konsep-agama

advertisement
KONSEP-KONSEP RELIGI
(Cosmology, Cosmogoni, Theodicy, Birth, Death, Escatology)
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas harian kelompok
Mata kuliah
: Antropologi Agama
Dosen pengampu
: Ibu Asma Lutfi
Disusun oleh:
Kelompok 2
Daula Mega
(3401413079)
Ayu Herni Iliyanti
(3401413087)
Nurul Latifah F.
(3401413080)
Bagus Mustofa
(3401413088)
Zakaria Ahmad
(3401413081)
Ika Nofita
(3401413089)
Kartika Nur M.
(3401413082)
Oding Wikanti
(3401413090)
Afiat Afianti
(3014130085)
Saka Mahardika
(3401413092)
Reza Adi Nasuha
(3401413086)
Mur Ifatul Miskiyah (3401413093)
JURUSAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan, dimana
agama telah menjadi bagian dari kehidupan bagi seluruh umat manusia. Hampir
seluruh umta manusia didunia memiliki agama baik agama lokal yang lebih
bersifat kepercayaan atau menganut agama-agama besar di dunia.sebelum
mengkaji jauh mengenai agama, akan lebih baik untuk mengatetahui pengertian
agama. Agama merupakan sebuah keyakinan akan adanya hal-hal yang luar biasa
diluar kemampuan dari manusia yang biasa disebut Tuhan. Menurut EB Tylor
agama adalah "keyakinan spiritual makhluk. Durkheim juga menegaskan bahwa
agama adalah" suatu kesatuan sistem kepercayaan dan praktek", dimana
keyakinan tersebut akan disertai dengan praktek-praktek agama sebagai
implementasi/perwujudan dari keyakinan tersebut.
Berbicara tentang agama tidak akan lepas dari berbicara tentang hal gaib
dimana hal gaib in memiliki kekuatan besar yang akan mempengaruhi kehidupan
di dunia. Hal gaib ini digambarkan oleh manusia sebagai roh, dewa-dewa, atau
Tuhan. Agama tidak hanya sekedar ide-ide tentang bukan manusia dan manusia
super (roh gaib) di alam semesta, namun agama memiliki lebih dari sekedar
"keyakinan" tentang supranatural; mereka juga memiliki uraian eksplisit dalam
kehidupan mereka yang lebih spesifik berupan perilaku atau "moral" prinsipprinsip atau kode yang menuntut orang mereka.
Sebagai sebuah pemikiran yang mempengaruhi kehidupan agama juga
memberikan suatu konsep yang akan diyakini oleh manusia sebagai kebenaran.
Disini akan lebih dikaji tentang konsep kosmologi, kosmogoni, adanya kekuatan
jahat (theodicy), kelahiran, kematian, dan eskatologi. Konsep-konsep tersebut
telah ada seiring dengan munculnya agama dan dipercayai oleh umatnya sebagai
suatau kebenaran yang kesemuanya memeiliki hubungan satu sama lain yang
saling mempengaruhi. Dari konsep-konsep tersebut akan diimplememntasikan
dalam religi masyarakat Bukit yang memiliki tiga cerita suci (mite) yang diyakini
kebenarannya. Tiga mite tersebut adalah tentang asal mula alam semesta; mite
tentang mansia pertama dan keturunananya; dan mite tentang asal muasal padi.
Hal tersebut sesuai dengan ke enam konsep religi diatas yang diimplementasikan
dalam mite-mitenya. Selain itu orang bukit juga percaya akan adanya roh yang
memiliki kekuatan luar biasa yang bisa disebut orang bukit Ilah. Ilah ini lah yang
menjadi pusat religi orang bukit. Selain itu, jika dilihat dari mite-mite orang bukit
ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara manusia dengan alam yang
menyatu dalam kehidupan. Sehingga mite-mite tersebut dianggap sebagai suatu
kerangka inti yang suci.
B. Rumusan masalah
Dalam tulisan ini penulis hendak menjabarkan mengenai konsep-konsep religi
yaitu kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep kejahatan), kelahiran, kematian,
dan eskatologi. Selain itu juga akan dijelaskan bagaiamana jika konsep-konsep
religi tersebut diimplementasikan dalam sistem relogi orang bukit.
C. Manfaat
Diharankan dari tulisan ini baik penulis maupun pembaca dapat memahami
bagaiamana konsep-konsep religi yaitu kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep
kejahatan), kelahiran, kematian, dan eskatologi. Dari konsep-konsep religi
tersebut akan diimplementasikan dalam sistem relogi orang bukit sehingga dapat
mudah untuk dipahami
PEMBAHASAN
1. Kosmologi
Kosmologi melihat alam semesta sebagai putaran atau melingkar, dengan
wilayah masyarakat tertentu sebagai "pusat" dari dunia.. Teodisi Kristen
merupakan solusi umum dari "dualisme" untuk masalah kejahatan, yaitu, bahwa
ada dua kekuatan yang berbeda dan berlawanan atau makhluk, bentrokan antara
yang menghasilkan terlihat jahat.
Keyakinan tentang makhluk dan kekuatan mendasari semua agama dan
mungkin merupakan batuan dasar dan tengah keasyikan kebanyakan jika tidak
semua tradisi, ada banyak hal lain yang tradisi mereka mengajarkan tentang.
Kosmologi berkaitan dengan pesanan atau struktur realitas tertinggi, sedangkan
penawaran kosmogoni dengan asal yang struktur atau perintah. Kedua kata
berasal dari akar Yunani kosmos untuk "alam semesta" atau "order" (sebagai
lawan "chaos"), dan mantan telah dijemput oleh ilmu pengetahuan untuk nama
teori astronomi dan fisik tentang alam semesta, sedangkan yang kedua belum
menemukan aplikasi ilmiah. Kosmologi dan kosmogoni dari agama yang berbeda
bervariasi secara luas.
Mite penciptaan menggambarkan bahwa alam semesta ini pada masa
awal-awal kejadiannya hanyalah berupa tanah sebesar kepalan tangan yang di
dalamnya terdapat setetes air, sekeping langit dan seruas angina yang saling
bergalau menjadi satu. Pada saat itu unsur-unsur alam semesta itu belum
mempunyai nama masing-masing.
2. Kosmogoni
Kosmogoni (Cosmogony) adalah salah satu teori tentang keberadaan atau
asal usul alam semesta, atau bagaimana alam semesta tersebut terbentuk. Dalam
konteks khusus ruang ilmu pengetahuan dan astronomi, istilah ini mengacu pada
teori penciptaan (mempelajari berdasarkan) dari tata surya..Upaya untuk
menciptakan sebuah kosmogoni naturalistik tunduk pada dua keterbatasan
terpisah. Salah satunya didasarkan pada filsafat ilmu pengetahuan dan
keterbatasan epistemologis (epistemological) ilmu pengetahuan itu sendiri,
terutama terkait apakah penyelidikan ilmiah dapat mengajukan pertanyaan
'mengapa' alam semesta ada.
Kosmogoni orang bukit
Mite penciptaan menggambarkan bahwa alam semesta ini pada masa awal-awal
kejadianya hanyalah tanah sebesar kepalan tangan yang didalamnya terdapat
setetes air sekeping langit dan seruas angin yang saling bergalau menjadi satu
pada saat itu unsur-unsur alam semesta itu belum mempunyai nama masingmasing. Begitu Jabaril sebagai suruhan Suwara memberikan nama (identitas)
kepada masing-masing unsur-unsur tersebut maka seta merta keempat unsur itu
bergerak kesegenap penjuru menjadi awal kejadian yang besar. Tanah segera
mengubah dirinya menjadi bumi, langit menjadi matahari dan bintang-bintang.
Air dan angin meluas menyusup dan mengelilingi semua bentukan baru itu. pada
awal kejadian tersebut bumi dan langit masih belum tersebut pemisahan antar
keduanya terjadi ketika Jabaril setelah diberi tahu oleh Suwara mengucapkan
mantra “cerai bumi” . akibatnya bumi bergerak kebawah dan langit bergerak ke
atas dengan angin dan air yang menyertainya.
Air dan angin dapat menyertai pergerakan langit dan bumi diyakii karena
adanya aras yang menghubungkan langit dan bumi. Aras diyakini sebagai sebuah
tiang yang mempunyai tujuh anak tangga dan delapan dengan tingkatan yang
teratas. Ketika itu bumi merupakan sebuah tempat yang belum berpenghuni.
Sehingga Jabaril dan Suwara saling bercakap cakap dan Suwara menyuruh Jabaril
untuk membuat manusia dari tanah. Setelah itu Jabaril mengambil tanah dari
empat penjuru bumi dan terbentuklah limbagan yaitu bakal manusia yang terbuat
dari tanah. Limbagan tersebut dihidupkan kembali ke segenap penjuru bumi dan
langit.
Setelah Jabaril gagal berkali kali dan Suwara membersini limbagan itu
empat kali dan disimpai rotan kuning yang diambil dari berbagai penjuru bumi,
akhirnya limbagan itu dapat bergerak, berjalan, duduk, berdiri dan berbicara.
Limbagan yang dapat bergerak kemana mana itu oleh Jabaril dinamai Adam atau
Datu Adam. Tetapi, walaupun di bumi sudah dihuni oleh Jabaril dan Adam,
mereka masih merasa kesepian. Jabaril pun meinta kepada Suwara agar Datu
Adam di ber kawan, kemudian dengan mengambil tilang iga dari Adam dan
dimantrai, terciptalah seorang perempuan yang diberi nama Hawa adtau Datu
Tihawa.
Datu
adam
kemudian
ingin
memperistri
Datu
Tihawa. Namun
keingingannya untk berhubungan seks selalu tidak terlaksana karena Datu Tihawa
selalu menghindar. Dengan keadaan semacam itu mereka saling mengejar dan
menghindar, maka bumi pun semakin meluaspula. Kemana mereka berkejaran ke
arah sanalah bumi menghampar dan bertambah lebar. Injakan injakan kaki Datu
Adam menciptakan gunung gunung dan lembah lembah. Peluh yang
membasahinya yang bercucuran jatuh ke bumi menjadikan sungai sungai dan
danau danau serta lautan. Rambut dan bulu bulu tubuh yang tercabut dan jatuh
kebumi tumbuh menjadi pepohonan yang tegak berdiri maupun yang merambat.
Rambut Datu Tihawa yang terjatuh tumbuh menjadi rotan kuning. Panggilan atau
teriakan salinh menyahut mereka menjadi guntur dan bahana di langit. Manakala
Datu Tihawa berlari ke arah langit dan Datu Adam berlari mengejar ke arah yang
sama, maka langitpun bertambah meluas pula. Lompatan lompatannya dan
injakan injakannnya menjadi bulan dan bintang. Erahi yang terpancar keluar
ketika mengejar Datu Tihawa yang jatuh dan dikandung bumi melahirkan
binatang yang hidup di darat maupun yang hidup di dalam air, dan yang
dikandung oleh langit melahiran aneka ragam buruh.
Dengan meyakini kreasi Datu Adam dan Datu Tihawa dalam proses
penciptaan selanjutnya, karenanya Orang Bukit meyakini pula bahwa alam sekitar
itu ada persamaannya di dalam pada tubuh manusia. Dikatakan bahwa tanah itu
adalah daging. Batu batuan besar kecil itu adalah tulang belulang. Pepohonan
besar kecil yang berdiri tegak maupun yang merambat adalah rambut atau bulu
yang tumbuh dikepala atau dibagian lagi tubuh manusia. Gunung gemunung
tinggi adalah kepala, tangan dan kaki. Dan gua gua yang ada di kaki kai gunung
adalah mulut dan perut. Akar akaran adalah urat urat sedang akar tunggang adalah
urat achilles. Sungai sungai dan pancur adalah nadi dan pembuluh darah lainnya.
Lembah lembah itu adalah lekukan keriput pada tubuh. Angin yang bertiup sepoi
sepoi adalah napas manusia yang gelisah. Hujan yang turun adalah peluh yang
bercucuran, sedang kabut yang menyelimuti bumi adalah uap tubuh orang yang
mandi atau kedinginan di pagi hari. petirdan guntur yang sambung menyambung
adalah teriakan dan batuk Datu Adam dan Datu Tihawa, sedang bencana alam
yang terjadi hasil pertengkaran keduanya yang ditiru oleh keturunannya.
Dengan keyakinan tersebut mereka merasam sama dengan alam dan
berusaha hidup harmonis dengan alam tersebut.oleh aktivitas sehari hari seperti
bercocok tanam alam sekitar mau tak mau akan dirusak. Namun rupanya
masyarakat Bukit mengembangkan cara cara yang unik agar ekuilibrium antara
manusia dengan alam sekitar tidak selamanya tegang dan terganggu
keseimbangannya. Pandangan kosmis tersebut sebagaimana juga pandangan
religius pada umumnya memberikan landasan kuat pada orang orang untuk
percaya diri dalam hidup di masa kini, dimasa depan dan bahkan hidup baru
sesudah mati (lihat Radcliffe-Brown, 1952:175). Berdasarkan keyakinan tersebut
maka Orang Bukit beranggapan bahwa perlakuan terhadap alam sekitar adalah
juga perlakuan terhadap diri sendiri.
Dari kosmogoni tercsebut dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
rupanya Orang Bukit menganggap sebstansi segala benda yang organis maupun
yang non organis adalah tanah, air, langit dan angin-dalam hal ini adalah udara.
Bila dalam mite tersebut langit dapat diartikan sebagai alam yang terang
benderang, maka pengertian itu menunjuk kepada sesuatu yang bercahaya. Unsur
atau benda bercahaya yang paling dekat dengan kehidupan sehari hari adalah api.
Bila demikian halnya maka substansi segala sesuatu menurut Orang Bukit adalah
tanah, air, api dan udara.
Orang Bukit beranggapan bahwa walaupun antara bumi dan langit itu ada
jarak, namun keduanya dihubungkan oleh tiang aras. Aras diyakini sebagai tempat
bertahta dan memerintahnya Tuhan semesta alam, maka konsep tersebut
mempunyai implikasi tertentu terhadap sistem upacara.. ada sejumlah peralatan
upacar yang diidentifikasikan sebagai tiang seperti tiang berbuah (tihang
babuhang). Tiang kuasa (tihang kuasa), tiang bahatara (tihang pabahataraan) dan
sebagainya.
Untuk dapat naik ke langit orang harus melalui tangga. Ada tujuh anak
tangga yang harus dilalui,dan anak tangga yang kedelapan berada dilangit yang
paling tinggi. Dari pengertian tangga ini muncul keharusan daalm upacara bahwa
balian yang mengundang ilah ilah yang berada dilangit itu haruslah membuat
tangga,disebut dengan balian yakni asap dupa yang dimantrai yang terimplikasi
dengn jelas dalam upacara kematian. Tangga terbuat dari bambu kuning didiriikan
diatas kuburan yang meninggal agar rohnya dengan mudah berjalan mendaki
menuju kampung akhir nenek moyang dilangit.
Bila dikaji lebih cermat pandangan Orang Bukit tentang alam semesta dan
manusia pertama agaknya dipengaruhi oleh pandangan agama islam. Nama nama
Jabaril. Datu Adam dan Datu Tihawa adalah nama nama yang dilokalkan terhadap
Jibril, Adam, dan Siti Hawa. Penambahan nama Datu hanya menunjukkan
kehormatan kepada yang bersangkutan.
3. Theodicy
Theodicy berasal dari bahasa Yunani yaitu theos (Allah/Tuhan) dan dike
(keadilan, kebenaran, pembenaran). Theodicy adalah ilmu yang berupaya
membenarkan cara-cara (jalan-jalan) Allah bagi manusia. Pengertian lainnya
adalah usaha mempertahankan keyakinan bahwa dunia ini lah yang terbaik dari
semua kemungkinan ataupun usaha mempertahankan kebaikan dan keadilan Allah
pada manusia.
Dapat kita lihat dari hubungan antara penghuni bumi dan langit. Ada
sejumlah manusia yang tinggal di bumi dan ada sejumlah manusia yang tinggal
dilangit. Mereka yang tinggal dibumi semuanya perempuan kakak beradik
delapan orang disebut Datu Bini Badangsanak Walu. Mereka yang tinggal
dilangit semuanya laki-laki kakak beradik delapan orang disebut Datu Laki
Badangsanak Walu. Yang paling bungsu penghuni bumi dinamakan Dara
Kabungsuan, sedangkan paling muda yang tinggal di bumi dinamakan Dara Laki
Kabungsuan. Yang terakhir dinamakan Taruna Kabungsuan / Ranggan. Kedua
kelompok tersebut tidak pernah bertemu ataupun saling mengunjungi. Bahan
makanan pokok bumi adalah umbi-umbian yang dapat diperoleh dan dipungut
dari berbagai penjuru bumi, tetapi pada suatu ketika bahan makan tersebut
menjadi semakin langka. Ketika persediaan habis, bergantian penghuni bumi
pergi kelangit mancari bahan makanan, mereka menemukan penghuni langit
menyantap makanan bukan dari umbi-umbian tetapi berasal dari suatu buah yang
disebut padi, orang-oarang langit menyebutnya sebagai buah tahun.
Setiap delapan musim orang-oarang bumi bergantian pergi kelangit
mancari dan meminta bahan makanan itu. Setiap ada yang datang tidak diberi
buah padinya tetapi yang sudah berupa beras. Tidak satupun gabah yang boleh
dibawa keluar dari langit. Hal tersebut membuat datu Bini Badangsanak Walu
mencari akal untuk menghasilkan padi tersebut dan Dara Kabungsunan lah yang
disuruh untuk mengusakan hal tersebut, tetap selalu gagal karena usahanya selalu
dikettahui oleh Datu Laki Badangsanak Walu, maka Dara Kabungsunan
menyimpannya didalam rahimnya dan tidak diketahui oleh Datu Laki
Badangsanak Walu.
Tetapi betapapun padi yang ditanam di bumi, hasil panennya tidak dapat
mencukupi untuk satu musim. Kemudian orang bumi bertanya kepada orang
langit mengapa hasil panennya tidak sebanayk dilangit. Datu Laki Kabungsunan
(Ranggan) menjelaskan bahwa orang bumi bercocok taman dan merawat padi
tidak seperti orang langit, maka Rangga mengajarkan cara mananam padi,
merawat, dan menyelamati padi. Mereka juga memperlihatkan berbagai peralatan
untuk merawat dan menyelamati padi yakni berupa langgatan yang selalu
tergantung dibentangan langit sepanjang musim, karena langgatan tersebut tidak
mungkin digantung serupa dilangit makan peralatan tersebut ditancapkan.
Peralatan yang ditancapkan tersebut disebut lalaya.
4. Kematian
Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara defenitif, kematian adalah
terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya kerja
otak secara permanen. Pandangan tentang kematian seiring waktu, pandangn
masyarakat tentang kematian telah mengalami perubahan. Dahulu kematian
cenderung dianggap sebagai hal yang menakutkan dan tabu. Kini,kematian telah
dipandang sebagai hal yang wajar dan merupakan proses normal kehidupan.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan
keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita.
Berduka (kematian) adalah suatu keadaan dimana seseorang atau keluarga
mengalami respon manusiawi yang melibatakan reaksi psikososial dan fisiologis
terhadap kehilangan yang nyata atau di rasakan (orang,benda,fungsi,ststus dan
hubungan). (Diagnosa Keperawatan edisi 6, hal.428). Berduka (kematian) adalah
Respons emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
a. Konsep Kematian
1.
Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam
PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung
dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman
kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang
semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
2.
Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan
resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan
nyawa dapat ditarik kembali.
3.
Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri
tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep
ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena
kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
4.
Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan
interaksi sosial
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu
yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat,
mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara
fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak
dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini
bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini,
kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do
not resuscitation).
b. Kematian Dalam pandangan Hidup Orang Jawa
Kematian di dalam kebudayaan apa pun hampir selalu disikapi dengan
ritualisasi. Entah apa pun wujud ritualisasi itu. Ada berbagai alasan mengapa
kematian disikapi dengan ritualisasi. Dalam berbagai kebudayaan kematian juga
dianggap bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari kehidupan. Peristiwa
kematian juga ditangkap dengan sudut pandang dan pengertian yang berbeda-beda
oleh setiap orang. Baik dengan ketakutan, kecemasan, pasrah, atau keikhlasan.
Orang Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru
bagi orang yang mati. Mereka (orang yang mati) diangkat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup. Segala status yang
disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur.
Dalam hal ini makna kematian di kalangan orang Jawa mengacu pada pengertian
kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi). Dalam batu nisan
selalu diterakan kata kyai dan nyai. Sebuah kata yang mengacu pada pengertian
‘lebih’ dari pada yang bukan kyai atau nyai. Sebutan ini dikenakan kepada semua
yang telah mati tidak memandang usia si mati, juga tidak memandang kedudukan
atau status sosial yang pernah disandang semasa si mati masih hidup di dunia.
Kematian dalam kebudayaan Jawa (juga dalam kebudayaan lain) hampir selalu
disikapi bukan sesuatu yang selesai. Titik. Kematian selalu meninggalkan
ritualisasi yang diselenggarakan oleh yang ditinggal mati. Setelah orang mati,
maka ada penguburan yang disertai doa-doa, sesajian, selamatan, pembagian
waris, pelunasan hutang, dan seterusnya. Oleh karena penyebab kematian, maka
pengertian mati juga diberi istilah yang berbeda-beda. Ada mati wajar, mati sial,
mati konyol, dan sebagainya. Masing-masing pengertian mati ini selalu berkaitan
erat dengan konstruksi sosial dari masyarakat yang melingkupinya.
Dalam masyarakat Jawa kematian juga melahirkan apa yang disebut ziarah
atau tilik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari
segalanya. Ikatan antara si mati dan yang hidup dipertautkan kembali lewat
aktivitas ziarah kubur. Tradisi ini secara tersirat juga menimbulkan sebuah
pengharapan bagi yang masih hidup bahwa yang telah mati, yang telah berada di
dunia sana dapat menyalurkan berkah dan pangestu kepada yang masih hidup. Hal
ini dipandang dapat menjadi salah satu faktor keberhasilan bagi kehidupan orang
yang telah ditinggalkan si mati. Baik keberhasilan material maupun spiritual.
Kematian adalah sebuah misteri yang tidak dapat diungkapkan dan tidak
terelakkan. Fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala iman atau
kepercayaan. Masyarakat Jawa dalam pengertian ini dapat dilihat juga
mempercayai adanya dunia lain sesudah mati.
5. Kelahiran
a. Konsep Kelahiran
Kelahiran manusia dan kematian biasanya dianggap sebagai spiritual atau
agama fenomena, lindung nilai sekitar dengan keyakinan, ritual, dan nilai moral.
Pandangan tentang kematian di beberapa agama adalah transisi dari biasa ke
kondisi spiritual; lahir mungkin transisi seperti juga (terutama jika agama
mensyaratkan bahwa manusia ada sebelumnya dalam beberapa cara supranatural).
Di antara Azande, misalnya, konsepsi dipahami untuk mengikuti dari hubungan
seksual, air mani atau nziro mengandung jiwa anak yang belum lahir. Di dalam
rahim, pria dan wanita "jiwa-barang" dicampur, dan mana bagian orang tua yang
mendominasi lebih kuat menentukan jenis kelamin anak. Janin dianggap sebagai
"jiwa dengan tubuh yang belum berkembang, dan bahkan ketika anak lahir jiwa
belum menjadi lengkap dan permanen melekat pada tempat tinggal " sehingga
rentan terhadap "terbang jauh" dan kematian (Evans-Pritchard 1962: 246). Janin
diperkuat dan dibangun dari darah wanita dan inseminasi berulang pria, serta
makanan ibu.
The Dinka mengatakan bahwa pria dan wanita melahirkan bersama-sama,
dengan perantaraan ilahi untuk "menciptakan" anak dan bantuan nenek moyang
'untuk melindunginya dari kekuatan jahat. Dengan kata lain, dua media yang
supranatural (dewa dan leluhur roh) bertemu dengan manusia untuk membuat
hidup dan menjaganya terhadap media supranatural ketiga (kekuatan jahat) (Deng
1972). Ainu menegaskan bahwa konsepsi dan kelahiran yang tidak disebabkan
oleh seks sama sekali tapi oleh dewa Aynu Sikohte, karena manusia tidak
memiliki kekuatan untuk membuat hidup. Demikian pula, Aborigin Australia
tidak melihat hubungan antara seks dan anak- di banyak masyarakat mereka, bayi
berasal dari roh-roh Bermimpi dan "semangat anak-anak" lahir dalam bentuk
manusia. Roh-roh berdiam di lanskap dan memasuki rahim wanita saat ia duduk,
berbaring, atau berkemah di tempat suci. Perempuan kadang-kadang dianggap
pasif "host" dari roh-roh yang diinginkan untuk lahir, sedangkan laki-laki tidak
memainkan bagian sama sekali kecuali mungkin untuk "membuka jalan."
The Kaguru dari Afrika Timur (Beidelman 1971) memiliki salah satu yang paling
menarik mengambil kelahiran manusia. Menurut agama mereka, ketika manusia
mati, ia pergi ke tanah orang mati atau hantu. Namun, ketika seorang anak
manusia lahir, orang yang lahir dari tanah hantu, sehingga kelahiran manusia
adalah kematian hantu. Sama seperti hidup berkabung kehilangan salah satu dari
mereka sendiri dari kematian, hantu meratapi hilangnya mereka sendiri dari
"lahir." Oleh karena itu, ada hubungan hidup dan kematian timbal balik antara
hantu dan manusia di mana masing-masing lahir dari dan meninggal ke yang lain.
b. Penerapan Konsep Kelahiran
Konsep kelahiran dalam antropologi agama ini dianut oleh orang-orang
bukit. Mereka menganggap bahwa terdapat sangkut paut manusia dengan Suwara
atau Ilah pemelihara. Suwara memberi perintah pada Jabarail untuk memberikan
nama pada setetes air. Setetes air tersebut pada mulanya berada di alam barasagi
atau alam sementara, yakni di langit dan di bumi, di Bapang dan di Indung.
Setetes air tersebut diberi nama Putir atau sekarang disebut dengan mani. Putir
tadi bergerak melompat ke kantong langit ( buah zakar ). Lalu bertapa selama
tujuh hari dan membuka lawang patimah ( selaput dara ) dia memasuki balai
ranjang wasi ( vagina ) dan terus memasuki balai kaca bagantung ( rahim ). Putir
tadi ditemani oleh lima saudaranya bertapa selama sembilan bulan sembilan hari.
Setelah selesai masa bertapanya dia mulai mengikuti saudaranya yang
tertua. Didahului dari tubaniah ( air ketuban ) keluarlah dari pertapaannya dan
diikuti oleh saudara-saudara lain yaitu uriah ( tali pusat ), tubaniah ( air ketuban ),
camariah (ari-ari), tumbuniah ( darah/tembuni plasenta) disebut Dangsanak
Ampat ( saudara empat). Setelah saudara mepat tadi mengantar dan mengiringi
kelahiran manusia kemudian mengikuti
jejak saudara tertua yaitu Raja
Umbayung dan akhirnya memnempati alamnya sendiri-sendiri. Alam bawah
ditempati oleh tumbuniya, alam basah ditempati oleh tubaniah, alam kering oleh
camariah, dan alam nyata oleh uriah.
Putir ini menjadi penyebab menjadi manusia. Di sendiri tidak berbentuk
tetapi ada pada setiap diri manusia dan dalam “diri” saudara empat tadi. Setiap
organ jasmaniah yang dapat bergerak ada Putrinya masing-masing yang
memelihara. Putir ini bebas bergerak kemana-mana juga menjelajahi alam
semesta dan tempat tinggalnya berakhir adalah diri jasmaniah manusia.
Dangsanak empat tadi bertugas memelihara, menemani, serta teman
bermain limbangan/bayi tadi didalam rahim ibu sehingga tidak pernah kesepian.
Diyakini pula bahwa perpisahan yang terlalu lama dengan dangsanak empat
menyebabkan sesorang akan mengalami kekurangan dinamika dan gairah hidup.
Pandangan orang bukit menegaskan bahwa manusia di dunia ini bukankah
persoalan pokok dan hasil hubungan perkawinan anatara seorang wanita dan lakilaki. Perkawinan hanyalah perantara munculnya kelahiran itu. Limbangan, dia
adalah kreasi langit yang ditempatkan didalam sebuah rahim sorang wanita.
Karena itu diri langit bersifat sakral. Diri langit adalah setetes air yang diberi
nama yakni putir sedangkan diri bumi adalah jasmani manusia dalam wujudnya
yang terlihat seperti sekarang ini. Dulu penciptaan bumi dan langit itu merupakan
satu kesatuan, sehingga putir dan jisim manusia itu merupakan satu kesatuan pula.
Orang bukit memahami hakikat manusia sebagai berikut ada diri kasar dan ada
diri halus. Diri yang pertama terbatas ruang geraknya sedang diri yang kedua
dapat pergi kemana-mana.
Raja umbayong sebagai saudara yang tertua yang tinggal di dasar tiang
langit dipandang berperan mengarahkan kehidupan limbangan. Dia merupakan
sumner teladan buruk dan baik, dengan kata lain sumber kelakuan moral dan etik.
Dangsanak empat merupakan sumber aktivitas dan kasihs sayang. Raja umbayong
dipandang sebagai sumber inspirasi dan dangsanak empat sebagai sumber
aktivitas dan kreativitas dan keduanya disebut dangsanak lima.
Salah satu asal usul roh pelindung itu seperti selaput atau baju tembuni dan
tali pusat. Dan air tuban, yakni air pelicin yang keluarnya si bayi dari rahim ibu,
adalah saudara manusia yang menjadi pemelihara dan penolong yang
bersangkutandisamping plasentanya. Diyakini bahwa bila keempat saudara
manusia itu menjauhkan diri dari jasmani yang bresangkutan maka anak atau rang
yang bersangkutan akan sakit dan ditimpa marabahaya.
6. Eskatologi
A. Konsep Eskatologi dalam Agama
Kata eskatologi berasal dari bahasa Yunani Eschata dan Logos. Eschata
mempunyai arti hal-hal yang terlahir karena sesuatu yang terlahir pasti akan
berakhir dan Logos yang berarti pembicaraan. Secara etimologi eskatologi adalah
suatu ilmu yang membicarakan akhir kehidupan manusia seperti soal mati, neraka,
surga, hari kiamat dan pengadilannya.
Konsep eskatologi dalam agama adalah suatu fenomena hidup sesudah mati
(kehidupan alam ghaib) di pandang dari perspektif agama.
Agama-agama besar tidak luput membicarakan tentang kematian dan keadaan
setelah mati. Baik agama yang berdasarkan wahyu maupun tidak berdasarkan
wahyu, sama-sama memiliki perhatian besar terhadap kematian dan keadaan
setelah mati.
B. Konsep Eskatologi dalam Agama-Agama besar di Dunia
1. Eskatologi dalam agama Budha dan Hindu
a. Eskatologi dalam agama Budha
Dalam agama budha menekankan pada nirwana, yaitu keadaan yang tidak ada.
Jiwa manusia terpenjara dalam tubuh, untuk membebaskan manusia dari
keterikatan yang demikian, dia harus menyucikan dirinya dari rayuan nafsu dunia
agar dia dapat kembali ke alam spiritual yang tidak bertepi. Kalau tidak sanggup
menyucikan dirinya selama hidup, manusia akan kembali ke alam materi, yaitu
dengan jalan reinkarnasi.
b. Eskatologi dalam agama Hindu
Dalam agama Hindu, kelahiran kembali (reinkarnasi) merupakan ajaran pokok
karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi perbuatan seseorang di dunia.
Jika semasa hidupnya tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan duniawi, maka
dia akan kembali dalam bentuk manusia atau dalam bentuk mahluk lain.
Sebaliknya, jika mampu melepaskan ikatan-ikatan dunia, dia akan mengalami
moksa, yaitu besatunya Roh dengan Sang Hyang Widhi. Moksa dalam agama
hindu adalah jalan yang tertinggi dan merupakan tujuan hidup orang hindu. Ketika
moksa, manusia tidak saja bersatu dengan Tuhan, tetapi juga mengalami
kebahagiaan dan ketentraman batin.
2. Eskatologi dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam
Agama yahudi, kristen, dan islam memandang bahwa kehidupan setelah mati
adalah suatu keyakinan yang pokok setelah iman kepada Tuhan.
Dalam agama islam, kehidupan setelah mati adalah kehidupan yang hakiki
karena kehidupan di akhirat lebih mulia daripada kehidupan di dunia,
sebagaimana tercantum dalam
Dalam agama-agama besar, seperti yahudi, kristen dan islam, kehidupan
sesudah mati merupakan doktrin setelah kepercayaan kepada Tuhan. Sebab, salah
satu tujuan agama adalah mencari kerelaan Tuhan dan berusaha mendekatkan diri
sedekat-dekatnya kepada-Nya. Tuhan maha suci, dan hanya dapat didekati dengan
yang suci pula. Dengan demikian, manusia yang sucilah yang mampu
mendekatkan diri pada Tuhan. Doktrin ini merupakan pandangan masa depan
yang optimistik dan juga sekaligus memberikan dorongan bagi umat beragama
agar selalu bertindak sesui dengan peraturan Tuhan.
Secara etimologi eskatologi adalah suatu ilmu yang membicarakan akhir
kehidupan manusia seperti soal mati, neraka, surga, hari kiamat dan
pengadilannya.
1. Eskatologi dalam agama Budha menekankan pada nirwana, yaitu keadaan
yang tidak ada.
2. Eskatologi dalam agama Hindu, kelahiran kembali (reinkarnasi)
merupakan ajaran pokok karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi
perbuatan seseorang di dunia.
3. Eskatologi dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam memandang bahwa
kehidupan setelah mati adalah suatu keyakinan yang pokok setelah iman
kepada Tuhan.
PENUTUP
Kesimpulan
Religi sebagai hasil kebudayaan memberikan pengaruh besar terhadap
kehidupan manusia. Dari religi tersebut memiliki konsep-konsep diantaranya
kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep kejahatan), kelahiran, kematian, dan
eksatogoni. Dari konsep-konsep tersebut dapat diaplikasikan dalam religi
masyarakat bukit yang memiliki mite-mite yang suci.
DAFTAR PUSTAKA
http://ksupointer.com/
http://stevenwahid.blogspot.co.id/2010/05/kematian-dalam-pandangan-hiduporang.html
https://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com/materi-2/konsep-tentang-mati/
http://buymbuy.blogspot.co.id/2011/11/konsep-kematian.html
Download