadah al-Wujud dalam kitabnya alMunqiz min Dhalal. Sebagaimana dikemukakan di atas, al-Ghazalli adalah seorang tokoh Islam yang memiliki pengetahuan yang luas dan dalam. Ia menguasai berbagai Ilmu Pengetahuan dan mampu mengungkapkannya secara menarik, seperti yang tercermin dalam karya-karyanya. Seperti diungkapkan Taftazani, dalam bidang fiqih ia berafiliasi pada aliran Syafi‟iyah, sebagai seorang teolog ia berafiliasi pada aliran asyariyah. Selain ilmu agama ia juga menguasai filasafat dan logika. 16 Sri Mulyati ed. Buku ajar keislaman berprepektif Gender ( Pusat Studi Wanita, PSW UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta. Th2005 ) hl.211-212 39 Sementara dalam ilmu Tasawufnya al- Ghazali menganut faham tasawuf sunni yang berdasarkan dokrin akhli Sunah wal Jama‟ah. Al-Ghazalipun dalam konsep Tasawufnya mencoba menjauhi semua kecenderungan genotis yang mempengaruhi para shafa, dan lain-lain. Diapun bertentangan dengan konsep ketuhanan menurut pandang Aristoteles, yaitu teori emanasi dan penyatuan, sehingga corak tasawuf al-Ghazali benar-benar bercorak Islam. Secara umum konsep al-Ghazali menempatkan beberapa maqam untuk mengenal kebenaran tentang tuhan atau Ma‟rifatullah. Maqam-maqam tersebut adalah : tobat, sabar, tawkal, ridha, mak‟rifat, mahabah, dan bahagia. Berdasarkan konsep tersebut al-Ghazali memiliki konsep pembentukan karakter yang tertuang dalam karyanya yaitu kitab Ihya Ulum al-Adin dan kitab Arbain sebagai landasan penulis untuk mengungkapkan pembentukan karater beragama secara Islam. B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komperatif 1. Konsep Al –Ghozali Tentang Pembentukan Karakter dalam Perkembangan Zaman Karakter dalam Islam merupakan budi pekerti, dimana budi pekerti ini dapat dibentuk melalui pendidikan akhlak Islami. Dalam metode Islam konsep al-Ghazali adalah memiliki nilai-nilai semangat mengembalikan ajaran-ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan al- hadits. Berdasarkan konsep yang dikembangkan al-Ghazali mengatakan “ Bahwa jiwa Islami akan diraih ketika manusia meletakan sesuatu atas dasar kodrat, kemampuan, naluri, fitrah dan kenyataan historis. Artinya dalam pembentukkan karakter diperlukan peran aktif manusia itu sendiri dalam mengembangkan potensi jiwa yang dimilikinya. Dengan semangat jihat dan usaha yang keras untuk dapat merubah kebiasaan dalam lingkup batas kemampuan dan fitrah manusiawinya, serta batas - batas kenyataan hidupnya. Karena hakekat 40 dari hidup itu adalah Usaha atau jihat disamping akidah (iman), seperti yang dimaksud dalam surat Ar –Raad ayat 11: 11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. 39. dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, Konsep Al- Ghozali dalam pembentukan karakter agama maka diperlukan beberapa metode (jalan) mewujudkannya yaitu melalui perjalanan usaha dan partisipasi manusia yang mengimaninnya secara sempurna, istiqomah dan berjuang ( berjihad) mencari ridha Allah. Jika kita lihat sejarah maka tidak bedanya dengan perkembangan Islam dimasa lalu dan sekarang yang membedakan hanya system dan cara yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dimana Jiwa spiritualisasi hampir mati dan tertinggal di karenakan problem dunia yang mengakibatkan kemerosotan moral dan intelektual secara 41 umum. Pendek kata keadaan sosial, politik, budaya, intelektual, dan akhlak ummat Islam mengalami krisis penjiwaan dalam agamanya. Dimana kemiskinan intelektual Islami terjadi, spiritual dan moral menjadikan aspek kehidupan dunia melupakan aspek kehidupan akherat. Disini dapat kita temukan macam-macam peristiwa penyimpangan aqidah, menghalalkan cara, keadilan sulit ditegakkan, kejujuran tidak terlihat, perusakkan budaya melalui globalisasi arus informasi dan media yang berlebelkan pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini pengetahuan tentang pendidikan agama hanya dijadikan formalitas saja. Konsep spituralisasi Al-Ghozali adalah konsep yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman, karena berisikan flesibelitas, singkronisasi, dan keseimbangan metode dan konsep dalam penjiwaan jiwa dalam bentuk akhlakul karimah yang sesalu diimpikan dan diharapkan oleh manusia yang beriman maupun yang tidak beriman. Karena pada dasarnya setiap insan mengharapkan ketenangan jiwa baik batin maupun lahirnya. Dalam buku Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam, mengatakan bahwa : “Al-Ghozali menekankan usahanya pada ajaran akhlak dan tasawuf atau segi-segi moral dan mental spiritual dengan jalan menghidupkan ilmu–ilmu agama dan jiwa keislaman, karena pada segi– segi inilah terletak pokok pangkal segala krisis yang terjadi, dan sekaligus bisa menjadi pokok pangkal timbulnya keamanan , ketertipan, dan kebahagian dalam masyarakat. “17 Jika kita perhatikan ungkapan al-Ghozali diatas maka beliau menekankan untuk menghadapi kehidupan perkembangan zaman maka al-Ghozali menekankan pada 3 konsep yaitu : (1). Penghidupan kembali jiwa („Ulum) agama Islam. (2). Tasawuf sebagai pondasi iman. (3). Tasawuf sebagai aspek spiritualtas dan kejiwaan. Dari 3 konsep tersebut diharapkan dapat mengimbangi kehidupan umat yang sudah sangat mencintai dunia dan melupakan kehidupan akherat. 17 . Jaya Opcit . hl: 24-26 42 Menurutnya dengan Jalan Tasawuf dan Tazkiyyatu al nafs sebagai dasar pembentukan karakter Islam tidaklah menjadi penghalang dalam meraih kebahagiaan dunia akan tetapi menjadi suatu pengimbang antara kebahagian hidup dunia dan akherat. 2. Tazkiyyah al-Nafs kitab Ihya ‘Ulum al-Din sebagai Pembentuk Karakter Beragama a. Kibab Ihya Ulum al-Din. Kebesaran kitab Ihya Ulum al-Din telah menjadikan syiar agama memiliki nilai tingggi di kalangan ilmuan Islam dalam hal Kejiwaan dan Ibadat, Ilmu, Aqidah, adat kehidupan manusia, seperti yang terdapat dalam rub‟u al-ibadat dan rub‟u al adat yang dikemas menjadi kandungan yang berisikan ilmu-ilmu keislaman, serta jiwa dan semangat keberagaman Ihya‟Ulum al-Din lebih jauh dapat pula dilihat dari kandungannya sendiri. Kandungan syarat berisikan ilmu-ilmu ke Islaman, serta jiwa dan semangat keberagamaan.. Ihya Ulum al-Din terdiri dari atas empat rub‟u (bagian perempat), dan masing – masing rub‟u terdiri atas sepuluh kitab. Seterusnya masing–masing rub‟u terdiri pula atas sepuluh kitab. Seterusnya masing- masing kitab ia rinci lagi pula atas sepuluh kitab,. Seterusnya masing - masing kitab ia rinci lagi atas beberapa bab, fasal, syarah, dan bayan( Penjelas). Rub‟u alibadat didahulukan karena ibadat merupakan pokok dan tujuan utama manusia dijadikan allah. .keharmonisan hubungan manusia dengan Allah terletak pada factor ibadat kepada -Nya . Sesudah Rub‟u al ibadat di letakan Rub‟u al‟adat. Rub „u ini erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan politik atau hubungan manusia dengan sesamanya (Hablum Min Nannas) dan makhluk allah lain-Nya Pembinaan keharmonisan hubungan manusia dengan sesamannya dan lingkungannya adalah tujuan dari rub‟u ini. Rub‟u al- 43 muhlikat dan rub‟u al-munjiyat erat hubugan manusia dengan dirinya sendiri. Rub‟u al-muhlikat berisikan tentang sifat–sifat tercela yang merupakan penyebab penyakit jiwa (amrah al-Qalb), serta jatuhnya orang ke dalam kebinasaan ( al-Fasad) dan neraka. Apabila orang bebas dari sifat–sifat al-muhlikat, tercegalah ia dari penyakit jiwa dan selamatlah ia dari kebinasaan dan neraka Rub‟u almunjiyat berisikan uraian tentang sifat-sifat terpuji yang merupakan pula pengobatan bagi penyakit jiwa (Mu‟ajalat amradh al- qalb), serta pokok pangkal untuk memperoleh kebahagian, keselamatan, dan surga di akherat nanti. Didahulukannya rub‟u al-muhlikat dari rub‟u almujiyat disebabkan sifat-sifat terpuji tidak mungkin dapat tertanam dalam diri, sebelum bebas dari sifat–sifat tercela : 3. Makna Tazkiyyatu al-Nafs dalam Kitab Ihya ‘Ulum al-Din Berdasarkan kitab Ihya „Ulum al-din pengrtian Tazkiyah al-Nafs dalam kitabnya tentang ilmu, aqidah, dan tharah dari hal rub‟u alibadat, dan kitab tentang keajaiban jiwa dalam latihan kejiwaan Rub‟u al-muhlikat, maka Tazkiyah al-Nafs mengandung semangat dalam memperdalam keislaman yang dapat membenahi kejiwaaan dan pembentukan karaktrer Agama yang kuat. Sementara rub‟u; al-mukhlikat dan rub‟u al-munjiyat itu sendiri merupakan satu keatuan sebagai pembenahan jiwa dan pembentukan karaktrer Agama yang kuat dalam Tazkiyah al-Nafs, dimana al-Ghazali banyak meninjau pembenahan jiwa atau karakter itu terdapat pada kejiwaan berdasarkan al-Qalb pendapat ini tertulis dalam kitabnya yang terakhir Ihya‟ulum al-Din , 4. Peranan Tazkiyyah al-Nafs dalam Mujahada dan Riyadha Dalam kitab Arba‟in Al-Gazali, tentang 40 Dasar Agama menurut Hujah Al-Islam Tazkiyah adalah pembersihan jiwa, adapun firman Allah tentang hal ini : 44 Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) , Al A‟laa :14 “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa (Zakkaha) S.Asy-syams:9 . Sabda Rasul : “Kebersihan adalah sebagian dari Iman. Berkaitan dengan hal tersebut dapat kita ambil bahwa kesempurnaan iman terletak pada kebersihan hati dari perbuatan yang disukai-Nya, oleh sebab itu Tazkiyah adalah sebagian dari Iman karna memiliki fungsi pembersihan hati dan jiwa terhadap hal-hal yang tercela. Sedangkan peranan dari Mujahada dan Riyadha adalah berjuang untuk melawan dan membenahi jiwa dari unsur – unsur tercela yang dapat merusak keyakinan dan aqidah yang sempurna. Adapun hal- hal yang harus diperjuangkan melawan dari sifat tercela : 1) Kikir dan Gila Harta 2) Ambisi dan Gila Kehormatan 3) Cinta Dunia 4) Rakus terhadap Makanan 5) Menggunjing 6) Perdebatan 7) Dengki (Hasud) 8) Sombong 9) Ujub 10) Riya18 18 . Imam Gazali, Arba‟in al-Gazali, 40 Dasar Agama menurut Hujjah Al-Islam (Yogyakarta, Penerbit Pustaka Sufi , 2003) hl. 81 -148 45 Peran Mujahada dan Riyadha dalam Tazkiyyah, adalah ber guna membentuk akhlakul karimah sebagai karakter beragama yang baik dan penyempurna agamanya. C. Interprstasi Hasil Analisis Dilihat dari Perspektif agama dan peradapan budaya, keterkaitan Karakter dan Pendidikan maka pembentukkan karakter merupakan bagian dari akhlakul karimah yang menjadikan perubahan bagi diri seseorang maupun lingkungan disekitarnya, sebagai indentitas berbudaya dan berbangsa. Karakter merupakan ciri khas seseorang dalam bentuk jiwa perubahan yang di pengaruhi oleh lingkungan, genetika dan alam serta iklim tempat tinggal, secara geografis maka budaya sangat mempengaruhi pembentukkan karakter beragama. dalam hal ini yang menjadikan Interprestasi analisis adalah bahwa karakter beragama dapat terbentuk karena adanya jiwa yang terbentuk sesuai penndidikan yang berkembang, terlatih dan memjadi pembiasaan maka melalui pendidikan Islam berdasarkan tingkat karakteristik bangsa dan budayanya keriman seseorang, serta tingkat melalui lembaga pendidikan agama diharapkan pembentukkan karakterter beragama menjadi lebih intensif dan sangat efektif.19 Selain dari itu pembentukan karakter tidaklah mudah seperti yang kita harapkan dengan memberikan penyuluhan melalui teori dan pembelajaran mengenai kaidah-kaidah dasar agama yang terbungkus dalam sub bidang pendidikan agama saja, diperlukan pula adanya Intergrasi Ilmu–ilmu diluar agama yang dipadukan dalam penyampaian dakwahnya agama sehingga menumbuhkan rasa cinta dan memiliki kebanggaan dalam jiwa dan rasa terus menerus berdasarkan pengalaman dan pembelajaran dilingkungan sekitarnya. 19 Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa : Pijar-pijar pemikiran dan tindakkan (Malang:Pustaka Kayu Tangan , 2005 ) 46 Oleh sebab itu pembentukan karakter beragama sangatlah menjadi peranan penting dalam pembahasan dibidang pendidikan, khususnya pendidikan agama. Keterkaitan sain dan teknologi yang menjadikan barometer didalam pengembangan kepribadian maka sangatlah penting adanya filter budaya yang didasarkan kepada pendidikan pembentukan karakter agama yang sangat signifikan dengan karakter budaya bangsa. Pembentukan karakter beragama tentulah memiliki nilai sauritauladan yang menjadikan titik tumpu didalam pengembangan dan pengelolahannya. Maka diperlukan suritauladan yang pas sesuai Agama yang dianutnya. Islam adalah pilihan bagi umat manusia yang menemukan sebuah kebenaran yang didasarkan atas jiwa keyakinan yang hak atas kebenaran dan persaksiannya kepada sang pencipta yaitu Allah Swt, terdapat dalam rukun islam yang pertama yaitu syahadat. Dari rukun yang pertama maka kita mempunyai suritauladan yang pas yaitu Rasululah sebagai sumber rujukan semua karakter umat Islam. Hal tersebuat telah ditetapkan oleh Allah Swt. Sebagaimana firman-nya dalam Qs.AlImran : 164 sebagai berikut: sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. 164. Interprestasi analisis yang dapat kita temui dalam hal ini adalah Pembentukan karakter beragama memiliki peranan penting dalam menjiwai dan melaksanakan kesempurnaan ibadah diagamanya, oleh sebab itu perlu adanya keseimbangan dalam berprilaku dan beriman baik secara individu 47 maupun berkelompok yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan factor dasar (bawaan) dan factor ajar (lingkungan), dengan berpedoman pada nilai- nilai dasar Islam. Kemerosotan mental dalam penyimpangan prilaku social merupakan kegagalan dalam pembentukan karakter beragama dibidang pendidikan, hal ini menjadi perhatian yang sangat urgen dibidang tata social kemasyarakatan dan kepribadian bangsa (karakter berbangsa dan berbudaya) merebaknya penyimpangan prilaku social seperti tidak adanya ketetapan dalam beragama (pindah–pindah agama), hidup tanpa batasan (hidup bersama tanpa ikatan), pergaulan bebas dikalangan remaja, korupsi-koruptor makin merajalela baik dikalangan pejabatan maupun rendahan, nilai ajar (lingkungan) di usia dini yang tidak sesuai dengan usianya. Fenomena diatas menjadikan interprestasi analisis pembentukan karakter beragama yang belum dapat dikatakan maksimal dalam pendidikan pengarahan dan penyuluhan dalam berbagai bidang ilmu tentang kehidupan dunia dan keseharian. fenomenen tersebut dapat dikatakan suatu kegagalan dari tujuan pendidikan nasional dan perlu adanya perbaikan telaah ulang system dan perencanaan serta metode yang sesuai dengan kebutuhan yang dituangkan dalam Undang-Unsdang RI Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, dinyatakan bahwa: “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengabdian diri, kepribadian, kecaerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat, bangsa dan negara” 20 Menyikapi fenomena tersebut maka diperlukan sebuah suritauladan dalam bentuk iman dan realisasi keimanan dalam bentuk hukum dan metode sebagai dasar landasan pembentukan karakter beragama. Jika kita berpandangan dengan kondisi yang ada maka pembentukan karakter sebagai 20 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta : Depdiknas, 2006),Hal.5. 48 bagian dari akhlakul karimah, sudah barang tentu menjadi barometer bagi pengamalan amal dan ibadah seseorang dalam agamannya. Mengingat pentingnya hukum dan metode pembentukan karakter ini maka dapat kita gunakan melalui akhlakkul karimah yang terbentuk melalui Tazkiyatu AnNafs, bersumber hukum utamanya adalah Al-Quran dan hadits nabi, kitab –kitab ulama salafiyah sebagai rujukannya. Dan metode berdasarkan analisis penulis adalah metode Al- Ghozali dalam kitab Ihya Ulum al-Din Berdasarkan analisis, penulis tertarik untuk mengungkapkan arti pentingnya Pembentukan karakter beragama didalam pembentukan akhlak, melalui Tazkiyyatu Al-Nafs perspektif Al-Ghozali, berharap dapat menjadikan solusi bagi perbaikan moral, karakter beragama, baik secara individu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Oleh karena itu penulis menginterpretasikan Hasil Analisisnya sebagai berikut: 1.Konsep Dasar Pembentukan Karakter Beragama 2.Tazkiyyatu al-Nafs Perspektif al-Ghozali dalam Pembentukan Karakter Beragama 3.Pembentukan Karakter Beragama Malalui Mujahada dan Riyadha sebagai Tazkiyyatu Al-Nafs D. Pembahasan 1. Konsep Dasar Pempentukkan Karakter Beragama Manusia memiliki nilai yang sangat sempurna secara fisik dibandingkan dengan makhluk ciptaan alllah yang lainnya, kelebihan ini yang menjadikan manusia memiliki nilai yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga manusia dikatakan sebagai khalifah fil Arrd (Pemimpin di muka bumi). Sebagai insan yang memiliki akal, maka manusia mempunyai cirta budi pekerti yang tak terlepas dari hasil pembentukan jiwanya, disinilah karakter rmanusia terbentuk dari pola kehidupan yang berdasarkan gen, kebiasaan dan lingkungan. untuk mendapatkan budi pekerti yang luhur maka diperlukan sebuah pemahaman tentang pengendalian diri dari hal 49 hal yang menjadikan budi pekerti yang luhur menjadi rusak atau yang rusak menjadi luhur. Berdasarkan pengamatan dan penelitian para akhli dibidang kejiwaan dan psikologi, maka karakter dapat dibentuk berdasarkan kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan pengaruh lingkungan yang mempengaruhinya. Separti konsep karakter yang di miliki oleh alGhazali tentang akhlak yang terkait dengan pembentukan karakter yaitu “ bahwa karakter atau akhlak mempunyai tiga demensi, yaitu : a) Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhannya, seperti ibadah dan sholat b) Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesama. c) Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.21 Dengan demikian “ Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanga. jika sikap yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segala akal dan syarah‟ maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut akhlak yang buruk Beranjak dari pemahaman al-Ghazali dapat kita ketahui bahwa dalam pembentukan akhlak diperlukan beberapa kesadaran diri akan perubahan dan pengaruh yang melibatkan diri kita dapat memilih mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Melalui jalan Riyadha An-Nafs wa Tanzib al-akhlak maka konsep dasar pembentukan karakter beragama dapat diwujutkan. Riyadha An- Nafs Tanzib al-akhlak meliputi cara pembentukan akhlak yang baik, cara mengetahui keburukan-keburukan diri sendiri, bersabar menahan gangguan, pendidikan merupakan alat pembentukan karakter. Adapun uraiannya sebagai berikut: 1. Pembentukan akhlak yang baik dan buruk 21 . Mo. Ardani, akhlak –Tasawuf, Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005. h.28 50 Dalam Pembentukan akhlak yang baik maka diperlukan suatu pengajaran yaitu pendidikan. Didalam pendidikan maka karakter terbentuk, untuk mendapatkan akhlak yang baik maka diperlukan pendidikan akhlak yang baik , lingkungan yang baik dan intergrasi dan adaptasi sosial yang baik. Berdasarkan tujuan pendidikan Islam maka, pembentukan karakter dapat dimulai dengan adanya kesadaran tentang penghambaan diri kepada Allah Aja wa jalla sebagai tuhan yang maha besar, tiada yang menandinginya. Hal ini menjadikan manusia memiliki rasa takut yang dalam akan ancaman dan berharab mendapat ampunan dan keridhohanya. Pendidikan Islam merupakan pola pembentukan karakter beragama yang sesuai dengan tutunan Illahi yaitu Al-Quran dan alhadis, dimana al-Quran sebagai pedoman umat Islam dan al-hadis sebagai bentuk pengimplementasian al-Quran. Disini figur yang dapat kita contoh adalah para Nabi/Rasul dan manusia yang saleh budi pekertinya. Hal ini terdapat dalam Q.S.Al-Ahzab/33:21 yang menerangkan Rasul/ Nabi sebagai suritauladan yang dapat dicontoh sebagai berikut: 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. Al-Ghazali berpendapat “bahwa untuk meluruskan karakter dan mendidik akhlak di perlukan pendidikan budi pekerti.22 Dari pendidikan budi pekerti maka konsep dasar pembentukkan karakter beragama dapat di wujutkan dimana akhlak 22 .Fhatiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi AlGhazali,(Trej.).Fathur Rahman dan Syamsudin Asyarafi, dari Judul asli Al-Mazhabut Tarbawi Inda al-Gahazali , ( Bandung : Al-Ma‟arif, 1986), Cet.1, h.66 51 merupakan hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan, perjuangan keras dan sungguh-sungguh, menurut para ulama-ulama Islam yang cenderung kepada pendidikan akhlak. Adapun yang berpendapat bahwa akhlak merupakan gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah batin, dikarenakan akhlak merupakan insting (garizah), yang di bawa manusia sejak lahir. Hal ini bertentangan dengan pendapat Al- Ghazali yang mengatakan “bahwa seandinya akhlak / tabiat tidak dapat dirubah tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya. Jadi menurut al-Ghazali akhlak/ karakter tentu dapat dirubah walau hadirnya akhlak/karakter berdasarkan bawaan sejak lahir. Disinilah al-Ghazali memiliki beberapa pandangan tentang pembentukan karakter yang merupalan landasan dasarnya adalah mengendalikan Nafsu dengan membiasakan dan merubah kebiasaan yang buruk dengan yang baik dan mempertahankan yang baik dengan meningkatkan keimaanan dan ketakwaan kepada ketentuan yang telah Allah berikan. Dengan demikian akhlak itu mempunyai empat syarat: a. Perbuatan baik dan Buruk b.. Kesanggupan melakukan c. Mengetahuinya d. Sikap mental yang membuat jiwa cenderung kepada salah satu kedua sifat tersebut, sehingga mudah melakuakan yang baik atau yang buruk. Mernurut al-Farabi, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuaan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang. Jika diperhatikan pendapat al-Farabi ini memiliki devinisi akhlak yang saling melengkapi tentang hadirnya akhlak dalam diri manusia yaitu suatu sikap yang tertanam kuat dalam jiwa yang Nampak dalam 52 perbuatan lahiriyah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan mudah menjadi kebiasasaan.. Selanjuatnya, Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, pertama perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, Kedua Perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan mudah (Acceptable) dan tanpa pemikiran (Unthouhgt). Ketiga, mengerjakan tanpa paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan dilakukan ikhlas karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau ingin mendapat sesuatu.23 Dengan demikian dari sudut pandang pendidikan bahwa karakter dapat dibentuk atas kesadaran yang dilakuakan oleh seseorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seseorang berdasarkan nilai pendidikan yang diberikannya. Berdasarkan pandangan para pendapat maka pendidikan merupakan konsep dasar pembentukan karakter yang memiliki isi tentang: “ Perbuatan manusia adalah merupakan perbuatan yang timbul dari seseorang yang melakukan dengan sengaja, dan dia sadar diwaktu dia melakukannya inilah yang disebut dengan perbuatan–perbuatan yang dikehendaki atau perbuatan yang disadari “ Perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang dapat diikhtiarkan perjuangannya, untuk berbuat diwaktu disadarinya. atau tidak berbuat 24 Suatu karakter yang baik dan yang buruk berdasarkan beberapa syarat yang harus diperhatikan yaitu dengan adanya , Situasi yang memungkinkan adanya pilihan (bukan karena adanya paksaan) adanya kemauan bebas, sehingga tindakkan dilakuakan 23 .Moh.Ardani, Akhlak tasawuf …… h. 29 . Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam ( akhlak Mulia), (Surabaya:Pustaka, 1987), h. 44 24 53 dengan sengaja. Tahu apa yang dilakuakan, yaitu mengenai nilainilai baik-buruknya.25 Sehingga pembentukan karakter baik dan buruk dapat dinilai melalui syarat- syarat tersebut. Dalam pendangan Islam factor kesengajaan merupakan penentuan dalam menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Al-Jatsiyah : 15 15. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepad a Tuhanmulah kamu dikembalikan. 2) Karakter dalam pandangan Islam Berdasarkan pegertian Karakter, istilah karakter yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Charassein yang artinya “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan“Kharassein”, dan “Xharax”, yang maknanya “tool for marking‟, “to engrave‟ dan Pointed Stake” kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Perancis “Carcter” pada abab ke 14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris “ Character”, yang berarti “Watak, karakter, sifat”, yang akhirnya dalam bahasa Indonesia “Karakter‟. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaaan, akhlak atau budi pekerti. Sedangkan dalam kamus Psikologi kata “ Karakter” yang berarti sifat, karakter, dan watak memiliki beberapa makna; (1) Kepribadian (2).Watak (3).Tempramen. kesimpulan pengertian Karakter secara psikoligi secarah utuh adalah sebagai berikut: 54 a) Kepribadian Gordon W.Allport mengatakan “dalam kehidupan, kepribadian dapat didefinisiakan sebagai organism dinamis di dalam individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”.26 Organiame dinamis, maksudnya adalah bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah meskipun ada suatu system organisasi yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dan kepribadian kita.27 Psikofisik menunjukan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata neural (fisik), tetapi perpaduan kerja antara aspek psikis dan fisik dalam kesatuan kepribadian. Menurut JP. Chaplin dalam kamus Psikologi ,kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain.28 Sedangkan dalam pandangan psikologi kepribadian, kepribadian memiliki delapan aspek kunci yang secara komleksitas individual. Yaitu sebagai berikut : 1. Aspek Psikonalitas dan kepribadian, pada aspek ini individu dipengaruhi olrh aspek ketidaksadaran, yaitu merupakan dorongandorongan yang tidak setiap saat muncul dalam alam sadar. 2. Aspek Neo-analitis dan ego diri kepribadian, pada aspek ini individu dipengaruhi oleh kekuatan ego yang memberikan rasa indentitas atau “diri” 26 . Rafy Sapuri, Psikologi Islam; Tutunan jiwa Manusia Moderen, (Jakarta; PT. Raja Grafindo persada, 2009 ), h. 147 27 . Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan diri sendiri, (Jakarta: Elek Media komputindo, 2003 ), h.30. 28 . JP.Chaplin, kamus Lengkap Psikologi, Cet.IX, h. 1101. 55 3. Aspek biologis kepribadian, sesorang individu adalah makhluk biologis, dengan hakikat genetic fisik, fisiologis, dan temperamental yang unik. 4. Aspek Prilaku dan kepribadian , setiap individu dikondidikan dan dibentuk oleh pengalaman dan lingkngan sekitar diri mereka masing – masing. 5. Aspek Kognitif dan social kognitif Kepribadian, setiap orang memiliki sebuah dimensi kognitif berfikir mengenai dunia sekitar mereka dengan secara aktif dan coba mengartikannya, dan setiap orang akan memiliki penafsiran berbeda dari setiap kejadian yang ada disekitarnya. 6.. Aspek ketrampilan (skill) dan sifat (trait) dari kepribadian, seseorang individu merupakan suatu kumpulan trait, kemampuan dan kecenderungan yang spesifik dan hal tersebut dapat kita lihat bahwa masing – masing dari setiap orang individu memiliki keinginan tersendiri. 7. Aspek Humanisme dan Eksistensial dari kepribadian Manusia memiliki dimensi Spiritual dalam hidup mereka, yang memungkinkan dan mendorong mereka untuk mempertanyakan arti keberadaan mereka. 8. Aspek interaksionis pribadi situasi dari kepribadian, hakekat dari seorang indivdu adalah senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.29 Karakter perkembangannya sendiri memiliki terhadap ragam kepribadian prespektif manusia pada memiliki kecenderungan untuk dipengaruhi oleh konteks budaya di mana hal tersebut terjadi. b). Watak Dalam kamus Pisikologi, watak berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan 29 . Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan Diri Sendiri…. H.31 56 tabiat. Istilah kepribadian dan watak sering dipergunakan bertukaran, namun Gordon W. Allport memberikan pengertian berikut: “Character is personality evaluated and personality is character devaluated „ 30 Allaport berpendapat bahwa watak (Character) dan kepribadian (personality) adalah suatu dan sama, namun dipandang dari sisi yang berlainan. Adapun arti watak dalam kamus Besar bahasa Indonesia adalah: Sifat pembawaan yang mempengaruhi prilaku, budi pekerti, tabiat dan perangai. I.R Pedjawijatna mengemukakan watak atau karakter adalah seluruh aktifitas yang teruwujud dalam tindakannya terlibat dalam situasi. Jadi memang dibawa pengaruh dari pihak bakat, tempramen, keadaan tubuh dan lain sebagainya.31 Sedang G. Ewald memberi batasan “Watak” sebagai “totalitas dari keadaan–keadaan dan cara beraksi jiwa terhadap perangsang” secara teoritis dia membedakan antara watak yang dibawa sejak lahir dan watak yang diperoleh, dengan kata lain bahwa watak seseorang itu dapat berubah karena pengaruh pendidikan, lingkungan atau tempat dimana ia tinggal. Sertain mengemukakan bahwa untuk mempelajari tingkah laku atau watak secara lebih efektif ahli psikologi hendaknya membedakan dua factor yang mempengaruhi pembentukan watak seseorang, yaitu factor biologis dan factor kultural Antar pembawaan dan lingkungan. Dan interaksi keduannya lah yang menjadi titik tekan dalam menentukan watak seseorang. c) Tempramen Pengertian tempramen dan kepribadian sering mengalami benturan, karena sebenarnya terdapat perbedaan diantara keduanya. 30 Howard S. Friedmen dan Mariam W. Schustack, Kepribadian : teori klasik dari Riset Moderen. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 206), Jilid 1,h.3 31 .Djunadatul Munawaroh dan Tanenji, Filsafat pendidikan Perspektif Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h.160. 57 Tempramen lebih erat hubugannya dengan factor biologis dan fisiologis, maka dari itu factor keturunan akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari aspek kepribadian yang lain. Dalam kamus pisikologis, tempramen berarti sifat batin yang tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan dan pikiran. Gordon W. Allport berpendapat: “ tempramen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga muda tidaknya berinteraksi daripada sifat emosi individu. Termasuk juga mudah tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya. Bergantung dengan factor kontistusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.32 Sedangkan G. Ewald mengemukakan bahwa “tempramen adalah kontitusi pisikis yangberhubungan dengan kontitusi jasmani, jadi. Tempramen adalah sifat-sifat jiwa yang sangat erat hubungannya dengan kontitusi tubuh (keadaan jasmania seseorang yang terlihat dalam hal-hal yang khas baginya). pembawaan diri seseorang yang Jadi tempramen dipengaruhi oleh adalah keadaaan jasmanianya. Tempramen didefinisikan sebagai gaya prilaku dan karakteristik individual dalam memberikan respon emosional. Dan banyak para psikologi berpendapat bahwa tempramen dalam konteks pengembangan karakter dikemukakan oleh sebuah studi longitudinal menggunakan teori Chess dan Thomas menemukan kaitan antara tempramen yang ditukar diusia 1 tahun dengan penyesuaian diri diusia 17 tahun. Mereka yang ketika bayi memiliki tempramen sedang memperlihatlan perkembangan yang lebih optimal dalam dominan prilaku dan intelektual di masa remaja akhir. Kepribadian, watak, dan tempramen berkaitan satu sama lain. Karena ketiganya menyangkut diri dan pribadi seseorang. Kepribadian 32 . Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan diri sendiri …., h.32 58 dan watak lebih dekat satu sala lain, bahkan sering disama artikan. Dan dalam perjalanannya kepribadian seseorang berhadapan dengan lingkungannya, yang turut membentuknya hinggga mencapai titik kematangan tertentu. Kata watak banyak digunakan dalam arti yang normative maupun arti deskriptif, arti normatif menekankan pada aspek watak tersebut.Sedangkan deskriptif menekankan pada aspek kepribadiannya. Adapun tempramen lebih banyak ditentukan dan dibentuk oleh struktur fisik biologis seseorang, dan sifatnya tetap, tempramen merupakan bagian dari bawaaan seseorang yang lebih dominan. Adapun pandangan Psikologi Islam, memandang kepribadian dalam dua aspek pengembangan, Pertama adalah pengembangan Qalb (hati), sebagaimana sabda Rasulullah: االان فى الجسد مضغة اذا صلحث صلح سا نر عمله و ان فسدت فسد سا نر عمله ketahuilah bahwa dalam jasad mudghah yang apabila baik, maka baik pula seluruh anggota tubuh, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah bahwa mudghah itu adalah qalb” (HR.Bukhari dari an-Nu‟man bin Basyiri).33 Kedua, adalah pengembangan aspek Jism (Fisik), penggambaran dari fisik atau perbuatan yang baik adalah pengaruh dari pengembangan pertama, yaitu Qalb yang baik, karena dalam pandangan Islam tingkah manusia secara lahiriah adalah gambaran prilaku secara bathiniyah. Berdasarkan Islam. pemahaman Karakter maka pandangan secara Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara Jasmaniah (Fisiologis) dan Unsur Rohaniah (Psikologi). Dalam Struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan 33 . Rafi Safuri, Psikologi Islam;Tuntunan Jiwa manusia Moderen , (Jakarta: rajagrafindo persada, 2009), H.113 59 seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang. Dalam psikologi disebut Pontensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut prepotensce reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).34 Dalam terminologi Islam, kata Syakhiyyah merupakan interpretasi dari pengertian karakter secara kompleks, syakhiyyah berasal berasal dari bahasa arab dari kata syakhsun, yang artinya pribadi atau orang. Bermakna ”shifatun tumayyizu al- syakhsha min ghairi‟, yaitu sifat atau karakter yang membedakan satu orang dengan lainnya.35 Dalam pandangan tasawuf, kata akhlak menjadi gambaran dari pribadi seseorang, yang menyangkut hubunganya dengan tuhan, dengan dirinya dan dengan sesama manusia lainnya. Akhlalk dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu akhlalk mahmudah (karakter yang terpuji), dan akhlak madzmumah ( karakter yang tercela) Al- Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “…gambaran tentang kondisi yang menetap didalam jiwa semua prilaku bersumber darinya dengan penuh k emudahan tanpa memerlukanproses berfikir dan merenung. Jika Kondisi yang menjadi sumber berbagai prilaku yang indah dan terpuji bersifat dan syar‟I, maka kondisi tersebuut disebut akhlak yang baik.36 Sebaliknya jikaberbagai prilaku yang bersumberkan darinya buruk, maka kondisi yang menjadi sumber itu disebut akhlak yang buruk. Kata akhlak tidak ada dalam bahasa al-Quran, yang ada hanyalah bentuk tunggalnya khuluq. Dan untuk keperluan semantic kemudian diporpulerkan bentuk jamaknya, yaitu “akhlak”. Kata khiliq yang berarti budi pekerti ada hubungannya dengan perkataan khaliq (pencipta) karena itu sebanarnya akhlak adalah bagaimana menjalani hidup dengan sungguh-sungguh memenuhi rancangan tuhan mengenai 34 . H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , Tinjaauan theoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdiplisiner … h 42 35 .M. Ismail Yusanto dan Sigit Purnawa Jati, Membangun kepribadian Islam, (Jakarta: Khairul Bayan , 2002), h.1 36 . Muhammad Utsman Najati , Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002). h. 242 60 diri kita, dan akhlak adalah usaha untuk mencoba menjadi manusia seutuhnya.37 Kepribadian dalam Islam merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan tuhan yang terimplimentasi dalam kehidupan keseharian, islam dengan kompleksitas ajarannya telah mengatur hubugan tersebut, hal itu tergambar dari beragam bentuk kebaikan dalam ajaran islam yang akan membawa manfaat bagi makhluk lainnya secara luas. Dalam upaya pembentukan kepribadian muslim ada dua pandangan yang muslim sebagai individu maupun masyarakat muslim yakni keberagaman(heterogenitas) dan kesamaan posisinya seorang muslim sebagai suatu masyarakat, maka perbedaan itu melebur menjadi satu kesatuan ummah. Begitu pentingnya peranan akhlak dalam ajaran Islam dan pembentukan manusia sebagai individu yang bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain. Sehingga Rasululllah Muhammad s.a.w menyederhanakan seluruh tugas penyempurnaan akhlak manusia. Hal tersebut senada dengan sabdanya : “ Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlalk (HR.Ahmad).38 Dengan demikian, akhlak atau budi pekerti yang menjadi interpretasi kepribadian seseorang muslim merupakan esensi dari kejadian manusia itu sendiri. Maka, untuk menjadi manusia seseorang harus berakhlak dan memiliki budi pekerti yang luhur karena hal tersebut pada dasarnya merupakan rancang tuhan tentang manusia. Karena itu Karakter dalam pandangan Islam merupakan laksana otot yang memerlukan latihan demi latihan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Sarana yang tepat untuk pelatihan ini adalah Pendidikan Karakter sesuai dengan pandangan yang di imaninya. contoh seorang anak akan mencintai 37 . Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalis Madjid, Penerbit Mizan, 2006), Cet, I, h,111 38 . Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalis Madjid … h.112 (Bandung 61 kebersihan jika dia dididik dan dibiasakan serta diberi pemahaman tentang pentingnya kebersihan pada dirinya, lingkungan dan orang lain. Sehingga pembentukan karakter yang cinta kebersihan dapat terbentuk. Jika kita membuka Undang – undang No. 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, Komitmen tentang pendidikan adalah membentuk manusia yang berkarakter, dimana Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk serta peradapan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang Demokratis serta bertanggunngjawab. Secara imperative pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam system pendidikan nasional kita, karena tujuan pendidikan nasional dalam semua undang–undang yang pernah berlaku (UU 4/1950; 12/1954; 2/89) dengan rumusannya yang berada secarasubtantifmemuat pendidikan karakter.39 Pada dasarnya tujuan pendidikan Nasional sasuai dengan Pandangan Islam dimana dalam pandangan Islam pembentukkan karakter/akhlak merupakan barometer iman umat muslim dalam mengimplementasikan iman dan takwanya pada Allah s.a.w. 2. Tazkiyyatu al-nafs Perspektif al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulum’al-Din a. Pemahaman Tazkiyaztun al-Nafs Pembentukan karakter merupakan bagian dari kesempurnaan dalam beragama, oleh sebab itu kita perlu mempelajari tentang apa itu 39 . Udin Syarifudin Winataputra, “ Peranan perguruan Tinggi dalam Implementasi kebijakan nasional pembangunan karakter Bangsa melalui Pendidikan “ Kumpulan makalah pada seminar Nasional dan Launching Himpunan Sarjana PAI se – Indonesia, Jakarta 05 Juni 2010. h. 4 62 karakter dan bagaimana Karakter itu di bentuk . Salah satu kajian yang sangat mendukung dari hasil analisis ini adalah bagaimana kita memahami karakter yang ada didalam jiwa dan karakter yang terbentuk karena diri sendiri dan hasil pendidikan lingkungan, Sedangkan makna pengertian agama menurut Harun Nasution berdasarkan asal kata al-Din, Religi (relegare, religare ) dan agama . Al-Din (semit ) berarti mengumpulkan dan membaca. Religare artinya mengikat, Adapun kata agama terdiri dari A= tidak, Gam = pergi jadi tidak pergi , tetap diwarisi turun temurun.40 Keterkaitan dengan krakter maka Agama dapat dibangun dengan karakter yang kuat dimana karakter adalah pola fikir, jiwa yang kuat yang diwarisi turun temurun dan pembiasaan keseharian. Untuk Pembentukan Karakter Beragama yang memiliki nilai Kuat dan Baik, maka harus ada pengetahuan yang menjadikan pengendalian Nafs (Tazkiyatul Nafs). Tazkiyatunal-Nafs, adalah bagaimana kita dapat mengetahui tentang pengertian Nafs, Pengendalian Nafs, Memerangi Nafs, dan Unsur–unsur Nafs membentuk karakter terkait dengan Akhlak yang baik dan Buruk. Dalam buku Ringkasan Ihya‟Ulum al-din menerangkan tentang apa saja Unsur – unsur Nafs yaitu : 1) Nafs bersumber dari apa yang masuk kedalam tubuh kita, dan menjadikan unsur tersebut membentuk karakter yang baik dan yang buruk. 2) Halal dan tidaknya suatu yang kita gunakan kan membawa karakter yang kuat terhadap pembentukan jiwa 3) Perut merupakan Nafs syahwat yang sulit di kendalikan kecuali dengan ketegasan dan kearifan yang ada 4). Keindahan dunia dan kelezatan yang ada merupakan sumber Nafs yang sangat dominan. 40 Jalaluddin.Psikologi Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 ) h.12 63 5) Kehidupan yang layaknya kehidupan binatang adalah sumber Nafs yang sulit di kalahkan, yang menjadikan manusia Fasik, dan tidak bisa membedakan yang halal dan haram.41 b.Konsep Islam dalam Kitab Ihya Ulum al-Din Keterkaitan kitab Ihya‟Ulumal-Din yang artinya“Menghidupkan kembali ilmu-ilmu (jiwa) agama Islam”, merupakan karya besar AlGhozali .dalam karirnya sebagai pemikir dan penulis Islam. Uzlah dan khawalat yang berlangsung lebih kurang sepuluh tahun (1095-1105M), merupakan perjalanan al-Ghazali dalam spritualnya (semangat jiwa keislaman) terhadap Islam yang menghasilkan Ihya „Ulum al-Din dengan memiliki keyakinan melalui jalan tasawuf untuk mencari kebenaran dan kesempurnaan jiwa dalam membentuk akhlaqul karimah. Menurut Philip K.Hitti, Ihya „Ulum al-Din ditulis di Bagdad dan diperkirakan sekitar tahun 1105-1107 M. secara perkembangan pemikiran al-Ghozali sendiri, Ihya „Ulum al-Din merupakan usahanya dalam mempelajari beberapa Ilmu yang sesuai dengan permasalahan tentang kehidupan seperti falsafah, ilmu kalam, tasawuf, dan aliran kebatinan yang berkembang pada masanya. Dari sekian ilmu yang dipelajari al-Ghozali lebih mendalami kepada tasawuf adapun yang mempengaruhi keilmuaanya adalah Qut al Qulub karangan Abu Thalib al-Makki dan Buku tasawuf Al-Haris al-Muhasibi serta buku-buku sastra sufi dariAl-Junaid, Al-Syibli dan Abu Yazid al-Busthami. Sekian banyaknya pemahaman sufi al-Ghozali memiliki 5 konsep dalam membuat kitab Ihya “Ulum al-Din. “Yang pertama Ihya „Ulumudin menguraikan secara luas dengan apa yang mereka tulis, kedua Ihya „Ulum al-Din menyusuan dan mengatur apa yang ditulis mereka secara berserakan dan tidak systemmatis, ketiga Ihya‟Ulum al-Din menyingkat dan menguatkan 41 Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin, Jakarta 2007) h.237 Melatih Nafsu ( Pustaka Amani- 64 apa yang ditulis mereka secara panjang, keempat Ihya „Ulum al-Din membuang dan mengisbatkan apa yang mereka tulis secara berulang-ulang, kelima Ihya „Ulum al- Din memberikan kepastian terhadap hal-hal yang meragukan yang membawa pada kesalah pahaman, itulah 5 kelebihan yang dimiliki al-Ghozali dalam buku tasawufnya berbentuk Ihya „Ulum al-Din. Kebesaran kitab Ihya Ulum al-Din telah menjadikan syiar agama yang memiliki nilai tingggi di kalangan ilmuan islam dalam hal Kejiwaan dan Ibadat, Ilmu, aqidah, adat kehidupan manusia, seperti yang terdapat dalam rub‟u al-ibadat dan rub‟u al adat yang dikemas menjadi kandungan yang berisikan ilmu-ilmu keislaman, serta jiwa dan semangat keberagaman Ihya‟Ulum al-Din lebih jauh dapat pula dilihat dari kandungannya sendiri. Kandungan syarat berisikan ilmu-ilmu keislaman, serta jiwa dan semangat keberagamaan.. Ihya Ulum al-Din terdiri dari atas empat rub‟u(bagian perempat), dan masing–masing rub‟u terdiri atas sepuluh kitab. Seterusnya masing – masing rub‟u terdiri pula atas sepuluh kitab. Seterusnya masing – masing kitab ia rinci lagi pula atas sepuluh kitab Seterusnya masing–masing kitab ia rinci lagi atas beberapa bab, fasal, syarah dan bayan (Penjelas). Rub‟u al ibadat didahulukan karena ibadat merupakan pokok dan tujuan utama manusia dijadikan allah. keharmonisan hubungan manusia dengan Allah terletak pada factor ibadat kepada -Nya . Sesudah Rub‟u al ibadat di letakan Rub‟u al‟adat. Rub „u ini erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan politik atau hubungan manusia dengan sesamanya (Hablum Min Nannas) dan makhluk allah lainnya. Pembinaan keharmonisan hubungan manusia dengan sesamannya dan lingkungannya adalah tujuan dari rub‟u ini. Rub‟u al-muhlikat dan rub‟u al-munjiyat erat hubugan manusia dengan dirinya sendiri. Rub‟u al-muhlikat berisikan tentang sifat–sifat 65 tercela yang merupakan penyebab penyakit jiwa (amrah al-Qalb), serta jatuhnya orang ke dalam kebinasaan (al-Fasad) dan neraka. Apabila orang bebas dari sifat–sifat al-muhlikat, tercegalah ia dari penyakit jiwa dan selamatlah ia dari kebinasaan dan neraka Rub‟u al-munjiyat berisikan uraian tentang sifat-sifat terpuji yang merupakan pula pengobatan bagi penyakit jiwa (Mu‟ajalat amradh alqalb), serta pokok pangkal untuk memperoleh kebahagian, keselamatan, dan surga di akherat nanti. Didahulukannya rub‟u al-muhlikat dari rub‟u almujiyat disebabkan sifat-sifat terpuji tidak mungkin dapat tertanam dalam diri, sebelum bebas dari sifat – sifat tercela dan menghiasnya dengan sifat terpuji. Dengan demikian kedua rub‟u ini disebut al-Ghozali serbagai ilmu batin atau jalan mencapai kehidupan yang baik, taat dan taqwa kepada Allah S.W.T Kitab Ihya Ulum al-Din adalah kitab karangan al-Ghozali berkaitan dengan pembentukan akhlak atau karakter manusia berdasarkan al-Quran dan al-hadits. Adapun isi dari kitab tersebut adalah mengenai perintah Allah kepada hambanya yang merupakan jihad dan upaya menegakkan kalimatullah menjadi yang tertinggi. Merealisasikan upaya ini umumnya lebih ditekankan pada beralihnya jiwa yang kotor dan tercemar menjadi jiwa yang suci lagi tersucikan; peralihan dari akal yang tidak berlandaskan syariat menuju akal yang bersyariat, dari hati kafir menuju hati mukmin. Ringkasnya, mengejawatahkan syariat yang suci ini adalah perubahan nilai rohaniah dalam setiap sikap dan prilaku. Kitab Ihya Ulum al-Din, yang ditulis oleh Imam Abu Hamid Ghazali di awal abad ke-5 Hijriah, ini mempunyai pengaruh terbesar dalam membendung serangan materialisme yang ateistik, dan berupaya merobohkan pondasi bangunan agama dengan cara menghembuskan racun-racunnya berupa pikiran – pikiran batiniah yang jahat dan dipersiapkan dengan rencana yang matang. 66 Adapun keistimewaan dari kitab ini adalah merupakan karya terbesar Al-Ghozali. Kitab yang padat berisi tiga komponen dasar Islam, yakni Akidah, Syari‟ah dan Akhlaq (tasawuf) itu sudah dikenal luas oleh masyarakat. konsep Islam yang terdapat dalam kitab tersebut merupakan pembentukan berdasarkan gen, lingkungan, karakter jiwa yang terbentuk kebudayaan, pendidikan dan lingkungan hidup. Keterkaitan dengan Tazkiyahtun al-Nafs adalah Nafs merupakan Jiwa yang mempunyai sifat- sifat tercela yang harus dibersihkan. Nafs selalu berperang dengan akal karena nafs selalu mengambil inspirasi dari bisikan –bisikan setan, dan dengan bala tentaranya dia memerangi akal42. Sehingga berhasil memadamkan dan mengalahkanya.medan utamanya adalah diri (Nafs) manusia, dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kedalam kekuasaan setan. Disinilah kitab Ihya ulum al-Din membahas tentang Nafs dan apa yang melandasi dan memerangi Nafs. Seperti yang dikatakan dalam kitab ini untuk dapat menundukkan hawa Nafsu dan mengontrol berbagai instink yang ada pada diri, kita harus berperang mati – matian. Kita harus mengambil inspirasi dari perintah –perintah Rasulullah saw dan para imam suci, dengan membantu akal menghancurkan kesewenangwenangan diri, pembangkangan diri, serta menghancurkan dan memporak porandakan musuh (bisikan Setan), sehingga dengan begitu akal dapat memegang kendali kekuasaan dan pemerintahan diri. Amirul Mukminin Ali As berkata : 1) Kuasailah dirimu dengan cara terus menerus berjihat nafsumu. Karena memeranginnya 2) Kalahkanlah dan perangilah hawa sesungguhnya jika dia mengikat dan menawanmu maka dia akan 42 Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf. Kitap suci Para Pesuluk (Islamic Center Jakarta 2002 ) h. 81 67 menjerumuskan kamu kedalam kecelakaan yang paling dalam. 3) Ingatlah, sesungguhnya jihat harganya adalah surga. Maka barangsiapa yang berjihat melawan dirinya maka dia akan dapat menguasainya, dan surga meupakan semulia-mulianya ganjaran allah bagi orang-orang yang mengetahui nilainya . 4) Perangilah didimu supaya taat kepada Allah, sebagaiman perang yang dilancarkan seeorang terhadap musuhnya. 5) Kalahkanlah dirimu, sebagaimana seseorang berusah mengalahkan lawannya. 6) Sesungguhnya manusia yang paling kuat adalah manusia yang menang melawan dirinya. 7) Sesungguhnya orang yang berakal adalah orang yang menyibukkan diri dengan memerangi “diri”nya, lalu kemudian memperbaikinya dan memenjarakan dari berbagai kekeinginan dan kelezatan Sehingga dengan perantaraan ini dia dapat menundukkan dan mengontrol dirinya. 8) Sesungguhnya orang yang berakal sedemikian sibuknya dengan upaya memperbaiki dirinya sehingga dia tidak mempunyai perhatian kepada dunia, apa yang ada didalamnya dan para penghuninya.43 Dalam kitap Ihyah‟ Ulum al-Din ,Nafs sebagai pembentukan karakter, dan karakter terdapat dalam jasat manusia. sabda Nabi Saw اعد ى اعدانك نفسك التي بين جنبيك “ Musuhmu yang paling jahat ialah nafsu yang berada di rongga badanmu.” (HR. Bukhori Muslim ) Jika kita ingin memiliki nafsu yang tenang sesuai dengan harapan allah dimana fungsi dari nafsu yang tenang adalah sebagai persaksian sumpah kepada Allah dalam firmannya Qs.Al-Qiyamah :2 43 Op.Cit. Ibrahim Amini. H.84 68 dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)[1530]. Jadi kitab Ihya Ulum-al-Din ini memiliki nilai pembentukan karakter beragama dan pengendalian Nafsu dalam perjalanan Mujahadah dan Riyadha dalam Tazkiyatun al-Nafs. c. Tazkiyyatun Al-Nafs dalam pembentukan karakter Untuk dapat menumbuhkan Karakter beragama yang sesuai dengan tuntunan agama Islam maka Tazkiyah al-nafs sangat mendukung pembentukan Karakter beragama yang baik, untuk itu diperlukan Pemahaman al-Nafs melalui dasar Konsep hasil interprestasi analisis dari berbagai sumber sebagai berikut: a.Makna Manusia Manusia adalah makhluk Allah yang sangat mulia dengan kemuliaaannya Allah memberikan kelebihan padanya berupa akal yang dapat digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.Dalam perjalannyanya dengan akal pula manusia dapat menjadi makluk Allah yang taat atau malah sebaliknya. Manusia adalah makluk Allah yang dikatakan lebih tinggi derajatnya dari makhluk yang lainnya maka Allah memberikan penawaran baginya untuk dapat beriman atau mengingkarinya dalam hal Ibadah dan mengabdi kepadanya. Dengan bentuk kemuliaan dan derajat yang di pakainya maka manusia banyak melakukan kesalahan dan tidakterlepas dari hal-hal yang tercela. Untuk menjadikan manusia memiliki nilai yang tinggi dan mulia maka manusia memerlukan sebuah pelatihan yang harus menjadikan pembiasaan diri dalam hal-hal kebaikkan dengan harapkan dapat menjadikan taat dan patuh pada perintah Allah dan menghindarinya 69 dari larangannya. Manusia sebagai Insan yang dapat dilatih dan dibina serta diarahkan maka manusia dengan kelebihannya dapat mendapatkan sebuah pengetahuan yang baru dan melatih dirinya untuk mendapatkan hal-hal yang baru dalam perubahan dirinya.Dapat di gambarkan sebagai berikut: MANUSIA DALAM PANDANGAAN UMUM DAN PANDANGAN AL-QURAN Pandangan Umum Manusia adalah makhluk yang historis yaitu suatu peristiwa dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah bangsa manusia yang tidak bisa melepaskan dari ketergantungan pada orang lain. Manusia adalah makhluk yang zoon politicon (bermasyarakat). Pandangan Islam MANUSIA Manusia adalah makhluk yang amat mungkin dapat dididik diberijamaknya pelajaran. atau Al-Insan al-nas (dari asal kata anasa) artinya melihat, mengetahui dan meminta izin. maknanya; Manusia dapat belajar dari apa yang dilihatnya, dapat mengetahui yang benar dan yang salah dan meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Artinya manusia adalah makhluk yang dapat diberi pelajaran Pandangan Quran Pandangan AL-Quran atau pendidikan. Insan asal katanya nasiya artinya lupa menumjukan adanya kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran dirinya Insan jika dilihat dari asalnya al-uns atau anisa dapat berarti jinak. Artinya; manusia tidak liar. 70 b. Karakter Sebuah Karakter dapat dibentuk melalui beberapa konsep dasar adanya pembentukan karakterdan pembinaan karakter karena kedua unsur ini merupakan pondasi dalam pembenrukan jiwa sehingga karakter beragama dalam Islam dapat terujut dan memiliki jiwa yang kuat dalam diri dan terhadap lingkungannya. Hal ini digambarkan dalam sekema KARAKTER DALAM PEMBENTUKKAN DAN PEMBINAAN Dasar Pokok Genetik Pembentukkan Karakter Lingkungan Dasar Oprasional 1. Genetik Qur’an 2.Al-Lingkungan Al-Hadits KARAKTER Pendidikan Islam Aqidah Akhlak Fiqih Ibadah Muamalah Pembinaan Karakter Pembentukan Keimanan Tawaduh Istiqomah Sabar/ Tawakal Jiwa Tenang/Mutmainnah 71 c. Pemahaman Nafs/Jiwa/Diri dalam Tazkiyah al-Nafs Nafs/ Jiwa /Diri merupakan unsur utama dalam menentukan manusia berbuat baik maupun buruk oleh sebab itu kita harus tahu dari mana unsur tersebut dan bagaimana bentuknya hasil karekter yang berdasrkan nafs,apa interptretasinya yang dicapai, bagai mana pembentukan karakter jiwa beragama sebagai Karakter Islam. hal ini dapat digambarkan dengan Sekema PEMAHAMAN NAFS/ DIRI Pembentukannya - Kekuatan Amarah - Kekuatan Syahwat Karakternya NAFS/ JIWA/DIRI - Baik / Mutmainnnah - Buruk /Lawamah Interprestasinya -Pembangunan peradapan - Mengkasilkan Pengetahuan - Globalisasi Karakter Diri - Pembentukan Karakter Beragama - Ibadah - Pengendalian Diri - Pondasi/Landasan Agama 72 d. Tujuan dan Manfaat Tazkiyah al-Nafs dalam Ihya‟ Ulum al-Din sebagai pembentukkan Karakter Beragama Ihya Ulum al-Din merupakan kitab yang berdasarkan pembinaan terhadap pembentukan karakter secara hasil dari pembinaan tersebut Islami. Untuk mendapatkan maka diperlukan wawasan tentang tazkiyyah al-nafs, Tujuan tazkiyyah al-nafs, dan manfaat tazkiyah alnafs, ini dan pengembangan jiwa dalam kehidupan dan pembenahan diri. Hal ini digambarkan dalam sekema: Tazkiyah al-Nafs dalam Ihya Ulum al-Din Wawasan Tazkiyah al-Nafs - Pembentukkan - Mental-Spiritual (semanagat menghidupkan siar agama ) - Pembentukan Jiwa/Diri Pembinaan hidup dengan nilai agama Islam Tujuan Tazkiyah al-Nafs -Pembersihan hati dari sifat-sifat tercela -Pembentukan akhlak terpuji -Menjadikan Insan yang memiliki spiritual dalam Agamanya Manfaat Tazkiyah al-Nafs - Makrifat kepada Allah dan Tanzih kepadanya - Thahara al-Qalb atau Tathh - Meningkatkan derajat ketingkat tinggi baik didunia maupun diakherat kedalam malakukan dan dekat dengan Allah - Membentuk sifat jiwa yang dicintai Allah 73 Berdasarkan sekema diatas maka manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk tuhan lainnya.Setruktur manusia terdiri atas unsur Jasmania (Filosofis) dan unsur rohania (Psikologi). Dalam struktur jasmaniah dan rohania itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut prepotence reflexes (Kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang) Jadi Nafs / Jiwa dapat di olah sesuai dengan keterbiasaan yang di biasakan dalam meningakatkan semangat mencintai siar agama (Islam), karna jiwa senantiasa berubah dan berkembang sesuai keadaan dan ilmu pengetahuan yang di dapatnya.Telah kita ketahui bersama bahwa Tazkiyatun al-nafs, merupakan proses musyahadah, riyadhah dalam pembentukakan karakter beragama. Dimana Tazkiyatun Nafs yang terdapat dalam kitab Ihya Ulum al-Din dan kitab Arbain karangan AlGhazali, merupakan pondasi dan akar pembentukan karakter beragama. Apa saja kah yang menjadi pembahasannya dalam proses pembentukan karakter beragama ini, apa saja yang mendukung terlaksanya Musyahadah, Riyadaha dalam Tazkiyatun al-Nafs. Untuk itu akan kita bahas makna yang terdapat dalam kajian ini dengan memahami beberapa yang menjadi Faktor dan kendala terwujudnya Pembentukan karakter beragama yang baik dan benar. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang saat ini berkembang dan harapan dunia pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter dan sikap yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia, maka sangat menjadi acuan untuk kita mengetahui arti penting pembentukan karakter beragama dalam kehidupan sehari – hari. Adapun yang harus kita perhatikan adalah begaimana pembentukan karakter yang terkait dengan kejiwaan, karena dalam tubuh yang sehat 74 akan terdapat jiwa yang kuat. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang kesehatan Jasmani dan Rohani. Dari sinilah Karaketer terbentuk selain dasar utamanya adalah Gen (Keturunan) dan lingkungan dia tingggal, ternyata kesehatan Jasmani (tubuh) dan Rohani (bathin) merupakan dasar pokok yang utama untuk menghasilkan karakter beragama yang baik. Untuk lebih jelasnya maka perlu kita pelajari tentang makna dan arti beberapa pengetahuan yang terkait dengan hal tersebut diantaranya : e. Agama dan Pengaruhnya dalam kehidupan Agama merupakan peraturan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia diamana secara definisi agama tidak dapat dipahami kecuali secara deskripsi, agama dapat dimengerti itulah pendapat Elizabeth K.Nottingham sosiolog agama (Elizabeth K.Nottingham 1985 ; 3-4)“ yang berkata tegas bahwa tak ada satu pun definisi agama yang benar- benar memuaskan .44 Menurutnya agama merupakan gejala yang sering terdapat dimanamana dan agama berkaitan dengan usaha – usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun sesuatu itu tertuju dengan kehidupan dunia yang tak dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah – masalah kehidupan sehari – hari di dunia. Agama juga merupakan bentuk keyakinan yang bersifat Adikodrati (Superanatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang kehidupan yang luas . Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan yang luas. Agama juga memiliki nilai-nilali orang perorang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. 44 . Jalaluddin . Psikologi Agama memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip – prinsip psikologi Edisi Revisi 2012 ( PT. Raja Grasindo Persada Jakarta ) h. 2021 -2022 75 Dengan demikian secara psiologis, agama dapat berfungsi sebagai motif instrinsik (dalam diri) dan motif Ekstrinstik (luar diri),oleh sebab itu keyakinan agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan nonagama, baik dokrin maupun idiologi yang bersifat profane. Agama memang unik, hingga sulit didefinsikan secara tepat dan memuaskan. f. Kepribadian dan Sikap Keagamaan secara umum Sesuai bahasaan sebelumnya maka kepribadian bisa dikatakan sikap, metal, jiwa, watak, suatu tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam menentukan hal yang diyakini. Berkaitan dengan hal tersebut maka pembahasan ini lebih berkaitan dengan kepribadian yang terkait dengan sikap keagamaan. Untuk itu kita perlu mengetahui tentang : 1) Pengertian dan teori kepribadian secara umum Istilah – istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah: a) Mentality, yaitu situasi mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental atau intelektual. Pengertian secara definitive yang dikemukakan dalam oxford Dictinonary; Mentality = Intelektual power = Intergreted activity of the organism. b) Personality, menurut Wibtres Dictionary, adalah The totality of personality‟s characteristic., An intergrated grop of constitutions of trends behavior tendencies act, Individuality, adalah sifat khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lainnya,Identity, yaitu sifat kesendirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar (Unity and persistence of personality )45 45 . Jalaluddin . Psikologi Agama memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip – prinsip psikologi Edisi Revisi 2012 ( PT. Raja Grasindo Persada Jakarta ) h. 212 - 217 76 Berdasarkan buku Psikologi Agama Jalaludin Edisi revisi 2012 mengemukakan beberapa devinisi sesuai dengan pengertian dari kata – kata diatas sebagai berikut : Allport Dengan mengecualikan beberapa sifat kepribadian dapat dibatasi dengan cara berreaksi yang khas dari seseorang individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian diri yang dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya. Mark A. May Apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau memungkinkan sesorang mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Dengan kata lain, kepribadian adalah nilai perangsang sosial seorang. Woodworth Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang Morrison Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu sebagaimana dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkan kepada orang lain. L.P. Thorp Sinonim dengan pikiran tentang berfungsinya seluruh individu secara organism yang meliputi seluruh aspek yang secara verbal terpisah-pisah sseperti : intelek, watak, motif, emosi, minat, kesediaan untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan kesan individu yang ditimbulkannya pada orang lain pada orang lain serta ektifitas sosial pada umumnya. 77 C. H Judd Hasilnya lengkap serta merupakan suatu keseluruhan dan proses perkembangan yang telah dilalui individu. Wetherington Dari seluruh definisi yang telah dikemukakan diatas wetherington menyimpulkan, bahwa kepribadian mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : Manusia karena keturunannya mula sekali hanya merupakan individu barulah merupakan suatu pribadi karena pengaruh belajar dan lingkungan sosialnya. Kepribadian adalah istilah utuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu. Kepribadian tidak menyatakan sesutau yang brsifat setatis, seperti bentuk badan atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang. Kata pengertian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang. Kepribadian tidak berkembang secara pasif saja, setiap orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial.46 Selanjutnya dari sudut filsafat dikemukakan pendapat: William Stren Menurut W. Stren kepribadian adalah suatu keatuan banyak (Unita multi complex) yang diarahkan kepada tujuantujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri. Dan menurutnya ciri46 .Witheringtion, H.C, Psikologi pendidikan ( Educational Psychologi), terj. M. Buchori . Bandung :Jemmars, 1982 78 ciri kepribadian manusia ditinjau dari berbagai aspek antara lain: Kesatuan banyak : mengandung unsur-unsur yang banya dan tersusun secara hirerarki Dari unsur yang berfungsi tinggi ke unsur yang rendah. Bertujuan: mempunyai tujuan yang terdiri dari mempertahankan diri dan mengembangkan diri. Individualitas : merdeka untuk menentukan dirinya sendiri dan kesadaran tidak termasuk ke dalamnya Berdasarkan pendapat ini W.Stren menganggap bahwa tuhan juga termauk suatu pribadi, karena tuhan menurutnya mempunyai tujuan dalam diri-nya dan tak ada tujuan lain diatasnya.47 Prof. Kohnstam Ia menentang pendapat W.Stren yang meniadakan kesadaran dalam pribadi terutama pada tuhan .Menurut Kohntam, tuhan merupakan Pribadi yang menguasai alam semesta. Dengan kata lain , kepribadian sama artinya dengan teistis (keyakinan) orang yang berkepribadian berkeyakinan menurutnya ketuhanan. Dari adalah pendapatnya orang yang disimpulkan beberapa aspek yang terintregrasi berupa ; Keyakinan hidup yang dimiliki seseorang adalah filsafat, keyakinan, cita-cita, sikap, dan cara hidupnya, Keyakinan mengenal diri adalah perawakan jasmani, sifat pisikis, intelgensi, emosi, kemauan, pandangan terhadap orang lain, kemampuan bergaul, kemampuan memilih dan kemampuan bersatu, Keyakinan 47 . Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 203 -204 79 mengenal kemampuan diri : setatus diri dalam keluarga dan masyarakat, setatus sosial berdasarkan keturunan dan histori.48 C. Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan 1. Struktur Kepribadian Sigmud Frend Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem itu dinamainaya Id, ego, dan super ego. Dalam diri orang yang memmiliki jiwa yang sehat ketiga system itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerakgeriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.49 Sebaliknya, kalau ketiga system itu bekeja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efesiensinya menjadi berkurang. a. Id (Das Es) Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan (Pleasure Principle), yang tujannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar, makan, minum, sex, dan sebgainya. b. Ego ( das Es ) Ego merupakan system yang berfungsi menyalurkan dorongan id keadaan yang nyata. Frued menamakan misi yang diemban oleh ego sebagai orinsip kenyataan (Objekctive/reality principle). 48 . Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 204 49 Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 212-213 80 Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari id hanya dapat direalisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan ego. Ego juga mengandung prinsip kesadaran. c. Super Ego ( Das Uber Icb) Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujan super ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan seseuai dengan pertimbangan keadilan dan moral. Ia merupakan kode modal seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas tindakan yang dilakukan oleh ego. Jika tindakan itu sesuai dengan pertimbangan moral dan keadilan, maka ego mendapat ganjaran berupa rasa puas atau senang. Sebaliknya jika bertentangan, maka ego menerima hukuman berupa rasa gelisa dan cemas. Super ego mempunyai dua anak system, yaitu ego ideal dan hati nurani.50 d. Disposisi Kepribadian H.J. Eysenck Menurut Eysenck, kepribadian terusan atas tindakan – tinadakan dan disposisi yang terintergrasi dalam susunan hirakris berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari paling bawah ke paling tinggi adalah ; Specific response, yaitu tindakan atau respons yang terjadi padasuatu keadaan atau kejadian tertentu , jadi khusus sekali,Habitual mempunyai corak yang lebih umum dari Response pada sepesific respone yaitu respons-respons yang berulang- ulang terjadi saat individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama. Trait, yaitu terjadi saat habitual respons yang saling berhubungan 50 satu sama . Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 213-214 81 lain, dan cenderung ada pada individu tertentu, Type, yaitu organisasi di dalam imdividu yang lebih umum .51 f. Sistem dan Aspek Kepribadian Sukamto M.M Menurut pendapat Sukamto M.M kepribadian terdiri dari empat sistem atau aspek, yaitu ; 1) Qalb (angan-angan kehati) 2) Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati) 3) Ego (aku pelaksana dari kepribadian ) 4) Tingkah laku (Wujud gerakan )52 Meskipun keempat aspekitu maing-masing mempunyai fugsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri,namun ke empatnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan. a. Qalb Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis) artinya sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata Qalaha, artinya membolak-balikan. Qalb bisa diartikan hati sebagai daging (biologis) dan juga bisa berarti „kehatian (nafsiologis). Ada sebuah hadis Nabi riwayat Bukhari/Muslim berbunyi sebagai berikut: “Ketahuilah bahwa didalam tubuh ada sekepal daging, kalau itu baik baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh. Itulah Qalb” \ Secara nafsiologis, Qalb di sini dapat diartikan sebagai radar kehidupan. Qalb adalah reservoir energy nafsiah yang menggerakan ego 51 dalam fuad. Dilihat dari beberapa segi, ada . Ancok, . Mead, Margareth, Taruna Samoa: Remaja dan Kehidupan Seks dalam kebudayaan Primitif. Jakarta : Bhratara 1988. 52 82 kecenderungan bahwa teori Freud tentang Id meirip dengan karakter hati yang tidak berisi iman, yaitu qalb yang selalu menuntut kepuasan dan menganut perinsip kesenangan (Pleasure Principle), ia menghendaki agar segala sesuatu segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau satu segi sudah terpenuhi, ia menuntut lagi yang lain dan begitu seterusnya. Ia menjadi anak manja dari kepribadian.53 b. Fuad Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut Hati Nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpan daya ingatan. Ia sangat sensitive terhadap gerak atau dorongan hati dan merasakan akibatnya. Kalau hati Kufur, fuad pun kufur dan menderita. Kalau hati bergejolak karena terancam oleh bahaya, atau hati tersentuh oleh siksaan batin, fuad terasa seperti terbakar . kalau hati tenang, fuad pun tentram dan senang, satu segi kelebihan fuad dibanding dengan hati ialah, bahwa fuad itu dalam situasi yang bagaimana pun, tidak bisa dusta. Ia tidak bisa menghianati kesaksian terhadap apa yang dipantulkan oleh hati dan apa yang diperbuat oleh ego. Ia berbicara apa adanya, berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan dalam Alquran sebagai berikut : 1) Fuad bisa bergoncang gelisa (Qs Al-Qashash :10) Dan fuad ibu Musa menjadi bingung (kosong), hampir saja ia menumbuhkan rahasia (Musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia menjadi orang yang beriman. 53 . Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 215-216 83 2) Dengan diwahyukannya Alquran kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh (Qs. Al-Furqon : 32 ) “ Dan orang-orang kafir bertanya “ mengapa Alquran tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus “ ? Demikianlah, karena dengan (cara) itu, aku hendak mengubahkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya). 3) Fuad tidak bisa berdusta (QS Al-Najm :11) Fuad tidak berdusta dengan apa yang dilihatnya 4) Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (Qs Ibrahim :43) Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak berkedi, tetapi fuadnya kosong (bingung) 5) Orang Musrik, fuad dan pandangan merka (kaum musyrikin) sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman, dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaannya mengembara tanpa arah tertentu. c. Ego Aspek ini timbul karna kebutuhan organism untuk berhubngan secara baik dengan dunia kenyataan(realitas). Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan pertentangan-pertentangan antar qalb, dan fuad dengan dunia luar. Ego adalah derivate dari qalb dan bukan untuk merintanginya, kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang subjektif dan yang objektif (dunia realitas). Di dalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle) tujuan prinsip kenyataan ini ialah, mencari objek yang tepat (serasi) untuk menundukkan ketegangan yang timbul dalam organism. 84 Ia merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya (biasanya dengan tindakan) untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak. Berangkat d. Tingkah Laku Nafsiologis kepribadian dari kerangka acuan dan asumsiasumsi subjektif tentang tingkah–laku manusia, karena menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.54 Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafisiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan sejenis itu. e. Faktor-faktor pembentukan Jiwa/karakter beragama Jiwa keagamaan atau pembentukan karakter beragama dapat dibentuk dengan memperhatian apa saja yang menjadi faktor terbentuknya jiwa tersebut antara lain : 1). Penddikan keluarga 54 Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 214 85 Pendidikan adalah salah satu alat untuk menjadikan manusia memililki pengetahuan berdasarkan ilmu-limu dan falsafah-falsafah kehidupan, adapun factor pendidikan yang sangat dominan dalam pembentukan karakter bagaimana memfungsikan keluarga sebagai percontohan dalam peroes pembentukan pembelajar dan kebiasaan yang dapat membentuk jiwa dalam kehidupannya. Gilbert Highest menyatakan pemebntukan karakter akan terbentuk dari pendidikan yang dimulai dari sejak bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal yaitu keluarga. dimana sejak dari bangun tidur sampai tidur kembali anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga. (Gilbert Highest, 1961 : 78)55 Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H Clark. Adalah terjalin dari unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diindentifikasi secara jelas, karena maalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian,melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlihat didalamnya.56 Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan inilah agama berkembang (W.H. Clarak, 1964:4). Disini terlihat peranan pendidikan keluarga keagamaan pada anak dalam menanamkan jiwa maka, tak heran jika Rasulullah menekankan tanggung jawab pendidikan agama pada anak kepada kedua orang tua. 55 Gilbert & I. Rieda Lumoidong, Pelacuran dibalik seragam sekolah : Tinjauan Etis Teologis Terhadap Praktik hubungan sek Pranikah, Yogyakarta : Yayasan Andi 1996 h. 78 56 Witheringtion, H.C, Psikologi pendidikan ( Educational Psychologi), terj. M. Buchori . Bandung :Jemmars, 1982 . h: 4 86 Menurut Rasul Saw, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.57 2) .Pendidikan Kelembagaan Lembaga adalah wadah pengembangan suatu pengetahuan dan pendidikan yang berkonsep dan mendidik setelah pendidikan dilingkungan pendidikan keluarga. Pendidikan bagaimanapun akan Agama memberi di lembaga pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak-anak. Namun demikian besar kecilnya pengaruh tergantung pada berbagai factor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pada hakekatnya pendidikan agama adalah pendidikan nilai, yang membentuk kebiasaan yang selaras dengan tutunan agama. M.Buchori, (1982: 115) mengatakan bahwa Kebiasaan adalah cara bertindak atau berbuat seragam. Dan pembentukan kebiasaan ini menurut Wetheringtion melalui dua cara. Cara pertama, dengan cara pengulangan dan kedua dengan disengaja dan direncanakan, (M.Buchori, 1982:116). 58 Dalam pandangan ini, cara pertama adalah cara yang dilakukan dengan pendidikn Agama dilingkungan keluarga dan cara kedua melalui pendidikan kelembagaan ini yang dinilai lebih efektif hasilnya. Sehingga pendidikan kelembagaan merupakan kelanjutan dari pendidikkan keluarga. 57 . Nabi,Malik Bin. Membangun Dunia Baru Islam, Terj. Afif Muhammad dan Abdul Adhiem, Bandung : Mizan, 1994 58 . M. Buchori, Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung : Jemmars, 1982 .h. 115 87 Pendidikan Kelembagaan sering disebut dengan sekolah dimana terdapat proses belajar dan mengajar. Sebagai pengajar (guru) sangatlah dituntut untuk dapat mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya, Pemahaman dalam pendidikan akan mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hapalan semata. Sedangkan penerimaan materi pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. 59 Untuk tercapainya antara materi dan kebutuhan anak didik maka diperlukan keahlian seorang pengajar dalam bidang pendidikan agama dan sikap pendidik yang sesuai dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Karena kedua tersebut yang akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik. 60 3). Pendidikan di Masyarakat Masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga, para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah kleluarga, kelembagaan dan lingkungan masyarakat. Keserasian dari ketiga ini akan member dampak positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka. Ke-idealan sosok yang memiliki kepribadian dalam pertumbuhan maka diperlukan aspek mencangkup, fisik, pisikis, moral, dan spiritual. Wetherington berpendapat untuk mencapai keserasian maka diperlukan pengasuhan pertumbuhan itu, adapaun aspek pengasuhan ada 5 aspek yaitu: 1) fakta-fakta 59 . M. Buchori, Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung : Jemmars, 1982 .h. 116 60 . Mc. Guire, Meredith B. Religion: The Social Context, California: Wadworth, Inc.1981 88 asuhan, 2) alat-alatnya, 3) Regularitas, Unsur Waktu. 4) Perlindungan, 5) 61 Asuhan pada pertumbuhan anak, harus dilakukan dengan cara teratur dan terus-menerus, oleh karena itu lingkungan masyarakat akan memberi dampak dalam pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan pisik akan berhenti ketika anak tumbuh dewasa, sedangkan pertumbuhan pisikis akan berlanjut seumur hidup. Dari sini terlihat bahwa pola asuh pendidikan lembaga, memiliki keterbatasan waktu tertentu, sebaliknya asuhan oleh masyarakat, akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintregrasi dalam pertrumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja. Karena nilai-nilai kesopanan menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada orang lain. Menurut Emerson. Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek-aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai–nilai tersebut. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan tersebut. 4. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku Pembentukan karakter beragama dalap dilihat dari sebuah hasil pembentukan sikap. Mengawali pembahasan sikap keagamaan, maka terlebih dahulu akan dikemukaaan pengertian mengenai sikap itu sendiri. 61 . M. Buchori, Jemmars, 1982 . Dalam pengertian umum sikap 89 dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu. Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman.Sesorang dan bukan sebagai pengaruh bawaan (faktor interen) seseorang, serta tergantung kepaa onjek tertentu. Objek sikap oleh Edwards disebut sebagai psychological objekct . Prof .Dr.Mar‟at , melengkapi pandangan Allport mengenai sikap yang terhimpun sebanyak 13 pengertian sikap. Dari 13 pengertian ini dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap. Rumusan umum tersebut adalah bahwa : a. Sikap merupaka hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lilngkungan (Attitudes are learned). b. Sikap selalu dihubungkan dengan Objek eperti manusia, waasan, peristiwa ataupun ide (Attitutdes behe referent). c.. Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan (Attitut are social learnings). d.. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara respond)cara tertentu terhadap objek ( Attitudes have readiness to) e. Bagian yag dominan dari sikap adalah perasaan dan efektif, seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negative atau ragu( attitudes are affective) F. Sikap memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu y akni kuat atau lemah (attitudes arevery internsive) g. Sikap bergabung kepada situasi kepada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai, sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok ( Attitudes havea time dimension) 90 h. Sikap dapat bersifat relative consitstent dalam sejarah hidup individu (Attitudes haveduration factor) i. Sikap merupakan bagian dari konteks presepsi ataupun kognisi individu (Attitudes are complex) j. Sikap meupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mmpunyai konsekkuensi tertentu bagi seorang atu yang berangkutan ( attitudes are evalutions ) k..Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungnkin menjadi indikatoryang sempurna atau bahkan tidak memadai (attitudes are inferred) Dari ke 11 sikap tersebut berupa rumusan yang mennjukan bahwa sikap merupakan predoposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencangkup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian, sikap merupakan interaksio dan komponen-komponen tersebut secara kompleks . Merujuk kepada rumusan diatas, bahwa hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang, maka tiga komponen diatas merupakan bagian yang menentukan sikap seeorang terhadap objek, baik yang terbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Demikian, sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil proses berfikir, merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap sesuatu objek. Hal ini merupakan mata rantai antara sikap dan tingkah laku yang terjalin dengan hubungan factor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah 91 sikap negative atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata (Overt behavior) pada diri seseorang atau kelompok. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central attitudes yang akhirnya akan membentuk preodiposisi. Proses ini terjadi dalam diri sesorang terutama semenjak usia dini. Prediposisi menurut Mar‟at merupakan sesuatu yang dimiliki seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya sendiri. Dalam hal ini hubungan pembentukan sikap/karakter keagamaan dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan. Berangkat dari telaah dan pandangantersebut akan membawa pada kesimpulan bahwa jiwa keagamaan sebenarnya merupakan bagian dari komponen interen psikis manusia. Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada hakekkatnya tak lebih dari usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun, yang menjadi permasalahn krusial adalah bagaimana usaha yang dilakukan agar bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakekat potensi yang luhur tersebut. D. Implementasi Musyahada, Riyadha, Tazkiyyatual-Nafs dalam Pembentukan Karakter beragama Keterkaitan Agama dalam pembentukan karakter merupakan Implementasi dari Musyahada, Riyadah dan Tazkiyatun al-Nafs. Bagaimana hubungan dalam pembentukkan karakter agamanya harus diiringi dari sikap dan prilaku atau tingkah laku yang mendukung terbentuknya karakter beragama dalam diri seseorang. dimana diperlukan sebuah pengetahuan tentang prilaku dan jiwa yang membentuk karakter beragama sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya. Disini akan dibahas pembentukan karakter agama yang dibatasi dengan pandangan agama Islam. oleh sebab itu sesuai dengan pandangan 92 al-Ghozali dalam bukunya Arba‟in Al-Ghazali, yaitu 40 dasar Agama menurut Hujjah Al- Islam, mengatakan bahwa Karakter /jiwa yang terbentuk dimulai dengan rasa sebagai keyakinan. Dimana „Rasa adalah musyahadah, yaitu keyakinan hadir dikarenakan adanya sesuatu yang meragukan apa yang kita lihat, maka kita menggunakan rasa untuk menentukannya.62 Jika kita pahami bahwa setiap yang tidak terlihat dan diragukanakan kebenarannya atas permasalahan yang ditata maka rasalah yang menjadikan pijakan untuk sebuah kebenaran. Ternyata hal tersebut merupakan bagian dari sebuah keyakinan yang terbentuk sehingga manusia dapat mengatakan ini benar sesuai rasa dan manfaat yang dirasakan. Pendapat al-Ghazali tersebut sudah dapat dikatakan secara kepekaan rasa telah menjadikan sikap manusia dalam berpendapat untuk mencari kebenaran. Hal tersebut tidak secara langsung telah membentuk sikap dan karakter dalam pembentukan jiwa keyakinan yang terlahir dari kepekaan terhadap rasa yang dirasakan. Untuk membentuk karakter beragama, maka diperlukan beberapa pijakan yang menjadikan manusia memiliki rasa (musyahadah) dalam beragama. Cara pandangan Piskologi Agama maka Musyahada merupakan bagian dari hadirnya agama, karena agama terbentuk dari berbagai macam rasa sehingga keyakinan dan keimanan menjadi kuat. Menurut Tokoh Psikologi Agama berpandangan “ Hal-hal yang bersifat keagamaan atau berbagai masalah keagamaan menjadi penyebab ragam prilaku manusia”, hal ini terungkap dengan proses suatu rasa yang menjadi pengalaman. 63 disini musyahada berperan dalam pembentukannya suatu agama. Pandangan Filsafat pendidikan di abad ke 19 dan ke 20 tokohtokoh Pragmatisme, Thomas Paine dan Thomas Jefferson 62 mengatakan . Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka Sufi, 2003) h. 45 63 . Gazi, dan Faojah . Psikologi Agama memahami pengaruh Agama terhadap prilaku Manusia . (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakatra 2010) 93 bahwa Agama bukanlah hal yang dogmatis, agama adalah demokrasi yang meiliki nilai nilai kehidupan. Jadi agama merupakan rasa kebebasan yang dimiliki setiap manusia dalam mengatur pola kehidupannya. Carles S. Peirce , dalam pendapatnya tentang berfikir dan pikiran itu hanya berguna dan berarti bagi manusia apa bila pikiran itu “bekerja”, yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berfikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. 64 Perasaan dan gerak jasmani (perbuatan)adalah manifestasimanifestasi yang khas dari pada aktivitas manusia dan kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek (berfikir). Jika dipisahkan, perasaan dn perbuatan menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia. Pendapat Carles.S.P ini menekankan bahwa perasan tidak dapat dipisahkan dengan gerak jasmani (perbuatan), untuk menghasilkan sebuah prinsip dan keyakinan dalam mencapai tujuan hasil yang diinginkan. 65\ Dari pandangan dua pengetahuan diatas maka musyahada menjadikan sebuah pengetahuan , pengalaman ilmu dan perbuatan manusia yang membentuk sikap dan prilaku manusia dalam menentukan hidup dan keyakinannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka musyahada dapat lebih kuat dalam pembentukan karakter manusia dalam beragama maka perlu diimbangi dengan dasar perjalanan yang sesuai dengan kehandak illahi, karena semua yang ada sebagai penentunya adalah Illahi Rabbi. Proses pembentukan karakter merupakan perjalan yang berakhir dengan penentuan yang baik dan buruk dalam hasilnya, unruk itu Riyadha adalah proses perjalanan manusia dalam mendapatkan sebuah kebaikan sesuai dengan peraturan penciptanya (Allah Azza Wa jalla) dengan cara membersihkan diri dan berbagai latihan jiwa (riyadha) yang di tempuh melalui berbagai fase (maqam), antara lain : tobat, tawwakal, syukur, sabar, 64 Joe Park, Solected Readings in the Philosophy of Education, New York, Mac Millan publishing Co, inc. 1974. 65 Op. Cit. Joe Park, Inc.1974 94 rela, ikhlas, dalam al-Quran menjelaskan tenang pelatihan jiwa, antara lain : 69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( S.al-ankabut ayat :69 ) 186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(S. Al-baqoroh ayat :186 ) “ dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, ( S. Al-Qof ayat:16 ) 3. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. Pelatihan jiwa (riyadhah) adalah merupakan bentuk dari pembersihan diri terhadap nafsu yang cenderung kepada perbuatan tercela, untuk itu diperlukan zakkaha (mensucikan jiwa). Tazkiyyah adalah pemebrsihan jiwa. Rasul bersabda “ Kebersihan adalah sebagian dari imam,” Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa kesempurnaan iman terletak pada kebersihan hati dari perbuatan–perbuatan yang tidak disukai oleh Allah Azza Wa Jalla dan menghiasinya dengan perbuatan–perbuatan yang disukai-Nya, karena tazkiyyah adalah bagian dari iman. Untuk melaksanakan tazkiyyah maka diperlukan pemahaman tentang Maqam dan Hal yang merupakan dasar tazkiyyah al-Nafs. Adapun bagian dari Maqam adalah sebagai berikut : Taubat, Zuhud, Faqr, Sabar, Tawakkul, Ridha,Mahabbah, Ma‟rifat, sedangkan Hal adalah :Khauf, Raja, 95 Syauq, Uns, Yakin, agar kita dapat melaksanakan tazkiyyah Al-Nafs maka perlu penjabaran tentang Maqam dan Hal tersebut. Pengertian Maqam Maqam (maqamat) ialah tingkatan seorang hamba Allah di hadapan Allah, dalam hal Ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya. Maqam merupakan hasil dari kesungguhan dan perjuangan terus-menerus yang dilakukan oleh calon sufi untuk sampai pada tingkatan tertinggi, mahabatullah dan marifatullah.66 Menurut harun Nasution “Maqamat adalah jalan ruhani yang harus dilewati oleh calon sufi, dan jalan tersebut dibagi beberapa tingkatan (Station), tempat seorang sufi menunggu sambil bekerja membersihkan dirinya agar dapat ke setation berikutnya. 67 keras Jalaludin Rahmat,maqamat lebih merupakan derajat ruhani yang harus dilewati oleh seorang salik ketika menuju pada Allah. Pengertian maqam menurut ahli Tasawuf Abu Nashher Abdullah bin Ali Al-Sarraj al-Thusi, maqam berarti : maqam seorang hamba dihadapan Allah padasaat ia berdiri menghadap keadanya, ia melakukan ibadat dengan Mujahadah (memerangi hawa nafsu), Riyadha (melatih diri dalam hidup kerohanian), dan melepaskan kegiatan duniawi untuk semata-mata berbakti kepada Allah azza Wa Jalla.68 hal ini sesuai dengan Firman Allah surat Ibrahim ayat 14. 14. dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. Imam Al- Qusyairi berpendapat, maqam adalah apa yang terjadi pada hamba Allah dan ketingginan adab sopan santunnya yang dapat membawainnya kepada jenis usaha dan jenis tuntunan dari berbagai jenis 66 . Asep Usmar Ismail, Wiwi St.Sajarah, Sururin . Tasawuf. (Pusat Studi Wanita (Psw),UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, IAIN Indonesia Social Equity (IISEP), hl.128 67 . Asep Umar Ismail, Wiwi St. Sajarah, Sururin . Tasawuf hl. 112 68 Moh. Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta tn 2005) h. 17-18 96 kewajiban. 69 dimana maqam akan dapat diraih dengan usaha kerja keras, ketekunan , ketabahan yang dilakukan segenap jiwa raga dan dengan usaha terus menerus . Dalam tigkatannya maqamat memilliki jumlah yang berbeda sesuai dengan pengalaman Religius seseorang yang menjalaninya. AlGhazali berpendapat maqamat menurutnya memiliki tingkatan sebilam tingkatan yaitu : taubat, sabar, faqr, zuhd, taqwa, tawakkal, mahabbah, ma‟rifat dan ridha. Al-kalabadzi juga menyebut Sembilan maqam yaitu : Taubat, zuhud, sabar, faqr, tawaduh, taakal, ridha, mahabah dan ma‟rifat, . Namun ada yang berbeda pandangan dalam hal maqam yaitu Abu Nasr al-sarrj mengatakan bahwa tingkatn maqam ada tujuh, yaitu: taubat, asketis (zuhud), mensucikan diri ( wara0 hidup sederehana (faqr), sabar, rela (ridha), dan tawakal. Sedangkan menurut Abu Sa‟d bin Abi al – Khair terdapat empat puluh tingkatan maqam, bahkan menurut khawajah Abdullah al-Anshary terdapat seratus tingkatan. Dengan adanya perbedaan maqam ini maka para ulama berpendapat bahwa untuk seorang yang menginginkan pelatihan pembersihan jiwa ini maka harus mengetahui dan menjalankan syariat sebagaimana yang diajarkan dalam al-Quran dan al-Hadis Nabi Muhammad SAW, Dimana amalan utama adalah Shalat, dan tambahannya adalah sholat malam dan selalu bermunajat, dzikir, wirid, dan doa tertentu, agar lebih berkonsentrasi mereka mengurangimakan dan minum. Siang hari melakukan puasa, dan bila berbuka hanya dengan sedikit makan dan minum, sekedar untuk melanjutkan hidup. Pengertian Hal Yang dimaksud dengan hal (jama‟nya ahwal) ialah beningnya kehampiran jiwa terhadap Allah dari kalbu diri sufi. Menurut al-Qusyairy “keadaan (hal) adalah makna yang dating pada kalbu para sufi tanpa 69 . Moh. Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta tn 2005) h. 18 97 sengaja, yang diperoleh tanpa melalui daya dan upaya mereka, baik dengan menari dan bersedih hati. Sebagaimana maqam para ulama tasawuf juga berbeda pendapat mengenai macam-macam hal. Sebagian berikkut: keterpusatan diri (muraqabah), kedekatan (Qarb), cinta, takut, harap, rindu, dekat (Uns), tentram, penyaksian (Musyahadah), yakin dan sebagainya. Dari uraian diatas ternyata antara maqam dan hal merupakan usaha yang cara mendapatinya berbeda, dimana perbedaan maqam dan hal adalah; maqam didapat dengan ditandai dengan kemapanan, sementara hal justru mudah hilang . maqam dapat dicapai oleh seorang penempuh/calon sufi dengan kehendak dan upayanya, sedangkan hal dapat diperoleh dengan tidak sengaja. Sehingga hal datang dengan sendirinya, sedangkan maqam diperoleh dengan berusaha. Orang yang meraih maqam dapat tetap dalam tingkatanya, sedangkan orang yang meraih hal justru mudah lepas keadaannya. Dari dua permasalahan ini akan menjadikan fungsi tazkyatun al-nafs dapat dilakukan dengan memulai musyahada dan riyadha . E. Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyatun al-Nafs Pola pikir manusia, diiringi dengan watak dan sikap seseorang dalam menentukan sebuah keinginan dan bentuk yang sesuai dengan ukuran dan kapasitas manusia dalam menerima pembelajaran dan pengalaman, yang di dapat dipendidikan keluarga, lembaga dan masyarakat. Untuk menghasilkan prilaku dan karakter yang sesuai dengan dasar norma agama maka diperlukan sebuah wawasan tentanng akhlakul karimah, budi pekerti, tingkah laku, karakter dan watak yang terintergrasi kedalam bentuk mujahada, riyadha dalam tazkiyyatu al- Nafs. Kemerosotan moral dan prilaku yang menyimpang dalam ajaran agama ini merupakan kegagalan dari sebuah pendidikan agama baik di rumah, lembaga dan masyarakat, yang menjadikan pembentukan karakter 98 beragama sebagai pondasi, dasar dalam keyakinan beragama tidak maksimal tercapai. Untuk mencapai apa yang diharapkan dalam berkeyakinan dalam karakter beragama maka diperlukan perbaikan dan pengembangan kepada sesuatu yang sudah baik menjadi lebih baik dan yang buruk berubah menjadi baik. Adapun yang menjadikan perubahan tersebut adalah dengan meninggalkan sesuatu yang tercela dan memper dalam sesuatu yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan pengetahuan apa saja yang harus di tinggalkan dan apa saja yang harus dilaksanakan sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka kita akan bahas tentang akhlak tercela dan akhlak yang terpuji sesuai dengan ajaran Islam sebagai dasar keyakinan beragama Islam, yang di awali dengan pengetahuan tentang akhlak sebagai penyempurna Ibadah oleh sebab itu perlu diketahui tentang akhlak sebagai berikut : 1) Pengartian akhlak Secara kebahasaan akhlak berdasarkan kosa kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab akhlaq yang meupakan bentukjamak dari perkataan khilqun atau khuluqun yang berarti perangai, kelakuan, watak, kebiasaan, krzaliman, dan peradaban yang baik . Jadi secara kebahasaan mengacu kepada sifat-sifat manusia secara universial, laki-laki maupun perempuan, yang baik maupun yang buruk.70 Dengan demikian perkataan akhlaq mengacu kepada sifat manusia yang baik dan ada sifat manusia yang buruk. Pengertian akhlak secara kebahasaan mengacu kepada sifat manusia secara umum tanpa mengenal perbedaan diantara laki-laki dan perempuan. Secara Istilah pengertian akhlaq sangat beragam sehingga banyak pandangan-pandangan pengertian akhkaq yang ditemui seperti: 70 . Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 24-25 99 a. Ibn Miskawaih (w.421 H/1030 M) menyatakan “akhlak adalah sifat yang tertanam pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. b. Al- Ghazali ( W.550 H/ 1111 M ) menyatakan : “ akhlak adal;ah gambaran tentang keadaan jiwa yang tertanam secara mendalam. Keadaan jiwa itu melahirkan tindakan dengan mudah dan gampang tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. c. Ibrahim Anis menyatakan bahwa:”Akhlak adalah sifat yang tertanam pada jiwa seseorang secara mendalam yang daripadanya munculperbuatan baik maupun buruk dengan tidak membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. d. Penyusun Enskolopedia Pengetahuan, Daerat al-Ma‟arif, menyatakan bahwa: “akhlak adalah sifat-sifat manusia yang beradab‟. 71 2) Ciri- ciri Perbuatan Akhlak Dari pengertian akhlak diatas dapat ditarik suatu gambaran bahwa perbuatan memiliki lima ciri pokok sebgai berikut: a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam secara terus menerus di dalam jiwa seseorang sehingga kuat dan mengakar . b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan mudah dan gampang tanpa membuntuhkan pemikiran dan pertimbangan. c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar. Dimana perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilaklukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan. 71 . Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 2-4 100 d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,bukan main-main atau karena bersandiwara. Dimana perbuatan akhlak adalah perbuatan nyata dalam kehidupan sosial. e. Perbuatan akhlak, khususnya akhlak yang terpuji adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar keimanan dan ibadah atau pengabdian kepada Allah dengan penuh keikhlasan semata-mata mengharapkan keridhaan atau kerelaan-Nya di dunia maupun di akherat. Kesimpulan tentang hal tersebut adalah bahwa akhlak adalah bersumber pada jiwa. Jika jiwa itu bersih, jernih, dan bening, maka akhlak orang itu akan baik dan mulia. Sebaliknya, jika jiwa seseorang itu kotor dan penuh noda, maka dari jiwa yang demikian tidak akan pernah memancarkan akhlak yang baik dan mulia,karena akhlak seseorang ditentukan oleh keadaan jiwanya. Walau demikian akhlak sering mengacu kepada makna positif yang menggambarkan sifat-sifat manusia beradab, sehingga orang yang tidak berakhlak memiliki akhlak yang buruk .72 Perbuatan seseorng dinyatakan sebagai gambaran dari akhlaknya, apabila perbuatan itu tertanam di dalam dirinya dengan kuat dan mengakar, dilakukan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan, muncul dari dalam diri,dilakukan dengan kesadaran, dan dengan keikhlasan atas dasar keimanan kepada Allah. 3) Ruang Lingkup Akhlak Apabila dilihat dari kepribadian manusia maka ruang lingkup akhlak meliputi beberapa Aspek: 72 a. Akhlak bagi pemikiran b. Akhlak bagi kayakinan c. Akhlak bagi hati .Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 26 101 d. Akhlak bagi jiwa akhlak yang berkaitan dengan semua wilayah hubungan manusia meliputi: a. Akhlak terhadap Allah b. Akhlak terhadap manusia c. Akhlak terhadap Rasulullah d. Akhlak terhadap Orang Tua e. Akhlak terhadap tetangga /Karib kerabat /keluarga f. Akhlak terhadap tetangga saling bekerjasama membantu di kesenangan dan kesusaha. g. Akhlak terhadap masyarakat yaitu memuliakan tamu.73 Selain akhlak tersebut diatas, lingkungan alam perlu diperhatikan, karena alam bagian dari kehidupan yang harus diperhatikan pula agar lingkunagn terpelihara, tidak rusak dan tetap lestari, sehingga alam kan terpelihara, tidak rusak dan lestari, sehingga alam akan terus menerus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri sepanjang manusia itu ada. Oleh sebab itu dalam mengkonsumsi apa yang ada dialam gunakan seperlunya sesuai dengan keperluaan, tidak berlebihan dan memanfaatkan agar tidak mubazir. Cara berakhlak dengan alam sebagai berikut : 1) Sadar dan memeliharakan lestarian lingkungan hidup 2) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan hayati, flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah swt untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya. 3) Sayang pada semua makhluk 4. Macam- macam Akhlak 73 . Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 30 102 Telah kita ketahui bahwa akhlak merupakan sikap dan perilaku yang menjadikan karakter itu terbentuk dalam jiwa. Maka kita harus mengenal macam-macam akhlak yaitu : a. Akhlak Tercela (Madzmumah) Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf dan falsafah kehidupan memandang bahwa akhlak tercela ini dapat ditimbulkan dari dua factor yakni, maksiat lahir dan maksiat batin. Dimana maksiat lahir terbentuk dari segala sifat yang tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti tangan, mulut, mata, telinga, dan sebagainya. Sedangkan Maksiat batin ialah segala sifat yang tercela yang diperbuat oleh anggota batin yakni hati. Kedua hal tersebut menjadikan manusia celaka, oleh sebab itu Al- Ghazali menamakan muhlikat, yaitu sifat-sifat yang merusak binasakan manusia. Dan oleh karena maksiat itu berasal dari hati manusia atau digerakan oleh tabiat hati yang rusak/sakit, maka dinamakan dengan amrad al -qalb .74 Dalam buku Arba‟in Al-Ghazali yaitu 40 dasar Agama menurut Hujah Al-Islam. mengatakan bahwa ada 10 akhlak tercela yang harus dihindarkan dari jiwa umat muslim diantaranya : a. Rakus terhadap makanan b. Bahaya bicara c. Menggunjing d. Perdebatan e. Menggunjing f. Perdebatan g. Gurauan berlebihan h. Pujian i. Marah j. Dengki (Hasud) 74 . Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 30-31 103 k. Kikir dan gila harta l. Ambisi dan Gila kehormatan m. Cinta Dunia n. Sombong o. Ujub p. Riya Kesepuluh akhlak tercela ini dapat dihindari dengan melakukan mujahada dan riyadah. Dimana Mujahada adalah memaksa sifat-sifat yang berlebihan (melampaui batas) sedangkan Riyadah adalah melaksanakan sesutau dengan penuh kesadaran dan keikhlasan karena Allah dan perintahnya. 75 Jika didunia ini ada yang di katakan tercela maka ada pula yang di katakan terpuji, untuk itu apa saja yang di katakana akhlak terpuji, akhlak terpuji atau yang disebut dengan akhlak Mahmudah. b. Akhlak Terpuji (Mahmudah) Yang dikatakan akhlak mahmudah adalah segala Tingkah lalku yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan Fadhilah (kelebihan). Imam Al-Ghazali mengguna kan istilah munjiyat yang berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan. Akhlak mahmuda dihasilkan oleh sifat-sifat mahmuda, oleh sebab itu dalam pembahasan disini lebih di titikberatkan pada penjelasan tenang sifat-sifat yang terpendam dalam jiwa manusia yang terwujud dalam perbuatan–perbuatan lahiriyah. Dalam buku Tasawuf editor Dr.Sri Mulyati, PSW (Pusat Study Wanita) UIN Jakarta th 2005 mengklasifikasikan akhlak mahmuda sebagai berikut : 1. Amanah berarti kesetiaan, ketulusan hati,kepercayaan atau kejujuran 75 . Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka Sufi , 2003) h. 143-133 104 2. Memaafkan, kejadian yang terkait dengan sesama manusia dengan cara memaafkan atas kesalahan yang terjadi. 3. Shidiq ( Benar),yaitu berlaku jujur dan benar baik dalam perkataan maupun perbuatan 4. Adil, keadilan ini bisa dilakukan dengan 2 macam yaitu adil dengan perorangan dan adil dengan kemayarakatan. Yang dikatakan adil perorangan adalah tindakkan memberi hak kepada yang mempunyai hak. Sedangkan adil dengan kemasyarakatan adalah tindakan yang bersikap tegaskepada hukum yang terkait dengan pemerintahan.76 Adapun menurut kitab Arbain Al-Ghazali mengklasifikasikan akhlak terpuji adalah kegiatan yang dilakuakn dalam hal : 1. Taubat : kembali dari jalan yang jauh kejalan yang dekat, dengan prinsip dasarnya adalah keimanan, sehingga makrifat Allah akan memancar dalam hati yang terang benderang dan bahwa dosa merupakan racun yang akan mematikan. 2. Khawf ( Rasa Takut ) : semangat untuk berlari jauh artinya Orang yang berharap sesuatu, ia akan berupaya dan memohonnya. Orang yang takut pada sesuatu,ia akan lari menjauh darinya. Tingkatan Khawf yang terrendah adalah sikap meninggalkan dosa dan berpaling dari dunia. 3. Zuhud ( menjauhkan diri dari dunia dan memalingkan diri darinya, dengan suka rela meski sebenarnya ia mampu menguasai dunia). Dasar dari zuhud adalah ilmu dan cahaya yang memancarkan dalam hati hingga membuat dada menjadi lapang. Melalui penerangan tersebut menjadikan Akhirat lebih baik dan kekal di banding kehidupan dunia. 76 Usmar Ismail, Wiwi St, Sururin, Ed. Sri Mulyati , Tasawuf ( PSW) UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2005 . h. 34-35 105 4. Sabar (kegigihan mempertahankan dorongan agama dalam menghadapi doronga hawa nafsu). Sabda Rasul s.a.w “ sabar adalah bagian dari iman “ Karena iman dikaitkan dengan ilmu pengetahuan ekaligus perbuatan.Pensucian dan penghiasan diri, tidak akan menjadi sempurna kecuali disertai kesabaran. Dimana Setiap perbuatan imani bertolak belakang dengan gelora hawa nafsu. Karena itu,perbuatan iman tidak dapat sempurna, kecuali dengan keteguhan dorongan agama dalam menghadapi hawa nafsu. “Puasa adalah separuh dari kesabaran, sabda Rasul Saw. 5. Syukur (Tingkah laku yang merupakan buah dari pengetahuan, yaitu bergembira kepada pemberian nikmat yang disertai dengan kedudukan dan pengagungan). Syukur tidak akan sempurna kecuali oleh orang yang teguh demi Allah semata, dan mengerjakan apapun demi Allah, bukan untuk yang lain. 6. Ikhlas dan Jujur. Ikhlas memiliki hakekat, prinsip, dan kesempurnaan. Prinsip Ikhlas adalah niat, karena dalam niat terdapat keikhlasan. Sedangkan hakikat Ikhlas adalah penafian kotoran dari niat, kesempurnaan ikhlas terdapat dalam kejujuran. Jujur adalah kesempurnaan ikhlas. Dimana jujur seuatu tidakan untuk berkata yang sesuai dengan pembenaran hati atas pemberian Allah dan bertawakal kepada –Nya. 7. Tawakal (Hanya penyatuan perbuatan, tidak membutuhkan fana dalam penyatuan zat, bahkan orang yang bertawakal boleh menyaksikan pluralitas (Kasrah) dan berbagai sebab akibat, namun dia seyogyanya menyaksikan keterkaitan rangkaian sebab akibat dengan penyebabnya pertama. Bisa dikatakan tawakal adalah orang yang memiliki kekuatan,dan hati yang kokoh dalam suatu pemecahan masalah yang di hadapinya. Dengan jalan tidak membebani diri dengan beban diluar batas kemampuan dirinya, sebab kerusakan akan menimpa dirinya lebih besar daripada maslahatnya. 106 8. Cinta. Sesuatu yang menjadikan rasa menyukai dan memiliki kesamaan dengan apa yang dirasakan merupakan kencenderuangan jiwa terhadap yang disukai. Dimana setiap yang menyenangkan pasti disukai, yakni jiwa yang terangsang oleh rasa enak dan yang lezat cenderung padanya.Cinta disini adalah rasa lezat yang dialami oleh seorangyang makrifat kepada Allah di dunia,dengan menelaah dan menyaksikan langsung keindahan Hadirat Ketuhanan(alHadrah ar- Rubbubiyyah), jauh lebih lezat dari dari segala bentuk kelezatan lainnya yang terdapat didunia. Karena kelezatan itu sesuai dengan kadar selera dan kekuatan selera itu setimbang dengan yang diinginkan. Sebagaimana makanan itu merupakan hal yang paling sesuai bagi tubuhnya.Makrifat merupakan menu paling cocok bagi ruh. Karakter Ruh manusia (ruh al-insani) adalah makrifat tentang hakikat, apapun yang diketahui hakikatnya menjadi mulia. Mengetahui hakikat, tentu lebih lezat rasanya. Tiada yang lebih mulia dan agung daripada mengenal Allah. Maka mengenal Allah, mengenal sifat-sifat dan zat-zatnya, keajaiban– keajaiban kerajaan-Nya, (Alam al-Malakut-Nya ) merupakan sesuatu yang paling nikmat bagi hati, karena hasrat terhadap hal tersebut merupakan sesuatu yang paling puncak. Karena itu, ia ciptakan paling akhir setelah syahwat-syahwat lainnya.Cinta banyak memiliki tanda, akan sangat panjang untuk mendatanya. Diantaranya adalah mendahulukan perintah Allah daripada hawa nafsu, terwujudnya sikap takwa dan wara ; dan menjaga aturanaturan syariat. Rindu akan bermusyahada sesuai dengan makrifat yang dimilikinya, ridha terhadap ketentapan Allah swt. 9. Ridha terhadap Qadha (rela terhadap ketentuan Allah). Sesuatu yang dilakukan untuk menghalau segala yang ditentukan merupakan bagian dari perjalanan Ridha, dan ketika tidak menentang tarhadap Allah baik secara lahir maupun batin, sambil mengerahkan seluruh tenaga untuk berhubungan dengan semua 107 yang dicintai Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan menunaikan perintahnya dan meninggalkan segala larangan-Nya. 10. Mengingat Mati, Hakikat Mati serta Jenis Siksa Ruhani. Mengingat Mati: kesadaran akan terpisahnya antara jasad dan ruh dalam kehidupan duniawi. Hakikat Mati: masuknya manusia kealam perpisahan antar ruh dan jasatnya dalam alam dibawahsadardan tak sadar, dimana jasadmusnah hancur sedangkan ruh tetap kekal abadi, jadi hakikat mati adalah masuknya manusia kealam keabadian. 11. Siksa Ruhani: tersiratnya rasa sakit dan senang terhadap ruh sebagai penghidup jasad dialam duniawi dan alam akherat. 77 Dari pengetahuan tentang akhlak yang tercela dan akhlak yang terpuji, maka untuk Tazkiyyah al-Nafs merupkan kunci spiritualisasi Islam, yang dapat membentuk karakter beragama secara Islami. Berdasarkan ringkasan Ihya „Ulum al-Din karya alGhazali bahwa tazkiyyah al-Nafs merupakan Khasanah intelektual Islam. yang menjadikan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik, taat, dan takwa kepada Allah swt. Sebelum dikemukaan wawasan tentang tazkiyyah al-nafs dalam Ihya‟Ulum al-Din, ada baiknya diketahui pengertian tazkiyyah al-nafs itu sendiri. Dari segi bahasa, dan pendapat alGhazali, tazkiyyah al-nafs merupakan konsep pembinaan mental spiritual, pembentukan jiwa atau penjiwaan hidup dengan nilai-nilai agama Islam. Dalam psikologi, spiritualisasi berarti pembentukan kualitas kepribadian yang akan menuntun seorang individu menuju kekhususan(kedewasaan, kematangan) dirinya dengan isu-isu moral dan agama serta jauh dari sifat keduniaan dan sensual.78 Berdasarkan bahasa Arab tazkiyyah berasal dari mashdar zakka yang artinya pensucian serta pembinaan dan peningkatan 77 . Al-Ghazali, Arba‟in Al-Ghazali pustaka Sufi ( Yogyakarta:Penerbit Pustaka Sufi , 2003) h. 153 - 251 78 . Yayah Jaya .Spiritualisasi Islam dalam menumbuh kembangkan keperibadian dan kesehatan Mental ( PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Januari 1994) h.51-52 108 jiwa menuju kekehidupan spiritual yang tinggi. pengertiannya tidak sesuai dengan tathhir termasuk dalam arti tazkiyyah al-nafs, tazkiyah al-nafs tidak akan di peroleh, kecuali melalui tathir al-nafs sebelumnya. 79 Menurut Sa‟Id Hauwa kata tazkiyyah secarah harfiyah memliki dua makna, yakini tathir dan al-namy atau ishlah. Tazkiyyah al-nafs dalam pengertian pertama, berarti membersihkan dan mensucikan diri dari sifat-sifat tercela, sedangkan dalam pengertian kedua berarti menumbuhkan dan memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Sehingga tazkiyyah al-nafs bukan hanya pembersihan jiwa dan pensucian akan pengembangan diri. tetapi juga menjadi sebuah pembinaan dan 80 Fakkr al-Razi dalam tafsir al-Kabir mengartikan tazkiyyah dengan tathir dan tanmiyah, yang berfungsi menguatkan motivasi seseorang dalam beriman dan beramal saleh. Muhammad Abduh mengartiakan tazkiyah al-nafs dengan tarbiyah al-nafs (pendidikan jiwa) yang kesempurnaannya dapat dicapai dengan tazkiyah al-aql (pensucian dan pengembangan akal). Sedangkan tazkiyah al-aql kesempurnaannya dapat dicapai dengan tauhid murni. 81 Dari segi pendidikan tazkiyayatu dapat diartikan sebagai pembentukan karakter (Watak) dan tranformasi dari personalitas manusia, dimana seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting dalam prosesnya. Hal ini merupakan pandangan dari Ziauddin Sadar, Muhammad Fazl – ur, Rahman Ansari dan Hasan Langgulung. 82 79 80 . Yayah Jaya .Spiritualisa h. 52 . Yayah Jaya Op. Cit. h. 52 Yayah Jaya . Op.Cit . h.53 82 Yayah Jaya .Op.Cit. h.53 81 109 Dari segi akhlak dan tasawuf, para akhli mengatakan Tazkiyyatu al- nafs dapat terwujut dengan adanya takhliyah al- nafs dimana takhliyah al-nafs artinya melalui latihan jiwa yang berat mengosongkon diri dari akhlak tercela, dan mengisinya dengan akhlak terpuji serta sampai kepada usaha kerelaan memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan kesucian jiwa.dan mempersiapkan diri untuk menerima pancaran nur Illahi (tajali). 83 Dengan bebasnya jiwa dari akhlak tercela dan penuh dengan akhlak terpuji, maka orang mudah mendekatkan diri kepada Allah. Dalam arti kualitas, serta memperoleh nur-Nya, kemuliaan akhlak dan kesehatan mental dalam hidup. Jadi dari penjelasan tersebut diatas sangat jelas bahwa tazkiyah al-nafs sangat berhubungan dengan soal akhlak dan kejiwaan, serta berfungsi sebagai pola pembentukkan manusia yang berakhlak baik, beriman, dan bertaqwa kepada Allah, serta memiliki kekuatan spiritual yang tinggi dalam hidup.84Apa saja yang menjadikan factor penting dalam tazkiyyatu al-nafs: 1. Takwa Takwa merupakan factor penting bagi pensucian (tazkiyyah) dan bimbingan rohania. ia merupakan sebuah penawar yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit batin. Amrul Mukminin Ali as berkata, “sesungguhnya takwa kepada Allah merupakan obat bagi hati, penglihatan bagi kebutaan jiwa, penyembuhan bagi sakit tubuh, pelurus keburukan dada, penyuci pikiran yang tercemar dari kegelapan mata. Hiburan bagi ketakutan hati, dan kecerahan bagi suramnya kejahilian .85 2. Menjaga Diri sebagai pensucian dan pembinaan Diri 83 . Yayah Jaya . Op. Cit. h.53 . Yayah Jaya .Op.Cit. h. 53 85 . Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center Jakarta 2002) h. 141- 143 84 110 Hal ini dilakukan dengan tahdzib al- nafs (membentuk dan membina ruhani). Dengan menjaga dan mengawasi diri dari penyakitpenyakit kejiwaan dan perbuatan –perbuatan yang tercela, dengan cara a.) Memiliki catatan Amal : dimana kita menyakini bahwa semua perbuatan, ucapan, dan prilaku kita bahkan pikiran kita di tulis dan tercatat dalam catatan amal, sehingga kita tidak dapat melupakan akibat-akibatnya. b.) Cara Menghisab Diri : yaitu dengan menguatkan perjanjian yang di ucapkan lidah sebagai perjanjian anggota tubuh satu persatu agar tidak berbuat dosa dan mengerjakan amalan-amalan saleh. c.) Muraqabah ( Menjaga Diri dari perbuatn Buruk) Yaitu hamba Allah yang senantiasa menjaga diri dari keburukkan akan selalu ingat kepada Tuhannya. Ia melihat bahwa dirinya dalam pengawasan-Nya. Jika dosa dan maksiat menghampirinya, ia langsung mengingat Allah dan hari perhitungan, lantas ia tinggalkan perbuatan itu. d). Muhasabah (menghisab amal- amal) Ketika manusia mengingat apa yang telah dilakukan dalam kesehariannya, dengan mengingatnya, maka cara dia meluangkan dikatakan waktu sedang untuk melakukan muhasabah yaitu menghisab segala amal tersebut dalam kesahariannya. Sehingga menyadari akan dosanya dan segera bertobat dan berjanji tidak mengulangi perbuatan dosa lagi. Dia harus menutupi dosa-dosa yang lalu. 3. 86 Melatih Nafsu Ketahuilah bahwa jiwa mempunyai sifat-sifat tercela yang harus dibersihkan. Dengan itu ia mencapai kebahagiaan abadi dan kehidupan disisi Allah. Adapun caranya dengan mengetahui kejelekan –kejelekan 86 Jakarta . Ibrahim Amini. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center 2002) h. 176- 183 111 diri, dan memiliki kemauan terhadap apa yang menjadi berhentinya menanam untuk dunia,menyaksikan akherat dengan hatinya dan keyakinan sahingga menghinakan dunia. Dengan cara mengangkat hijab dan penghambatan, dari empat perkara yaitu : harta, kedudukan, taklid dan maksiat.87 4. Mematahkan Syahwat Perut dan Kemaluan Sumber segala dosa adalah syahwat perut, dan dari situ timbul syahwat kemaluan. Karena itulah, Adam as. Melanggar larangan Allah sehingga dikeluarkan dari surga, dan itulah yang menyebabkan seseorang mencari dunia dan menyukainya. Adapun cara Latihan Mematahkan Syahwat Nafsu dan Perut adalah dengan : a. Mengurangi makan sedikit demi sedikit b. Menenentukan waktu makan c. Lapar dan nikah adalah mematahkan nafsu syahwatdan kemaluan.88 5. Metode Mengembangkan Potensi Kebaikan dan menghapus Keburukan a. Metode mengembangkan potensi kebaikan. Menurut al-Quran manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukkan atau kejahatan sebagi mana disebutkakn pada Potensi kebaikan perlu dikembangkan, sedangkan potensi keburukan dan kejahatan perlu senantiasa ditekan, dikendalikan ayat 8-10 S. Syams. 87 . Al-Ghazali . Ringkasan Ihya‟Ulumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka Amani-Jarata 2007) h.237- 250 88 . Al-Ghazali Ihya „Ulum al-Din OP. Cit h. 251 - 262 112 , 8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Potensi kebaikan perlu dikembangkan, sedangkan potensi keburukan dan kejahatan perlu senantiasa ditekan, dikendalikan dihapuskan sedemikian rupa sehigga yang kuat dan dominan dalam kepribadian seorang Muslim adalah sifat, sikap dan prilaku yang baik. Adapun untuk pengembangan ini diperlukan pendidikan sepanjang hayat (long life education). Dengan beberapa metode Antara lain: Metode al-Sima : yaitu metode yang mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa agar senantiasa mendengar aktif dan menyimak kalimat tayyibah, ungkapan yang santun, tutur kata yang lembut, serta bahasa yang indah. Metode al- abshar: yaitu metode yangmengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan anak sedemikian rupa agar senantiasa menyaksikan contoh –contoh prilaku yang baik dari orang dwasa disekitarnya. Metode ini sangat menekankan adanya uswah atau keteladanan dalam pendidikkan akhlak. Metode al-Fu’ adalah : Metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan sedemikian rupa agar anak : 1) mendapat pengertian dan pemahaman yang benar tentangkebiasan – kebiasan positif yang didengar dan disaksikanya dalam pengalaman hidup sehingga pemikiran anak terbimbing dengan baik. 2) mendapat pengalaman berharga dari apa yang didengar dan disaksikannya dalam 113 pengalaman hidup sehingga perasaan anak memiliki kepekaan dalam menyikapi dan merespon keadaan disekitarnya dengan tindakkan yang cepat dan tepat. Metode Amaliah: yaitu metode ini mengembangkan potensi kebaikan pada diri anak dengan mengkondisikan sedemikian rupa agar melakukan kebaikan-kebaikanyang diharapkan menjadi akhlak anak. Tugas orang dewasa mengajak dan melibatkan anak sedini mungkin dalam berbagai aktifitas ibadah, kegiatan sosial dan kegiatan keseharian yang positif yang dipadukan secara simponi (sinergi) dengan mengambangkan potensi kebaikan pada diri anak memlalui metode alSima, al-abshar, al-fu‟adah. 6.. Metode Mengendalikan Potensi Keburukan Keluarga, sekolah, masyarakat merupakan sumbar dari pembentukan potensi kebaikan dan keburukkan. Potensi keburukan pada manusia dapat dikendalikan, bahkan dihapuskan sedemkian rupa dengan beberapa metode sebagai berikukt : 1) dengan mengoptimalkan metode al-sima, al-abshar, al-fu‟adah, maka potensi keburukan, kejahatan, dan prilaku yang tidak manusiawi itu tidak akan begitu mudah berkembang menjadi akhlak masyarakat. 2) dengan mengoptimalkan metode amalia berupa pesan alQuran itu secara simultan dipahami dan dihayati dalam kehidupan secara konsisten dan berkesinambungan, maka potensi keburukkan dapat dikendalikan, madzmumah. sehingga tidak akan berkembang menjadi akhlak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya maka dapat disimpulkan, bahwa Pembentukan Karakter Beragama Dalam Perspetif dapat terwujut dengan apa yang menjadi sebuah keinginan, keyakinan, dan perjuangan serta pelatihan secara terus menerus dalam bentuk nilai- nilai semangat keIslaman dalam kehidupan sehari -hari yang disinari oleh bentuk akhlak yang terpuji (mahmudah) dan meninggalkan serta menghapus akhlak tercela (madzmumah) di keseharian hidupnya. Pembentukkan Karakter Beragama melalui Tazkiyyah al-Nafs, merupakan sisi jiwa manusia yang berharap dan berusaha untuk dapat memperbaiki segala hal-hal bentuk kesalahan dan dosa yang menjadikan dirinya tidak berguna dan penyesalan di kehidupan dunia dan akhirat. Dengan memahami jiwa atau karakter beragama yang baik, diharapkan pembentukkan karakter beragama dapat terbentuk dengan baik dan sempurna serta menjalankan ibadah dalam agamanya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang Allah berikan. B. Implikasi Pembentukan Karakter Beragama merupakan bagian sisi kehidupan yang dapat membentuk karakter sebuah bangsa dan peserta didik dalam bentuk : moral, watak, kepribadian, prilaku, dan tingkah laku yang terikan dengan sebuah peraturan. Peraturan merupakan polis dalam perkembangan moral dan pembentukan jiwa bagi manusia. Oleh sebab itu Pembentukkan Karakter Beragama dapat dikatakan : 1. Bagian dari kehidupan yang tidak terlepas dalam hal- hal yang menjadikan manusia berguna dan manusia yang tidak berguna dari sisi kehidupan sosial. 114 115 2. Merupakan pondasi dasar dalam membangun dan menbentuk karakter diri, bangsa dan negara. 3. Hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan tuhanya, dan manusia dengan alam lingkungannya. 4. Hubungan antara kehidupan dunia (alam nyata) dan akheratnya (alam malakut ) 5. Menjadikan manusia yang memiliki keyakina, kepasrahan, kesabaran, kesungguhan, dan kerelaandalam menerima kodrat qodho dan qodar sang pencipta Sedangkan Tazkiyyah al-Nafs dalam Pembentukan Karakter Beragama memiliki peran sebagai : 1. Penunjang dari pembentukan akhlakul karimah dalam beragama. 2. Semangat keagamaan dalam nilai – nilai keIslaman berdasarkan ketetapan yang Allah berikan 3. Menghindari segala perbuatan yang tidak berguna untuk diri sendiri, orang lain dan alam sekitarnya. 4. Mendidik manusia kepada jiwa yang lebih sempurna 5. Sebagai pembatas dalam bersikap, bertindak, dan berpendapat untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. C. Saran Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyah al-Nafs, merupakan hasana dalam pembentukkan kepribadian bangsa, karena agama merupakan pondasi dasar dalam mengarahkan dan membimbing serta membangun bentuk jiwa karakter seseorang. dengan beragama yang baik maka karakter jiwa seseorang akan baik pula. Pembentukan Karakter Beragama tidaklah mudah dalam pembentukannya, perlu adanya kesabaran dan pelatihan yang terus menerus, karena manusia memiliki potensi yang dikatakan potensi kebaikan dan potensi yang buruk. Pembentukan Karakter Beragama tidak dapat dikatakan berhasil jika dalam kehidupan sehari hari tidak memencarkan jiwa semangat keagamaannya. 116 Oleh sebab itu hendaklah Pembentukan Karakter Beragama melalui Tazkiyyah al- Nafs, harus tertanam dan menjadi akar yang kuat dalam menghalau segala permasalahan dalam kehidupan sehari- hari. Perlakuan terhadap Tazkiyyah al-Nafs, dalam pembentukkan Karakter beragama dapat menjadikan puncak keberhasilan manusia berkepribadian yang baik di hadapan manusia, dan sang pencipta. Untuk itu perlu adanya peningkatan perbaikan diri dengan memahami dan mempelajari akhlak yang terpuji dan akhlak yang buruk. Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan bagi pembaca dan khususnya diri sendiri, sebagai masukan atau pengingat: 1. Hendaknya kita dalam beragama memiliki jiwa atau semangat beragama agar tidak mudah digoyahkan dan tergelincir ketempat yang terhina baik di dunia maupun diakhirat. 2. Karakter beragama hanya dapat dibentuk dalam jiwa keyakinan, kesabaran dan kerelaan kepada peraturan yang ada dengan berjiwa ikhlas dalam menjalankannya 3. Dalam perjalananya pembentukan Karakter Beragama harus dikelola dengan kesungguhan dan ketekunan untuk memperjuangkan sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk. 4. Pendidikan Keluarga merupakan pondasi dasar dalam pembentukkan karakter beragama. 5. Lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat merupakan penunjang dari keberhasilan pengembangan Pembentukan Karakter Beragama. 6. Pelaksanan Tazkiyyahal- Naf dalam kehidupan sehari-hari merupakan pancaran jiwa kesempurnaan dalam beragama. 7. Al-Ghozali adalah figur sufiisme yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakkul Karimah dengan mencontoh kehidupan Rasulullah dalam membentuk jati diri yang Ikhlas, Sabar dan Istiqomah dalam menjalankan keimanannya. Oleh sebab iti banyaklah mempelajari kitab- kitab karangan Al-Ghazali. 117 Bunga melati, Bunga Kenari, susah dibeli susah dicari Ingatlah perbaiki Diri, sebelum engkau mati. Air suling beraruskan pelangi, Butiran Embun sejukkan hati Jaganlah sia -siakan diri, Tingkatkanlah Budi Pekerti. Januari 2015 . M 118 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Ahmad Zainal, Riwayat Hidup Imam Al-Ghozali.(Jakarta: Bulan bintang, 1975) . Amini, Ibrahim. Risalah Tasawuf kitab suci para pesuluk, (Islamic Center Jakarta 2002) _____________, Risalah Tasawuf. Kitap suci Para Pesuluk (Islamic Center Jakarta 2002 ) . Antonius ,Atosokhi Gea. dkk, Relasi dengan Diri Sendiri…. Ardani, Mo.akhlak –Tasawuf, Jakarta :CV. Karya Mulia,Cet.II, 2005 Arifin, H.M. llmu Pendidikan Islam, Tujuan Teoritis dn Praktis berdasarkan pendekatan Interdisiplin Chaplin, JP , kamus Lengkap Psikologi, Cet.IX, Djatnika, Rahmat. Sistem Ethika Islam (akhlak Mulia),(Surabaya:Pustaka, 1987). Fathur, Rahman May dan Asyarafi, Syamsudin dari judul asli Al-Mazhabut Tarbawi Inda al –Ghozali, ( Bandung : Al- Ma’ arif, 1986). Friedmen,S Howard dan W, Mariam Schustack, Kepribadian : teori klasik dari Riset Moderen. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), Jilid I Gazi dan Faojah . Psikologi Agama memahami pengaruh Agama terhadap prilaku Manusia . (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakatra 2010) Gea, Atosokhi Anonius, dkk, Relasi dengan diri sendiri, (Jakarta: Elek Media komputindo, 2003 ). Ghazali-Al. Arba’in, 40 Dasar agama dalam Hujjah Penerbit Pustaka Sufi, 2003) al-Islam(Yogyakarta, ___________, Ringkasan Ihya’Ulum al- Din, Melatih Nafsu (Pustaka AmaniJakarta 2007). ___________, Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Jakarta 2007) . Melatih Nafsu (Pustaka Amani- __________, Ringkasan Ihya’Ulumuddin, Melatih Nafsu (Pustaka Amani-Jarata 2007) Gilbert & Lumoidong, Rieda I, Pelacuran dibalik seragam sekolah : Tinjauan Etis Teologis Terhadap Praktik hubungan sek Pranikah, Yogyakarta : Yayasan Andi 1996 . 119 H.C, Witheringtion, Psikologi pendidikan (Educational Psychologi), terj.M. Buchori . Bandung :Jemmars, 1982 H.M, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , Tinjaauan berdasarkan Pendekatan Interdiplisiner theoritis dan Praktis Ismail, Usmar Asep, Sajara ,St Wiwi, Susurin.Tasawuf . edit. Sri Mulyati .Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta Th. 2005 Jalaluddin. Psikologi Agama. Memahami Prilaku dan mengaplikasikan prinsipprinsip psikologi( PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta 2012 ) _________, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2002). Jaya, Yahya . Spiritualisasi Islam . (CV. Ruhama Yayasan Pendidikan Islam Ruhama. Jakarta 1994). M. Buchori, Psikologi pendidikan (Educational Psyhology) Bandung : Jemmars, 1982 Mc. Guire, Meredith B. Religion: The Social Context, California: Wadworth, Inc.1981 Mead, Margareth, Samoa Taruna: Remaja dan kebudayaan Primitif. Jakarta : Bhratara 1988. Kehidupan Seks dalam Moh, Ardani . Akhlak Tasawuf . ( Cv Karya Mulia Jakarta Th. 2005) . Munawaroh, Djunadatul dan Tanenji, Filsafat pendidikan Perspektif Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003). Nabi, Malik, Bin. Membangun Dunia Baru Islam, Terj. Afif Muhammad dan Abdul Adhiem, Bandung : Mizan, 1994 Najati, Usman Muhamad, Jiwa dalam pandangan para filosof Muslim, ( Jakarta: Pustaka Hidayah 2002) Nata, Abudin,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2003) Park, Joe, Solected Readings in the Philosophy of Education, New York, Mac Millan publishing Co, inc. 1974. Rachman, Munawar Budhy, Ensiklopedi Nurchalis Madjid, (Bandung Penerbit Mizan, 2006), Cet, I. 120 Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa : Pijar-pijar pemikiran dan tindakkan (Malang:Pustaka Kayu Tangan , 2005 ) RI, Depak, .Al-Qur’an dan terjemahanya (Gema Risalah Bandung, Edisi Refisi 1989 ) RI, Depag. Al–Quran dan Terjemahannya, (Semrang: PT Karya Toha Putra, 1995) RI, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta : Depdiknas, 2006). RI, Kementrian Agama , Tafsir Al-Quran Tematik, Pendidikan. Pengembangan Karakter dan Perkembangan SumberDaya Manusia.(Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Quran Balitbang Diklat, 2010). Ridha, Rasyid Muhammad. (ed,);Tafsir al-Manar ,juz 4, (Mesir, Maktabat alQahirat .t.t) Safuri, Rafi, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa manusia Moderen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009). Sapuri, Rafy, Psikologi Islam; Tutunan jiwa Manusia Moderen, (Jakarta: PT.Raja Grafindo persada, 2009 ). Sulaiaman, Hasan Fhatiyah, Sistem pendidikan Versi al–Ghozali, terj Bahs Fi alMazhab al-Tarbawi ( Kairo: Maktabat Mahdhat ,1964). Sulaiman, Hasan Fhatiyah, Sistem Pendidikan Versi Al- Ghazali,(Trej.).Fathur Rahman dan Syamsudin Asyarafi, dari Judul asli Al-Mazhabut Tarbawi Inda al-Gahazali , ( Bandung : Al-Ma’arif, 1986), Cet.1. Taftazani, Al, Ghanami – Al Wafa Abu, Sufi dari Zaman ke zaman, Bandung ; Penerbit Pustaka,1995. Ur-Fazl, Muhammad, Ansari ,Rahman: The Qur’anic Faundationsand Structure of Muslim society , Jus 1, ( Pakistan : World Feredation Of Islamic Mission, 1973). Winata, putra Syarifudin , “ Peranan perguruan Tinggi dalam Implementasi kebijakan nasional pembangunan karakter Bangsa melalui Pendidikan “ Kumpulan makalah pada seminar Nasional dan Launching Himpunan Sarjana PAI se –Indonesia, Jakarta 05 Juni 2010. Yusanto, Ismail M dan Jati Purnawa Sigit, Membangun kepribadian Islam, (Jakarta: Khairul Bayan , 2002).