BAB I PENDAHULUAN Peritoneum merupakan membran serosa pada tubuh yang terbesar dan paling kompleks, dimana pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan dengan rongga ekstraperitoneal pelvis melalui oleh ujung lateral tuba fallopi.1,2 Rongga peritoneum merupakan struktur anatomi yang kompleks dengan perlekatan yang beragam. Rongga peritoneum sering terlibat dengan berbagai proses penyakit seperti infeksi, keganasan maupun trauma. Kelainan-kelainan tersebut pada dasarnya akan tervisualisasi dengan baik menggunakan pencitraan cross-sectional modern, akan tetapi tidak jarang temuan pada pencitraan tersebut diinterpretasikan secara tidak tepat. Pada kasus tumor yang cukup besar, tidak jarang sulit menentukan lokasi tumor tersebut apakah berada di intra peritoneal ataukah retroperitoneal. Dengan kompleksitas rongga peritoneum, maka pemahaman anatomi ruang-ruang peritoneum beserta ligamentum dan mesenterium yang membentuk batas-batas ruang tersebut, serta organ-organ yang berada di dalam kompartemen tersebut menjadi sangat penting sehingga dapat membantu dalam memahami lokasi penyakit dengan cukup akurat. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pada referat kali ini, penulis akan memaparkan tentang anatomi rongga peritoneum beserta pembagian kompartemennya dengan harapan dapat membantu dalam menganalisa dan menentukan lokasi suatu proses penyakit mendekati lokasi yang sebenarnya. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Peritoneum merupakan membran serosa tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm dan merupakan membran serosa terbesar dan paling komplek pada manusia.1,2 Dengan ketebalan tersebut, maka tidak dapat tervisualisasi pada pencitraan kecuali terjadi penebalan oleh karena suatu proses penyakit dan/atau dikelilingi oleh cairan. B. Terminologi Peritoneum yang melapisi dinding abdomen disebut dengan peritoneum parietalis, sedangkan peritoneum yang melapisi organ abdomen disebut peritoneum visceralis. Kedua peritoneum tersebut tersusun dari satu lapis epitel kuboid simpleks yang disebut mesotelium. Cairan serosa sekitar 50 ml – 100 ml terdapat diantara peritoneum parietalis dan visceralis dan melumasi permukaan peritoneum.2,3,4 Rongga peritoneum merupakan ruangan potensial diantara peritoneum parietalis dan visceralis, pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan dengan rongga ekstraperitoneal pelvis melalui oleh ujung lateral tuba fallopi. Ligamentum peritoneal, mesenterium, dan omentum akan membagi peritoneum menjadi dua kompartemen, yaitu greater sac yang merupakan bagian utama dan bursa omentalis atau lesser sac. Ligamentum peritoneal merupakan dua lapis atau lipatan peritoneum yang menyokong sebuah struktur didalam rongga peritoneum. Omentum dan mesenterium merupakan nama khusus dari ligamentum peritoneal.1,2,5 2 Mesenterium adalah dua lapis peritoneum yang melingkupi sebuah organ dan menghubungkan dengan dinding abdomen. Didalam mesenterium terdapat pembuluh darah, limfonodi, saraf, dan lemak (Gambar 1).5 Omentum merupakan mesenterium atau dua lapis peritoneum yang meluas dari gaster dan bulbus duodeni ke organ sekitarnya. Omentum minor terdiri dari dua komponen yang saling berhubungan yaitu ligamentum gastrohepatika dan ligamentum hepatoduodenalis, yang melekatkan kurvatura minor gaster dan bulbus duodeni ke hepar. Omentum mayor menggantung seperti apron dari kurvatura mayor gaster kemudian melekat pada colon transversum.2,5 C. Embriologi Rongga abdomen menyediakan ruang bagi organ abdomen untuk berkembang dan berpindah posisi. Peritoneum parietalis primordial berasal dari mesodermal dan melapisi rongga tubuh embrionik. Rongga tersebut merupakan sebuah kantong tertutup dan terdapat sebuah lumen yang merupakan rongga peritoneum. Pada awal pertumbuhan, rongga peritoneum akan terpisah menjadi kanan dan kiri oleh mesenterium ventral dan dorsal dari primitive gut yang akan menjadi ligamentum dan mesenterium. Dengan pertumbuhan organ abdomen yang menonjol ke dalam rongga peritoneum, maka organ tersebut dilapisi oleh peritoneum visceralis dan tetap berhubungan dengan rongga ekstraperitoneal asal melalui struktur neurovaskuler dan limfatika.6,7 Disebelah cranial mesocolon transversum, mesenterium ventral akan terisi calon hepar dan akan menempel pada dinding abdomen sedangkan mesenterium dorsal akan terisi calon lien, pancreas dan sebagian besar sistem pencernaan. Mesenterium ventral yang menempelkan hepar ke dinding abdomen akan menjadi ligamentum falciformis, sedangkan omentum minor, ligamentum gastrohepatika dan ligamentum hepatoduodenalis berasal dari mesenterium ventral 3 yang terletak antara hepar dan gaster. Mesenterium dorsal akan menjadi omentum mayor, ligamentum gastrocolika, ligamentum gastrosplenika, ligamentum gastrophrenika, ligamentum gastropankreatika, ligamentum splenorenal, dan ligamentum phrenicocolika. Selama pertumbuhannya, organ-organ tersebut akan berotasi bersama mesenterium yang telah melekat berlawanan arah jarum jam. Perpindahan organ tersebut akan membagi rongga peritoneum kanan menjadi ruang perihepatika dan lesser sac; dan rongga peritoneum kiri menjadi ruang subphrenika (Gambar 2, 3, 4).2,3,8 D. Organ Abdomen Pada dasarnya tidak ada satupun organ abdomen yang berada didalam rongga peritoneum, dimana pada kondisi normal hanya terisi oleh cairan peritoneal. Selama perkembangan embriologi, organ-organ intraperitoneal seperti stomach (gaster), appendix, liver (hepar), transverse colon, duodenum (segmen 1), small intestine (usus halus), pancreas (hanya cauda), rectum (hanya sepertiga proximal), sigmoid colon (colon sigmoideum), dan spleen (lien) yang disingkat menjadi SALTD SPRSS (dibaca: Salted Spursss) mengalami invaginasi dan diliputi lapisan peritoneum visceralis secara menyeluruh atau hampir menyeluruh (Gambar 2 dan 3).3 Organ retroperitoneal atau ekstraperitoneal, seperti suprarenal glands, aorta dan IVC (vena cava inferior), duodenum (kecuali segmen 1), pancreas (kecuali cauda), ureter dan bladder (kandung kemih), colon (ascenden dan descenden), kidneys (ginjal), esophagus, rectum (duapertiga distal) yang disingkat SADPUCKER terletak diluar rongga peritoneum atau posterior peritoneum parietalis. Organ-organ tersebut dilapisi peritoneum hanya di bagian anterior (Gambar 1).7 4 E. Kompartemen Intraperitoneal Rongga peritoneum dibagi menjadi beberapa kompartemen yang saling berhubungan, yaitu supramesocolika dan inframesocolika serta rongga pelvis (Gambar 5). 2,3 Komparetemen supramesokolika merujuk pada rongga intraperitoneal dicranial colon transversum. Kompartemen ini terisi gaster, hepar, dan lien. Mesenterium ventral yang membentuk ligamentum falciformis, akan membagi kompartemen supramesokolika menjadi kanan dan kiri. Kompartemen supramesocolika kanan terdiri dari ruang subphrenika kanan, ruang subhepatika (Morison’s pouch) dan lesser sac. Ruang subphrenika kanan dibatasi oleh ligamentum coronaria hepar di bagian posteroinferior tetapi dapat berhubungan secara bebas dengan ruang perihepatika dan subhepatika ( Morison’s pouch ) serta berhubungan dengan lesser sac melalui foramen Winslowi. Kompartemen supramesocolika kiri terdiri dari ruang subphrenika kiri dan ruang perisplenika dimana keduanya dapat berhubungan secara bebas (Gambar 6 dan 7).2,8 Kompartemen inframesokolika terletak di posterior omentum mayor, dicaudal mesocolon transversum, medial colon ascenden dan descenden. Kompartemen ini juga dibagi menjadi kanan dan kiri oleh mesenterium usus halus yang berjalan oblik (Gambar 5, 6). Pada kompartemen ini terdapat usus halus, colon ascenden dan colon descenden. Mesenterium dorsal juga akan membentuk mesocolon transversum, mesocolon sigmoideum, mesenterium usus halus, dan mesoapendiks. Perkembangan mesenterium ventral terjadi di bawah mesocolon transversum. Mesorectum akan melekat pada bagian posterior pelvis membentuk ruang perirectal (Gambar 5). Kompartemen inframesocolika kanan mempunyai volume yang lebih kecil dan dibatasi oleh mesenterium usus halus yang berjalan oblik dan melekat pada caecum sehingga tidak berhubungan dengan rongga pelvis. Kompartemen inframesocolika kiri lebih besar dan 5 berhubungan secara bebas dengan rongga pelvis. Dibagian lateral colon ascenden dan colon descenden terdapat ruang paracaolika kanan dan kiri. Ruang paracolika kanan berhubungan dengan ruang perihepatika, sedangkan pada sisi kiri, ligamentum phrenicocolika akan memisahkan ruang paracolika kiri dan ruang subphrenika kiri sehingga keduanya tidak dapat saling berhubungan.9 Kompartemen supramesocolika dan inframesocolika saling berhubungan melalui ruang paracolika kanan (Gambar 6, 7).3,10 Kompartemen berikutnya adalah rongga pelvis. Peritoneum didaerah urogenitalia akan melekuk-lekuk diantara organ-organ didalam rongga pelvis untuk kemudian membentuk sebagian besar ligamentum dan mesenterium didaerah pelvis, termasuk ligamentum latum dan ligamentum teres uteri. Di midline, lipatan umbilical aspek medial dan lateral akan membentuk recto-vesical pouch pada pria dan recto-uterine pouch (cavum Douglas) pada wanita dan fossa paravesica (Gambar 8). Pada wanita, ligamentum latum merupakan peritoneum yang membentuk mesenterium bagi ovarium, tuba fallopi, dan myometrium bagian posterior, serta melintasi ureter dan ligamentum teres uteri. Ligamentum-ligamentum tersebut bersama mesenterium dapat menjadi jalur penyebaran lokal penyakit diantara struktur-struktur disekitarnya.10 F. Kompartemen Retroperitoneal Kompartemen retroperitoneal dibagi menjadi tiga ruang yaitu ruang pararenalis posterior yang dibatasi oleh peritoneum parietalis posterior, ruang pararenalis anterior yang dibatasi oleh fascia transversalis, dan ruang perirenalis yang dibatasi oleh fascia perirenalis (Gambar 9). 2 Ruang pararenal anterior tersusun dari struktur-struktur yang terutama berkembang dari mesenterium dorsal, seperti pancreas, colon ascenden dan colon descenden. Ruang perirenalis dibatasi oleh fascia Gerota di bagian anterior dan fascia Zuckerkandl dibagian posterior serta 6 terdapat ginjal dan glandula suprarenalis. Pada ruang perirenalis terdapat septa-septa dan saluran limfatik yang dapat menjadi jalur penyebaran penyakit ke atau dari ruang disekitarnya. Ruang perirenalis mempunyai bentuk seperti corong terbalik yang terbentuk akibat pergerakan ginjal ke cranial dari rongga pelvis selama proses pertumbuhan. Ruang ini hamper selalu dibatasi di bagian inferior oleh fusi fascia Gerota dan Zuckerkandl serta tidak meluas sampai ke rongga pelvis.11 Ruang pararenalis posterior dibatasi oleh fascia transversalis dibagian posterior dan fascia lateroconal dibagian lateral. Pada ruang ini terdapat dua buah fat pad yang terletak di ventral dan posterolateral musculus quadrates lumborum. Ruang keempat yang termasuk kompartemen retroperitoneal adalah ruang disekitar aorta dan vena cava inferior. Ruang ini dibatasi oleh ruang perirenalis dan ureter di bagian lateral dan meluas ke superior mencapai mediastinum posterior.12 G. Sirkulasi Cairan Peritoneum Rongga peritoneum normal terisi cairan lebih kurang 50 ml – 100 ml yang terus-menerus diproduksi, bersirkulasi, dan diresorbsi. Arah aliran ditentukan oleh gerakan diafragma dan peristaltik usus. Pada saat inspirasi, tekanan di abdomen bagian superior turun sehingga terjadi perbedaan tekanan intra-abdomen kemudian mendorong cairan ke ruang paracolika meskipun pada posisi berdiri. Cairan peritoneum akan mengalir menuju ke tempat yang mempunyai tekanan paling rendah yaitu ruang paracolika kanan karena ruangan ini lebih lebar dibandingkan kiri. Sebagian besar cairan peritoneum akan diresorbsi melalui saluran limfatika di ruang subphrenika (Gambar 10). 10 7 Area-area yang menjadi tempat stasis cairan peritoneum antara lain rectovesical atau rectouterine pouch, kuadran kanan bawah pada ujung mesenterium usus halus, mesocolon sigmoideum aspek superior dan ruang paracolika kanan (Gambar 10). Pada area-area tersebut sering menjadi tempat pertama yang terkena akibat penyebaran infeksi atau metastasis melalui peritoneum (Gambar 11 dan 12).3,13 8 BAB III PEMBAHASAN Ruang-ruang, ligamentum, mesenterium, dan omentum yang ada didalam rongga peritoneum berfungsi untuk menyokong dan mempertahankan posisi organ abdomen. Bagaimanapun juga dengan kompleksitas rongga peritoneum, seluruh struktur yang ada dapat menjadi jalur penyebaran penyakit sehingga dengan pemahaman anatomi, diharapkan dapat mempermudah identifikasi ruang-ruang maupun organ yang terlibat. Ligamentum, mesenterium, dan omentum akan membagi rongga peritoneum menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan, sehingga penyebaran penyakit dapat terjadi secara dua arah termasuk dari kompartemen intraperitoneal ke retroperitoneal ataupun sebaliknya. Dengan memahami dinamika aliran cairan peritoneum dan anatomi rongga peritoneum dapat menjelaskan alasan abses intraperitoneal hampir dua kali lebih sering terjadi di sisi kanan pada fossa hepatorenal (Gambarn 11).3,10 Foramen Winslowi merupakan celah kecil yang mudah tertutup oleh proses adhesi, sehingga lesser sac jarang menjadi lokasi penyebaran infeksi. Akumulasi cairan di lesser sac secara umum terjadi akibat perforasi ulkus di gaster aspek posterior atau duodenum atau pancreatitis (Gambar 13).10 Pada pasien yang telah diketahui menderita suatu keganasan, penting untuk evaluasi adanya akumulasi cairan di lesser sac apabila mencari metastasis peritoneum, karena lokasi tersebut dapat menjadi satu-satunya lokasi metastasis. Lesser sac berhubungan dengan rongga peritoneum lain melalui foramen Winslowi. Lesser sac dibatasi oleh omentum mayor, omentum minor, dan mesocolon transversum (Gambar 3 dan 4) dapat menjadi jalur penyebaran penyakit menuju ke ruang pararenalis dan colon transversum 9 (Gambar 13).3 Sebagai contoh, tumor gaster dapat menyebar dan melibatkan batas superior colon transversum, dan sebaliknya (Gambar 14 dan 15). Cavum Douglas pada wanita atau rectovesical pouch pada pria merupakan area yang paling rendah di pelvis baik pada posisi berdiri maupun supine, sehingga menjadi lokasi akumulasi cairan paling banyak, seperti pada akumulasi abses, cairan, perdarahan, maupun proses metastasis (Gambar 16 dan 17).3,8 Kontinuitas peritoneum akan terputus pada ujung lateral tuba fallopi yang dapat menyebabkan penyebaran proses penyakit antara kompartemen intraperitoneal dan ekstraperitoneal, sebagai contoh pada kasus pelvic inflammatory disease (Gambar 17).3 Pada kasus perforasi organ berongga, lokasi udara bebas dalam ruang peritoneum dapat menunjukkan lokasi perforasi. Sebagian besar perforasi disebabkan oleh perforasi gaster, ulkus duodeni, atau perforasi divertikulitis. Adanya perforasi ulkus duodeni, udara bebas akan melalui sepanjang ligamentum hepatoduodenalis kemudian berkumpul pada celah dari ligamentum venosum. Volume kecil udara bebas dapat terlihat pada lokasi tersebut dan dapat menjadi satusatunya temuan radiologis pneumoperitoneum (Gambar 18). Perforasi colon yang terjadi sebagian besar akibat divertikulitis akan terlihat udara bebas melewati jalur mesocolon sigmoideum yang kemudian meluas ke dalam rongga peritoneum (Gambar 18).3,10 Pada kasus trauma, penting sekali untuk menganalisa pola trauma dan penilaian terhadap distribusi cairan dapat membantu dalam menentukan apakah terdapat trauma pada sistema usus atau organ solid. Pada kasus trauma usus halus, cairan atau darah akan terkumpul diantara lembaran mesenterium usus halus (ekstraperitoneal). Cairan pada awalnya akan meluas diantara lipatan mesenterium membentuk kantong cairan berbentuk segitiga (Gambar 19) dan cairan tersebut tidak akan terlihat pada ruang paracolika atau pelvis.14 10 Pada trauma organ solid, cairan atau darah akan terlihat lebih dahulu disekitar organ yang mengalami trauma kemudian akan meluas ke caudal pada ruang paracolika dan rongga pelvis. Setelah ruang-ruang tersebut penuh, maka akan meluas diantara lembaran mesenterium (Gambar 19). Cairan pada kompartemen ekstraperitoneal terkadang sulit dibedakan dengan cairan intraperitoneal. Sangat penting untuk memahami lokasi anatomi organ dan hubungan dengan lokasi akumulasi cairan (Gambar 20). Pada saat terjadi akumulasi cairan ekstraperitoneal, maka cairan tersebut akan menggeser struktur-struktur intraperitoneal.2,14 Pada kasus ruptur ekstraperitoneal kandung kemih, akan menunjukkan gambaran khas dengan cairan berada di ruang perivesica sehingga terbentuk gambaran “molar tooth”. Sebaliknya, ruptur intraperitoneal kandung kemih akan menunjukkan perluasan cairan pada rongga intraperitoneal (Gambar 21).2,3,14 11 BAB IV KESIMPULAN Dengan memahami anatomi dan sirkulasi cairan peritoneum dapat membantu dalam menganalisa berbagai variasi proses patologis baik trauma, perforasi, infeksi maupun penyebaran metastasis sehingga dapat menentukan kompartemen atau organ mana yang terlibat atau menjadi penyebab utama proses tersebut. 12