MENASEHATI DIRI SENDIRI Oleh : Ni Kadek Putri Noviasih, S.Sos.H Beginilah perihal Danta, ia tidak bohong, tidak bergirang hati jika memperoleh kesenangan, tidak bersedih hati walaupun mengalami penderitaan, mendalam pengetahuannya tentang filsafat, sanggup menasehati dirinya sendiri sebab memiliki Dama, ia itulah yang sesungguhnya disebut Danta. (Sarasamuccaya, 70) Di dalam bus tampak seorang ibu setengah baya didampingi dua putranya yang masih bocah, tampak termenung. Sesekali ia menoleh penumpang lain yang terlelap tidur. Raut wajahnya menunjukkan ia tengah memikirkan sesuatu. Setidaknya, ada problema yang mesti diatasi dengan kepala dingin. Apa yang terjadi? Ibu yang mengenakan kaca mata dan malu menyebut namanya itu, memang tengah ditimpa nasib malang. Ia mengaku, belum beberapa bulan suaminya meninggal. Belum hilang perasaaan duka mengenang kepergian suaminya, salah seorang saudaranya juga meninggalkannya untuk selama-lamanya. Bisa dibayangkan, betapa sedih hati ibu itu ditinggalkan orang-orang tercinta. Tapi, cobaan derita tak berhenti sampai disitu. Di dalam bus yang ditumpangi tersebut, ibu ini lagi-lagi ditimpa nasib sial. Dompetnya yang berisi semua kunci rumah dan kunci almari serta uang puluhan ribu rupiah, diambil orang tak dikenal. “Ah, sial saya hari ini,” ujarnya lirih. Matanya mulai basah. Namun beberapa menit kemudian ia mulai tampak tenang, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Agaknya, ibu itu memperoleh kesadaran suci di balik beban derita yang disandangnya. Sehingga kejadian pahit yang beruntun menimpanya, tak membuatnya larut dalam kesedihan dan tak goyah imannya dalam mengarungi samudra kehidupan. Para Maharesi sejak zaman dulu sudah mengajarkan kepada umat sedharma, agar dalam hidup ini kita sabar, bisa mengatasi permasalahan dengan suara hati nurani. Dengan kata lain, dapat menasehati diri sendiri. Ibu yang kehilangan dompet di kereta api itu, memang berhasil menasehati dirinya sendiri, sehingga ia tak gelisah walaupun tak punya uang sepeser pun dan tak bisa masuk ke dalam rumah. Sabar, dapat menasehati diri sendiri dalam setiap langkah kehidupan ini disebut Dama. Dama ini merupakan salah satu bagian dari Dasa Yama Brata (sepuluh ajaran pengendalian diri). Orang yang berhasil melaksanakan ajaran Dama; mampu menasehati dirinya sendiri dalam setiap tindakannya sehari-hari disebut Dama. Seperti Maharesi Wararuci dalam kitab Sarasamuccaya mengajarkan : “Beginilah perihal Danta, ia tidak bohong, tidak bergirang hati jika memperoleh kesenangan, 1 tidak bersedih hati walaupun mengalami penderitaan, mendalam pengetahuannya tentang filsafat, sanggup menasehati dirinya sendiri sebab memiliki Dama, ia itulah yang sesungguhnya disebut Danta” (Sarasamuccaya,70). Sloka tersebut menunjukkan, seorang Danta memang seorang yang bijaksana dalam hidupnya. Tak ada sesuatu yang mesti disedihkan berlarut-larut. Berkat ketinggian ilmu filsafat yang dimiliki, ia sadar bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini tak kekal adanya, kecuali Sang Hyang Widhi. Karena itu, segala sesuatu yang dimiliki, keberadaannya tidak kekal. Sewaktu-waktu, jika saatnya tiba, semuanya akan lenyap, kembali ke tidak ada. Demikian pula, suka dan duka tidak abadi adanya. Ia selalu datang dan pergi. Maka sebagai insan beriman, kita tentu saja, tak boleh dikelabui oleh wujud maya itu. Apalagi sampai menyeret ke lembah neraka. Ajaran Dama memegang kendali penting dalam memilah-milah berbagai problema dalam kehidupan ini. Terlebih kini di tengah laju perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Jika manusia tak kuasa menasehati dirinya sendiri, niscaya ia akan menjadi korban keganasan teknologi yang semakin canggih. Sebab baik buruknya dampak teknologi itu adalah tergantung pada sikap manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat, antara sesama ciptaan Sang Hyang Widhi, kita memang harus saling mengendalikan diri demi terciptanya kehidupan yang aman tentram, sejahtera lahir bathin. Karena itu, sebelum melaksanakan sesuatu atau sebelum melangkahkan kaki, kita mesti koreksi diri, menasehati diri sendiri terlebih dahulu, sehingga langkah itu tidak keliru. Kitab suci Sarasamuccaya mengajarkan; “Oleh karena itu jangan hendaknya tanpa pertimbangan atau penyelidikan, hendaklah anda memikirkan perbuatan diri anda sehari-hari, pikir anda : Apakah salah perbuatanku ini atau benarkah; sama dengan hewankah atau sama dengan Sang Pandita kah tingkah lakuku? Demikian hendaknya pikiran anda dari hari ke hari dan anda senantiasa menasehati diri mengenai perbuatan anda itu”, (Sarasamuccaya, 315). Dapat menasehati diri sendiri mengantar orang mencapai ketenangan dan ketentraman hidup. Bahkan Maharesi Wararuci menyebutnya sebagai orang yang bersih lahir bathin. Beliau menyatakan; “Bukan karena tubuhnya basah oleh air dapat disebut mandi, melainkan yang sungguh-sungguh mandi sesungguhnya adalah orang yang memiliki Dama, yang juga disebut Danta, itulah orang yang benar-benar mandi menurut kata Sang Pandita, suci dan bersih lahir bathin”, (Sarasamuccaya, 69). Nah, sudahkan anda menasehati diri anda sendiri? 2