Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama

advertisement
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
KISAH PARA PETANI DAN TUAN-TUAN
KEBUN ~ Bagian 1
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits
Masih ingatkah Anda akan kisah tentang seorang petani dermawan? Seorang hamba yang
saleh dan memahami arti syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala. Di saat yang lain sedang
kekeringan, sawah ladangnya diairi oleh air hujan yang khusus turun untuknya. Amalan apa
yang dilakukannya? Bayangkan, sepertiga hasil panen, dia gunakan untuk modal menanam
kembali, sepertiga lagi untuk dia dan keluarga yang ditanggungnya, serta sepertiga sisanya
adalah untuk sedekah? Andaikata hasil panennya tiga ton, berarti satu ton diserahkannya
untuk sedekah, kalikan dengan kelipatannya. Tentu, jumlah yang cukup besar, di saat tabiat
manusia itu sangat kikir dan suka menahan harta. Tetapi, karena keikhlasannya, dia
keluarkan sebesar itu demi mengharap ridha Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ketulusan yang murni, sehingga karena itulah Allah Subhanahu wa ta’ala memberi balasan
yang berlipat ganda. Namanya harum, menjadi sebutan di bumi dan di langit. Dia tidak perlu
bersusah payah mencari air untuk menyirami tanamannya. Nun, di belahan bumi yang lain,
masih sebuah kisah nyata yang dialami oleh sebagian anak Adam dan diabadikan— secara
global—di dalam kitab suci paling mulia, ada kejadian yang sangat bertolak belakang dengan
kisah petani yang tanahnya diberi hujan secara khusus dari langit. Kisah tentang beberapa
tuan tanah dan kebun yang sangat kikir. Kisah ini sudah dikenal oleh masyarakat Arab
(Quraisy) ketika itu. Menurut berita yang dinukil dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
mereka adalah sebagian dari orang-orang ahli kitab. Namun, itu bukan hal yang penting,
karena yang jelas, kisah ini sudah pernah didengar oleh orang-orang Quraisy. Inilah kisah
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
selengkapnya, wallahul muwaffiq.
Pemilik Kebun yang Saleh Dharwan, sebuah desa di belahan Yaman, ada yang mengatakan
dekat kota Shan’a. Hiduplah di desa itu seorang lelaki tua yang saleh bersama tiga orang
putranya. Dia bekerja sebagai petani, mengelola kebun kurma dan anggur yang cukup
berhasil. Setiap musim panen, anggur dan kurma yang diperolehnya berlimpah. Tetapi, hasil
tersebut bukan sematamata karena kepandaiannya mengelola kebun tersebut, melainkan
murni karena karunia dan pertolongan Allah Subhanahu wa ta’ala. Lelaki tua itu sangat
memahami bahwa di dalam kebun itu ada hak-hak lain yang harus ditunaikannya. Hak
Allah Subhanahu wa ta’ala dan hak sesama manusia yang ada di sekelilingnya. Seperti biasa,
di pagi yang cerah itu, lelaki tua itu berangkat ke kebunnya. Angin bertiup lembut, membelai
wajahnya yang keriput. Dengan perlahan dia berjalan memasuki kebunnya dan berkeliling.
Dia mulai memeriksa isi kebunnya, dari satu sudut ke sudut lainnya. Dia membayangkan
alangkah senangnya orang-orang yang fakir dan miskin menikmati rezeki Allah Subhanahu
wa ta’ala ini.
Itulah yang mungkin dipikirkannya. Hasil panen kebunnya memang selalu disiapkannya
untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Setelah puas berkeliling, sambil
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dia bersiap untuk kembali ke rumahnya. Tidak
lama kemudian, musim panen pun tiba. Dengan penuh semangat, orang tua itu berangkat ke
kebunnya. Setibanya di kebun yang rindang dan berbuah lebat itu, dia mulai memetik kurma
dan anggur untuk kebutuhan keluarganya. Adapun sisanya, dia biarkan agar dapat diambil
oleh mereka yang membutuhkan. Tentu saja masih cukup banyak. Keadaan ini berlanjut
sejak dia masih muda hingga dia memasuki usia renta. Melihat tindakan sang ayah yang
selalu menyisakan hasil panennya untuk orang-orang yang fakir dan miskin dalam jumlah
cukup besar, sebagian putranya menegur, “Ayah, kalau begini terus, kita bisa bangkrut.
Kebutuhan kita semakin bertambah, tetapi ayah biarkan orangorang yang fakir dan miskin
menikmati hasil panen yang kita usahakan dengan susah payah.” Ayah yang saleh itu
menasihati dan mengingatkan mereka bahwa harta yang ada di tangan mereka saat ini
bukan milik mereka, melainkan titipan Allah Subhanahu wa ta’ala agar Dia melihat
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
bagaimana kita berbuat terhadap harta tersebut.
Dua di antara putranya ingin membantah dan menentang tetapi tidak berani. Ayah yang baik
itu mengingatkan pula bahwa usianya sudah lanjut, merekalah yang akan meneruskan
pengelolaan tanaman anggur tersebut. Dia menceritakan pula bahwa itu semua telah
dilakukannya sejak masih muda. Allah Subhanahu wa ta’ala melipatgandakan hasilnya
karena dia selalu berbagi dengan sesama. Dengan cara itulah panennya semakin bertambah.
Sebagian putranya masih tetap tidak menerima uraian sang ayah. Hari-hari berlalu, sang
ayah semakin tua dan mulai berkurang kekuatannya. Di masa-masa ‘pensiun’ itu, dia selalu
menasihati anak-anaknya agar jangan lupa berbagi dengan sesama. Sebab, apa yang ada di
tangan kita, tidak murni milik kita atau hak kita. Di situ masih ada hak yang lain yang wajib
kita tunaikan. Ada hak Allah Subhanahu wa ta’ala, dengan menzakatkan atau
menyedekahkannya, dan ada hak sesama manusia yang tidak mampu. Allah Subhanahu wa
ta’ala tidak memerlukan harta yang dititipkan-Nya kepada kita. Berapa pun yang kita
zakatkan atau sedekahkan, itu tidak memberi keuntungan atau manfaat apa pun kepada
Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi keuntungan dan manfaat itu justru kembali kepada
kita yang dititipi harta tersebut. Beberapa waktu kemudian, lelaki tua yang saleh itu
meninggal dunia. Ketiga anak laki-lakinya sama-sama merasakan kesedihan ditinggal oleh
ayah yang mereka hormati dan mereka cintai. Tetapi, itu tidak lama. Kini, mereka mulai
berusaha menghidupi diri dan keluarga mereka.
Masing-masing telah mengambil bagian dari kebun anggur yang diwariskan oleh ayah
mereka. Suatu kali, mereka berkumpul dan bermusyawarah bagaimana tindakan selanjutnya
mengatur kebun tersebut. Setelah berbincang lama, mereka mulai membahas sikap ayah
mereka yang menurut—sebagian—mereka salah. “Mulai musim panen ini, kita harus
menghalangi orang-orang yang miskin itu ikut mengambil bagian. Keberadaan dan
keikutsertaan mereka hanya mengurangi perolehan kita. Padahal kebutuhan kita semakin
meningkat,” itulah usulan salah satu di antara mereka dan disepakati oleh salah seorang di
antara mereka. Adapun yang ketiga, sejak tadi mendengarkan. Melihat kebulatan tekad
mereka, dia mulai angkat bicara. “Lupakah kalian, apa yang dikatakan ayah kita sebelum
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
beliau wafat? Kebun ini beliau kelola dengan cara seperti ini sejak beliau masih muda seperti
kita. Allah Subhanahu wa ta’ala lah yang menyuburkannya, sebagai karunia dan ujian,
apakah disyukuri atau dikufuri nikmat tersebut. Janganlah kita melanggar nasihat ayah,
meskipun beliau sudah meninggal dunia.” “Sudah. Kau diam saja. Kalau kau mau rugi,
rugilah sendiri. Kami tetap tidak akan mengizinkan orang-orang yang miskin itu ikut
menikmati hasil keringat kami,” kata yang satunya. Yang lain menyambung, “Kami akan
berangkat ke kebun sejak dini hari, sebelum orang-orang yang miskin itu ikut bangun dan
menyusul ke kebun kami.” Itulah rencana mereka.
Musim panen mulai tiba. Dua orang anak lelaki tua yang saleh itu sudah bersiap sejak dini
hari, sebelum fajar menyingsing mereka harus sudah tiba di kebun dan segera memetik hasil
kebun mereka. Sambil bersiap, mereka saling mengingatkan agar jangan sampai ada orangorang yang miskin yang masuk ke kebun mereka. “Kita akan ke kebun dan memanen
hasilnya,” kata mereka. Saudara mereka mengingatkan, ”Ucapkanlah insya Allah.” Tetapi ,
mereka tidak mengacuhkannya. Mereka berjalan dengan terburuburu dan melihat-lihat
apakah ada yang mengetahui keadaan mereka? Tiba-tiba. Mereka terperanjat luar biasa.
“Jangan-jangan kita salah jalan. Ini bukan kebun kita. Bukankah kemarin masih kita lihat hijau
dan rimbun, serta siap dipanen?” kata salah seorang dari mereka. Saudara mereka yang
bijak, yang selalu menasihati mereka berkata, “Itu memang kebun warisan ayah kita. Tetapi,
kalian dihalangi memperoleh hasilnya. Bukankah aku sudah mengingatkan agar kalian
bertasbih kepada Allah Subhanahu wa ta’ala?” Mereka memeriksanya, dan sadarlah mereka
bahwa itu memang kebun mereka. Ternyata Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberi
balasan atas niat buruk mereka, yaitu ingin menghalangi orang-orang yang miskin
memperoleh jatah mereka yang ada di dalam hasil kebun tersebut.
Mereka segera sadar dan menyesali sikap mereka, tetapi semua telah terjadi. Kebun mereka
telah hancur luluh, tidak ada yang tersisa. Mereka gagal menikmati apa yang ingin mereka
nikmati. Itu baru di dunia, bagaimana pula azab di akhirat yang lebih dahsyat? “Mahasuci
Allah, sungguh kami telah menzalimi diri kami sendiri. Alangkah celakanya kami. Sungguh,
kami telah melampaui batas. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa ta’ala memberi kami
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
ganti yang lebih baik. Sungguh, kami benar-benar berharap kepada Allah Subhanahu
wata’ala.” Demikianlah sepenggal kisah mereka. Penyesalan memang datang terlambat,
tetapi masih terasa manfaatnya jika hal ini terjadi di dunia dan bisa diperbaiki. Seperti yang
mereka alami. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, kisah ini diabadikan oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Kitab-Nya yang mulia, yang tidak dihinggapi kebatilan, baik
dari depan maupun dari belakang. Turun dari Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
َ
َ
َ  ‫رﺑ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻒ‬
‫ﻚ‬
ٌ ِ ‫ف ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻃَﺎﺋ‬
َ ‫ن }{ ﻓَﻄَﺎ‬
ِ ِ ‫ﺼﺒ‬
َ ‫ﺴﺘَﺜْﻨُﻮ‬
َ ْ ‫ﺎب اﻟ‬
َ ‫ﺤ‬
َ ‫ﺻ‬
ْ َ ‫ﻴﻦ }{ وَ َﻻ ﻳ‬
َ ْ‫ﺔِ إِذ ْ أﻗ‬‫ﺠﻨ‬
ُ ‫ﺴ‬
َ َ‫ﻢ ﻛ‬
ْ ُ‫ﺎ ﺑَﻠَﻮْﻧَﺎﻫ‬‫إِﻧ‬
ْ ‫ﻬَﺎ ُﻣ‬‫ﺼﺮِ ُﻣﻨ‬
ْ َ ‫ﻤﻮا ﻟَﻴ‬
ْ ‫ﻤﺎ ﺑَﻠَﻮْﻧَﺎ أ‬
َ ‫ﺤ‬
‫ﻢ‬
ْ ُ‫ﻫ‬㐠味⁛⠆丩ⴴ⁝⁔䨠〮〰〠味⁛⣾㤳⁝⁔䨠ⴱ⸱㜲爠⁂咑 ‫ﺎ‬
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Pertama
orangorang yang melampaui batas.” Mudah-mudahan Rabb kita memberikan ganti kepada
kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan
ampunan dari Rabb kita.” Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih
besar jika mereka mengetahui.” (al-Qalam: 17—33)
Mahabenarlah Allah Subhanahu wa ta’ala dengan segala firman-Nya, dan tidak ada yang
lebih benar perkataannya selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Di dalam kisah ini terdapat
pelajaran berharga sebagai bekal untuk menghadapi kedahsyatan suasana di seberang
kematian. Keadaan yang saat itu tidak ada lagi gunanya harta dan anak, kecuali mereka
yang datang membawa hati yang selamat.
(insya Allah bersambung)
———————————————–
Sumber : Majalah AsySyariah
Related Posts
Kisah Para Petani dan Tuan -Tuan Kebun ~ Bagian Kedua
KISAH PARA PETANI DAN TUAN-TUAN KEBUN ~ Bagian 2 Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu
Muhammad Harits Demikianlah keadaan mereka. Di malam hari mereka sudah berencana
untuk tidak…
Pelajaran Penting Untuk Para Hartawan ~ Bagian Pertama
PELAJARAN PENTING UNTUK PARA HARTAWAN ~ Bagian 1 Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu
Muhammad Harits Abrar Thalib Mukadimah Sudah bukan rahasia lagi kalau cita-cita
kebanyakan orang…
Antara Syukur dan Kufur Nikmat
ANTARA SYUKUR DAN KUFUR NIKMAT Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Masih
ingatkah Anda dengan kisah tiga orang bani Israil yang diuji oleh Allah Subhanahu
wata’aladengan…
Musuh-musuh Manusia ~ Bagian 2
Ditulis Oleh: Al Ustadz Abu Muhammad Idral Harits Dunia, Musuh Kedua Inilah musuh yang
kedua bagi manusia. Yang paling sering mengecoh manusia dan menggelincirkannya.
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Download