"Segitiga Terumbu Karang (coral triangel)" PRODI ILMU KELAUTAN

advertisement
"Segitiga Terumbu Karang (coral triangel)"
Mata Kuliah
Ilmu dan Pegelolaan Terumbu Karang
Disusun oleh :
Desiana Wahyu K.
115080600111032
Putu Winny Ratu P.
115080601111020
Salmana W.
115080600111022
Mamik Melani
115080600111033
Silvi Fitria
115080613111009
Kelas : I03
PRODI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
kehadirat
Allah
SWT
yang
telah
memberikan
rahmad
serta
perlindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas paper Ilmu dan Pengelolaan
Terumbu Karang
yang berjudul ”Segitiga Terumbu Karang (coral triangel)”. Penulisan
makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dari dosen pada mata kuliah Mikrobiologi
Laut .
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dalam perbaikan-perbaikan kepenulisan ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga dapat terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan banyak memberikan informasi yang positif.
Malang, 25 September 2013
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
1 PENDAHULUAN ................................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 5
1.2 Rumusan masalah....................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 7
2.1 Pengertian Terumbu Karang........................................................................................ 7
2.2 Syarat Hidup Terumbu Karang .................................................................................... 7
2.3 Tipe Terumbu Karang .................................................................................................. 8
2.4 Kondisi Terumbu Karang Indonesia ............................................................................. 8
2.5 Manfaat Terumbu Karang ............................................................................................ 8
2.6 Ancaman Terumbu Karang .......................................................................................... 9
2.7 Alternatif Solusi Penyelamatan Terumbu Karang ....................................................... 10
3. PEMBAHASAN ............................................................................................................... 12
3.1 Pengetian Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) ................................ 12
3.2 Profil Negara Coral Triangle ...................................................................................... 13
a. Indonesia ................................................................................................................. 13
b. Malaysia................................................................................................................... 14
c. Papua Nugini............................................................................................................ 15
e. Kepulauan Solomon ................................................................................................. 17
f. Timor Leste ............................................................................................................... 17
3.3 Sejarah Awal dari Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) ................... 18
3.4 Ancaman bagi kawasan segitiga terumbu karang ..................................................... 19
3.4.1 Ancaman setempat dan dunia terhadap terumbu karang .................................... 20
3.4.2 Ancaman terhadap terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang ........... 22
3.4.3 Ancaman terhadap terumbu karang di kawasan segiiga terumbu karang ............ 24
1. Pembangunan pesisir .............................................................................................. 24
2. Pencemaran yang Berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) ................................... 24
3. Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut .................................................. 25
4. Penangkapan yang berlebih dan merusak ............................................................... 25
3.4.4 Ancaman terhadap terumbu karang pada masa depan ...................................... 26
3.4 struktur pengelolaan coral triangel initiative (CTI) ...................................................... 28
4. PENUTUP ....................................................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 30
4.2 Saran......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 31
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terumbu karang merupakan kelompok organisme yang hidup di dasar perairan laut
dangkal, terutama di daerah tropis (Kordi, 2010). Terumbu karang juga merupakan salah
satu dari komunitas dunia yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi, beragam secara
taksonomi dan bernilai estetis.Terumbu karang menyediakan habitat ekologis yang
menyokong kehidupan hewan dengan kepadatan tertinggi di bumi.Dari 34 film hewan,32
ditemukan hidup di terumbu karang. Diperkirakan terumbu karang menyokong antara 1
hingga 9 juta spesies dimana kurang dari 10% yang telah di identifikasi dan dideskripsikan
secara taksonomi.Terumbu karang juga merupakan habitat berbagai biota bernilai ekonomis
tinggi, seperti ikan, teripang, lobster, rumput laut, kima, kerang, siput, bulu babi dan lain-lain.
Sebagai habitat biota laut, kawasan ini merupakan salah satu sumber pangan dan obatobatan penting bagi kehidupan manusia.
Ekosistem terumbu karang adalah kekayaan yang tak ternilai, baik secara ekologi
maupun ekonomi. Namun ekosistem terumbu karang di perairan Indonesia termasuk yang
telah mengalami kerusakan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Pengambilan terumbu
karang, penangkapan ikan, kegiatan pariwisata dan berbagai aktivitas lainnya telah
menimbulkan dampak terhadap terumbu karang. Kerusakan terumbu karang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Kerusakan ini tentunya berpengaruh pada ekosistem
terumbu karang secara keseluruhan. Ekosistem terumbu karang merupakan daerah
pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), pembesaran (rearing ground),
dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai biota. Karena itu, kerusakan ekosistem
terumbu karang berpengaruh pada produksi perikanan dengan sendirinya kerusakan ini
berdampak secara ekologi dan ekonomi.
Dengan adanya permasalahan kerusakan di kawasan terumbu karang membuat
penyusunan paper ini kita arahkan kepada segitiga terumbu karang (coral triangel) yang
mana Indonesia merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle) dimana
terumbu karang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (mega
biodiversity). Tingginya keanekaragaman hayati tersebut tidak hanya disebabkan oleh letak
geografisnya yang strategis tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu variasi iklim
musiman, arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudera, serta
keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.
1.2 rumusan masalah
1. Apakah kawasan segitiga terumbu karang itu?
2. Apa yang menjadi ancaman bagi kawasan segitiga terumbu karang?
3. Apakah prakarsa segitiga terumbu karang?
4. Bagaimana struktur pengelolaan coral triangel initiative (CTI)?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengidentifikasi kawasan segitiga terumbu karang atau coral triangel
2. Dapat menemukan faktor-faktor yang dapat mengancam bagi kawasan terumbu
karang
3. Dapat mengetahui seluk beluk atau sejarah sehingga dapat terbentunya segitiga
terumbu karang
4. Dapat memahami pengelolaan yang dilakukan oleh CTI dalam mengelola kawasan
segitiga terumbu karang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Terumbu Karang
Terumbu adalah sebuah istilah secara umum menerangkan sebuah gundukan, atau
substrat keras, yang berkembang dan tumbuh menuju permukaan laut. Kerangka ini boleh
jadi diperoleh secara abiotik, dari batuan dasar, boulders, kerikil dan pasir, atau dalam istilah
terumbu buatan. Terumbu bisa juga dibangun secara biologi dari material skeleton dari
berbagai organisme, sebagian besar terdiri dari karang batu. Terumbu karang didefenisikan
sebagai struktur karbonat pada atau dekat permukaan laut dicirikan oleh sebuah kelimpahan
besar tumbuhan dan hewan berasosiasi dengan struktur terumbu, sebagaimana kecepatan
pertumbuhan produksi primer pada daerah perairan yang memiliki nutrien yang miskin.
Terumbu karang (coral reefs) merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut
yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu
dan algae berkapur. Ekosistem ini terdiri atas beragam biota asosiatif dan keindahan yang
mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai
nilai ekologis sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar,
serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut.
2.2 Syarat Hidup Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan komunitas yang unik di antara komunitas laut lainnya dan
mereka terbentuk seluruhnya dari aktivitas biologi. Pada dasarnya karang merupakan
endapan massive kalsium karbonat (kapur) yang diproduksi oleh binatang karang dengan
sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme lain penghasil kalsium karbonat.
Binatang karang ini masuk ke dalam phylum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia.
Terumbu karang tidak dapat hidup di air tawar atau muara ataupun hidup disemua tempat,
akan tetapi hidup di perairan laut yang memiliki syarat-syarat tertentu yaitu :
 Perairan yang bertemperatur di antara 18 - 30 oC
 Kedalaman air kurangnya dari 50 meter
 Salinitas air laut 30 – 36 per mil (‰)
 Laju sedimentasi relatif rendah dengan perairan yang relatif jernih
 Pergerakan air/arus yang cukup
 Perairan yang bebas dari pencemaran, dan
 Substrat yang keras.
2.3 Tipe Terumbu Karang
Berdasarkan bentuknya terumbu karang dibagi menjadi 3 yaitu 1) Fringing Reef
(terumbu karang tepi), yaitu terumbu karang yang tumbuh di tepi suatu pulau atau di tepi
sepanjang pantai yang luas menghadap lansung ke laut. 2) Barrier Reef (terumbu karang
penghalang), yaitu terumbu karang yang berkembang jauh dari pantai, dan antara terumbu
karang dan pantai terdekat dibatasi oleh sebuah lagoon. 3) Atoll adalah terumbu karang
berbentuk cincin atau terumbu karang berbentuk melingkar.
tipe terumbu karang yang lain adalah tipe patch reefs dan table reefs. Patch Self
adalah terumbu karang yang muncul pada dasar suatu lagoon dan merupakan terumbu
karang yang memiliki ciri-ciri sendiri yang dikelilingi oleh pasir atau substrat selain substrat
dari karang. Sedangkan table reefs menampakkan terumbu karang berukuran kecil yang
tumbuh dan berkembang di lautan luas/samudera yang tidak memiliki pusat pulau atau
lagoon, membentuk puncak pegunungan di dalam laut. Kehadiran dan kelansungan hidup
terumbu karang membutuhkan kondisi air yang jemih dan hangat untuk menopang
kelimpahan organisme di dalamnya. Kondisi ini menyebabkan terumbu karang hanya
ditemukan terbatas di perairan dangkal laut tropis.
2.4 Kondisi Terumbu Karang Indonesia
Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, jumlah pulaunya yang mencapai
sekitar 17.508 dan diperkirakan luas terumbu karangnya sekitar 60.000 km 2 membuat
negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Ditambah letaknya yang sangat
strategis, yaitu di sepanjang garis katulistiwa, diantara dua samudera Hindia dan Pasifik
serta diantara dua benua Asia dan Australia. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian
dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam
biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini bias hidup lebih dari 300 jenis karang,
yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean,
sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).
2.5 Manfaat Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam, yakni
sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingga terumbu karang
memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan
warna yang beraneka ragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan
dan daerah tujuan wisata. Selain itu dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak. Terumbu karang sangat bermanfaat bagi manusia
sebagai tempat pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, dan
tempat
keanekaragaman
hayati.
Secara
umum
manfaat
terumbu
karang
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

Fungsi pariwisata
Fungsi ini berkaitan dengan keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan
airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi.

Fungsi perikanan
Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan menangkap ikan di kawasan ini.

Fungsi perlindungan pantai
Jenis terumbu karang yang berfungsi untuk melindungi pantai adalah terumbu
karang tepi dan penghalang. Jenis terumbu karang ini berfungsi sebagai pemecah
gelombang alami yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa
perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut.

Fungsi biodiversity
Ekosistem ini mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang
tinggi. Terumbu karang ini dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi
untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat
tinggi.
2.6 Ancaman Terumbu Karang
Berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),
bahwa terumbu karang di Indonesia hanya 7 % yang berada dalam kondisi sangat baik, 24
% berada dalam kondisi baik, 29 % dalam kondisi sedang dan 40 % dalam kondisi buruk
(Suharsono, 1998). Diperkirakan terumbu karang akan berkurang sekitar 70 % dalam waktu
40 tahun jika pengelolaannya tidak segera dilakukan. Saat ini, ekosistem terumbu karang
secara terus menerus mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Beberapa aktivitas manusia yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan
terumbu karang diantaranya:
1. Menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida (potas), pembuangan
jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat tangkap muroami, penambangan
batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya. Aktivitas manusia yang secara
tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah sedimentasi
yang disebabkan aliran lumpur dari daratan akibat penggundulan hutan-hutan dan
kegiatan pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida yangberlebihan untuk
kebutuhan pertanian, sampah plastik dan lainnya.
Tabel 1. Aktivitas manusia terhadap terumbu karang beserta akibat yang ditimbulkannya
2. Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh karena
adanya faktor alam. Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai tsunami,
gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan
global yang menyebabkan pemutihan karang. Aktivitas alam yang menimbulkan
kerusakan ekosistem terumbu karang.
Tabel 2. aktivitas alam dan akibat yang ditimbulkan
3. Overfishing
Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah perlindungan
laut di atasnya dapat menghasilkan $12.000/km2/tahun jika penangkapan dilakukan
secara berkelanjutan. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan
racun dan bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif lainnya (seperti
penambangan karang, perusakan dengan jangkar, dan lain-lain) menghasilkan jauh
lebih sedikit keuntungan ekonomi.
2.7 Alternatif Solusi Penyelamatan Terumbu Karang
Ancaman terhadap terumbu karanag kian hari semakin serius. Oleh karena itu
diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar kelestarian terumbu karang tetap terjaga yang
pada akhirnya generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya terumbu
karang tersebut. Prinsip dasar yang harus dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang
secara lestari adalah sebagai berikut:
1. Melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi
atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang.
2. Mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan
program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat
setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan
upaya pelestarian lingkungan.
3. Mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,
pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.
3. PEMBAHASAN
3.1 Pengetian Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle)
Segitiga terumbu karang atau disebut juga “Coral Triangle” merupakan
wilayah
2
perairan di daerah tropis dengan luas 5,7 km yang meliputi 6 Negara diantarannya adalah
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste. Kawasan
Segitiga terumbu karang ini merupakan habitat sekaligus rumah bagi separuh dari seluruh
spesies karang. Dimana 76% adalah total jenis karang yang diketahui dan 37% dari jenis
karang pembentuk terumbu yang dikenali. Pemerintah dari masing - masing ke 6 Negara
bersama organisasi lingkungan dan penyandang dana, bersepakat dalam Inisiatif Segitiga
Karang atau Coral Triangle Initiative untuk menangani berbagai ancaman dengan tujuan
membentuk kelestarian terumbu karang, keberlanjutan perikanan dan ketersediaan pangan.
Alasan mengapa kawasan tersebut bernama Segitiga terumbu karang dikarenakan,
jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang di ke 6 negara tersebut
maka akan menyerupai bentuk segitiga. Itu sebabnya wilayah tersebut bernama “Coral
Triangle”.
Gambar 1. coral triangel
Penentuan kawasan Segitiga terumbu karang ini ditetapkan berdasarkan kriteria
penemuan lebih dari 500 jenis karang di dalam wilayah perairan dari masing – masing
Negara. Segitiga terumbu karang “Coral Triangle” juga disebut sebagai “Amazonnya Lautan”
yang merupakan pusat dari keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan laut yang ada di
bumi. Pada beberapa lokasi “Coral Triangle” memiliki lebih dari 600 jenis karang (≥ 75%
jenis karang yang telah diketahui), 53% terumbu karang dunia, 3.000 jenis ikan, dan
sebaran hutan bakau yang terbesar di seluruh dunia. Coral Triangle juga menyediakan
tempat pemijahan dan perkembangbiakan untuk ikan tuna yang merupakan supplier bahan
baku salah satu industri ikan tuna terbesar di dunia. Di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu
Karang, kira-kira 45% garis pantainya dilindungi oleh terumbu karang. Persentase tertinggi
garis pantai yang terlindung ini ada di Kepulauan Solomon (70%) dan Filipina (65%).
Indonesia merupakan kawasan segitiga terumbu karang yang memiliki terumbu
karang yang cukup baik diantaranya Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Berdasarkan
sebuah kajian ekologi yang dipimpin oleh The Nature Conservancy (TNC) dengan
melibatkan para ahli terumbu karang dan ikan dunia pada tahun 2002 ditemukan sekitar 537
jenis karang dan 1074 jenis ikan di kepulauan Raja Ampat. Jumlah jenis terumbu karang di
Raja Ampat tersebut merupakan 75% dari seluruh jenis terumbu karang dunia yang pernah
ditemukan. Beberapa kepulauan di Indonesia yang lain juga memiliki jenis karang cukup
tinggi adalah Kepulauan Derawan, Kaltim (444 jenis karang), Pulau Banda (330 jenis), Nusa
Penida, Komodo, Bunaken, Wakatobi dan Teluk Cendrawasih.
3.2 Profil Negara Coral Triangle
a.
Indonesia
Keanekaragaman hayati
Terumbu karang Indonesia memiki berbagai macam keanekaragaman hayati,
tercatat ada lebih kurang 590 spesies karang keras,76 yang mewakili lebih dari 95%
jumlah spesies yang tercatat di Pusat Segitiga Terumbu Karang. Di terumbu karang
Indonesia terdapat populasi ikan dan biota laut lain yang banyak dan beraneka
ragam dengan sedikitnya tercatat 2.200 spesies ikan karang di perairan Indonesia.
Dari 2.200 spesies ikan karang, hanya 197 spesies yang dianggap endemik yang
menunjukkan bahwa sebagian besar spesies mempunyai ruaya yang luas dan saling
berhubungan di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Indonesia juga
merupakan pusat keanekaragaman mangrove dan lamun di dunia, merupakan
tempat bagi seperlima hutan mangrove dunia dan ekosistem lamun yang luas.
Status
Menurut data pada survei COREMAP tahun 2007, terumbu karang Indonesia
dinilai sangat sehat. Dimana 21% sehat, 42% sedang, dan 34% buruk atau sangat
buruk berdasarkan ambang batas tutupan karang keras untuk hidup. Persentase
terumbu karang yang sehat dan sangat sehat berkurang dibandingkan dengan survei
yang dilakukan pertama kali pada tahun 2003.
Gambar 2. terumbu karang yang terancam di Indonesia
Pada tahun 2010, kenaikan suhu air laut yang tidak biasa menyebabkan
terjadinya pemutihan karang massal di seluruh Asia Tenggara yang berdampak pada
banyak terumbu karang di Indonesia. Daerah yang terkena paling parah adalah
sekitar Sumatera dan Sulawesi, dengan 80-90% terumbu karang mengalami
pemutihan di sekitar Aceh. Pemutihan tingkat rendah hingga sedang juga terlihat di
Jawa, Bali, Lombok, Papua Barat, dan Maluku.
b. Malaysia
Keanekaragaman hayati
Secara keseluruhan, kira-kira 540 spesies karang keras telah dikenali di
perairan Malaysia. Terumbu karang tersebut merupakan bagian dari biogeografi
Pusat Segitiga Terumbu Karang dan menyediakan keanekaragaman karang dan
ikan yang jauh lebih kaya dibanding daerah lain. Di seluruh Malaysia, terdapat
sedikitnya 925 spesies ikan penghuni terumbu karang. Banyak ikan karang tersebut
mendapat manfaat karena dekat dengan mangrove pantai, yang menyediakan
habitat dan perlindungan dari pemangsa, terutama selama tahap yuwana. Dari 73
spesies mangrove yang diketahui di dunia, 40 spesies dijumpai di Malaysia.
Status
Menurut survei keadaan terumbu karang yang dilakukan oleh Pemeriksaan
Terumbu Karang Malaysia pada awal 2010 pada 67 tempat yang tersebar di seluruh
Malaysia, terumbu karang di Semenanjung Malaysia mempunyai tutupan karang
keras hidup rata-rata 48% dan di Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak) rata-rata
35%. Pemutihan terumbu karang yang parah terjadi di sepanjang pantai timur
Semenanjung Malaysia, yang mengenai 75-90% terumbu karang.
Gambar 3. terumbu karang terancam di Malaysia
c. Papua Nugini
Keanekaragaman hayati
Papua Nugini memiliki tatatan khas, baik ekosistem darat maupun laut.
Sekitar 78% daratan utama tertutup oleh hutan alam ekosistem pesisir dan laut
mencakup padang lamun, hutan mangrove, dan lebih dari 14.500 km2 terumbu
karang (6% dari dunia). Sedikitnya 514 spesies karang keras tercatat di bagian utara
Papua Nugini, termasuk di pulau-pulau lepas pantai. Di Teluk Kimbe di pantai utara
Britania Baru, tercatat ada lebih dari 860 spesies ikan karang. Teluk Milne di ujung
timur daratan utama, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan sedikitnya
511 spesies karang keras1 dan lebih dari 1.100 spesies ikan karang.
Status
Terumbu karang di Papua Nugini belum diselidiki secara luas dan hanya
sedikit data tersedia dari laporan pemantauan jangka panjang. Namun, data yang
tersedia menyebutkan bahwa rata-rata tutupan karang keras sering kali lebih dari
40% meski data tersebut sangat beragam yang tergantung pada tempat, jenis
terumbu karang, dan kedalaman. Hal-hal yang tampaknya menjadi penyebab
penurunan tersebut adalah gabungan antara pemutihan karang (yang diamati pada
tahun 1997 - 2001), penambahan limpasan endapan dari daratan, dan ledakan
populasi bintang laut berduri pemakan karang. Keadaan terumbu karang meningkat
membaik antara tahun 2003 dan 2007 dengan tutupan karang bercabang mencapai
sebanyak 26%.
Gambar 4. terumbu karang yang terancam di Papua
d. Filiphina
Keanekaragaman hayati
Filipina memiliki daerah terumbu karang seluas 22.500 km2 yang merupakan
9% terumbu karang dunia dan menjadikannya negara dengan terumbu karang
terluas ketiga di dunia setelah Australia dan Indonesia. Semua jenis terumbu karang
ada di Filipina sebagian besar adalah terumbu karang tepi di sepanjang garis pantai
serta di beberapa daerah, terumbu karang penghalang, atol, dan takat. Dengan luas
dan beragamnya jenis terumbu karang yang ditambah dengan keberadaannya di
dalam pusat biogeografi Segitiga Terumbu Karang Secara keseluruhan hingga saat
ini tercatat ada 464 spesies karang keras, 1.770 spesies ikan karang dan 42 spesies
mangrove ada di Filipina.
Status
Kajian pada tahun 2004 menemukan bahwa terumbu karang yang dianggap
dengan keadaan sangat baik telah berkurang dari 5% pada tahun 1981 menjadi 1%,
dan terumbu karang dengan keadaan baik berkurang dari 25% pada tahun 1981
menjadi 5% pada tahun 2004. Survei yang dilakukan di tempat di seluruh Filipina
antara tahun 2002 dan 2004 menemukan bahwa kebanyakan tempat (94%) memiliki
tutupan karang hidup (karang keras dan lunak) dengan keadaan sedang atau buruk
(50% tutupan karang hidup) sedangkan 24 tempat dengan keadaan baik.
Gambar 5. terumbu karang yang terancam di Filipina
e. Kepulauan Solomon
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati laut dan kekayaan spesies Kepulauan Solomon
adalah salah satu yang paling tinggi di dunia. Jenis terumbu karang meliputi terumbu
tepi, takat, penghalang, goba, dan atol, dengan keseluruhan luas terumbu karang
hampir 6.750 km2. Survei tersebut juga mencatat 1.019 spesies ikan karang yang di
antaranya merupakan tambahan atas jumlah spesies yang sudah diketahui.141
Banyak diantara keanekaragaman ini dapat disebabkan oleh sangat beragamannya
jenis habitat dan keadaan lingkungan yang ditemukan di seluruh kepulauan ini yang
berkisar dari pertelukan yang terlindung, goba yang tertutup, terumbu karang
penghalang hingga hutan mangrove dan padang lamun.
Status
Dibanding dengan bagian lain dalam Kawasan Segitiga Terumbu Karang,
karang dan sumberdaya laut di Kepulauan Solomon tergolong dalam keadaan baik.
Pada tahun 2007, gempa bumi dahsyat dan tsunami menghantam Kepulauan
Solomon bagian barat. Di daerah yang terkena paling parah, karang menjadi patah,
terbalik, retak atau tertutup oleh endapan. Di beberapa tempat, pergeseran dasar
laut telah memindahkan karang dari tubir terumbu; dan di sejumlah tempat lain,
terumbu karang, lamun, dan mangrove yang sebelumnya terendam air terangkat dari
dalam air dan terpapar.
Gambar 6. terumbu karang yang terancam di Kepulauan Solomon
f. Timor Leste
Keanekaragaman Hayati
Sekitar 146 km2 terumbu karang tepi terletak di perairan pantai Timor-Leste
yang sebagian besar di sepanjang pantai utara dan sekitar dua pulau lepas pantai.
Terumbu karang di Timor-Leste belum diteliti dengan baik sehingga hanya ada
sedikit catatan tentang keanekaragaman hayatinya. Namun karena berada di dalam
Pusat Segitiga Terumu Karang, terumbu karang dan ekosistem pesisir lain seperti
mangrove mungkin memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi seperti negara lain
di kawasan ini. Mangrove dapat ditemukan terutama di sepanjang garis pantai utara
namun hutan mangrove di negara ini telah hilang 80% dalam kurun waktu 70 tahun
terakhir.
Status
Hanya sedikit survei mengenai keadaan terumbu karang di Timor-Leste yang
diketahui. Survei dilakukan pada tahun 2004 menilai terumbu karang tepi di sekitar
timur laut Pulau Atauro. Survei tersebut mencatat tutupan karang hidup berkisar 1846% yang dianggap keadaannya sedang. Keanekaragaman ikan karang tinggi
namun kelimpahan kebanyakan spesies ikan mahal seperti kerapu, kaci-kaci (kumpili
liris), dan kakap sangat rendah. Sejumlah spesies yang tidak ditemukan termasuk
yang menjadi sasaran dalam perdagangan ikan hidup seperti kerapu bebek dan
kakatua angke.
Gambar 7. terimbu karang yang terancam di Timur- leste
3.3 Sejarah Awal dari Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle)
Pada pertemuan APEC di Sydney tahun 2007, Presiden Republik Indonesia – Susilo
Bambang Yudhoyono telah mencanangkan perlindungan terhadap terumbu karang di
kawasan segitiga karang dunia bersama 6 negara coral triangle lainnya (CT6). Inisiatif CT6
untuk melindungi terumbu karang di coral triangle disebut Coral Triangle Initiative (CTI).
Inisiatif ini mendapat banyak dukungan dari negara maju seperti Amerika dan Australia.
Pada pertemuan Kepala Negara tersebut CTI Leaders Declaration diadopsi yang
pada intinya menyatakan bahwa seluruh kepala negara sepakat untuk melakukan upayaupaya penyelamatan dan pengelolaan kawasan CT secara berkelanjutan melalui
implementasi Regional Plan of Actions yang telah disepakati bersama.
Regional Plan of Actions yang telah disepakati menggambarkan tujuan utama targettarget dan program-program aksi tingkat regional yang perlu dilakukan untuk pencapaian
tujuan. Adapun Lima tujuan utama tersebut antara lain :

Penetapan
dan
pengelolaan
secara
efektif
kawasan
bioecoregional
(seascapes)

Penerapan
secara
utuh
pendekatan
ekosistem
untuk
pengelolaan
sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya

Penetapan dan pengelolaan secara efektif Jejaring Kawasan Konservasi Laut

Adaptasi terhadap perubahan iklim

Membaiknya status spesies-spesies yang terancam punah
Kelima tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai kegiatan baik di
tingkat negara masing-masing maupun pada tingkat regional.
3.4 Ancaman bagi kawasan segitiga terumbu karang
Sumber daya alam laut dan pantai di Kawasan Segitiga Terumbu Karang dan
banyaknya barang dan jasa yang ada membuat banyak dampak yang dihadapi termasuk
penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan yang mengabaikan sistem
keberlanjutan, sumber- sumber polusi di darat dan perubahan iklim. Faktor-faktor ini
berdampak buruk pada ketahanan pangan, lapangan pekerjaan, dan taraf hidup banyak
rumah tangga yang mayoritas merupakan penduduk yang menggantungkan penghidupan
mereka pada ikan dan sumber daya laut lainnya.
kondisi di Segitiga Terumbu Karang mulai terancam kelestariannya yang disebabkan
adanya berbagai masalah pencemaran dan cara penangkapan ikan yang bersifat destruktif.
Misalnya, dengan menggunakan bom ikan dan racun. Terlebih dengan adanya kenaikan
suhu muka air laut yang menyebabkan gangguan cuaca dan perubahan iklim akibat
pemanasan global, juga turut memicu percepatan kerusakan terumbu karang di dunia.
Faktor lain yaitu adanya tekanan ekonomi masyarakat pesisir yang pada umumnya berada
di bawah garis kemiskinan.
Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), telah melakukan penelitian yang menyebutkan,
kerusakan terumbu karang terbesar disebabkan oleh penangkapan ikan dengan
menggunakan bom ikan. ”Penelitian menunjukkan, bahan peledak 0,5 kilogram bila
diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada sampai
pada radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali
sampai radius 3 meter dari pusat ledakan. Bukan itu saja, penangkapan ikan dengan
menggunakan bom tidak hanya menghancurkan terumbu karang tetapi juga akan
berdampak buruk bagi usaha perikanan, pelestarian kawasan/ lingkungan dan sektor
pariwisata (Wirasena, 2008)
Kondisi ekologis terumbu karang dalam hal ini tutupan karang hidup mempengaruhi
jumlah ikan karang ekonomis penting yang menjadi target penangkapan dan juga kondisi
terumbu karang ini mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah ini untuk
menyelam. Kondisi ekologis terumbu karang ini tidak terlepas dari adanya ancaman baik
dari faktor alam maupun manusia. Ancaman tersebut dapat mengakibatkan kondisi terumbu
karang semakin memburuk, apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat mengakibatkan
tingkat kematian karang yang semakin tinggi, meskipun ancaman akibat faktor alam sulit
untuk dicegah, tetapi ancaman dari manusia sebisa mungkin dapat ditanggulangi.
Ancaman-ancaman umum terhadap target-target konservasi di Indonesia antara lain
adalah:
1. Penangkapan ikan yang merusak dan tidak berkelanjutan, baik artisanal maupun
komersial, baik legal maupun ilegal;
2. Pariwisata yang merusak (yaitu kerusakan karena jangkar pada terumbu karang,
dampak yang ditimbulkan penyelam pada terumbu karang);
3. Konversi dan pembangunan pesisir (yaitu pemanenan dan konversi bakau,
konstruksi perlindungan di garis pantai, tanggul pemecah ombak);
4. Turunnya kualitas air (yaitu polusi dari sumber-sumber yang terdeteksi dan tidak
terdeteksi dari saluran limbah dan pertanian , sedimentasi karena aliran dari jalan
raya dan tebang habis);
5. Perubahan iklim global (yaitu naiknya suhu air, naiknya permukaan laut,
meningkatnya gelombang badai, erosi garis pantai, pengasaman laut) (Marine
Aquarium Council 2006; Bailey dkk. 2007; Ghofar dkk. 2008; Varkey dkk. 2009).
3.4.1 Ancaman setempat dan dunia terhadap terumbu karang
Sebagian besar terumbu karang di dalam Kawasan Segitiga Terumbu Karang
dan di dunia menghadapi ancaman yang belum pernah dialami sebelumnya. Sebagai
contoh, tingkat penangkapan ikan sekarang ini tidak lestari pada sebagian besar
terumbu karang di dunia, dan mengarah pada kepunahan secara terbatas spesies
ikan tertentu, ambruk dan tutupnya usaha penangkapan, dan perubahan ekologis
yang jelas. Ancaman lainnya merupakan hasil kegiatan manusia yang berlangsung
jauh dari terumbu karang. Pembukaan hutan, budidaya tanaman, peternakan yang
intensif, dan pembangunan pesisir yang tidak terencana dengan baik telah
menambah limpasan endapan dan unsur hara ke perairan pesisir, menutupi
sebagian karang, dan turut menyebabkan pertumbuhan makroalga secara
berlebihan.
Di luar dampak setempat yang luas dan merusak, terumbu karang menghadapi
ancaman yang semakin besar di seluruh dunia terkait dengan naiknya kadar gas
rumah kaca di atmosfir. Bahkan di daerah yang tekanan setempat terhadap terumbu
karangnya kecil, meningkatnya suhu air laut telah menyebabkan kerusakan yang
luas pada terumbu karang melalui pemutihan karang massal, yang terjadi ketika
karang tertekan dan kehilangan secara masal mikroalga zooxanthellae yang
biasanya hidup di dalam jaringan tubuh karang dan menyediakan makanan bagi
karang.
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfir, sebagai akibat dari penebangan hutan
dan pembakaran bahan bakar minyak, juga menyebabkan perubahan susunan kimia
pada perairan laut. Sekitar 30% CO2 yang dilepas oleh kegiatan manusia diserap ke
dalam permukaan laut, yang bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.
Pengasaman air laut yang tidak kentara ini berpengaruh sangat besar terhadap
susunan kimia air laut, khususnya pada ketersediaan dan daya larut senyawa
mineral seperti kalsit dan aragonit, yang dibutuhkan oleh karang dan organisme
lainnya untuk membentuk kerangka kapurnya.
Pada awalnya, perubahan pada
susunan kimia air laut ini diduga memperlambat pertumbuhan karang, dan dapat
melemahkan kerangkanya. Pengasaman yang berlanjut akan pada akhirnya
menghentikan pertumbuhan karang dan mulai memicu perontokan secara perlahan
struktur karbonat seperti terumbu karang.
Lebih dari 60% terumbu karang dunia sedang mengalami ancaman langsung
dari satu atau lebih sumber penyebab setempat, termasuk penangkapan berlebih
dan merusak, pembangunan pesisir, pencemaran yang berasal dari DAS, serta
pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut. Diantara tekanan setempat,
penangkapan berlebihan termasuk penangkapan yang merusak merupakan
ancaman langsung yang tersebar paling luas, yang mempengaruhi lebih dari 55%
terumbu karang dunia. Pembangunan pesisir dan pencemaran yang berasal dari
DAS masing-masing mengancam sekitar 25% terumbu karang dunia. Pencemaran
dan kerusakan yang berasal dari kapal tersebar luas, yang mengancam sekitar 10%
terumbu karang di dunia.
Gambar 8. terumbu karang yang terancam oleh kondisi setempat
3.4.2 Ancaman terhadap terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang
Terumbu karang di dalam Kawasan Segitiga Terumbu Karang menerima
tekanan setempat yang tinggi dibanding dengan rata-rata di dunia. Di negara dalam
kawasan tersebut, lebih dari 85% terumbu karang dinilai terancam, yang hampir 45%
mengalami ancaman tingkat tinggi atau sangat tinggi. Penangkapan berlebihan,
termasuk penangkapan yang merusak, merupakan ancaman yang paling luas dan
merusak, yang mempengaruhi hampir 85% terumbu karang. Penangkapan yang
merusak seperti penggunaan bahan peledak dan racun untuk membunuh atau
menangkap ikan merupakan lazim di banyak bagian dari Kawasan Segitiga Terumbu
Karang, khususnya di Malaysia Timur, Filipina, dan Indonesia, yang mengancam
hampir 60% terumbu karang di kawasan ini.
1. Asia Tenggara, dimana terumbu karang dalam Kawasan Segitiga Terumbu
Karang paling banyak berada, merupakan kawasan yang paling terkena
ancaman setempat. Di Asia Tenggara, 95% terumbu karangnya terancam.
2. Australia merupakan kawasan dengan persentase terumbu karang yang
terancam terkecil (14%).
3. Pasifik, yang sekitar 50% terumbu karangnya terancam, telah mengalami
peningkatan ancaman terbesar selama 10 tahun terakhir.
Gambar 9. terumbu karang yang terancam oleh gabungan ancaman setempat
Ancaman yang bersumber dari daratan juga menyumbang besar terhadap
ancaman secara keseluruhan. Pencemaran yang berasal dari DAS mengancam 45%
terumbu karang di kawasan tersebut sedangkan pembangunan pesisir mengancam
lebih dari 30% terumbu karang. Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut
merupakan ancaman yang menyebar paling sedikit di Kawasan Segitiga Terumbu
Karang, yang mengancam terumbu karang kurang dari 5%.
Gambar 10. terumbu karang yang terancam oleh gabungan ancaman di kawasan segitiga trumbu
karang
Di Filipina, Malaysia, dan Timor-Leste, hampir semua terumbu karang dinilai
terancam oleh satu atau lebih ancaman setempat. Di Indonesia, hanya sedikit lebih
rendah, yaitu sekitar 93%. Persentase terumbu karang yang terancam lebih rendah
ditemui di Kepulauan Solomon dan Papua Nugini, yaitu masing-masing sekitar 70%
dan 55% menampilkan ringkasan ancaman di delapan negara di dalam Kawasan
Segitiga Terumbu Karang.
Gambar 11. Gabungan ancaman terhadap terumbu karang
3.4.3 Ancaman setempat terhadap terumbu karang di kawasan segiiga terumbu
karang
1. Pembangunan pesisir
Dampak dari pembangunan pesisir terhadap terumbu karang dapat terjadi
langsung melalui kerusakan fisik seperti pengerukan atau penimbunan tanah, atau
secara tidak langsung melalui bertambahnya limpasan endapan, pencemaran, dan
limbah cair. Pembangunan di sepanjang pesisir mengancam lebih dari 30% terumbu
karang di Kawasan Segitiga Terumbu Karang, yang lebih dari 15% terumbu karang
dalam menghadapi ancaman tingkat tinggi. Ancaman ini khususnya tinggi di Filipina,
dimana penduduk di pesisirnya padat dan pembangunan mengancam lebih dari
separuh terumbu karang.
Gambar 12. terumbu karang yang terancam oleh pembangunan pesisir
2. Pencemaran yang Berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
Limpasan pupuk dan pestisida juga turut mengalir melalui sungai ke terumbu
karang. Ternak dapat menambahi masalah ini melalui penggembalaan secara
berlebihan atau limpasan kotoran ternak. Begitu mencapai pesisir, endapan, unsur
hara, dan bahan pencemar menyebar ke perairan terdekat. Hutan mangrove dan
padang lamun, yang dapat membantu menjebak endapan dan mengambil unsur hara
dari air, dapat mengurangi dampak tersebut terhadap terumbu karang. Lebih dari
45% terumbu karang di Kawasan Segitiga Terumbu Karang terancam oleh endapan
dan pencemaran yang berasal dari DAS, yang lebih dari 15% dianggap mengalamai
ancaman tingkat tinggi. Ancaman ini tinggi terutama di banyak daerah di Filipina,
Indonesia bagian tengah, Timor-Leste, dan seagian Kepulauan Solomon.
Gambar 13. Terumbu karang yang terancam oleh pencemaran dari DAS
3. Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut
Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut diperkirakan mengancam
4% terumbu karang di Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Tekanan ini tersebar
luas, yang berasal dari pelabuhan dan melalui jalur perlayaran ke mana-mana. Di
kawasan tersebut, Singapura dan Brunei Darussalam merupakan dua negara
dengan persentase tertinggi dalam hal ancaman terhadap terumbu karang dengan
penyebab yang berasal dari laut. Ancaman terhadap terumbu karang di Timor-Leste,
Filipina, dan Malaysia juga di atas rata-rata
Kawasan Segitiga Terumbu Karang.
Gambar 14. Terumbu karang yang terancam oleh pencemaran dan kerusakan dari laut
4. Penangkapan yang berlebih dan merusak
Penangkapan yang tidak lestari merupakan ancaman setempat yang paling
luas terdapat di Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Hampir 85% terumbu karang
terancam oleh penangkapan berlebih dan/atau merusak, dengan 50%
dianggap
mengalami ancaman tingkat tinggi. Penangkapan yang merusak mengancam hampir
60% terumbu karang di dalam kawasan tersebut. Hampir semua terumbu karang di
Filipina, Malaysia, dan Timor-Leste dinilai terancam oleh penangkapan yang tidak
lestari. Hanya Papua Nugini dan Kepulauan Solomon memiliki terumbu karang luas
dengan ancaman tingkat rendah dari penangkapan yang tidak lestari
karena letak
terumbu karang yang jauh dari pusat permukiman berpenduduk banyak.
Gambar 15. terumbu karang yang terancam penangkapan berlebih dan merusak
3.4.5 Ancaman terhadap terumbu karang pada masa depan
 Ancaman pada tahun 2030
Lebih dari 90% terumbu karang dunia akan terancam oleh kegiatan manusia,
naiknya suhu dan pengasaman air laut, dengan hampir 60% menghadapi ancaman
tingkat tinggi, sangat tinggi, atau genting. Sebanyak 30% terumbu karang akan
berubah dari ancaman tingkat rendah menjadi sedang atau lebih tinggi karena
khususnya perubahan iklim atau susunan kimia air laut. Tambahan 45% dari terumbu
karang yang telah terkena dampak dari ancaman setempat akan berubah menjadi
ancaman tingkat lebih tinggi karena perubahan iklim atau susunan kimia air laut.
Tekanan panas diprakirakan berperan lebih besar dalam menaikkan tingkat ancaman
dibandingkan dengan pengasaman pada tahun 2030 meski sekitar separuh dari
terumbu karang akan terancam oleh kedua hal tersebut.
 Ancaman pada Tahun 2050
Gambar 16. ancaman terhadap terumbu karang pada tahun ini, tahun 2030 dan tahun 2050
Pada tahun 2050-an, kami memprakirakan bahwa hampir tidak ada terumbu
karang dengan ancaman tingkat rendah dan hanya sekitar seperempat mengalami
ancaman tingkat sedang sedangkan 75% selebihnya mengalami ancaman tingkat
tinggi, sangat tinggi, atau genting. Sedikit daerah kecil terumbu karang diprakirakan
tetap berada pada tingkat ancaman rendah di Australia dan Pasifik Selatan.
Gambar 17. terumbu karang yang terancam pada waktu ini, tahun 2030 dan tahun 2050
Gambar 18. Terumbu karang yang terancam pada waktu ini, tahun 2030 dan tahun 2050
3.5 struktur pengelolaan coral triangel initiative (CTI)
Coral Triangle Center (CTC) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Republik Indonesia untuk mendorong pengelolaan sumberdaya laut
kawasan tersebut yang berkelanjutan utamanya melalui kegiatan:
1. Penerapan Rencana Aksi Nasional dan Regional Inisiatif Segitiga Karang
2. Pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesian termasuk wilayah
Segitiga Terumbu Karang melalui:
a. Penguatan dan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia
b. Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan sebagai percontohan dan
pembelajaran lapangan
c. Pengembangan jejaring pembelajaran
d. Pengembangan kerja sama kemitraan dengan pihak terkait, dan
e. Peningkatan pengawasan dan pemantauan
The Coral Triangle Center (CTC) mempunyai misi utama untuk mengembangkan
kapasitas lokal di tingkat pengelolan konservasi regional di kawasan Segitiga Karang melalui
pelatihan, berbagi pengalaman terbaik dari pengalaman di lapangan, mengembangkan
jejaring pembelajaran, membangun kemitraan publik dan swasta, serta mengembangkan
pusat regional. Terbentuk pada tahun 2001 sebagai sebuah program pada lembaga The
Nature Conservancy – Indonesia, dalam pelayanan CTC selama 12 tahun, sudah lebih dari
100 sesi pelatihan dilakukan bersama mitra bagi lebih dari 2.000 praktisi regional, menjadi
tuan rumah bagi berbagai pertukaran pembelajaran internasional, dan mendorong dialog
kebijakan bagi para pembuat keputusan yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya laut
secara lestari di tingkat regional.
CTC sedang mengembangkan dirinya menjadi sebuah Pusat Pelatihan Regional yang
unik dan menjadi Pusat Keunggulan (Center of Excellence) di bidang konservasi
sumberdaya laut tropis yang menghubungkan lokasi pembelajaran di lapangan dan jejaring
pembelajaran, bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat di tingkat nasional dan
internasional, pihak universitas, serta pihakpihak lain yang relevan.
Pemerintah Indonesia telah
mengimplementasikan Program Rehabilitasi dan
Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II/ Coral Reef Rehabilitation and Management
Program Phase II (COREMAP II). Program ini merupakan komitmen jangka panjang untuk
mengelola secara berkelanjutan sumberdaya terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya.
Coremap tahap II merupakan fase Akselerasi untuk menetapkan sistem pengelolaan
terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas, yang merupakan kelanjutan dari
COREMAP tahap I (Inisiasi), dan akan dilanjutkan pada tahap akhir, yaitu COREMAP III
(Institusionalisasi) bersinergi dengan program inisiatif segitiga karang (CTI).
Bagian akhir program COREMAP (Institusionalisasi) bertujuan untuk menetapkan
sistem pengelolaan terumbu karang yang handal dan operasional, secara desentralisasi dan
melembaga.
Secara
umum,
COREMAP-CTI
melanjutkan
upaya
melindungi
dan
melestarikan sumberdaya terumbu karang dan asosiasinya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Upaya ini bersinergi dengan
program Coral Triangle Initiative (CTI) yang diinisiasi oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono dan dipimpin oleh Indonesia. Wilayah Coral Triangle ini juga meliputi 5 (lima)
Negara lainnya, yaitu: Malaysia, Philipina, Papua Nugini Solomon Island, dan Timor Leste.
Gambar 19. survey keadaan terumbu karang
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Segitiga terumbu karang atau disebut juga “Coral Triangle” merupakan
wilayah
perairan yang meliputi 6 Negara diantarannya adalah Indonesia, Malaysia, Papua
Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste.

kawasan segitiga karang dunia diprakarsai bersama 6 negara coral triangle (CT6).
Inisiatif CT6 untuk melindungi terumbu karang di coral triangle disebut Coral Triangle
Initiative (CTI).

Keanekaragaman hayati yang dimiliki dari ke 6 Negara memiliki jenis dan keadaan
lingkungan yang beranekaragam. Status dari keadaan Terumbu karang yang
terancam dari ke 6 Negara tersebut, Indonesia memiliki keadaan terumbu karang
yang sehat. Dari keadaan Terumbu Karang mengalami kerusakan diantaranya
disebabkan oleh adanya pemutihan karang, penambahan limpasan endapan dari
daratan, adanya penutupan karang dan lain sebagainya.

Ancaman yang terjadi di kawasan segitiga terumbu karang bisa berasal dari alam
maupun dari activitas manusia seperti pembangunan pesisir, Pencemaran ayng
berasal dari daerah aliran sungai, pencemaran dan kerusakan dari laut,
dan
penangkapan yang berlebih dan merusak.

Pengelolaan kawasan konservasi wilayah Segitiga Terumbu Karang melalui
Penguatan dan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, Pengembangan
Kawasan Konservasi Perairan sebagai percontohan dan pembelajaran lapangan,
Pengembangan jejaring pembelajaran, Pengembangan kerja sama kemitraan
dengan pihak terkait, dan Peningkatan pengawasan dan pemantauan
4.2 Saran
Dengan adanya paper tentang segitiga terumbu karang diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai program kerja yang dilakukan oleh CTI (Coral Triangel Initiative ) yang
memiliki inovatif untuk membuat kawasan segitiga terumbu karang ( coral Triangel)
sehingga kita lebih peduli terhadap lingkungan dan kita dapat melestarikan lingkungan yang
ada.
Tidak hanya itu, seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam melestarikan kehdupan
Terumbu karang dan jangan bergantung dengan adanya CTI. Dan kita harus membuat
program yang kedudukannnya sepadan dengan CTI. Sehingga kedua program tersebut
dapat bekerja sama untuk melestarikan Terumbu Karang yang ada diseluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Amin. 2009. Terumbu Karang; Aset Yang Terancam. Akar Masalah Dan Alternatif Solusi
Penyelamatannya. Volume I. No. 2. Juni 2009 UNISMA Bekasi
Burke, Lauretta. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga
Terumbu Karang. World Resouces Institute.
KKP. 2012. Melembagakan Pengelolaan Terumbu Karang. COREMAP-CTI diharakan
menjadi tahap pelembagaan menuju kemandirian pengelolaan terumbu karang.
Suplemen gatra
The natural conservancy. 2010. Analisis Kelayakan Kesepakatan Konservasi Laut Segitiga
Karang – Indonesia Temuan-Temuan Sementara – Versi Publik (V.2). the natural
conservancy
Varkey, D.A., C.H. Ainsworth, T.J. Pitcher, Y. Goram and R. Sumaila. 2009. Illegal,
unreported and unregulated fisheries catch in Raja Ampat Regency, Eastern
Indonesia. Marine Policy 34 (2010) 228–236.
Download