BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha Curcas linn.) Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika Tengah dan telah didistribusikan oleh pelaut Portugis melalui pulau Cape Veerde ke berbagai Negara di Afrika dan Asia (Hambali, 2005). Selain itu, dinyatakan secara lebih spesifik bahwa asal tanaman ini dari Brazil. Tanaman jarak pagar ini sendiri pemanfaatannya menjadi luas pada zaman penjajahan Jepang. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman perkebunan yang saat ini diharapkan akan menjadi salah satu sumber bahan bakar nabati. Di Indonesia awalnya tanaman jarak ini lebih dikenal sebagai tanaman obatobatan, karena khasiatnya untuk mengobati luka, dan sebagai obat pencahar. Tanaman ini lebih banyak pemanfaatannya pada kawasan timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara. Pemanfaatan dan pengelolaan tanaman jarak pagar ini semakin berkembang, tidak hanya pada ruang lingkup yang kecil sebagai tanaman hedge, tetapi telah menjadi komoditi utama dalam skala perkebunan. Hal itu dikarenakan kandungan minyak yang terdapat pada tanaman jarak mencapai 30% dari bagian bijinya. Jarak pagar merupakan tanaman produktivitasnya mencapai 20 tahun. tahunan dengan umur Namun dalam pemeliharaannya, perlu dilakukan pemangkasan/rejuventil setiap 10 tahun sekali yang gunanya untuk memudakan kembali batang yang sudah tua. Berdasarkan klasifikasi ilmiah, tanaman yang juga dikenal dengan nama physic nut ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klasifikasi Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas L. Jarak pagar adalah pohon kecil atau tanaman perdu yang cukup luas yang tingginya dapat mencapai 5 m. tanaman ini memiliki pertumbuhan ke arah keluar dengan bentuk morfologis yang tidak terus-menerus sama setiap perkembangannya. Dormansinya dipengaruhi oleh fluktuasi dari curah hujan suhu udara, dan penyinaran matahari. Batang tanamannya mengandung lateks. Normalnya, akan terbentuk lima akar pada saat penyemaian, satu sebagai akar utama, dan keempat akar lainya mengelilinginya. Sebuah akar tap biasanya tidak terbentuk melalui perbanyakan secara vegetatif. Inflorescences terbentuk pada percabangan batang/terminal dan sangat kompleks. Tanaman jarak termasuk kelompok tanaman berumah satu, dan bunganya termasuk bunga unisexual dan terkadang bunga bisa bersifat hemaprodit. Sedangkan penyerbukan terjadi dengan bantuan serangga semut (Heller 2006). Secara ekologis, seperti kebanyakan spesies jatropha lainnya, jatropha curcas adalah tanaman yang kaya akan air/succulent yang menggugurkan daunnya pada musim kering. Hal ini merupakan bentuk adaptasi terbaik pada daerah kering/gersang dan agak kering. Pada penyebaran tanaman jarak pagar, tampak bahwa tanaman ini dapat tumbuh baik pada daerah kering pada iklim tropis, dengan curah hujan tahunan 300 sampai 1000 mm. Karena tanaman jarak pagar ini banyak tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-500 m, maka dapat pula ditarik kesimpulan bahwa tanaman ini dapat beradaptasi dengan suhu tinggi, dengan fluktuasi suhu antara 20-28oC (Heller,1996). Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah kering dengan aerasi tanah baik dan dapat beradaptasi dengan baik pada tanah marginal dengan sedikit kandungan nutrisi. Duke (1985) di dalam Gubitz et al. (1999) menyebutkan bahwa seluruh bagian dari tanaman jarak pagar telah digunakan sebagai obat pencahar, obat kulit, dan penghilang nyeri akibat reumatik. Menurut Heyne (1987), getahnya mempunyai sifat laksatif yang sangat kuat. Selain itu rebusan daunnya digunakan untuk obat batuk dan antiseptik pascakelahiran, hal ini dikarenakan daunnya memiliki daya memecahkan pembengkakan (antiinflimasi). Daun tanaman jarak ini juga diketahui memiliki daya mencuci luka. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi senyawa yang berpotensi sebagai penyembuh luka dan efek anti-peradangan (www.nesmd.com). Jatropha curcas -Pengendali erosi -Tanaman pelindung -Tanaman pagar -Fire wood Daun -Pengobatan -Bahan anti bakar - Eri Silk worm Buah Seed -Insektisida -Pangan/pakan (varietas tak beracun) Seed Oil -Produksi sabun -Bahan bakar miyak -Insektisida -Pengobatan Getah -kandungan zat penutup luka -pengobatan Cangkang buah -Biogas -Pupuk hijau -Bahan bakar kering Seed cake -Pupuk -Biogas -Pakan (varietas tak beracun) Gambar 1. Pemanfaatan Komponen Jarak Pagar Cangkang bijj -Bahan bakar langsung B. TEORI PEMANGKASAN Syarat mutlak untuk melakukan pemangkasan adalah memahami fisiologis pertumbuhan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh (1) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang pucuk (length of shoots) dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (2) pertumbuhan sekunder, yaitu peningkatan ukuran (tickness) batang dan akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini, 2003). Dinyatakan bahwa dalam batang terdapat dua tipe meristem tanaman (1) meristem apikal, terletak di ujung setiap pucuk (shoot) dan akar (root). Bagian tanaman berupa pucuk dan akar termasuk jenis meristem apikal ini. (2) meristem apikal kecil atau dikenal dengan axillary meristem. Meristem ini akan membentuk axillary bud (tunas ketiak) yang selalu dorman sampai sebuah daun yang berhadapan dengannya berkembang penuh. Tunas ketiak ini dapat mengalami masa dorman, atau berkembang menjadi cabang lateral atau bunga. Menurut Raden, 2009 peran tunas dalam kegiatan pemangkasan sangat penting untuk menunjang pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan reproduktif pohon. Pemangkasan merupakan salah satu teknik memanipulasi pertumbuhan dan pembungaan, sehingga dapat diperoleh produksi buah yang meningkat. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan (munculnya daun pada ketiak daun dan pucuk cabang atau batang), menghindari terjadinya dominasi apikal, penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak daun (lateral) oleh ujung ranting yang aktif tumbuh akibatnya tanaman memanjang, pemilihan tunas baru yang teratur dan berpola serta meningkatkan jumlah bunga dan buah pada tanaman yang berbunga terminal sehingga membentuk kerangka pohon yang dapat mendukung pembungaan dan pertumbuhan buah (Widodo, 1995). Berdasarkan intensitas pemangkasan dikenal beberapa istilah pemangkasan diantaranya : Tipping/ pinching (memangkas atau memetik pucuk ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing (memangkas cabang dekat pangkalnya menyisakan 2-5 ruas sehingga menyerupai “puntung cerutu”), dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya) (Widodo, 1995). Menurut Raden, 2009 jumlah cabang primer dan cabang sekunder akan menentukkan jumlah bunga, buah dan biji jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar. Jarak pagar yang pembungaannya terminal, membutuhkan penyiapan tempat berbunga yang sebanyak-banyaknya dan diikuti dengan perakaran pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan tajuk jarak pagar diperlukan untuk per tanaman agar tajuk tempat keluarnya bunga dan buah dapat terbentuk, tetapi dengan percabangan yang kompak. Umumnya rumus pangkas bentuk 3-9-27 memberi hasil yang terbaik untuk tanaman berbunga terminal. Setelah tipe tajuk yang cocok untuk menyediakan tempat pembungaan banyak terbentuk, maka pemangkasan selanjutnya hanya berupa pemeliharaan bentuk dan kebersihan tajuk. Ranting membawa bunga pada pohon yang berbunga pada terminal perlu dipotong. C. MESIN PEMANGKAS Teknologi pemangkasan berkembang dari waktu ke waktu mulai dari alat yang sederhana hingga menggunakan mesin sebagai sumber tenaga. Awalnya, alat pemangkas hanya mengandalkan tenaga manusia melalui ayunan lengan, seperti pada penggunaan parang, tetapi kini alat pemangkas semakin efisien dalam penggunaan tenaga manusia. Beberapa alat pemangkas dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini. Gambar 2. Hedge Pruner Gambar 5. Hedge Trimmers Mesin pemangkas Gambar 3. Secateurs Gambar 4. Saw Gambar 6. Chainsaw Gambar 7. Billhook yang digunakan senantiasa mengalami perkembangan, dari yang hanya digunakan secara statis di satu lokasi, hingga yang penggunaannya dapat dengan mudah berpindah, seperti mesin pemangkas rumput. Bentuk alat pemotong pun semakin berkembang, tidak hanya berupa pelat, tetapi sudah mengadopsi teknologi pengergajian. Pada pemangkasan dengan pisau, gaya pemotongan terjadi minimum sekali secara impact, sedangkan pada pemangkasan dengan menggunakan gergaji pemotongan terjadi melalui rangkaian gaya impact yang terjadi terus-menerus dengan besaran gaya yang sama. Pada teknologi pemangkasan yang mengadopsi teknologi pengergajian kayu, gaya yang dihasilkan oleh ayunan lengan digantikan oleh putaran dari pisau gergaji. Jenis gergaji yang umum digunakan untuk kegiatan pemotongan kayu glondongan adalah jenis circular saw. Jenis gergaji ini memberikan hasil pemotongan yang baik pada kayu. Tipe gergaji ini penggunaannya mulai diarahkan untuk tujuan pemangkasan. Bentuk dari gergaji ini dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Circular Saw Pada pemangkasan dengan mesin, daya yang dibutuhkan untuk pemangkasan bergantung pada tingkat kerapatan kayu, yang sebanding pula dengan tingkat kekuatan kayu. Daya yang dibutuhkan untuk pemangkasan akan mempengaruhi kecepatan pisau/gergaji pemangkas. Nilai kekuatan kayu ini yang sekaligus menunjukkan tingkat kesulitan pemotongan. Kerapatan batang nilainya sangat bervariasi, dan berkisar antara 0.2 s/d 1. Untuk beberapa tanaman, seperti jarak pagar, tingkat kerapatan batangnya cukup rendah yakni sebesar 0.3. Pada kegiatan pemangkasan yang mempergunakan circular saw perlu diperhatikan kecepatan putar yang dipergunakan. Untuk kepentingan pengergajian pada industri kayu potong, tingkat kecepatan putar cukup bervariasi antara 1000 s/d 5000 rpm. Faktor lain yang perlu mendapatkan perhatian selain kecepatan putar adalah kecepatan pengumpanan/feeding speed. Pada industri kayu potong, feeding adalah kegiatan pengumpanan bahan yang akan dipotong menuju bilah gergaji yang sedang bergerak/berputar. Pada kegiatan pemangkasan, feeding lebih didekatkan artinya dengan kecepatan maju alat. Feeding speed sangat bergantung pada tingkat kekerasan bahan yang akan digergaji. Feeding speed yang saat ini umum diterapkan pada industri pengergajian bervariasi nilainya mulai dari 1000 s/d 4000 mm/menit. Untuk kayu dengan tingkat kekerasan yang rendah/lunak, maka feeding speed yang dapat diasumsikan dengan kecepatan maju, dapat mencapai 67 mm/detik. Tipe circular saw yang umum digunakan pada adalah tipe circular saw dengan teep yang disambung dengan las. Dalam desain circular saw yang terpenting adalah “cutting circle diameter” yang sama untuk setiap teep. Cutting circle diameter adalah diameter terluar sebuah circular saw yang berupa ujung dari teep pada setiap gigi yang terdapat pada gergaji. Cutting circle diameter yang sama akan berpengaruh pada distribusi gaya yang sama besar pada setiap teep saat pengergajian. Jika ada teep yang patah, maka penyebaran gaya pemotongan pada setiap teep menjadi tidak seragam, sehingga hasil pemotongan akan kasar, dan dapat merusak mata gergaji lainnya. Bagian utama dari circular saw yang memiliki fungsi untuk mengergaji adalah bagian bagian mata gergaji. Mata gergaji ini terbuat dari bahan baku baja High Speed Steel (HSS). Untuk menunjang fungsinya pemangkasa, maka bagian mata gergaji tersebut dirancang menyerong ke arah luar (bergantian ke arah kiri dan kanan). Fungsi bagian ini adalah untuk mencegah mata gergaji yang berputar terjepit pada saat kegiatan pemotongan kayu-kayu yang berukuran besar. Dengan begitu resiko circular saw menjadi panas akibat gaya gesek yang besar akan berkurang. Sehingga kerugian akibat panas yang terjadi, seperti menurunnya tingkat kekerasan mata akan berkurang. Faktor desain circular saw lainnya yang harus diperhatikan adalah jarak antara setiap teep yang harus dijaga agar tetap sama diantara seluruh teep yang ada, sehingga shear stress yang terjadi pada setiap teep nilainya sama besar/ seragam. Selain faktor jarak teep, perlu dipastikan luas area gulet untuk dipertahankan sama antara setiap teep. Gulet adalah area kosong yang berada di belakang mata baja/teep, yang sekaligus menjadi pembatas antar teep yang satu dengan teep yang lain. Gulet berfungsi untuk menyalurkan bahan yang sudah digerus oleh bagian teep di depannya untuk kemudian dibuang. Faktor desain lain yang harus diperhitungkan adalah areal pemotongan optimum. Areal pemotongan optimum ini berada di wilayah yang meliputi 1/3 diameter circular saw. Hal ini mengingat tidak keseluruhan bagian circular saw dapat digunakan untuk mengergaji, hanya bagian yang terbuat dari bahan HSS. Kegiatan pemangkasan untuk memperoleh hasil yang baik perlu dilengkapi dengan kegiatan kontrol. Kontrol yang dilakukan pada sistem pemangkasan yang menggunakan circular saw adalah untuk menjaga kecepatan putar (rpm), dan feeding speednya agar sesuai dengan jenis kayu yang akan dipangkas. Untuk tujuan menjaga umur circular saw yang dipergunakan, maka perlu diatur besar kecepatan putar dari bilah gergaji jika diperbesar, maka feeding speednya harus diturunkan. Tujuanya adalah agar teep yang ada pada circular saw tidak segera mengalami keausan. Faktor tambahan yang perlu menjadi pertimbangan dalam penggunaan gergaji untuk pemotongan adalah kandungan silika yang terdapat di dalam tanaman, mata kayu, dan lainnya. Tenaga Satuan SI untuk energi dan kerja adalah Joule yang didefinisikan sebagai kerja yang telah dilakukan ketika suatu gaya sebesar satu newton memindahkan suatu material sejauh satu meter yang sesuai dengan arah gaya yang diberikan. Satuan joule (J) nilainya setara dengan satu newton meter (Nm). Sedangkan untuk daya adalah watt (W) yang setara dengan satu joule per detik (J/s), atau satu newton meter per detik (Nm/s). Unit yang umum digunakan adalah kW yang setara dengan satu kilo newton meter per detik (kN.m/s). ............... (1) .............. (2) (Sumber: W. Smith, 1993) Pemangkasan baik secara manual, maupun yang menggunakan mesin, memerlukan sumber tenaga yang dapat dipergunakan untuk menggerakkan /memutar bilah gergaji, baik jenis circular, maupun jenis bandwith. Sumber tenaga yang umumnya dipergunakan dalam industri pengergajian dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber tenaga dari bahan bakar, dan sumber tenaga yang berasal dari energi listrik. Daya yang dipergunakan berkisar antara 1 s/d 3 Hp atau setara dengan 0.745 kW s/d 2.235 kW. Tipe engine yang umum digunakan untuk sumber tenaga mesin pemangkas dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah. Gambar 9. Engine Motor Bensin 2-tak Sebuah konsep berkembang pada kegiatan operasi peralatan di lahan. Konsep ini dikemudian dikenal dengan rolling resistance. Roling resistance adalah besar gaya yang dibutuhkan untuk membuat peralatan tetap bergerak dengan kecepatan yang tetap yang besarnya sebanding dengan komponen penyusun berat peralatan tersebut. Gaya ini adalah gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan komponen ban karet, serta untuk menekan dan melemparkan tanah, serta untuk mengatasi gaya gesek antara bantalan dengan poros roda. Secara harafiah koefisien rolling resistance diartikan sebagai perbandingan antara gaya horizontal (draft) yang dibutuhkan untuk menarik peralatan serta rodanya pada permukaan horizontal, dengan gaya vertikal yang terjadi pada poros roda (pull / weight). Ketika operasi dilakukan pada lahan dengan kemiringan tertentu, berat diperhitungkan tidak secara tegak lurus, namun turut memperhitungkan kemiringan yang ada. D. SIFAT FISIK-MEKANIK KAYU Kollman dan Cote (1968), menyatakan bahwa semua kayu yang berstruktur selular dimana masing-masing kayu disusun oleh sel-sel secara simetris baik pada arah vertikal, maupun pada arah horizontal. Zat penyusun kayu terdiri atas bagian kayu, zat ekstraktif, dan air yang kandungannya sangat bervariasi baik antar bagian satu pohon, antar pohon sejenis, maupun antar jenis pohon. Hal ini menyebabkan terdapat ragam sifat fisik, dan sifat mekanik pada berbagai jenis kayu. Kayu merupakan produk alam yang memiliki sifat ortotropis. Hal ini karena kayu memiliki sifat mekanis yang khas yang berbeda pada ketiga arah sumbu yang saling tegak lurus, yaitu arah radial, tangensial dan arah longitudinal. Arah tangensial merupakan arah yang tegak lurus terhadap serat. Arah radial adalah arah yang searah dengan lingkar tumbuh. Sedangkan arah longitudinal merupakan arah yang sejajar terhadap serat. Kayu bersifat higroskopis, yaitu dapat mengikat dan melepaskan air sesuai dengan keadaan suhu dan kelembaban udara sekitarnya. Selain itu kayu bersifat anisotropis artinya pengembangan dan penyusutan yang terjadi pada kayu tersebut tidak sama besar pada ketiga arah sumbunya. Sifat mekanis kayu Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) sifat kekuatan kayu terhadap perubahan bentuk akibat beban atau gaya luar yang mengenainya sangat ditentukan oleh sifat mekanis kayu. Gaya luar atau beban tersebut dapat berupa tekanan, tarikan, atau geseran. Gaya yang timbul oleh gaya luar disebut tegangan (stress) dan gaya ini menimbulkan regangan yang bertendensi untuk mengubah bentuk dan ukuran, dari benda bersangkutan. Sifat mekanis yang dapat digunakan untuk menilai kekuatan kayu secara terperinci adalah sebagai brerikut: keteguhan tarik (tensile streanght), keteguhan tekan (compresive strenght), keteguhan geser (shearing strenght), keteguhan lentur statik (static bending strenght), sifat kekakuan (stiffness), sifat keuletan (toughness), sifat kekerasan (hardness), sifat ketahanan belah (cleavage resistance) (Green et al.1994). Surjokusumo (1987) diacu dari skripsi Wasman (1996), mengatakan bahwa dalam membuat klasifikasi mutu kayu, sifat kayu, sifat mekanis kayu yaang diperhatikan sebagai standar klasifikasi adalah modulus elastisitas (MOE), dan keteguhan lentur patah (MOR). Modulus elastisitas adalah. Tegangan adalah besar dari gaya yang diberikan pada suatu luas area tertentu. Regangan adalah perbandingan perubahan yang terjadi terhadap ukuran awalnya akibat diberikan suatu gaya dengan besaran tertentu. Surjokusumo juga menyatakan bahwa modulus elastisitas dapat digunakan sebagai alat penduga kekuatan kayu. Pendugaan kekuatan kayu berdasarkan MOE memiliki tingkat kepastian yang lebih jika dibandingkan dengan pendugaan dengan dasar berat jenis atau kerapatan, karena modulus elastisistas turut memperhitungkan cacat yang terjadi pada bahan. Selanjutnya Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa MOE ini berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi yang terjadi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan yang terjadi, panjang dan ukuran penampang balok serta MOE kayu itu sendiri. Modulus Geser Sifat kayu lainnya yang berkaitan dengan ke kuatan kayu adalah modulus geser. Menurut Nash (1957) menyebutkan bahwa modulud geser merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan geser. Modulus geser ini biasanya disebut juga dengan modulus rigidity menunjukkan kekuatan defleksi dari benda yang disebabkan oleh tegangan geser (Green et al. 1999). Dalam persamaan defleksi nilai ini merupakan nilai yang seringkali diabaikan dalam perhitungan (Hoyle Jr 1978). ASTM D 198-99 yang dikutip dari Ginoga,1974 disebutkan bahwa nilai modulus geser untuk balok dengan penampang segi empat dapat dicari dengan menggunakan persamaan: ..................................................................................................... (3) Keterangan: 1.2 = Merupakan faktor bentuk G = Modulus geser (kg/cm2 atau MPa) K = Konstanta yang ditetapkan dari hasil ploting nilai 1/Ef (dimana Ef adalah satu titik) dengan (h/L)2 untuk setiap bentang yang diujikan. Pada persamaan untuk perubahaan bentuk kayu (deformasi), nilai modulus elastisitas dan nilai modulus rigidity merupakan nilai yang penting selain nilai beban yang dikenakan dan dimensi dari bahan. Persamaan perubahaan bentuk ini penting untuk menetapkan dimensi penampang minimum yang diperlukan dalam perencanaan bangunan guna mengetahui batas perubahan bentuk pada kayu ditunjukkan oleh nilai defleksi apabila kayu tersebut merupakan sebuah balok yakni bahan yang mengalami pembebanan tegak lurus terhadap sumbu memanjangnya. Defleksi dari balok pada tengah bentang biasanya dihitung dengan persamaan yang mengabaikan komponen defleksi geser. Persamaan ini biasa digunakan dalam perhitungan untuk memperoleh nilai MOE dari bahan yang diuji. Persamaan tersebut adalah: ................................................................................................... (4) Di dalam ASTM D 198-99 disebutkan juga bahwa sering hubungan antara defleksi dan konstanta elektrik disederhanakan dengan mengabaikan kontribusi dari defleksi geser dimana konstanta elastic tersebut dikenal dengan nilai modulus of elasticity “apparent” atau modulus elastisitas nyata yang dilambangkan dengan Ef. Pada kenyataannya defleksi merupakan fungsi dari modulus elastisitas dan modulus geser bahan, persamaan yang lebih teliti untuk balok dengan penampang segi empat dihitung dengan menggunakan 2 element dari defleksi total balok (Hoyle Jr 1978). Defleksi untuk balok lurus dengan tegangan elastic dan memiliki ukuran panjang yang tetap untuk memiliki persamaan defleksi Bakir Ginoga (1974) memberikan petunjuk lain untuk mencari nilai keteguhan geser. Dengan berdasarkan pada standar JIS Z 2114 (1957) dan JIS Z 2101 (1957) serta JIS Z (1957). Menurutnya pengujian tegangan geser dilakuakan searah dengan serat. Nilai keteguhan geser dapat dihitung dengan: ...................................................... (5) Keterangan, P = beban maksimum (kg) A = luas bidang geser (cm2)