Colocasia Esculenta

advertisement
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1
Bahan Baku
2.1.1 Umbi Keladi (Colocasia Esculenta)
Umbi Keladi atau dengan nama latin (Colocasia Esculenta) merupakan
jenis umbi-umbian dari keluarga Araceae merupakan tanaman tropika dan
dipercayai berasal dari kawasan lembah di Malaysia dan ditanam di India pada
5000 tahun sebelum Masehi sebelum dibawa ke Mesir (Sari, 2014). Tanaman ini
biasa tumbuh di semak-semak, tanah kosong, ataupun tepian sungai sehingga
tanaman ini terkesan sebagai sebuah tumbuhan yang tak berguna sama sekali.
Namun untuk orang yang mengetahui manfaatnya, keladi ini mempunyai banyak
sekali kegunaan.
Menurut Anonim (2013), Secara taksonomi keladi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Arales
Suku
: Araceae
Marga
: Colocasia
Jenis
: Colocasia esculenta L Schott
Pada umbi keladi terdapat kandungan kadar air sebesar 63-85% dengan
13-29% kandungan karbohidrat. Selain kedua komponen tersebut, umbi keladi
juga tersusun oleh sedikit senyawa lain seperti protein, lemak, dan kaya akan
kalsium, fosfor, besi, vitamin C, Tiamin, riboflavin, dan niasin. Selain itu di
dalam umbi keladi terdapat kandungan pati 80%, kadar amilosa 5.55% dan kadar
amilopektin 74.45% (Hendra dkk, 2014). Didalam umbi keladi terdapat kalsium
oksalat yang dapat menyebabkan rasa gatal apabila dikonsumsi dan dapat
menyebabkan pengurangan penyerapan kalsium didalam tubuh (Maulina, 2012).
Penggunaan umbi keladi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik adalah
karena ketersedian bahan baku yang melimpah dari tanaman ini. Menurut
6
7
Direktorat Jendral Tanaman Pangan. (2013), pada tahun 2011 melalui pelaksanaan
kegiatan dem area pangan alternatif jumlah produktivitas umbi keladi dari
beberapa daerah adalah 661 kuintal/hektar (Nurbaya dkk, 2013).
Gambar 1. Umbi keladi
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
2.1.1.1 Sifat fisik Umbi Keladi (Colocasia Esculenta)
Tanaman umbi keladi banyak mengandung asam perusai (asam biru atau
HCN). Sistem perakaran serabut, liar dan pendek. Umbi dapat mencapai 4 kg atau
lebih, berbentuk silinder, atau bulat, berukuran 30 × 15 cm, berwarna coklat.
Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya,
dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya, warna pelepah bermacam-macam.
Perbungaannya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai, (Ermayuli, 2011).
2.1.1.2 Sifat kimia Umbi Keladi (Colocasia Esculenta)
Umbi Keladi banyak mengandung senyawa kimia yang dihasilkan dari
metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, minyak essensial,
resin, gula dan asam-asam organik (Ermayuli, 2011).
Umbi Keladi mengandung pati yang dapat dicerna kira-kira 18.2%,
sukrosa serta gula pereduksinya 1,42% dan karbohidrat sebesar 23,7% (Ermayuli,
2011).
8
2.1.1.3 Pati
Pati adalah karbohidrat penyimpan energi pada tanaman. Pati merupakan
komponen-komponen padi-padian, kentang, jagung, singkong, gandum, jagung,
ketela, umbi dan lain-lain. Pati berbentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam
air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya (Niken, 2013).
Molekul pati umumnya terdiri dari 20% amilosa dan 80% amilopektin.
Namun, ada juga jenis pati yang hanya terdiri dari amilosa saja atau amilopektin
saja. Molekul amilosa terdiri dari ratusan monomer α-D-glukopiranosa, berbentuk
spiral (heliks), serta mempunyai massa molar 60.000-600.000 g/mol. Amilosa dan
amilopektin dapat dipisahkan dengan macam-macam pelarut dan teknik
pengendapan.
Amilosa dibentuk dari satuan disakarida-maltosa. Sebaliknya, amilopektin
berbentuk rantai cabang, dimana cabangnya dengan pita polimer yang lain terletak
pada atom C-6. Setiap 20 hingga 25 satuan α-D-glukopiranosa baru terdapat
percabangan. Massa molar amilopektin adalah 200.000 hingga 2.000.000 g/mol.
Pati berbeda dengan selulosa. Pada selulosa monomer D-Glukosa
terhubung satu dengan yang lain secara β, sedangkan pada tepung (pati) monomer
D-glukosanya terhubung secara α. Pati merupakan cadangan karbohidrat bagi
tanaman, dan seperti halnya selulosa, pati juga akan terhidrolisis dalam suasana
asam menjadi monomer α-D-glukopiranosa.
Pada umbi keladi kadar amilosanya sebesar 5.55% dan kadar amilopektin
74.45% (Hendra dkk, 2014). Menurut Nisperos-Carriedo (1994) didalam Krochta,
et al. (1994), aplikasi yang membutuhkan viskositas, stablilitas dan kekuatan
mengental yang tinggi digunakan pati dengan kadar amilopektin yang tinggi,
sedangkan untuk membentuk film dan gel yang lebih kuat, digunakan pati dengan
kadar amilosa yang tinggi (Ayu, 2015).
9
Gambar 2. Struktur Amilosa
Sumber: Kimia Organik, 1990
Gambar 3 Stuktur Amilopektin
Sumber: Kimia Organik, 1990
2.1.1.4 Kalsium Oksalat
Kalsium Oksalat adalah salah satu kandungan zat yang terdapat di dalam
pati umbi keladi. Kalsium oksalat dapat menyebabkan rasa gatal apabila
dikonsumsi dan dapat menyebabkan batu ginjal serta pengurangan penyerapan
kalsium didalam tubuh (Maulina, 2012). Pada penelitian ini, umbi keladi harus
diturunkan kandungan kalsium oksalatnya agar tidak terasa gatal dan
menyebabkan iritasi pada tubuh.
Menurut Moy et al. (1979) penghilangan rasa gatal dapat dilakukan secara
tradisional seperti mempermentasikan umbi dalam lubang bawah tanah selama
10
beberapa minggu, pemanggangan, atau ekstraksi menggunakan solven (Maulina,
2012).
Kalsium oksalat terbentuk dari persenyawaan garam antara ion kalsium
dan ion oksalat. Ion ini sengat bermanfaat untuk proses metabolisme dan untuk
pertahanan internal bagian umbi keladi. Namun pada manusia senyawa ion bisa
menimbulkan gatal-gatal dan iritasi pada kulit (Ermayuli, 2011).
Menurut Tinambunan (2014) Pengurangan Asam Oksalat dilakukan
dengan perendaman dalam larutan garam (NaCl) untuk mengurangi efek gatal
pada umbi. Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan basa yang terdiri dari ion
positif (kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral
(tanpa muatan). NaCl akan terionisasi di dalam air menjadi ion Na+ dan Cl- yang
akan berikatan dengan kalsium oksalat membentuk natrium oksalat dan endapan
kalsium klorida yang larut dalam air dengan reaksi sebagai berikut:
CaC2O4 + 2 NaCl
Kalsium oksalat
garam
Na2C2O4 + CaCl2
natrium oksalat kalsium diklorida
2.1.2 Plasticizer
Plasticizer merupakan salah satu zat yang ditambahkan dalam pembuatan
bioplastik. Fungsinya untuk mengatasi sifat rapuh dari bioplastik yang dihasilkan
(Sara, 2015). Menurut Krisna (2011) Plasticizer yang digunakan dalam
pembuatan bioplastik dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Mono, di- dan oligosakarida
b. Poliol (Seperti Gliserol dan turunannya, polyetilen glikol, sorbitol)
c. Lipid dan turunannya (Asam Lemak, monogliserida dan esternya,
asetogliserida, phospilipida, dan emulsifier lainnya (Sara, 2015).
Sorbitol pertama kali ditemukan oleh ahli kimia dari perancis yaitu Joseph
Boosingault pada tahun 1872 dari biji tanaman bunga ros. Proses hidrogenasi gula
menjadi sorbitol mulai berkembang pada tahun 1930 (Sara, 2015).
Menurut Suara Merdeka (2008) sorbitol dinyatakan GRAS (Generally
Recognized As Safe) atau secara umum dinyatakan produk yang aman oleh
11
UFood and Drug Administration dan disetujui penggunaanya oleh Uni Eropa serta
banyak negara diseluruh dunia (Pulungan, 2010).
Sorbitol adalah senyawa monosakarida polyhidrik alkohol. Nama kimia
dari sorbitol adalah hexitol atau glusitol dengan rumus kimia C6H14O6. Struktur
molekulnya mirip dengan glukosa hanya yang berbeda gugus aldehidnya yang
diganti dengan gugus alkohol (Pulungan, 2010).
Gambar 4. Struktur Kimia Sorbitol
Sumber : Perry, 1999 dalam Pulungan, 2010.
Menurut Nofita (2011) Sorbitol merupakan suatu poliol ( alkohol gula)
bahan pemanis yang ditemukan dalam berbagai produk makanan, kemanisan
sorbitol sekitar 60% dari kemanisan sukrosa (gula tebu) dengan ukuran
sepertiganya (Sara, 2015).
Widyaningsih dkk (2012) menyatakan bahwa penggunaan sorbitol lebih
efektif karena dapat menghasilkan bioplastik dengan permeabilitas oksigen yang
lebih rendah bila dibandingkan menggunakan gliserol (Sara, 2015).
2.1.2.1 Sifat Fisik Sorbitol
a. Spesifik gravity
: 1.472 (-5oC)
b. Titik lebur
: 93 oC (Metasable form) 97.5 oC (Stable form)
c. Titik didih
: 296 oC
d. Kelarutan dalam air
: 235 gr/100 gr H2O
e. Panas pelarutan dalam air : 20.2 KJ/mol
f. Panas Pembakaran
: -3025.5 KJ/Mol
12
2.1.2.2 Sifat Kimia Sorbitol
a. Berbentuk kristal pada suhu kamar
b. Berwarna putih tidak berbau dan berasa manis
c. Larut dalam air, glycerol dan propylene glicol
d. Sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat dan Phenol
e. Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik
(Perry 1950 dalam Pulungan 2010).
2.1.2.3 Kegunaan Sorbitol
Menurut Othmer (1960) sorbitol dapat dibuat dari glukosa dengan proses
hidrogenasi katalitik bertekanan tinggi. Sorbitol umumnya merupakan bahan baku
industri barang konsumsi seperti pasta gigi, permen, kosmetik, farmasi, vitamin C,
dan termasuk textile dan kulit (Pulungan, 2010). Berikut adalah kegunaan sorbitol
dalam industri:
a. Bidang makanan,
Sorbitol ditambahkan pada makanan sebagai pemanis dan untuk memberikan
ketahanan mutu dasar yang dimiliki makanan tersebut selama dalam proses
penyimpanan. Bagi penderita diabetes, sorbitol dapat dipakai sebagai bahan
pemanis pengganti glukosa, fruktosa, maltosa, dan sukrosa. Untuk produk
makanan dan minuman diet, sorbitol memberikan rasa manis yang sejuk di
mulut.
b. Bidang Farmasi
Sorbitol merupakan bahan baku vitamin C dimana dibuat dengan proses
fermentasi dengan bakteri Bacillus suboxidant. Dalam hal lain, sorbitol dapat
digunakan sebagai pengasbsorbsi beberapa mineral seperti Cs, Sr, F dan
vitamin B12. Pada konsentrasi tinggi sorbitol dapat sebagai stabilisator dari
vitamin dan antibiotik.
c. Bidang Kosmetik dan pasta gigi
Penggunaan sorbitol sangat luas di bidang kosmetika, diantaranya digunakan
sebagai pelembab berbentuk cream untuk mencegah penguapan air dan dapat
memperlicin kulit. Untuk pasta gigi, sorbitol dapat digunakan sebagai
13
penyegar atau obat pencuci mulut yang dapat mencegah kerusakan gigi dan
memperlambat terbentuknya karies gigi.
d. Industri Kimia
Sorbitol banyak digunakan sebagai bahan baku surfaktan seperti Polyethylen
Sorbitan Fatty Acid Esters dan Sorbiton Fatty Acid Esters. Pada industri
polyeruthane, sorbitol bersama dengan senyawa polyhidric alcohol lain
seperti gliserol merupakan salah satu komposisi utama alkyl resin dan rigid
polyuthanr foams. Pada industri textil, kulit, semir, sepatu, dan kertas,
sorbitol digunakan sebagai softener dan stabilator warna. Sedangkan pada
industri rokok sorbitol digunakan sebagai stabilator kelembapan, penambah
aroma dan menemambah sejuk (Pulungan, 2010).
2.1.3 Kitosan
2.1.3.1 Struktur kitosan
Menurut Bastman (1989) kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh
dari deasetilasi kitin. Jika sebagaian besar gugus asetil pada kitin disubtitusikan
oleh atom hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat
berkonsentrasi tinggi, hasilnya dinamakan kitosan atau kitin terseasetilasi (Sinaga,
2011).
Indra (1993) menuliskan bahwa deasetilasi adalah tahap transformasi kitin
menjadi kitosan, yaitu dengan memberikan perlakuan dengan basa berkonsentrasi
tinggi. Reaksi deasetilasi bertujuan untuk memutuskan gugus asetil yang terikat
pada nitrogen dalam struktur senyawa kitin untuk memperbesar persentase gugus
amina pada kitosan (Damayanti, 2014).
Kitosan mempunyai rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli
(β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-Glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa
tunggal tetapi merupakan kelompok yang terseasitilasi sebagian dengan derajat
polimeriasasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama dua kelompok
senyawa yang dibatasi dengan stoikiometri, kitin adalah poli N-aserilglukosamin
yang terdeaesetilasi sedikit (Sinaga, 2011)
14
Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi
dengan stoikiometri, kitin adalah poli N-asetilglukosamin yang terdeasetilasi
sedikit. Derajat deasitilasi biasanya bervariasi 8-15% tetapi tergantung pada
sumber yang digunakan untuk memperoleh kitin, dan metode yang digunakan
untuk isolasi dan pemurnian. Menurut Millot et al (1998) derajat deasitilasi adalah
persentasi gugus asetilasi yang berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi
kitin, derajat deasetilasi ini berperan penting dalam proses penyerapan.
Pertambahan nilai derajat asetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah gugus
amina bebas (Damayanti, 2014).
Menurut Uragami (2006) kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak
mungkin dengan derajat deasetilasi antara 80-90% (Sinaga 2011). Struktur kitosan
dapat dilihat pada gambar dibawah ini, kitosan tidak mengandung asetat bukan
berarti merupakan kitin yang terdeasitilasi 100%.
Gambar 5. Struktur Kitosan
Sumber: Sinaga, 2011
Struktur kimia dari kitin mirip dengan struktur kimia dari selulosa.
Menurut Kumar (2000) Residu monosakarida pada selulosa adalah β-D-glukosa
sedangkan pada ktin adalah N-asetil-B-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH)
pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3), dimana
monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan β(1.4) (Sinaga, 2011).
Gambar 6. Struktur Kitin
Sumber: Sinaga, 2011
15
2.1.3.2 Sumber Kitosan
Marnganof (2003) menyebutkan bahwa kitin dapat diisolasi dari kulit
udang yang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-20%), dan Kalsium
Karbonat (45%-50%) (Damayanti, 2013). Berikut ini adalah tabel 2.1 dari
beberapa sumber kitin dan kitosan:
Tabel 1. Beberapa sumber Kitin dan Kitosan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sumber
Jamur/cendawan
Tulang cumi-cumi
Kalajengking
Laba-laba
Kecoa
Kumbang
Ulat sutra
Kepiting
Udang
Jumlah (%)
5-20
3-20
30
38
35
37
44
69
70
Sumber: Muzzarelli, 1977 dalam Damayanti, 2013
Dapat dilihat dari tabel bahwa sumber terbesar kitosan berasal dari Udang.
2.1.3.3. Sifat Fisika Kitosan
Menurut Kumar (2000) Pada umumnya polisakarida alami seperti
selulosa, pektin, alganiat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam,
sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa (Sinaga, 2011).
Kitosan merupakan padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan
asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer
yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi
mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam (Onsoyen and Skaugrud,
1990 dalam Sinaga, 2011).
Menurut Kumar (2000) kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam suasana
encer seperti asam asetat dan asam formiat. Kitosan dapat membentuk gel dalam
N-metil N-metilmorpholin N-Oksida yang dapat digunakan dalam formulasi
perlepasan obat terkendali. Kandungan nitogrn dalam kitin berkisar 5-8%
tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan
dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan akan bereaksi melalui gugus amino
16
dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi basa schiff, merupakan reaksi yang
penting (Sinaga, 2011).
Menurut Kaban (2009) Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah
dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat
berperan dalam aplikasinya (Sinaga, 2011).
2.1.3.4 Sifat Kimia Kitosan
Sifat kimia kitosan antara lain ialah polimer poliamin berbentuk linier,
mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan
mengkelat beberapa jenis logam. Adanya gugus kimia dalam kitosan juga
menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia (Sinaga, 2011). Selain itu
kitosan juga mempunyai sifat bioaktif, biokampatibel, pengkelat, anti bakteri dan
dapat terbiodegradasi (Muzzarelli, 1983 dalam Coniwanti 2014). Berikut ini
adalah standar Kitosan menurut Sugita 2009 dalam Damayanti, 2013:
a. Ukuran Partikel
: Serpihan sampai bubuk
b. Kadar air (%)
: ≤ 10,0
c. Kadar abu (%)
: ≤ 2.0
d. Warna larutan
: tidak berwarna
e. N-deasetilasi (%)
: ≥ 70,0
f. Kelas Viskositas (cps)

Rendah
: < 200

Medium
: 200-799

Tinggi pelarut organik : 800-2000

Sangat tinggi
: > 2000
2.1.3.5 Kegunaan Kitosan
Kitosan merupakan turunan kitin yang paling bermanfaat. Ini disebakan
karena berat molekul yang tinggi, sifat polielektrolit, keberadaan gugus
fungsional, kemampuan untuk membentuk gel, dan kemampuan mengadsorbsi
(Sinaga, 2011).
Kitosan dapat dimodifikasi secara kimia dan enzimatik dan bersifat
biodegradable dan biokompotibel dengan sel dan jaringan manusia. Untuk
17
pemanfaatanya, berat molekul ringan dan tingkat deasetilasi sangat berperan,
karena kedua parameter ini mempengaruhi kelarutan, sifat-sifat fisikimia, dan sifat
biokompabilitas serta aktivitas immunitas. Kapasitas mengadsorbsi kitin dan
kitosan meningkat dengan bertanbahnya kandungan gugus amino yang bebas
(Syanowiecki and Al-Kateeb, 2003 dalam Sinaga, 2011).
Kitosan banyak digunakan dalam berbagai industri antara lain industri
farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik,
agroindustri, industri tekstil perkayuan, dan industri kertas (Kaban, 2009 dalam
Sinaga, 2011). Sifat-sifat dan pemanfaatan kitosan antara lain dapat dilihat pada
tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2. Sifat-sifat dan Pemanfaatan Kitosan
Sifat-sifat
Kationik :
Pemanfaatan
Polielektrolit linier bermuatan
tinggi.
Mengkelat ion logam beracun.
Pemurnian Air
Kimiawi :
Berat molekul tinggi
Gugus amino dan hidroksil
Viskositas tinggi, film
Modifikasi kimia
Biologi :
Biokompatibel, biodegradable,
Bioaktivitas
Non-toksis, film pengemas
Antimikroba, antitumor
Farmasi :
Biokompatible, biodegradable
Penyembuh luka, pelepasan obat, kulit
sentetis, kontak lensa.
Flokulan yang baik
Sumber: Taranathan and Kittur (2003) dalam Sinaga (2011)
2.1.4 Asam Asetat
Asam asetat di dalam ilmu kimia biasa dikenal dengan nama acetat acid
atau acidum aceticum, akan tetapi didalam kalangan masyarakat asam asetat biasa
dikenal dengan nama cuka atau asam cuka (Agus dkk, 1993 dalam Yuniarti,
2009).
Asam asetat dibuat melalui fermentasi alkohol dengan dan fermentasi astet
yang didapat dari bahan yang banyak mengandung gula seperti anggur, apel, nira
kelapa, malt, gula dan sebagainya (Anton A, 2003 dalam Yuniarti, 2009).
18
2.1.4.1 Sifat fisika Asam Asetat
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, tidak berwarna
berbau menyengat, berasa asam. Asam asetat memiliki rumus molekul CH3COOH
dengan bobot molekul sebesar 60.05 gr/mol. Titik beku asam asetat sebesar
16,6oC dan titik didih sebesar 118,1 oC. Jenis asam ini dapat larut dalam alkohol,
air dan eter. Asam asetat tidak larut dalam karbon disuldisulfida. Asam asetat
dibuat dengan fermentasi alkohol oleh bakteri Acetobacter pembuatan dengan
cara ini biasa digunakan dalam pembuatan cuka makan (Sarsojoni, 1996 dalam
Yuniarti, 2009).
2.1.4.2 Sifat kimia Asam Asetat
Asam Asetat mudah menguap diudara terbuka, mudah terbakar, dan dapat
menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat dapat larut dalam air pada suhu
20oC, etanol 9,5% (Pekat), dan gliserol pekat (Yuniarti, 2009).
2.1.4.3 Kegunaan Asam Asetat
Asam astetat merupakan sumber utama dalam pembuatan garam, derivat,
dan ester asam asetat. Asam asetat dapat digunakan sebagai pelarut zat organik
yang baik dan untuk membuat selulosa asetat yang dibutuhkan untuk pembuatan
film, rayon dan selofan. Asam asetat dapat juga digunakan sebagai pengawet,
bumbu-bumbu masak atau penambah rasa masakan, untuk membuat aneka ester,
zat warna dan propanon (Yuniarti, 2009).
2.2
Plastik
2.2.1 Pengertian plastik
Polimer berasal dari kata Poly (banyak) dan Meros (bagian-bagian).
Polimer biasa disebut juga dengan makromolekul yang merupakan molekul besar
yang dibangun dengan pengulangan oleh molekul sederhana yang disebut
monomer yang berikatan dalam suatu rantai. Sifat sifat polimer berbeda dari
monomer-monomer yang menyusunya. Meskipun istilah plastik dan polimer
seringkali dipakai secara bersamaan, namun tidak semua polimer adalah plastik.
19
Plastik adalah polimer yang dapat dicetak menjadi bagian bentu yang berbeda.
Polimer dibagi menjadi dua yaitu polimer termoplastik dan polimer termosetting.
Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan perimbanganpertimbangan ekonomis dan kegunaannya yaitu, plastik komoditi dan plastik
teknik. Plastik-plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan
harganya yang murah. Plastik jenis ini biasanya dipakai dalam bentuk barang
yang bersifat pakai-buang (disposable) seperti lapisan pengemas, namun
ditemukan juga pemakainnya dalam barang-barang yang tahan lama. Plastik
komoditi termasuk jenis polimer termoplastik.
Plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya lebih rendah, tetapi
memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik. Plastik jenis
ini dapat bersaing dengan logam, keramik, dan gelas dalam berbagai aplikasi.
Plastik komoditi pada prinsipnya terdiri dari empat jenis polimer utama,
yaitu: polietilena, polipropilena, poli(vinil klorida), dan polistirena. Polietilina
dibagi menjadi produk massa jenis rendah (<0,94 g/cm3) dan produk massa jenis
tinggi (> 0,94 g/cm3). Plastik-plastik komoditi mewakili sekitar 90% dari seluruh
produksi termoplastik, dan sisanya terbagi antara kopolimer stirenabutadiena,
kopolimer akril-butadiena-stirena (ABS), poliamida, dan poliester.
2.2.1.1 Polimer Termoplastik
Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan
terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan
didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga
dapat dibentuk dengan cetakan yang berbeda, berikut ini adalah sifat dari polimer
termoplastik:
a. Berat molekul kecil
b. Tidak tahan terhadap panas
c. Jika dipanaskan akan melunak
d. Jika didinginkan akan mengeras
e. Mudah direngangkan
f. Fleksibel
20
g. Titik leleh rendah
h. Dapat dibentuk ulang
i. Memiliki struktur molekul liner/bercabang.
Berikut adalah contoh polimer termoplastik yang terdapat dalam tabel 2.3 :
Tabel 3. Polimer Termoplastik
Tipe
Polietilena massa jenis rendah
Singkatan Kegunaan utama
LDPE
Lapisan pengemas, isolasi kawat
dan kabel, barang mainan, botol
fleksibel, perabotan, bahan pelapis.
Polietilena massa jenis tinggi
HDPE
Botol, drum, pipa, saluran,
lembaran, film isolasi kawat dan
kabel
Polipropilena
PP
Bagian-bagian mobil dan perkakas,
tali anyaman, karpet, film,
Poli(vinil klorida)
PVC
Bahan bangunan, pipa tegar, bahan
untuk lantai, isolasi kawat dan
kabel, film dan lembaran film.
Polistirena
PS
Bahan pengemas (busa dan film),
isolasi busa, perkakas, perabotan
rumah, barang mainan.
Sumber: Sopiyan, 2001
2.2.1.2 Polimer Termosetting
Polimer termosetting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap
panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh sehingga tidak dapat
dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak
pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak
dapat disambung atau diperbaiki lagi
Polimer termosetting memiliki ikatan-ikatan silang yang mudah dibentuk
pada waktu pemanasan. Hal ini membuat plimer menjadi kaku dan keras. Semakin
banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila
polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau
21
lepasnya ikatan silang antar polimer. Berikut ini adalah sifat dari polimer
termosetting:
a. Keras dan kaku (tidak fleksibel)
b. Jika dipanaskan akan mengeras
c. Tidak dapat dibentuk ulang
d. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun
e. Jika dipanaskan lagi akan meleleh
f. Tahan terhadap asam dan basa
g. Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul
Tabel 4. menyajikan contoh dari polimer termosetting.
Tabel 4. Polimer Termosetting
Tipe
Fenol-Formaldehida
Singkatan Kegunaan utama
PF
Alat listrik dan elektronik, bagian
mobil, perekat polywood, utensil
handle
Urea-Formaldehida
UF
Sama seperti PF, berfungsi sebagai
pelapis
Poliester tak jenuh
-
Konstruksi, bagian-bagian mobil,
lambung kapal, asesoris kapal,
saluran anti korosi, tangki dan lainlain, peralatan bisnis
Epoksi
-
Bahan pelapis protektif, perekat
aplikasi-aplikasi
listrik
dan
elektronik, bahan lantai industri,
bahan pengaspal jalan raya, bahan
paduan (komposit)
MelaminFormaldehida
MF
Sama seperti polimer UF, bingaki
dekoratif, tutup meja, perkakas makan
Sumber: Sopiyan, 2001
2.2.1.3 Plastik Teknik
Konsumsi plastik teknik dunia hingga akhir 80-1n mencapai kira-kira 1.5
× 109 kg/tahun, diantarnya poliamida, polikarbonat, asetal, poli(fenilena oksida),
dan poliester mewakili sekitar 99% dari pemasaran.
22
Ada banyak kesamaan dalam pasaran plastik-plastik, tetapi plastik-plastik
ini dipakai, terutama dalam bidnag transportasi (mobil, truk, pesawat udara),
kontruksi(perumahan, instalasi pipa ledeng, perangkat keras), mesin-mesin
industri, dan barang-barang konsumsi. Selain polimer-polimer yang telah
disebutkan, kopolimer dan paduan polimer teristimewa yang disesuaikan untuk
memperbaiki sifat dan mutu pun bertambah jumlahnya.
Diantara plastik-plastik yang telah disebutkan sebelumnya, hanya
beberapa jenis epoksi yang dikualifikasi sebagai plastik teknik. Berikut adalah
tabel 2.5 contoh dari plastik teknik:
Tabel 5. Plastik Teknik
Tipe
Asetal
Poliamida
Poli(amidaimida)
Poliarilat
Polikarbonat
Poliester
Polietereterketon
Polieterimida
Poliimida
Poli(fenilina oksida)
Poli(fenilina sulfida)
Polisulfon
Singkatan
POM
PAI
PC
PEEK
PEI
PI
PPO
PPS
-
Sumber: Sopiyan, 2001
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa jenis plastik beragam dengan bahan
baku yang beragam pula. Bahan baku yang dipakai tersebut sukar diuraikan oleh
mikroorganisme. Pada makanan yang dibungkus dengan plastik, kemungkinan
akan terjadi migrasi zat-zat monomer dari plastik kedalam makanan, terutama jika
makanan tersebut tidak cocok dengan kemasan atau wadahnya. Migrasi monomer
terjadi karena pengaruh suhu dan cara penyimpanannya (Koswara, 2006 dalam
Ningsih, 2010).
Plastik mudah terbakar, ancaman terjadinya kebakaran semakin meningkat
Asap hasil pembakaran bahan plastik juga sangat berbahaya karena mengandung
gas-gas beracun seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO).
Hidrogen sianida berasal dari polimer berbahan dasar akrilonitril, sedangkan
23
karbon monoksida sebagai hasil pembakaran tidak sempurna. Hal inilah yang
menyebabkan sampah plastik sebagai salah satu penyebab pencemaran udara dan
mengakibatkan efek jangka panjang berupa pemanasan secara global pada
atmosfer bumi (Ningsih, 2010).
Sampah plastik yang berada dalam tanah tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun
anorganik semakin berkurang. Hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah,
seperti cacing dan mikroorganisme tanah. Hal itu dikarenakan sulitnya untuk
memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu nuga kadar O2 dalam tanah
semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas, dan akhirnya mati.
Tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai peranta dalam
kelangsungan hidupnya (Ahmann D dan Dorgan J R, 2007 dalam Ningsih, 2010)
2.2.2 Bioplastik
Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk pelastarian lingkungan,
kebutuhan bahan plastik biodegradable mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2010, diproyeksikan produksi plastik biodegradable akan
mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/10 dari total produksi bahan plastik.
Industri plastik biodegradable akan berkembang menjadi industri besar di masa
yang akan mendatang (Pranamuda H, 2009 dalam Ningsih, 2010).
Plastik biodegradable, merupakan salah satu jenis plastik yang hampir
keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak
nabati, dan mikrobiota. Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah
dengan keragaman struktur tidak beracun. Bahan yang dapat diperbarui ini
memiliki biodegradabilitas yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan
bahan pembuat bioplastik (Stevens, 2002 dalam Sari 2014).
Bioplastik adalah plastik yang digunakan layaknya seperti plastik
konvemsional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi
hasil akhir berupa air dan gas korbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang
ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Karena sifatnya yang
24
kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah
terhadap lingkungan (Pranumuda 2009, dalam Ningsih, 2010).
Berdasarkan
bahan
baku
yang
dipakai,
plastik
biodegradable
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku
petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bio-aktif
yang bersifat biodegradble, dan kelompok kedua adalah dengan keseluruhan
bahan baku dari sumber daya alam terbarukan (renewable resources) seperti dari
bahan tanaman pati dan selulosa serti hewan seperti cangkang atau dari
mikroorganisme yang dimaanfaatkan untuk jenis plastik tertentu (Ningsih, 2010).
Menurut Pranamuda H, 2009 dalam Ningsih 2010 saat ini polimer plastik
biodegradable yang telah diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis
poliester alifatik. Plastik biodegradble yang sudah diproduksi skala industri,
antara lain:
a. Poli (𝜀-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia
menggunakan
bahan
baku
minyak
bumi.
PCL
mempunyai
sifat
biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan estrase
yang tersebar luas pada tanaman, hewan, mikroorganisme. Namun titik
lelehnya yang rendah. Tm=60oC, menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi
terbatas.
b. Poli (β-hidroksi butirat) (PHB), merupakan poliester yang diproduksi sebagai
cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia)
eutrophus. Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi
(Tm=180oC), tetapi karena karena kristalitisanya yang tinggi menyebabkan
sifat mekanik dari PHB kurang baik (Ping KC, 2006 dalam Ningsih 2010)
c. Poli (butilena suksinat) (PBS), plastik jenis ini mempunyai titik leleh yang
setara dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm=113oC
d. Poli asam laktat (PLA), merupakan poliester yang dapat diproduksi
menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa
melalui fermentasi asam laktat. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi
sekitar 175oC, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan
(Pranamuda H, 2009 dalam Ningsih, 2010).
25
2.2.3 PLA ( Poli asam laktat)
Polimer alami, biopolimer, dan polimer sintetis merupakan sumber daya
terbarukan yang merupakan bahan baku untuk pembuatan portofolio pada abad
kedua puluh satu dan selanjutnya.
Sumber bahan-bahan terbarukan secara bertahap akan menggantikan
bahan baku polimer yang berbasis minyak yang tersedia saat ini. Polylactide
atau poli (asam laktat) (PLA) adalah sumber baru yang terdepan dalam
pembuatan bioplastik dengan ketersediaan bahan baku terbaik dan struktur biaya
menarik.
PLA adalah bahan termoplastik dengan kekakuan dan kejelasan mirip
dengan polystyrene (PS) atau poli (etilena tereftalat) (PET). Pada Akhirnya PLA
digunakan dalam kemasan kaku, kemasan film fleksibel, cangkir minuman dingin,
sendok dan garpu, pakaian dan serat stapel, botol, pembentukan produk injeksi,
pelapisan ekstrusi, dan seterusnya.
PLA dapat diproduksi melalui proses polimerisasi kondensasi langsung
dari asam laktat, yang dapat diperoleh dari fermentasi gula dari yang bersumber
dari karbohidrat seperti jagung, tebu, atau tapioka.
Polimer asam laktat (PLA) adalah
kategori polimer yang paling
menjanjikan yang terbuat dari sumber daya terbarukan. Mereka tidak hanya
kompos dan biokompatibel, tetapi juga mudah diproses dengan sebagian besar
peralatan pengolahan standar. Sifat polimer asam laktat berbeda berdasarkan
variasi
sebagian
besar
rasio
antara
distribusi
dua
stereoisomer
atau
komonomernya.
PLA dan pati merupakan polimer biodegradable yang menjanjikan
karena keduanya merupakan bahan yang tersedia secara komersial. PLA adalah
sintetis polimer yang dihasilkan dari monomer alami yang berasal dari
pati, dan pati saja secara alami melimpah, yang berasal dari beberapa bentuk
tanaman.
Meskipun mikro rinci pati masih tidak sepenuhnya dipahami, telah umum
ditetapkan bahwa pati adalah bahan yang heterogen, yang berisi struktur baik
linear
26
(amilosa) dan bercabang (amilopektin) . Secara fisik, memiliki kedua daerah
amorf dan kristal, terdiri unit anhidroglukosa yang dihubungkan bersama terutama
melalui a-D (1-4) ikatan glikosidik.
Struktur linear amilosa membuatnya berperilaku lebih dekat ke polimer
sintetis konvensional. Berat molekul amilosa adalah sekitar 1× 105 tergantung
pada sumber daya dan pengolahan kondisi yang digunakan dalam mengekstraksi
pati, yaitu sekitar 10 kali lebih besar dari polimer sintetis konvensional.
amilopektin,di sisi lain, adalah polimer bercabang. Berat molekul amilopektin
jauh lebih besar dari amilosa. Pengukuran hamburan cahaya menunjukkan bahwa
molekul amilopektin adalah 107.
Kebanyakan pati mengkristal setengah dengan kristalinitas yang sekitar
20-45%. Amilosa dan titik cabang membentuk amilopektin pada daerah amorf.
Percabangan pendek rantai di amilopektin adalah kristal utama komponen dalam
pati granular.
Pati telah digunakan sebagai pengisi untuk plastik untuk dua dekade lalu.
Ini memiliki keuntungan karena menjadi sumber terbarukan, biodegradable,
banyak tersedia, dan rendah biaya. Namun, kelemahan utama dari penggunaan
pati dalam polimer adalah sensitivitas kelembaban tinggi, yang membatasi
penerapannya dan kerentanan terhadap degradasi selama pemrosesan. Lebih barubaru ini, pati telah digunakan sebagai bahan baku hemat biaya untuk
mengembangkan plastik biodegradable. Berbagai konvensional teknik pengolahan
seperti ekstrusi, injeksi, kompresi molding, dan casting, serta beberapa teknik baru
seperti ekstrusi reaktif, telah disesuaikan untuk pengolahan polimer berbasis pati.
PLA berasal dari jenis poliester alifatik umum dibuat dari-hidroksi asam,
yang meliputi poli (asam glikolat) atau poli (asam mandelic). PLA diproduksi
oleh proses bioteknologi dari sumber daya terbarukan. PLA dapat disintesis dari
asam laktat oleh polikondensasi langsung reaksi atau polimerisasi pembukaan
cincin dari monomer laktida. Teknik polimerisasi pembukaan cincin memiliki
keuntungan mendapatkan PLA dengan berat molekul yang lebih tinggi.
PLA homopolimer memiliki titik leleh sekitar 180oC, masing-masing.
Panas yang berlebihan dan kelembaban harus dihindari selama pengolahan PLA
27
untuk mencegah panas dan degradasi hidrolitik. PLA mengalami degradasi termal
pada
suhu
di
atas
200oC
dengan
hidrolisis,
oksidatif pemotongan rantai, dan antar atau intramolekul.
reformasi
laktida,
Download