BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA, 2001). Penelitian penyakit epidemiologi alergi dapat memperlihatkan diobservasi mulai bahwa dari waktu lahir sampai kematian. Penampakkan dan lokalisasi jenis alergi akan berbeda-beda pada setiap pasien, salah satunya adalah tergantung dari umur pasien. Misalnya, bayi umur 1 bulan seperti eksema penyakit alergi. sering yang Pada terdapat merupakan tahun-tahun kelainan tanda awal pertama kulit adanya usia anak kadangkala terdapat serangan batuk kronik yang berulang atau mengi, itu juga merupakan suatu tanda penyakit alergi. Allergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan allergen ingestan, sedangkan allergen inhalasi lebih berperan dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe 1 2 I pada telinga, hidung, tenggorokan akan jarang ditemukan pada anak usia 4 tahun (Akib et al., 2010). Prevalensi rinitis di dunia saat ini mencapai 1025% atau lebih dari 600 juta penderita dari seluruh etnis dan usia. Rinitis alergi merupakan penyakit kronik yang umum terjadi pada anak-anak, lebih dari 40% anak yang terkena. Rinitis alergi pada umumnya tidak mengancam keselamatan alasan jiwa, terbesar rinitis alergi tetapi yang kunjungan ke sangat pasti masih spesialis luas, menjadi anak. termasuk Dampak dampak pada keuangan yang signifikan (Todd, 2005). Klasifikasi yaitu rinitis ,rinitis occasional persisten alergi allergic alergi dibagi intermiten rhinitis) dua (seasonal-acute- dan (perennial-chronic-long menjadi rinitis duration alergi rhinitis) (Akib et al., 2010). Pengelolaan rinitis alergi terpenting adalah menghindari pajanan terhadap alergen yang dicurigai. Pilihan pengobatan selain menghindari pajanan termasuk juga farmakoterapi dengan menggunakan obat antihistamin H-1 generasi 2 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama derajat berat pengobatan dengan rinitis kombinasi alergi atau bila kortikosteroid. Bila 3 dengan terapi tersebut tidak membaik bisa dilakukan imunoterapi (Nelson, 2004). Penyebab terjadinya alergi pada anak salah satunya adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kelainan genetik sebagai letaknya telah satu faktor nampaknya faktor dicoba intrinsik untuk ekstrinsik sering telah diteliti dipetakan. adalah mencetuskan Sedang faktor dan salah lingkungan, kekambuhan penyakit. Faktor lingkungan yang sangat berperan adalah alergen hidup, yaitu terutama tungau debu rumah (TDR). 1.2 PERUMUSAN MASALAH Rinitis merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi pasien dari semua kelompok umur dan etnik. Rinitis alergi menimbulkan disabilitas di seluruh mempengaruhi kehidupan kesakitan dunia. sosial, mayor Rinitas tidur dan dan alergi aktivitas sekolah yang juga akan berpengaruh pada segi ekonomi. Tungau alergen debu hidup rumah yang (TDR) paling merupakah penting salah sebagai satu pencetus dermatitis atopik (DA). Sumber TDR paling banyak adalah pada debu tempat tidur. Sebagian besar waktu seseorang (6-8 jam sehari) berada di tempat tidur, sehingga hal 4 ini akan memperbesar kesempatan seseorang penderita DA terpapar dengan alergen TDR. Berdasarkan latar belakang di atas timbul masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : HUBUNGAN ANTARA SENSITISASI KUTU DEBU RUMAH DENGAN TIPE RINITIS ALERGI PADA ANAK. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara sensitisasi kutu debu rumah dengan tipe rinitis alergi pada anak. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Mendapatkan gambaran sensitisasi kutu debu rumah 2. Mendapatkan gambaran tipe rinitis alergi pada anak 3. Mengetahui hubungan antara sensitisasi kutu debu rumah dengan tipe rinitis alergi pada anak. 1.4 KEASLIAN PENELITIAN Peneliti Sampel Metode Hasil Harsono Pasien Deskriptif dkk yang crossectional (2007) berobat ke adalah tungau poliklinik debu rumah alergi Alergen hirup paling banyak Jenis kelamin 5 imunologi laki-laki lebih anak rumah banyak terpapar sakit Dr. Cipto Mangunkusu mo (19972005) Bousquet Pasien dkk yang rhinitis alergi (2005) berobat ke mild intermiten THT atau Crossectional 10% pasien 14% pasien spesialis rhinitis alergi alergi mild persisten 17% rhinitis alergi moderate intermiten 59% rhinitis alergi moderate persisten Lebih dari 50% pasien rhinitis desebabkan kutu 6 debu rumah atau serbuk sari Penelitian yang berhubungan dengan masalah ini sebelumnya pernah diteliti oleh Harsono G, dkk (2007) yang berjudul ” Faktor Yang Diduga Menjadi Resiko Pada Anak Dengan Rinitis Alergi di RSU DR. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta”. Metode yang digunakan adalah deskriptif crossectional berdasarkan catatan rekam medik seluruh pasien yang berobat ke poliklinik alergi imunologi Mangunkusumo anak rumah (RSCM)Jakarta sakit tahun 1997 Dr. Cipto sampai dengan tahun 2005. Faktor risiko yang dikaji dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, riwayat atoni pada pasien dan keluarga, kadar IgE serum total, jumlah eosinofil serum total dan alergen makanan serta hirup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki ditemukan lebih banyak menderita rinitis alergi (62%) dibandingkan anak perempuan (38%). Riwayat atopi pada keluarga ditemukan dengan urutan proporsi terbesar pada ibu dan selanjutnya ayah, kakek, saudara kandung dan nenek, peningkatan IgE serum total ditemukan pada 88,57%, pasien. Anak berusia 1-5 tahun paling banyak mengalami, peningkatan IgE serum total yaitu sebesar 7 48,57% dari seluruh pasien. Peningkatan jumlah eosinofil darah juga ditemukan pada 80% pasien. Uji kulit tusuk terhadap alergen makanan dari 25 pasien didapatkan hasil positif terbanyak pada udang. Sedangkan alergen hirup yang teridentifikasi positif pada uji kulit tusuk ditemukan terbanyak pada tungau debu rumah. Pada penelitian ini hanya meneliti jumlah alergen yang ada pada pasien rinitis alergi tanpa dilakukan pengelompokan berdasarkan tipe rinitis alergi sedangkan penelitian yang sekarang menghubungkan antara alergen kutu debu rumah yang merupakan hasil alergen terbanyak penelitian sebelumnya dengan tipe rinitis alergi. Pada penelitian Bousquet, dilakukan diagnosis rinitis alergi yang didasarkan skor untuk rinitis alergi (SFAR)> or=7 pada 591 pasien yang berobat ke THT atau spesialis alergi dan diambil 502 subjek sebagai kontrol. Pasien diklasifikasikan menurut empat kelas ARIA (intermiten ringan, persisten ringan, intermiten sedang/berat, dan persisten sedang/berat). Dilakukan uji tusuk kulit atau IgE spesifik dan pemeriksaan comorbiditas berdasarkan ARIA. Hasil yang diperoleh yaitu, 10% pasien intermiten ringan, 14% persisten ringan, 17% intermiten sedang/berat, dan 59% persisten 8 sedang/berat. Kebanyakan pasien dengan rinitis alergi intermiten memiliki sensitisasi terhadap serbuk sari, tapi 5% memiliki sensitisasi terhadap kutu debu rumah. Lebih dari 50% pasien dengan rhinitis alergi persisten yang alergi terhadap serbuk sari atau kutu debu rumah. Pada penelitian ini hanya mengetahui tipe rhinitis alergi serta allergen terbanyak yang terjadi pada penderita rhinitis alergi sedangkan penelitian sekarang menghubungkan antara tipe rhinitis alergi dengan allergen terbanyak. 1.5 MANFAAT PENELITIAN 1.5.1 Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang sensitisasi kutu debu rumah dengan tipe rinitis alergi pada anak. 1.5.2 Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi khazanah ilmu pengetahuan pendidikan terutama dalam yang menambah berhubungan dengan kejadian alergi pada anak. 1.5.3 Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan yang positif bagi masyarakat dalam 9 menanggulangi dan mencegah penyakit alergi pada anak, serta dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kebersihan di rumah. 1.5.4 Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi mahasiswa selanjutnya yang akan meneliti lebih mendalam mengenai masalah tersebut.