1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan golongan penyakit yang dikarakterisasi oleh pertumbuhan
dan penyebaran sel yang abnormal yang dapat menimbulkan kematian bila
penyebarannya tidak terkendali. Salah satu jenis kanker yang menduduki tingkat
prevalensi tinggi adalah kanker payudara. Secara global, kanker payudara
merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita dengan perkiraan
kejadian sebanyak 1,38 juta kasus baru per tahun (Eccles dkk., 2013). Berdasarkan
data WHO tahun 2011, kematian akibat kanker payudara di Indonesia mencapai
20.052 atau 1,41% dari total kasus kematian. Dengan kata lain, tingkat kematian
akibat kanker payudara di Indonesia adalah 20,25 per 100.000 penduduk dengan
menduduki peringkat ke 45 dunia (Anonim, 2014). Cukup besarnya angka kematian
pasien kanker payudara terjadi akibat penyakit baru terdeteksi pada fase metastasis,
sehingga sulit untuk disembuhkan.
Metastasis atau penyebaran sel-sel malignant dari tumor primer ke jaringan
tubuh normal lainnya, menimbulkan masalah terbesar untuk pengobatan kanker dan
merupakan penyebab utama kematian pasien kanker. Tahapan yang terjadi dalam
proses metastasis meliputi pelepasan sel dari tumor primer, invasi dan migrasi sel,
intravasasi, transpor melalui pembuluh limfa atau darah, ekstravasasi serta
pembentukkan tumor sekunder. Dari tahapan tersebut, invasi sel ke dalam jaringan
merupakan langkah awal dalam proses metastasis tumor. Dalam menginvasi
jaringan dan pembuluh, sel harus memiliki kemampuan untuk bermigrasi. Migrasi
1
2
sel adalah proses yang sangat krusial dalam invasi, yang memungkinkan tumor
primer untuk bermetastasis. Migrasi sel merupakan tahapan yang sangat terintegrasi
yang diprakarsai oleh penonjolan membran sel (Bailly, 2002) yang dipicu oleh
siklus polimerisasi dan depolimerisasi aktin akibat merespon signal kemotaksis.
Epidermal Growth Factor (EGF) diduga memiliki keterkaitan dalam invasi dan
metastasis sel kanker payudara (Wang dkk, 2004). Metastasis sebagai target
pengobatan kanker, belum banyak diteliti lebih lanjut. Saat ini sebagian besar target
pengobatan kanker, belum sampai pada tahapan metastasis.
Beberapa usaha penyembuhan kanker yang selama ini dilakukan
menggunakan pembedahan, kemoterapi, penyinaran, imunoterapi dan pengobatan
dengan hormon. Namun kenyataannya, masing-masing usaha pengobatan tersebut
mempunyai kekurangan, seperti pembedahan dan radiasi hanya dapat diterapkan
pada kanker lokal stadium dini. Pengobatan dengan cara ini tidak dapat dilakukan
untuk kanker yang telah berkembang menjadi stadium lanjut dan mengalami
metastasis. Sementara itu, pengobatan kanker dengan obat-obatan kemoterapi
hanya efektif pada beberapa periode waktu saja dan biasanya mempunyai efek
samping yang tidak ringan. Obat-obat sitostatik dan kemoterapi sintetis ini tidak
spesifik terhadap sel kanker. Senyawa-senyawa ini dapat merusak sel tubuh normal
yang tumbuh cepat dan memiliki aktivitas pembelahan yang tinggi seperti sel-sel
sumsum tulang, akar rambut, kulit, kelenjar kelamin dan janin (Raharjda dan Tjay,
2002).
Penemuan obat baru sebagai agen antikanker dan atau kemoprevensi yang
aman, efektif dan selektif perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
Diantaranya dengan menggunakan bahan alam yang telah banyak dimanfaatkan
3
sebagai salah satu alternatif untuk pencegahan maupun pengobatan kanker
(Walaszek dkk, 2004). Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam yang lebih
dikenal dengan obat asli Indonesia yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun
oleh masyarakat. Salah satu bahan alam yang berpotensi untuk dijadikan sebagai
agen kemoprevensi adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav). Daun
sirih merah secara tradisional telah digunakan di Indonesia untuk mengobati
beberapa jenis penyakit termasuk kanker payudara (Manoi, 2007). Secara empiris
ekstrak daun sirih merah mampu membasmi peradangan akut pada organ tubuh
tertentu, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukemia,
TBC, radang pada lever, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat (Sudewo,
2010). Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah meliputi
alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin (Manoi, 2007). Hartini dkk (2013) juga
melaporkan bahwa ekstrak metanol daun sirih merah mengandung senyawa
flavonoid, minyak atsiri, alkaloid dan terpenoid.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak metanolik daun sirih merah
menghambat proliferasi sel kanker payudara manusia T47D dan sel kanker serviks
HeLa (Wicaksono dkk, 2009). Ekstrak metanolik daun sirih merah juga dilaporkan
memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker kolon WiDr (Wulandari, 2015).
Dalam penelitian ini, digunakan objek uji berupa kultur sel 4T1 yang merupakan
salah satu model sel kanker payudara yang memiliki karakteristik tertentu yaitu
kemampuan proliferasi yang cepat serta mampu bermetastasis. Penggunaan kultur
sel 4T1 ini bertujuan agar pengamatan migrasi sel dapat lebih mudah dilakukan.
Penelitian mengenai ekstrak daun sirih merah dalam menghambat metastasis pada
sel kanker payudara masih belum ditemukan dan merupakan suatu objek penelitian
4
yang baru dan cukup menarik. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian
yang dapat mengeksplorasi potensi antikanker ekstrak metanolik daun sirih merah
(EMDS) terhadap sel kanker payudara 4T1. Pengujian sitotoksisitas EMDS
dilakukan dengan menggunakan MTT assay. Uji migrasi sel dilakukan dengan
menggunakan scratch wound healing assay untuk mengetahui kemampuan EMDS
dalam menghambat migrasi sel kanker. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dalam rangka mengembangkan agen
alternatif untuk terapi kanker pada stadium lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak metanolik daun sirih merah (EMDS) memiliki aktivitas
sitotoksik terhadap sel kanker payudara 4T1?
2. Apakah ekstrak metanolik daun sirih merah (EMDS) mampu menghambat
migrasi sel kanker payudara 4T1?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengeksplorasi potensi daun sirih merah sebagai agen kemoprevensi
berbasis bahan alam yang digunakan dalam terapi kanker terutama pada stadium
lanjut.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak metanolik daun sirih merah (EMDS)
terhadap sel kanker payudara 4T1.
5
b. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak metanolik daun sirih merah
(EMDS) dalam menghambat migrasi sel kanker payudara 4T1.
D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi bahan alam yang berpotensi
sebagai agen kemoprevensi dalam pengatasan penyakit kanker, terutama dalam
terapi pengobatan kanker pada stadium lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan daun sirih merah sebagai agen kemoprevensi pada pengatasan
kanker payudara metastasis kuat. Hasil dari penelitian ini akan sangat bermanfaat
untuk menambah data ilmiah mengenai aktivitas sitotoksik serta kemampuan
ekstrak metanolik daun sirih merah dalam menghambat migrasi sel kanker
payudara 4T1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan kedalam jurnal
ilmiah sehingga bermanfaat sebagai acuan data untuk penelitian selanjutnya serta
dapat menjadi tambahan sumber informasi bagi masyarakat Indonesia mengenai
tanaman yang memiliki aktivitas antikanker.
E. Tinjauan Pustaka
1.
Kanker
Kanker adalah penyebab utama kematian di negara maju secara ekonomi dan
penyebab utama kedua kematian di negara berkembang (WHO, 2008). Kanker
merupakan penyakit yang dikarakterisasi oleh pertumbuhan tak terkendali dan
penyebaran sel yang abnormal. Pemicu kanker dapat disebabkan baik oleh faktor
eksternal (asap rokok, zat kimia, radiasi dan organism penginfeksi) maupun faktor
internal (mutasi genetik, hormon, sistem imun dan mutasi pada sistem metabolism).
6
Kanker terjadi akibat adanya sel yang kehilangan kontrol genetik dan bertindak
sebagai aberrant precursor. Sel ini kemudian tumbuh dan berkembang, sehingga
populasi sel meningkat. Sel kanker tumbuh secara tidak beraturan dan menjadi
berbeda dengan sel normal (Gonzalez, 2005).
Berdasarkan perilaku klinis kanker (neoplasma) dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu benign (jinak) dan malignant (ganas). Klasifikasi ini
didasarkan pada sifat biologis tumor yang ditentukan oleh derajat diferensiasi tumor
dan kecepatan tumbuh sel. Benign atau tumor jinak memiliki kecepatan
pertumbuhan lambat sedangkan malignant memiliki kecepatan pertumbuhan yang
sangat tinggi. Malignant sering disertai invasi dan metastasis sehingga sering
disebut kanker (Lodish dkk, 2000). Kanker atau disebut juga karsinoma disebabkan
oleh rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme
pertumbuhan dan diferensiasi sel yang diatur oleh gen, sehingga diduga kuat bahwa
faktor genetik merupakan pencetus utama terjadinya kanker (Maliya, 2004).
Menurut Hanahan dan Weinberg (2011), sel kanker secara genotif
mempunyai ciri-ciri yang menyebabkan pertumbuhannya bersifat malignant dan
merupakan manifestasi dari enam perubahan esensial fisiologi sel, yaitu [1]
mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya
sendiri; [2] tidak sensitif terhadap sinyal antipertumbuhan; [3] mempunyai
kemampuan untuk menghindari program apoptosis; [4] mempunyai kemampuan
untuk mengadakan replikasi yang tidak terbatas; [5] memiliki kemampuan
angiogenesis sehingga mampu bertahan hidup; [6] mampu mengadakan invasi ke
jaringan sekitarnya dan membentuk metastasis (Hanahan dan Weinberg, 2011).
7
Pada dasarnya sinyal pertumbuhan diperlukan oleh sel-sel normal untuk
melakukan proliferasi, dengan demikian sel-sel normal tidak dapat berkembang
tanpa adanya rangsangan sinyal ini. Sinyal pertumbuhan dalam melakukan aksinya,
akan ditransmisikan ke dalam sel melalui reseptor transmembran yang mengikat
molekul tertentu seperti diffusible growth factor, komponen matriks ekstraselular
dan molekul adhesi antar sel. Sel kanker dapat memproduksi faktor pertumbuhan
sendiri. Sel kanker tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar
untuk melakukan proliferasi yang disebabkan oleh beberapa onkogen dalam sel
kanker beraksi seperti sinyal pertumbuhan dalam sel normal. Pada sel kanker,
ekspresi reseptor transmembran juga berlebihan yang menyebabkan sinyal
pertumbuhan menjadi lebih responsif, sehingga pertumbuhan sel kanker menjadi
tak terkendali (Hanahan dan Weinberg, 2011).
2.
Kanker Payudara dan Sel 4T1
Kanker payudara merupakan kanker yang menginvasi jaringan payudara.
Kanker payudara sebagian besar ditandai dengan adanya benjolan tunggal,
konsistensi keras dan padat, batasan tegas, diameter benjolan kurang dari 5 cm,
bebas dari dasar dan permukaan kulit (Tambunan, 2003). Deteksi kanker payudara
dapat dilakukan dengan mammogram yang dapat mendeteksi tumor secara dini
(Dollinsky, 2002). Kanker payudara merupakan penyakit degeneratif yang jumlah
penderitanya terus meningkat. Secara global, kanker payudara merupakan kanker
yang paling sering terjadi pada wanita dengan perkiraan kejadian sebanyak 1,38
juta kasus baru per tahun (Eccles, 2013). Pada tahun 2012, sebanyak 1,7 juta wanita
didiagnosis menderita kanker payudara. Sejak tahun 2008, kejadian kanker
8
payudara telah meningkat lebih dari 20%, sedangkan angka kematian telah
meningkat sebesar 14% (IARC, 2013). Kanker payudara merupakan kanker yang
menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar
sehingga tergolong sebagai karsinoma. Kanker payudara dapat terjadi karena
kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik akibat paparan radiasi
yang berlebihan serta mutasi gen BRCA1, BRCA2 dan p53 (Pusztai dkk, 1996).
BRCA1 dan BRCA2 merupakan gen yang bertanggung jawab dalam mengkode
protein yang terkait dalam perbaikan kerusakan DNA dan kontrol integritas genom.
Klasifikasi kanker payudara saat ini telah berkembang dan tidak hanya berupa
kanker payudara ER dan HER2/neu positif atau negatif. Beberapa di antaranya
adalah Luminal A yaitu kanker payudara dengan skor estrogen receptor (ER) lebih
dari 200, Luminal B untuk kanker payudara dengan skor ER antara 11 sampai 199
tetapi negatif HER-2/neu, ERBB2 positif untuk kanker payudara dengan skor ER
kurang dari 10 tetapi positif HER-2/neu, Luminal dan human epidermal growth
factor-2 (HER-2) hybrid bila ER dan HER-2/neu positif dan yang terakhir adalah
triple negative breast cancer (TNBC) dimana ketiga marker prognostik ER,
progesterone receptor (PR), dan HER-2/neu tidak diekspresikan (Bhargava dkk,
2010). Dilaporkan, pada kanker payudara dengan karakteristik TNBC sering terjadi
kegagalan dalam kemoterapi (Mehta dkk, 2013). Saat ini terdapat tata laksana terapi
pengobatan yang telah berhasil pada pasien kanker payudara tipe reseptor steroid
dan HER-2 positif. Akan tetapi, 15-20 % pasien kanker payudara yang memiliki
karakteristik TNBC mengalami kemoterapi yang agresif, meskipun tanpa
keberhasilan yang signifikan (Bauer dkk, 2007). Dilaporkan sebagian besar pasien
9
kanker payudara yang mengekspresikan fenotip TNBC bersifat metastatik (Ma dkk,
2012).
Sel kanker payudara 4T1 merupakan salah satu model sel kanker payudara
yang memiliki kemampuan metastasis secara efisien pada tempat yang dipengaruhi
oleh kanker payudara. Sel kanker payudara 4T1 berasal dari jaringan epitelial
kelenjar payudara tikus galur BALB/cfC3H. Sifat dari sel 4T1 adalah agresif,
metastatik kuat, imunogenik rendah dan mewakili karakteristik yang menyerupai
kanker payudara stadium IV pada manusia (Zwolac, 2008) serta resisten terhadap
6-thioguanin. Sel 4T1 mampu bermetastasis pada beberapa organ yang dipengaruhi
oleh kanker payudara meliputi paru-paru, hepar, otak dan tulang. Selain itu, sel
kanker payudara 4T1 merupakan ER, PR dan HER-2/neu negatif sehingga
menggambarkan fenotip TNBC (Mehta dkk, 2013).
Sel kanker payudara 4T1 telah digunakan untuk menguji efikasi terapi dan
mekanisme molekuler dari agen kemoterapi yang relevan terhadap manusia (Gao,
2011). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa sel 4T1 mampu bermetastasis
melalui sistem limfatik sebaik ketika melalui sistem pembuluh darah (Eckhardt,
2005). Sel 4T1 mengekspresikan beberapa gen yang berkaitan dengan pergerakan
sel, signaling sel, pertumbuhan sel, proliferasi dan kematian serta interaksi antarsel
yang dikategorikan berdasarkan lokasi dan fungsi selulernya. Di antara gen-gen
tersebut terdapat sejumlah gen-gen penting yang terlibat dalam adesi sel, migrasi
sel, angiogenesis, dan modifikasi matriks ekstraseluler; fungsi sitoskeleton;
proliferasi sel, apoptosis dan kelangsungan sel; metabolisme seluler; serta inflamasi
dan respon imun.
10
Gambar 1. Sel kanker payudara 4T1
3.
Migrasi Sel dan Metastasis
Migrasi sel merupakan fenomena kompleks yang memerlukan koordinasi
sejumlah proses seluler. Migrasi sel berperan penting dalam berbagai jenis
fenomena biologis. Pada tumor, sel-sel mudah bergerak dari masa tumor primernya
dan mampu membentuk koloni baru di tempat lain dalam tubuh karena kemampuan
invasi dan metastasis yang dimilikinya. Migrasi sel merupakan proses yang sangat
penting dalam proses invasi, yang memungkinkan tumor primer untuk
bermetastasis. Invasi sel kanker membutuhkan migrasi kemotaksis sel kanker yang
dikendalikan oleh aktivitas protrusif membran sel dan perlekatannya pada matriks
ekstraseluler. Pada adenocarcinoma, migrasi sel kanker dan invasi pada jaringan
yang berdekatan serta intravasasi menuju pembuluh darah atau limfa merupakan
hal yang esensial (Chambers dkk, 2002).
Migrasi sel dan invasi dipicu oleh sejumlah kemoatraktan. Ketika berikatan
dengan reseptor permukaan sel, kemoatraktan menstimulasi jalur signaling
intraseluler yang mengatur pembentukkan aktin sitoskeleton. Tahapan awal dari
migrasi sel adalah protrusi atau penonjolan membran sel membentuk lamellipodia.
11
Tahap ini dikendalikan oleh polimerisasi aktin yang terlokalisasi (Pollard dkk,
2003) dan dapat terjadi dalam merespon sinyal kemotaksis (DesMarais dkk, 2005).
Lamellipodia atau kaki semu merupakan pemicu utama migrasi sel. Lamellipodia
memiliki peranan penting dalam mengendalikan migrasi sel dengan melekat pada
substrat dan mendorong sel bergerak ke depan. Sel kanker dapat bergerak secara
perlahan melalui serat matriks ekstraseluler ke pembuluh darah pada tumor primer
menggunakan lamellipodia (Condeelis dkk, 2003). Lamellipodia mengandung
susunan dendritik filamen aktin dan molekul-molekul yang mengontrol
polimerisasi dan depolimerisasi filamen aktin (Nicholson, 2005).
Terdapat banyak mekanisme atau jalur yang memerantarai migrasi sel dan
metastasis. Jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK) signaling merupakan
salah satu jalur yang mempengaruhi regulasi migrasi sel. Aktivasi jalur MAPK
distimulasi oleh EGF melalui modulasi signaling protein Ras, Raf, MEK1/2 dan
Erk. Aktivasi jalur MAPK mampu meregulasi pembentukkan focal adhesion serta
pembentukkan mikrotubulus dan filament aktin yang berperan dalam persebaran
sel, pemanjangan lamellipodia dan pelepasan ekor selama migrasi sel (Huang,
2004). Salah satu jalur signaling yang juga mempengaruhi pembentukkan
lamellipodia adalah jalur phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K). Jalur signaling
PI3K berkaitan dengan regulasi proliferasi sel, angiogenesis dan metastasis pada
berbagai jenis sel kanker termasuk kanker payudara. Aktivasi jalur PI3K dan
downstream-nya dilaporkan mampu meningkatkan kemampuan metastasis dengan
memodulasi motilitas dan invasi sel kanker (Lee, 2010). Aktivasi jalur PI3K oleh
EGF akan mengaktifkan ekspresi protein-protein yang berperan dalam proses
migrasi sel, yang mana bila teraktivasi akan memicu polimerisasi aktin serta
12
menginisiasi protrusi lamellipodia sehingga proses migrasi sel dapat terjadi
(Yamaguchi, 2007).
Ketika sel kanker telah mencapai pembuluh darah melalui migrasi
kemotaksis, maka sel kanker akan memasuki bagian dalam pembuluh darah dan
menyebar menuju organ lain. Proses ini disebut intravasasi dimana sel kanker
melakukan penetrasi membran dasar matriks ekstraseluler yang mengelilingi
dinding pembuluh darah. Epidhermal growth factor (EGF) dilaporkan memiliki
keterkaitan dalam invasi dan metastasis sel kanker payudara (Wang, 2004). EGF
merupakan suatu kemotaksis yang penting, yaitu sebagai faktor induksi
lamellipodia pada sel kanker payudara dan aktivasi jalur signaling EGF yang secara
langsung berkorelasi dengan peningkatan invasi, intravasasi dan metastasis (Xue
dkk, 2006). EGF berperan dalam memicu pembentukkan filamen aktin yang akan
menginduksi polimerisasi aktin dan berujung pada protrusi lamellipodia.
Metastasis pada sel tumor adalah penyebaran sel-sel malignant dari sel tumor
primer ke jaringan atau organ tubuh lain. Metastasis memiliki beberapa tahapan dan
merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Proses metastasis diawali dengan
terlepasnya sel-sel tumor primer yang kemudian bermigrasi dan menginvasi
jaringan disekitarnya dan selanjutnya masuk ke pembuluh darah dan mencapai
jaringan tertentu untuk membentuk tumor sekunder (Geho dkk, 2005). Secara
umum mekanisme metastasis dimulai dengan terlepasnya sel-sel kanker dari koloni
sel tumor primernya lalu memisahkan diri dan membentuk sub koloni sel yang
bersifat metastatik. Sel-sel tersebut kemudian menempel pada membran dasar
Extracellular Matrix (ECM) dan menginvasi ECM dengan mendegradasi
komponen ECM yang difasilitasi oleh adanya kemoatraktan. Sel-sel kanker yang
13
melewati ECM dapat bermigrasi baik secara tunggal maupun kolektif. Setelah sel
kanker berhasil menginvasi ECM sampai pada membrane pembuluh darah, sel
kemudian melakukan intravasasi ke pembuluh darah. Sel kanker yang telah masuk
ke pembuluh darah kemudian dapat berpindah mengikuti aliran pembuluh darah
dan menetap pada dinding pembuluh darah pada jaringan tertentu dimana sel kanker
tersebut akan melakukan ekstravasasi. Selanjutnya pada jaringan tersebut sel akan
berangiogenensis dan tumbuh membentuk tumor sekunder baru (Geiger dan
Peeper, 2009).
Proses metastasis melibatkan berbagai tahapan hingga dapat membentuk
suatu tumor sekunder. Proses metastasis diawali dengan pelepasan sel-sel tumor
dari tumor primer, kemudian menempel pada komponen matriks melalui reseptor
pada permukaan sel tersebut. Setelah itu, sel tumor mensekresikan enzim hidrolisis
yang dapat mendegradasi matriks sehingga sel dapat bermigrasi melalui bagian
matriks yang termodifikasi oleh proteolisis (Liotta dkk, 1977 dalam Bozzuto dkk,
2010). Setelah itu, sel berintravasasi ke pembuluh darah atau limfa kemudian
menyebar melalui sistem aliran darah dan limfa. Hingga akhirnya sel tumor
berekstravasasi dan tumbuh menjadi tumor sekunder pada area yang baru (Bozzuto
dkk, 2010). Penghambatan proses migrasi sel tumor merupakan hal sangat krusial
dalam upaya terapi dan penghambatan penyebaran kanker terutama yang bersifat
metastasis.
Oleh karena itu, penelitian mengenai
pengembangan
agen
kemoprevensi yang mampu menghambat migrasi sel kanker menjadi sangat penting
untuk dilakukan.
Sejauh ini, terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
aktivitas penghambatan migrasi dan metastasis senyawa-senyawa tertentu pada
14
beberapa jenis sel. Dari senyawa-senyawa yang telah diuji tersebut, beberapa
diantaranya adalah senyawa dari golongan flavonoid dan alkaloid. Flavonoid
merupakan golongan senyawa polifenol dengan bobot molekul rendah, yang
tersebar luas pada tanaman dan memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi
yang kuat seperti menghambat produksi molekul pro-inflamator, menghambat
migrasi sel dan aktivasi endotelial (Middleton dkk, 2000). Huang (2005)
melaporkan bahwa senyawa golongan flavonoid seperti luteolin dan quersetin
mampu menekan ekspresi dan fosforilasi FAK serta ekspresi MMP-9 secara in vitro
yang dapat memicu penekanan potensi invasif dan migrasi sel. Penelitian lain
menyebutkan tangeretin, suatu senyawa golongan flavonoid mampu menghambat
proliferasi dan migrasi sel otot halus aorta tikus yang terstimulasi PDGF-BB
melalui penghambatan aktivasi jalur PI3K/Akt (Seo, 2011). Sedangkan senyawa
flavonoid lain yaitu apigenin mampu menghambat migrasi sel yang dimediasi oleh
MAPK serta menghambat polimerisasi aktin pada sel otot halus kandung kemih
manusia (Liu, 2011). Wang (2010) juga melaporkan senyawa flavonoid baicalein
dapat menekan adhesi, migrasi dan invasi sel kanker payudara MDA-MB-231
melalui penghambatan jalur signaling MAPK.
Selain senyawa flavonoid, beberapa jenis senyawa alkaloid juga
dilaporkan memiliki aktivitas penghambatan metastasis dengan menghambat
migrasi sel. Piperin, suatu senyawa golongan alkaloid terbukti memiliki aktivitas
penghambatan metastasis. Dilaporkan, piperin mampu menghambat pertumbuhan
serta migrasi sel kanker payudara 4T1 melalui penghambatan fosforilasi Erk secara
in vitro dan in vivo (Lai, 2012). Senyawa berberin, yang juga merupakan golongan
alkaloid dilaporkan mampu menekan proliferasi, adhesi, migrasi sel dan invasi sel
15
kanker payudara MDA-MB-231 melalui downregulasi jalur signaling Akt (Kuo,
2012).
4.
Kemoprevensi
Kemoprevensi merupakan usaha penggunaan senyawa alami maupun sintetik
untuk mencegah berkembangnya kanker atau untuk mengurangi risiko terkena
kanker. Mekanisme senyawa kemoprevensi dalam pencegahan kanker diantaranya
adalah: berperan dalam menghambat pembelahan sel kanker, mencegah interaksi
antara senyawa karsinogenik dengan molekul DNA, dan menginduksi kerja enzim
yang berperan dalam detoksifikasi senyawa karsinogenik di dalam tubuh (McLellan
dkk, 1994). Senyawa kemoprevensi dibagi menjadi dua kategori yaitu blocking
agent dan suppressing agent. Blocking agent mencegah karsinogen mencapai target
aksinya, baik melalui penghambatan aktivasi metabolisme atau menghambat
interaksi dengan makromolekul seperti DNA, RNA atau protein. Supressing agent
menghambat pembentukkan malignant dari sel yang telah terinisiasi pada tahap
promosi atau progesi (Surh, 1999).
Kemoprevensi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu primer, sekunder dan
tersier. Kemoprevensi primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap
pre-malignant.
karsignogenesis
Kemoprevensi
pada
tahap
sekunder
awal
adalah
malignant.
usaha
pencegahan
Sedangkan
usaha
saat
untuk
meminimalkan risiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignant primer
adalah kemoprevensi tersier (Sharma, 2000).
16
5.
Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) merupakan salah satu dari jenis
famili Piperaceae. Sirih merah adalah tanaman asli Peru, Amerika Selatan (Graf,
1992). Tanaman sirih merah merupakan tanaman yang mudah untuk diperbanyak
dengan stek dan tidak perlu perlakuan khusus ketika mengembang biakannya (Indri
dkk, 2008).
Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monochlamydeae
Bangsa
: Piperales
Suku
: Piperaceae
Genus
: Piper
Jenis
: Piper crocatum
(Duryatmo, 2005)
Gambar 2. Tanaman sirih merah
17
Tumbuhan merambat atau menjalar, panjangnya dapat mencapai sekitar 5-10
m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8 cm, pada
setiap buku tumbuh satu daun. Daun tanaman ini tunggal, kaku dan berseling.
Bentuk daun menjantung, membulat telur dan melonjong. Tanaman sirih merah
dapat tumbuh dengan baik di tempat teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar
matahari agar warna merah daunnya tidak menjadi pudar, buram dan kurang
menarik (Sudewo, 2005). Sirih merah juga dikenal sebagai tanaman hias yang
eksotis. Selain itu, tanaman ini diketahui bermanfaat untuk mengobati berbagai
macam penyakit. Sirih merah secara empiris dapat digunakan untuk mengobati
asam urat, diabetes, hipertensi, kanker payudara, peradangan, hepatitis, ambeien,
tukak lambung, batuk, luka dan lain-lain. Pemanfaatan sirih merah dilakukan
dengan cara mengkonsumsi daunnya, atau diekstrak terlebih dahulu untuk
mengambil bahan aktifnya (Sudewo, 2005).
Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah meliputi
alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri dan flavonoid (Manoi, 2007; Hartini dkk,
2013). Senyawa flavonoid, alkaloid, dan tanin yang terdapat dalam daun sirih
merah belum diketahui jenis golongannya dan hanya sebatas data fitokimia belum
berdasarkan jumlah totalnya. Selain itu, penelitian terdahulu oleh Hartini (2014)
telah mengisolasi senyawa aktif fraksi dari ekstrak metanolik daun sirih merah
berupa neolignan. Daun sirih merah secara empiris memiliki banyak fungsi,
diantaranya untuk mengobati diabetes melitus, asam urat, hipertensi, kanker
payudara, peradangan (hepar dan prostat), hepatitis, kadar kolesterol, mencegah
stroke, dan lain-lain (Werdhany dkk, 2008). Daun sirih merah secara tradisional
telah digunakan di Indonesia untuk mengobati beberapa jenis penyakit termasuk
18
kanker payudara (Manoi, 2007). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa daun sirih
merah mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara (Wicaksono dkk,
2009), aktivator enzim glukosa oksidase (Agustanti, 2008) dan antiinflamasi
(Fitriyani, 2011). Aktivitas antikanker daun sirih merah ini telah dibuktikan secara
ilmiah melalui uji sitotoksik ekstrak metanol daun sirih merah terhadap sel kanker
payudara (T47D) dengan perolehan nilai IC50 yaitu 44 μg/ml. Mekanisme aktivitas
daun sirih merah sebagai antikanker pada sel T47D ini melalui penghambatan
fosforilasi p44/p42 yang berkaitan dengan pertumbuhan sel dan target yang penting
untuk terapi antikanker (Wicaksono dkk, 2009). Penelitian lain juga menyebutkan
bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek antiproliferatif dan
menginduksi apoptosis pada sel HeLa CCL-2 melalui peningkatan level ROS,
ekspresi caspase-3, ekspresi NF-κB dan penurunan ekspresi HSP70 (Wicaksono
dkk, 2013).
G. Landasan Teori
Daun sirih merah secara tradisional telah banyak digunakan untuk mengobati
berbagai macam penyakit termasuk kanker payudara. Ekstrak daun sirih merah
terbukti memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa jenis sel kanker. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak metanolik daun sirih merah memiliki
aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D melalui penghambatan
fosforilasi p44/p42 yang berkaitan dengan pertumbuhan sel dan target penting
dalam terapi kanker. Ekstrak etanolik daun sirih merah juga dilaporkan memiliki
efek antiproliferatif dan mampu menginduksi apoptosis pada sel kanker serviks
19
HeLa. Sehingga diduga, ekstrak metanolik daun sirih merah memiliki aktivitas
sitotoksik terhadap sel kanker payudara 4T1.
Migrasi sel merupakan proses yang sangat penting dalam proses invasi, yang
dapat memungkinkan terjadinya proses metastasis sel kanker, dimana merupakan
penyebab utama kematian pada pasien kanker terutama pada kanker payudara. Pada
tahap ini, sel kanker bermigrasi serta menginvasi jaringan-jaringan tertentu
sehingga menyebabkan kanker menjadi lebih sulit untuk disembuhkan. Daun sirih
merah dilaporkan mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Hasil penelitian
terdahulu melaporkan bahwa senyawa flavonoid mampu menghambat migrasi sel
dan menghambat metastasis pada kanker paru dengan mengganggu interaksi
endotelium sel kanker. Selain itu, senyawa alkaloid dilaporkan mampu
menghambat migrasi sel kanker payudara melalui penghambatan jalur signaling
PI3K/Akt dan Erk/MAPK. Oleh karena itu, diharapkan ekstrak metanolik daun sirih
merah mampu menghambat migrasi sel kanker payudara 4T1.
H. Hipotesis
1. Ekstrak metanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik terhadap sel kanker
payudara 4T1.
2. Ekstrak metanolik daun sirih merah mampu menghambat migrasi sel kanker
payudara 4T1.
Download