4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elektrolisis Air Elektrolisis air adalah peristiwa penguraian senyawa air (H2O) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen gas (H2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut. Pada katode, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidrokida (OH-). Sementara itu pada anode, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katode. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air. Faktor yang memperngaruhi elektrolisis air yaitu kualitas elektrolit, suhu, tekanan, resistansi elektrolit, material dari elektroda dan material pemisah. Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hydrogen. Dengan menyediakan energy dari baterai, Air (H2O) dapat dipisahkan ke dalam molekul diatomik hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Gambar 1. Proses Elektrolisis Air (Sumber : Chevi Noorcholis, 2011, http://chevinoorcholis.blogspot.co.id. Diakses pada 14 April 2016) Gas yang dihasilkan dari proses elektrolisis air disebut gas HHO atau oxyhydrogen atau disebut juga Brown’s Gas. Brown (1974), dalam penelitiannya 4 5 melakukan elektrolisa air murni sehingga menghasilkan gas HHO yang dinamakan dan dipatenkan dengan nama Brown’s Gas. Untuk memproduksi Brown’s Gas digunakan elektroliser untuk memecah molekul-molekul air menjadi gas. Beda potensial yang dihasilkan oleh arus listrik antara anoda dan katoda akan mengionisasi molekul air menjadi ion positif dan ion negatif. Pada katoda terdapat ion postif yang menyerap elektron dan menghasilkan molekul ion H2, dan ion negatif akan bergerak menuju anoda untuk melepaskan elektron dan menghasilkan molekul ion O2. Reaksi total elektrolisis air adalah penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen. Bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan, reaksi setengah sel untuk elektrolit asam atau basa dituliskan dalam dua cara yang berbeda. ½ O2 + 2H+ + 2e- Elektrolit asam, di anoda : H2O di katoda : 2H+ + 2etotal : H2 O H2 H2 + ½ O2 Elektrolit basa, di katoda : 2H2O + 2edi anoda : 2OHtotal 2.2 : H2O H2 + 2OH½ O2 + H2O + 2eH2 + ½ O2 Sel Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis oleh arus listrik. Dalam sel volta/galvani, reaksi oksidasi reduksi berlangsung dengan spontan, dan energi kimia yang menyertai reaksi kimia diubah menjadi energi listrik. Sedangkan elektrolisis merupakan reaksi kebalikan dari sel volta/galvani yang potensial selnya negatif. Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan dan digunakan secara luas di dalam masyarakat kita. Baterai aki yang dapat diisi ulang merupakan salah satu contoh aplikasi sel elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari. Air, H2O, dapat diuraikan dengan menggunakan listrik dalam sel elektrolisis. Proses ini akan mengurai air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 6 2 H2O(l) ——> 2 H2(g) + O2(g) Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis dari sel volta adalah pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti dengan sumber arus (umumnya baterai). Larutan atau lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah. Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au). Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat jelas bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam di katoda dan gas di anoda. Faktor yang mempengaruhi elektrolisis antara lain penggunaan katalisator, luas permukaan tercelup, sifat logam bahan elektroda dan konsentrasi pereaksi. a. Penggunaan Katalisator Senyawa-senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik dapat digunakan dalam proses elektrolisis. Adanya ion dalam larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion. Misalnya untuk asam H2SO4 dan basa NaOH berfungsi mempermudah proses penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen karena ion-ion katalisator mampu mempengaruhi kesetabilan molekul air menjadi menjadi ion H+ dan OH- yang lebih mudah di elektrolisis karena terjadi penurunan energy pengaktifan. Reaksi : Elektrolisis larutan H2SO4 dalam air : Anoda : 2H2O(aq) → 4H+(aq) + O2(g) + 4e- (Oksidasi) Katoda : 2H+(aq) + 2e- → H2(g) (Reduksi) 7 Reaksi Total : 2H2O(aq) →2H2(g)+ O2(g) Reaksi : Elektrolisis larutan NaOH dalam air : Katoda : 2H2O(l) + 2e- → 2OH–(aq) + H2(g) Anoda : 4OH–(aq) → 2H2O(l) + O2(g) + 4e Reaksi Total : 2H2O(l) → 2 H2(g) + O2(g) b. Luas permukaan tercelup Semakin banyak luas yang semakin banyak menyentuh elektrolit maka semakin mempermudah suatu elektrolit untuk mentransfer elektronnya. Sehingga terjadi hubungan sebanding jika luasan yang tercelup sedikit maka semakin mempersulit elektrolit untuk melepaskan electron dikarenakan sedikitnya luas penampang penghantar yang menyentuh elektrolit. Sehingga transfer elektron bekerja lambat dalam mengelektrolisis elektrolit. c. Sifat logam bahan elektroda Penggunaan medan listrik pada logam dapat menyebabkan seluruh elektron bebas bergerak dalam metal, sejajar, dan berlawanan arah dengan arah medan listrik. Ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik. Konduktivitas listrik didefinisikan sebagai ratio rapat arus terhadap kuat medan listrik. Konduktifitas listrik dapat dilihat pada deret volta seperti, Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au. Semakin ke kanan maka semakin besar massa jenisnya. d. Konsentrasi Pereaksi Semakin besar konsentrasi suatu larutan pereaksi maka akan semakin besar pula laju reaksinya. Ini dikarenakan dengan prosentase katalis yang semakin tinggi dapat mereduksi hambatan pada elektrolit. Sehingga transfer electron dapat lebih cepat meng-elektrolisis elektrolit dan didapat ditarik garis lurus bahwa terjadi hubungan sebanding terhadap prosentase katalis dengan transfer elektron. 8 2.3 Deret Volta Deret elektrokimia atau deret Volta adalah urutan logam-logam (ditambah hidrogen) berdasarkan kenaikan potensial elektrode standarnya. Umumnya deret volta yang sering dipakai adalah : semakin mudah teroksidasi semakin mudah tereduksi Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au Pada Deret Volta, unsur logam dengan potensial elektrode lebih negatif ditempatkan di bagian kiri, sedangkan unsur dengan potensial elektrode yang lebih positif ditempatkan di bagian kanan. Semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka logam semakin reaktif (semakin mudah melepas elektron) dan ogam merupakan reduktor yang semakin kuat (semakin mudah mengalami oksidasi) Sebaliknya, semakin ke kanan kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka logam semakin kurang reaktif (semakin sulit melepas elektron) dan logam merupakan oksidator yang semakin kuat (semakin mudah mengalami reduksi). Salah satu metode untuk mencegah korosi antara lain dengan menghubungkan logam (misalnya besi) dengan logam yang letaknya lebih kiri dari logam tersebut dalam deret volta (misalnya magnesium) sehingga logam yang mempunyai potensial elektrode yang lebih negatif lah yang akan mengalami oksidasi. Metode pencegahan karat seperti ini disebut perlindungan katodik. Contoh lain dari perlindungan katodik adalah pipa besi, tiang telepon, dan berbagai barang lain yang dilapisi dengan zink, atau disebut Galvanisasi. Zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Oleh karena potensial reduksi besi lebih positif daripada zink (posisinya dalam deret Volta lebih ke kanan), maka besi yang kontak dengan zink akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi. Badan mobil-mobil baru pada umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat. 9 Larutan garam suatu logam yang berada di bagian kiri dapat bereaksi dengan logam yang berada di bagian kanan. Contohnya larutan FeCl3 (feri chloride) boleh mengikis Cu (copper / tembaga). Peralatan percobaan untuk menghasilkan listrik dengan memanfaatkan energy redoks spontan disebut sel galvanic atau sel volta, diambil dari nama ilmuwan Italia Luigi Galvani dan Alessandro Volta yang membuat versi awal dari alat ini. Sel volta adalah penataan bahan kimia dan penghantar listrik yang memberikan aliran electron lewat rangkaian luar dari suatu zat kimia yang teroksidasi ke zat kimia yang direduksi. Suatu sel galvani menghasilkan listrik karena adanya perbedaan daya Tarik dua elektroda terhadap electron, sehingga electron mengalir dari yang lemah ke yang kuat daya tariknya. Jika daya Tarik itu disebut potensial elektroda, maka perbedaan potensial kedua elektroda disebut potensial sel atau daya gerak listrik (DGL) sel dalam satuan volt (V). Prinsipprinsip sel volta : 1. Di dalam sel volta reaksi kimianya mengandung arus listrik, reaksi terjadi secara spontan. 2. Terjadi perubahan dari energi kimia menjadi energi listrik. 3. Pada anode, terjadi reaksi oksidasi dan bermuatan negatif (-). 4. Pada katode, terjadi reaksi reduksi dan bermuatan positif (+). Elektron mengalir dari anode menuju katode 2.4 Hukum Faraday Michael Faraday (1791-1867), seorang ilmuwan jenius dari inggris menyatakan bahwa: 1. Jika sebuah penghantar memotong garis-garis gaya dari suatu medan magnetik (flux) yang konstan, maka pada penghantar tersebut akan timbul tegangan induksi. 2. Perubahan flux medan magnetik didalam suatu rangkaian bahan penghantar, akan menimbulkan tegangan induksi pada rangkaian tersebut. 10 Menurut pernyataan Micheal Faraday tersebut, hukum dasar listrik menjelaskan tentang fenomena induksi elektromagnetik dan hubungan antara perubahan flux dengan tegangan induksi yang ditimbulkan dalam suatu rangkaian, aplikasi dari hukum ini adalah pada generator. Hukum Faraday menyatakan hubungan antara jumlah listrik yang digunakan dengan massa zat yang dihasilkan baik di katoda maupun anoda pada proses elektrolisis. Bunyi Hukum Faraday I "Massa zat yang terbentuk pada masing-masing elektroda sebanding dengan kuat arus listrik yang mengalir pada elektrolisis tersebut" sementara Bunyi Hukum faraday II "Massa dari macammacam zat yang diendapkan pada masing-masing elektroda oleh sejumlah arus listrik yang sama banyaknya akan sebanding dengan berat ekivalen masingmasing zat tersebut". Faraday mengamati peristiwa elektrolisis melalui berbagai percobaan yang dia lakukan. Dalam pengamatannya jika arus listrik searah dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit, mengakibatkan perubahan kimia dalam larutan tersebut. Sehingga Faraday menemukan hubungan antara massa yang dibebaskan atau diendapkan dengan arus listrik. Hubungan ini dikenal dengan Hukum Faraday. Menurut Faraday: Jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan (diendapkan) pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb) yang dialirkan melalui larutan elektrolit tersebut. Massa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat-zat tersebut. Dari dua pernyataan diatas, disederhanakan menjadi persamaan: M = π.π.π‘ πΉ (Sumber : Elektrokimia dan Kinetika Kimia, 2001) Dimana: M = massa zat dalam gram e = berat ekivalen dalam gram = berat atom : valensi i = kuat arus dalam Ampere t = waktu dalam detik F = Faraday 11 Faraday menyimpulkan bahwa Satu faraday adalah jumlah listrik yang diperlukan untuk menghasilkan satu ekivalen zat pada elektroda. Muatan 1 elektron = 1,6 x 10-19 Coulomb 1 mol elektron = 6,023 x 1023 eletron Muatan untuk 1 mol eletron = 6,023 . 1023 x 1,6 . 10 -19 = 96.500 Coulomb = 1 faraday. 2.5 Elektrolit Elektrolit adalah senyawa yang dapat terdisosiasi ketika dilarutkan dalam air membentuk ion (anion dan kation) dan bersifat menghantarkan listrik. Elektrolit berasal dari bahasa Yunani yaitu lytós yang berarti lepas atau terpisah. Senyawa-senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik karena proses disosiasi disebut dengan larutan elektrolit. Adanya ion dalam larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion. Beberapa elektrolit seperti kalium klorida, natrium hidroksida, natrium nitrat terionisasi sempurna menjadi ion-ionnya dalam larutan. Elektrolit yang terioniasi sempurna disebut dengan elektrolit kuat. Dengan kata lain, elektrolit kuat terionisasi 100%. Reaksi disosiasi elektrolit kuat ditulis dengan tanda anak panah tunggal ke kanan. Secara umum asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat, asam klorida, dan basa kuat seperti kalium hidroksida dan garam adalah elektrolit kuat. Pada umumnya proses elektrolisis yang dilakukan untuk menghasilkan gas oksigen dan gas hidrogen menggunakan larutan alkali. Larutan alkali yang umum digunakan adalah larutan NaOH dan KOH. Larutan tersebut merupakan elektrolit kuat yang dapat menghantarkan arus listrik dengan baik. Secara teoritis, pemberian potensial energi lebih dari 5V akan menghasilkan gas oksigen, gas hidrogen dan logam kalium. 12 Tabel 1. Sifat Daya Hantar Listrik Elektrolit dalam Larutan Contoh Sifat dan Pengamatan lain Reaksi Ionisasi Senyawa NaCl → Na+ + - Terionisasi Sempurna Cl- Menghantarkan Arus NaOH→Na+ + NaCl, NaOH, Elektrolit listrik OHH2SO4, HCL, Kuat - Lampu menyala terang H2SO4 → H+ + dan KCL - Terdapat gelembung SO42gas HCl → H+ + ClKCl → K+ + Cl- Terionisasi sebagian Elektrolit - Menghantarkan arus CH3COOH → Lemah CH3COOH, listrik H+ + CH3COOHN4OH, HCN - Lampu menyala redup HCN→ H+ + CNdan Al(OH)3 - Terdapat gelembung Al(OH)3 → gas Al3+ +OHJenis Larutan Non Elektrolit - Tidak Terionisasi Tidak menghantarkan arus listrik Lampu tidak menyala - Tidak terdapat gelembung gas C6H12O6 C12H22O11 CO ( NH2 ) 2 C2H5OH C6H12O6 C12H22O11 CO(NH2) 2 C2H5OH (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Elektrolit, 2016, diakses pada 19 April 2016) 2.6 Elektroda Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan bagian atau media non-logam dari sebuah sirkuit (misal semikonduktor, elektrolit atau vakum). Elektroda adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah penghantar ionik (larutan). Elektroda positif (+) disebut anoda sedangkan elektroda negatif (-) adalah katoda. Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda selama terjadinya konduksi listrik disebut elektrolisis dan alat yang digunakan untuk reaksi ini disebut sel elektrolisis. Sel elektrolisis memerlukan energi untuk memompa elektron. Pada beberapa perangkat elektroda juga disebut kutub atau pelat. Elektroda baterai dipisahkan oleh larutan yang mengandung ion-ion (atom atau kelompok atom bermuatan listrik). Salah satu elektroda (elektroda negatif) mengalami reaksi kimia yang memberikan kelebihan elektron. Elektroda lainnya (elektroda positif) 13 mengalami reaksi kimia yang menghilangkan elektron. Ketika dua elektroda dihubungkan oleh sebuah sirkuit listrik eksternal, kelebihan elektron akan mengalir dari elektroda negatif ke positif. Elektroda dalam sel elektrokimia dapat disebut sebagai anode atau katode, kata-kata yang juga diciptakan oleh Faraday. Anode ini didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron datang dari sel elektrokimia dan oksidasi terjadi, dan katode didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron memasuki sel elektrokimia dan reduksi terjadi. Setiap elektroda dapat menjadi sebuah anode atau katode tergantung dari tegangan listrik yang diberikan ke sel elektrokimia tersebut. Elektroda bipolar adalah elektroda yang berfungsi sebagai anode dari sebuah sel elektrokimia dan katode bagi sel elektrokimia lainnya. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh anoda sehingga jumlah elektronnya berkurang atau bilangan oksidasinya bertambah. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya berkurang. Jika elektroda inert (Pt, C, dan Au), ada 3 macam reaksi: 1. Jika anionnya sisa asam oksi (misalnya NO3-, SO42-), maka reaksinya 2H2O → 4H+ + O2 + 4 e 2. Jika anionnya OH-, maka reaksinya 4 OH- → 2H2O + O2 + 4 e 3. Jika anionnya berupa halida (F-, Cl-, Br-), maka reaksinya adalah 2X (halida) → X (halida)2 + 2 e Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya berkurang. 1. Jika kation merupakan logam golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, Fr), IIA (Be, Mg, Cr, Sr, Ba, Ra), Al, dan Mn, maka reaksi yang terjadi adalah 2H2O + 2e → H2 + 2 OH- 2. Jika kationnya berupa H+, maka reaksinya 2H+ + 2e → H2 3. Jika kation berupa logam lain, maka reaksinya (nama logam)x+ + xe → (nama logam) 14 Tabel 2. Nilai Potensial Reduksi Standar Beberapa Elektroda Kopel (oks/red) Li+/Li K+/K Ca2+/Ca Na+/Na Mg2+/Mg Al3+/Al Zn2+/Zn Fe2+/Fe PbSO4/Pb Co2+/Co Ni2+/Ni Sn2+/Sn Pb2+/Pb D+/D2 H+/H2 Sn4+/Sn2+ Cu2+/Cu I2/IO2/H2O2 Fe3+/Fe2+ Hg22+/Hg Ag+/Ag NO3-/N2O4 NO3-/NO Br2/Br O2/H2O Cr2O72-/Cr3+ Cl2/ClPbO2/Pb2+ Au3+/Au MnO4-/Mn2+ HClO/CO2 PbO2/PbSO4 H2O2/H2O F2/F Reaksi katoda (reduksi) Li+ + e- ο Li K+ + e- ο K Ca2+ + 2e- ο Ca Na+ + e- ο Na Mg2+ + 2e- ο Mg Al3+ + 3e- ο Al Zn2+ + 2e-ο Zn Fe2+ + 2e-ο Fe PbSO4 + 2e-ο Pb + 2SO4 Co2+ + 2e-ο Co Ni2+ + 2e- ο Ni Sn2+ + 2e- ο Sn Pb2+ + 2e- ο Pb 2D+ + 2e-ο D2 2H+ + 2e-ο H2 Sn4+ + 2e- ο Sn2+ Cu2+ + 2e-οCu I2 + 2e-ο 2IO2 + 2H+ + 2e-ο H2O2 Fe3+ + e-ο Fe2+ Hg2 2+ + 2e- ο 2Hg Ag+ + e-ο Ag 2NO3- + 4H+ + 2e-οN2O4 + 2H2O NO3 -+ 4H+ + 3e- οNO + 2H2O Br2 + 2e-ο 2Br O2 + 4H+ + 4e-ο 2H2O Cr2O72- + 14H+ + 6eο2Cr3+ + 7H2O Cl2 + 2e- ο 2ClPbO2 + 4H+ + 2e-ο Pb2+ + H2O Au3+ + 3e-ο Au MnO4- + 8H+ + 5e- ο Mn2+ + 4H2O 2HClO + 2H+ + 2e-οCl2 + 2H2O PbO2 + SO42- + 4H+ +2eο PbSO4 + 2H2O H2O2 + 2H+ + 2e-ο 2H2O F2 + 2e-ο 2F (Sumber : Perpustakaan Cyber, 2013) E°, Potensial reduksi, volt (elektroda hidrogen standar = 0) -3,04 -2,92 -2,87 -2,71 -2,37 -1,66 -0,76 -0,44 -0,36 -0,28 -0,25 -0,14 -0,13 -0,003 0,000 +0,15 +0,34 +0,54 +0,68 +0,77 +0,79 +0,80 +0,80 +0,96 +1,07 +1,23 +1,33 +1,36 +1,46 +1,50 +1,51 +1,63 +1,68 +1,78 +2,87 15 2.6.1 Elektroda Stainlses Steel Stainless steel merupakan salah satu keluarga logam dari keluarga besar logam ferro dari klasifikasi logam baja (Fe+C = Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi (high alloy) yang unsur paduan di atas 8-10 %.Sedangkan stainless steel memiliki unsur paduan utamanya adalah Chromium (Cr) dan Nickel (Ni) sebagian. Terdapat 5 pembagian dari jenis stainless steel yaitu: - Austenitic Stainless Steels - Ferritic Stainless Steels - Martensitic Stainless Steels - Duplex Stainless Steels - Precipitation Hardening Stainless Steels Meskipun semua stainless steel tergantung pada presentase unsur chrome (sebagian besar) dan nickel, elemen paduan lainnya juga sering di tambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat stainless steel tersebut menjadi lebih baik lagi. Kategori stainless steel tidak seperti pada logam-logam alamiah pada umumnya struktur kirstal yang berubah-ubah pada suhu kamar (stabil) tergantung presentase unsur chrome dan nickel. Elektroda berbahan stainless steel dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk menjadi lempeng, spiral, dan pipa silinder yang memiliki dua sisi yang berbeda (mengkilap dan tidak). Stainless steel merupakan elektroda aktif, dimana mereka akan ikut bereaksi selama proses elektrolisis berlangsung. Oleh sebab itu, lama kelamaan elektroda ini akan mengalami penurunan aktivitasnya. Ini berarti bahwa kemampuan untuk mempercepat reaksi tertentu telah berkurang. Hal ini terbukti, semakin lama elektroda digunakan kemampuan menghasilkan gas semakin rendah, karena permukaan elektroda semakin lama semakin berubah warna dan perlahan tergerus. Elektroda spiral mengalami perubahan yang lebih cepat dari bentuk elektroda lempeng dan pipa silinder, karena pada elektroda spiral suhu yang terbentuk pada konsentrasi yang sama lebih cepat meningkat dari pada elektroda yang lain. Kerja yang dilakukan elektroda spiral lebih besar, sehingga permukaan elektroda lebih cepat mengalami perubahan warna pada bagian anoda. 16 Elektroda pipa silinder lebih banyak menghasilkan gas brown daripada bentuk spiral dan lempeng. Hal ini disebabkan oleh jarak antar elektroda. Luas permukaan yang sama akan menghasilkan volume gas yang sama karena adsorbsi pereaksi di permukaan mengalami kesetimbangan yang sama pada konversi mol per vol menjadi mol per cm2, dengan luasan yang sama distribusi pereaksi di permukaan juga sama. Tetapi jarak antar elektroda mempengaruhi proses transfer elektron, semakin dekat jarak antar elektroda maka besar hambatan pergerakan elektron bernilai kecil begitu pula sebaliknya. Elektroda spiral memiliki jarak elektroda yang lebih kecil dari elektroda pipa silinder. Akan tetapi elektroda pipa silinder menghasilkan volume yang lebih besar. Hal ini disebabkan posisi pereaksi pada permukaan, dengan bentuk spiral posisi pereaksi yang teradsobsi pada permukaan tidak sejajar atau tidak banyak yang berdampingan, sehingga hal tersebut menyebabkan tidak banyak gas yang terbentuk karena reaksi tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu dalam penelitian dipilih bentuk pipa silinder untuk elektroda yang digunakan. Gambar 2. Pipa Stainless Steel (Sumber : Surya, 2013, http://www.suryalogam.com, diakses pada 20 Maret 2016) 2.7 Air Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. 17 Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991). Sifat air yang penting dapat digolongkan ke dalam sifat fisis, kimiawi, dan biologis. Sifat kimia dari air yaitu mempunyai pH=7 dan oksigen terlarut jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut yang universal, hampir semua jenis zat dapat larut di dalam air. Air juga merupakan cairan biologis, yakni didapat di dalam tubuh semua organisme. Sifat biologis dari air yaitu di dalam perairan selalu didapat kehidupan, fauna dan flora. Benda hidup ini berpengaruh timbal balik terhadap kualitas air (Slamet, 2002). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Rumus Molekul Massa Molar Volume Molar Kerapatan Pada Fasa Titik Leleh Titik Didih Titik Beku Kalor Jenis Tekanan Uap Kapasitas Kalor Viskositas Konduktivitas Panas Tabel 3. Ketetapan Fisik Air Air H2O 18,02 g/mol 55,5 mol/L 1000 kg/m3 liquid, 997 kg/m3 solid 0ο°C (273 K) (32ο°F) 100ο°C (373 K) (212ο°F) 0ο°C pada 1 atm 4186 J/kg.K 0,0212 atm pada 20ο°C 4,22 kJ/kg.K 1,002 centipoise pada 20ο°C 0,60 W m-1 K-1 (T=273 K) (Sumber : Soja Siti Fatimah, 1993) 2.8 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat atom rata-rata 1,0079 amu, sehingga menjadikannya gas paling ringan diantara gas lainnya. 18 Hidrogen adalah zat kimia yang paling berlimpah di alam semesta, terutama di bintang-bintang dan planet-planet gas raksasa. Namun, hidrogen merupakan elemen monoatomik, hidrogen jarang terdapat di Bumi karena kecenderungan untuk membentuk ikatan kovalen dengan kebanyakan unsur. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen adalah beracun, bukan logam, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, dan sangat mudah terbakar. Hidrogen adalah gas diatomik dengan rumus molekul H2. Hidrogen juga lazim di Bumi dalam bentuk senyawa kimia seperti hidrokarbon dan air. Hidrogen memiliki titik leleh -259,14°C dan titik didih -252,87°C. Hidrogen memiliki kepadatan 0,08988 g/L, sehingga kurang padat daripada udara. Gas hidrogen (H2) sangat mudah terbakar dan akan terbakar di udara pada rentang yang sangat luas dari konsentrasi antara volume 4 persen dan 75 persen. Entalpi pembakaran hidrogen adalah -286 kJ/mol, dan dijelaskan oleh persamaan: 2H2(g) + O2(g) → 2H2O(l) + 572 kJ οHf = (286kJ/mol) Gas hidrogen juga dapat meledak dalam campuran klorin (5-95 persen). Campuran ini dapat meledak dalam menanggapi percikan, panas, atau bahkan sinar matahari. Suhu hidrogen autosulutan (suhu di mana pembakaran spontan akan terjadi) adalah 500°C. Api murni hidrogen -oksigen memancarkan cahaya ultraviolet dan tidak terlihat dengan mata telanjang. Dengan demikian, deteksi dari kebocoran hidrogen yang terbakar berbahaya dan membutuhkan detektor api. Karena hidrogen mengapung di udara, api hidrogen cepat hilang dan tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah dari kebakaran hidrokarbon. H2 bereaksi elemen dengan oksidasi, yang pada gilirannya bereaksi secara spontan dan keras dengan klorin dan fluorin untuk membentuk hidrogen halida yang sesuai. H2 tidak membentuk senyawa meskipun dengan unsur-unsur yang paling stabil. Ketika berpartisipasi dalam reaksi, hidrogen dapat memiliki muatan positif parsial ketika bereaksi dengan unsur-unsur yang lebih elektronegatif seperti halogen atau oksigen, tetapi dapat memiliki muatan negatif parsial ketika bereaksi dengan unsur-unsur yang lebih elektropositif seperti logam alkali. Ketika hidrogen berikatan dengan fluorin, oksigen, atau nitrogen, dapat berpartisipasi dalam 19 bentuk media nonkovalen (antarmolekul) ikatan yang disebut ikatan hidrogen, yang sangat penting untuk stabilitas banyak molekul biologis. Senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dengan logam dan metaloid dikenal sebagai hidrida. Oksidasi hidrogen menghilangkan elektron dan menghasilkan ion H+. Seringkali, H+ yang terdapat dalam larutan air disebut sebagai ion hidronium (H3O). Jenis ini sangat penting dalam kimia asam basa. 2.9 Bahan Penyekat Bahan penyekat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian yang bertegangan. Untuk itu pemakaian bahan penyekat perlu mempertimbangkan sifat kelistrikanya. Di samping itu juga perlu mempertimbangkan sifat termal, sifat mekanis, dan sifat kimia. Sifat kelistrikan mencakup resistivitas, permitivitas, dan kerugian dielektrik. Penyekat membutuhkan bahan yang mempunyai resistivitas yang besar agar arus yang bocor sekecil mungkin (dapat diabaikan). Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa bahan isolasi yang higroskopis hendaknya dipertimbangkan penggunaannya pada tempat-tempat yang lembab karena resistivitasnya akan turun. Resistivitas juga akan turun jika tegangan yang diberikan naik. Besarnya kapasitansi bahan isolasi yang berfungsi sebagai dielektrik ditentukan oleh permitivitasnya, di samping jarak dan luas permukaannya. Besarnya permitivitas udara adalah 1,00059, sedangkan untuk zat padat dan zat cair selalu lebih besar dari itu. Apabila bahan isolasi diberi tegangan bolak-balik maka akan terdapat energi yang diserap oleh bahan tersebut. Besarnya kerugian energi yang diserap bahan isolasi tersebut berbanding lurus dengan tegangan, frekuensi, kapasitansi, dan sudut kerugian dielektrik. Sudut tersebut terletak antara arus kapasitif dan arus total (Ic + Ir). Suhu juga berpengaruh terhadap kekuatan mekanis, kekerasan, viskositas, ketahanan terhadap pengaruh kimia dan sebagainya. Bahan isolasi dapat rusak diakibatkan oleh panas pada kurun waktu tertentu. Waktu tersebut disebut umur panas bahan isolasi.Sedangakan kemampuan bahan menahan suhu tertentu tanpa terjadi kerusakan disebut ketahanan panas. Menurut IEC (International 20 Electrotechnical Commission) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, bahan isolasi yang digunakan pada suhu di bawah nol (missal pada pesawat terbang, pegunungan) perlu juga diperhitungkan karena pada suhu di bawah nol bahan isolasi akan menjadi keras dan regas. Pada mesin-mesin listrik, kenaikan suhu pada penghantar dipengaruhi oleh resistansi panas bahan isolasi.Bahan isolasi tersebut hendaknya mampu meneruskan panas yang didesipasikan oleh penghantar atau rangkaian magnetik ke udara sekelilingnya. Kemampuan permeabilitas uap, larut bahan pengaruh isolasi, tropis, dan resistansi resistansi kimia, radio higroskopis, aktif perlu dipertimbangkan pada penggunaan tertentu. Kemampuan larut diperlukan dalam menentukan macam bahan pelarut untuk suatu bahan dan dalam menguji kemampuan bahan isolasi terhadap cairan tertentu selama diimpregnasi atau dalam pemakaian. Kemampuan larut bahan padat dapat dihitung berdasarkan banyaknya bagian permukaan bahan yang dapat larut setiap satuan waktu jika diberi bahan pelarut. Umumnya kemampuan larut bahan akan bertambah jika suhu dinaikkan. Ketahanan terhadap korosi akibat gas, air, asam, basa, dan garam bahan isolasi juga nervariasi antara satu pemakaian bahan isolasi di daerah yang konsentrasi kimianya aktif, instalasi tegangan tinggi, dan suhu di atas normal. Uap air dapat memperkecil daya isolasi bahan.Karena bahan isolasi juga mempunyai sifat higroskopis maka selama penyimpanan atau pemakaian diusahakan agar tidak terjadi penyerapan uap air oleh bahan isolasi, dengan memberikan bahan penyerap uap air, yaitu senyawa P2O5 atau CaC12. Bahan yang molekulnya berisi kelompok hidroksil (OH) higrokopisitasnya relative besar dibanding bahan parafin dan polietilin yang tidak dapat menyerap uap air. Bahan isolasi hendaknya juga mempunyai permeabilitas uap (kemampuan untuk dilewati uap) yang besar, khususnya bagi bahan yang digunakan untuk isolasi kabel dan rumah kapasitor. Di daerah tropis basah dimungkinkan tumbuhnya jamur dan serangga.Suhu yang tinggi disertai kelembaban dalam waktu lama dapat menyebabkan turunnya kemampuan isolasi. Oleh karena bahan isolasi hendaknya dipisi bahan anti jamur (paranitro phenol, dan pentha chloro phenol). 21 Pemakaian bahan isolasi sering dipengaruhi bermacam-macam energi radiasi yang dapat berpengaruh dan mengubah sifat bahan isolasi. Radiasi sinar matahari mempengaruhi umur bahan, khususnya jika bersinggungan dengan oksigen. Sinar ultra violet dapat merusak beberapa bahan organic. T yaitu kekuatan mekanik elastisitas. Sinar X sinar-sinar dari reactor nuklir, partikelpartikel radio isotop juga mempengaruhi kemampuan bahan isolasi. Sifat mekanis bahan yang meliputi kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan derajat kekerasan bahan isolasi juga menjadi pertimbangan dalam memilih suatu jenis bahan isolasi. 2.9.1 Pembagian Kelas Bahan Penyekat Bahan penyekat listrik dapat dibagi atas beberapa kelas berdasarkan suhu kerja maksimum, yaitu sebagai berikut: 1. Kelas Y, suhu kerja maksimum 90°C yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan berserat organis (seperti katun, sutera alam, wol sintetis, rayon serat poliamid, kertas, prespan, kayu, poliakrilat, polietilen, polivinil, karet, dan sebagainya) yang tidak dicelup dalam bahan pernis atau bahan pencelup lainnya. Termasuk juga bahan termoplastik yang dapat lunak pada suhu rendah. 2. Kelas A, suhu kerja maksimum 150°C, yaitu bahan berserat dari kelas Y yang telah dicelup dalam pernis aspal atau kompon, minyak trafo, email yang dicampur dengan vernis dan poliamil atau yang terendam dalam cairan dielektrikum (seperti penyekat fiber pada transformator yang terendam minyak). Bahan -bahan ini adalah katun, sutera, dan kertas yang telah dicelup, termasuk kawat email (enamel) yang terlapis damar-oleo dan damar-polyamide. 3. Kelas E, suhu kerja maksimum 120°C yaitu bahan penyekat kawat enamel yang memakai bahan pengikat polyvinylformal, polyurethene dan damar epoxy dan bahan pengikat lain sejenis dengan bahan selulosa, pertinaks dan tekstolit, film triacetate, film dan serat polyethylene terephthalate. 4. Kelas B, suhu kerja maksimum 130°C yaitu Yaitu bahan non-organik (seperti : mika, gelas, fiber, asbes) yang dicelup atau direkat menjadi satu 22 dengan pernis atau kompon, dan biasanya tahan panas (dengan dasar minyak pengering, bitumin sirlak, bakelit, dan sebagainya). 5. Kelas F, suhu kerja maksimum 155°C. Bahan bukan organik dicelup atau direkat menjadi satu dengan epoksi, poliurethan, atau vernis yang tahan panas tinggi. 6. Kelas H, suhu kerja maksimum 180°C. Semua bahan komposisi dengan bahan dasar mika, asbes dan gelas fiber yang dicelup dalam silikon tanpa campuran bahan berserat (kertas, katun, dan sebagainya). Dalam kelas ini termasuk juga karet silikon dan email kawat poliamid murni. 7. Kelas C, suhu kerja diatas 180°C. Bahan anorganik yang tidak dicelup dan tidak terikat dengan substansi organic, misalnya mika, mikanit yang tahan panas (menggunakan bahan pengikat anorganik), mikaleks, gelas, dan bahan keramik. Hanya satu bahan organik saja yang termasuk kelas C yaitu politetra fluoroetilen (Teflon). 2.9.2 Macam-macam bahan penyekat 1. Bahan penyekat bentuk padat, bahan listrik ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu: bahan tambang, bahan berserat, gelas, keramik, plastik, karet, ebonit dan bakelit, dan bahanbahan lain yang dipadatkan. 2. Bahan penyekat bentuk cair, jenis penyekat ini yang banyak digunakan pada teknik listrik adalah air, minyak transformator, dan minyak kabel. 3. Bahan penyekat bentuk gas, yang sering digunakan untuk keperluan teknik listrik diantaranya : udara, nitrogen, hidrogen, dan karbondioksida. Bahan penyekat yang digunakan pada proses elektrolisis adalah salah satu bahan penyekat kelas Y yaitu jenis kain katun. Kain serat kapas juga disebut serat katun, dahulu sudah dikenal kira-kira 5000 tahun SM. Menurut para ahli, India adalah negara tertua yang menggunakan kapas. Katun merupakan suatu bahan yang tidak tetap, sehingga sulit untuk di ketahui sifat penampilanya. Kain katun adalah yang paling murah dari bahan serat alami lainnya. Dahulu ada suatu pemikiran bagi pabrik-pabrik tekstil untuk mencampur bahan katun dengan 23 poliester, hal itu akan memberikan suatu bahan yang memiliki tampilan serupa katun dengan perbaikan daya lentingnya. Karena ada kandungan sintetisnya, maka akan berpengaruh juga terhadap pemilihan jenis benang jahit, serta temperatur setrika, dan tetu saja cara pemeliharaan/ pencuciannya (Goet Poespo, 2005:69). Kain katun memiliki sifat-sifat menguntungkan adalah sifat yang kuat dalam keadaan basah bertambah 25%, dapat menyerap air (higroskopis), tahan panas setrika tinggi, dan tahan obat-obat kelantang. Disamping sifatnya yang menguntungkan diatas terdapat sifat yang kurang menguntungkan yaitu katun tidak tahan terhadap asam mineral dan asam organik (walaupun asam organik sering digunakan untuk memperidah tenunan), katun kurang kenyal yang menyebabkan mudah kusut, dan katun dapat susut saat dicuci, kain katun harus disimpan dalam keadaan kering atau di tempat yang tidak lembab (Ernawati, Izwerni dan Weni Nelmira (2008:157). Menurut Goet Poespo (2005:76), kain katun memiliki sifat kuat (bahkan ketika basah masih menyerap), menarik panas tubuh, kusut, susut atau mengerut (kecuali ditangani dengan baik), rusak oleh matahari, keringat dan lapuk. Gambar 3. Ukuran Pori Bahan Penyekat Kain Katun (Sumber : LPPT UGM, 2016) 24 2.10 Energi dan Daya Listrik 2.10.1 Hukum Joule Joule menentukan bahwa sejumlah kerja tertentu yang dilakukan selalu ekivalen dengan sejumlah masukan kalor tertentu. 1 kalori (kal) ternyata ekivalen dengan 4,186 joule (J). Nilai ini dikenal sebagai tata kalor mekanik. 4,186 J = 1 kal 4.186 × 103J = 1 kkal Dari percobaan Joule, kalor diinterpretasikan bukan sebagai zat, dan bahkan bukan sebagai bentuk energi. Kalor merupakan βtransfer energiβ yang berarti ketika kalor mengalir dari benda panas ke yang lebih dingin, energilah yang yang ditransfer dari yang panas ke yang dingin. Jadi dapat disimpulkan bahwa kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur. (Giancoli, 2001) Sedangkan hukum joule sendiri adalah daya listrik yang hilang sebagai kalor, akibat arus listrik yang mengalir dalam hambatan adalah berbanding lurus dengan kuadrat kuat arus dan hambatannya. Dan hukum ini dikemukakan oleh James Prescott Joule (1840). Dan juga hukum kalor menuliskan bagaimana tenaga listrik diubah ke dalam tenaga termal. Di dalam hukum Joule beda potensial adalah kerja yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan dalam medan. Misalnya saja pada suatu rangkaian, akibat adanya beda potensial V, timbul I. Maka pada setiap detiknya akan ada 1 coloumb yang dipindahkan dan ada V.I Joule kerja yang dibutuhkan. Jadi dapat dituliskan persamaan rumusnya adalah : P = V.I Panas dapat ditimbulkan berasal dari E yang mempercepat pergerakkan elektron, kemudian terjadi tabrakan yang dapat menyebabkan elektron akan kehilangan energinya ke dalam bagian-bagian bahan dan akibatnya temperatur bahan akan naik. Dan juga energi yang hilang di kawat oleh arus I selama t detik. Jadi secara matematis dapat didapat persaan rumus : W = V.I.t Dimana : 25 W = Energi Listrik (Joule) V = Tegangan (Volt) I = Arus Listrik (Ampere) t = Waktu (sekon) P = Daya (Watt) 2.10.2 Efisiensi Elektrolisis Pada penelitian ini untuk menghitung efisiensidari suatu elektroliser dapat dihitung dengan persamaan berikut : Efisiensi= Energi teoritis yang digunakan untuk elektrolisis Energi aktual yang dibutuhkan x 100% (Sumber : Elektrokimia dan Kinetika Kimia, 2001)