BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JARAK

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha Curcas linn.)
Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas) adalah tanaman yang berasal
dari daerah Amerika Tengah dan telah didistribusikan oleh pelaut Portugis
melalui pulau Cape Veerde ke berbagai Negara di Afrika dan Asia
(Hambali, 2005). Selain itu, dinyatakan secara lebih spesifik bahwa asal
tanaman ini dari Brazil. Tanaman jarak pagar ini sendiri pemanfaatannya
menjadi luas pada zaman penjajahan Jepang.
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman perkebunan yang saat ini
diharapkan akan menjadi salah satu sumber bahan bakar nabati.
Di
Indonesia awalnya tanaman jarak ini lebih dikenal sebagai tanaman obatobatan, karena khasiatnya untuk mengobati luka, dan sebagai obat
pencahar. Tanaman ini lebih banyak pemanfaatannya pada kawasan timur
Indonesia, seperti Nusa Tenggara. Pemanfaatan dan pengelolaan tanaman
jarak pagar ini semakin berkembang, tidak hanya pada ruang lingkup yang
kecil sebagai tanaman hedge, tetapi telah menjadi komoditi utama dalam
skala perkebunan. Hal itu dikarenakan kandungan minyak yang terdapat
pada tanaman jarak mencapai 30% dari bagian bijinya.
Jarak
pagar
merupakan
tanaman
produktivitasnya mencapai 20 tahun.
tahunan
dengan
umur
Namun dalam pemeliharaannya,
perlu dilakukan pemangkasan/rejuventil setiap 10 tahun sekali yang
gunanya untuk memudakan kembali batang yang sudah tua.
Berdasarkan klasifikasi ilmiah, tanaman yang juga dikenal dengan
nama physic nut ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas L.
Jarak pagar adalah pohon kecil atau tanaman perdu yang cukup luas
yang tingginya dapat mencapai 5 m. tanaman ini memiliki pertumbuhan
ke arah keluar dengan bentuk morfologis yang tidak terus-menerus sama
setiap perkembangannya. Dormansinya dipengaruhi oleh fluktuasi dari
curah hujan suhu udara, dan penyinaran matahari. Batang tanamannya
mengandung lateks.
Normalnya, akan terbentuk lima akar pada saat
penyemaian, satu sebagai akar utama, dan keempat akar lainya
mengelilinginya.
Sebuah akar tap biasanya tidak terbentuk melalui
perbanyakan secara vegetatif. Inflorescences terbentuk pada percabangan
batang/terminal dan sangat kompleks. Tanaman jarak termasuk kelompok
tanaman berumah satu, dan bunganya termasuk bunga unisexual dan
terkadang bunga bisa bersifat hemaprodit. Sedangkan penyerbukan terjadi
dengan bantuan serangga semut (Heller 2006).
Secara ekologis, seperti kebanyakan spesies jatropha lainnya,
jatropha curcas adalah tanaman yang kaya akan air/succulent yang
menggugurkan daunnya pada musim kering. Hal ini merupakan bentuk
adaptasi terbaik pada daerah kering/gersang dan agak kering.
Pada
penyebaran tanaman jarak pagar, tampak bahwa tanaman ini dapat tumbuh
baik pada daerah kering pada iklim tropis, dengan curah hujan tahunan
300 sampai 1000 mm. Karena tanaman jarak pagar ini banyak tumbuh
pada daerah dengan ketinggian 0-500 m, maka dapat pula ditarik
kesimpulan bahwa tanaman ini dapat beradaptasi dengan suhu tinggi,
dengan fluktuasi suhu antara 20-28oC (Heller,1996). Tanaman ini dapat
tumbuh dengan baik pada tanah kering dengan aerasi tanah baik dan dapat
beradaptasi dengan baik pada tanah marginal dengan sedikit kandungan
nutrisi.
Duke (1985) di dalam Gubitz et al. (1999) menyebutkan bahwa
seluruh bagian dari tanaman jarak pagar telah digunakan sebagai obat
pencahar, obat kulit, dan penghilang nyeri akibat reumatik.
Menurut
Heyne (1987), getahnya mempunyai sifat laksatif yang sangat kuat. Selain
itu rebusan daunnya digunakan untuk obat batuk dan antiseptik pascakelahiran, hal ini dikarenakan daunnya memiliki daya memecahkan
pembengkakan (antiinflimasi).
Daun tanaman jarak ini juga diketahui
memiliki daya mencuci luka. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian
mengenai isolasi dan karakterisasi senyawa yang berpotensi sebagai
penyembuh luka dan efek anti-peradangan (www.nesmd.com).
Jatropha curcas
-Pengendali erosi
-Tanaman pelindung
-Tanaman pagar
-Fire wood
Daun
-Pengobatan
-Bahan anti bakar
- Eri Silk worm
Buah
Seed
-Insektisida
-Pangan/pakan (varietas tak beracun)
Seed Oil
-Produksi sabun
-Bahan bakar miyak
-Insektisida
-Pengobatan
Getah
-kandungan zat penutup luka
-pengobatan
Cangkang buah
-Biogas
-Pupuk hijau
-Bahan bakar kering
Seed cake
-Pupuk
-Biogas
-Pakan (varietas tak beracun)
Gambar 1. Pemanfaatan Komponen Jarak Pagar
Cangkang bijj
-Bahan bakar langsung
B. TEORI PEMANGKASAN
Syarat mutlak untuk melakukan pemangkasan adalah memahami
fisiologis pertumbuhan tanaman.
Ada dua cara tanaman tumbuh (1)
pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang pucuk (length of shoots)
dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (2)
pertumbuhan sekunder, yaitu peningkatan ukuran (tickness) batang dan
akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel
yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini, 2003). Dinyatakan
bahwa dalam batang terdapat dua tipe meristem tanaman (1) meristem
apikal, terletak di ujung setiap pucuk (shoot) dan akar (root). Bagian
tanaman berupa pucuk dan akar termasuk jenis meristem apikal ini. (2)
meristem apikal kecil atau dikenal dengan axillary meristem. Meristem ini
akan membentuk axillary bud (tunas ketiak) yang selalu dorman sampai
sebuah daun yang berhadapan dengannya berkembang penuh. Tunas
ketiak ini dapat mengalami masa dorman, atau berkembang menjadi
cabang lateral atau bunga.
Menurut Raden, 2009 peran tunas dalam kegiatan pemangkasan
sangat penting untuk menunjang pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan
reproduktif pohon.
Pemangkasan merupakan salah satu teknik
memanipulasi pertumbuhan dan pembungaan, sehingga dapat diperoleh
produksi buah yang meningkat.
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon kokoh dan tegar,
memperbanyak percabangan (munculnya daun pada ketiak daun dan
pucuk cabang atau batang), menghindari terjadinya dominasi apikal,
penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak daun (lateral) oleh ujung
ranting yang aktif tumbuh akibatnya tanaman memanjang, pemilihan tunas
baru yang teratur dan berpola serta meningkatkan jumlah bunga dan buah
pada tanaman yang berbunga terminal sehingga membentuk kerangka
pohon yang dapat mendukung pembungaan dan pertumbuhan buah
(Widodo, 1995).
Berdasarkan intensitas pemangkasan dikenal beberapa istilah
pemangkasan diantaranya : Tipping/ pinching (memangkas atau memetik
pucuk ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing
(memangkas cabang dekat pangkalnya menyisakan 2-5 ruas sehingga
menyerupai “puntung cerutu”), dan thinning (penjarangan cabang dengan
cara memotong tepat pada pangkalnya) (Widodo, 1995).
Menurut Raden, 2009 jumlah cabang primer dan cabang sekunder
akan menentukkan jumlah bunga, buah dan biji jarak pagar. Oleh karena
itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada
jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang
yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar.
Jarak pagar yang pembungaannya terminal, membutuhkan penyiapan
tempat berbunga yang sebanyak-banyaknya dan diikuti dengan perakaran
pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan
tajuk jarak pagar diperlukan untuk per tanaman agar tajuk tempat
keluarnya bunga dan buah dapat terbentuk, tetapi dengan percabangan
yang kompak. Umumnya rumus pangkas bentuk 3-9-27 memberi hasil
yang terbaik untuk tanaman berbunga terminal. Setelah tipe tajuk yang
cocok untuk menyediakan tempat pembungaan banyak terbentuk, maka
pemangkasan selanjutnya hanya berupa pemeliharaan bentuk dan
kebersihan tajuk. Ranting membawa bunga pada pohon yang berbunga
pada terminal perlu dipotong.
C. MESIN PEMANGKAS
Teknologi pemangkasan berkembang dari waktu ke waktu mulai dari
alat yang sederhana hingga menggunakan mesin sebagai sumber tenaga.
Awalnya, alat pemangkas hanya mengandalkan tenaga manusia melalui
ayunan lengan, seperti pada penggunaan parang, tetapi kini alat
pemangkas semakin efisien dalam penggunaan tenaga manusia. Beberapa
alat pemangkas dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini.
Gambar 2. Hedge Pruner
Gambar 5. Hedge Trimmers
Mesin
pemangkas
Gambar 3. Secateurs
Gambar 4. Saw
Gambar 6. Chainsaw
Gambar 7. Billhook
yang
digunakan
senantiasa
mengalami
perkembangan, dari yang hanya digunakan secara statis di satu lokasi,
hingga yang penggunaannya dapat dengan mudah berpindah, seperti mesin
pemangkas rumput.
Bentuk alat pemotong pun semakin berkembang,
tidak hanya berupa pelat, tetapi sudah mengadopsi teknologi pengergajian.
Pada pemangkasan dengan pisau, gaya pemotongan terjadi minimum
sekali secara impact, sedangkan pada pemangkasan dengan menggunakan
gergaji pemotongan terjadi melalui rangkaian gaya impact yang terjadi
terus-menerus dengan besaran gaya yang sama.
Pada
teknologi
pemangkasan
yang
mengadopsi
teknologi
pengergajian kayu, gaya yang dihasilkan oleh ayunan lengan digantikan
oleh putaran dari pisau gergaji. Jenis gergaji yang umum digunakan untuk
kegiatan pemotongan kayu glondongan adalah jenis circular saw. Jenis
gergaji ini memberikan hasil pemotongan yang baik pada kayu. Tipe
gergaji ini penggunaannya mulai diarahkan untuk tujuan pemangkasan.
Bentuk dari gergaji ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Circular Saw
Pada pemangkasan dengan mesin, daya yang dibutuhkan untuk
pemangkasan bergantung pada tingkat kerapatan kayu, yang sebanding
pula dengan tingkat kekuatan kayu.
Daya yang dibutuhkan untuk
pemangkasan akan mempengaruhi kecepatan pisau/gergaji pemangkas.
Nilai kekuatan kayu ini yang sekaligus menunjukkan tingkat kesulitan
pemotongan. Kerapatan batang nilainya sangat bervariasi, dan berkisar
antara 0.2 s/d 1. Untuk beberapa tanaman, seperti jarak pagar, tingkat
kerapatan batangnya cukup rendah yakni sebesar 0.3.
Pada kegiatan pemangkasan yang mempergunakan circular saw
perlu diperhatikan kecepatan putar yang dipergunakan.
Untuk
kepentingan pengergajian pada industri kayu potong, tingkat kecepatan
putar cukup bervariasi antara 1000 s/d 5000 rpm.
Faktor
lain yang perlu mendapatkan perhatian selain kecepatan
putar adalah kecepatan pengumpanan/feeding speed. Pada industri kayu
potong, feeding adalah kegiatan pengumpanan bahan yang akan dipotong
menuju bilah gergaji yang sedang bergerak/berputar.
Pada kegiatan
pemangkasan, feeding lebih didekatkan artinya dengan kecepatan maju
alat. Feeding speed sangat bergantung pada tingkat kekerasan bahan yang
akan digergaji.
Feeding speed yang saat ini umum diterapkan pada
industri pengergajian bervariasi nilainya mulai dari 1000 s/d 4000
mm/menit.
Untuk kayu dengan tingkat kekerasan yang rendah/lunak,
maka feeding speed yang dapat diasumsikan dengan kecepatan maju,
dapat mencapai 67 mm/detik.
Tipe circular saw yang umum digunakan pada adalah tipe circular
saw dengan teep yang disambung dengan las. Dalam desain circular saw
yang terpenting adalah “cutting circle diameter” yang sama untuk setiap
teep. Cutting circle diameter adalah diameter terluar sebuah circular saw
yang berupa ujung dari teep pada setiap gigi yang terdapat pada gergaji.
Cutting circle diameter yang sama akan berpengaruh pada distribusi gaya
yang sama besar pada setiap teep saat pengergajian. Jika ada teep yang
patah, maka penyebaran gaya pemotongan pada setiap teep menjadi tidak
seragam, sehingga hasil pemotongan akan kasar, dan dapat merusak mata
gergaji lainnya.
Bagian utama dari circular saw yang memiliki fungsi untuk
mengergaji adalah bagian bagian mata gergaji. Mata gergaji ini terbuat
dari bahan baku baja High Speed Steel (HSS).
Untuk menunjang
fungsinya pemangkasa, maka bagian mata gergaji tersebut dirancang
menyerong ke arah luar (bergantian ke arah kiri dan kanan).
Fungsi
bagian ini adalah untuk mencegah mata gergaji yang berputar terjepit pada
saat kegiatan pemotongan kayu-kayu yang berukuran besar.
Dengan
begitu resiko circular saw menjadi panas akibat gaya gesek yang besar
akan berkurang. Sehingga kerugian akibat panas yang terjadi, seperti
menurunnya tingkat kekerasan mata akan berkurang.
Faktor desain circular saw lainnya yang harus diperhatikan adalah
jarak antara setiap teep yang harus dijaga agar tetap sama diantara seluruh
teep yang ada, sehingga shear stress yang terjadi pada setiap teep nilainya
sama besar/ seragam. Selain faktor jarak teep, perlu dipastikan luas area
gulet untuk dipertahankan sama antara setiap teep. Gulet adalah area
kosong yang berada di belakang mata baja/teep, yang sekaligus menjadi
pembatas antar teep yang satu dengan teep yang lain. Gulet berfungsi
untuk menyalurkan bahan yang sudah digerus oleh bagian teep di
depannya untuk kemudian dibuang.
Faktor desain lain yang harus diperhitungkan adalah areal
pemotongan optimum. Areal pemotongan optimum ini berada di wilayah
yang meliputi 1/3 diameter circular saw.
Hal ini mengingat tidak
keseluruhan bagian circular saw dapat digunakan untuk mengergaji, hanya
bagian yang terbuat dari bahan HSS.
Kegiatan pemangkasan untuk memperoleh hasil yang baik perlu
dilengkapi dengan kegiatan kontrol. Kontrol yang dilakukan pada sistem
pemangkasan yang menggunakan circular saw adalah untuk menjaga
kecepatan putar (rpm), dan feeding speednya agar sesuai dengan jenis kayu
yang akan dipangkas. Untuk tujuan menjaga umur circular saw yang
dipergunakan, maka perlu diatur besar kecepatan putar dari bilah gergaji
jika diperbesar, maka feeding speednya harus diturunkan.
Tujuanya
adalah agar teep yang ada pada circular saw tidak segera mengalami
keausan.
Faktor
tambahan
yang
perlu
menjadi
pertimbangan
dalam
penggunaan gergaji untuk pemotongan adalah kandungan silika yang
terdapat di dalam tanaman, mata kayu, dan lainnya.
Tenaga
Satuan SI untuk energi dan kerja adalah Joule yang didefinisikan
sebagai kerja yang telah dilakukan ketika suatu gaya sebesar satu newton
memindahkan suatu material sejauh satu meter yang sesuai dengan arah
gaya yang diberikan. Satuan joule (J) nilainya setara dengan satu newton
meter (Nm). Sedangkan untuk daya adalah watt (W) yang setara dengan
satu joule per detik (J/s), atau satu newton meter per detik (Nm/s). Unit
yang umum digunakan adalah kW yang setara dengan satu kilo newton
meter per detik (kN.m/s).
............... (1)
.............. (2)
(Sumber: W. Smith, 1993)
Pemangkasan baik secara manual, maupun yang menggunakan
mesin, memerlukan sumber tenaga yang dapat dipergunakan untuk
menggerakkan /memutar bilah gergaji, baik jenis circular, maupun jenis
bandwith. Sumber tenaga yang umumnya dipergunakan dalam industri
pengergajian dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber tenaga dari bahan
bakar, dan sumber tenaga yang berasal dari energi listrik. Daya yang
dipergunakan berkisar antara 1 s/d 3 Hp atau setara dengan 0.745 kW s/d
2.235 kW. Tipe engine yang umum digunakan untuk sumber tenaga mesin
pemangkas dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah.
Gambar 9. Engine Motor Bensin 2-tak
Sebuah konsep berkembang pada kegiatan operasi peralatan di lahan.
Konsep ini dikemudian dikenal dengan rolling resistance.
Roling
resistance adalah besar gaya yang dibutuhkan untuk membuat peralatan
tetap bergerak dengan kecepatan yang tetap yang besarnya sebanding
dengan komponen penyusun berat peralatan tersebut. Gaya ini adalah
gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan komponen ban karet, serta
untuk menekan dan melemparkan tanah, serta untuk mengatasi gaya gesek
antara bantalan dengan poros roda.
Secara harafiah koefisien rolling resistance diartikan sebagai
perbandingan antara gaya horizontal (draft) yang dibutuhkan untuk
menarik peralatan serta rodanya pada permukaan horizontal, dengan gaya
vertikal yang terjadi pada poros roda (pull / weight). Ketika operasi
dilakukan pada lahan dengan kemiringan tertentu, berat diperhitungkan
tidak secara tegak lurus, namun turut memperhitungkan kemiringan yang
ada.
D. SIFAT FISIK-MEKANIK KAYU
Kollman dan Cote (1968), menyatakan bahwa semua kayu yang
berstruktur selular dimana masing-masing kayu disusun oleh sel-sel secara
simetris baik pada arah vertikal, maupun pada arah horizontal.
Zat
penyusun kayu terdiri atas bagian kayu, zat ekstraktif, dan air yang
kandungannya sangat bervariasi baik antar bagian satu pohon, antar pohon
sejenis, maupun antar jenis pohon. Hal ini menyebabkan terdapat ragam
sifat fisik, dan sifat mekanik pada berbagai jenis kayu.
Kayu merupakan produk alam yang memiliki sifat ortotropis. Hal ini
karena kayu memiliki sifat mekanis yang khas yang berbeda pada ketiga
arah sumbu yang saling tegak lurus, yaitu arah radial, tangensial dan arah
longitudinal. Arah tangensial merupakan arah yang tegak lurus terhadap
serat.
Arah radial adalah arah yang searah dengan lingkar tumbuh.
Sedangkan arah longitudinal merupakan arah yang sejajar terhadap serat.
Kayu bersifat higroskopis, yaitu dapat mengikat dan melepaskan air
sesuai dengan keadaan suhu dan kelembaban udara sekitarnya. Selain itu
kayu bersifat anisotropis artinya pengembangan dan penyusutan yang
terjadi pada kayu tersebut tidak sama besar pada ketiga arah sumbunya.
Sifat mekanis kayu
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) sifat kekuatan kayu terhadap
perubahan bentuk akibat beban atau gaya luar yang mengenainya sangat
ditentukan oleh sifat mekanis kayu. Gaya luar atau beban tersebut dapat
berupa tekanan, tarikan, atau geseran. Gaya yang timbul oleh gaya luar
disebut tegangan (stress) dan gaya ini menimbulkan regangan yang
bertendensi untuk mengubah bentuk dan ukuran, dari benda bersangkutan.
Sifat mekanis yang dapat digunakan untuk menilai kekuatan kayu secara
terperinci adalah sebagai brerikut: keteguhan tarik (tensile streanght),
keteguhan tekan (compresive strenght), keteguhan geser (shearing
strenght), keteguhan lentur statik (static bending strenght), sifat kekakuan
(stiffness), sifat keuletan (toughness), sifat kekerasan (hardness), sifat
ketahanan belah (cleavage resistance) (Green et al.1994).
Surjokusumo (1987) diacu dari skripsi Wasman (1996), mengatakan
bahwa dalam membuat klasifikasi mutu kayu, sifat kayu, sifat mekanis
kayu yaang diperhatikan sebagai standar klasifikasi adalah modulus
elastisitas (MOE), dan keteguhan lentur patah (MOR). Modulus elastisitas
adalah. Tegangan adalah besar dari gaya yang diberikan pada suatu luas
area tertentu.
Regangan adalah perbandingan perubahan yang terjadi
terhadap ukuran awalnya akibat diberikan suatu gaya dengan besaran
tertentu.
Surjokusumo juga menyatakan bahwa modulus elastisitas dapat
digunakan sebagai alat penduga kekuatan kayu. Pendugaan kekuatan kayu
berdasarkan
MOE
memiliki
tingkat
kepastian
yang
lebih
jika
dibandingkan dengan pendugaan dengan dasar berat jenis atau kerapatan,
karena modulus elastisistas turut memperhitungkan cacat yang terjadi pada
bahan.
Selanjutnya Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa
MOE ini berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang
terjadi. Besarnya defleksi yang terjadi dipengaruhi oleh besar dan lokasi
pembebanan yang terjadi, panjang dan ukuran penampang balok serta
MOE kayu itu sendiri.
Modulus Geser
Sifat kayu lainnya yang berkaitan dengan ke kuatan kayu adalah
modulus geser. Menurut Nash (1957) menyebutkan bahwa modulud geser
merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan geser. Modulus
geser ini biasanya disebut juga dengan modulus rigidity menunjukkan
kekuatan defleksi dari benda yang disebabkan oleh tegangan geser (Green
et al. 1999). Dalam persamaan defleksi nilai ini merupakan nilai yang
seringkali diabaikan dalam perhitungan (Hoyle Jr 1978).
ASTM D 198-99 yang dikutip dari Ginoga,1974 disebutkan bahwa
nilai modulus geser untuk balok dengan penampang segi empat dapat
dicari dengan menggunakan persamaan:
..................................................................................................... (3)
Keterangan:
1.2 = Merupakan faktor bentuk
G
= Modulus geser (kg/cm2 atau MPa)
K
= Konstanta yang ditetapkan dari hasil ploting nilai 1/Ef (dimana Ef
adalah satu titik) dengan (h/L)2 untuk setiap bentang yang diujikan.
Pada persamaan untuk perubahaan bentuk kayu (deformasi), nilai
modulus elastisitas dan nilai modulus rigidity merupakan nilai yang
penting selain nilai beban yang dikenakan dan dimensi dari bahan.
Persamaan perubahaan bentuk ini penting untuk menetapkan dimensi
penampang minimum yang diperlukan dalam perencanaan bangunan guna
mengetahui batas perubahan bentuk pada kayu ditunjukkan oleh nilai
defleksi apabila kayu tersebut merupakan sebuah balok yakni bahan yang
mengalami pembebanan tegak lurus terhadap sumbu memanjangnya.
Defleksi dari balok pada tengah bentang biasanya dihitung dengan
persamaan yang mengabaikan komponen defleksi geser. Persamaan ini
biasa digunakan dalam perhitungan untuk memperoleh nilai MOE dari
bahan yang diuji. Persamaan tersebut adalah:
................................................................................................... (4)
Di dalam ASTM D 198-99 disebutkan juga bahwa sering hubungan
antara
defleksi
dan
konstanta
elektrik
disederhanakan
dengan
mengabaikan kontribusi dari defleksi geser dimana konstanta elastic
tersebut dikenal dengan nilai modulus of elasticity “apparent” atau
modulus elastisitas nyata yang dilambangkan dengan Ef.
Pada kenyataannya defleksi merupakan fungsi dari modulus
elastisitas dan modulus geser bahan, persamaan yang lebih teliti untuk
balok dengan penampang segi empat dihitung dengan menggunakan 2
element dari defleksi total balok (Hoyle Jr 1978). Defleksi untuk balok
lurus dengan tegangan elastic dan memiliki ukuran panjang yang tetap
untuk memiliki persamaan defleksi
Bakir Ginoga (1974) memberikan petunjuk lain untuk mencari nilai
keteguhan geser. Dengan berdasarkan pada standar JIS Z 2114 (1957) dan
JIS Z 2101 (1957) serta JIS Z (1957). Menurutnya pengujian tegangan
geser dilakuakan searah dengan serat.
Nilai keteguhan geser dapat
dihitung dengan:
...................................................... (5)
Keterangan,
P = beban maksimum (kg)
A = luas bidang geser (cm2)
Download