LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN “PERCOBAAN 1: Analisis Zat Pewarna” Kamis 01 Desember 2016 Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan yang diampu oleh: Mujdalipah, S.TP., M.Si dan Shinta Maharani, S.TP., M.Si Disusun Oleh: Kelompok 5 – Shift A Novita Purnamasari Hendarmin (1503646) Putri Audia Aneti Kallista (1504063) Ramadhan Nurcholis (1500529) Rizki Yanti Rahayu (1500753) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2016 Analisis Zat Pewarna pada Makanan dan Minuman yang Dijual di UPI dan Sekitarnya ABSTRAK Untuk menarik minat konsumen terhadap beberapa produk makanan dan minuman biasanya pedagang atau pembuat menggunakan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik. Namun terkadang zat pewarna yang terdapat pada makanan dan minuman tersebut adalah zat pewarna yang dilarang, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis zat pewarna apa yang digunakan apakah membahayakan atau tidak. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif yaitu untuk mengetahui kandungan zat pewarna dalam beberapa sampel makanan dan minuman yang dijual di wilayah UPI dan sekitarnya. Sampel diambil secara sampling yaitu Ale-ale Jeruk, Agar-agar Hitam, Mie Basah, Agar-agar Hijau (Bakso Andhika), Pacar Cina, Agar-agar Hijau, Agar-agar Merah, Kerupuk, Sirup, Kolang-kaling. Analisis zat pewarna dilakukan dengan menggunakan pemberian H2SO4, HCL, NaOH, dan NH4OH. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa, 2 sampel teridentifikasi menggunakan zat pewarna yaitu Tartazine dan Acid Violet.B, 4 sampe lain mendekati ciri—ciri penggunaan Amaranth, Tartrazine, Erythrosine, dan Acid Violet.B, kemudian 4 sampel lainnya tidak teridentifikasi penggunaan zat pewarna yang kami uji. LATAR BELAKANG Setiap manusia memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia akan selektif untuk memilih bahan pangan yang akan dikonsumsinya, salah satunya melihat dari mutu bahan pangan tersebut. Beberapa faktor yang menentukan mutu bahan pangan adalah cita rasa, warna, nutrisi, dan tekstur. Faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan mutu dari makanan (Susilowati dan M, Triwahyuni, 2006). Pewarna yang digunakan dapat berupa pewarna alami ataupun pewarna sintetis. Dewasa kini tak jarang industri pangan menggunakan pewarna sintetis pada produknya. Penggunaan pewarna sintetis bertujuan untuk menyeragamkan penampilan warna sehingga penerimaan konsumen terhadap produk tersebut meningkat. Produk pangan yang diperkirakan menggunakan pewarna sintetis diantaranya adalah minuman ringan, agar-agar, sirup, dan mie basah. Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine, di samping itu terdapat pula pewarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk pangan yang seharusnya digunakan untuk pewarna tekstil (Sumarlin, 2010). Ketidaktahuan produsen tentang pewarna sintetis perlu mendapat perhatian. Penggunaan pewarna sintetis 1 yang tidak diizinkan ataupun penggunaan pewarna sintetis yang diizinkan tetapi pemakaiannya tidak terkendali dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis zat warna yang ditambahkan pada berbagai produk pangan. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui jenis pewarna sintetis yang ditambahkan pada beberapa produk pangan dan mengetahui jenis pewarna yang layak konsumsi dengan dosis penggunaan yang diizinkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. METODE 1. Alat yang digunakan dalam praktikum analisis bahan warna yaitu a. Hot plate stirrer b. Bekker glass 100 ml c. Sudip d. Cawan petri e. Loyang f. Mortar g. Gunting h. Kertas HVS i. Kertas pH j. Pipet atau bulb k. Oven l. Timbangan analisis m. Tissue n. Benang Wol 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum analisis bahan warna yaitu a. Aquades b. Larutan HCL 0,1 N c. Larutan HCL 37% d. Larutan H2SO4 50% e. Larutan NaOH 10% f. Larutan NH4OH g. Minuman ale-ale rasa jeruk h. Agar-agar hitam i. Mie kuning basah j. Agar-agar hijau (andhika) k. Pacar cina l. Agar-agar hijau m. Agar-agar merah 2 n. Kerupuk o. Sirup p. Kolang-kaling 3. Langkah-langkah dalam proses analisis bahan warna yang di uji yaitu sebagai berikut Penyiapan alat dan bahan yang dibutuhkan Penyiapan sampel + Aquades 50 ml untuk sampel padat, ambil 30 ml Penimbangan sampel Sampel padat : 25 gr Sampel cair : 30 ml Penyiapan benang 40 cm Perebusan benang Pengeringan benang di oven 15 menit, 105oC 15 menit, 80oC Pemasukkan benang ke dalam larutan sampel Perebusan benang Pengeringan benang di oven 30 menit setelah mendidih 5-10 menit, 80oC Pemasukkan benang ke dalam media HCL 37% H2so4 NaOH 10% NH4OH 3 PEMBAHASAN 1. Ale ale jeruk Hasil pengujian yang dilakukan pada sampel minuman Ale ale ini positif teridentifikasi menggunakan zat pewarna berjenis Tartrazine. Hal ini terbukti dari perubahan warna pada benang yang sudah dilakukan pemanasan menggunakan sampel, yang kemudian dilakukan pemberian larutan HCL, H2SO4, NaOH, dan NH4OH. Hasilnya menunjukan bahwa pada benang yang diberikan larutan HCL memberikan warna lebih gelap, sama halnya untuk larutan H2SO4 terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap, sedangkan untuk pengujian menggunakan larutan NaOH dan NH4OH memberikan sedikit perubahan warna. Tartazine sendiri merupakan pewarna kuning lemon sintetis yang umum digunakan sebagai pewarna makanan, jadi aman untuk dikonsumsi selama penggunaannya masih dalam batas wajar dan memenuhi syarat. 2. Agar-agar hitam Agar-agar hitam yang menjadi sampel kami kali ini memiliki ciri-ciri perubahan warna yang hampir mendekati pada penggunaan pewarna Amaranth. Perubahan warna pada benang hasil ekstraksi dengan sampel setelah diberikan larutan HCL, H2SO4, NaOH, dan NH4OH memberikan perubahan warna ungu kecoklatan untuk penambahan larutan H2SO4, Orange kuning untuk penambahan larutan HCL, coklat keruh kemerahan untuk penambahan larutan NaOH, dan warna kuning untuk penambahan larutan NH4OH. Amaranth adalah pewarna makanan yang diperoleh melalui proses sintesin kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan 4 3. 4. kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Amatanth sendiri merupakan pewarna merah. Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan lebih sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat di olah dan di simpan. Mie Basah Mie basah yang umumnya kita temui menjadi pelengkap saat memakan bakso ini juga disinyalir menggunakan zat pewarna jenis Tartazine untuk membuatnya terlihat berwarna yang cenderung kuning. Perubahan warna yang tampak pada sampel, sedikit berubah pada penambahan larutan NaOH dan NH4OH, berubah menjadi lebih gelap saat ditambahkan larutan HCL, dan berwarna kuning saat ditambahkan larutan H2SO4. Sebenarnya Tartazine sendiri dapat menyebabkan sejumblah reaksi alergi dan intoleransi bagi orang-orang yang intoleransi terhadap aspirin atau penderita asma, walaupun kasus ini masih jarang terjadi menurut dapat FDA, tapi tetap kita harus mewaspadai konsumsi dalam jumlah besar. Agar-agar hijau (Bakso Andhika) Analisis yang dilakukan di laboratorium yaitu analisis kualitatif. Salah satu tahapannya adalah ekstraksi. Ekstraksi pada minuman tak beralkohol dapat dilakukan secara langsung, sehingga zat warna dapat langsung ditarik dengan benang wol (Sumarlin, 2010). Sampel yang telah diekstraksi dipekatkan kemudian zat warna ditarik dengan benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan. Zat warna yang terikat pada benang wol dilarutkan dalam larutan HCl 37%, H2SO4 50%, NaOH 10%, dan NH4OH 12% kemudian diamati perubahan warna benang wol tersebut. Hasil uji ini menunjukkan bahwa sampel agar-agar hijau (bakso Andhika) menggunakan zat pewarna sintetis, yaitu mendekati erythrosine. Hal ini disebabkan oleh perubahan warna hijau muda pada benang wol 5 setelah dilarutkan pada HCl 37% menjadi warna kuning terang, H2SO4 50% menjadi wana kuning, NaOH 10% menjadi sedikit berubah, dan NH4OH 12% tidak berubah, hampir sesuai dengan pedoman analisis pewarna erythrosine yaitu HCl pekat menjadi orange-kuning, H2SO4 pekat menjadi orange-kuning, NaOH 10% tidak berubah, dan NH4OH 12% tidak berubah. Erythrosine merupakan zat pewarna sintetis merah, maka idealnya sampel ini pun berwarna merah. Dikarenakan sampel ini berwarna hijau, maka diperkirakan sampel ini menggunakan zat pewarna sintetik campuran sehingga menghasilkan warna hijau. Erythrosine bila dilihat dari senyawa kimianya adalah 2-(6hidroxy-2,4,5,7-tetra iodo-3-okxo-xanthen- 9-yl), maka dapat dikatakan secara substansial asupan makanan yang mengandung erythrosine merupakan asupan yodium, tetapi apabila penggunaan zat pewarna erythrosine dalam waktu lama dan kadar erythrosine diatas ambang batas tentu akan memberikan kontribusi kelebihan asupan yodium (Asterina dkk, 2011). Menurut Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013, Acceptable Daily Intake (ADI) atau batasan konsumsi BTP yang dapat diterima dan dicerna tanpa mengalami risiko kesehatan untuk zat pewarna erythrosine adalah 0-0,1 mg/kg berat badan. Namun pada praktikum ini tidak dilakukan analisis kuantitatif, sehingga kadar zat pewarna erythrosine pada sampel agar-agar hijau (bakso Andhika) tidak diketahui. 5. Pacar Cina Hasil analisis kualitatif bersifat negatif untuk sampel pacar cina. Hal ini disebabkan oleh perubahan warna merah muda pada benang wol setelah dilarutkan pada larutan HCl 37%, H2SO4 50%, NaOH 10%, dan NH4OH 12% menjadi pudar. 6 Maka diperkirakan sampel ini menggunakan zat pewarna alami yang menghasilkan warna merah muda, atau menggunakan zat pewarna sintetis yang tidak diujikan dalam praktikum ini. 6. Agar-Agar Hijau Analisis bahan warna yang telah di lakukan pekan lalu, mengindikasikan bahwa agar-agar hijau yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol yaitu hijau muda cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna tersebut masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun bisa diduga juga zat warna sintetik yang digunakan tidak diujikan dalam praktikum ini sehingga hasilnya pun tidak nampak. Namun dilihat dari komposisi produk agar-agar hijau ini mengandung zat pewarna makanan yaitu Ponceau 4R/Cochineal Red A.15374.CI.16255, menurut Apriyantono (2003) merupakan pewarna makanan yang status kehalalannya yaitu halal dan telah diteliti hasilnya baik digunakan sebagai pewarna makanan. Sedangkan menurut Ahmad (2015) yang telah melakukan penelitiannya di daerah Cileunyi, Bandung,pewarna ini banyak digunakan di daerah tersebut untuk diperjual belikan di sekolah dasar, akan tetapi batas penggunaannya melebihi dari batas yang optimum seharusnya digunakan, dalam transaksi jual belinya itu pedagang menjualnya dalam bentuk sirup dan permen gulali yang apabila penggunaan 300 mg/kg untuk sirup dan 100mg/kg untuk permen gulali setiap hari membuat anak-anak dapat beresiko menyebabkan gangguan kesehatan yang ditimbulkan seperti halnya alergi dan kanker hati. Gambar 1. Sampel Agar Hijau 7. Gambar 2. Hasil Analisis Sampel Agar-agar merah Analisis bahan warna yang telah di lakukan pekan lalu, mengindikasikan bahwa agar-agar hijau yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol 7 yaitu merah muda cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna tersebut masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun bisa diduga juga zat warna sintetik yang digunakan tidak diujikan dalam praktikum ini sehingga hasilnya pun tidak nampak. Namun dilihat dari komposisi produk agar-agar hijau ini mengandung zat pewarna makanan yaitu Ponceau 4R/Cochineal Red A.15374.CI.16255, menurut Apriyantono (2003) merupakan pewarna makanan yang status kehalalannya yaitu halal dan telah diteliti hasilnya baik digunakan sebagai pewarna makanan. Sedangkan menurut Ahmad (2015) yang telah melakukan penelitiannya di daerah Cileunyi, Bandung,pewarna ini banyak digunakan di daerah tersebut untuk diperjual belikan di sekolah dasar, akan tetapi batas penggunaannya melebihi dari batas yang optimum seharusnya digunakan, dalam transaksi jual belinya itu pedagang menjualnya dalam bentuk sirup dan permen gulali yang apabila penggunaan 300 mg/kg untuk sirup dan 100mg/kg untuk permen gulali setiap hari membuat anak-anak dapat beresiko menyebabkan gangguan kesehatan yang ditimbulkan seperti halnya alergi dan kanker hati, sedangkan menurut Marwati (2016) pewarna ponceau 4R ini merupkan pewarna yang dapat memberikan warnamerah hati dan biasa digunakan dalam pembuatan minuman, selai, dan jelly. Pewarna ini bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan hiperativitas pada anak. Gambar 3. Sampel Agar Merah 8. Gambar 4. Warna Sampel Sebelum Analisis Gambar 5. Warna Sampel Setelah Analisis Kerupuk Analisis bahan warna yang telah dilakukan di pekan lalu, mengindikasikan bahwa kerupuk yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol yaitu merah cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna tersebut masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun bisa diduga juga zat warna sintetik yang digunakan tidak dujikan dalam praktikum ini sehingga hasilnya tidak nampak atau digunakan zat warna alami. Menurut 8 Murtiyanti (2013) kerupuk yang menggunakan pewarna berbahaya bisa digunakannya zat warna merah (Rhodamin B), kuning (Methanyl Yellow) atau hijau (Malachite Green). Pewarna sintetik tersebut dilarang digunakan dalam pangan, karena bisa menyebabkan kerusakan hati, apabila tertelan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan tekanan darah rendah. Gambar 6. Sampel Kerupuk 9. Gambar 7. Hasil analisis warna sampel sebelum dan sesudah di uji Sirup Pada tabel hasil pengamatan sirup X ini memiliki indikasi ditambahkannya pewarna erythrosine dan acid violet 6 B. Karena saat ditetesi larutan NaOH dan NH4OH memiliki kenampakan yang mirip dengan ciri-ciri terindikasinya erythrosine yaitu tidak adanya perubahan dari warna awalnya. Sedangkan ketika ditetesi larutan H2SO4 dan HCl menampakan warna kuning kecokelatan gelap yang merupakan ciri bahwa sirup ini juga terindikasi adanya acid violet 6 B. Erythrosine (FD & C red No.3) zat pewarna ini termasuk golongan fluorescein.berupa tepung coklat, larutannya dalam alcohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi, sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi. Larutan dalam gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya. Pada SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 penggunaan Erithrosine pada sirup diatur batas maksimumnya adalah 100mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 3 mg/kg). Namun pada komposisi sirup X tersebut tidak mencantumkan jumlah total Erithrosine yang dicampurkan pada bahan tersebut. Acid violet 6 B yang menampakan indikasinya pada sirup tersebut pun telah melanggar Permenkes 239/85 tentang penggunaan zat pewarna tekstil pada makanan. 9 10. Kolang kaling Seperti pada tabel hasil kolang kaling jika ditambahkan H2SO4 ( menjadi kebiruan), HCl ( menjadi agak kebiruan), NaOH ( menjadi kuning), NH4OH (lebih kebiruan). Terlihat dari hasil warna yang ditampakan oleh sampel kolang kaling mendekati adanya indikasi pewarna Acid Violet 6 B karena saat ditetesi larutan NaOH berwarna kuning dan larutan NH4OH berwarna lebih kebiruan. Sampel kolang kaling ini mungkin saja memiliki kandungan acid violet 6 B yang rendah. Acid Violet 6 B ini merupakan bahan pewarna tekstil yang penggunaannya telah dilarang oleh pemerintah dalam Permenkes 239/85. Penggunaan acid violet 6 B pada makanan merupakan suatu penyalahgunaan penambahan zat kimia terhadap bahan pangan. Pewarnaan kolang kaling juga dapat menggunakan bahan alami seperti dengan daun suji agar berwarna hijau dan dapat juga menggunakan gula aren agar menampakan warna cokelat. KESIMPULAN Jenis pewarna sintetis yang ditambahkan pada beberapa produk pangan yang kami uji, tapat diketahui zat pewarna yang digunakan adalah zat pewarna Tartrazine untuk panganan mi basah dan ale-ale jeruk, pewarna Amaranth untuk agar-agar hitam, pewarna Erythrosine untuk panganan agar-agar hijau (bakso andhika), dan Acid violet.B untuk panganan kolang-kaling dan sirup. Sedangkan untuk sampel lainnya seperti pacar cina, agar-agar merah, agar-agar hijau dan kerupuk tidak teridentifikasi perubahan warnanya saat di lakukan pengujian. Berdasarkan pada ayat (1) huruf b pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, Tartazine, Erythrosine merupakan jenis BTP pewarna sintetis atau Synthetic colour. Untuk Tartazine, ADI yang seharusnya adalah 0–7,5 mg/kg berat badan. Erythrosine, ADI yang seharusnya adalah 0-0,1 mg/kg berat badan. LAMPIRAN A. Richeese Ahh’ 10 Richeese Ahh’ adalah makanan ringan berbentuk stick dilapisi keju, makanan ini berwarna orange ke kuning-kuningan, dengan nomor kategori pangan 15.0. Ditinjau dari komposisinya warna tersebut didapat dari pewarna kuning FCF CI 15985 dan Kurkumin CI 75300, dan Tartrazin CI 19140. Berdasarkan Peraturan BPOM Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna Bab III pasal 3, pewarna yang digunakan dalam makanan ringan ini merupakan perpaduan antara pewarna alami dan pewarna sintetis yang diizinkan oleh BPOM. Kurkumin CI 75300 merupakan pewarna alami yang diperbolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0-3 mg/kg berat badan. Adapaun batas maksimum penggunaan dari Kurkumin CI 75300 pada pangan olahan jenis Richeese Ahh’ adalah 200 mg/kg. Pewarna kuning FCF CI 15985 adalah tergolong pewarna sintetis yang juga diizinkan penggunaannya dengan ADI : 0 – 4 mg/kg berat badan. Tartrazin CI 19140 merupakan pewarna sintetis yang penggunaannya dibolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0 – 7,5 mg/kg berat badan. B. Delfi Chacha Peanut 11 Makanan ini berupa bola-bola coklat yang berisi kacang tanah di dalamnya, tergolong sebagai snack desert. Keunikan dari makanan ini adalah dalam satu kemasan memiliki beberapa warna bola-bola coklat diantaranya merah, kuning, hijau, coklat, orange, dan dengan inovasinya kini bertambah satu warna lagi yaitu warna biru. Adapun nomor kategori pangan dari makanan ini adalah 05.1.5. Berdasarkan komposisi dari makanan tersebut warna-warna yang di dapat berasal dari Tartrazin CI 19140, Merah Allura CI 16035, Pewarna Alami Karbon Tanaman CI 77266, Kuning FCF CI 15985, dan Biru Berlian CI 42090. Berdasarkan Peraturan BPOM Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna Bab III pasal 3, pewarna yang digunakan dalam makanan ringan ini merupakan perpaduan antara pewarna alami dan pewarna sintetis yang diizinkan oleh BPOM. Tartrazin CI 19140 merupakan pewarna sintetis yang penggunaannya dibolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0 – 7,5 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 100 mg/kg. Merah Allura CI 16035 merupakan pewarna sintetis dengan ADI : 0 – 7 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 100 mg/kg, Pewarna Alami Karbon Tanaman CI 77266 merupkan pewarna alami yang diizinkan oleh BPOM, ADI dari pewarna ini tidak dinyatakan dan batas penggunaannya pun dinyatakan dalam CCPB. Kuning FCF CI 15985 merupakan pewarna sintetis yang diperbolehkan oleh BPOM pewarna ini memiliki ADI : 0 – 4 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 100 mg/kg. Biru Berlian CI 42090 merupakan pewarna sintetis yang penggunaannya di izinkan, pewarna ini memiliki ADI : 0 -12,5 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pada makanan jenis ini adalah 100 mg/kg. C. Okky Jelly Drink Merah 12 Minuman jelly ini adalah minuman berperisa yang memiliki jelly didalamnya. Okky Jelly Drink memiliki ekstrak stroberi (0.02%) dan pewarna Ponceau 4R Cl 16255. Menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, pewarna Ponceau 4R Cl 16255 digunakan pada minuman ringan dan makanan cair dengan takaran 70mg/Kg produk siap dikonsumsi. Sedangkan jika digunakan pada Yoghurt memakai takaran 48 mg/Kg berasal dari aroma yang digunakan. D. Indomie Mie Goreng Rendang Mie instan ini merupakan makanan mie dengan rasa rendang dan memiliki nomor kategori pangan 06.4. Berdasarkan komposisi yang tertera pada kemasan terdapat pewarna karamel kelas I, pewarna tersebut tergolong kedalam pewarna alami yang diizinkan penggunaannya oleh BPOM memiliki ADI yang tidak dinyatakan dan batas maksimal penggunaannya pun CPPB E. Minuman Berenergi Torpedo 13 Berdasarkan komposisi yang tertera dalam kemasannya saus sambal bawang ini mengandung pewarna Sunset Yellow CI 15985 (Kuning FCF) dan Tartarazine CI 19140, kedua pewarna tersebut merupakan pewarna sintetis yang penggunaanya diizinkan oleh BPOM. Adapun ADI dari Sunset Yellow CI 15985 adalah 0 – 4 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 70 mg/kg. Sedangkan untuk Tartrazine CI 19140 merupakan pewarna sintetis yang penggunaannya dibolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0 – 7,5 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 100 mg/kg. 14 LEMBAR KONTRIBUSI 1. Abstrak : Putri Audia Aneti Kallista (1504063) 2. Latar Belakang : Novita Purnamasari Hendarmin (1503646) 3. Metode : Rizki Yanti Rahayu (1500753) 4. Pembahasan : Novita Purnamasari Hendarmin (1503646), Putri Audia Aneti Kallista (1504063), Ramadhan Nurcholis (1500529), dan Rizki Yanti Rahayu (1500753) 5. Kesimpulan : Putri Audia Aneti Kallista (1504063) 6. Lampiran : Ramadhan Nurcholis (1500529) 15 DAFTAR PUSTAKA Asterina dkk. 2011. Efek Penggunaan Zat Pewarna Erythrosine terhadap Kadar T3 dan T4 Serum pada Tikus Galur Wistar. Majalah Kedokteran Andalas, 35 (2), hlm. 126-136. Sumarlin. (2010). Identifikasi Pewarna Sintetis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan Ciputat. Jurnal Kimia Valensi, 1 (6), hlm. 274-283. Susilowati dan M, Triwahyuni. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada AgarAgar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan Metode Kromatografi Kertas. Jurnal Litbang, 4 (3), hlm. 26-32. 16