BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Pembentuk Media Pada penelitian kali ini dicoba sebuah media adsorben yang terbuat dari tanah, kapur (CaCO3), dan serbuk kayu. Ketiga komponen tersebut dicampur secara merata dan kemudian dibakar pada suhu tinggi sedimikian rupa sehingga serbuk yang terdapat di dalamnya terbakar dan membentuk pori (pada media), serta dapat mengeraskan struktur tanah itu sendiri sehingga terlihat kuat dan dapat diaplikasikan dengan mudah. 4.1.1 Tanah Tanah yang digunakan ialah tanah dari Majalaya, yaitu di tempat pembuatan batu bata daerah setempat. Karakteristik fisik tanah tersebut ialah seperti pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut, dapat diketahui klasifikasi tekstur tanah dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Majalaya tersebut tergolong tanah lempung berlanau. Dengan menggunakan grafik pendekatan yang diusulkan Casagrande dalam Holtz et al (1981), mineral yang berada dalam tanah tersebut tergolong mineral liat illite (Lampiran B). Menurut hasil dari Grain Size Analysis Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB (Lampiran C), diameter lempung (clay) pada tanah ini berkisar antara 0,0014 – 0,005. Selain itu, luas permukaan spesifik tanah ini juga dapat diketahui dengan melihat Tabel 2.2. Pada tabel tersebut tanah yang tergolong illite mempunyai nilai luas permukaan spesifik sebesar 80 m2/g. Semakin kecil ukuran partikel suatu tanah maka akan semakin besar nilai luas permukaan spesifiknya. Hal ini mendukung adanya reaksi permukaan atau adsorpsi tanah tersebut yang juga akan semakin besar. Inilah salah satu sifat fisik yang dimiliki lempung, yaitu tekstur yang halus sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) akan lebih sering terjadi. Kelompok mineral illite memiliki struktur mineral 3 lapis, yang terdiri dari 3 lembar setiap lapisnya. Kation akan menempel pada permukaan lembar untuk menetralisir muatan negatif lempung. Akan tetapi, air antarlembar tersebut tidak terserap oleh lempung sehingga mineral illite tidak mengembang jika terkena air. IV-1 Hal ini dikarenakan mineral ini mengandung unsur Kalium (K) dengan kadar 7 – 8% (Notodarmojo, 2005), yang menyebabkan ikatan antarlembarnya menjadi lebih kuat. Illite memiliki nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tergolong rendah, 30 miliekivalen/100 g lempung, dibandingkan dengan kelompok montmorilonite yang mengembang, sebesar 70-100 miliekivalen/100 g lempung. Nilai KTK ini memiliki korelasi dengan banyaknya reaksi permukaan (adsorpsi) yang terjadi antara tanah dengan air (kontaminan). Semakin besar nilai KTK maka reaksi permukaan (adsorpsi), berupa pertukaran ion, lebih sering terjadi. Tabel 4.1 Karakteristik fisik tanah Majalaya No. Karakteristik Nilai 1 Finer # 200 69,69% 2 Gravel 2% 3 Sand 28% 4 Silt 53% 5 Clay 17% 6 Specific gravity 2,634 7 D10 0,0014 mm 8 D30 0,0099 mm 9 D60 0,0320 mm 10 Cu 22,857 11 Cc 2,188 12 Liquid Limit, LL 76,90% 13 Plastic Limit, PL 28,12% 14 Plastic Index, IP 48,78% Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah ITB (2007) Parameter lain yang dapat ditentukan ialah nilai Konduktivitas Hidrolis. Konduktivitas hidrolis ini menunjukkan tingkat hantaran air di dalam tanah. Semakin besar nilai K (koduktivitas) maka aliran air atau interaksi air dengan padatan di dalam tanah akan semakin cepat. Menurut Tabel 2.3, diketahui bahwa jenis tanah liat memiliki harga K antara 0,001 hingga 0,2 m/hari. Harga K yang kecil ini menunjukkan bahwa hambatan atau gesekan antara air dengan padatan cukup besar. Hal ini dikarenakan ukuran partikel liat yang sangat halus sehingga IV-2 gesekan yang terjadi antara air dan padatan juga akan semakin besar. Dampak penting besarnya harga K pada reaksi permukaan atau adsorpsi tanah ialah interaksi antara air (kontaminan) dengan tanah akan semakin lama, sehingga kontaminan akan efektif diserap oleh tanah tidak begitu saja lolos. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kapasitas sorpsi tanah tersebut. Selain memiliki perilaku fisik, tanah juga mempunyai perilaku kimia, salah satunya ialah pertukaran kation atau anion. Jika dilihat dari parameter kimia Tabel 4.2, mineral Al3+ pada lempung akan menyebabkan adanya pertukaran ion negatif antara ion yang menempel pada Al3+ dengan ion negatif dari kontaminan, seperti fosfat (PO43-). Reaksi yang umumnya terjadi ialah ikatan antara ion fosfat dengan Al oktahedral (Tan, 1992) dengan reaksi sebagai berikut: Al-OH (lempung) + H2PO4- ÅÆ Al-H2PO4 + OHReaksi ini tentunya mendukung adanya penyisihan senyawa fosfat dalam deterjen (limbah grey water). Senyawa fosfat dalam deret liotrop termasuk kepada senyawa yang paling mudah diserap setelah SiO44-. Selain Al3+, mineral silikat, SiO2, juga mempengaruhi adanya reaksi antara lempung silikat dengan fosfat (Tan, 1992). Pada tanah Majalaya, mineral silikat juga memiliki komposisi yang cukup besar, sebesar 42,9%. Tabel 4.2 Karakteristik kimia tanah Majalaya No. Parameter Persentase (%) 1 SiO2 42,9 2 Al2O3 24,82 3 CaO 3,25 4 P2O5 0,21 5 pH 6 6 - H2O 2,26 Sumber: Laboratorium Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi (2007) 4.1.2 Kapur Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tanah mempunyai mineralmineral yang mampu melakukan aktivitas kimia ataupun fisika. Salah satu diantaranya adalah reaksi pertukaran ion (kation atau anion). Adanya mineral IV-3 seperti Al3+, Silikat, atau Ca2+, memiliki peran dalam pertukaran ion tersebut. Pertukaran ion ini diharapkan terjadi antara mineral yang berada di dalam tanah dengan kontaminan dalam air limbah, dalam hal ini fosfat. Penambahan kapur pada campuran media adsorben ini dimaksudkan untuk menambah kadar mineral yang dapat dipertukarkan dengan kontaminan tersebut. Batu kapur kalsit, atau CaCO3, jika ditambahkan pada tanah masam (tanah dengan Al tinggi), akan bereaksi dengan H2O yang mengandung CO2: CaCO3 + H2CO3 Æ Ca(HCO3)2 Kalsium karbonat yang terbentuk bersifat larut dalam air. Ca2+ yang terdisosiasi kemudian akan diadsorp oleh tanah melalui pertukaran dengan Al3+: 3/2 Ca(HCO3)2 + tanah-Al ÅÆ Ca(3/2)-tanah + Al(OH)3+ 3 CO3 Hal ini merupakan proses netralisasi dan presipitasi dari reaksi pertukaran kation (Tan,1992). Pada reaksi pertukaran anion, Ca2+ juga mempunyai peran penting sebagai jembatan atau sambungan antara tanah lempung dengan ion fosfat (kontaminan). Dari hasil reaksi pertukaran kation antara Al3+ dengan Ca2+ tersebut, tanah akan menjadi tanah-Ca. Menurut Tan (1992) bahwa lempung-Ca dapat mengadsorp fosfat dalam jumlah yang besar. Lempung – Ca – H2PO4 4.1.3 Serbuk Kayu Pada dasarnya serbuk kayu pada pencampuran ketiga komponen ini tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara langsung. Pemberian serbuk kayu didasarkan bahwa media akan menjadi lebih mempunyai rongga (luas permukaan spesifik meningkat) karena serbuk kayu yang dicampurkan terbakar ketika media dipanaskan pada suhu 6000C. Semakin banyak serbuk kayu yang ditambahkan pada suatu pencampuran komponen, maka akan semakin besar luas permukaan media tersebut, yang ditunjukkan dengan wujudnya yang lebih rapuh. 4.1.4 Pembuatan Media Adsorben Banyaknya komposisi berat terhadap campuran – berupa tanah, kapur, dan serbuk kayu – pada media yang dibentuk, dikhawatirkan memiliki perbedaan yang IV-4 cukup signifikan dalam penyisihan senyawa fosfat. Pembuatan variasi komposisi tiap komponen ini dimaksudkan untuk mencari komposisi komponen yang efektif dalam menyisihkan senyawa fosfat. Ketiga komponen tersebut divariasikan berdasarkan beratnya dalam setiap nomor variasi (Tabel 4.3). Misalnya pada variasi 1, berat tanah 100% (b/b), sedangkan kapur dan serbuk kayu masingmasing 0%. Dengan divariasikannya berat setiap komponen, dapat diamati komponen mana yang mempunyai signifikansi yang kuat terhadap penyisihan senyawa fosfat nanti. Setelah ketiga komponen tersebut dicampurkan, langkah selanjutnya ialah pemanasan media pada suhu 6000C. Pemanasan ini dimaksudkan selain untuk memperkeras struktur media, bahwa dengan pemanasan di atas 5500, juga akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga memungkinkan mengikat ion deterjen (PO43-) yang bermuatan negatif (Masduqi, 2000). Selain bermuatan positif, lempung juga mempunyai struktur yang tidak beraturan atau amorf sehingga cenderung lebih reaktif. Pada pemanasan suhu di atas 5500C juga akan menyebabkan hilangnya zat-zat organik volatile yang terkandung di dalam pori-pori tanah lempung, sehingga dapat memperbesar luas permukaan spesifik lempung (Masduqi, 2000). Hal ini tentunya akan menyebabkan reaksi permukaan yang terjadi akan lebih besar. IV-5 Tabel 4.3 Komposisi komponen pembentuk media adsorben Tanah CaCO3 Variasi Serbuk kayu % gram % Gram % gram 1 100 400 0 0 0 0 2 90 360 0 0 10 40 3 90 360 10 40 0 0 4 80 320 0 0 20 80 5 80 320 10 40 10 40 6 80 320 20 80 0 0 7 70 280 0 0 30 120 8 70 280 10 40 20 80 9 70 280 20 80 10 40 10 70 280 30 120 0 0 11 60 240 0 0 40 160 12 60 240 10 40 30 120 13 60 240 20 80 20 80 14 60 240 30 120 10 40 15 60 240 40 160 0 0 16 50 200 0 0 50 200 17 50 200 10 40 40 160 18 50 200 20 80 30 120 19 50 200 30 120 20 80 20 50 200 40 160 10 40 21 50 200 50 200 0 0 4.2 Penyisihan senyawa fosfat Analisis penyisihan fosfat melalui media adsorben ini dilakukan dengan eksperimen sistem batch. Sisten batch ini dilakukan untuk mengetahui model sorpsi dan kapasitas masing-masing media adsorben terhadap senyawa fosfat. Eksperimen ini dilakukan dengan memvariasikan komposisi masing-masing komponen pembentuk media dan waktu kontak, sedangkan konsentrasi sampel atau senyawa fosfat dibuat konstan. Senyawa fosfat yang akan diolah merupakan bentuk sintetik atau buatan dalam bentuk KH2PO4. Konsentrasi yang diberikan IV-6 ialah 20 mg/L sesuai dengan konsentrasi paling tinggi senyawa fosfat dalam limbah domestik (Tchobanoglous et al, 1991). Setelah larutan fosfat dimasukkan ke dalam botol yang berisi media adsorben, botol digoyang (shake) pada alat shaker. Selanjutnya, setiap waktu kontak yang telah ditentukan, dilakukan pemeriksaan senyawa fosfat. Pengukuran dilakukan pada waktu kontak jam ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Hasil pengukuran dari 21 variasi pada setiap waktu kontak dapat dilihat pada Tabel 4.4. Penyisihan senyawa fosfat tiap variasi memiliki kecenderungan berbedabeda. Variasi dengan kandungan tanah lebih banyak belum tentu mempunyai tingkat penyisihan yang baik. Begitu juga dengan kandungan CaCO3 atau serbuk kayu yang lebih banyak dari yang lainnya. Pada Gambar 4.1 – Gambar 4.6 diberikan kurva penyisihan fosfat oleh media berdasarkan banyaknya jumlah tanah yang diberikan. Dari kurva-kurva tersebut dapat dilihat bahwa variasi yang memiliki komposisi serbuk kayu yang besar, memiliki tingkat penyisihan yang lebih baik daripada variasi dengan komposisi serbuk kayu yang kecil. Pada komposisi tanah 100% (Gambar 4.1), tingkat penyisihannya masih jauh lebih baik dengan komposisi tanah 70% tapi serbuk kayu 30% (Gambar 4.5). Hal ini dikarenakan serbuk kayu terbakar pada pembakaran 6000C sehingga media memiliki pori. Ini mengakibatkan luas permukaan lebih besar sehingga reaksi permukaan (adsorpsi) lebih banyak terjadi. Semakin banyak jumlah serbuk kayu yang ditambahkan dalam campuran, terlihat memiliki tingkat penyisihan yang cenderung lebih baik. Untuk persentase tanah yang sama, dan persentase kapur yang berbeda, jumlah serbuk kayu dalam suatu campuran memiliki pengaruh yang signifikan. Seperti pada Gambar 4.2, jumlah serbuk kayu 10% dan kapur 0% memiliki kurva penyisihan lebih baik daripada jumlah serbuk kayu 0% dan kapur 10%. Hal ini juga terjadi pada Gambar 4.3, serbuk kayu 20% dan kapur 0% lebih baik penyisihannya daripada serbuk kayu 0% dan kapur 20%. Dengan campuran serbuk kayu dan kapur masing-masing 10% (Gambar 4.3) pun serbuk kayu 20% dan kapur 0% masih lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya luas permukaan dalam sebuah media memiliki peranan penting dalam menyisihkan fosfat. IV-7 Tabel 4.4 Konsentrasi penyisihan senyawa fosfat untuk sistem batch Efisiensi Konsentrasi, mg/L Variasi penyisihan Jam ke-0 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-6 Jam ke-24 Jam ke-48 1 20 5,286 8,930 5,221 1,778 1,212 1,349 80,19% 2 20 14,475 9,861 5,157 3,761 0,739 0,445 71,30% 3 20 11,981 10,972 6,927 4,989 0,173 0,401 70,46% 4 20 0,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0,150 98,52% 5 20 3,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0,246 91,69% 6 20 11,360 6,914 6,436 0,491 0,313 0,514 78,31% 7 20 6,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0,054 90,54% 8 20 5,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0,579 93,36% 9 20 5,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0,840 92,22% 10 20 7,108 5,725 3,619 0,445 0,781 0,181 85,12% 11 20 0,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0,124 98,45% 12 20 0,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0,548 97,81% 13 20 6,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0,153 92,32% 14 20 8,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0,003 90,67% 15 20 9,835 6,617 2,255 0,317 0,284 0,059 83,86% 16 20 0,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0,072 97,85% 17 20 1,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0,486 96,30% 18 20 1,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0,543 97,09% 19 20 1,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0,101 94,01% 20 20 5,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0,003 90,85% 21 20 7,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 88,41% Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen pembentuk media – tanah, kapur dan serbuk kayu – mempunyai kontribusi masing-masing terhadap penyisihan senyawa fosfat. Tanah dan kapur merupakan dua komponen yang secara langsung melakukan reaksi dengan ion fosfat, sedangkan serbuk kayu hanya memperluas luas permukaan reaksinya. Hal ini membuktikan adanya reaksi sorpsi antara tanah dengan senyawa fosfat. Karakteristik dan jenis mineral liat dari tanah yang digunakan memberikan pengaruhnya dalam penyisihan fosfat seperti yang terlihat pada Tabel 4.4. Diameter partikel liat yang kecil (0,0014 – 0,005 mm) dan luas permukaan spesifik sebesar 80 m2/g memberikan ruang yang relatif besar untuk terjadinya reaksi permukaan antara tanah dengan senyawa fosfat. IV-8 Selain itu, tanah yang digunakan juga termasuk kelompok mineral liat illite yang mempunyai Kapasitas Tukar Kation 30 mek/100 g lempung dan harga Konduktivitas Hidrolis sebesar 0,001 – 0,2 m/hari. Sifat-sifat inilah yang menjadikan media adsorben yang terdiri dari tanah lempung tersebut dapat menyisihkan fosfat dengan tingkat penyisihan yang cukup signifikan tinggi. Sedangkan komponen kapur mempengaruhi adanya reaksi elektrostatik antara mineral Ca yang berada di dalam tanah dengan senyawa fosfat. Hal ini dikarenakan CaCO3 yang ditambahkan akan bereaksi menjadi kalisum karbonat dan selanjutnya Ca2+ tersebut akan ditukarkan dengan Al3+ yang berada di tanah sehingga tanah bermuatan Ca. CaCO3 + H2CO3 Æ Ca(HCO3)2 (kalsium karbonat) 3/2 Ca(HCO3)2 + tanah-Al ÅÆ Ca(3/2)-tanah + Al(OH)3+ 3 CO3 Dari kurva yang telah dihasilkan, belum dapat dipastikan komponen mana yang mempunyai peran utama (paling signifikan). Pengujian komponen paling signifikan dalam penyisihan fosfat ini dianalisis dengan metode statistika analisis variansi tiga arah (trifaktor), yang selanjutnya akan dibahas pada bagian 4.2.2. Selain itu, walaupun terjadi perbedaan tingkat penyisihan antarvariasi, delta perbedaan tersebut cenderung tidak memiliki nilai yang cukup besar sehingga tidak bisa disimpulkan secara simultan variasi optimumnya. Untuk membuktikan apakah penyisihan antarvariasi tersebut memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak, digunakan juga Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap sebagai metode analisis. konsentrasi fosfat, mg/l 20 15 +0% kapur+0% serbuk kayu 10 5 0 0 10 20 30 waktu, jam 40 50 Gambar 4.1 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 100% IV-9 20 konsentrasi fosfat, mg/l +0% kapur+ 10% serbuk kayu 15 +10% kapur+ 0% serbuk kayu 10 5 0 0 10 20 waktu, jam 30 40 50 Gambar 4.2 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 90% konsentrasi fosfat, mg/l 20 +0% kapur+20% serbuk kayu +10% kapur+10% serbuk kayu 15 +20% kapur+0% serbuk kayu 10 5 0 0 10 20 30 waktu, jam 40 50 Gambar 4.3 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 80% konsentrasi fosfat, mg/l 20 +0% kapur+30% serbuk kayu 15 +10% kapur+20% serbuk kayu 10 +20% kapur+10% serbuk kayu +30% kapur+0% serbuk kayu 5 0 0 10 20 waktu, jam 30 40 50 Gambar 4.4 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 70% IV-10 konsentrasi fosfat, mg/l 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 +0% kapur+40% serbuk kayu +10% kapur+30% serbuk kayu +20% kapur+20% serbuk kayu +30% kapur+10% serbuk kayu +40% kapur+0% serbuk kayu 0 10 20 waktu, jam 30 40 50 Gambar 4.5 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah konsentrasi fosfat, mg/l 60% 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 +0% kapur+50% serbuk kayu +10% kapur+40% serbuk kayu +20% kapur+30% serbuk kayu +30% kapur+20% serbuk kayu +40% kapur+10% serbuk kayu +50% kapur+0% serbuk kayu 0 10 20 waktu, jam 30 40 50 Gambar 4.6 Grafik penurunan senyawa fosfat dengan sistem batch pada tanah 50% 4.2.1 Variasi Optimum dalam penyisihan senyawa fosfat Variasi optimum secara mudah dapat dilakukan dengan melihat nilai efisiensi penyisihan yang paling besar. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa nilai-nilai efisiensi penyisihan variasi lainnya – yang mempunyai rentang nilai tidak terlalu jauh – menghasilkan efek yang tidak berbeda secara signifikan dengan variasi optimum yang dipilih. Sehingga perlu adanya pengujian perbedaan pengaruh variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan tinggi dan mempunyai IV-11 rentang nilai yang tidak terlalu jauh. Untuk mengujinya, digunakan Analisis Variansi (ANOVA) Rancangan Blok Teracak Lengkap atau ANOVA Completely Randomized Blocks. Analisis statistik ini menggunakan faktor perlakuan sebagai tujuan utama percobaan dengan blok-blok sebagai batasan himpunan satuan sehingga lebih sistematis (Walpole et al, 1995). Dalam ANOVA ini, output yang dihasilkan ialah sebuah pernyataan apakah setiap perlakuan atau variasi yang diberikan memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak dalam menyisihkan fosfat. Maka dari itu, input data yang akan dianalisis sebaiknya merupakan data pilihan yang memiliki nilai rataan terbaik yang nilainya satu sama lain tidak terlalu jauh. Pada Gambar 4.7 ditunjukkaan nilai rata-rata dari konsentrasi sisa fosfat yang diukur pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48. Nilai ratarata yang kecil menunjukkan nilai efisiensi penyisihan yang besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan perhitungan, data yang diambil untuk Analisis Variansi ini ialah variasi ke 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 (Tabel 4.5). Kelima belas variasi ini memiliki nilai rata-rata sisa konsentrasi fosfat di bawah 2,5 mg/L atau nilai rata-rata efisiensi penyisihan di atas 90%. Dari data variasi-variasi ini selanjutnya diolah dengan menggunakan ANOVA Rancangan Rata-rata nilai penyisihan, mg/L Blok Teracak Lengkap seperti pada Tabel 4.5. 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Jenis variasi atau perlakuan Gambar 4.7 Grafik nilai rata-rata kadar fosfat setiap variasi IV-12 Tabel 4.5 Nilai fosfat pada variasi yang memiliki jumlah rataan paling kecil (ȝ<2,50 mg/L) Variasi jam ke-1 Pengambilan Sampel, mg/L jam jam jam jam ke-2 ke-3 ke-6 ke-24 jam ke-48 4 0,582 0,414 0,220 0,331 0,078 0,150 5 3,438 5,157 0,646 0,321 0,171 0,246 7 6,927 2,520 1,163 0,403 0,282 0,054 8 5,415 0,562 0,551 0,357 0,501 0,579 9 5,971 0,666 1,254 0,189 0,414 0,840 11 0,023 0,097 1,460 0,110 0,047 0,124 12 0,318 0,401 0,510 0,330 0,520 0,548 13 6,824 0,892 0,724 0,297 0,328 0,153 14 8,078 2,132 0,569 0,162 0,248 0,003 16 0,078 0,065 2,107 0,233 0,023 0,072 17 1,099 0,905 1,015 0,556 0,383 0,486 18 1,202 0,504 0,556 0,607 0,083 0,543 19 1,435 2,262 1,738 1,318 0,339 0,101 20 5,790 2,520 1,525 0,614 0,527 0,003 21 7,729 3,347 1,105 1,428 0,225 0,075 Jumlah 54,906 22,442 15,142 7,254 4,166 3,975 Rata-rata 3,37 1,364 1,002 0,416 0,281 0,278 Dari Tabel 4.5 di atas, selanjutnya dibuat perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap (Lampiran D). Hasil perhitungannya diberikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Analisis variansi untuk rancangan blok teracak lengkap Sumber Jumlah Derajat Variasi Kuadrat Kebebasan Rataan f hitungan Kuadrat (f1) Perlakuan JKA 14 2,749 Blok JKB 5 23,399 Galat JKG 70 2,026 IV-13 1,356 Nilai kritis (fc) yang diperoleh sebesar 1,874. Nilai ini didapatkan dari tabel nilai kritis distribusi-F (dengan Į=0,05 dan df1=14 dan df2= 65). x H0 : ȝ1. = ȝ2. = … = ȝk = ȝ x H1 : ȝ1, tidak semuanya sama (memiliki signifikansi yang berbeda) x Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian Į bila f1 > fc. Hipotesis nol yang diberikan ialah bahwa nilai rataan setiap variasi yang diberikan memiliki nilai yang sama. Artinya tingkat penyisihan antarvariasi tidak berbeda secara signifikan. Jika hipotesis nol ini diterima berarti variasi-variasi yang memiliki nilai efisiensi penyisihan di atas 90% tersebut, tingkat penyisihannya sama. Akan tetapi, jika hipotesis nol ditolak maka hipotesis alternatiflah yang digunakan, yaitu bahwa antarvariasi tersebut memiliki tingkat penyisihan yang berbeda. Untuk data ini, nilai f-hitung ternyata lebih kecil dari nilai kritis sehingga hipotesis nol diterima (tidak ditolak). Berarti setiap perlakuan memiliki signifikansi yang sama. Dari hasil perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap ini dapat diketahui bahwa untuk variasi 4, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21, nilai penyisihan terhadap senyawa fosfatnya dalam rentang waktu 48 jam, tidak terlalu berbeda. Dari hasil analisis statistik ini dapat ditinjau kembali bahwa media adsorben yang merupakan campuran dari tanah, CaCO3, dan serbuk kayu tersebut memiliki daya sorpsi yang cukup signifikan tinggi (efisiensi 90%). Dan perbedaan komposisi berat tiap variasi pun menghasilkan efek yang signifikan tidak berbeda. Sehingga variasi optimum untuk media adsorben yang telah dibuat adalah variasivariasi yang menghasilkan efisiensi penyisihan fosfat di atas 90%. 4.2.2 Komponen Yang Paling Berpengaruh Komponen yang paling berpengaruh dari tiga komponen (tanah, CaCO3, dan serbuk kayu) dalam penyisihan senyawa fosfat dapat diuji dengan menggunakan Analisis Variansi (ANOVA) with Three Way Unbalanced. Data input yang IV-14 dimasukkan dalam uji ini adalah semua nilai konsentrasi fosfat pada setiap pengambilan sampel (jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-24, dan ke-48). Sedangkan sumber variasi (perlakuan) yang dimasukkan adalah ketiga komponen tersebut, yaitu tanah, CaCO3, dan serbuk kayu. Dengan menggunakan software Minitab akan dihasilkan sebuah data yang ditunjukkan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil running ANOVA with Three Way Unbalanced Sumber Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat Tanah 5 229,77 CaCO3 5 70,71 Serbuk kayu 4 17,45 Tanah*CaCO3 6 23,22 Tanah*Serbuk kayu 0 0,00 CaCO3*Serbuk kayu 0 0,00 Tanah*CaCO3*Serbuk kayu 0 0,00 105 817,56 125 1158,72 Galat Total ANOVA tiga arah (trifaktor) merupakan analisis perbandingan variasi dengan mengikutsertakan tiga perlakuan ke dalam perhitungannya. Setiap perlakuan tersebut juga diukur seberapa besar nilai interaksinya antarkedua perlakuan dan antarketiga perlakuan. Dari Tabel 4.7 ini dapat dilakukan perhitungan selanjutnya untuk mencari f hitungan (f1) dan f kritis. Perhitungan ditunjukkan pada Tabel 4.8. Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa Sumber Variasi utama (tanah, kapur, dan serbuk kayu), ketiganya memiliki nilai rataan kuadrat. Berbeda dengan pengaruh dari interaksi dua faktor dan interaksi tiga faktor, nilai rataan kuadratnya nol (sangat kecil), kecuali interaksi antara tanah dengan kapur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kedua komponen ini memiliki pengaruh langsung terhadap penyisihan fosfat. Tidak adanya nilai rataan kuadrat mengakibatkan nilai f-hitung tidak dapat dikuantifikasi yang mengindikasikan tidak adanya pengaruh dari perlakuan antarkomponen tersebut terhadap penyisihan senyawa fosfat. IV-15 Tabel 4.8 Analisis variansi untuk percobaan ANOVA with Three Way Unbalanced Sumber Variasi Jumlah Derajat Kuadrat kebebasan JKA 5 Rataan kuadrat f hitung f kritis (f1) (fc) ܵଵଶ = 45,955 5,902 2,287 5 ܵଶଶ = 14,141 1,816 2,287 JKC 4 ܵଷଶ = 4,362 0,560 2,287 x AB JK(AB) 6 ܵସଶ = 3,870 0,497 1,594 x AC JK(AC) 0 ܵହଶ = 0,000 x BC JK(BC) 0 ܵଶ = 0,000 JK(ABC) 0 ܵଶ = 0,000 JKG 125 ܵ ଶ = 7,786 Pengaruh Utama x Tanah (A) x CaCO3 (B) x Serbuk kayu (C) JKB Interaksi dua faktor Interaksi tiga faktor x ABC Galat Dari perhitugan ANOVA with Three Way Unbalanced ini dapat dihasilkan sebuah pernyataan dengan ketentuan: x H0’: ȝTanah 100% = ȝTanah 90% = … = ȝTanah 50% H1’: paling sedikit sepasang tidak sama x H0’’: ȝCaCO3 50% = ȝ CaCO3 40% = … = ȝ CaCO3 0% H1’’: paling sedikit sepasang tidak sama x H0’’’ : ȝSerbuk kayu 50% = ȝSerbuk kayu 40% = … = ȝSerbuk kayu 0% H1’’’ : paling sedikit sepasang tidak sama x Hipotesis nol ditolak pada taraf keberartian Į = 0,05 bila f1 > fc. Pada Tabel 4.8 di atas, dapat disebutkan bahwa Sumber Variasi yang hipotesis nol-nya ditolak hanya tanah, yang lainnya diterima. Nilai f-hitung tanah ialah sebesar 5,902 yang lebih besar dari f-kritisnya, 2,287. Sedangkan f-hitung kapur IV-16 sebesar 1,816; hanya terpaut sedikit dengan nilai f-kritisnya. Walaupun demikian, keputusan yang diambil tetap H0-nya tidak ditolak. Komponen kapur dicampurkan ke dalam media memang dimaksudkan untuk menambah kadar mineral tanah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk reaksi pertukaran ion. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen tanah merupakan komponen paling berpengaruh terhadap penyisihan fosfat. Terkait kesimpulan dari perhitungan ANOVA Rancangan Blok Teracak Lengkap di awal, dapat ditarik analisis baru bahwa komponen yang paling berpengaruh dari variasi-variasi yang secara baik menyisihkan fosfat (efisiensi di atas 90%) tersebut, ialah komponen tanah. Hal ini juga sesuai dengan sifat-sifat tanah (tanah lempung) yang telah dijelaskan sebelumnya. 4.3 Perbandingan dengan Jenis Tanah dari Sumber yang Berbeda Pada hasil yang telah ditunjukkan di atas, terbukti secara ilmiah bahwa tanah yang digunakan memiliki signifikansi yang baik dalam menyisihkan senyawa fosfat daripada komponen pembentuk media lainnya. Untuk menguji lebih mendalam, maka tanah dari Majalaya tersebut dibandingkan dengan tanah yang diambil dari Dago Atas. Pengambilan lokasi Dago Atas merupakan pilihan acak, tidak ada faktor khusus dalam pemilihan lokasi tersebut. Pada Tabel 4.9, ditunjukkan karakteristik fisik tanah dari Dago Atas. Berbeda dengan karakteristik tanah Majalaya (17% clay), tanah Dago Atas memiliki kandungan lempung yang lebih besar, yaitu 38%. Dengan menggunakan segitiga tekstur (Lampiran B) bahwa tanah Dago Atas tergolong tanah berlanau liat. Secara umum, kondisi fisik tanah ini hampir mirip dengan tanah Majalaya. Hal ini dapat dilihat dari jenis mineral tanah liat dari tanah Dago Atas ini. Illite, yang sama dengan jenis mineral liat pada tanah Majalaya (Holtz et al, 1981). Kandungan mineral yang sama pada tanah lempung untuk tanah Dago Atas dengan Majalaya, membuat sifat-sifat fisik kedua tanah ini – seperti luas permukaan spesifik, nilai KTK, dan konduktivitas hidrolis – cenderung akan sama. IV-17 Tabel 4.9 Karakteristik fisik tanah Dago Atas No. Karakteristik Nilai 1 Finer # 200 97,47% 2 Gravel 0% 3 Sand 2% 4 Silt 59% 5 Clay 38% 6 Specific gravity 2,60 7 D60 0,0092 mm 8 Liquid Limit, LL 74,95% 9 Plastic Limit, PL 39,95% 10 Plastic Index, IP 35,00% Sumber: Laboratorium Mekanika Tanah Program Studi Teknik Sipil ITB (2007) 4.3.1 Hasil Perbandingan Media Adsorben dengan Tanah Dago Atas Dengan cara yang sama, yaitu melarutkan larutan fosfat ke dalam sampel tanah dan kemudian didiamkan (sistem batch), maka didapat data penyisihan senyawa fosfat setiap jam pengukurannya pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.8. Sampel tanah yang dibandingkan ialah tanah Dago Atas tanpa pemanasan dan dengan pemanasan 6000C, serta media adsorben dari variasi 14 (tanah 60%, CaCO3 30%, serbuk kayu 10%). Penentuan variasi 14 tersebut merupakan pengambilan secara acak dari 15 variasi yang memiliki nilai penyisihan terhadap fosfatnya sama atau perbedaannya tidak signifikan (seperti yang telah dijelaskan pada Bab 4.2.1). Berdasarkan grafik pada Gambar 4.8 tersebut, terlihat bahwa tanah dengan pemanasan mempunyai nilai penyisihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemanasan. Hal ini sesuai dengan pengaruh pemanasan 6000C yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada pemanasan di atas 5500C akan terjadi pelepasan gugus OH dari struktur lempung dan menjadikan lempung bermuatan positif sehingga bisa mengikat ion fosfat yang bermuatan negatif. Selain itu, lempung juga akan lebih reaktif dan memiliki luas permukaan spesifik yang lebih besar sehingga reaksi sorpsi lebih sering terjadi. IV-18 Tabel 4.10 Perbandingan tanah Dago Atas dengan tanah Majalaya dalam penyisihan senyawa fosfat Waktu (jam) 0 1 2 3 4 6 9 Konsentrasi Fosfat (mg/L) Tanah Majalaya Tanah Dago Atas dengan pemanasan dengan pemanasan tanpa pemanasan 60,00 60,00 60,00 32,64 32,36 44,48 36,26 10,58 38,32 26,90 6,41 28,72 16,50 0,37 26,09 18,26 0,28 15,29 13,40 0,64 8,42 Konsentrasi fosfat,mg/L 70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 waktu, jam Tanah Majalaya (variasi 14) Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan) 8 10 Tanah Dago Atas (dengan pemanasan) Gambar 4.8 Grafik perbandingan tanah Majalaya dan Dago Atas dalam penyisihan senyawa fosfat Akan tetapi, perbandingan penyisihan antara variasi 14 atau tanah Majalaya (dengan pemanasan) dengan Tanah Dago Atas (tanpa pemanasan) memiliki hasil yang tidak jauh berbeda, walaupun secara sepintas tanah Majalaya lebih besar daripada Dago Atas. Untuk menguji ketidakpastian analisis ini maka dilakukan uji hipotesis untuk memastikan secara statistik apakah kedua grafik penyisihan tersebut signifikan perbedaannya atau tidak. IV-19 4.3.2 Uji Hipotesis untuk Membandingkan Media Adsorben (Tanah Majalaya) dengan Dago Atas Hasil akhir yang ingin dicapai dari pengujian ini adalah pernyataan apakah media adsorben yang telah dibuat memiliki nilai penyisihan yang lebih baik daripada tanah Dago Atas tanpa modifikasi (pemilihan lokasi acak). Pertimbangan ini dimaksudkan untuk menguji kelayakan media adsorben (variasi 14) secara teknis dan ekonomis. Jika tanah biasa (tanpa modifikasi) menghasilkan efisiensi penyisihan yang sama baik dengan media adsorben yang telah dibuat (dimodifikasi), maka penggunaan media adsorben sebagai alat penyisihan fosfat menjadi tidak efektif karena mengeluarkan banyak tenaga dan biaya. Akan tetapi, jika media adsorben yang dibuat memiliki nilai efisiensi yang lebih besar, maka produk yang dihasilkan ini bisa digunakan sebagai media penyisihan fosfat sesungguhnya. Maka dari itu data yang dibandingkan ialah tanah Majalaya (dengan pemanasan) atau variasi 14 dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan (tanpa modifikasi). Data keduanya ditampilkan pada Tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Data perbandingan penyisihan fosfat Variasi 14 dengan Tanah Dago Atas Waktu (jam) 0 1 2 3 4 6 9 12 Konsentrasi fosfat (mg/L) Tanah Dago Atas Variasi 14 (data 1) (data 2) 60,000 60,000 44,479 33,700 38,322 36,265 28,718 34,675 26,087 16,496 15,294 18,259 8,415 13,398 8,562 Persentase Selisih Data 1 (%) 25,868 13,844 25,061 9,163 41,371 44,977 -1,746 Persentase Selisih Data 2 (%) 43,833 -7,610 4,383 52,426 -10,688 26,627 Dari data di atas dapat ditentukan nilai-nilai lain yang diperlukan dalam perhitungan, seperti terdapat pada Tabel 4.12 IV-20 Tabel 4.12 Nilai-nilai yang diperlukan untuk perhitungan uji hipotesis Data 1 2 Jumlah Derajat data (n) kebebasan (df) 7 8 6 7 Persentase selisih (µ) 22,648 18,162 Standar deviasi (S) 16,930 26,799 Variansi (S2) 286,628 718,212 Dari Tabel 4.12 dapat dihasilkan nilai simpangan baku (Sp) sebesar 796,458 yang selanjutnya didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,0108. Dengan menggunakan tabel distribusi students (t) dengan Į = 0.05 dan df = (n1+n2) – 2 = 10, dihasilkan nilai t-tabel sebesar -1,771. Uji hipotesis yang dilakukan ialah, x H0 : µ1 = µ2 (penyisihan kedua media tidak berbeda secara signifikan) x H1 : µ1 < µ2 (penyisihan media adsorben variasi 14 lebih baik daripada media tanah Dago Atas) x Tolak H0 jika t-hitung < t-tabel dengan angka probabilitas 0,05. Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa t-hitung > t-tabel, sehingga H0 diterima. Dengan demikian, kedua media tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam menyisihkan fosfat. Hasil uji hipotesis ini menunjukkan bahwa penggunaan media adsorben dengan modifikasi (campuran tanah, CaCO3, dan serbuk kayu) dan media tanah Dago Atas (tanpa modifikasi) menghasilkan tingkat penyisihan terhadap fosfat yang sama. Hasil pengujian statistik ini tidak memberi keputusan bahwa media adsorben yang dibuat tidak layak digunakan karena hasil efisiensinya sama dengan tanah tanpa modifikasi. Hasil uji hipotesis ini hanya berlaku untuk pembanding tanah dari Dago Atas. Kesimpulan dapat berubah jika tanah yang dibandingkan berbeda. Kesimpulan juga dapat berubah jika jumlah data yang diambil lebih banyak, atau perlakuan yang dilakukan berbeda. Karakteristik tanah Majalaya yang digunakan untuk media adsorben memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan tanah bandingan (Dago Atas). Tanah Majalaya memiliki kandungan liat lebih rendah daripada tanah Dago Atas IV-21 walaupun jenis mineral liatnya sama, yaitu illite. Kandungan liat yang berbeda tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan karena sifat-sifat liat mempunyai peranan yang baik atas penyisihan senyawa fosfat (Bab 2.4). sehingga walaupun tanah Majalaya dilakukan pemanasan pada suhu 6000C terlebih dahulu, efeknya terhadap penyisihan fosfat tidak berbeda dengan tanah Dago Atas tanpa pemanasan. Selain itu, hal ini juga dimungkinkan karena mineral-mineral yang berada pada tanah Dago Atas lebih banyak, sehingga reaksi-reaksi adsorpsi, seperti pertukaran ion (Al3+, Si2+, atau Ca2+) lebih banyak terjadi. Dengan cara yang sama, perbandingan ini juga bisa dilakukan dengan variasi-variasi lainnya (yang memiliki efisiensi > 90%). Nilai t-hitung untuk variasi-variasi tersebut ditampilkan pada Tabel 4.13. Terlihat bahwa semua nilai thitung-nya lebih besar dari t-tabel. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang telah dibuat tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan tanah Dago Atas tanpa modifikasi. Tabel 4.13 Nilai t-hitung variasi-variasi yang memiliki efisiensi > 90% Variasi t-hitung 4 -0,026 5 -0,009 7 -0,032 8 -0,022 9 0,000 11 0,007 12 0,004 13 -0,026 16 0,002 17 -0,007 18 -0,016 19 0,002 20 -0,027 21 -0,033 IV-22 4.4 Pengujian Media dengan Sampel Limbah Grey water Domestik Selain pengujian dengan menggunakan sampel sintetik atau sampel buatan, pengujian juga dilakukan dengan menggunakan sampel limbah grey water. Limbah ini diambil dari limbah bekas cucian Asrama Putra Salman ITB Jl Ganesha No.7 Bandung. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kecenderungan penurunan kontaminan fosfat seperti yang telah terjadi pada sampel buatan. Selain parameter fosfat, diukur juga parameter lainnya, yaitu kandungan zat organik. Data pengolahan limbah grey water (secara batch) dengan menggunakan media adsorben yang telah dibuat (variasi 14) untuk fosfat dan zat organik masingmasing ditampilkan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14. Sedangkan grafik penurunannya masing-masing ditampilkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Tabel 4.14 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 8 12 24 48 Rata-rata efisiensi Konsentrasi Fosfat (mg/L) 10,78 9,62 10,69 6,93 13,84 11,78 13,32 13,06 9,75 1,34 1,23 5,86% IV-23 Tabel 4.15 Pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 9 11 Rata-rata efisiensi Kandungan Zat Organik mg/L KMnO4 269,65 115,34 100,78 122,09 169,21 141,49 184,33 65,38 91,97 94,08 1,98% Konsentrasi Fosfat, mg/L 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 10 20 30 40 50 60 waktu, jam Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter fosfat IV-24 Konsentrasi Organik, mg/LKMnO4 300 250 200 150 100 50 0 0 2 4 6 8 10 12 Waktu, jam Gambar 4.9 Grafik pengolahan limbah grey water dengan media adsorben secara batch untuk parameter zat organik Secara keseluruhan, baik penyisihan fosfat maupun zat organik, menunjukkan nilai efisiensi yang rendah. Penyisihan fosfat hanya memiliki nilai rata-rata efisiensi 5,86%, sedangkan organik 1,98%. Penyisihan fosfat dari limbah grey water pada percobaan ini menunjukkan sisa konsentrasi fosfat yang tidak berubah (stasioner) pada jam ke-24 dan jam ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa media adsorben yang diujikan tidak bisa lagi menyisihkan fosfat yang terkandung dalam limbah grey water tersebut. Pada penyisihan zat organik, nilai zat organik yang terukur pada limbah grey water masih tersebut relatif besar. Konsentrasi zat organik (dalam KMnO4) ini memberikan indikasi bahwa kandungan BOD ataupun COD yang terukur dan yang tersisihkan, akan menghasilkan nilai yang lebih besar dari kandungan zat organik. Lebih tepatnya, kandungan BOD lebih besar dari zat organik, dan kandungan COD lebih besar dari BOD. Hal ini dikarenakan, pada pengukuran zat organik dengan KMnO4, reduksi zat organik bersifat terbuka sehingga zat-zat organik yang volatile akan menguap ke udara terbuka. Hal ini menyebabkan jumlah zat organik tidak sepenuhnya yang terukur. Sedangkan pada pengukuran BOD dan COD, reaksi yang terjadi bersifat tertutup sehingga seluruh zat organik bisa diukur. Akan tetapi, perbedaan BOD dan COD ialah jika pada COD zat organik yang diukur merupakan zat organik biodegradable dan nonIV-25 biodegradable, sedangkan pada BOD, zat organik yang terukur adalah zat organik yang bisa dikonsumsi oleh mikroorganisme saja. IV-26