DETEKSI IODIUM DENGAN EKSKRESI IODIUM URIN (EIU) PADA SISWA SDN 8 KECAMATAN TANJUNG GADANG SIJUNJUNG Gustina Indriati, Rina Widiana, Irwen Evendy E-mail: [email protected] ABSTRACT Iodine is a mineral element type micro-second after the iron is considered important for human health and is an essential nutrient that must be obtained from food and beverages. Iodine functions in the synthesis of thyroid hormone and is an important factor affecting the initial process of growth and development. If the iodine intake does not meet the body will give rise to interference caused by iodine deficiency (GAKI). GAKI is a set of clinical symptoms that arise because a person's body element iodine deficiency continuously for a long time. Some disorders such as goiter, decreased intelligence, mental retardation and others. One way that can be done to detect iodine deficiency is through a Urine Iodine Excretion (EIU). The purpose of this study to determine the level of iodine deficiency with iodine excretion of urine (EIU) On SDN 8 Cape Tower, Regency Sijunjung. The study was conducted in February of 2011 in the laboratory BAPELKES Padang. Research using spektrophotometer with Ammonium Persulfate Digestion Microplate (APDM). The results showed that students of SDN 8 Cape Gadang not deficient iodine intake (enough), even in every class there is a criterion more than adequate iodine intake, especially for class I, II, and VI have the status of iodine deficiency on the hight level that is each by 9%, 16.7%, and 33.3%. Key words : Iodium, GAKI, EIU, APDM PENDAHULUAN Iodium merupakan mineral yang dibutuhkan kelenjer gondok untuk membuat hormon tiroksin. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroksin. Hormon-hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolisme dan produksi kalori atau energi disemua kehidupan serta membantu dalam perkembangan intelegensi anak (Arief, 1993) Iodium sifatnya sangat benigne atau hanya sedikit atau tidak ada pengaruh negatifnya walaupun konsumsi 10-20 kali kebutuhan stiap hari (1-2 mg) (Linder, 1992). Iodium berfungsi sebagai bahan dasar pembentukan hormon tiroksin, hormon 87 ini dibuat oleh kelenjer thyroid yang terletak di daerah leher. (Arief, 1995). Hormon tiroksin juga mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan perkembangan dari sistem saraf selama kehidupan janin (Carlos, 1997). Kebutuhan iodium bagi orang dewasa sehari-hari sekitar 0.15-0.30 mg. Kebutuhan iodium lebih besar pada pemuda dan juga pada pada ibu hamil (Arief, 1993). Kecukupan akan iodium berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Angka Kecukupan Iodium yang Dianjurkan Kelompok umur Bayi 0-6 bulan Bayi 7-11 bulan Anak 1-12 tahun 13-64 tahun ≥ 65 tahun Ibu hamil Ibu menyusui Sumber : Kamarkar (2003) Kebutuhan (µg/hr) 90 120 120 150 150 + 50 + 50 Masyarakat pada umumnya kurang memahami pentingnya Iodium, sampai sekarang sekitar 2,25 miliar penduduk di bumi ini masih berisiko terkena Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Penduduk yang tinggal di daerah kekurangan iodium akan mengalami GAKI kronis (Arief, 1995). GAKI (Gangguan akibat kekurangan Iodium) penyebab utamanya adalah tidak tercukupinya Iodium dalam konsumsi makanan dan minuman sehari-hari. Namun, faktor lain juga ikut berperan,salah satunya adalah triosinat yaitu zat goitrogenik yang dapat menhambat transport aktif Iodium dalam kelenjer thyroid sebagai penghasil hormon tiroksin. Hormon itu sangat diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan mental dan fisik, baik pada manusia maupun hewan. Efek yang sangat dikenal orang akibat kekurangan iodium adalah gondok, yakni pembesaran kelenjar tiroid di daerah leher dalam kelenjar thyroid. Prevalensi (jumlah keseluruhan) GAKI di Indonesia relatif masih tinggi. Indonesia merupakan salah satu diantara Negara-negara di dunia yang masih berusaha untuk mengatasi masalah gizi GAKI. Program penanggulangan yang dimulai tahun 1978 telah cukup berhasil dalam menurunkan prevalensi TGR (Total Goiter Rate) 88 diantara anak-anak sekolah, ternyata 45 % dari kecamatan yang ada di Indonesia masih termasuk daerah endemik. Dari survei pemetaan terakhir tahun 1998 diketahui 87 juta masih tinggal di daerah rawan GAKI, 20 juta masih menderita gondok, 290 ribu menderita kretin dan setiap tahun diperkirakan sebanyak 9000 kretin baru dijumpai di Indonesia (Widodo, 2004). Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh masalah GAKI, upaya yang dilakukan pemerintah dalam pencegahan kekurangan unsur iodium adalah penyuntikan larutan iodium dalam minyak (suntikan lipiodol) pada penduduk berisiko tinggi di daerah gondok endemik sedang dan berat. Suntikan lipiodol ini dapat diberikan setiap 4 tahun sekali. Wanita usia reproduktif dan anak sekolah merupakan kelompok sasaran suntikan lipiodol, selain itu juga dengan mengkonsumsi garam yang mengandung iodium (Luh, 2006). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala klinis yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur iodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama (Anonimus, 2001). GAKI ( IDD, Iodine Deficiency Disorder ) merupakan salah satu dari empat masalah gizi yang cukup menonjol di negara kita. Penduduk yang tinggal di daerah kekuranagan iodium akan mengalami GAKI kronis, akibatnya gangguan terhadap kesehatan seperti gondok, hipotiroidi, kretinisme, keguguran, keterbelakangan mental dan selanjutnya tentu menjadi beban masyarakat (Arief, 1995). Dampak yang timbul akibat kekurangan iodium cukup luas, menyerang mulai janin hingga dewasa seperti terlihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Spektrum Gangguan Akibat Kekurangan Iodium Tahap Kehidupan Janin Dampak Abortus, lahir mati, cacat bawaan, peningkatan kematian perinatal, peningkatan kematian bayi, kretin neurologi (keterbelakangan mental, bisu, tuli, mata juling, lumpuh spastik pada tungkai), (keterbelakangan mental, psikomotor kretin miksedematosa cebol, hipotiroid), hambatan Neonatus Gondok neonatus, hipotiroid neonatus, peningkatan 89 kerentanan terhadap radiasi nuklir, penurunan IQ Anak dan remaja Dewasa Gondok, hipotiroid (juvenil hypothyroidsm), gangguan fungsi mental, pertumbuhan terhambat, peningkatan kerentanan Semua umur terhadap radiasi nuklir Gondok dengan berbagai komplikasi, hipotiroid, gangguan fungsi mental, iodine induced hyperthyroidsm (IHH) Gondok, hipotiroid, fungsi mental yang bertambahnya kerentanan terhadap radiasi nuklir. terganggu, Sumber : Kamarkar (2003) 1. Gondok Bila asupan iodium dalam makanan turun dibawah 10 µg/hari, maka sintesis hormon thyroid tidak adekuat (cukup/optimal), sekresi menurun. Akibat peningkatan TSH, terjadi hipertrofi tiroid, menimbulkan suatu gondok defisiensi iodium (Ganong, 2005). Survei nasional terkahir tahun 2003 menunjuk 11,1 % anak sekolah di Indonesia menderita gondok karena kekurangan iodium (Widodo, 2004). Metode tradisional dalam menentukan ukuran thyroid adalah dengan palpasi. WHO, UNICEF dan ICCIDD telah menetapkan klasifikasi tingkat pembesaran kelenjar gondok seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Gondok dengan Palpasi (Rabaan) Klasifikasi Uraian Grade 0 Tidak terdapat gondok Grade 1 Gondok teraba tetapi tidak terlihat ketika leher berada pada posisi normal (thyroid tidak terlihat membesar) Pembengkakan pada leher yang jelas terlihat ketika leher berada pada posisi normal dan konsisten dengan thyroid yang membesar ketika leher dipalpasi Sumber : Kamarkar (2003) Grade 2 90 2. Penurunan Intelegensi Intelegensi merupakan ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan dengan norma usia tertentu (Anastasi, 2007). IQ adalah cerminan dari prestasi pendidikan sebelumnya dan alat prediksi kinerja pendidikan selanjutnya. Iodium adalah jenis mineral yang sangat penting untuk sistem reproduksi disamping untuk produksi hormon tiroid yaitu hormon yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan saraf otot pusat, pertumbuhan tulang, perkembangan fungsi otak (Anonimus, 2011). Astrosit di otak mengubah tiroksin menjadi triodothynin untuk meningkatkan fungsi otak (Ganong, 2005). (Anastasi, 2007) secara umum memasukkan inteligensi dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut : a. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasisituasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang sangat beragam b. Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan c. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep. METODE Penelitian dilaksanakan pada 27 Februari sampai Maret 2011 di Laboratorium Balai Penelitian Kesehatan. Sampel diambil pada anak SD N 8 Tanjung Gadang kelas I – VI dan urin yang diambil yaitu urin pagi. Alat yang digunakan yaitu: Refrigerator untuk menyimpan sampel urin, pereaksi flaks dan botol, pipet tetes, Timbangan, Mikroplate, Spectrophotometer. Bahan yang digunakan yaitu: Kalium iodat 168,6 mg (untuk kalibrator), Arsenik trioksida (kelas analitik), Tetraamonium cerium (IV), Amonium persulfat, Natrium klorida, Asam sulfat (48g), Aquades. Populasi yang diteliti adalah siswa kelas I - VI. Adapun jumlah populasi 113 orang, oleh karena subyeknya sangat besar (lebih dari 100) maka dapat diambil antara 10% - 20% atau 20% - 25% atau lebih (Arikunto, 1992 dalam Lufri, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 30% dari masing-masing kelas. 91 Tabel 4.Distribusi Siswa Kelas Satu Sampai Kelas Enam Kelas I II III IV V VI Total Jumlah Siswa 35 orang 20 orang 25 orang 12 orang 10 orang 11 orang 113 orang Populasi 35 20 25 12 10 11 113 Sampel 11 6 8 4 3 3 35 1. Metode Estimasi Metode Estimasi yang dipakai adalah Metode Spektrofotometer. Sampel urin diambil satu botol film plastik yang tertutup. Sampel dibawa tanpa proses pendinginan, sesampainya di Laboratorium GAKI disimpan di dalam refrigerator, seperti penelitian yang peneliti lakukan ini. 2. Cara kerja metode Spectrophotometer a. Sampel dihomogenkan agar endapan tercampur rata. b. Pipetkan larutan blanko, standar, sampel dan kontrol masing-masing 250 µl sampel ke dalam tabung reaksi. c. Tambahkan masing-masing 500 µl Ammonium persulfat dan dihomogenkan. d. Panaskan dengan dry bath suhu 90-95oC selama 70 menit. e. Keluarkan dari dry bath dan tunggu sampai suhu kamar. f. Pipet hasil pemanasan diatas masing-masing 50 µL dan masukan kedalam mikroplat. g. Tambahkan masing-masing dengan 100 µL larutan arsen trioksida, homogenkan dan diamkan pada suhu kamar selama 20 menit. h. Tambahkan masing-masing 100 µL larutan cerik ammonium sulfat homogenkan. i. Ukur absorban dengan spektrofotometer pada λ405 nm. j. Hitung kadar EIU dengan kurva kalibrasi dalam µg/L. 92 dan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang deteksi kekurangan iodium dengan Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada siswa SDN 8 Tanjung Gadang, dengan metoda Spektrofotometer maka didapatkan rata-rata kadar iodium pada setiap kelas seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Kadar EIU (µg/l) Pada Siswa SDN 8 Tanjung Gadang Kelas Rata-rata kadar EIU (µg/l) I II III IV V VI Kamarkar (2003) 173,8 153 123,4 169,8 122,1 169,8 Keterangan Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup 2. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian mengunakan alat Spektrofotometer dengan metode Ammonium Persulfate Digestion Microplate (APDM), ternyata diperoleh rata-rata kadar EIU (µg/l) dalam status yang cukup. Sesuai dengan ketentuan bahwa kadar ratarata EIU dalam urin dinyatakan dalam katergori cukup adalah 100-199 µg/l. kategori cukup kadar EIU pada siswa SDN 8 Tanjung Gadang disebabkan karena tanpa disengaja Siswa SDN 8 Tanjung Gadang mengkonsumsi makanan yang mengandung iodium, seperti minunan susu, makanan pilus rasa rumput laut, sayur bayam, telur, daging dan air minum yang dikomsumsi adalah air tanah. Menurut Santoso (2005) kandungan zat iodium (µg) dalam makanan kaya iodium per Kg seperti Rumput laut (350,03 µg), telur dan daging (46 µg), Susu (14 µg), bayam (56 µg). Sudarsono (1997) mengadakan penelitian terhadap air tanah di Kecamatan Mantirajeron Yogyakarta dengan kadar iodium dalam air tanah sebesar 13,2 µg/l, hal itu membuktikan bahwah dalam air tanah terdapat unsur iodium yang diperlukan oleh tubuh manusia. Peneliti disini Berasumsi bahwa masyarakat telah mengetahui pentingnya pemakaian garam yang beriodium hal ini ditandai dengan adanya baliho yang berada 93 di depan puskesmas Tanjung Gadang dengan ukuran yang besar (± 2x2 m) yang berisi ajakan menggunakan garam beriodium. Apabila dilihat kadar EIU pada masing-masing kelas maka akan diperoleh data pada Tabel 6. Tabel 6. Kriteria Asupan Iodium Masing-masing Kelas Berdasarkan Konsentrasi Iodium Dalam Urin Kelas Kriteria Kekurangan Cukup Lebih Berat Sedang Ringan Lebih dari cukup Sangat berlebih I 9% 45,5% 45,5% II 16,7% 66.7% 16,7% III 25% 75% IV 50% 50% V 66.7% 33.3% VI 33,3% 33,3% 33,3% Pada tabel di atas terlihat adanya kriteria kekurangan iodium pada tingkat ringan pada kelas I, II dan kelas VI masing-masing 9%, 16,7% dan 33,3%. Hal itu bisa terjadi karena kebiasaan masyarakat dalam mengolah masakan yaitu memasukan garam pada masakan ketika masakan tersebut masih panas dan mendidih. Menurut Rachmawati (1993) dalam Luh (2006) iodium mudah menguap, sehingga bila garam beriodium dimasak pada suhu tinggi dan disimpan di tempat terbuka dapat mengurangi kadar iodiumnya. Dari hasil angket yang telah di isi, ditemukan bahwa rata-rata pendidikan orang tua dari siswa tersebut pada tingkat SD, pekerjaan ayah adalah petani dan ibu sebagai ibu rumah tangga biasa dengan penghasilan orang tua kecil dari Rp. 500.000 perbulan dan jumlah anak yang dimiliki rata-rata tiga orang. Walaupun dalam kriteria cukup hal ini harus diwaspadai dan harus ditingkatkan dari asupan kebutuhan iodium, terutama pada anak-anak karena iodium sangat penting dalam mengatur kecepatan meabolisme dan membantu perkembangan intelegensi anak (Ganong, 2005) Pada kelas III, IV dan V tidak terdeteksi adanya siswa yang kekurangan asupan iodium. Sama halnya dengan angket pada kelas I, II dan VI, isi angket pada kelas III, IV dan V tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya pada rata-rata jumlah anak yang 94 dimiliki yaitu dua orang pada kelas ini. Tingkat ekonomi keluarga menengah ke bawah membuat porsi pemenuhan iodium terbatas, karena harus berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Unsur iodium yang sangat penting bagi mahluk hidup khususnya manusia harus terus menerus dijamin ketersediannya, sehingga memungkinkan untuk dapat dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, kebutuhan iodium anak- anak rata-rata perhari 150 µg harus selalu terpenuhi (Widodo, 2004). Dari hasil yang diperoleh ternyata deteksi kekurangan iodium dengan Ekskresi Iodium Urin (EIU) rata-rata berada dalam kategori cukup. Hal itu terjadi mungkin karena kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung iodium. Pengetahuan orang tua juga berpengaruh, pengetahuan pentingnya iodium bisa didapat orang tua dari penyuluhan Puskesmas setempat. Selain itu, pentingnya iodium diketahui oleh masyarakat bisa juga diperoleh dari iklan media masa, seperti media cetak (Koran dan majalah) dan media elektonik (Televisi dan radio). PENUTUP Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada siswa SDN 8 Tanjung Gadang rata-rata berada dalam kategori cukup (tidak mengalami kekurangan asupan iodium). Untuk tindakan pencegahan kekurangan iodium, dianjurkan kepada orang tua khususnya yang mempunyai anak dalam masa pertumbuhan supaya mengkonsumsi garam yang mengandung iodium. Pemantauan kekurangan iodium pada anak usia sekolah harus dilakukan secara rutin, yang ditujukan untuk dinas kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Anastasi, A. 2007. Tes Psikologi (Edisi 7). Indeks: Jakarta. Anonimus. 2001 The Iodine Deficiency Disorder Chapter 20. Available from : http://www.thyroidmanager.org (Akses 18 juni 2010). Anonimus. 2011. Ilmu Nutrisi. Available from: http://www.Iodium air tanah.com (akses 23 Agustus 2011). Arief, Armin. 1993. Ilmu Gizi. Jilid I: IKIP Padang Press. . 1995. Ilmu Gizi. Jilid II: IKIP Padang Press. Carlos Junquiera, L. 1997. Histologi Dasar. Edisi ke-8. ECG: Jakarta 95 Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan oleh Novrianti Andita. 2008. EGC : Jakarta. Kamarkar. 2003. Second Inter-Country Training Workshop On Iodine Monitoring, Laboratory Procedurs and National IDDE Prgramme. WHO, ICCIDD, CCM, AIIMS Centre For Comunity Medicine All India Institute of Medical Sciences New Delhi 110 029: India. Luh Gatie, Asih. 2006. Validasi Total Goitre Rate (TGR) Berdasar Palpasi Terhadap Ultrasonografi (USG) Tiroid Serta Kandungan Garam dan Air di Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes. Tesis Pasca Sarjana UNDIP, (Online), Http://www.Palpasi terhadap USG.com, diakses 10 juli 2010. Lufri. 2007. Kiat Memahami dan Melakukan Penelitian. UNP Press: Padang. Santoso, E.B. 2005. Hubungan antara Konsumsi Makanan Goitrogenik dan Status Iodium pada Ibu Hamil di Kecamatan Endemis GAKI Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Widodo, Untung S. 2004. Program Penanggulangan GAKI di Era Otonomi Daerah. Balai Penelitian GAKI Jayan Borobudur: Magelang. 96