Penerapan Sistem Tradisional dan Activity

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
1.
Kajian Teori
Harga Pokok produksi
a. Pengertian Harga Pokok Produksi
Para ahli mempunyai definisi yang berbeda-beda mengenai pengertian
Harga Pokok Produksi. Berikut definisi Harga Pokok Produksi menurut para
ahli.Menurut Hansen dan Mowen (2004:53) “Harga Pokok Produksi
mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan”.
Dan menurut Charles T. Horngren, Srikant M. Datar, George Foster (2006:45)
“Harga Pokok Produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang
dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode
akuntansi berjalan”. Sedangkan menurut Mulyadi (2009: 14) “biaya produksi
merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual”.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
“Harga Pokok Produksi merupakan seluruh biaya yang dikorbankan dalam
suatu proses produksi untuk mengubah bahan mentah/bahan baku menjadi
barang jadi pada suatu periode tertentu”. Dan untuk menentukanHarga Pokok
Produksi tidak akan lepas dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya
overhead pabrikyang digunakan dalam proses produksi.Selain itu informasi
9
tentang Harga Pokok Produksi tersebut juga sangat dibutuhkan oleh manajer
dalam menentukan harga jual dan untuk pihak eksternal yang ingin
menanamkan modalnya dalam perusahan tersebut. Karena itu perhitungan
harga pokok produksi harus benar-benar dilakukan secara tepat dan akurat.
b. Komponen Harga Pokok Produksi
Untuk menghitung Harga Pokok Produksi tidak lepas dari tiga
komponen biaya, yaitu:
1. Biaya Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan dasar yang digunakan untuk membuat
barang jadi. Besarnya bahan baku yang digunakan dapat dilihat melalui bentuk
barang yang sudah jadi. Yang artinya, besarnya bahan baku yang digunakan
dapat dilihat dari jumlah/output barang jadi yang sudah diproduksi. Contoh
bahan baku dalam perusahaan mebel adalah kayu.
Menurut Banuar (2011) pada perusahaan manufaktur ada 2 aktivitas
penting yang berkaitan dengan persediaan bahan baku yaitu:
a) Pengadaan: agar persediaan bahan digudang tidak mengalami kelebihan
atau kekurangan maka permintaan bahan harus mempertimbangkan
tingkat reorder point, dimana perusahaan harus melakukan pemesanan
bahan sebelum persediaan bahan akan habis.
10
b)
Distribusi: aktivitas ini merupakan pemindahaan bahan dari golongan
gudang menuju tempat proses produksi dan kembali lagi ke gudang
untuk disimpan.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji/upah tenaga kerja yang
dipekerjakan untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi. Dibanyak
organisasi hal ini merupakan biaya yang membutuhkan pengukuran,
pengendalian, dan analisis yang sistematis (Carter, 2009 dalam Banuar
Yudhaswara 2011: 6). Contoh BTKL pada perusahaan mebel adalah tukang
kayu dan tukang amplas.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya yang
timbul dalam proses produksi selain yang termasuk dalam biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerla langsung (Daljono, 2009: 16). Yang termasuk dalam
BOP antara lain adalah:
a) Biaya pemakaian supplies pabrik
b) Biaya pemakaian minyak pelumas
c) Biaya penyusutan bagian produksi
d) Biaya pemeliharaan
e) Biaya listrik bagian produksi
f)
Biaya asuransi
11
g) Biaya pengawasan
c. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (1992: 50) ada tiga metode yang dapat digunakan
untuk menentukan harga pokok produksi, yaitu metode penentuan harga pokok
produksi full costing, metode penentuan harga pokok produksi variable costing
dan metode penentuan harga pokok produksi activity-based costing system
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode full costing
Full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos produksi, yang
terdiri dari bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik, baik
yang berlaku variabel maupun tetap, seperti berikut ini:
Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
Biaya overhead pabrik variabel
xxx
Biaya overhead pabrik tetap
xxx
Kos produksi
xxx +
2. Metode Variable Costing
Variable costing merupakan metode penentuan kos produksi yang
hanya memperhitungkan biaya produksi yang berlaku variabel ke dalam kos
12
produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik variabel, seperti berikut ini:
Biaya bahan baku
xxx
Biaya bahan baku langsung
xxx
Biaya overhead pabrik variabel
xxx
Kos produksi
xxx +
3. Metode Activity-Based Costing System
Activity-Based Costing System adalah metode penentuan Harga Pokok
Produksi yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk
secara cermat. Full cost of product activity-based costing system mencakup
total biaya desain dan pengembangan ditambah biaya produksi dan ditambah
biaya dukungan logistic.
Biaya desain dan pengembangan
Biaya desain atau pengembangan
XXX
Biaya produksi
Aktivitas level unit
XXX
Aktivitas level bacth
XXX
Aktivitas level produk
XXX
Aktivitas level fasilitas
XXX +
XXX
Biaya dukungan lagistik
13
Biaya iklan
XXX
Biaya distribusi
XXX
Biaya garansi produk
XXX +
XXX +
Jika full costing dan variable costing menitik beratkan penentuan
harga pokok produksi pada fase produksi saja, activity-based costing system
menitik beratkan penentuan harga pokok produksi disemua fase pembuatan
produk, sejak fase desain dan pengembangan produk sampai dengan
penyerahan produk ke konsumen. Full costing dan variable costing merupakan
penentuan harga pokok produk konvensional yang dirancang berdasarkan
kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu sedangkan activity-based costing
system menjadi alternative metode penentuan harga pokok produk seiring
dengan perkembangan teknologi informasi.
d. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Metode pengumpulan harga pokok produksi dibagi menjadi dua yaitu
metode harga pokok proses dan metode harga pokok pesanan, yang akan
dijelaskan sebagai berikut ini:
1. Metode Harga Pokok Dalam Proses
Menurut Carter & Usry (2004: 110) “metode harga pokok dalam
proses adalah mengakumulasikan semua biaya operasi suatu proses untuk
suatu periode waktu dan kemudian membagi biaya tersebut dengan jumlah
14
unit produk yang telah melewati proses selama periode tersebut; hasilnya
adalah biaya per unit”. Jika produk dari suatu proses menjadi bahan baku
dari proses berikutnya, maka biaya per unit dihitung untuk setiap proses.
Menurut Hansen & Mowen (2000: 192-197) “ sistem harga pokok
proses pada dasarnya serupa dengan sistem perhitungan harga pokok
berdasarkan pesanan”. Namun terdapat dua perbedaan kunci, yaitu yang
pertama, suatu sistem harga pokok pesanan mengakumulasikan biaya
produksi
berdasarkan
pekerjaan
dan
sistem
harga
pokok
proses
mengakumulasikan biaya berdasarkan proses. Yang kedua, untuk perusahaan
manufaktur harga pokok pesanan menggunakan satu akuntansi proses,
sedangkan sistem harga pokok proses mempunyai kerja akuntansi proses di
semua proses. Prinsip dari perhitungan harga pokok proses adalah untuk
menghitung unit suatu periode, bagi biaya periode tersebut dengan keluaran
periode tersebut.
2. Metode Harga Pokok Pesanan
Menurut Firdaus & Wasilah (2009: 54) “metode harga pokok pesanan
adalah suatusistem akuntansi biaya perpetual yang menghimpun biaya
menurutpekerjaan-pekerjaan tertentu”. Dengan metode ini perusahaan akan
membeli bahan baku sesuai dengan jumlah pesanan yang diterima
olehperusahaan, sehingga dapat terhindarkan dari kelebihan bahan baku.
Selain itu perusahaan juga mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak
15
pesananyang dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi
perusahaan.
Menurut Daljono (2009: 35) metode harga pokok pesanan dapat
mempermudah manajer dalam pengambilan keputusan-keputusan sebagai
berikut:
a) Menentukan harga jual
b) Mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
c) Memantau realisasi biaya
d) Menghitung L/R tiap pesanan
e) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang akan disajikan di neraca.
Dengan metode harga pokok pesanan perusahaan dapat dengan lebih
mudah dalam menentukan realisasi biaya produksi, menghitung laporan laba
rugi, dan penyajian harga pokok produk dalam neraca.
Perbedaan antara metode harga pokok pesanan dan metode harga
pokok dalam proses dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
16
Tabel 1.Perbedaan metode harga pokok pesanan dan metode harga
pokok dalam proses
Perbedaan
Metode harga pokok
Metode harga pokok
pesanan
proses
Dasar kegiatan
Pesanan langganan
Budget produksi
Tujuan produksi Untuk melayani pesanan Untuk persediaan yang
akan dijual
Bentuk produk
Tergantung spesifikasi Homogen dan standar
dan dapat dipisahkan
identitasnya
Biaya produksi
Setiap ada pesanan
Setiap satuan waktu
dikumpulkan
Kapan biaya
Pada saat pesanan selesai Pada akhir periode/setiap
produksi
satuan waktu
dihitung
Menghitung
Harga pokok pesanan Harga pokok periode
harga pokok
dibagi jumlah produk tertentu dibagi jumlah
pesanan
yang yang bersangkutan.
bersangkutan.
Contoh
Percetakan, perusahaan Semen, kertas, PLN,
perusahaan
menufaktur, kontraktor, penyulingan minyak, dll
konsultan akuntansi, dll
Sumber: Supriyono, 1992 (dalam Hendro Prasetyo P. 2009)
2.
Metode Harga Pokok Produksi Sistem Tradisional
a. Pengertian Sistem Tradisional
Menurut Carter & Ursy “sistem tradisional adalah sistem perhitungan
biaya yang menjadikan volume atau ukuran tingkat unit sebagai dasar untuk
mengalokasikan overhead ke output”. Dan karena itu juga sistem tradisional
juga disebut dengan sistem berdasarkan unit.
Sedangkan menurut Hansen & Mowen (2000: 57) “sistem akuntansi
biaya tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya diklasifikasikan sebagai
17
tetap atau variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volme produk yang di
produksi”.
Dari kedua pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sistem
tradisional adalah sistem perhitungan biaya bardasarkan jumlah unit yang
diproduksi. Menurut sistem tradisional jumlah biaya yang dikeluarkan akan
bertambah sesuai dengan besarnya jumlah unit yang diproduksi. Dan untuk
menghitung harga per unit produknya adalah dengan cara menjumlah seluruh
biaya yang dikeluarkan kemudian diibagi dengan jumlah unit produksinya.
b. Kelebihan dan Kekurangan/Kelemahan Sistem Tradisional
1. Kelebihan sistem tradisional
Kelebihan sistem akuntansi tradisional menurut Amin.W.Tunggal
(2000) dalam Partogian Sormin (2003):
a) Mudah diaudit, karena jumlah cost driver tidak terlalu banyak sehingga
memudahkan auditor melakukan proses audit.
b) Mudah diterapkan karena tidak banyak memakai cost driver dalam
pengalokasian biaya overhead pabrik, sehingga memudahkan manajer
melakukan perhitungan.
2. Kelemahan/ kekurangan sistem tradisional
Kelemahan atau kekurangan sistem tradisional menurut Supriyono
(2002: 74) adalah:
18
a) Sistem Tradisional terlalu menekankan pada tujuanpenentuan harga
pokok persediaan dan harga pokok produk yang dijual, akibatnya sistem
ini hanya menyediakan informasi yang relatif sedikit untuk mencapai
perusahaan dalam persaingan global.
b) Pembebanan biaya overhead pabrik terlalu memusat pada distribusi dan
alokasi biaya overhead pabrik daripada berusaha untuk mengurangi
pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai
tambah.
c) Sistem Tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena
hanya mengakui volume produk dan jam kerja yang menjadi faktor
timbulnya biaya.
d) Mengakibatkan timbulnya ditorsi biaya.
e) Sistem tradisional mengakibatkan manajemen cenderung meningkatkan
volume produksi dalam rangka menekan biaya per unit.
f)
Sistem Tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusatpusat pertanggungjawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja
jangka pendek.
g) Sistem Tradisional menggolongkan biaya langsung dan biaya tidak
langsung serta biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan faktor tunggal
yaitu volume produksi.
19
h) Sistem Tradisional menitik beratkan pada perhitungan selisih baiaya selsel tertentu dengan menggunakan standar.
i)
Sistem Tradisional kurang menekankan pentingnya siklus hidup produk.
Penentuan harga pokok produksi menggunakan sistem Tradisional
lebih mudah digunakan untuk menghitung harga pokok produksi jika
dibandingkan sistem perhitungan yang lain. Namun sistem Tradisional tidak
mampu memberikan perhitungan biaya yang dapat memberikan informasi yang
akurat dalam teknologi perusahaan maju. Sistem Tradisional lebih tepat
digunakan pada perusahaan yang faktor produksinya lebih dominan pada
penggunaan bahan baku dan tenaga kerja, yang hanya menggunakan sedikit
biaya overhead. Sistem Tradisional lebih cocok diterapkan pada perrusahaan
manufaktur dalam persaingan domestik. Pembebanan biaya overhead pabrik
sistem Tradisional dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
20
Gambar 1: Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Sistem Tradisional
A. Tarif Pabrik
B. Tarif Departemen
Biaya overhead
pabrik
Biaya overhead
Kelompok
diseluruh pebrik
Kelompok
departemen A
Kelompok
departemen B
pendorong berdasarkan unit
Produk
Produk
Produk
Sumber: Hansen & Mowen, Manajemen Biaya Akuntansi dan pengendalian
(2000:315)
c. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional
Menurut Supriyono (2002) pembebanan biaya overhead pabrik dengan
sistem Tradisional dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1). Produk Tunggal
Jika hanya memproduksi satu produk saja, maka biaya overhead
akan dibebankan kepada produk itu saja dan pembebanannya tidak akan
menjadi masalah. Contoh perhitungannya sebagai berikut ini:
21
Tabel 2. Perhitungan biaya satuan (produk tunggal)
Biaya Produksi
Unit Produksi Biaya per Unit
Bahan Baku
600.000
10.000
60
Tenaga Kerja
Langsung
100.000
10.000
10
Overhead
300.000
10.000
30
1.000.000
10.000
100
Total
Sumber: Supriyono (2002: 221)
2). Produk Ganda
Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi produk lebih dari
satu, maka biaya overhead pabrik akan dibebankan kepada semua produk
tersebut. Untuk sistem Tradisional pembebanan biaya overhead dianggap
berhubungan dengan jumlah unit yang diproduksi, yang diukur dari jam
tenaga kerja langsung, jam mesin dan harga bahan. Namun, dengan
pembebanan overhead yang seperti itu akan menimbulkan masalah
identifikasi overhead kepada masing-masing produk. Dan masalah ini
dapat diselesaikan dengan mencari cost driver. Cost driver adalah faktorfaktor yang dapat menjelaskan penyebab terjadinya konsumsi biaya
overhead pabrik. Berikut ini adalah tabel penentuan Harga Pokok Produksi
produk ganda.
22
Tabel 3. Data penentuan Harga Pokok Produksi
Kertas pembungkus
Putih
Biru
Total
Produksi pertahun
20.000
100.000
120.000
Biaya utama
100.000
500.000
600.000
Jam kerja langsung
20.000
100.000
120.000
Jam mesin
10.000
50.000
60.000
Produksi berjalan
20
30
50
Jam inspeksi
800
1.200
2.000
Data departemen
Dep. 1
Dep. 2
Dep. 3
Jam kerja langsung:
Putih
4.000
16.000
20.000
Biru
76.000
24.000
100.000
Total
80.000
40.000
120.000
Jam mesin:
Pembungkus putih
4.000
6.000
10.000
Pembungkus biru
16.000
34.000
50.000
Total
20.000
40.000
60.000
Biaya overhead:
Biaya penyetelan
88.000.000
88.000
176.000
Biaya inspeksi
74.000
74.000
148.000
Biaya listrik
28.000
140.000
168.000
Kesejahteraan
104.000
52.000
156.000
23
Jumlah
294.000
354.000
648.000
Sumber: Supriyono (2002: 223)
Pembebanan biaya overhead pabrik dapat dihitung dengan tarif
tunggal atau tarif departemen. Contoh perhitungan penentuan Harga Pokok
Produksi dapat dilihat dari 2 tabel berikut ini:
a). Tarif overhead tunggal
Tarif tunggal berdasarkan jam mesin:
= (Rp.249.000+ Rp.354.000) : (10.000 JM + 50.000 JM)
= Rp.648.000.000 : 60.000
= Rp.10,80 JM
Tabel 4. Perhitungan Biaya Per Unit: Tarif Tunggal Satu Pabrik
Kertas Pembungkus Warna putih
Elemen biaya
Biaya total
Jumlah Biaya per unit
Biaya utama
100.000
20.000
5,00
Biaya overhead pabrik
= Rp.10,80 x 10.000
108.000
20.000
5,40
Jumlah
208.000
10,40
Kertas Pembungkus Warna Biru
Elemen biaya
Biaya Total
Jumlah Biaya per Unit
Biaya utama
500.000 100.000
5,00
Biaya overhead pabrik
= Rp. 10,80 x 50.000
540.000 100.000
5,40
Jumlah
1.040.000
10,40
Sumber: Supriyono (2002: 224)
Pembebanan biaya overhead pabrik dengan tarif tunggal dilakukan
melalui dua tahap. Pembebanan pada tahap pertama biaya overhead pabrik
selama satu periode diakumulasikan menjadi satu berdasarkan jam mesin,
24
unit produk dan jam tenaga kerja. Kemudian tahap kedua pembebanan
biaya overhead pabrik yang sudah dibebankan kepada produk tersebut
diakumulasikan kepada masing-masing produk.
b). Tarif Departemen
Penentuan overhead berdasarkan tarif departemen lebih akurat jika
dibandingkan dengan penentuan overhead menggunakan tarif tunggal.
Setiap departemen mengkonsumsi biaya yang berbeda-beda dan tentunya
perhitungnya juga harus dibedakan. Perhitungan biaya berdasarkan tarif
departemen dibagi sesuai dengan sifat dari departemen tersebut. Berikut ini
contoh perhitungan berdasarkan tarif departemen yang akan disajikan
dalam tabel 5.
Tarif departemen berdasarkan jam tenaga kerja langsung (JKL):
= Rp.249.000,00 : 80.000 JKL
= Rp.3,675 per JKL
Tarif departemen berdasarkan jam mesin (JM):
= Rp.354.000,00 : 40.000 JM
= Rp.8,85 per JM
Tabel 5. Perhitungan Biaya per Unit: Tarif Setiap Departemen
Kertas Pembungkus Warna Putih
Elemen Biaya
Biaya Total
Jumlah
Biaya per Unit
Biaya utama
100.000
20.000
5,000
Biaya overhead
Dep.1:
= Rp.3,675 x 4.000 =
14.700
20.000
0,735
25
Dep.2:
= Rp.8,85 x 6.000 =
53.100
20.000
Jumlah
167.800
Kertas Pembungkus Warna Biru
Elemen biaya
Biaya Total
Jumlah
Biaya utama
500.000
100.000
Biaya overhead
Dep.1:
= Rp. 3,675 x 76.000=
279.300
100.000
Dep.1:
= Rp. 8,85 x 34.000=
300.900
100.000
Jumlah
1.080.200
Sumber: Supriyono (2002: 226)
2,655
8,390
Biaya per Unit
5,000
2,793
3,009
10,802
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pembebanan overhead pabrik
menggunakan tarif departemen lebih baik jika dibandingkan dengan tarif
tunggal. Dan tarif departemen membebankan biaya overhead berdasarkan
unit untuk setiap departemen.
3.
Metode Harga Pokok Produksi Activity-Based Costing System
a. Pengertian Activity Based-costing System
Pengertian Activity-Based Costing menurut Firdaus dan Wasilah
(2009: 320) adalah “ABC system sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan
biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada diperusahaan”.
Dan menurut Mulyadi (2007: 25) “ABC system merupakan sistem informasi
biaya
yang menyediakan
informasi
lengkap
tentang aktivitas
untuk
memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolahaan terhadap
aktivitas”.
26
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ABC
system adalah sistem perhitungan biaya yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas
perusahaan yang memicu terjadinya biaya dalam suatu proses produksi.
b. Konsep Dasar Activity-Based Costing System
Activity-Based Costing System merupakan sistem akuntansi yang
menetapkan biaya berdasarkan aktivitas-aktivitas produksi yang menimbulkan
biaya
untuk
menghasilkan
suatu
produk
tertentu.
Penentuan
biaya
menggunakan Activity-Based Costing System akan membantu manajemen
dalam merealisasikan biaya pada suatu produk.
Mulyadi (2007: 52) menyebutkan ada dua filsafah yang melandasi
Activity-Based Costing System, yaitu:
a)
Cost is caused
Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas.
Dengan demikian, pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab
timbulnya biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi yang
dapat mempengaruhi biaya. ABC system berangkat dari keyakinan dasar
bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan
aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus
dialokasikan.
b) The causes of cost can be managed
27
Penyebab terjadinya biaya dapat dikelola. Melalui pengelolaan
terhadap aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya, personal
perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas
memerlukan berbagai informasi tentan aktivitas.
Gambar 2: Falsafah yang Melandasi ABC System
Keyakinan dasar ABC system: “biaya ada penyebabnya.”
Titik pusat ABC system
Sumber
daya
Aktivitas
Cost
object
Custemer
“ Dan penyebab biaya dapat dikelola”
(melalui activity-based management)
Sumber: Mulyadi (2007: 53)
Produk yang dijual oleh perusahaan funituremisalnya kursi, meja,
almari dll. Produk-produk ini dihasilkan dari sebuah aktivitas perusahaan yang
mengelolah bahan baku menjadi barang jadi. Dan aktivitas yang dilakukan
perusahaan tersebut akan mengkonsumsi biaya atau sumber daya yang akan
dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya. Kemudian
aktivitas tersebut akan dibebankan kepada produk.
c. Hierarki Biaya dalam Activity-Based Costing System
28
Menurut Firdaus dan Wasilah (2009: 324) Hierarki biaya merupakan
pengelompokan
biaya
dalam
berbagai
kelompok
biaya(cost
pool),
pengelompokan ini didasarkan atas tingkat kesulitan untuk menentukan
hubungan sebab akibat serta untuk dasar pengalokasian. Cost pool dalam ABC
system dibagi menjadi empat sebagai berikut (Charles T. Horngren, Srikant M.
Datar, dan George Foster 2006):
a)
Biaya tingkat unit output(output unit-level cost)adalah biaya aktivitas yang
dilakukan atas setiap unit produk atau jasa individual.
b) Biaya tingkat batch (batch-level costs) adalah biaya aktivitas yang
berkaitan dengan kelompok unit, produk dan jasa, dan bukan dengan setiap
unit produk atau jasa individual.
c)
Biaya pendukung produk atau biaya pendukung jasa merupakan biaya
aktivitas yang dilakukan untuk mendukung setiap produk atau jasa tanpa
menghiraukan jumlah unit atau batch unit yang dibuat.
d) Biaya pendukung fasilitas (facility-sustaining cost) adalah biaya aktivitas
yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa individual namun
mendukung operasi perusahaan secara keseluruhan.
d. Manfaat Activity-Based Costing System
Metode Activity-Based Costing Systemmempunyai beberapa kelebihan.
Manfaat atau kelebihan dari metode Activity-Based Costing System menurut
Daljono (2009: 267) adalah:
29
a)
Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
Yaitu penerapan Activity-Based Costing Systemakan meningkatkan
ketepatan dalam pengambilan keputusan, karena penentuan Harga Pokok
Produk yang lebih informatif.
b) Aktifitas perbaikan secara terus menerus untuk mengurangi BOP
Yaitu apabila perusahaan menerapkan Activity-Based Costing System,
manajer akan memahami aktivitas apa saja yang dapat menimbulkan biaya.
Oleh karena itu aktifitas-aktivitas yang tidak ada nilai tambahnya harus
dihilangkan.
c) Memudahkan menentukan relevant cost
Yaitu untuk mendapatkan informasi yang relevan terhadap keputusan
tertentu.
Menurut
Supriyono
(2002:
80)
Activity-Based
Costing
Systembermanfaat dalam membantu perusahaan mencapai keunggulan, yaitu:
a)
Meningkatkan mutu keputusan manajemen
b) Memungkinkan pengeliminasian pemborosan dengan mengidentifikasikan
aktivitas yang tidak bernilai tambah.
c)
Mengidentifikasi sumber daya dengan mengidentifikasi cost driver.
d) Menghubungkan strategi perusahaan dengan pembuatan keputusan
operasional.
30
e)
Menyediakan
umpan
balik
mengenal
apakah
hasil-hasil
yang
diantisipasikan oleh strategi perusahaan tercapai sehingga tindakan koreksi
dapat dibuat.
f)
Menjamin bahwa waktu, mutu, fleksibilitas, dan kesesuian dengan tujuantujuan dapat dicapai dengan cara menghubungkan pengukuran kinerja
dengan strategi.
g) Mendorong perbaikan dan TQC secara berkesinambungan karena
perencanaan dan pengendalian diarahkan pada peringkat proses (aktivitas)
h) Meningkatkan efektifitas penganggaran dengan mengidentifikasikan
hubungan biaya dengan kinerja berbagai peringkat pelayanan yang
berbeda.
i)Meningkatkan profitabilitas dengan memantau biaya total daur hidup dan
pelaksanaannya.
j)Menyediakan pandangan kearah pertumbuhan yang cepat, dan paling tidak
menunjukkan elemen biaya overhead.
k) Menjamin pencapaian rencana investasi dengan memantau investasi
melalui sistem akuntansi aktivitas sehingga jika timbul penyimpangan dari
rencana dapat terdeteksi dan tindakan koreksi dapat dibuat.
l)Mengevaluasi secara berkesinambungan efektivitas untuk mengidentifikasi
peluang investasi yang potensial.
31
m) Menyusun target kinerja eksternal dan tujuan biaya serta mnentukan tujuan
tertentu pada tingkat aktivitas.
n) Mengeliminasi berbagai krisis dengan menentukan masalah-masalah dari
pada mengobati gejala-gejala.
e. KendalaActivity-Based Costing System
Menurut Carter & Usry (2002:513)ada beberapa kelemahan dari
Activity-Based Costing System, yaitu:
a)
ABC (Activity Based Costing system) mengharuskan manajer membuat
perubahan radikal dalam cara berpikir mereka mengenai biaya. Cara yang
paling berguna untuk memahami logika ABC (Activity Based Costing)
system adalah dengan
mengakui
bahwa
Activity Based Costing
memperlakukan semua biaya sebagai biaya variabel, karena ABC (Activity
Based Costing) didesain sebagai alat pembuat keputusan strategis dalam
jangka panjang.
b) ABC (Activity Based Costing system) tidak menunjukkan biaya yang akan
dapat dihindari dengan menghentikan suatu produk. ABC (Activity Based
Costing systems) berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya
dalam jangka panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan
berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu.
32
c)
ABC (Activity Based Costing systems) memerlukan usaha pengumpulan
data melampaui yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan
eksternal.
f. Pemilihan Cost Driver
Untuk perusahaan yang memproduksi produk lebih dari satu jenis
maka jumlah biaya overhead yang dikeluarkan dalam proses produksi akan
dibebankan pada seluruh produk yang diproduksi. Oleh karena itu biaya
overhead pabrik perlu diidentifikasi melalui cost driver, supaya biaya overhead
yang dikonsumsi oleh setiap produk dapat dibebankan secara tepat dan akurat.
Menurut Garrison dan Noreen (2003) dalam Riki Martusa cost driver
is a factor that causes overhead costs. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa cost driver adalah faktor penyebab terjadinya suatu biaya, bila terjadi
perubahan pada cost driver maka biaya tersebut akan bertambah pula.
Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang
harusdipertimbangkan (Cooper dan Kaplan, 1991: 383 dalam Marismiati 2011):
a)
Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan
cost driver (cost of measurement).Cost driver yang membutuhkan
biayapengukuran lebih rendah akan dipilih.
b) Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver
terpilih dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya (degree of correlation).
Cost driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih.
33
c)
Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effec). cost
driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih.
Menurut Hariadi (2002) dalam Riki Martusa, ada dua macam cost
drivers yaitu:
a)
Volume based cost driver Cost driver berdasarkan volume biasanya
didasarkan atas jam tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin. Biaya
yang timbul berupa biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung.
b)
Transaction based cost driver.Bagi sistem yang menggunakan basis
transaksi, biaya-biaya yang dibebankan pada unit-unit yang menyebabkan
transaksi itu terjadi.
g. Syarat-syarat Penerapan Activity-Based Costing System
Menurut Supriyono (2002: 247), ada dua hal mendasar yang harus
dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan sistem ABC yaitu:
a)
Biaya-biaya berdasar nonunit harus merupakan persentase signifikan dari
biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali
tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk.
b)
Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktifitas berdasar unit dan aktivitasaktivitas
berdasar nonunit
harus berbeda.
Jika berbagai
produk
menggunakan semua aktivitas overead dengan rasio yang kira-kira sama,
34
maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk
mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk.
h. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Activity-Based Costing
System
Activity-Beased Costing System adalah perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas. Dan tujuan utama dari metode Activity-Based Costing System ini
adalah untuk memperoleh informasi Harga Pokok Produksi yang akurat.
Activity-Based Costing System terdiri dari dua tahap. Berikut ini adalah tahaptahap perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan Activity-Based Costing
Systemmenurut Supriyono (2002: 231-236):
a) Tahap pertama
Tahap pertama dari Activity-Based Costing Systemterdiri dari lima
langkah, yaitu:
1) Penggolongan aktivitas
Aktivitas digolongkan ke beberapa kelompok yang mempunyai
suatu interprestasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan
segmen-segman proses produksi yang dikelola.
2) Pengasosasian berbagai biaya dengan berbagai aktivitas
Langkah kedua, menghubungkan berbagai biaya dengan setiap
kelompok aktivitas berdasarkan driver-driver sumber.
3) Menentukan cost driver untuk setiap biaya yang dikonsumsi produk.
35
4) Menentukan kelompok biaya yang homogen
Kelompok biaya yang homogen adalah sekumpulan biaya yang
terhubung secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan
berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh satu cost driver.
5) Penentuan tarif kelompok (pool rate)
Tahap yang terakhir adalah menentukan tarif kelompok. Tarif
kelompok adalah tarif BOP per unit cost driver yang dihitung untuk
suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Total BOP per kelompok aktivitas = BOP kelompok aktivitas tertentu
driver biaya
Sumber: supriyono (2002: 232)
Contoh perhitungannya akan disajikan pada tabel 6 sebagai berikut
ini:
Tabel 6. Prosedur Tahap Pertama: Activity-Based Costing
Kelompok 1
Biaya penyetelan
176.000
Biaya inspeksi
148.000
Biaya total kelompok 1
324.000
Produksi berjalan
50
Tarif kelompok 1
6.480
Kelompok 2
Biaya listrik
168.000
Kesejahteraan karyawan
156.000
Biaya total kelompok 2
324.000
Jam mesin
60.000
Tarif kelompok 2
5,40
36
Sumber: Supriyono (2002: 233)
b) Prosedur Tahap Kedua
Tahap kedua yaitu menentukan biaya untuk setiap kelompok biaya
overhead dilacak ke berbagai jenis produk. BOP ditentukan dari setiap
kelompok ke setiap produk dengan rumus sebgai berikut ini:
BOP dibebankan = tarif kelompok x unit cost driver yang digunakan
Sumber: Supriyono (2002: 234)
Contoh perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode Activity-Based
Costing System disajikan pada tebel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Biaya per Unit: Activity-Based Costing
Kertas Pembungkus Warna Putih
Total Biaya Kuantitas
Per Unit
Biaya utama
100.000
20.000
5,00
Overhead:
Kelompok 1= Rp.6.480 x 20 PB
129.000
20.000
6,48
Kelompok 2= Rp.5,40 x 10.000JM
54.000
20.000
2,70
Jumlah overhead
183.600
20.000
9,18
Jumlah biaya
283.600
20.000
14,18
Kertas Pembungkus Warna Biru
Total Biaya Kuantitas
Per Unit
Biaya utama
500.000
100.000
5,00
Overhead:
Kelompok 1= Rp.6.480 x 30 PB
194.400
100.000
1,94
Kelompok 2= Rp.5,40 x 50.000JM
270.000
100.000
2,70
Jumlah overhead
464.400
100.000
4,64
Jumlah biaya
964.400
100.000
9,64
Sumber: Supriyono (2002: 235)
Meskipun perhitungan Harga Pokok Produksi menggunakan ActivityBased Costing Systemdan menggunakan Sistem Tradisional sama-sama
37
mempunyai dua tahap, namun hasilnya berbeda. Perbedaan ini terlihat pada
tahap pertama. Activity-Based Costing Systemmenelusuri BOP berdasarkan
aktivitas dengan mempertimbangkan hubungan sebab akibat, sedangkan Sistem
Tradisional menelusuri BOP berdasarkan unit organisasi seperti berdasarkan
pabrik atau departemen. Activity-Based Costing System menghasilkan
perhitungan BOP yang lebih akurat dibandingkan dengan Sistem Tradisional
yang menggunakan alokasi biaya berdasarkan unit.
B.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Marismiati (2011) yaitu Penerapan Metode Activity-Based
Costing System dalam menentukan harga, dengan hasil penelitian penentuan
tarif jasa rawat inap menggunakan metode ABC yang dibandingkan dengan
metode tradisional, metode ABC memberikan hasil yang lebih besar. Perbedaan
ini terjadi karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk.
Pada metode tradisional biaya overhead hanya dibebankan pada satu cost driver
saja yang mengakibatkan adanya distorsi biaya dalam pembebanan overhead.
Sedangkan pada ABC, biaya overhead dibebankan pada beberapa cost driver
sehingga mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepat
berdasarkan masing-masing aktivitas yang dikonsumsi.
Penelitian yang lainnya yaitu Intan Qona’ah (2012) dengan judul
“Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Activity-Based Costing Pada
Pabrik Kerupuk “Langgeng”. Hasil dari penelitian ini adalah dari ketiga cost
38
pool kerupuk yang ditentukan ada dua yang mengalami undercost yaitu
kerupuk rambak-rambakan dan kerupuk terung, hal ini mengakibatkan adanya
keuntungan yang lebih besar jika menggunakan ABC, sehingga produk mampu
bersaing dan terhindarkan dari kerugian. Sedangkan yang mengalami overcost
pada cost pool adalah kerupuk kedelai, sehingga proporsi pembebanan
overhead sesuai dan produk lebih bersaing serta dapat terhindarkan dari
kerugian.
Penelitianyang selanjutnya adalah penelitian dari Hesti Wulandari
(2008) dengan judul “Analisis Penerapan Sistem Activity-Based Costing
(ABC)dalam meningkatkan Akurasi Biaya pada PT. Martina Berto”. Dan hasil
dari penelitian ini adalah hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP)
dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing (ABC) dan sistem
tradisional (konvensional) menunjukkan bahwa perhitungan Harga Pokok
Produksi (HPP) menyebabkan terjadinya distorsi, yaitu overcosted untuk
produk Bedak Padat Type I, Bedak Padat Type II, dan Bedak Padat Type IV
serta undercosted untuk produk Bedak Padat Type III. Terjadinya distorsi ini
menyebabkan pelaporan biaya yang tidak akurat, sehingga mempengaruhi
harga jual dan pengakuan terhadap laba perusahaan.
C.
Kerangka Berpikir
CV. Jawa Dipa yang bergerak dalam bidang funiture sudah mencapai
pasar internasional dalam menjual produk yang dihasilkannya. Yang artinya
39
pesaing bisnis dari CV. Jawa Dipa tidak hanya ada didalam negeri saja tetapi
juga diluar negeri. Sehingga untuk menentukan Harga Pokok produksi untuk
suatu produk yang diproduksinya tersebut harus dilakukan secara tepat dan
akurat supaya tidak terjadi overcost ataupun undercost. Dalam penentuan harga
pokok produksi dapat dihitung menggunakan dua metode, yaitu menggunakan
metode Tradisional dan Activity-Based Costing System.
Sistem Tradisional memang didesain untuk menghitung harga pokok
produksi perusahaan manufaktur, akan tetapi jika perusahaan manufaktur
tersebut memproduksi barang lebih dari satu jenis, maka akan terjadi distorsi
biaya, karena dalam Sistem Tradisional jumlah biaya yang dibebankan
tergantung pada banyaknya unit yang diproduksi. Sedangkan ABC system
menghitung Harga Pokok Produksi berdasarkan aktivitas-aktivitas
yang
dikonsumsi untuk memproduksi barang tersebut. Yang dibagi menjadi dua
tahapan.
Dalam penelitian ini peneliti akan menghitung harga pokok produksi
menggunakan sistem tradisional dan ABC system, dan kemudian akan
membandingkan hasil dari kedua perhitungan tersebut. Berikut ini skema
kerangka berfikir dalam penelitian ini:
40
Gambar 3. Skema kerangka berfikir
Harga Pokok Produksi Mebel CV. Jawa
Dipa
Harga Pokok Produksi Activity-based costing
Harga pokok Produksi Sistem Tradisional
Menganalisis Hasil Perhitungan Harga Pokok
Produksi ABC
Menganalisis Hasil Perhitungan Harga
Pokok Produksi Sistem Tradisional
Ketepatan Perhitungan Harga Pokok Produksi
Meubel Cv. Jawa Dipa
41
Download