JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7, NO.1, APRIL 2012: 490 – 500 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA Lis Binti Muawanah1 Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Herlan Pratikto2 Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Abstract Emotionol maturity, self-concept, and juvenile delinquency examined on 120 middle adolescents. Researcher developed three research instrament of measurement, namely the scale of juvenile delinquency, the scale of emotional maturity, and the self-concept scale. Data analyzed with the multiple regression. Varians proportion of juvenile delinquency can be explained through the emotional maturity and self-concept. Emotional moturity and self-concept simultaneously predict delinquency in undirectional and linear relationships; Emotional maturity is a psychological capacity that has the potential to allow a decline in juvenile delinquency; Self-concept is a psychological capacity that no potential to allow the reducticn or increase in juvenile delinquency. Juvenile delinquency data not normally distributed and relativety high. Prediction research, findings apply only to groups of adolescents with high delinquency, rates. The findings are discussed in terms of their implications for middle adolescent in context. Key words: maturity of emotion, self-concept, juvenile delinquency 1 Korespondesi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected] 2 Korespondesi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected] 490 MUAWANAH & PRATIKTO Kondisi remaja di Indonesia saat ini konstrukk psikologi positif yang berkembang dapat digambarkan menikah usia remaja, seks dengan baik akan menurunkan potensi remaja pranikah dan kehamilan tidak dinginkan, terlibat kenakalan. Misalnya, perkelahian aborsi 2,4 juta: 700-800 ribu adalah remaja, remaja secara psikologis disebabkan konflik 17.000/tahun, l4l7/bulan, 17/hari perempuan batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang meninggal karena komplikasi kehamilan dan labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, persalinan, dan perasaan rendah diri (Tambunan, 2001). HIV/AIDS: 1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi (fenomena Kemampuan mengatur emosi yang gunung es) (70% remaja), minuman kelas dan rendah dan perilaku menjalin interaksi dengan narkoba (Kusumaredi, 2011). orang lain menyebabkan gangguan perilaku, Kasus kenakalan remaja yang terdata di Badan Pemasyarakatan Anak (Bapas) kelas memilih tindakan agresif sebagai stategi keluar dari masalah (coping) (Yanti, 2005). II Kediri selalu terjadi peningkatan setiap tahun. Selama 2008 total ada 345 perkara, Kenakalan remaja Kenakalan remaja adalah perilaku 2009 ada 312 perkara, dan 2010 ada 309 (http://koranmontera.com/ remaja melanggar status, membahayakan diri newsAiputan.php?subaction:showfull&id:130 sendiri, menimbulkan korban materi pada 3 827055 &archive=& start_from=&ucat=1&. orang iain, dan perilaku menimbulkan korban Unduh 26/10/2011 Pukul 21.00). fisik pada orang lain. Perilaku melanggar perkara Remaja menjadi nakal karena belum status merupakan perilaku dimana remaja mampu melakukan kontrol emosi secara lebih suka melawan orang tua, membolos sekolah, tepat dan mengekspresikan emosi dengan pergi dari rumah tanpa pamit. Perilaku cara-cara yang diterima masyarakat (Lugo membahayakan dalam yang mengendarai kendaraan bermotor dengan melakukan kecepatan tinggi, menggunakan narkotika, diharapkan menggunakan senjata, keluyuran malam, dan Haryono, memiliki konsep 1996). diri Remaja akan perbuatan positif yang masyarakat. Konsep diri diri sendiri, antara lain akan pelacuran. Perilaku menimbulkan korban melanggar materi, yaitu perilaku yang mengakibatkan peraturan dan norma-norma masyarakat, dan keraguan pada orang lain, misalnya: mencuri akhirnya terlibat dalam kenakalan remaja. dan (Coopersmith dalam Partosuwido, 1992). menimbulkan korban fisik pada orang lain membuat remaja negatif cerderung Dinamika perubahan psikologis yang mencopet, adalah merampas. perkelahian, menempeleng, tidak terkontrol akan memungkinkan remaja menampar, terlibat mendorong sampai jatuh, menyepak, dan kenakalan yang lebih beresiko. melempar Perilaku benda keras, Kematangan emosi dan konsep diri sebagai JURNAL PSIKOLOGI 491 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA memukul dengan benda (Jensen dalam Sarwono, 2001). psikis adalah gambaran remaja tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Kematangan emosi Konsep diri sosial adalah gambaran remaja Kematangan adalah tentang hubungannya dengan orang lain, kemampuan remaja dalam mengekspresikan dengan teman sebaya, dengan keluarga, dan emosi dengan lain-lain. Konsep diri emosional adalah pengendalian diri, memiliki kemandirian, gambaran remaja tentang emosi diri, seperti memiliki konsekuensi diri, serta memiliki kemampuan menahan emosi, pemarah, sedih, penerimaan diri yang tinggi. Pengendalian atau riang-gembira, pendendam, pemaaf, dan diri lain-lain. Konsep diri aspirasi secara adalah emosi tepat dan kemampuan mempertahankan remaja adalah gambaran remaja tentang pendapat dan memahami emosi diri untuk diarahkan kepada gagasan, kreativitas, dan cita-cita. Konsep diri tindakan-tindakan prestasi adalah gambaran remaja tentang keadaan emosi, dalam serta adalah dorongan wajar positif. dimana Kemandirian remaja tidak kemajuan dan keberhasilan yang akan diraih, menggantungkan dirinya kepada orang lain. baik Rasa konsekuen adalah rasa tanggung jawab kesuksesan hidup (Hurlock, 1996). dalam masalah belajar maupun remaja dengan kesadaran untuk menjalankan keputusan, serta berani bertanggung jawab Kematangan terhadap semua akibat dan keputusan yang kenakalan remaja telah diambil. Penerimaan diri emosi, konsep diri dan adalah Kematangan diri secara emosional kemampuan remaja untuk dapat menerima (maturing emotional self) menunjuk pada keadaan diri sendiri, baik kelemahan maupun emosi yang menyangkut semua wilayah kelebihan, menerima diri secara fisik maupun perilaku afektif dengan melibatkan aspek psikis dengan baik (Albin, 1996) biologis, kognitif, dan sosial. Kematangan emosi merupakan proses dimana pribadi Konsep diri individu secara tetus menerus berusaha Konsep diri adalah penilaian remaja mencapai suatu tingkatan emosi yang sehat, tentang diri sendiri yang bersifat fisik, psikis, baik secara intrafisik maupun interpersonal. sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi. Individu yang secara emosional telah matang Konsep diri fisik adalah gambaran remaja dapat menentukan dengan tepat kapan dan tentang penampilannya, dengan seksnya, arti sejauhmana dirinya perlu terlibat dalam suatu penting tubuhnya dalam hubungannya dengan masalah sosial serta dapat turut memberikan perilakunya, dan gengsi yang diberikan jalan keluar atau pemecahan yang diperlukan tubuhnya di mata orang-lain. Konsep diri (Gorlow; Lugo dalam Haryono, 1996). 492 JURNAL PSIKOLOGI MUAWANAH & PRATIKTO Keberadaan emosi di satu sisi dapat dengan konsep diri negatif akan sulit menjadikan orang pasif dan tidak berdaya, mengangap suatu keberhasilan diperoleh dari tidak mampu mempertanggungjawabkan apa diri sendiri, tetapi karena bantuan orang lain, yang dilakukan. Emosi di sisi lain dapat kebetulan, dan nasib semata dan biasanya menjadi membuat mengalami kecemasan yang tinggi (Beane & seseorang sanggup melakukan apa saja secara Lipka dalam Maria, 2007). Remaja dengan tepat sebelumnya. konsep diri positif berciri spontan, kreatif dan emosinya. orisinil, menghargai diri sendiri dan orang Kontrol emosi bukan berarti eliminasi atau lain, bebas dan dapat mengantisipasi hal penekanan belajar negatit serta memandang diri secara utuh, mengekspresikan emosi dengan cara-cara disukai, diinginkan dan diterima oleh orang yang lebih dapat diterima atau disetujui oleh lain. (Combs Snygg dalam Shiffer dkk, 1997). kelompok sosia dan pada saat yang sama tetap Para teoris kontrol sosial menyatakan dapat memberikan kepuasan yang maksimum bahwa yang menampakkan perilaku antisosial dan gangguan adalah remaja yang memiliki konsep diri remaja rendah. Perspektif kontrol sosial menyatakan sebagian disebabkan oleh pencapaian emosi konsep diri mempengaruhi kontrol diri. yang kurang matang. Remaja menjadi nakal Individu dengan kontrol diri rendah memiliki karena belum mampu melakukan kontrol kekuatan secara lebih tepat dan mengekspresikan emosi menunda kepuasan (kurang sabar), kurang dengan toleran pada frustrasi dan lebih impulsif. sumber tanpa Seseorang energi yang terpikirkan perlu emosi mengontrol moral, tetapi mengurangi ketidakseimbangan. cara-cara Kenakalan yang diterima oleh masyarakat (Lugo dalam Haryono, 1996). Konsep diri terbentuk dan berkembang ego rendah, ketika derajad kontrol sosial tidak cukup kuat menolak lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan dipuaskan (Hay, 2000). perilaku diri. Pengembangan konsep diri terhadap perilaku yang mampu Perilaku sosial yang tidak tepat akan nampak berdasarkan pengalaman dan interpretasi dari berpengaruh kurang godaan yang ingin langsung Perilaku nakal remaja dapat diatasi dengan mempertinggi konsep diri. Perspektif (sel-enhancement) ditampilkan, sehingga bagaimana orang lain teori memperlakukan dan apa yang dikatakan menyatakan individu memiliki kecenderungan orang lain tentang individu akan dijadikan untuk menambah positif konsep dirinya. acuan untuk menilai diri sendiri (Shavelson & Individu berusaha mencapai kepuasan pribadi Roger, 1982). Remaja dengan konsep diri dan perasaan efektif dengan cara mencari positif akan aktivitas dan umpan balik yang dapat mampu mengatasi dirinya, memperhatikan dunia luar dan mempunyai peningkatan diri manpertinggi konsep dirinya. kemampuan untuk berinteraksi sosial. Remaja JURNAL PSIKOLOGI 493 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA Hipotesis aitem, “Saya membolos sekolah dengan 1. Kematangan emosi dan konsep diri alasan sakit.” Kematangan emosi diukur dengan 28 berhubungan dengan kenakalan remaja. 2. Hubungan kematangan emosi dengan kenakalan remaja secara parsial adalah aitem yang mengurai aspek-aspek dari Albin (1996), yaitu: Pengendalian diri; Kemandirian; Rasa konsekuen; Penerimaan berlawanan arah. 3. Hubungan konsep diri dengan kenakalan remaja secara parsial adalah berlawanan diri. Item-item skala disusun secara favourabel dan unfavourabel. Skor skala adalah 5-poin kontinum sangat setuju sampai arah. sangat tidak setuju. Aitem-aitem memenuhi indeks Metode daya diskriminasi aitem dengan Corrected-Item-Total-Correlation 0,260 s/d Subjek 0,693, reliabilitas Alpha = 0,740 (N = 93). Subjek penelitian adalah remaja Contoh aitem, "Dalam mengemban tengah usia 16-17 tahun, 53 laki-laki dan 67 kepercayaan saya menjalankannya dengan perempuan yang tinggal di Kota Kediri Jawa sungguh-sungguh." Aspek-aspek konsep diri dari Hurlock Timur. (1996) diurai menjadi 36 aitem untuk Alat ukur mengukur konsep diri fisik, psikis, sosial, Kenakalan remaja diukur dengan skala kenakalan remaja. Aitem-aitem favourabelunfavourabel Jensen Perilaku mengurai (dalam Sarwono, melanggar membahayakan aspek-aspek diri 2001), dari yaitu: status; Perilaku sendiri; Perilaku menimbulkan korban materi pada orang lain, dan; Perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain. Skor skala adalah 5-poin kontinum emosional, aspirasi dan konsep diri prestasi. Aitem-aitem favourobel dan unfavourabel diskala 5-poin kontinum sangat setuju sampai sangat tidak setuju dan memenuhi indeks daya diskriminasi aitem dengan correctedItem-Total-Correlation 0,261 s/d 0,633, reliabilitas Alpha = 0,737 (N = 93). Contoh aitem, “Banyak teman membuat saya dapat mengenal berbagai karakter orang.” sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Uji Hasil diskriminasi aitem (N = 93) 32 aitem memenuhi indeks daya diskriminasi aitem, Corrected-Item-Total-Correlation 0,772 reliabilitas Alpha 0,310 s/d = 0,747. Contoh 1. Koefisien determinasi menunjukkan 13,2% R2 = 0,132, proporsi variasi kenakalan remaja dapat dijelaskan melalui kematangan emosi dan kondisi diri. 494 JURNAL PSIKOLOGI MUAWANAH & PRATIKTO Sisanya (100% - 13,2%) = 86,8% Konsep dijelaskan faktor lain yang tidak dianalisis psikologis yang tidak berpotensi untuk dalam penelitian. F = 8,908 dan p = 0,000 memungkinkan terjadinya penurunan atau (p < 0,05) menunjukkan dengan signifikan peningkatan variabel kematangan emosi dan konsep kenakalan remaja 134,225 – (0,080) = diri memprediksi 134,145 adalah skor penurunan yang tidak kenakalan remaja dalam hubungan searah signifikan (tidak bermakna). Hipotesis dan linier. Hipotesis yang menyatakan yang menyatakan hubungan konsep diri kematangan dengan kenakalan remaja secara parsial secara simultan emosi dan konsep diri berhubungan dengan kenakalan remaja, diri merupakan kenakalan kapasitas remaja. Skor adalah berlawanan arah, ditolak. diterima. 2. Koefisien korelasi parsial kematangan emosi = -0,313 menunjukkan dan p hubungan = 0,001 kematangan emosi (setelah skor konsep diri dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi tersebut signifikan (p < 0,5). Kematangan emosi merupakan kapasitas psikologis yang memungkinkan berpotensi terjadinya untuk penurunan kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 – (0,313) = 133,912 adalah skor penurunan yang signifikan (bermakna). Hipotesis yang menyatakan hubungan kematangan emosi dengan kenakalan remaja secara parsial adalah berlawanan arah, diterima. 0,080 dan p = 0,530 menunjukkan kematangan Proporsi variasi tinggi rendahnya kenakalan remaja dapat dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep diri. Variabel kematangan emosi dan konsep diri merupakan variabel psikologis yang bersifat positif dan menghasilkan kemungkinan keluaran variabel negatif, yaitu kenakalan remaja. Hubungan tersebut termasuk kematangan kemungkinan kenakalan unik. emosi dan besar remaja. Komposisi konsep diri membangkitkan Hasil uji asumsi menunjukkan kematangan emosi dan konsep diri berhubungan ko-linier. Sifat hubungan kedua variabel tidak terpisahkan, kematangan emosi ada di dalam konsep diri, dan konsep diri ada di dalam kematangan emosi. Remaja 3. Koefisien korelasi parsial konsep diri = hubungan Diskusi konsep emosi diri (setelah dikontrol skor secara yang matang emosinya adalah remaja yang konsep dirinya berkembang baik. Remaja kosep dirinya berkembang dengan baik adalah remaja yang matang secara emosional. statistik) dengan kenakalan remaja adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi Kematangan emosi yang tcrdiri dari aspek pengendalian diri, kemandirian, tersebut tidak signifikan (p > 0,05). JURNAL PSIKOLOGI 495 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA perasaan konsekuen, dan penerimaan diri Kematangan emosi ko-linier dengan (Albin, 1996) adalah ko-linier dengan aspek- konsep aspek konsep diri dari Hurlock (1996), yaitu kenakalan remaja sulit ditemukan penjelasan konsep diri fisik, psikis, sosial, emosional, teoritis maupun praktis. Dinamika psikologis aspirasi, dan prestasi. Informasi perbandingan dapat diidentifikasi pada hubungan parsial. rerata teoritik dan empirik menunjukkan Hubungan kematangat emosi, konsep diri, dan kenakalan kenakalan remaja adalah berlawanan arah, remaja linier, dan signifikan. Semakin matang emosi, yang menjadi subjek penelitian diri dan berhubungan kematangan emosi dengan dengan tergolong tinggi. Informasi hasil uji asumsi semakin normalitas berperilaku nakal. Hipotesis frustasi-agresi sebaran menunjukan data kecil kemungkinan remaja kenakalan remaja tidak sesuai dengan ciri-ciri menjelaskan kurve normal. Remaja yang terpilih sebagai menimbulkan agresi. Frustasi adalah situasi subjek penelitian kebetulan sebagian besar individu terhambat atau gagal dalam usaha kenakalannya tergolong tinggi. mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Perkembangan emosi yang sangat keadaan frustrasi akan Pengalaman perilaku tindak agresi dan taraf matang dan konsep diri yang berkembangan halangan sangat baik berhubungan dengan kenakalan diharapkan akan menimbulkan perilaku agresi remaja, hanya berlaku pada sampel remaja (Wringhtan & Deaux dalam Sears dkk., dengan tingkat kenakalan tinggi. Prediksi 2004). Kenakalan remaja yang terdiri dari peningkatan komposisi kematangan emosi aspek-aspek dan konsep diri akan diikuti peningkatan perilaku membahayakan diri sendiri, perilaku kenakalan remaja,hanya berlaku pada remaja menimbulkan korban materi dan korban fisik dengan tinggi. pada orang lain merupakan manifestasi diri frustrasi berbentuk agresi. Remaja yang variabel emosinya matang akan mampu mengatasi merupakan variabel interval dan bersifat frustrasi yang mendorong apresi, dan mampu positif. Aspek kematangan emosi yang secara mengendalikan impuls-impuls emosi yang teoritis ada di dalam konsep diri adalah aspek mendorong perilaku nakal. tingkat Kematangan kemungkinan kenakalan emosi karena dan yang konsep kedua yang berlebihan perilaku yang melanggar tidak status, pengendalian diri, yaitu pada aspek konsep Remaja dengan emosi matang mampu diri emosional. Gambaran remaja tentang mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri, seperti kemampuan menahan emosi diri untuk diarahkan kepada tindakan- emosi, pemarah, sedih, atau riang-gembira, tindakan positif. Tidak menggantungkan diri pendendam, dan pemaaf secara teoritis kepada orang lain, sadar dan bertanggung merupakan aspek pengendalian diri di dalam jawab menjalankan keputusan, menerima kematangan emosi. kelemahan maupun kelebihan dan menerima 496 JURNAL PSIKOLOGI MUAWANAH & PRATIKTO diri secara fisik maupun psikis dengan baik. tubuhnya Remaja yang matang emosinya kemungkinan perilakunya, dan gengsi yang diberikan besar tidak suka melawan orangtua, tidak tubuhnya di mata orang lain. dalam hubungannya dengan membolos sekolah, dan tidak suka pergi dari Konsep diri psikis yang tidak realistis rumah tanpa pamit, mengendarai motor tidak membuat remaja menggambarkan diri sangat dengan menghindari tingg terhadap kemampuan dan tidak bersedia narkotika, tidak menggunakan senjata, tidak kemampuannya dinilai rendah, dan harga keluyuran malam, dan menghindati pelacuran. dirinya membubung tinggi dan menganggu Remaja dengan emosi matang perilakunya hubungannya dengan orang lain. kecepatan tinggi, tidak merugikan orang lain, tidak mencuri, Konsep diri sosial yang tidak realitis mencopet, ataupun merampas. Remaja yang membuat remaja mengambarkan diri terlalu matang emosinya menghindari perilaku yang baik dalam hubungannya dengan orang lain, dapat menimbulkan korban fisik pada orang dengan teman sebaya, dan dengan keluarga. lain seperti menampar, berkelahi, melempar menempeleng. benda keras, Konsep diri aspirasi yang tidak realitis membuat remaja menggambarkan diri mendorong sampai jatuh, menyepak, atau memiliki pendapat dan gagasan yang paling memukul dengan benda. benar dibanding orang lain, lebih kreatif, dan Konsep diri tidak berhubungan dengan bercita-cita yang sulit diraih. kenakalan remaja setelah kematangan emosi dikendalikan. antara membuat remaja menggambarkan diri terlalu kematangan emosi dan konsep diri yang diri sebagai individu yang maju dan akan searah dan signifikan dengan kenakalan berhasil. Gambaran diri yang tidak realitis remaja kemungkinan karena adanya konsep akan diri. merusak Konsep Hubungan diri simultan Konsep diri prestasi yang tidak realitis merupakan variabel intemal yang positif. Konsep diri secara parsial tidak berhubungan dengan kenakalan mengganggu kematangan mempertinggi keseimbangan emosi kemungkinan dan dan akan terjadinya kenakalan remaja. Analisis kemungkinan hubungan remaja. Temuan penelitian dapat dijelaskan positif konsep diri yang tidak realistis dengan melalui dinamika internal dalam keseluruhan kenakalan remaja sesuai dengan respon aspek konsep diri, kecuali konsep diri konsep diri dalam kontinum respon adaptif emosional. Konsep diri yang tidak realitistis sampai respon maladaptif dari Stuart dan akan menjadi sumber masalah. Konsep diri Sundeen (1998) sebagai berikut. fisik yang tidak realitis membuat remaja menggambarkan dirinya sangat tinggi dalam penampilannya, dengan seksnya, arti penting JURNAL PSIKOLOGI 497 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA Respon adaptif Respon maladaptif Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Depersonalisasi Gejala yang muncul akibat gangguan terlalu tinggi atau terlalu rendah dari keadaan konsep diri adalah mengkritik diri sendiri atau yang sesungguhnya. Akibatnya konsep diri orang yang terbentuk dapat negatif atau terlalu lain, destruktif penurunan pada orang produktivitas, lain, gangguan positif. Konsekuensi selanjutnya adalah hubungan dengan orang lain, perasaan diri muncul rasa mampu yang tidak realistis, penting yang berlebihan, perasaan tidak sehingga standar atau patokan keberhasilan mampu, (prestasi) menjadi tidak realistis pula (White perasaan bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuh sendiri, dalam Purwanti, 1996). Fitts (dalam Purwanti, 1996) ketegangan peran yang dirasakan, pandangan menyatakan jika individu ingin mendapatkan hidup pesimis, keluhan fisik, pandangan persepsi yang tepat tentang dirinya, ada empat hidup yang bertentangan, penolakan terhadap aspek konsep diri yang harus terintegrasi kemampuan personal, destruktif terhadap diri dalam dirinya, yaitu: 1). Aspek konsep diri sendiri, pengurangan diri atau penarikan diri kritik, jika ingin memiliki rasa mampu yang secara sosial, penyalahgunaan zat perangsang realistis, individu harus terbuka terhadap (adiktif), dan menarik diri dari realitas. kelemahan diri, harus bersedia menerima Rasa diri penting yang berlebihan dan umpan balik dari orang lain sebagai suatu menarik diri dari realitas merupakan tipikal kritik yang membangun, bukan sebagai kritik konsep diri yang tidak realistis. Pemahaman yang bertujuan untuk menjatuhkan; 2) Aspek tentang potensi diri akan menimbulkan rasa harga diri adalah komponen penting dan mampu. Individu akan selalu berupaya domain dalam konsep diri individu. Harga standar atau patokan diri berperan sebagai penilai bagian-bagian keberhasilan pada kesempatan yang akan diri yang menghasilkan rasa suka, tidak suka, datang dan terdorong untuk berprestasi dan puas, tidak puas, dan lain-lain. Keterbukaan meningkatkan prestasi di masa yang akan diri dan keyakinan diri dibutuhkan untuk datang. Rasa mampu yang dihasilkan oleh menghasilkan konsep diri bisa saja salah. Hal ini bisa terjadi membuat karena kesalahan atau ketidaksesuaian dalam Perkembangan mempersepsi segala kelebihan dan kelemahan menumbuhkan perasaan berhasil dan perasaan dari keadaan yang sesungguhnya dimiliki. mampu Individu menilai potensi diri yang dimiliki internal untuk mengarahkan perilaku; 3) meningkatkan 498 penilaian pemahaman yang yang tepat diri pemahaman berperan dan berkembang. diri sebagai akan kendali JURNAL PSIKOLOGI KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA Aspek integrasi kemampuan diri, individu menunjuk dalam pada membuat kemungkinan karena keterlibatan konsep diri yang tinggi. kesesuaian antara penilaian dan kenyataan Konsep diri secara parsial tidak yang ada. Individu akan memiliki integrasi berhubungan diri Konsep diri remaja yang membumbung tinggi yang baik jika dapat memenuhi dengan kenakalan remaja. kesesuaian penilaian dan kenyataan, karena kemungkinan mencoba realistis dalam membuat penilaian kematangan emosi. Konsep diri yang tinggi diri; diri, dan tidak terkontrol akan menjadi tidak keyakinan rasional. Kemantangan emosi yang tidak individu dalam menilai diri sendiri. Individu mampu berperan mengendalikan konsep diri yang tidak yakin akan dirinya, siapa, dan yang berkembang secara tidak rasional akan bagaimana keadaannya, akan mempunyai membelokkan arah hubungan kematangan gambaran diri yang tidak tepat. Penilaian emosi dengan kenakalan remaja. 4) Aspek menggambarkan keyakinan sejauhmana yang tepat dan sesuai dengan kenyataan akan berkonflik Kematangan emosi secara dengan parsial membutuhkan keyakinan diri yang kuat. berhubugnan linier, berlawanan arah, dan Keyakinan yang kuat bahwa penilaian sudah signifikan. Kematangan dilengkapi menjauhkan remaja dengan keterbukaan akan emosi dari akan kemungkinan kelemahan diri, agar gambaran diri (konsep berperilaku nakal. Semakin matang emosi, diri) yang terbentuk menjadi tepat (realsitis). semakin Penelitian menyimpulkan kematangan emosi dan konsep diri adalah suatu komposisi. Kematangan emosi ada di dalam kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Semakin tidak matang emosi, semakin besar potensi remaja berperilaku nakal. konsep diri dan konsep diri ada di dalam kematangan emosi. Aspek pengendalian diri Kepustakaan di dalam konsruk-kematangan emosi identik dengan aspek konsep diri emosional di dalam konstruk konsep diri. Komposisi kematangan emosi tinggi dan konsep diri tinggi merupakan variabel psikologi positif yang memprediksi keluaran perilaku negatif, yaitu kenakalan remaja yang tinggi. Hubungan simultan yang searah dan signifikan antara kematangan emosi dan konsep diri dengan JURNAL PSIKOLOGI kenakalan remaja Albin, R S. (1996). Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius. Haryono. (1996). Kematangan Emosi, Pemikiran Moral, dan Kenakalan Remaja. Semarang: FIP-IKIP Semarang. Hay, I. (2000). Gender-Self-concept Profiles of Adolescents Suspended from High School. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 41, 3, 345-352. 499 KEMATANGAN EMOSI, KONSEP DIRI DAN KENAKALAN REMAJA Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kusumaredi, L.A. (2011). Fenomena Kenakalan Remaja di Indonesia. http://ntb. bkkn.go.id/rubrik/691/. Unduh 18 Agustus 2011, Pukul 19.30. Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Partosuwido, S.R. (1992). Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya dengan Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Laporan Penelitian. Perguruan Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Purwanti, M. (1996). Menumbuhkan dan Meningkatkan Motif Berprestasi Remaja, Upaya Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda. Jurnal Atma nan Jaya, April, 71-84. Sarwono, S.W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Sears, D., Freedman, J., Peplau, L. 1994. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga. Shavelson, B.J. & Roger, B (1982). SelfConcept: The Interplay of Theory Methods, Journal of Educational Psychology, 72, 1, 3-17. Shiffer, N. Layhch-Sanner, J., & Nadelman, L (1997). Relationship Between SelfConcept ad Classroom Behavior in Two Informal Elementary Classroom. Journal of Educational Psychology, 72, 1, 349-359. Tambunan, R. (2001). Perkelahian Pelajar. www.e-psikologi.com. Unduh tanggal 17 Agustus 2011, Pukul 20.20. Yanti, D. (2005). Keterampilan Sosial pada Anak Menengah Akhir yang Mengalami Gangguan Perilaku. e-USU Repository. Medan: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Stuart, G.W. and Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 500 JURNAL PSIKOLOGI