BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian perilaku Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar (Kartono & Mar’at, 2006). Perilaku terbentuk karena adanya pemikiran terhadap suatu objek, sehingga munculnya tanggapan atau balasan terhadap rangsangan yang diberikan. Skinner dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus – organisme – respon, sehingga teori skinner ini disebut teori “S – O – R” (Stimulus-Organisme-Respon). Skinner membedakan jenis perilaku menjadi dua bagian, yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, 9 persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh: ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri adalah merupakan Kemudian ibu pengetahuan tersebut (knowledge). bertanya kepada tetangganya dimana tempat periksa kehamilan yang dekat. Ibu bertanya tentang tempat periksa kehamilan adalah sebuah kecenderungan untuk melakukan periksa kehamilan, yang selanjutnya disebut sikap (attitude). b. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik, hal ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. Contoh: seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau bidan praktik, seorang anak menggosok gigi setelah makan, seorang penderita TB Paru minum obat anti TB secara teratur dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut merupakan bentuk tindakan nyata, dalam 10 bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik (practice). Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), membedakan adanya tiga domain atau ranah perilaku yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), tindakan atau praktik (practice). a. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: 1. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar 11 dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar objek yang diketahuinya tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kemampuan seseorang untuk merangkum dan meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki, atau kemampuan untuk meringkas dengan kata-kata dan kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan membuat kesimpulan. 12 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. b. Sikap (attitude) Menurut Newcomb, sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Ada beberapa komponen sikap menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) yakni: 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak. Artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan 13 atau perilaku. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. c. Tindakan (practice) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. 2.1.2 Teori-teori perilaku Beberapa teori tentang perilaku dalam Notoatmodjo (2010) diantaranya adalah: a. Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer: 1977) Teori ABC mengungkapkan bahwa perilaku merupakan suatu proses dan sekaligus hasil interaksi Antecedent Behavior Concequences. 1. Antecedent Antecedent menyebabkan adalah suatu seorang kejadian-kejadian di pemicu yang berperilaku, yakni lingkungan sekitar. Antecedent ini dapat berupa alamiah (hujan, angin, cuaca, dan sebagainya), dan buatan manusia (interaksi dan komunikasi dengan orang lain). 14 2. Behavior Behavior merupakan reaksi atau tindakan terhadap adanya antecedent atau pemicu tersebut yang berasal dari lingkungan. 3. Concequences Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku atau tindakan tersebut disebut konsekuensi. Bentuk konsekuensi dapat berupa positif (menerima) dan negatif (menolak). b. Teori “Reason Action” Teori yang dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen (1980) menekankan pentingnya peranan dari intention atau niat sebagai alasan atau faktor penentu perilaku. Selanjutnya niat ini ditentukan oleh sikap (penilaian yang menyeluruh terhadap perilaku atau tindakan yang akan diambil), norma subjektif (kepercayaan terhadap pendapat orang lain apakah menyetujui atau tidak menyetujui tentang tindakan yang akan diambil tersebut), dan pengendalian perilaku (persepsi terhadap konsekuensi atau akibat dari perilaku yang akan diambilnya). 15 c. Teori “Preced-Proceed” Teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980, menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yang disebut PRECEDE (Predisposing, Enabling, Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation). Precede merupakan arahan dalam menganalisis dan mengevaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan atau promosi kesehatan. Precede juga bisa di sebut sebagai fase diagnosis masalah. Sedangkan Regulatory, PROCEED Organizational (Policy, Construct in Educational and Environmantal Development), merupakan implementasi, arahan dan dalam evaluasi perencanaan, pendidikan atau promosi kesehatan. Apabila preceed merupakan fase diagnosis masalah, maka proceed merupakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi promosii 16 kesehatan. Lebih lanjut model ini dapat diuraikan bahwa perilaku terbentuk dari 3 faktor yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam kepercayaan, pengetahuan, keyakinan, sikap, nilai-nilai, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. 3. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. d. Teori “Behavior Intention” Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan analisisnya terhadap niatan orang bertindak atau berperilaku. Menurut Kar perilaku kesehatan itu merupakan fungsi dari: 1. Niat seseorang untuk bertindak berkaitan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (behavior intention). 17 2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitar (social support). 3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information). 4. Otonomi pribadi dalam mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy). 5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). e. Teori “Thoughs and Feeling” Teori ini dikembangkan oleh tim kerja dari organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) yang menganalisis bahwa perilaku terbentuk karena 5 faktor yaitu: 1. Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. 2. Kepercayaan Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Kepercayaan diterima berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 18 3. Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain. 4. Orang penting sebagai referensi Perilaku biasanya dipengaruhi oleh orangorang yang dianggap penting yang perbuatannya cenderung untuk dicontoh. 5. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya dalam hal ini meliputi fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. 2.1.3 Perilaku kesehatan Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk kesehatannya, memelihara termasuk dan meningkatkan pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betulbetul sehat (Mubarak, 2009). 19 Perilaku kesehatan (health behavior) menurut Skinner adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehatsakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang (observable) baik maupun yang yang tidak dapat diamati dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut: a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), perilaku (overt mencegah yang and atau mencakup covert menghindari penyebab penyakit (perilaku preventif), atau dan perilaku- behavior) penyakit masalah dalam dan kesehatan perilaku dalam 20 mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif) b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, penyembuhan atau kesehatannya. untuk memperoleh pemecahan Perilaku ini masalah disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, atau paranormal), maupun modern atau professional (Rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik dan sebagainya). Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan dan membedakannya menjadi tiga yaitu: a. Perilaku sehat (healthy behavior) Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya 21 mempertahankan dan meningkatkan kesehatan antara lain: makan dengan menu seimbang (appropriate diet), kegiatan fisik secara teratur dan cukup, tidak merokok dan minum minuman keras, istirahat yang cukup, pengendalian atau manajemen stres dan perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan. b. Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain: 1. Didiamkan saja (no action) artinya sakit tersebut diabaikan, tetap menjalankan kegiatan sehari-hari. 2. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada dua yaitu cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok dan sebagainya), dan cara modern 22 misalnya minum beli obat yang dibeli dari warung, toko obat atau apotek. 3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar, yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua yakni pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan paranormal), dan fasilitas atau pelayanan kesehatan modern atau professional (puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktek swasta, rumah sakit dan sebagainya). c. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hakhaknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Perilaku peran orang sakit ini antara lain: 1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. 2. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk sebagai pasien memperoleh kesembuhan. 3. Melakukan kewajibannya antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter 23 atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya. 4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. 5. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya dan sebagainya. 2.1.4 Persepsi sehat dan sakit Menurut Perry & Potter (2005), persepsi mengenai sehat dan sakit tidaklah mudah karena setiap orang mempunyai konsep kesehatan sendiri. Sehat dan sakit bukanlah suatu pengetahuan ilmiah yang diperoleh atau suatu benda namun sehat dan sakit merupakan keadaan dimana seseorang medefinisikannya sesuai dengan nilai yang ada pada dirinya. Sehingga di dalam masyarakat terdapat beragam konsep sehat dan sakit. Ewles dan Simnet dalam Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa persepsi individu tentang sehat dan merasa sakit sangat bervariasi dan dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan. Menurut Smet dalam Perry & Potter (2005), defenisi kesehatan apapun harus mengandung arti paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural. WHO 24 juga mendefinisikan kesehatan bukan hanya terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan namun secara luas meliputi aspek medis, aspek mental dan sosial. Dalam UU kesehatan No. 36 tahun 2009 mendefinisikan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (http://kesehatan.jogjakota.go.id/files/1.UU36-09Kesehatan.pdf). Demikian juga dengan kondisi sakit bukan hanya keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit namun sakit menurut Perry & Potter (2005), merupakan suatu keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan atau spiritual seseorang berkurang atau terganggu bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa kombinasi alternatif untuk menggambarkan persepsi seseorang tentang sehat dan sakit. Dalam salah satu kombinasi aternatif tersebut menggambarkan seseorang mendapatkan serangan penyakit (secara klinis), tetapi orang itu sendiri tidak merasa sakit atau mungkin tidak dirasakan sebagai sakit. Oleh karena itu 25 mereka tetap menjalankan kegiatannya sehari-hari sebagaimana orang sehat. Konsep sehat dan sakit merupakan konsep yang rumit oleh karena itu digunakan model untuk memahami hubungan antara kedua konsep ini. Salah satu model yang digunakan adalah model keyakinan-kesehatan. Model ini dikembangkan oleh Rosenstoch , Becker dan Maiman (1974, 1975) yang menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan. Komponen pertama dari model ini adalah persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit. Komponen kedua adalah persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu yang dipengaruhi oleh variabel demografi, sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit dan tanda-tanda untuk bertindak. Komponen ketiga, dimana seseorang mungkin akan mengambil tindakan preventif. 26 2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Pengertian kanker payudara Defenisi kanker payudara menurut Ranggiasanka (2010) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh (Corwin, 2009). Gambar 1. Anatomi payudara Kanker payudara (carcinoma mammae) adalah keganasan yang menyerang kelenjar air susu, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Istilah kanker payudara merujuk pada tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam 27 payudara. Payudara secara umum terdiri dari dua tipe jaringan jaringan yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan stromal (penopang). Jaringan kelenjar mencakup kelenjar susu (lobules) dan saluran susu (the milk passage, milk duct), sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan serat konektif. Payudara lymphatic, sebuah juga dibentuk jaringan yang oleh berisi jaringan sistem kekebalan yang bertugas mengeluarkan cairan dan kotoran seluler. 2.2.2 Jenis kanker payudara Menurut Ranggiasanka (2010), terdapat beberapa jenis kanker payudara: a. Karsinoma in situ Karsinoma in situ artinya kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya. b. Karsinoma duktal Karsinoma duktal berasal dari sel-sel yang melapisi saluran yang menuju ke puting susu. Karsinoma meduler dan tubuler termasuk di dalam karsinoma 28 duktal. Sekitar 90% kanker payudara merupakan karsinoma duktal. Kanker ini bisa terjadi sebelum maupun sesudah masa menopause. Kadang kanker ini dapat diraba dan pada pemeriksaan mamogram, kanker ini tampak sebagai bintik-bintik kecil dari endapan kalsium (mikrokalsifikasi). Kanker ini biasanya terbatas pada daerah tertentu di payudara dan bisa diangkat secara keseluruhan melalui pembedahan. Sekitar 25-35% penderita karsinoma duktal akan menderita kanker invasif (biasanya pada payudara yang sama). c. Karsinoma lobuler Karsinoma lobuler tumbuh di dalam kelenjar susu, biasanya terjadi setelah menopause. Kanker ini tidak dapat diraba dan tidak terlihat pada mammogram, tetapi biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada mamografi yang dilakukan untuk keperluan lain. Sekitar 25-30% penderita karsinoma lobuler pada akhirnya akan menderita kanker invasif (pada payudara yang sama atau pada kedua payudara). 29 d. Kanker invasif Kanker invasif adalah kanker yang telah menyebar dan merusak terlokalisir jaringan (terbatas sehat pada lainnya, payudara) bisa maupun metastatic (menyebar ke bagian tubuh lainnya). Sekitar 80% kanker invasif adalah kanker duktal dan 10% adalah kanker lobuler. 2.2.3 Etiologi kanker payudara Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang diketahui, para peneliti telah mengidentifikasi sekelompok faktor resiko (Suddarth & Brunner, 2003), diantaranya adalah: a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara Wanita yang pernah menderita kanker payudara, setelah payudara yang terkena diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat hampir 1% setiap tahun. b. Riwayat keluarga dan faktor genetik Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki resiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. Beberapa studi genetik telah berhasil mengidentifikasi gen-gen 30 utama, diantaranya BRCA1 (ditemukan pada kromosom 17) dan BRCA2 (pada kromosom 13), yang berperan penting dalam perbaikan DNA dan bekerja sebagai penekan tumor. Resiko kanker payudara meningkat jika seorang wanita mewarisi gen BRCA,1 BRCA2 yang rusak. c. Menarche dini Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun. d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama. Nulipara adalah wanita yang tidak menyelesaikan kehamilan sampai ke tahap janin hidup. Wanita yang mempunyai anak pertama setelah berusia 30 tahun mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibanding dengan wanita yang mempunyai anak pertama pada usia sebelum 20 tahun. e. Menopause pada usia lanjut Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan resiko untuk mengalami kanker payudara. 31 f. Riwayat penyakit payudara jinak Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai perubahan epitel proliferatif serta wanita dengan hiperplasia atipik (kelainan struktur jaringan payudara) mempunyai resiko untuk mengalami penyakit ini. g. Radiasi Pemajanan terhadap radiasi ionisasi (terutama pada dada) selama atau sesudah masa pubertas meningkatkan terjadinya resiko kanker payudara. h. Kontrasepsi oral Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dalam waktu yang lama beresiko untuk mengalami kanker payudara. Namun resiko ini bisa menurun jika dilakukan penghentian medikasi. i. Terapi penggantian hormon Wanita yang berusia lebih tua yang menggunakan estrogen suplemen jangka panjang (lebih dari 1015 tahun) dapat mengalami peningkatan resiko. Sementara penggantian penambahan estrogen progesteron meningkatkan terhadap insiden kanker endometrium, hal ini tidak menurunkan resiko kanker payudara. 32 j. Alkohol Peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas dalam sehari. Beberapa temuan riset menunjukan bahwa wanita muda yang minum alkohol lebih rentan untuk mengalami kanker payudara pada tahun-tahun terakhirnya. Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara intake alkohol dengan resiko kanker payudara. Data additional dari studi prospektif menunjukan dampak intake alkohol yang berhubungan dengan peningkatan level estrogen. k. Obesitas Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pascamenopause karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. 2.2.4 Tanda dan gejala penyakit kanker payudara Gejala awal kanker payudara berupa sebuah benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri dan biasanya memiliki pinggiran yang tidak 33 teratur. Pada stadium awal jika didorong oleh jari tangan, benjolan bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit. Pada stadium lanjut, benjolan biasanya melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya. Pada kanker stadium lanjut bisa terbentuk benjolan yang membengkak atau borok dikulit payudara. Kadang kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah benjolan atau massa di ketiak, perubahan ukuran atau bentuk payudara, keluar cairan yang abnormal dari puting susu (biasanya berdarah atau berwarna kuning sampai hijau, bisa juga bernanah), perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun areola, payudara tampak kemerahan, kulit di sekitar puting susu bersisik, puting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal, nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara. Pada stadium lanjut bisa timbul nyeri tulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau ulserasi kulit. Beberapa kasus terjadi perubahan kulit payudara sekitar benjolan atau perubahan pada putingnya. Saat benjolan mulai membesar, barulah menimbulkan rasa sakit (nyeri) saat ditekan. Jika 34 dirasakan nyeri pada payudara dan puting susu yang tidak hilang, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. 2.2.5 Stadium Kanker Payudara Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Penentuan stadium kanker penting sebagai panduan pengobatan, follow up dan menentukan prognosis. Stadium kanker payudara (American Joint Committee On Cancer dalam Ranggiasanka, 2010) : a. Stadium 0 kanker in situ dimana sel-sel kanker masih berada pada tempatnya di dalam jaringan payudara yang normal. b. Stadium I Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan belum menyebar keluar payudara. Perawatan yang sangat sistematis akan diberikan pada kanker stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker tidak 35 dapat menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh total pada pasien adalah 70%. c. Stadium IIA Tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30-40 % tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker. d. Stadium IIB Tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran dan setelah operasi, dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. 36 e. Stadium IIIA Tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya atau tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak. Menurut data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini sudah menyebar ke kelenjar limfa. f. Stadium IIIB Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. Selain itu penyebarannya juga sudah menyerang secara luas ke kelenjar limfa. Jika sudah demikian tidak ada alternatif lain selain pengangkatan payudara. g. Stadium IV Sel-sel kanker telah menyerang bagian tubuh lainnya, yaitu tulang, paru-paru, hati, otak, bisa juga menyerang kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Sama seperti stadium 3, tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara. 37 2.2.6 Strategi Pengobatan Kanker Payudara Menurut Ronald (2008) Pengobatan kanker payudara terdiri dari: a. Lumpectomy Lumpectomy atau pengangkatan benjolan. Pengangkatan benjolan ini disertai sedikit (sangat minimal) jaringan yang sehat. Dengan cara ini, diharapkan jaringan yang tersisa dan masih sehat akan dapat membentuk kembali payudara secara alami. b. Mastectomy Radikal Mastectomy radikal adalah pengangkatan payudara seluruhnya termasuk kelenjar getah bening di bawah ketiak (aksila) dan otot dinding dada di bawah payudara untuk mencegah penyebaran kanker yang lebih luas. Operasi ini dulu sangat umum, tetapi jarang dilakukan sekarang karena mastektomi radikal termodifikasi telah terbukti bekerja sama termodifikasi baiknya. adalah Mastektomi pengangkatan radikal seluruh payudara serta beberapa kelenjar getah bening di bawah lengan. Ini adalah operasi yang paling umum untuk wanita dengan kanker payudara yang 38 seluruh payudaranya diangkat. Namun mastektomi radikal masih dapat dilakukan untuk tumor besar yang tumbuh ke dalam otot di bawah payudara. c. Chemotherapy Merupakan terapi yang diberikan berupa pemberian obat-obatan tertentu yang fungsinya untuk membunuh sel kanker (anti kanker). Terapi ini bisa diberikan secara oral (diminum) atau berupa suntikan pada pembuluh darah (intravenous). Obatobatan tersebut akan dialirkan lewat pembuluh darah dan mengalir ke seluruh tubuh. Targetnya adalah seluruh sel kanker yang ada di tubuh. Meskipun obat ini membunuh sel-sel kanker, mereka juga merusak beberapa sel normal, yang dapat menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang umumnya dirasakan pasien adalah rambut rontok, sariawan, hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, risiko tinggi infeksi (jumlah sel darah putih yang rendah), perubahan dalam siklus haid (ini bisa menjadi permanen), mudah memar atau pendarahan (jumlah trombosit darah yang rendah), menjadi mudah lelah (karena rendahnya jumlah sel darah merah). Ada beberapa jenis 39 kemoterapi yaitu kemoterapi ajuvan dan kemoterapi neoadjuvan. Kemoterapi ajuvan merupakan pengobatan yang diberikan kepada pasien pasca operasi yang tampaknya tidak memiliki penyebaran kanker. Kemoterapi jenis ini ditujukan untuk mengurangi risiko timbulnya kanker payudara. Sedangkan kemoterapi neoadjuvan merupakan pengobatan Manfaat yang sebelum operasi. utama dari terapi ini adalah mengecilkan sehingga diberikan kanker cukup kecil yang berukuran untuk diangkat, untuk besar dan mengeringkan luka kanker akibat kanker yang sudah pecah. Pengobatan atau kemoterapi ini harus diberikan secara berulang-ulang dengan siklus yang berlangsung antara 3 - 6 bulan. d. Terapi hormonal Metode pemberian hormon yang berfungsi sebagai penghambat laju perkembangan sel kanker. Terapi hormon tergolong dalam terapi sistemik. Terapi ini paling sering digunakan untuk membantu mengurangi resiko kanker datang kembali setelah operasi, tetapi juga dapat digunakan untuk kanker payudara yang telah menyebar atau kambuhan 40 setelah pengobatan. Bagi wanita yang sel-sel kankernya memiliki reseptor estrogen (ER-positif), maka keberadaan hormon estrogen itu mendorong pertumbuhan sel-sel kanker. Bagi wanita seperti ini, terapi hormon diperlukan untuk memblokir efek atau menurunkan kadar estrogen dalam rangka mengobati kanker payudara. e. Terapi radiasi Terapi ini merupakan pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Perawatan ini dapat digunakan untuk membunuh sel-sel kanker apapun yang berada di payudara, dinding dada, atau area ketiak (aksila). 2.3 Deteksi Dini Kanker Payudara Deteksi dini kanker adalah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih bisa disembuhkan yaitu kanker yang belum menimbulkan lama tumbuh, kerusakan yang kecil, lokal, berarti, dan pada belum golongan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Kanker payudara dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan SADARI, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan mamografi. 41 Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30% (Saryono, 2008). a. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya (Dalimartha, 2004). Diperkirakan bahwa hanya 25% - 30% wanita melakukan pemeriksaan payudara mandiri dengan baik dan teratur setiap bulannya. Wanita yang lebih muda, yang mungkin mempunyai benjolan normal pada payudara mereka, ternyata kesulitan dalam melakukan SADARI. Bahkan wanita yang bisa melakukan SADARI menunda untuk mencari bantuan medis karena ketakutan, faktor ekonomi, kurang pendidikan, enggan untuk bertindak jika terasa nyeri, faktor-faktor psikologis dan kesopanan (Chyntia, 2009). SADARI dapat diajarkan dan dipraktikkan oleh semua wanita. Pilihan waktu untuk SADARI adalah antara hari ke 5 dan ke 10 dari siklus menstruasi, dengan menghitung hari pertama haid sebagai hari pertama. Wanita pascamenopausal dianjurkan untuk memeriksakan payudaranya pada hari pertama setiap bulan untuk 42 meningkatkan rutinitas SADARI. Semua pasien yang telah menjalani mastektomi diinstruksikan dengan cermat tentang cara untuk memeriksa payudara yang tersisa dan letak insisi untuk mendeteksi setiap nodul, yang dapat menandakan kekambuhan penyakit. Gambar 2. SADARI Langkah-langkah pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) 1) Pemeriksaan di kamar mandi Pemeriksan menggunakan payudara tangan sewaktu kanan mandi untuk yaitu memeriksa payudara sebelah kiri dan tangan kiri untuk payudara sebelah kanan. Periksa adanya benjolan, massa yang keras atau penebalan. 43 2) Pemeriksaan di depan cermin Amatilah payudara dengan lengan berada di samping. Selanjutnya angkat kedua lengan setinggi diatas kepala. Perhatikan apakah ada tanda-tanda perubahan bentuk kedua payudara seperti pembengkakan, pelepasan cairan, lekukan-lekukan pada kulit atau perubahanperubahan pada puting susu. 3) Pemeriksaan dalam posisi baring Untuk memeriksa payudara sebelah kanan, letakkan bantal atau handuk yang dilipat dibawah bahu kanan. Tempatkan tangan kanan di belakang kepala. Posisi ini membuat penyebaran jaringan payudara merata diatas dada. Gunakan 3 jari tengah dari tangan kiri dan susun jari-jari tersebut dalam keadaan rata. Tekan dengan gerakan lingkaran kecil. Geserkan jari-jari tersebut dari satu posisi ke posisi selanjutnya. Jangan angkat jari-jari lepas dari payudara sebelum keseluruhan jaringan payudara telah diperiksa. Dalam pemeriksaan tersebut temukan tanda-tanda seperti benjolan, penebalan atau keadaan yang tidak normal. Bila ditemukan adanya pelepasan cairan jernih atau darah, sebaiknya laporkan pada dokter. Setelah selesai melakukan pemeriksaan lengkap pada payudara kanan, lakukan juga 44 pemeriksaan pada payudara kiri dengan cara yang sama. b. Mammografi Mammografi adalah pemeriksaan payudara dengan alat rontgen. Pada mammografi digunakan sinar X dosis rendah untuk menemukan daerah yang abnormal pada payudara. Menggunakan mesin mammografi, payudara akan ditekan oleh dua plat untuk meratakan dan menyebarkan jaringan. Keadaan ini mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi sangat penting untuk menghasilkan gambar mammogram yang baik dan dapat dibaca. Penekanan payudara ini hanya berlangsung beberapa detik. Seluruh prosedur mammografi untuk satu payudara adalah sekitar 20 menit. Hasil dari mammografi adalah film (mammogram) yang dapat diinterpretasi oleh dokter bedah atau dokter ahli radiologi. Perubahan yang dapat terlihat dari mammogram adalah mikrokalsifikasi yaitu deposit-deposit kecil kalsium dalam jaringan payudara yang terlihat sebagai titik-titik kecil putih di sekitar jaringan payudara. Mikrokalsifikasi yang dicurigai sebagai tanda kanker adalah titik-titik yang sangat kecil, dan berkumpul dalam suatu kelompok (cluster). Massa yang tampak pada mammogram dapat disebabkan oleh 45 kanker atau bukan kanker, tetapi untuk memastikan biasanya dilakukan biopsi. Massa yang tampak dapat berupa massa padat dan kistik (berongga dan berisi cairan). Para ahli menganjurkan kepada setiap wanita yang berusia di atas 40 tahun untuk melakukan mammogram secara rutin setiap 1-2 tahun dan pada usia 50 tahun ke atas mammogram dilakukan sekali setahun. c. Biopsi Biopsi merupakan operasi kecil untuk mengambil contoh jaringan (biopsi) dari benjolan itu, kemudian diperiksa di bawah mikroskop laboratorium patologi anatomi. Bila diketahui dan dipastikan bahwa benjolan itu adalah kanker, maka akan dilakukan pengangkatan payudara untuk menghindari penyebaran ke bagian tubuh yang lain. d. USG USG atau yang juga dikenal dengan sonography atau ultrasonography, sering digunakan untuk mengevaluasi ketidaknormalan payudara yang ditemukan pada hasil mammography. USG dengan cepat dapat menemukan kista (kantung bulat, berisi cairan, di dalam payudara) ataupun pertambahan volume jaringan padat (dense mass). USG menggunakan gelombang suara frekuensii 46 tinggi untuk menghasilkan gambar (citra) payudara. Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dipancarkan dari sebuah tranduser ke payudara. Pantulan gelombang suara dari payudara ditangkap oleh tranduser dan kemudian diterjemahkan oleh sebuah komputer menjadi sebuah gambar (citra) yang terlihat di layar monitor. Jika sebuah kista payudara sedang digambarkan, hampir seluruh gelombang suara akan melewati kista serta menghasilkan pantulan yang lemah. Jika tumor payudara yang digambarkan, gelombang suara akan memantul dari benda padat tersebut dan pola pantulannya diterjemahkan oleh komputer menjadi gambar yang dikenali/diindikasikan sebagai massa solid. Selama pemeriksaan pasien akan merasakan sedikit tekanan dari transduser. e. Termografi Pada termografi digunakan suhu untuk menemukan kelainan pada payudara. Termografi ini relatif aman karena tidak menimbulkan radiasi, tanpa injeksi ataupun penekanan apapun. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan termografi yaitu pakaian penderita harus dilepas sebelum termografi dilakukan dan penderita ditempatkan pada ruangan dengan suhu 210C selama 15 menit. Tujuannya untuk adaptasi sebelum 47 termografi dilakukan sehingga hasil termogram kontras. Dengan memanfaatkan digital infra-red thermal imaging, akan didapat pola panas normal dan tak normal yang dihasilkan oleh adanya sel kanker. Caranya, pasien cukup berdiri di depan alat termografi, kemudian petugas merekam pola panas payudara. Bila terdapat warna merah (tanda suhu tinggi tak normal), maka terdapat aktivitas sel tumor. 2.4 Pemeriksaan Payudara Pemeriksaan payudara dilakukan selama setiap pemeriksaan fisik atau ginekologi umum atau jika pasien menduga, mengeluhkan, atau ketakutan akan penyakit payudara. Pemeriksaan payudara klinis dianjurkan setidaknya setiap 3 tahun bagi wanita antara usia 20-40 tahun, dan kemudian setiap tahun. Pemeriksaan payudara yang lengkap dan menyeluruh termasuk instruksi pemeriksaan mandiri membutuhkan waktu setidaknya 5 menit atau lebih. a. Inspeksi Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi. Pasien melepaskan pakaiannya mulai dari kepala sampai sebatas pinggang dan duduk dalam posisi yang nyaman menghadap pemeriksa. Payudara diinspeksi terhadap ukuran dan 48 kesimetrisan. Kulit diinspeksi terhadap warna, pola venosa dan ketebalan atau edema. Eritema (kemerahan) dapat menunjukkan inflamasi lokal jinak atau invasi limfatik superficial oleh neoplasma. Pola venosa yang menonjol dapat menandakan peningkatan suplai darah yang dibutuhkan oleh tumor. Edema dan pitting kulit dapat terjadi akibat neoplasama menyekat drainase limfatik dan kulit tampak orange-peel (peau d’orange), yang merupakan tanda klasik dari kanker payudara tingkat lanjut. Untuk mendapatkan cekungan (dimpling) atau retraksi yang sulit terdeteksi, pemeriksa menginstruksikan pasien untuk mengangkat kedua tangannya. Berikutnya, pasien diinstruksikan untuk meletakkan tangannya pada pinggang dan mendorong pinggangnya. Gerakan ini menyebabkan kontraksi otot pektoralis, yang normalnya tidak mengubah kontur payudara atau arah puting susu. perubahan Setiap posisi dimpling ini atau retraksi menunjukkan selama pertumbuhan malignansi. Region klavikular dan aksilaris diinspeksi dan dipalpasi terhadap pembengkakan, perubahan warna, lesi atau perubahan nodus limfe. 49 b. Palpasi Palpasi area aksilaris dan klavikular dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk. Untuk memeriksa nodus limfe aksilaris, pemeriksa dengan perlahan melakukan abduksi lengan pasien dari toraks. Lengan atas kiri pasien diraih dengan perlahan dan disangga dengan tangan kiri pemeriksa. Tangan kanan bebas untuk mempalpasi aksila dan memperhatikan setiap nodus limfe yang mungkin terletak dibawah dinding toraks. Bagian datar dari ujung jari digunakan dengan perlahan untuk mempalpasi area nodus sentral, lateral, subkapular, dan pektoralis. Normalnya nodus limfe ini tidak terpalpasi jika mereka tidak membesar. Ukuran, lokasi, mobilitas, konsistensi, dan nyeri tekan pada nodus tersebut dicatat. Pasien kemudian dibantu untuk mengambil posisi telentang. Sebelum payudara dipalpasi, bahu pasien ditinggikan dengan bantal kecil untuk menyeimbangkan payudara pada dinding dada. Jika tidak dilakukan, hal ini akan membuat jaringan payudara terjatuh ke arah lateral, dan masa payudara mungkin tidak tampak dalam jaringan yang menebal ini. Pemeriksa dapat memilih untuk dapat melakukan palpasi melingkar searah dengan arah jarum jam mengikuti lingkaran konsentris imajiner dari batas terluar payudara 50 kearah puting susu. Selama palpasi, pemeriksa memperhatikan konsistensi jaringan, nyeri tekan, dan atau adanya massa. Jika terdeteksi massa, maka massa tersebut digambarkan beserta lokasinya (misalnya, payudara kiri 2 cm dari puting pada posisi jam dua). Ukuran, bentuk, konsistensi, garis perbatasan, dan mobilitas tercakup dalam deskripsi. Jaringan payudara pada remaja biasanya keras dan lobular, sementara pascamenopausal jaringan payudara pada wanita teraba lebih tipis dan mungkin lebih granular. Selama kehamilan dan laktasi, payudara lebih keras dan lebih besar, dengan lobulus yang tampak lebih jelas. Perubahan hormonal menyebabkan areola menjadi lebih gelap. Kista secara umum ditemukan pada wanita yang masih menstruasi dan biasanya berbatas jelas dan mudah digerakkan. Pada pramenstruasi, kista dapat lebih besar dan lebih keras. Tumor malignansi, sebaliknya cenderung untuk lebih keras, dengan konsistensi seperti penghapus pada ujung pensil, tidak berbatas tegas, terikat pada kulit atau jaringan dibawahnya, dan biasanya tidak nyeri tekan. Semua abnormalitas yang terdeteksi selama inspeksi dan palpasi harus dievaluasi oleh dokter. 51 2.5 Kebudayaan 2.5.1 Definisi Istilah kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budh“. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata Buddhayah, bentuk jamak dari kata budi yang berarti budi atau kebudayaan akal/bangun atau diartikan sebagai sadar, sehingga hal-hal yang bersangkutan dengan akal manusia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dari hasil karya manusia dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Banyak ahli yang mendefenisikan tentang kebudayaan, E. B. Taylor dalam Mubarak (2009) memberikan suatu pengertian bahwa kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum adat, serta segala macam kemungkinan dan kebiasaan 52 yang dicapai oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo dan Soelaiman dalam Mubarak (2009), kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Kebudayaan sifatnya macam-macam. Akan tetapi semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. 2.5.2 Wujud kebudayaan Ada tiga wujud kebudayaan menurut Mubarak (2009) yang secara nyata dapat diamati oleh manusia yaitu: a. Wujud gagasan/ideal. Budaya dalam wujud gagasan atau ide ini bersifat abstrak dan tempatnya ada dalam alam pikiran sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Sistem gagasan yang telah dipelajari sejak dini sangat menentukan sifat dan cara berpikir serta tingkah laku. Gagasan-gagasan menghasilkan berbagai inilah yang akhirnya hasil karya manusia berdasarkan sistem nilai, cara berpikir dan pola 53 tingkah laku. Wujud budaya dalam bentuk sistem gagasan ini disebut sistem nilai budaya. b. Wujud perilaku (aktivitas) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkrit, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati serta didokumentasikan. c. Wujud benda hasil budaya Semua benda hasil karya manusia tersebut bersifat konkrit, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam wujud konkrit ini disebut kebudayaan fisik. Dalam hidup bermasyarakat ketiga kebudayaan diatas tentu tak dapat terpisahkan satu sama yang lainnya. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia menghasilkan benda-benda 54 kebudayaan khusus. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alam manusianya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatan dan juga cara pikirnya. 2.5.3 Sifat kebudayaan a. Budaya cenderung cenderung untuk bertahan jika bertahan. oleh Budaya masyarakat pendukung masih dianggap cocok atau masih memenuhi kebutuhannya. b. Budaya selalu berkembang. Budaya cenderung mengalami perubahan-perubahan sosial dengan situasi yang baru karena manusia memiliki rasa tidak puas terhadap apa yang telah ada, sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan kualitas. Ada dua kekuatan didalam masyarakat yang berkaitan dengan kecenderungan manusia untuk berubah, yaitu sebagai berikut: 1. Kekuatan yang ingin menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 55 2. Kekuatan yang berusaha menyimpang dari kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Mubarak, 2009). 2.6 Pengaruh Budaya terhadap Perilaku Manusia Manusia adalah makhluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya melalui belajar. Apa yang kita pelajari umumnya dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita. Kepribadian melatarbelakangi perilaku individu. Individu dan perilakunya terwujud dalam kebudayaannya. bentuk Dalam perilaku bukunya masyarakat Mubarak dan (2009) menjelaskan bagian-bagian kebudayaan yang mempengaruhi bentuk kepribadian antara lain sebagai berikut: a. Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan. Contoh, adat istiadat melamar mempelai yang berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya di Indonesia. b. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda. Seseorang yang dilahirkan di desa memiliki sikap percaya diri dan sikap untuk menilai. Sedangkan anak di kota lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan lebih berani untuk menonjolkan diri. 56 c. Kebudayaan khusus kelas sosial tertentu dalam suatu masyarakat, seperti kelas sosial tinggi, menengah dan rendah. Masing-masing kelas sosial dan kelas menghasilkan kepribadian yang berbeda pula dalam diri anggota kelas sosial tersebut. d. Kebudayaan mempunyai khusus pengaruh atas besar dasar agama. terhadap Agama pembentukan kepribadian. e. Kebudayaan berdasarkan profesi. Misalnya kepribadian seorang perawat tentu akan berbeda dengan kepribadian seorang pengacara. Itu semua berpengaruh kepada suasana dalam keluarga dan cara-cara mereka bergaul di dalam masyarakat. Seorang penulis, Jim Chew dalam bukunya When you cross cultures (1990: 4-7), menguraikan lebih rinci mengenai budaya dimana budaya memiliki empat lapisan yaitu tingkah laku, nilai-nilai, kepercayaan, dan cara pandang dunia. Culture has to do with a society’s beliefs, values and behavior patterns. A particular culture will have a view of reality which its member live by. This is called its “world view” and it is the heart of a culture. From this “world view” comes the beliefs and value of a culture, which in turns influence its behavior. If any change is to take place significantly, it has to take place at the heart of culture, rather than behavior. A world view may be “religous” (God or gods are part of reality) or “secular” as in a secularized or Marxist society. From a person’s world view will flow his beliefs related to God and to reality. From these beliefs will flow his values of what is good and desirable, and what is undesirable and 57 unacceptable. A “value-system” usually stem from a “truthsystem” of beliefs. Values in turn will affect behavior and relationship between people. World view determines a person’s view of God, of himself and of his meaning in life. For example, the world view of most south asians includes many gods. Asking a person if he belives in Christ will bring forth a positive “yes” in reply. But Christ is only one of the many gods in his pantheon. And Christ cannot be the only way. For the Christian who has come to know Christ, Christ is uniquely the way. There is none else. His whole focus is on Christ, as was the apostle Paul’s when he wrote to the Philippians. A colleague in Shouth Asia, in his witness to the peoples, views evangelism as a process rather then isolated events of proclaiming the gospel message. Through bridges of friendship and discussions, his hearers are drawn progressively to understand who God is and why Christ is unique. His aims is for his contact to be introduced to the person of Christ in such a manner that he will be increasingly attractive and glorious to them to the point that other gods will fade and disappear out of their minds. The process of changing their world view will require a progressive understanding of the person of Christ. E Stanley Jones in the song of ascents describes how his hearers will often have an equivalent for many of our biblical portrayals of Christ. “Then he dawning came”, he writes and what a dawing! I saw that everything they brought up was the word become word, and what the gospel presented was the word become flesh”. For Christ to be unique to the South Asian may teke a long process because his understanding of christis coloured by his world view and set of beliefs. The Holy Spirit’s work of conviction is often not a sudden matter but a process of the word of god taking root. The blindness is ultimately dispelled and light shines. How then can cross-cultural messenger learn to understand the world view and beliefs of the people they hope to win? David Hesselgrave suggest there ways that are logically possible. Firstly, cross cultural messenger can invite their non Christian respondentsto lay aside their own world view and adopt the Christian world view. This, however, is highly impractical. Few are prepared to do so or even able to do so. 58 BEHAVIOR VALUES BELIEFS WORLD VIEW Gambar 3. Behavior, values, beliefs dan world view Secondly, cross cultural messenger can temporarily adopt the world of their respondent. Then by reexamining their message in the light of respondent’s. world view, they can adapt the message so as to make it meaningful. This approach is not easy but is possible and practical. Thirdly, cross-cultural messenger can ask their respondents to meet them half-way to exchange views so as to establish common ground. This approach is risky as it will distort the message. Any religion needs to be viewed as a whole. Hesselgrave suggest that the second approach is in keeping with the missionary calling and the realities of culture. Dalam menjelaskan uraian yang bahwa disampaikan world view oleh Jim (pandangan Chew dunia) merupakan sesuatu yang sesungguhnya nyata atau tidak tentang kebudayaan dalam hal ini pandangan seseorang tentang sehat dan sakit. Bagaimana seorang individu 59 memandang realita yang ada berkaitan dengan kesehatan. Pandangan dunia (World view) melandasi keyakinan (beliefs). Keyakinan dalam hal ini terkait sesuatu yang dianggap benar atau salah. Keyakinan yang melandasi adanya suatu nilai (value), dimana nilai inilah yang membuat seseorang bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sehubungan dengan sehat dan sakit. Dan dari nilai yang dimiliki akan tampak dalam perilaku individu tersebut yang dapat kita amati secara langsung dalam kehidupannya. a. Pandangan dunia (world view) Dalam bukunya Ilmu budaya dasar (2004) Prasetya menjelaskan bahwa pandangan dunia adalah juga filsafat hidup. Sesuai dengan arti filsafat yaitu cinta akan kebenaran maka bentuk kebenaran yang akan dicapai adalah kebenaran yang dapat diterima oleh siapa saja. Pandangan dunia dimiliki oleh semua orang atau semua golongan. Jadi pandangan dunia dapat merupakan keseluruhan garis dan kecenderungan jalan-jalan dan nilai-nilai yang akan dicapai untuk landasan semua dimensi kehidupannya. Dari pandangan dunia ini terpancar perbuatan, kata-kata dan tingkah laku dan cita-cita, sikap, dorongan atau tujuan yang akan dicapai. Falsafah atau pandangan dunia bukan timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan 60 melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat teruji kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk yang disebut falsafah atau pandangan dunia. Pandangan dunia juga berarti pandangan seseorang tentang kenyataan hidup. b. Keyakinan/kepercayaan (beliefs) Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Jadi dasar kepercayaan itu adalah kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimilki seseorang, bukan karena hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Pengetahuan yang diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang memberitahu mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaannya. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa kepercayaan dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan hal-hal gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kepercayaan sering dapat bersifat rasional atau irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan 61 terhadap sesuatu tersebut masuk akal sebaliknya pula dengan kepercayaan irasional. Kepercayaan atau keyakinan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada sesuatu dapat disebabkan karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu. Kepercayaan atau keyakinan yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang benar akan menyebabkan kesalahan bertindak. c. Nilai (values) Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari penampilan kehidupan keluarga, teman, budaya, pendidikan, pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalam mempersepsikannya. Konsep nilai tidak dapat didefinisikan dengan sederhana. Tiga orang penulis klasik (Kluckhohn, Maslow, Rokeach) menyatakan bahwa nilai adalah keyakinan personal mengenai harga atas suatu ide, tingkah laku, kebiasaan, atau objek yang menyusun suatu standar yang mempengaruhi tingkah laku. Nilai adalah keyakinan yang mendasari seseorang melakukan tindakan dan tindakan itu kemudian menjadai suatu standar atas tindakan yang selanjutnya. Uustal (1992) merangkum elemen umum dalam 62 definisi nilai yang memiliki komponen kognitif, selektif, afektif dan tindakan. Rokeach (1973) dalam Perry & Potter (2005) menjelaskan nilai sebagai keyakinan karena memiliki aspek , kognitif, afektif dan tingkah laku. Nilai meliputi kognisi yaitu menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan. Nilai meliputi afektif yang menjelaskan perasaan atau emosi individu dan kelompok terhadap apa yang diinginkan. Nilai memiliki komponen tingkah laku, berpengaruh artinya dalam nilai merupakan mengarahkan variabel tingkah laku yang yang ditampilkan. Nilai sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk bertindak sehingga sebagian besar orang secara sadar menyadari bahwa hanya beberapa nilai utama yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan mereka (Perry & Potter, 2005). 63 2.7 Kerangka berpikir Kebudayaan World view Belief Value Behavior Gambar 4. Kerangka berpikir perilaku pemeriksaan payudara ditinjau dari perspektif kebudayaan 64