BAB II KAJIAN PUSTAKA Kriteria kesuksesan suatu pengelolaan proyek adalah apabila sasaran proyek dapat terpenuhi, yaitu penyelesaian proyek tidak melebihi waktu yang ditentukan, tidak melebihi biaya yang ditentukan, mencapai kinerja dan teknologi yang diinginkan, serta menggunakan sumber daya yang telah ditentukan secara efektif dan efisien (Kerzner 1984). Sejalan dengan perkembangan zaman, sasaran suatu proyek konstruksi menjadi lebih luas, yaitu dengan menambahkan faktor kualitas, keamanan dan lingkungan sebagai sasaran utama yang harus dicapai dalam pengelolaan suatu proyek. Pada sistem pengelolaan proyek yang terpadu, paling tidak harus mencakup aspek biaya dan waktu sebagai sasaran utama. Dasar-dasar sistem pengelolaan proyek yang mencakup aspek biaya dan waktu tersebut terdiri dari sembilan komponen utama, yang diadopsi dari konsep yang diterbitkan oleh Project Management Institute (PMBOK, 2000). Kesembilan komponen aspek waktu dan biaya ini dapat dijelaskan sebagai berikut: II.1. Manajemen Waktu Proyek (Project Time Management) Manajemen waktu proyek memasukkan semua proses yang dibutuhkan dalam upaya untuk memastikan waktu penyelesaian proyek (PMI 2000). Ada lima proses utama dalam manajemen waktu proyek. Kelima proses tersebut adalah (Gambar 2.1) : a. Pendefinisian Aktivitas Merupakan proses identifikasi semua aktivitas spesifik yang harus dilakukan dalam rangka mencapai seluruh tujuan dan sasaran proyek (project deliveriables). Dalam proses ini dihasilkan pengelompokkan semua aktivitas yang menjadi ruang lingkup proyek dari level tertinggi hingga level yang terkecil atau disebut Work Breakdown Structure (WBS). 10 11 Project Time Management 1. 2. 3. - Activity Definition Inputs WBS Scope statement Historical statement Constraints Assumptions Expert judgment Tools & Techniques Decomposition Templates Outputs Activity list Supporting detail WBS updates 1. 2. 3. Schedule Development Inputs Project network diagram Activity duration estimates Resource requirements Resource pool description Calendars Constraints Assumption Leads and lags Risk management plan Activity attributes 2. Tools & Techniques Mathematical analysis Simulation Resource leveling heuristics PM software 3. Outputs Project schedule Supporting details Schedule management plans Resource requirements updates 1. Activity Sequencing Inputs Activity list Product description Mandatory dependencies Discretionary dependencies External dependencies Milestones Tools & Techniques PDM ADM Conditional diagramming methods Network templates Outputs Project network diagram Activity list updates 1. 2. 3. - Activity Duration Estimating 1. Inputs Activity list Constraints Assumptions Resource requirements Resource capabilities Historical information Identified risks 2. Tools & Techniques Expert judgment Analogous estimating Quantitatively based durations Reserve time (contingency) 3. Outputs Activity duration estimates Basis of estimates Activity list updates Schedule Control Inputs Project schedule Performance reports Change request Schedule management plan Tools & Techniques Schedule change control system Performance measurements Additional planning Project management software Variance analysis Outputs Schedule updates Corrective action Lessons learned Gambar 2.1. Tinjauan Manajemen Waktu Proyek (PMI, 2000) 12 b. Urutan Aktivitas Proses pengurutan aktivitas melibatkan identifikasi dan dokumentasi dari hubungan logis yang interaktif. Masing-masing aktivitas harus diurutkan secara akurat untuk mendukung pengembangan jadwal sehingga diperoleh jadwal yang realisitis. Dalam proses ini dapat digunakan alat bantu komputer untuk mempermudah pelaksanaan atau dilakukan secara manual. Teknik secara manual masih efektif untuk proyek yang berskala kecil atau di awal tahap proyek yang berskala besar, yaitu bila tidak diperlukan pendetailan yang rinci. c. Estimasi Durasi Aktivitas Estimasi durasi aktivitas adalah proses pengambilan informasi yang berkaitan dengan lingkup proyek dan sumber daya yang diperlukan yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan estimasi durasi atas semua aktivitas yang dibutuhkan dalam proyek yang digunakan sebagai input dalam pengembangan jadwal. Tingkat akurasi estimasi durasi sangat tergantung dari banyaknya informasi yang tersedia. d. Pengembangan Jadwal Pengembangan jadwal berarti menentukan kapan suatu aktivitas dalam proyek akan dimulai dan kapan harus selesai. Pembuatan jadwal proyek merupakan proses iterasi dari proses input yang melibatkan estimasi durasi dan biaya hingga penentuan jadwal proyek. e. Pengendalian Jadwal Pengendalian jadwal merupakan proses untuk memastikan apakah kinerja yang dilakukan sudah sesuai dengan alokasi waktu yang sudah direncanakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian jadwal adalah pengaruh dari faktor-faktor yang menyebabkan perubahan jadwal, menentukan perubahan dari jadwal serat melakukan tindakan bila pelaksanaan proyek berbeda dari perencanaan awal proyek. 13 II.2. Manajemen Biaya Proyek (Project Cost Management) Manajemen biaya proyek melibatkan semua proses yang diperlukan dalam pengelolaan proyek untuk memastikan penyelesaian proyek sesuai dengan anggaran biaya yang telah disetujui. Hal utama yang sangat diperhatikan dalam manajemen biaya proyek adalah biaya dari sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Proses utama dan tinjuannya dalam manajemen biaya proyek adalah (Gambar 2.2) : a. Perencanaan Sumber Daya Perencanaan sumber daya merupakan proses untuk menentukan sumber daya dalam bentuk fisik (manusia, peralatan, material) dan jumlahnya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas proyek. Proses ini sangat berkaitan erat dengan proses estimasi biaya. b. Estimasi Biaya Estimasi biaya adalah proses untuk memperkirakan biaya dari sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Bila proyek dilaksanakan melalui sebuah kontrak, perlu dibedakan antara perkiraan biaya dengan nilai kontrak. Estimasi biaya melibatkan perhitungan kuantitatif dari biaya-biaya yang muncul untuk menyelesaikan proyek. Sedangkan nilai kontrak merupakan keputusan dari segi bisnis dimana perkiraan biaya yang didapat dari proses estimasi merupakan salah satu pertimbangan dari keputusan yang diambil. c. Penganggaran Biaya Penganggaran biaya adalah proses membuat alokasi biaya untuk masingmasing aktivitas dari keseluruhan biaya yang muncul pada proses estimasi. Dari proses ini didapatkan cost baseline yang digunakan untuk menilai kinerja proyek. d. Pengendalian Biaya Pengendalian biaya dilakukan untuk mendeteksi apakah biaya aktual pelaksanaan proyek menyimpang dari rencana atau tidak. Semua penyebab penyimpangan biaya harus terdokumentasi dengan baik sehingga langkahlangkah perbaikan dapat dilakukan. 14 Project Cost Management 1. 2. 3. - Resource Planning Inputs WBS Historical information Scope statement Resource pool description Organizational policies Activity duration estimates Tools & Techniques Expert judgment Alternatives identification Project management software Outputs Resource requirements 1. 2. 3. - 1. 2. 3. - Cost Budgeting Inputs Cost estimates WBS Project schedule Risk management plan Tools & Techniques Cost estimating tools & techniques Outputs Cost base line 1. 2. 3. - Cost Estimating Inputs WBS Resource requirements Resource rates Activity duration estimates Historical information Chart of accounts Risks Tools & Techniques Analogous estimating Parametric modeling Bottom up estimating Computerized tools Other cost estimating methods Outputs Cost estimates Supporting details Cost management plan Cost Control Inputs Cost baseline Performance reports Change request Cost management plan Tools & Techniques Cost change control system Performance measurement Earned value management (EVM) Additional planning Computerized tools Outputs Revised cost estimates Budget updates Corrective action Estimate completion Project closeout Lessons learned Gambar 2.2. Tinjauan Manajemen Biaya Proyek (PMI 2000) 15 II.3. Konsep Earned Value Konsep earned value merupakan salah satu alat ukur kinerja suatu proyek yang mengintegrasikan antara biaya dan waktu. Perkembangan tingkat kompleksitas proyek semakin besar, sehingga menyebabkan terjadinya keterlambatan dan pembengkakan penyelesaian proyek dari rencana awal. Suatu proyek mempunyai sistem akuntansi dan biaya yang menghasilkan laporan kinerja dan memprediksi biaya proyek. Selain itu terdapat sistem jadwal yang melaporkan status penyelesaian proyek. Namun kedua sistem tersebut dapat menghasilkan laporan yang berbeda mengenai status proyek. Dengan dasar ini dibutuhkan suatu sistem yang mampu mengintegrasikan antara informasi waktu dan biaya (Crean dan Adamczyk, 1982). Penggunaan konsep earned value dimulai pada akhir abad 20 di industri manufaktur. Pada tahun 1960an, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (The US Department of Defence) mulai mengembangkan konsep ini (Abba 2000). Pengembangan ini didasari oleh kebutuhan yang mendesak akan sebuah sistem yang mampu mengatasi tingkat kerumitan dari pengadaan senjata. Konsep awalnya disebut PERT/COST, namun aplikasinya sangat memberatkan bagi kontraktor dan juga variasinya semakin membesar dalam berbagai program pengadaan. Pada tahun 1967 dibuat kriteria pendekatan untuk penerapan konsep earned value. Ada 35 kriteria yang disebut Cost/Schedule System Criteria (C/SCSC). Pada tahun 1970an dan awal 1980an turunan analisa dari C/SCSC semakin berkembang, namun banyak ditentang dan diabaikan oleh manajer proyek. C/SCSC lebih dipertimbangkan sebagai alat pengendalian finansial dimana dibutuhkan seorang yang mempunyai keahlian analitis. Di akhir 1980an dan awal 1900an konsep earned value ini muncul sebagai metodologi manajemen proyek yang harus dipahami dan digunakan oleh manajer. Pada tahun 1995 hingga 1998 Earned Value Management (EVM) ditransfer untuk kepentingan industri menjadi suatu standar pengelolaan proyek (ANSI/EIA 748-A). Semenjak itu EVM tidak hanya digunakan oleh Department of Defence (DoD), namun juga digunakan oleh kalangan industri lainnya seperti NASA dan United States Depatment of 16 Energy. Tinjaun EVM juga dimasukkan dalam PMBOK Guide® First Edition pada tahun 1987 dan edisi-edisi berikutnya. Usaha untuk menyederhanakan EVM mencapai titik momentumnya pada tahun 2000, dimana pemerintah Amerika mengharuskan penggunaan EVM untuk semua perwakilan pemerintah (Gambar 2.3). Gambar 2.3. Sejarah Earned Value Management (www.acq.osd.mil) Untuk menggambarkan konsep earned value, Flemming dan Koppelman (1994) menjelaskannya dengan cara membandingkan antara konsep earned value dengan manajemen biaya tradisional yang banyak digunakan oleh berbagai perusahaan dan manajer proyek. Manajemen biaya tradisional hanya menyajikan dua dimensi saja yaitu hubungan yang sederhana antara biaya aktual dengan biaya rencana. Dengan manajemen biaya tradisional, status kinerja tidak dapat diketahui. Pada Gambar 2.4.a dapat diketahui bahwa biaya aktual memang lebih rendah, namun kenyataan bahwa biaya aktual yang lebih rendah dari rencana ini tidak dapat menunjukkan bahwa kinerja yang telah dilakukan telah sesuai dengan target rencana. Sebaliknya, konsep earned value memberikan dimensi yang ketiga selain biaya aktual dan biaya rencana. Dimensi yang ketiga ini adalah besarnya biaya rencana yang telah diselesaikan atau disebut earned value/percent complete. Dengan adanya dimensi ketiga ini, seorang manajer proyek akan dapat lebih memahami seberapa besar kinerja yang dihasilkan dari sejumlah biaya yang telah dikeluarkan (Gambar 2.4.b). 17 Juta Rupiah Juta Rupiah 100 100 80 80 Rencana Rencana 60 60 40 40 Earned Value Aktual Aktual 20 20 0 0 0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 WAKTU a. Manajemen Biaya Tradisional 10 WAKTU b. Konsep Earned Value Gambar 2.4. Perbandingan Manajemen Biaya Tradisional dengan Konsep Earned Value Earned value adalah nilai yang diperoleh dari pelaksanaan proyek. Nilai keseluruhan proyek adalah besarnya biaya rencana penyelesaian proyek dan earned value merupakan biaya rencana yang telah dilaksananakan. Penyelesaian biaya rencana diukur berdasarkan metode pengukuran kemajuan proyek yang disesuaikan dengan karakteristik dari proyek. Earned value yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4 mempunyai pengertian yang berbeda antara kontraktor dengan pemilik proyek walaupun mempunyai besaran yang sama. Untuk kontraktor nilai earned value merupakan nilai pelaksanaan proyek yang diperoleh dari pemilik proyek dimana di dalamnya termasuk profit dari pelaksanaan proyek. Sedangkan bagi pemilik proyek adalah nilai dari proyek yang telah dilaksanakan yang akan menjadi milik pemiliki proyek bila sudah dilakukan pembayaran kepada kontraktor. Ada tiga elemen dasar yang menjadi acuan dalam menganalisa kinerja dari proyek berdasarkan konsep earned value. Ketiga elemen tersebut adalah : a. Budgeted Cost for Work Scheduled (BCWS) BCWS merupakan anggaran biaya yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja yang telah disusun terhadap waktu. BCWS dihitung dari akumulasi anggaran biaya yang direncanakan untuk pekerjaan dalam periode waktu 18 tertentu. BCWS pada akhir poyek (penyelesaian 100 %) disebut Budget at Completion (BAC). BCWS juga menjadi tolak ukur performa waktu dari pelaksanaan proyek. BCWS merefleksikan penyerapan biaya rencana secara kumulatif untuk setiap paket-paket pekerjaan berdasarkan urutannya sesuai jadwal yang direncanakan. b. Actual Cost for Work Performed (ACWP) ACWP adalah representasi dari keseluruhan pengeluaran yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam periode tertentu. ACWP dapat berupa kumulatif hingga periode perhitungan performa atau jumlah biaya pengeluaran dalam periode waktu tertentu. c. Budgeted Cost for Work Performed (BCWP) BCWP adalah biaya rencana pekerjaan yang telah dilaksanakan selama periode waktu tertentu. BCWP inilah yang disebut earned value. BCWP ini dihitung berdasarkan BCWP dinilai berdasarkan prosentase pekerjaan yang telah dilaksanakan yang dinilai dengan suatu ukuran kemajuan pekerjaan yang telah ditetapkan dan merupakan akumulasi dari pekerjaanpekerjaan yang telah diselesaikan. Untuk mendapatkan BCWP diperlukan metode pengukuran kemajuan pekerjaan. Terdapat 6 metode yang umum digunakan dalam mengukur kemajuan pekerjaan (AACE, 1992) : a. Unit yang terselesaikan Metode ini dapat digunakan untuk pekerjaan yang melibatkan produksi berulang dan mudah dalam mengukur hasil pekerjaan. Sebagai contoh adalah untuk pekerjaan jalan, unit yang digunakan sebagai ukuran dalam kemajuan pekerjaan adalah meter panjang. b. Penambahan Milestone Metode ini dapat digunakan bila melibatkan beberapa sub pekerjaan yang berurutan. Setiap penyelesaian segmen pekerjaan merepresentasikan prosentase penyelesaian pekerjaan dari total keseluruhan penyelesaian pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Prosentase penyelesaian pekerjaan yang ditetapkan untuk setiap segmen pekerjaan umumnya 19 ditetapkan berdasarkan prosentase jam kerja rencana dari setiap segmen terhadap jam kerja rencana keseluruhan pekerjaan. c. Start/Finish Metode ini dapat digunakan untuk pekerjaan yang sulit ditentukan milestone dari setiap segmen pekerjaan. Penetapan prosentase pekerjaan saat dimulai dan penyelesaian pekerjaan dapat berupa 0%/100%, 50%/0%, 30%/70% tergantung dari durasi rencana total pekerjaan. Sebagai contoh adalah untuk pekerjaan perencanaan dimana penyelesaian setiap segmen dari perencanaan sulit ditentukan sehingga ketika dimulainya pekerjaan perencanaan dinilai 0% dan penyelesiaannya dinilai 100%. d. Opini dari Supervisor Dengan metode ini, supervisor dengan mudah menilai dari prosentase penyelesaian pekerjaan. Masalah utama dari metode ini adalah pendekatan yang berbeda dimana terdapat supervisor yang optimis dan pesimis sehingga dalam sauatu pekerjaan yang sama memiliki penilaian yang berbeda. Metode ini hanya dapat digunakan untuk pekerjaan minor dan kemajuan pekerjaan tidak dapat terlihat. Sebagai contoh pekerjaan yang dapat adalah untuk pekerjaan dewatering dimana volume air yang harus dibuang sulit ditetapkan. e. Cost Ratio Metode ini dapat digunakkan untuk pekerjaan berdurasi panjang atau terus menerus selama pelaksanaan proyek. Dengan metode ini prosenstase penyelesaian pekerjaan diperoleh dari perbandingan jam kerja atau biaya aktual terhadap prediksi jumlah jam kerja atau biaya penyelesaian. Contoh untuk pekerjaan yang menggunakan metode cost ratio dalam mengkur kemajuan pekerjaan adalah manajemen proyek, administrasi kontrak dan pengawasan proyek. f. Equivalent Unit Metode ini dapat digunakan untuk pekerjaan yang berdurasi panjang dan terdiri dari beberapa sub pekerjaan yang bersamaan dan setiap sub pekerjaan memiliki unit pengukuran yang berbeda. Setiap sub pekerjaan harus ditetapkan bobotnya yang biasanya diperhitungkan berdasarkan jam 20 kerja. Contoh penggunaan metode ini untuk pekerjaan struktur baja yang diperlihatkan dalam Tabel 2.1 di bawah ini dimana total pekerjaan struktur baja adalah 500 ton. Tebl 2.1. Contoh Penggunaan Metode Equivalent Unit Bobot 0,2 0,2 0,4 0,2 1 Sub Pekerjaan Fondasi Kolom Beam Bracing Struktur Baja Unit Buah Buah Buah Buah Ton Total Kuantitas 10 10 20 10 500 Kuantitas Aktual 10 5 10 5 Ton yang diperoleh 100 50 100 50 300 Ton yang diperoleh pekerjaan kolom = 0,2 x 5/10 x 500 = 50 ton Prosentase penyelesaian pekerjaan = 300/500 = 60% II.4. Penilaian Kinerja Proyek dengan Konsep Earned Value Penggunaan konsep earned value dalam penilaian kinerja proyek dapat dijelaskan melalui Gambar 2.5. Beberapa istilah yang terkait dengan penilaian ini adalah Cost Variance, Schedule Variance, Cost Performance Index, Schedule Performance Index, Estimate at Completion, dan Variance at Completion. Makna dari istilah-istilah ini dijelaskan sebagai berikut. Gambar 2.5. Grafik Kurva S Earned Value 21 1. Cost Variance (CV) Cost variance merupakan selisih antara nilai yang diperoleh setelah menyelesaikan paket-paket pekerjaan dengan biaya aktual yang terjadi selama pelaksanaan proyek. Cost variance positif menunjukkan bahwa nilai paketpaket pekerjaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan paket-paket pekerjaan tersebut. Sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa nilai paket-paket pekerjaan yang diselesaikan lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang sudah dikeluarkan. CV = BCWP - ACWP .................................................... (2.1) 2. Schedule Variance (SV) Schedule variance digunakan untuk menghitung penyimpangan antara BCWS dengan BCWP. Nilai positif menunjukkan bahwa paket-paket pekerjaan proyek yang terlaksana lebih banyak dibanding rencana. Sebaliknya nilai negatif menunjukkan performa pekerjaan yang buruk karena paket-paket pekerjaan yang terlaksana lebih sedikit dari jadwal yang direncanakan. SV = BCWP - BCWS .................................................... (2.2) 3. Cost Performance Index (CPI) Faktor efisiensi biaya yang telah dikeluarkan dapat diperlihatkan dengan membandingkan nilai pekerjaan yang secara fisik telah diselesaikan (BCWP) dengan biaya yang telah dikeluarkan dalam periode yang sama (ACWP). CPI = BCWP ................................................................. ACWP (2.3) Nilai CPI ini menunjukkan bobot nilai yang diperoleh (relatif terhadap nilai proyek keseluruhan) terhadap biaya yang dikeluarkan. CPI berada dibawah 1 menunjukkan performa biaya yang buruk, karena biaya yang dikeluarkan (ACWP) lebih besar dibandingkan dengan nilai yang didapat (BCWP) atau dengan kata lain terjadi pemborosan. 22 4. Schedule Performance Index (SPI) Faktor efisiensi kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan dapat diperlihatkan oleh perbandingan antara nilai pekerjaan yang secara fisik telah diselesaikan (BCWP) dengan rencana pengeluaran biaya yang dikeluarkan berdasar rencana pekerjaan (BCWS). SPI = BCWP ..................................................................... (2.4) BCWS Nilai SPI menunjukkan seberapa besar pekerjaan yang mampu diselesaikan (relatif terhadap proyek keseluruhan) terhadap satuan pekerjaan yang direncanakan. Nilai SPI kurang dari 1 menunjukkan bahwa kinerja pekerjaan tidak sesuai dengan yang diharapkan karena tidak mampu mencapai target pekerjaan yang sudah direncanakan. 5. Prediksi Biaya Penyelesaian Akhir Proyek / Estimate at Completion (EAC) Pentingnya menghitung CPI dan SPI adalah untuk memprediksi secara statistik biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Ada banyak metode dalam memprediksi biaya penyelesaian proyek (EAC). Namun perhitungan EAC dengan SPI dan CPI lebih mudah dan cepat penggunaannya. Ada beberapa rumus perhitungan EAC, salah satunya adalah sebagai berikut : EAC = ACWP + (BAC - BCWP) ........................................... CPI x SPI (2.5) Rumus di atas adalah salah satu metoda untuk memprediksi biaya penyelesaian proyek berdasarkan kinerja pelaksanaan secara deterministik. Metoda deterministic lain yang dapat digunakan adalah hanya menggunakan nilai CPI dalam perhitungan EAC. Perhitungan EAC dapat juga dilakukan dengan memasukkan probabilias dari ACWP sehingga didapat nilai CPI sesuai dengan probabilitas dari ACWP. 23 Perhitungan EAC merupakan penjumlahan biaya aktual yang sudah dikeluarkan dan sisa biaya yang akan dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Sisa biaya yang akan dibutuhkan diprediksi secara statistik dengan memperhitungkan efektifitas penggunaan biaya (CPI) dan performa pekerjaan terhadap rencana (SPI). Dari nilai EAC dapat diperoleh perkiraan selisih antara biaya rencana penyelesaian proyek (BAC) dengan biaya penyelesaian proyek berdasarkan performa pekerjaan yang telah dicapai (EAC) atau yang disebut variance at completion (VAC). VAC = BAC - EAC ................................................................. (2.6) Tabel 2.2. Penilaian dari Indikator Konsep Earned Value No Indikator 1. Cost variance (CV) 2. Schedule variance (SV) Nilai positif nol negatif positif nol negatif 3. Cost performance index (CPI) 4. Schedule performance index (SPI) >1 =1 <1 >1 =1 <1 Penilaian Status Proyek Penghematan, BCWP > ACWP Biaya rencana = biaya aktual Pemborosan, BCWP < ACWP Lebih cepat dari rencana, BCWP > BCWS Rencana = aktual Lebih lambat dar rencana, BCWP < BCWS Penghematan, BCWP > ACWP Biaya rencana = biaya aktual Pemborosan, BCWP < ACWP Lebih cepat dari rencana, BCWP > BCWS Rencana = aktual Lebih lambat dar rencana, BCWP < BCWS Indikator CPI dan SPI lebih sering digunakan untuk penilaian kinerja proyek dibanding SV dan CV. Nilai CPI dan SPI merupakan bobot nilai yang tidak memiliki dimensi sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kinerja proyek satu dengan lainnya. Selain itu nilai SPI dan CPI memberikan perbandingan relatif terhadap BCWS atau Performance Measurement Baseline (PMB) yang menjadi dasar penilaian status proyek dari segi biaya dan waktu. 24 II.5. Kriteria Earned Value Management System (EVMS) Walaupun konsep earned value terlihat sederhana dan mudah, namun aplikasinya untuk manajemen proyek tidaklah semudah yang dibayangkan. Konsep earned value bukan saja mengenai perhitungan kinerja proyek yang mengintegrasikan biaya dan waktu, namun harus didukung pula dengan sistem manajemen proyek yang mampu menyediakan input data untuk perhitungan kinerja proyek berdasarkan konsep earned value. Bila kinerja proyek buruk, sistem manajemen proyek mampu menelusuri bagian mana yang bermasalah yang menyebabkan pembengkakan biaya dan terjadinya keterlambatan pelaksanaan proyek. Sehingga langkah perbaikan dapat dilakukan dan semua data dapat terdokumentasi dengan baik yang nantinya di masa yang akan datang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan proyek berikutnya. Fleming dan Koppelman (1994) menyatakan bahwa penerapan konsep earned value yang sesuai dengan kriteria C/SCSC sangatlah memberatkan kontraktor. Kriteria C/SCSC yang dibuat dengan terlalu banyak formalitas dan aturan di dalam penerapannya. Hal yang dibutuhkan dalam penerapan di dalam manajemen proyek adalah kriteria yang sederhana yaitu kembali kepada konsep awal earned value yang digunakan pada sektor industri. Penerapan awal konsep earned value yang tidak menggunakan checklist berisi ratusan pertanyaan membuat penerapannya tidak menyulitkan kontraktor. Fleming dan Koppelman (1994) mengusulkan 10 kriteria sederhana yang membuat pengelolaan proyek mampu menangkap inti dari konsep earned value. 10 kriteria tersebut adalah : a. Komitmen manajemen untuk earned value. Pada penerapan konsep earned value manajemen proyek, harus ada kebulatan tekad dari manajer proyek untuk memanfaatkan konsep earned value di dalam sistem manajemen pada proyek yang ditangani. Komitmen juga harus ada pada organisasi utama perusahaan dalam mendukung keputusan penggunaan konsep earned value pada manajemen proyek. 25 b. Menetapkan lingkup proyek dengan work breakdown structure (WBS). Pada setiap proyek yang akan dikerjakan hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan lingkup proyek agar pada saat pelaksanaannya lingkup proyek tidak meluas yang menyebabkan kegagalan proyek. Salah satu teknik yang dapat digunakan dan terbukti ampuh dalam membatasi lingkup proyek adalah dengan WBS. WBS memperlihatkan hierarki perencanaan pekerjaan yang berorientasi pada produk yang akan dihasilkan dari proyek. WBS menjadi acuan dalam menentukan aktivitas dan sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai sasaran proyek. c. Menciptakan management control cells (cost account). Cost account merepresentasikan pertemuan antara level terendah WBS dengan fungsi dari organisasi. Cost account harus memiliki empat elemen yaitu memperlihatkan pekerjaan di level tugas, mempunyai kerangka waktu pelaksanaan yang spesifik bagi masing-masing tugas, mempunyai anggaran biaya untuk penggunaan sumber daya, mempunyai pihak yang bertanggung jawab untuk masing-masing sel. d. Menetapkan tanggung jawab fungsional untuk setiap bagian terkecil dari manajemen proyek (project’s management control cells). Dibutuhkan organisasi proyek yang dalam strukturnya terdapat pembagian tanggung jawab yang jelas. Organisasi proyek dibagi dalam divisi dan subdivisi. Masing-masing divisi dan subdivisi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Tugas dan tanggung jawab ini sesuai dengan kepemilikan cost account masing-masing divisi dan subdividivisi. e. Membuat earned value baseline dari proyek. Langkah selanjutnya adalah menetapkan baseline yang digunakan dalam menghitung performa proyek. Basis ukuran performa proyek harus memasukkan semua cost account dan biaya-biaya tidak langsung proyek seperti biaya tak terduga dan profit. Untuk memperolah basis ukuran performa proyek, digunakan proses perencanaan formal proyek mulai dari proses estimasi, penjadwalan dan penganggaran. Untuk keperluan pengendalian, pihak manajemen harus menentukan batasan untuk penilaian kinerja proyek. 26 f. Penggunaan proses formal penjadwalan proyek. Penggunaan earned value membutuhkan alat bantu pengendalian proyek seperti master schedule, kurva s dan bar chart. Alat bantu pengendalian proyek dibuat melalui proses penjadwalan. Alat bantu ini menunjukkan kerangka waktu dari setiap paket pekerjaan dan anggaran biayanya. g. Pengelolaan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya tidak langsung perlu dikelompokkan tersendiri/terpisah dari biaya langsung proyek. Terkadang biaya tidak langsung mempunyai porsi yang lebih besar dari biaya keseluruhan proyek. Oleh karena itu biaya tidak langsung proyek perlu diperhatikan dan ditangani secara baik. h. Secara periodik, mengestimasi biaya penyelesaian proyek. Salah satu manfaat dari konsep earned value adalah mampu memprediksi biaya penyelesaian proyek (EAC). Dengan dasar performa aktual proyek (SPI dan CPI), dapat diprediksi secara akurat berapa lagi dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. i. Pelaporan status proyek. Batasan varian yang sudah ditentukan manajemen menjadi acuan kapan manajemen akan bertindak. Bila performa proyek berada diluar batasan yang telah ditetapkan, hal tersebut merupakan sinyal peringatan bagi pihak manajemen untuk bertindak. Penerapan earned value dalam menajemen proyek merupakan salah satu contoh penerapan management by exception. j. Menyusun historical database. Pembentukan historical database memungkinkan perbaikan proyek yang akan dikerjakan menjadi lebih baik. Historical database digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan proyek di masa yang akan datang. The American National Standard Institute (ANSI) menetapkan kriteria standar penerapan earned value management system yaitu ANSI/EIA 748. Kriteria yang ditetapkan ini merupakan adopsi dari penerapan konsep earned value di Departemen Pertahanan Amerika Serikat. ANSI memberikan 32 kriteria yang harus diterapkan dalam manajemen proyek dalam rangka penggunaan konsep earned value. Kriteria yang ditetapkan ANSI terangkum dalam Tabel 2.3. 27 Tabel 2.3. Kriteria EVMS ANSI/EIA 748 No Aspek Utama Kriteria Penerapan EVMS Berdasarkan Kualifikasi Kontraktor K M B H H Define authorized work H H Identify Program Organization Structure Company integration of EVMS subsystems with D S 1. Organization 3 WBS and OBS D S 4 Identify organization/function for overhead D S 5 Integrate WBS & OBS, create control accounts 6 Sequential scheduling of work H H Identify interim measures of progress, i.e. 7 H H milestones, products, etc. 8 Establish time-phased budget H H Identify significant cost elements within authorized 9 H H budgets 10 Identify discrete work packages H H Planning, All work package budgets & planning packages 2. Scheduling, 11 S S sum to control acct Budgeting 12 Identify and control LOE budgets D S Establish overhead budgets by organization 13 D S element Identify management reserve and undistributed 14 D S budget Reconcile program target cost goal with sum of all 15 H H internal budgets 16 Record direct costs from accounting system H H Summarize direct costs into WBS without 17 H H allocation Summarize direct costs into OBS without 18 D S allocation Accounting 3. 19 Record indirect costs H H Consideration Identify unit costs, equivalent units costs or lot 20 D S costs Accurate material cost accumulation by control 21 accounts; EV measurement at right time; full H H accountability of material Control account monthly summary, identification H H 22 of CV and SV 23 Explain significant variances H H 24 Identify and explain indirect cost variances P P Analysis and Summarize data elements and variances thru P P 4. Management 25 WBS/OBS for management Report Implement management actions as result of EVM H H 26 analysis Revise EAC based on performance data; calculate H H 27 VAC 28 Incorporate authorized changes in timely manner D P 29 Reconcile budgets with prior budgets P P Revisions and 5. 30 Control retroactive changes D P Maintenance 31 Prevent all but authorized budget changes D P 32 Document changes to PMB P P S : Sangat dianjurkan untuk H : Harus diterapkan Keterangan : D : Dianjurkan diterapkan diterapkan 1 2 H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H H 28 Pengembangan kriteria EVMS mempunyai konsep bahwa tidak terdapat satupun sistem manajemen proyek yang menggunakan konsep earned value sesuai dengan setiap kebutuhan pihak manajemen dalam melakukan penilaian kinerja proyek. Dengan adanya variasi keunikan setiap proyek maka tidak dimungkinkan menentukan suatu sistem untuk pengendalian biaya dan waktu yang universal. Olehsebab itu kriteria EVMS dibuat tidak untuk menggambarkan suatu sistem. Kriteria EVMS digunakan untuk membuat suatu kerangka yang harus dipenuhi dalam mengintegrasikan batasan biaya dan waktu proyek. Kriteria EVMS merupakan kriteria secara umum yang memfasilitasi dalam mengevaluasi sistem manajemen proyek yang dimiliki kontraktor. Soemardi et al (2006) menyatakan bahwa penerapan EVMS dalam pengelolaan proyek konstruksi tidak sepenuhnya diterapkan bagi masing-masing kontraktor. maisng-masing kualifikasi kontraktor memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dalam penerapan konsep earned value. Dalam penelitian ini dihasilkan usulan penerapan kriteria EVMS bagi masing-masing kualifikasi kontraktor. Prioritas penerapan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu dianjurkan, sangat dianjurkan dan harus diterapkan. Prioritas penerapan kriteria EVMS bagi masingmasing kualifikasi kontraktor diperlihatkan dalam Tabel 2.3. II.6. Sistem Akuntansi Sistem manajemen pengendalian biaya proyek ataupun pengendalian biaya perusahaan jasa konstruksi tidak terlepas dari sistem akuntansi dimana sistem akuntansi di bidang konstruksi memiliki 4 tujuan (Peterson 2005) : a. Sistem akuntansi memproses semua penerimaan dan pembayaran yang dilakukan perusahaan dengan baik. b. Sistem akuntansi mengumpulkan dan melaporkan data yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan keuangan perusahaan. c. Sistem akuntansi mengumpulkan dan melaporkan data yang dibutuhkan untuk mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan pemerintah seperti untuk pembayaran pajak. 29 d. Sistem akuntansi mengumpulkan dan menyediakan data yang dibutuhkan untuk mengelola keuangan perusahaan termasuk data setiap proyek dan setiap peralatan. Dilihat tujuan dari sistem akuntansi di atas dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi di bidang konstruksi memiliki fungsi sebagai laporan dan pengendali dimana dapat memberikan data keuangan baik untuk pelaksanaan proyek konstruksi maupun data keuangan berkaitan dengan operasional perusahaan. Sistem akuntansi yang berfungsi sebagai pengendali biaya memerlukan merupakan fungsi lebih lanjut dari fungsi laporan keuangan. Bila sistem akuntansi dapat berfungsi tidak hanya sebagai penyedia laporan biaya namun juga sebagai pengendali biaya harus memiliki beberapa komponen kunci (Peterson, 2005) : a. Sistem akuntansi harus memiliki sistem penelusuran yang kuat terhadap biaya. Sistem akuntansi dapat memberikan laporan keuangan dari waktu ke waktu termasuk penggunaan biaya selama pelaksanaan proyek dan estimasi biaya penyelesaian proyek. b. Sistem akuntansi harus menggunakan prinsip management by exception karena itu sistem akuntansi mampu menyediakan data yang memeprmudah dalam menganalisa permasalahan yang muncul. c. Sistem akuntansi memerlukan prosedur yang jelas sehingga sistem dapat berjalan dengan konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan. d. Data harus dapat disediakan dengan mudah dan cepat ketika diperlukan pihak manajemen untuk pengendalian keuangan. Sistem akuntansi memiliki hubungan erat dengan penerapan EVMS dalam pengelolaan proyek konstruksi. Setiap transaksi yang terjadi dalam proyek konstruksi harus tercatat dalam sistem akuntansi termasuk dalam penggunaan sumberdaya. Sistem akuntansi memiliki fungsi sebagai penyedia laporan biaya sehingga untuk penerapan konsep earned value, data ACWP dapat diperoleh dari laporan yang dihasilkan sistem akuntansi. Fungsi sistem akuntansi sebagai 30 pengendali biaya harus dapat mengestimasi biaya penyelesaian proyek. Untuk mengestimasi biaya penyelesaian proyek dapat digunakan Terdapat 4 metode akuntansi yang dapat digunakan dalam perusahaan konstruksi untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh perusahaan (Coombs dan Palmer, 1989) yaitu: a. Metode Cash yaitu jika pendapatan dikenal sebagai uang yang diterima dan biaya dikenal jika melakukan pembayaran. b. Metode Accrual yaitu mengenal pendapatan adalah tagihan yang diberikan kontraktor kepada pemilik proyek melalui kontrak yang telah disepakati dan biaya adalah biaya yang telah dikeluarkan walaupun belum ada pembayaran. c. Metode Percentage of Completion yaitu kemajuan proyek diperhitungkan dalam bentuk prosentase penyelesaian. Prosentase penyelesaian proyek digunakan utuk mengestimasi pendapatan dan bersama-sama dengan biaya digunakan untuk menetukan keuntungan yang diperoleh. d. Metode Completed Contract yaitu tagihan kepada pemilik proyek dan biaya diakumulasikan dalam balance sheet. Pendapatan, biaya dan keuntungan dikenali (dipindahkan kedalam income statement) ketika proyek sudah diselesaikan. Perbandingan dari masing-masing metode akuntansi disajikan dalam Tabel 2.4 dibawah ini Tabel 2.4. Perbandingan Metode Akuntansi Cash Method Pendapatan Biaya Penggunaan Pembayaran dari pemilik proyek Pengeluaran uang Kontraktor kecil dengan durasi kontrak pendek Accrual Method Tagihan kepada pemilik proyek Biaya yang didatangkan (dibayar ataupun tidak) Kontrak dengan durasi menengah Percentage of Completion Method Kemajuan pekerjaan Biaya yang didatangkan (dibayar ataupun tidak) Untuk kontrak jangka panjang Completed Contract Method Setelah proyek selesai Setelah proyek selesai Untuk kontrak yang baru dapat diketahui nilainya saat akhir proyek 31 II.7. Pembukuan dalam Sistem Akuntansi Salah satu fungsi penting dari pencatatan akuntansi adalah mengelompokkan transaksi sehingga informasi yang tersedia menjadi sangat berguna dalam pengelolaan bisnis dan semua informasi yang dibutuhkan harus seimbang dalam akun pembukuan (Coombs & Palmer, 1989). Pencatatan transaksi dilakkan dalam jurnal yang memperlihatkan kronologis kegiatan transaksi suatu perusahaan. Dari jurnal, transaksi yang telah dicatat dipilah dan dikelompokkan dalam suatu pembukuan. Pembukuan utama dalam sistem akuntansi disebut general ledger. Beberapa akun dalam general ledger mempunyai beberada cabang pembukuan yang disebut subsidiary ledger. Subsidiary ledger mendetailkan beberapa akun sesuai dengan kebutuhan dalam pengelolaan bisnis. Struktur pembukuan dalam sistem akuntansi secara umum diperlihatkan dalam Gambar 2.6 di bawah ini. Laporan keuangan: balance sheet, income statement General ledger Subsidiary ledger Subsidiary ledger Subsidiary ledger Jurnal Transaksi Transaksi Transaksi Transaksi Transaksi Gambar 2.6. Struktur Pembukuan dalam Sistem Akuntansi 32 Dalam sistem akuntansi diperlukan suatu pengkodean agar memudahkan dalam memilah dan mengelompokkan transaksi yang dimasukkan dalam pembukuan. Moscove dan Simpkin (1987) menytakan tujuan dari pengkodean dalam sistem akuntansi adalah: a. Mengidentifikasi data akuntansi secara unik. Sistem akuntansi membutuhkan kode yang menunjukkan data secara spesifik dan unik. Unik maksudnya tidak ada persamaan satu dengan lainnya. Misalnya untuk pembayaran gaji berdasarkan kode karyawan dimana setiap karyawan memiliki kode tersendiri dan tidak ada yang sama walaupun mungkin mempunyai nama yang sama. b. Meringkas data. Dengan pengkodean dapat dapat meringkas dalam penulisan data. Misalnya adalah dalam pengkodean biaya proyek, dengan kode huruf M menunjukkan biaya material, L untuk labor (tenaga kerja) dan E untuk equipment (peralatan). c. Mengklasifikasikan transaksi. Dalam sistem akuntansi, kode digunakan untuk mengklasifikasikan setiap transaksi. Misalnya adalah kode untuk dalam pencatatan transaksi untuk membedakan debet atau kredit sehingga pencatatan transaksi dapat dilakukan secara automatis. d. Mengidentifikasi item untuk dimunculkan dalam laporan. Dalam sistem akuntansi membutuhkan kode untuk mengenal akun yang akan ditampilkan dalam laporan. Misalnya adalah kode 100 hingga 499 merupakan kode akun yang dimasukkan dalam balance sheet, sedangakan 500 hingga 950 merupakan kode akun yang dimasukkan dalam income statement. e. Menunjukkan arti khusus. Seringkali kode diperlukan untuk memperlihatkan arti yang khusus. Misalnya suatu dalam mengidentifikasi proyek berdasarkan kode yang menunjukkan area masing-masing proyek. 33 Ada beberapa tipe kode yang digunakan dalam sistem akuntansi beberapa diantaranya adalah kode mnemonic, kode berurutan, kode blok dan kode kelompok (Moscove dan Simpkin, 1987). a. Kode Mnemonic Kode mnemonic digunakan untuk memudahkan pengguna dalam mengingat arti suatu kode. Tipikal dari kode mnemonic berupa alfabet karena digunakan sebagai akronim dari data dan mudah untuk mengingat. Misalnya adalah kode L untuk jenis kelamin laki-laki dan P untuk perempuan. Seringkali kode alphabet digunakan secara bersamaan dengan kode numerik untuk membedakan singkatan yang sama. b. Kode Berurutan Kode berurutan digunakan seperti dalam tiket penjualan dibuat kode yang berurutan. Dengan urutan ini juga mempermudah dalam penelusuran. Misalnya seperti kode tiket dapat diketahui jumlah tiket yang sudah terjual. c. Kode Blok Kode blok merupakan kode yang beurutan dalam. Satu atau dua digit awal dari kode merupakan kode petunjuk dan digit di belakangnya menunjukkan urutan. d. Kode Kelompok Kode kelompok merupakan gabungan dari beberapa sistem kode yang digunakan. Misalnya adalah dalam membuat kode akun terdiri dari beberapa kelompok kode yaitu kode jenis akun, kode pemunculan dalam laporan dan kode untuk debet atau kredit. Sistem akuntansi untuk sebagian besar perusahaan jasa konstruksi terdiri atas 3 buku besar yang berbeda yaitu general ledger, job cost ledger dan equipment ledger (Peterson, 2005). General ledger menelusuri data keuangan perusahaan secara keseluruhan dan digunakan untuk mempersiapkan laporan keuangan perusahaan. Job cost ledger digunakan untuk menelusuri data keuangan untuk masing-masing proyek yang ditangani perusahaan. Equipment ledger digunakan untuk menelusuri data keuangan untuk kendaraan dan peralatan berat. 34 II.7.1. General Ledger General ledger terdiri atas semua transaksi yang terjadi dalam perusahaan dan penting untuk menelusuri data keuangan yang dibutuhkan dalam memepersiapkan laporan keuangan seperti laporan neraca (balance sheet), laporan rugi/laba (income statement) dan laporan pajak pendapatan (income taxes). Dalam general ledger semua transaksi dikelompokkan dalam bagan akun (chart of account). Contoh chart of account untuk kontraktor kecil diperlihatkan dalam Tabel 2.5. Perlakuan terhadap masing-masing transaksi dalam general ledger tergantung dari metode akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Tabel 2.5. Contoh Chart of Account No Akun 110 120 121 130 140 150 160 199 Nama Akun Cash Account receivable-trade Account receivable-retention Inventory Costs & profits in excess of billings Notes receivable Prepaid expenses Other current assets 210 220 230 240 250 260 299 Building & land Construction equipment Trucks & autos Office equipment Less acc. depreciation Capital leases Other assets 310 311 320 330 340 341 342 343 344 360 379 379 380 Account payable-trade Account payable-retention Billing in excess of costs & profit Notes payable Accrued payroll Accrued payables Accrued taxes Accrued insurance Accrued vacation Capital leases payable Warranty reserves Other current liabilities Long term liabilities 410 420 430 Capital stock Retained earnings Current period net income No Akun 730 740 750 798 799 805 806 810 811 812 819 820 921 822 823 824 825 830 835 840 841 842 843 844 845 846 850 855 860 865 870 875 880 Nama Akun Repairs & maintenance Fuel & lubrication Taxes, licenses & insurance Equipment costs charged to employees Equipment costs charged to job Advertising Promotion Car & truck expenses Computer & office furniture Repairs & maintenance Depreciation Employee wages & salaries Employee benefits Employee retirement Employee recruiting Employee training Employee taxes Insurance Taxes & license Office supplies Office purchase Office rent Office utilities Postage delivery Janitorial & cleaning Telephone Charitable & contributions Dues & memberships Publication & subscriptions Legal & professional services Meals & entertainment Travel Bank fees 35 Tabel 2.5. Contoh Chart of Account (lanjutan 1) No Akun Nama Akun 500 Revenue 610 620 630 640 650 Materials Labor Subcontract Equipment Other 710 Rent & lease payments Depreciation No Akun 881 885 891 892 893 898 899 910 920 950 Nama Akun Interest expense Bad debts Unallocated labor Unallocated materials Warranty expense Miscellaneous Overhead charged to jobs Other income Other expense income Sumber: Peterson, 2005 Untuk akun yang digunakan dalam akuntansi perusahaan tidak semuanya muncul dalam akuntansi proyek. Akun yang muncul dalam akuntansi proyek adalah akun yang terkait dengan transaksi-transaksi yang terjadi dalam pelaksanaan proyek yaitu transaksi berkaitan dengan sumber daya proyek (tenaga kerja, material, peralatan, subkontraktor dan biaya tidak langsung proyek). II.7.2. Job Cost Ledger Fungsi dari job cost ledger adalah untuk mengawasi dan mengendalikan biaya untuk setiap proyek yang sedang dilaksanakan agar sesuai dengan anggaran yang telah direncanakan. Selain itu pihak manajemen juga memerlukan catatan biaya pelaksanaan proyek untuk digunakan sebagai acuan dalam mempersiapkan tender. Walaupun biaya pelaksanaan proyek juga tercatat dalam general ledger, namun dalam general ledger tidak dapat mendetailkan pencatatan biaya. Dalam job cost ledger, biaya pelaksanaan proyek dicatat lebih detail disbanding general ledger. Job cost ledger menelusuri biaya menggunakan sistem kode biaya berdasarkan work breakdown structure (WBS) dari perusahaan. Sebagian besar sistem akuntansi menyediakan empat level untuk penelusuran yaitu: proyek, area atau fase, kode biaya dan jenis biaya (Peterson, 2005). Gambar 2.7. memperlihatkan contoh struktur pengelompokkan dari job cost ledger. 36 Material Kode Biaya # Tenaga Kerja Peralatan Fase # Material Kode Biaya # Tenaga Kerja Peralatan Proyek # Material Kode Biaya # Tenaga Kerja Peralatan Fase # Material Job Cost Ledger Kode Biaya # Tenaga Kerja Peralatan Proyek # Gambar 2.7. Contoh Struktur Job Cost Ledger (Sumber: Peterson, 2005) Hubungan utama yang harus dipelihara antara general ledger dengan job cost ledger. Pertama adalah total pendapatan dari job cost ledger harus sama dengan pendapatan dari bisnis utama perusahaan yang muncul dalam general ledger. Yang kedua adalah total biaya dalam job cost ledger harus sama dengan biaya konstruksi yang muncul dalam general ledger. II.7.3. Equipment Ledger Banyak perusahaan jasa konstruksi yang memiliki investasi yang besar untuk perlatan dimana peralatan digunakan untuk berbagai proyek dan berpindah-pindah dari satu proyek ke proyek lain dalam sehari. Equipment ledger terbagi dalam 2 atau tiga level. Gambar 2.8 memperlihatkan struktur dari equipment ledger. Level pertama dari struktur adalah jenis peralatan. Level kedua adalah akun dari income statement yang muncul dalam perlatan. Level yang ketiga adalah bila akun dalam income statementdipecah lagi manjadi akun yang lebih kecil, misalnya dalam Gambar 2.8 untuk perbaikan dan perawatan dipecah lagi menjadi perbaikan, perawatan dan pernggantian ban. 37 Pembayaran penyewaan peralatan Depresiasi Perbaikan Perbaikan dan perawatan Perawatan Bahan bakar dan pelumas Ban Perlatan # Pajak, surat ijin dan asuransi Alokasi penggunaan dalam proyek Job Cost Ledger Pembayaran penyewaan peralatan Depresiasi Perbaikan Perbaikan dan perawatan Perawatan Bahan bakar dan pelumas Ban Peralatan # Pajak, surat ijin dan asuransi Alokasi penggunaan dalam proyek Gambar 2.8. Contoh Struktur Equipment Ledger (Sumber: Peterson, 2005) Dua keterkaitan yang harus dijaga antara general ledger dengan equipment ledger. Yang pertama adalah total biaya alokasi penggunaan perlatan dalam proyek harus sama dengan biaya peralatan konstruksi dalam income statement untuk periode yang sama. Yang kedua adalah biaya peralatan dalam equipment ledger harus sama dengan total biaya perlatan dalam income statement untuk periode yang sama. II.8. Laporan Keuangan Penyajian dari laporan keuangan dan laporan biaya dibuat pengelompokan dari data yang signifikan. Penyajian seperti ini dengan tujuan agar pihak yang membaca laporan dapat menilai secara akurat dari kondisi keuangan perusahaan dan menetapkan keputusan dengan tepat. Ada dua jenis laporan keuangan yang dibuat dalam sistem akuntansi yaitu balance sheet dan income statement. Dalam perusahaan konstruksi, Untuk level proyek hanya dibuat income statement dan untuk level perusahaan dibuat balance sheet dan income statement dimana di dalamnya mencakup income statement dari semua proyek yang dijalankan. 38 Perbedaan terbesar laporan keuangan perusahaan manufaktur dengan perusahaan jasa konstruksi ditemukan dalam income statement (Coombs & Palmer, 1989). Dalam manufaktur, sebuah item lengkap dikatakan terjual bila diketahui harga dan waktu penjualannya. Dalam perusahaan jasa konstruksi dengan kontrak jangka panjang dan metode akuntasi yang digunakan prosentase penyelesaian, komponen utama dalam income statement berdasarkan estimasi untuk pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Rasio yang digunakan dalam laporan keuangan kurang digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan jasa konstruksi. Indikator kondisi keuangan yang paling penting untuk perusahaan jasa kontruksi adalah nilai dari pekerjaan yang belum terselesaikan dan estimasi keuntungan yang diperoleh. Indikator ini kurang penting untuk perusahaan manufaktur. II.8.1. Balance Sheet Balance sheet adalah gambaran dari kondisi keuangan suatu perusahaan. Balance sheet biasanya dibuat di akhir bulan ataupun tutup akhir tahun. Balance sheet terbagi atas tiga bagian yaitu assets, liabilities dan owner’s equity / net worth. Balance sheet melaporkan nilai tiap transaksi yang dikelompokkan dalam chart of account hingga saat balance sheet dicetak. Hubungan antar komponen balance sheet adalah sebagai berikut: Asset = Liabilities + Equity ………………………………… (2.7) Asset adalah sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan yang dimungkinkan menjadi pemasukan di masa depan. Asset terbagi atas asset tetap dan asset lancar. Asset tetap adalah asset yang memiliki umur penggunaan lebih dari satu tahun. Asset lancar adalah asset dengan mudah dan cepat dapat berubah menjadi uang tunai atau penggunaannya kurang dari satu tahun. Liabilities adalah kewajiban perusahaan untuk memindahkan asset yang dimiliki untuk memenuhi komitmen perusahaan dengan pihak lain. Liabilities terbagi atas dua jenis yaitu kewajiban jangka pendek yaitu kewajiban yang akan dibayarkan kurang dari satu tahun dan kewajiban jangka panjang yaitu kewajiban yang pelunasannya melebihi satu 39 tahun. Owner’s equity adalah kepemilikan seseorang atau sekelompok orang terhadap asset yang dimiliki perusahaan setelah kewajiban perusahaan sudah dilunasi. Dalam Tabel 2.6 adalah contoh balance sheet dan disajikan akun yang muncul dalam balance sheet. Tabel 2.6. Contoh Balance Sheet BIG W CONSTRUCTION BALANCE SHEET Current year ASSETS CURRENT ASSETS Cash Account receivable-trade Account receivable-retention Costs & profits in excess of billings Notes receivable Prepaid expenses Other current assets Total current assets FIXED & OTHER ASSETS Building & land Construction equipment Trucks & autos Total fixed assets Less accumulation depreciation Net fixed assets Other assets Total assets LIABILITIES CURRENT LIABILITIES Account payable-trade Account payable-retention Billings in excess of costs & profits Notes payable Accrued payables Accrued vacation Other current liabilities Total current liabilities LONG TERM LIABILITIES Total liabilities OWNER’S EQUITY Capital stock Retained earnings Current period net income Total equity Total liabilities & equity Last year 200,492 402,854 25,365 32,586 12,548 5,621 11,254 690,720 144,254 308,253 21,885 15,234 0 4,825 7,225 501,676 175,862 95,284 51,245 56,896 379,287 154,775 178,544 1,024,039 175,862 95,284 31,556 42,546 345,248 182,990 162,258 171,256 325,458 22,546 5,218 15,514 15,648 10,521 3,564 25,438 228,585 18,254 11,562 45,250 16,658 8,254 3,002 35,648 153,215 577,122 99,073 466,286 10,000 436,917 0 446,917 1,024,039 10,0000 358,904 0 368,904 835,190 (Sumber: Peterson, 2005) 40 II.8.2. Income Statement Income statement memperlihatkan pendapatan, pengeluaran dan hasil keuntungan atau kerugian yang diperoleh perusahaan untuk suatu periode tertentu yang menjangkau periode waktu antara dua balance sheet. Income statement untuk perusahaan konstruksi meliputi item pendapatan, biaya peralatan, overhead, pendapatan lain, pengeluaran lain dan pajak pendapatan. Penjelasan untuk masing-masing item ditunjukkan dalam Tabel 2.7 dan contoh income statement dalam Tabel 2.8 di bawah ini. Tabel 2.7. Item dalam Income Statement Perusahaan Konstruksi Jenis Item 1 Pendapatan 2 Biaya konstruksi 3 Biaya peralatan 4 Overhead 5 Pendapatan dan pengeluaran lain 6 Keuntungan 7 Pajak pendapatan Penjelasan Pendapatan adalah pemasukan yang diakui dari penyelesaian pekerjaan dari proyek. Dalam income statement pendapatan dikenal tergantung dari metode akuntansi yang digunakan. Merupakan biaya yang diidentifikasi dalam proyek. Biaya kontruksi terbagi dua kategori yaitu biaya langsung (material, pekerja, peralatan dan subkontraktor) dan biaya tidak langsung (merupakan biaya yang tidak dapat diidentifikasi untuk item pekerjaan spesifik misalnya overhead) Ketika peralatan digunakan untuk berbagai proyek, diperlukan pengelompokkan biaya perlatan tersendiri. Namun untuk perlatan yang digunakan untuk satu proyek saja maka dikategorikan dalam biaya konstruksi. Item biaya peralatan adalah sebagai berikut : a. Sewa Merupakan biaya sewa peralatan bila peralatan bukan milik sendiri. b. Depresiasi Adalah biaya hilangnya nilai kepemilikan dari peralatan c. Perbaikan dan Merupakan biaya rutin dari perbaikan dan perawatan perawatan peralatan termasuk pergantian ban d. Bahan bakar dan Merupakan biaya operasional penggunaan pelumas bahan bakar dan pelumas e. Pajak, surat ijin & Merupakan biaya pajak, surat ijin dan asuransi asuransi kendaraan Merupakan akun yang berlawanan dengan biaya f. Biaya peralatan peralatan pada proyek (manjadi kolom kredit yang dibebankan dalam income statement) proyek g. Gross profit Merupakan hasil pengurangan antara biaya peralatan yang dibebankan dalam proyek dengan total biaya peralatan Adalah biaya yang tidak dapat dibebankan dalam proyek yang spesifik. Biaya ini maksudnya adalah general overhead yaitu biaya yang muncul di kantor perusahaan. Merupakan pendapatan dan pengeluaran yang tidak berkaitan dengan operasi konstruksi Terdapat dua item ekuntungan dalam income statement yaitu sebelum dikenai pajak dan sudah dikenai pajak Merupakan kewajiban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. 41 Tabel 2.8. Contoh Income Statement BIG W CONSTRUCTION INCOME STATEMENT REVENUE 3,698,945 100.0% CONSTRUCTION COSTS Materials Labor Subcontract Equipment Other Total construction costs 712,564 896,514 1,452,352 119,575 5,452 3,186,457 19.3% 24.2% 39.3% 3.2% 0.1% 86.1% EQUIPMENT COSTS Rent & lease payments Depreciation Repairs & maintenance Fuel & lubrication Taxes, license & insurance Equipment costs charged to jobs Total equipment costs 35,425 32,397 21,254 29,245 1,254 119,575 0 1.0% 0.9% 0.6% 0.8% 0.0% 3.2% 0.0% GROSS PROFIT 512,488 13.9% OVERHEAD 422,562 11.4% NET PROFIT FROM OPERATIONS 89,926 2.4% OTHER INCOME & EXPENSE 21,521 0.6% 111,447 3.0% INCOME TAX 33,434 0.9% PROFIT AFTER TAX 78,013 2.1% PROFIT BEFORE TAX (Sumber: Peterson, 2005) II.9. Aplikasi Perangkat Lunak dalam Manajemen Proyek Aplikasi perangkat lunak yang dapat digunakan untuk manajemen proyek sudah banyak ditemukan seperti MS Project dan Primavera. Kedua aplikasi tersebut dapat digunakan dalam manajemen proyek dari fase perencanaa hingga untuk pengendalian proyek. Namun untuk pengadaan software manajemen proyek yang banyak dijual di pasaran sangat mahal. Tentu hal ini dirasa sulit oleh kontraktor kecil dimana memiliki keterbatasan modal. Pengembangan aplikasi perencanaan dan pengeloaan biaya dan waktu dengan automasi pada spreadsheet sudah dilakukan melalui Gnome PM (Abduh et al, 2007). Gnome PM ini adalah suatu automasi aplikasi spreadsheet MS-Excel dapat digunakan oleh kontraktor kecil dalam pengelolaan proyek konstruksinya. Diharapkan aplikasi sederhana ini dapat mempermudah pelaksanaan pengendalian 42 proyek, mempercepat proses perhitungan, serta memberikan pendidikan atau exposure kepada kontraktor kecil bagaiman pengelolaan proyek yang sebaiknya. Gnome PM memberikan layanan perencanaan, pemutahiran data kemajuan, pelaporan, serta pengendalian proyek konstruksi, dari segi waktu dan biaya. Dalam aspek pengendalian biaya dan waktu, Gnome PM belum mengakomodasi konsep earned value. Aplikasi pengendalian dalam Gnome PM masih terbatas pada aspek waktu saja dimana melakukan perbandingan antara kemajuan rencana dan kemajuan aktual. Pengembangan terakhir dari Gnome PM adalah adanya integrasi dengan aplikasi estimasi biaya dengan aplikasi yang telah ada sebelumnya. Aplikasi pengendalian waktu dan biaya yang terintegrasi belum dapat dilakukan karena belum adanya aplikasi pencatatan transaksi pelaksanaan proyek. Skema dari Gnome PM disajikan dalam Gambar 2.9 di bawah ini. Aplikasi Penjadwalan Aplikasi Penilaian Kemajuan Pekerjaan Aplikasi Estimasi Biaya Aplikasi Transaksi Aplikasi pengendalian waktu dan biaya terintegrasi Gnome PM Gambar 2.9. Skema Aplikasi Gnome PM II.10. Ringkasan Bab Dalam bab ini berisikan kajian pustaka yang berkaitan dengan pengelolaan proyek terutama untuk batasan biaya dan waktu dan menyediakan latar belakang informasi untuk penelitian ini. Dalam setiap perencanaan proyek ditetapkan batasan biaya dan waktu yang digunakan sebagai acuan dalam pengolaan proyek. Konsep earned value memberikan suatu pengelolaan proyek yang mengintegrasikan batasan biaya dan waktu. Kriteria penerapan Earned Value Management System (EVMS) telah dituangkan oleh American National Standard 43 Institute (ANSI) melalui ANSI/EIA 748 dan usulan penerapan kriteria yang berbeda untuk setiap kualifikasi kontraktor (Soemardi et al, 2006). Penerapan EVMS untuk pengelolaan proyek konstruksi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan sistem akuntansi dimana data ACWP dapat diperoleh melalui sistem akuntansi. Peterson (2005) telah memberikan 4 kunci utama agar sistem akuntansi dapat berfungsi sebagai pelaporan dan pengendali biaya. Keempat komponen tersebut adalah : a. Sistem akuntansi harus memiliki sistem penelusuran yang kuat terhadap biaya. Sistem akuntansi dapat memberikan laporan keuangan dari waktu ke waktu termasuk penggunaan biaya selama pelaksanaan proyek dan estimasi biaya penyelesaian proyek. b. Sistem akuntansi harus menggunakan prinsip management by exception karena itu sistem akuntansi mampu menyediakan data yang memeprmudah dalam menganalisa permasalahan yang muncul. c. Sistem akuntansi memerlukan prosedur yang jelas sehingga sistem dapat berjalan dengan konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan. d. Data harus dapat disediakan dengan mudah dan cepat ketika diperlukan pihak manajemen untuk pengendalian keuangan. Pengembangan aplikasi alat bantu perangakat lunak dalam pengelolaan proyek yang mudah dan sederhana dapat dilakukan. Salah satu contoh pengembangannya adalah Gnome PM. Gnome PM memberikan layanan perencanaan, pemutahiran data kemajuan, pelaporan, serta pengendalian proyek konstruksi, dari segi waktu dan biaya. Namun Gnome PM belum mengakomodasi konsep earned value. Dalam bab selanjutnya akan dipaparkan mengenai sistem akuntansi proyek dan kajian potensi pengembangan EVMS untuk pengelolaan proyek kontraktor kecil.