BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. Kajian Teori Harga Pokok produksi a. Pengertian Harga Pokok Produksi Para ahli mempunyai definisi yang berbeda-beda mengenai pengertian Harga Pokok Produksi. Berikut definisi Harga Pokok Produksi menurut para ahli.Menurut Hansen dan Mowen (2004:53) “Harga Pokok Produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan”. Dan menurut Charles T. Horngren, Srikant M. Datar, George Foster (2006:45) “Harga Pokok Produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan”. Sedangkan menurut Mulyadi (2009: 14) “biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa “Harga Pokok Produksi merupakan seluruh biaya yang dikorbankan dalam suatu proses produksi untuk mengubah bahan mentah/bahan baku menjadi barang jadi pada suatu periode tertentu”. Dan untuk menentukanHarga Pokok Produksi tidak akan lepas dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya overhead pabrikyang digunakan dalam proses produksi.Selain itu informasi 9 tentang Harga Pokok Produksi tersebut juga sangat dibutuhkan oleh manajer dalam menentukan harga jual dan untuk pihak eksternal yang ingin menanamkan modalnya dalam perusahan tersebut. Karena itu perhitungan harga pokok produksi harus benar-benar dilakukan secara tepat dan akurat. b. Komponen Harga Pokok Produksi Untuk menghitung Harga Pokok Produksi tidak lepas dari tiga komponen biaya, yaitu: 1. Biaya Bahan Baku Bahan baku adalah bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang jadi. Besarnya bahan baku yang digunakan dapat dilihat melalui bentuk barang yang sudah jadi. Yang artinya, besarnya bahan baku yang digunakan dapat dilihat dari jumlah/output barang jadi yang sudah diproduksi. Contoh bahan baku dalam perusahaan mebel adalah kayu. Menurut Banuar (2011) pada perusahaan manufaktur ada 2 aktivitas penting yang berkaitan dengan persediaan bahan baku yaitu: a) Pengadaan: agar persediaan bahan digudang tidak mengalami kelebihan atau kekurangan maka permintaan bahan harus mempertimbangkan tingkat reorder point, dimana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan sebelum persediaan bahan akan habis. 10 b) Distribusi: aktivitas ini merupakan pemindahaan bahan dari golongan gudang menuju tempat proses produksi dan kembali lagi ke gudang untuk disimpan. 2. Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji/upah tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi. Dibanyak organisasi hal ini merupakan biaya yang membutuhkan pengukuran, pengendalian, dan analisis yang sistematis (Carter, 2009 dalam Banuar Yudhaswara 2011: 6). Contoh BTKL pada perusahaan mebel adalah tukang kayu dan tukang amplas. 3. Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya yang timbul dalam proses produksi selain yang termasuk dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerla langsung (Daljono, 2009: 16). Yang termasuk dalam BOP antara lain adalah: a) Biaya pemakaian supplies pabrik b) Biaya pemakaian minyak pelumas c) Biaya penyusutan bagian produksi d) Biaya pemeliharaan e) Biaya listrik bagian produksi f) Biaya asuransi 11 g) Biaya pengawasan c. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (1992: 50) ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga pokok produksi, yaitu metode penentuan harga pokok produksi full costing, metode penentuan harga pokok produksi variable costing dan metode penentuan harga pokok produksi activity-based costing system yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Metode full costing Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik, baik yang berlaku variabel maupun tetap, seperti berikut ini: Biaya bahan baku xxx Biaya tenaga kerja langsung xxx Biaya overhead pabrik variabel xxx Biaya overhead pabrik tetap xxx Kos produksi xxx + 2. Metode Variable Costing Variable costing merupakan metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berlaku variabel ke dalam kos 12 produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel, seperti berikut ini: Biaya bahan baku xxx Biaya bahan baku langsung xxx Biaya overhead pabrik variabel xxx Kos produksi xxx + 3. Metode Activity-Based Costing System Activity-Based Costing System adalah metode penentuan Harga Pokok Produksi yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat. Full cost of product activity-based costing system mencakup total biaya desain dan pengembangan ditambah biaya produksi dan ditambah biaya dukungan logistic. Biaya desain dan pengembangan Biaya desain atau pengembangan XXX Biaya produksi Aktivitas level unit XXX Aktivitas level bacth XXX Aktivitas level produk XXX Aktivitas level fasilitas XXX + XXX Biaya dukungan lagistik 13 Biaya iklan XXX Biaya distribusi XXX Biaya garansi produk XXX + XXX + Jika full costing dan variable costing menitik beratkan penentuan harga pokok produksi pada fase produksi saja, activity-based costing system menitik beratkan penentuan harga pokok produksi disemua fase pembuatan produk, sejak fase desain dan pengembangan produk sampai dengan penyerahan produk ke konsumen. Full costing dan variable costing merupakan penentuan harga pokok produk konvensional yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu sedangkan activity-based costing system menjadi alternative metode penentuan harga pokok produk seiring dengan perkembangan teknologi informasi. d. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Metode pengumpulan harga pokok produksi dibagi menjadi dua yaitu metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan, yang akan dijelaskan sebagai berikut ini: 1. Metode Harga Pokok Dalam Proses Menurut Carter & Usry (2004: 110) “metode harga pokok dalam proses adalah mengakumulasikan semua biaya operasi suatu proses untuk suatu periode waktu dan kemudian membagi biaya tersebut dengan jumlah 14 unit produk yang telah melewati proses selama periode tersebut; hasilnya adalah biaya per unit”. Jika produk dari suatu proses menjadi bahan baku dari proses berikutnya, maka biaya per unit dihitung untuk setiap proses. Menurut Hansen & Mowen (2000: 192-197) “ sistem harga pokok proses pada dasarnya serupa dengan sistem perhitungan harga pokok berdasarkan pesanan”. Namun terdapat dua perbedaan kunci, yaitu yang pertama, suatu sistem harga pokok pesanan mengakumulasikan biaya produksi berdasarkan pekerjaan dan sistem harga pokok proses mengakumulasikan biaya berdasarkan proses. Yang kedua, untuk perusahaan manufaktur harga pokok pesanan menggunakan satu akuntansi proses, sedangkan sistem harga pokok proses mempunyai kerja akuntansi proses di semua proses. Prinsip dari perhitungan harga pokok proses adalah untuk menghitung unit suatu periode, bagi biaya periode tersebut dengan keluaran periode tersebut. 2. Metode Harga Pokok Pesanan Menurut Firdaus & Wasilah (2009: 54) “metode harga pokok pesanan adalah suatusistem akuntansi biaya perpetual yang menghimpun biaya menurutpekerjaan-pekerjaan tertentu”. Dengan metode ini perusahaan akan membeli bahan baku sesuai dengan jumlah pesanan yang diterima olehperusahaan, sehingga dapat terhindarkan dari kelebihan bahan baku. Selain itu perusahaan juga mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak 15 pesananyang dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi perusahaan. Menurut Daljono (2009: 35) metode harga pokok pesanan dapat mempermudah manajer dalam pengambilan keputusan-keputusan sebagai berikut: a) Menentukan harga jual b) Mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan c) Memantau realisasi biaya d) Menghitung L/R tiap pesanan e) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan disajikan di neraca. Dengan metode harga pokok pesanan perusahaan dapat dengan lebih mudah dalam menentukan realisasi biaya produksi, menghitung laporan laba rugi, dan penyajian harga pokok produk dalam neraca. Perbedaan antara metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok dalam proses dapat dilihat dari tabel dibawah ini: 16 Tabel 1.Perbedaan metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok dalam proses Perbedaan Metode harga pokok Metode harga pokok pesanan proses Dasar kegiatan Pesanan langganan Budget produksi Tujuan produksi Untuk melayani pesanan Untuk persediaan yang akan dijual Bentuk produk Tergantung spesifikasi Homogen dan standar dan dapat dipisahkan identitasnya Biaya produksi Setiap ada pesanan Setiap satuan waktu dikumpulkan Kapan biaya Pada saat pesanan selesai Pada akhir periode/setiap produksi satuan waktu dihitung Menghitung Harga pokok pesanan Harga pokok periode harga pokok dibagi jumlah produk tertentu dibagi jumlah pesanan yang yang bersangkutan. bersangkutan. Contoh Percetakan, perusahaan Semen, kertas, PLN, perusahaan menufaktur, kontraktor, penyulingan minyak, dll konsultan akuntansi, dll Sumber: Supriyono, 1992 (dalam Hendro Prasetyo P. 2009) 2. Metode Harga Pokok Produksi Sistem Tradisional a. Pengertian Sistem Tradisional Menurut Carter & Ursy “sistem tradisional adalah sistem perhitungan biaya yang menjadikan volume atau ukuran tingkat unit sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output”. Dan karena itu juga sistem tradisional juga disebut dengan sistem berdasarkan unit. Sedangkan menurut Hansen & Mowen (2000: 57) “sistem akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya diklasifikasikan sebagai 17 tetap atau variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volme produk yang di produksi”. Dari kedua pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sistem tradisional adalah sistem perhitungan biaya bardasarkan jumlah unit yang diproduksi. Menurut sistem tradisional jumlah biaya yang dikeluarkan akan bertambah sesuai dengan besarnya jumlah unit yang diproduksi. Dan untuk menghitung harga per unit produknya adalah dengan cara menjumlah seluruh biaya yang dikeluarkan kemudian diibagi dengan jumlah unit produksinya. b. Kelebihan dan Kekurangan/Kelemahan Sistem Tradisional 1. Kelebihan sistem tradisional Kelebihan sistem akuntansi tradisional menurut Amin.W.Tunggal (2000) dalam Partogian Sormin (2003): a) Mudah diaudit, karena jumlah cost driver tidak terlalu banyak sehingga memudahkan auditor melakukan proses audit. b) Mudah diterapkan karena tidak banyak memakai cost driver dalam pengalokasian biaya overhead pabrik, sehingga memudahkan manajer melakukan perhitungan. 2. Kelemahan/ kekurangan sistem tradisional Kelemahan atau kekurangan sistem tradisional menurut Supriyono (2002: 74) adalah: 18 a) Sistem Tradisional terlalu menekankan pada tujuanpenentuan harga pokok persediaan dan harga pokok produk yang dijual, akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif sedikit untuk mencapai perusahaan dalam persaingan global. b) Pembebanan biaya overhead pabrik terlalu memusat pada distribusi dan alokasi biaya overhead pabrik daripada berusaha untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. c) Sistem Tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena hanya mengakui volume produk dan jam kerja yang menjadi faktor timbulnya biaya. d) Mengakibatkan timbulnya ditorsi biaya. e) Sistem tradisional mengakibatkan manajemen cenderung meningkatkan volume produksi dalam rangka menekan biaya per unit. f) Sistem Tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusatpusat pertanggungjawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek. g) Sistem Tradisional menggolongkan biaya langsung dan biaya tidak langsung serta biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan faktor tunggal yaitu volume produksi. 19 h) Sistem Tradisional menitik beratkan pada perhitungan selisih baiaya selsel tertentu dengan menggunakan standar. i) Sistem Tradisional kurang menekankan pentingnya siklus hidup produk. Penentuan harga pokok produksi menggunakan sistem Tradisional lebih mudah digunakan untuk menghitung harga pokok produksi jika dibandingkan sistem perhitungan yang lain. Namun sistem Tradisional tidak mampu memberikan perhitungan biaya yang dapat memberikan informasi yang akurat dalam teknologi perusahaan maju. Sistem Tradisional lebih tepat digunakan pada perusahaan yang faktor produksinya lebih dominan pada penggunaan bahan baku dan tenaga kerja, yang hanya menggunakan sedikit biaya overhead. Sistem Tradisional lebih cocok diterapkan pada perrusahaan manufaktur dalam persaingan domestik. Pembebanan biaya overhead pabrik sistem Tradisional dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 20 Gambar 1: Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Sistem Tradisional A. Tarif Pabrik B. Tarif Departemen Biaya overhead pabrik Biaya overhead Kelompok diseluruh pebrik Kelompok departemen A Kelompok departemen B pendorong berdasarkan unit Produk Produk Produk Sumber: Hansen & Mowen, Manajemen Biaya Akuntansi dan pengendalian (2000:315) c. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional Menurut Supriyono (2002) pembebanan biaya overhead pabrik dengan sistem Tradisional dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1). Produk Tunggal Jika hanya memproduksi satu produk saja, maka biaya overhead akan dibebankan kepada produk itu saja dan pembebanannya tidak akan menjadi masalah. Contoh perhitungannya sebagai berikut ini: 21 Tabel 2. Perhitungan biaya satuan (produk tunggal) Biaya Produksi Unit Produksi Biaya per Unit Bahan Baku 600.000 10.000 60 Tenaga Kerja Langsung 100.000 10.000 10 Overhead 300.000 10.000 30 1.000.000 10.000 100 Total Sumber: Supriyono (2002: 221) 2). Produk Ganda Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi produk lebih dari satu, maka biaya overhead pabrik akan dibebankan kepada semua produk tersebut. Untuk sistem Tradisional pembebanan biaya overhead dianggap berhubungan dengan jumlah unit yang diproduksi, yang diukur dari jam tenaga kerja langsung, jam mesin dan harga bahan. Namun, dengan pembebanan overhead yang seperti itu akan menimbulkan masalah identifikasi overhead kepada masing-masing produk. Dan masalah ini dapat diselesaikan dengan mencari cost driver. Cost driver adalah faktorfaktor yang dapat menjelaskan penyebab terjadinya konsumsi biaya overhead pabrik. Berikut ini adalah tabel penentuan Harga Pokok Produksi produk ganda. 22 Tabel 3. Data penentuan Harga Pokok Produksi Kertas pembungkus Putih Biru Total Produksi pertahun 20.000 100.000 120.000 Biaya utama 100.000 500.000 600.000 Jam kerja langsung 20.000 100.000 120.000 Jam mesin 10.000 50.000 60.000 Produksi berjalan 20 30 50 Jam inspeksi 800 1.200 2.000 Data departemen Dep. 1 Dep. 2 Dep. 3 Jam kerja langsung: Putih 4.000 16.000 20.000 Biru 76.000 24.000 100.000 Total 80.000 40.000 120.000 Jam mesin: Pembungkus putih 4.000 6.000 10.000 Pembungkus biru 16.000 34.000 50.000 Total 20.000 40.000 60.000 Biaya overhead: Biaya penyetelan 88.000.000 88.000 176.000 Biaya inspeksi 74.000 74.000 148.000 Biaya listrik 28.000 140.000 168.000 Kesejahteraan 104.000 52.000 156.000 23 Jumlah 294.000 354.000 648.000 Sumber: Supriyono (2002: 223) Pembebanan biaya overhead pabrik dapat dihitung dengan tarif tunggal atau tarif departemen. Contoh perhitungan penentuan Harga Pokok Produksi dapat dilihat dari 2 tabel berikut ini: a). Tarif overhead tunggal Tarif tunggal berdasarkan jam mesin: = (Rp.249.000+ Rp.354.000) : (10.000 JM + 50.000 JM) = Rp.648.000.000 : 60.000 = Rp.10,80 JM Tabel 4. Perhitungan Biaya Per Unit: Tarif Tunggal Satu Pabrik Kertas Pembungkus Warna putih Elemen biaya Biaya total Jumlah Biaya per unit Biaya utama 100.000 20.000 5,00 Biaya overhead pabrik = Rp.10,80 x 10.000 108.000 20.000 5,40 Jumlah 208.000 10,40 Kertas Pembungkus Warna Biru Elemen biaya Biaya Total Jumlah Biaya per Unit Biaya utama 500.000 100.000 5,00 Biaya overhead pabrik = Rp. 10,80 x 50.000 540.000 100.000 5,40 Jumlah 1.040.000 10,40 Sumber: Supriyono (2002: 224) Pembebanan biaya overhead pabrik dengan tarif tunggal dilakukan melalui dua tahap. Pembebanan pada tahap pertama biaya overhead pabrik selama satu periode diakumulasikan menjadi satu berdasarkan jam mesin, 24 unit produk dan jam tenaga kerja. Kemudian tahap kedua pembebanan biaya overhead pabrik yang sudah dibebankan kepada produk tersebut diakumulasikan kepada masing-masing produk. b). Tarif Departemen Penentuan overhead berdasarkan tarif departemen lebih akurat jika dibandingkan dengan penentuan overhead menggunakan tarif tunggal. Setiap departemen mengkonsumsi biaya yang berbeda-beda dan tentunya perhitungnya juga harus dibedakan. Perhitungan biaya berdasarkan tarif departemen dibagi sesuai dengan sifat dari departemen tersebut. Berikut ini contoh perhitungan berdasarkan tarif departemen yang akan disajikan dalam tabel 5. Tarif departemen berdasarkan jam tenaga kerja langsung (JKL): = Rp.249.000,00 : 80.000 JKL = Rp.3,675 per JKL Tarif departemen berdasarkan jam mesin (JM): = Rp.354.000,00 : 40.000 JM = Rp.8,85 per JM Tabel 5. Perhitungan Biaya per Unit: Tarif Setiap Departemen Kertas Pembungkus Warna Putih Elemen Biaya Biaya Total Jumlah Biaya per Unit Biaya utama 100.000 20.000 5,000 Biaya overhead Dep.1: = Rp.3,675 x 4.000 = 14.700 20.000 0,735 25 Dep.2: = Rp.8,85 x 6.000 = 53.100 20.000 Jumlah 167.800 Kertas Pembungkus Warna Biru Elemen biaya Biaya Total Jumlah Biaya utama 500.000 100.000 Biaya overhead Dep.1: = Rp. 3,675 x 76.000= 279.300 100.000 Dep.1: = Rp. 8,85 x 34.000= 300.900 100.000 Jumlah 1.080.200 Sumber: Supriyono (2002: 226) 2,655 8,390 Biaya per Unit 5,000 2,793 3,009 10,802 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pembebanan overhead pabrik menggunakan tarif departemen lebih baik jika dibandingkan dengan tarif tunggal. Dan tarif departemen membebankan biaya overhead berdasarkan unit untuk setiap departemen. 3. Metode Harga Pokok Produksi Activity-Based Costing System a. Pengertian Activity Based-costing System Pengertian Activity-Based Costing menurut Firdaus dan Wasilah (2009: 320) adalah “ABC system sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada diperusahaan”. Dan menurut Mulyadi (2007: 25) “ABC system merupakan sistem informasi biaya yang menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolahaan terhadap aktivitas”. 26 Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ABC system adalah sistem perhitungan biaya yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas perusahaan yang memicu terjadinya biaya dalam suatu proses produksi. b. Konsep Dasar Activity-Based Costing System Activity-Based Costing System merupakan sistem akuntansi yang menetapkan biaya berdasarkan aktivitas-aktivitas produksi yang menimbulkan biaya untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Penentuan biaya menggunakan Activity-Based Costing System akan membantu manajemen dalam merealisasikan biaya pada suatu produk. Mulyadi (2007: 52) menyebutkan ada dua filsafah yang melandasi Activity-Based Costing System, yaitu: a) Cost is caused Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan demikian, pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi yang dapat mempengaruhi biaya. ABC system berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan. b) The causes of cost can be managed 27 Penyebab terjadinya biaya dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya, personal perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentan aktivitas. Gambar 2: Falsafah yang Melandasi ABC System Keyakinan dasar ABC system: “biaya ada penyebabnya.” Titik pusat ABC system Sumber daya Aktivitas Cost object Custemer “ Dan penyebab biaya dapat dikelola” (melalui activity-based management) Sumber: Mulyadi (2007: 53) Produk yang dijual oleh perusahaan funituremisalnya kursi, meja, almari dll. Produk-produk ini dihasilkan dari sebuah aktivitas perusahaan yang mengelolah bahan baku menjadi barang jadi. Dan aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut akan mengkonsumsi biaya atau sumber daya yang akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya. Kemudian aktivitas tersebut akan dibebankan kepada produk. c. Hierarki Biaya dalam Activity-Based Costing System 28 Menurut Firdaus dan Wasilah (2009: 324) Hierarki biaya merupakan pengelompokan biaya dalam berbagai kelompok biaya(cost pool), pengelompokan ini didasarkan atas tingkat kesulitan untuk menentukan hubungan sebab akibat serta untuk dasar pengalokasian. Cost pool dalam ABC system dibagi menjadi empat sebagai berikut (Charles T. Horngren, Srikant M. Datar, dan George Foster 2006): a) Biaya tingkat unit output(output unit-level cost)adalah biaya aktivitas yang dilakukan atas setiap unit produk atau jasa individual. b) Biaya tingkat batch (batch-level costs) adalah biaya aktivitas yang berkaitan dengan kelompok unit, produk dan jasa, dan bukan dengan setiap unit produk atau jasa individual. c) Biaya pendukung produk atau biaya pendukung jasa merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk mendukung setiap produk atau jasa tanpa menghiraukan jumlah unit atau batch unit yang dibuat. d) Biaya pendukung fasilitas (facility-sustaining cost) adalah biaya aktivitas yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa individual namun mendukung operasi perusahaan secara keseluruhan. d. Manfaat Activity-Based Costing System Metode Activity-Based Costing Systemmempunyai beberapa kelebihan. Manfaat atau kelebihan dari metode Activity-Based Costing System menurut Daljono (2009: 267) adalah: 29 a) Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan Yaitu penerapan Activity-Based Costing Systemakan meningkatkan ketepatan dalam pengambilan keputusan, karena penentuan Harga Pokok Produk yang lebih informatif. b) Aktifitas perbaikan secara terus menerus untuk mengurangi BOP Yaitu apabila perusahaan menerapkan Activity-Based Costing System, manajer akan memahami aktivitas apa saja yang dapat menimbulkan biaya. Oleh karena itu aktifitas-aktivitas yang tidak ada nilai tambahnya harus dihilangkan. c) Memudahkan menentukan relevant cost Yaitu untuk mendapatkan informasi yang relevan terhadap keputusan tertentu. Menurut Supriyono (2002: 80) Activity-Based Costing Systembermanfaat dalam membantu perusahaan mencapai keunggulan, yaitu: a) Meningkatkan mutu keputusan manajemen b) Memungkinkan pengeliminasian pemborosan dengan mengidentifikasikan aktivitas yang tidak bernilai tambah. c) Mengidentifikasi sumber daya dengan mengidentifikasi cost driver. d) Menghubungkan strategi perusahaan dengan pembuatan keputusan operasional. 30 e) Menyediakan umpan balik mengenal apakah hasil-hasil yang diantisipasikan oleh strategi perusahaan tercapai sehingga tindakan koreksi dapat dibuat. f) Menjamin bahwa waktu, mutu, fleksibilitas, dan kesesuian dengan tujuantujuan dapat dicapai dengan cara menghubungkan pengukuran kinerja dengan strategi. g) Mendorong perbaikan dan TQC secara berkesinambungan karena perencanaan dan pengendalian diarahkan pada peringkat proses (aktivitas) h) Meningkatkan efektifitas penganggaran dengan mengidentifikasikan hubungan biaya dengan kinerja berbagai peringkat pelayanan yang berbeda. i)Meningkatkan profitabilitas dengan memantau biaya total daur hidup dan pelaksanaannya. j)Menyediakan pandangan kearah pertumbuhan yang cepat, dan paling tidak menunjukkan elemen biaya overhead. k) Menjamin pencapaian rencana investasi dengan memantau investasi melalui sistem akuntansi aktivitas sehingga jika timbul penyimpangan dari rencana dapat terdeteksi dan tindakan koreksi dapat dibuat. l)Mengevaluasi secara berkesinambungan efektivitas untuk mengidentifikasi peluang investasi yang potensial. 31 m) Menyusun target kinerja eksternal dan tujuan biaya serta mnentukan tujuan tertentu pada tingkat aktivitas. n) Mengeliminasi berbagai krisis dengan menentukan masalah-masalah dari pada mengobati gejala-gejala. e. KendalaActivity-Based Costing System Menurut Carter & Usry (2002:513)ada beberapa kelemahan dari Activity-Based Costing System, yaitu: a) ABC (Activity Based Costing system) mengharuskan manajer membuat perubahan radikal dalam cara berpikir mereka mengenai biaya. Cara yang paling berguna untuk memahami logika ABC (Activity Based Costing) system adalah dengan mengakui bahwa Activity Based Costing memperlakukan semua biaya sebagai biaya variabel, karena ABC (Activity Based Costing) didesain sebagai alat pembuat keputusan strategis dalam jangka panjang. b) ABC (Activity Based Costing system) tidak menunjukkan biaya yang akan dapat dihindari dengan menghentikan suatu produk. ABC (Activity Based Costing systems) berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya dalam jangka panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu. 32 c) ABC (Activity Based Costing systems) memerlukan usaha pengumpulan data melampaui yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan eksternal. f. Pemilihan Cost Driver Untuk perusahaan yang memproduksi produk lebih dari satu jenis maka jumlah biaya overhead yang dikeluarkan dalam proses produksi akan dibebankan pada seluruh produk yang diproduksi. Oleh karena itu biaya overhead pabrik perlu diidentifikasi melalui cost driver, supaya biaya overhead yang dikonsumsi oleh setiap produk dapat dibebankan secara tepat dan akurat. Menurut Garrison dan Noreen (2003) dalam Riki Martusa cost driver is a factor that causes overhead costs. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cost driver adalah faktor penyebab terjadinya suatu biaya, bila terjadi perubahan pada cost driver maka biaya tersebut akan bertambah pula. Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harusdipertimbangkan (Cooper dan Kaplan, 1991: 383 dalam Marismiati 2011): a) Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan cost driver (cost of measurement).Cost driver yang membutuhkan biayapengukuran lebih rendah akan dipilih. b) Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver terpilih dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya (degree of correlation). Cost driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih. 33 c) Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effec). cost driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih. Menurut Hariadi (2002) dalam Riki Martusa, ada dua macam cost drivers yaitu: a) Volume based cost driver Cost driver berdasarkan volume biasanya didasarkan atas jam tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin. Biaya yang timbul berupa biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. b) Transaction based cost driver.Bagi sistem yang menggunakan basis transaksi, biaya-biaya yang dibebankan pada unit-unit yang menyebabkan transaksi itu terjadi. g. Syarat-syarat Penerapan Activity-Based Costing System Menurut Supriyono (2002: 247), ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan sistem ABC yaitu: a) Biaya-biaya berdasar nonunit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk. b) Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktifitas berdasar unit dan aktivitasaktivitas berdasar nonunit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overead dengan rasio yang kira-kira sama, 34 maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. h. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Activity-Based Costing System Activity-Beased Costing System adalah perhitungan biaya berdasarkan aktivitas. Dan tujuan utama dari metode Activity-Based Costing System ini adalah untuk memperoleh informasi Harga Pokok Produksi yang akurat. Activity-Based Costing System terdiri dari dua tahap. Berikut ini adalah tahaptahap perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan Activity-Based Costing Systemmenurut Supriyono (2002: 231-236): a) Tahap pertama Tahap pertama dari Activity-Based Costing Systemterdiri dari lima langkah, yaitu: 1) Penggolongan aktivitas Aktivitas digolongkan ke beberapa kelompok yang mempunyai suatu interprestasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan segmen-segman proses produksi yang dikelola. 2) Pengasosasian berbagai biaya dengan berbagai aktivitas Langkah kedua, menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktivitas berdasarkan driver-driver sumber. 3) Menentukan cost driver untuk setiap biaya yang dikonsumsi produk. 35 4) Menentukan kelompok biaya yang homogen Kelompok biaya yang homogen adalah sekumpulan biaya yang terhubung secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh satu cost driver. 5) Penentuan tarif kelompok (pool rate) Tahap yang terakhir adalah menentukan tarif kelompok. Tarif kelompok adalah tarif BOP per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus sebagai berikut: Total BOP per kelompok aktivitas = BOP kelompok aktivitas tertentu driver biaya Sumber: supriyono (2002: 232) Contoh perhitungannya akan disajikan pada tabel 6 sebagai berikut ini: Tabel 6. Prosedur Tahap Pertama: Activity-Based Costing Kelompok 1 Biaya penyetelan 176.000 Biaya inspeksi 148.000 Biaya total kelompok 1 324.000 Produksi berjalan 50 Tarif kelompok 1 6.480 Kelompok 2 Biaya listrik 168.000 Kesejahteraan karyawan 156.000 Biaya total kelompok 2 324.000 Jam mesin 60.000 Tarif kelompok 2 5,40 36 Sumber: Supriyono (2002: 233) b) Prosedur Tahap Kedua Tahap kedua yaitu menentukan biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke berbagai jenis produk. BOP ditentukan dari setiap kelompok ke setiap produk dengan rumus sebgai berikut ini: BOP dibebankan = tarif kelompok x unit cost driver yang digunakan Sumber: Supriyono (2002: 234) Contoh perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode Activity-Based Costing System disajikan pada tebel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Biaya per Unit: Activity-Based Costing Kertas Pembungkus Warna Putih Total Biaya Kuantitas Per Unit Biaya utama 100.000 20.000 5,00 Overhead: Kelompok 1= Rp.6.480 x 20 PB 129.000 20.000 6,48 Kelompok 2= Rp.5,40 x 10.000JM 54.000 20.000 2,70 Jumlah overhead 183.600 20.000 9,18 Jumlah biaya 283.600 20.000 14,18 Kertas Pembungkus Warna Biru Total Biaya Kuantitas Per Unit Biaya utama 500.000 100.000 5,00 Overhead: Kelompok 1= Rp.6.480 x 30 PB 194.400 100.000 1,94 Kelompok 2= Rp.5,40 x 50.000JM 270.000 100.000 2,70 Jumlah overhead 464.400 100.000 4,64 Jumlah biaya 964.400 100.000 9,64 Sumber: Supriyono (2002: 235) Meskipun perhitungan Harga Pokok Produksi menggunakan ActivityBased Costing Systemdan menggunakan Sistem Tradisional sama-sama 37 mempunyai dua tahap, namun hasilnya berbeda. Perbedaan ini terlihat pada tahap pertama. Activity-Based Costing Systemmenelusuri BOP berdasarkan aktivitas dengan mempertimbangkan hubungan sebab akibat, sedangkan Sistem Tradisional menelusuri BOP berdasarkan unit organisasi seperti berdasarkan pabrik atau departemen. Activity-Based Costing System menghasilkan perhitungan BOP yang lebih akurat dibandingkan dengan Sistem Tradisional yang menggunakan alokasi biaya berdasarkan unit. B. Penelitian Terdahulu Penelitian Marismiati (2011) yaitu Penerapan Metode Activity-Based Costing System dalam menentukan harga, dengan hasil penelitian penentuan tarif jasa rawat inap menggunakan metode ABC yang dibandingkan dengan metode tradisional, metode ABC memberikan hasil yang lebih besar. Perbedaan ini terjadi karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Pada metode tradisional biaya overhead hanya dibebankan pada satu cost driver saja yang mengakibatkan adanya distorsi biaya dalam pembebanan overhead. Sedangkan pada ABC, biaya overhead dibebankan pada beberapa cost driver sehingga mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepat berdasarkan masing-masing aktivitas yang dikonsumsi. Penelitian yang lainnya yaitu Intan Qona’ah (2012) dengan judul “Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Activity-Based Costing Pada Pabrik Kerupuk “Langgeng”. Hasil dari penelitian ini adalah dari ketiga cost 38 pool kerupuk yang ditentukan ada dua yang mengalami undercost yaitu kerupuk rambak-rambakan dan kerupuk terung, hal ini mengakibatkan adanya keuntungan yang lebih besar jika menggunakan ABC, sehingga produk mampu bersaing dan terhindarkan dari kerugian. Sedangkan yang mengalami overcost pada cost pool adalah kerupuk kedelai, sehingga proporsi pembebanan overhead sesuai dan produk lebih bersaing serta dapat terhindarkan dari kerugian. Penelitianyang selanjutnya adalah penelitian dari Hesti Wulandari (2008) dengan judul “Analisis Penerapan Sistem Activity-Based Costing (ABC)dalam meningkatkan Akurasi Biaya pada PT. Martina Berto”. Dan hasil dari penelitian ini adalah hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing (ABC) dan sistem tradisional (konvensional) menunjukkan bahwa perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) menyebabkan terjadinya distorsi, yaitu overcosted untuk produk Bedak Padat Type I, Bedak Padat Type II, dan Bedak Padat Type IV serta undercosted untuk produk Bedak Padat Type III. Terjadinya distorsi ini menyebabkan pelaporan biaya yang tidak akurat, sehingga mempengaruhi harga jual dan pengakuan terhadap laba perusahaan. C. Kerangka Berpikir CV. Jawa Dipa yang bergerak dalam bidang funiture sudah mencapai pasar internasional dalam menjual produk yang dihasilkannya. Yang artinya 39 pesaing bisnis dari CV. Jawa Dipa tidak hanya ada didalam negeri saja tetapi juga diluar negeri. Sehingga untuk menentukan Harga Pokok produksi untuk suatu produk yang diproduksinya tersebut harus dilakukan secara tepat dan akurat supaya tidak terjadi overcost ataupun undercost. Dalam penentuan harga pokok produksi dapat dihitung menggunakan dua metode, yaitu menggunakan metode Tradisional dan Activity-Based Costing System. Sistem Tradisional memang didesain untuk menghitung harga pokok produksi perusahaan manufaktur, akan tetapi jika perusahaan manufaktur tersebut memproduksi barang lebih dari satu jenis, maka akan terjadi distorsi biaya, karena dalam Sistem Tradisional jumlah biaya yang dibebankan tergantung pada banyaknya unit yang diproduksi. Sedangkan ABC system menghitung Harga Pokok Produksi berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dikonsumsi untuk memproduksi barang tersebut. Yang dibagi menjadi dua tahapan. Dalam penelitian ini peneliti akan menghitung harga pokok produksi menggunakan sistem tradisional dan ABC system, dan kemudian akan membandingkan hasil dari kedua perhitungan tersebut. Berikut ini skema kerangka berfikir dalam penelitian ini: 40 Gambar 3. Skema kerangka berfikir Harga Pokok Produksi Mebel CV. Jawa Dipa Harga Pokok Produksi Activity-based costing Harga pokok Produksi Sistem Tradisional Menganalisis Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi ABC Menganalisis Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi Sistem Tradisional Ketepatan Perhitungan Harga Pokok Produksi Meubel Cv. Jawa Dipa 41