P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 “MATCH, MATCH AND MATCH” Oleh : Piji Pakarti STIE Bank BPD Jateng Tidak semua penyedia layanan baik produk maupun jasa dapat melayani konsumen siapapun dan kapanpun saat mereka membutuhkan. Kemungkinan penyebabnya sangat bervariasi, diantaranya karena keterbatasan sumber daya manusia, ketersediaan sarana prasarana dan sebagainya. Hal ini artinya adalah bahwa layanan yang kita berikan memiliki keterbatasan, mungkin waktu, kualitas dan sebagainya. Berapa banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari konsumen kita kecewa karena apa yang diinginkan tidak tercapai. Keterbatasan-keterbatasan yang kita punyai sering menimbulkan hilangnya peluang atau bahkan mungkin merugikan bisnis yang kita lakukan. Satu pengalaman kecil menunjukkan ada ketidaksesuaian antar apa yang diinginkan oleh pembeli dan apa yang disediakan oleh penjual. Suatu saat akan berangkat bekerja berencana mampir ke bakery untuk membeli roti sebagai bekal. Saat itu memang “relative” masih pagi. Sampai di toko, perasaan kecewa muncul karena jenis-jenis roti (roti “basah”) yang diinginkan ternyata belum datang. Pada akhirnya pilihan jatuh pada satu jenis roti yang “tidak fresh” dan diyakini bahwa roti tersebut adalah “sisa” dari penjualan kemarin. Memang tidak ada yang salah dari roti tersebut, karena memang jenis roti tersebut adalah roti yang cukup tahan lama. Tetapi yang diinginkan sebenarnya adalah jenis roti “basah” yang masih baru, yang fresh dan bahkan sudah dibayangkan bahwa roti tersebut hangat. Penjaga toko mengatakan bahwa jenis roti yang diinginkan tersebut belum datang. Memang diyakini juga bahwa roti yang dimaksud akan ada di toko tersebut, tetapi bukan pada saat pembeli datang, tetapi waktu setelahnya. Yang kemudian jadi pemikiran adalah secara sederhana tidak adanya “match” waktu antara konsumen sebagai pembeli dan toko sebagai penjual menjadikan transaksi yang diinginkan (dan diyakini bahwa transaksi tersebut diinginkan oleh kedua belah pihak) menjadi batal. Contoh lain adalah nasabah bank mengalami kesulitan melakukan transaksi perbankan, karena tidak adanya kesesuaian antara nasabah dan pihak perbankan khususnya dari sisi waktu. Saat nasabah berangkat bekerja akan mampir ke bank, jelas bahwa bank belum buka, saat pulang kerja bank sudah tutup. Saat hari libur, nasabah tetap tidak bisa melakukan transaksi karena bank juga libur. Jadi bisa dibayangkan kapan bisa terjadi transaksi jika tidak ada kesesuaian dari sisi waktu antara pihak nasabah dan pihak bank. Tetapi untunglah beberapa permasalahan tersebut sebagian bisa dipecahkan melalui bantuan sarana prasarana diantaranya mobile banking, e-banking, ATM, penyetoran tunai lewat mesin dan sebagainya. 101 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 Permasalahan di atas sebenarnya bukan hanya terjadi pada layanan perbankan, tetapi juga sering terjadi pada penyedia produk atau jasa-jasa lainnya. Mungkin ada yang mengatakan kalau pembeli yang berstatus pekerja/karyawan bisa saja melakukan transaksi saat istirahat. Waktu istirahat mereka “lari” sebentar ke toko atau ke perbankan, tetapi dalam kenyataan hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Kalau orang sudah bekerja kesibukan yang cukup menyita waktu, istirahat yang juga relative tidak lama (sementara aktivitas istirahat lebih diutamakan untuk makan siang), atau bahkan mungkin karena faktor malas maka akibatnya adalah sering membuat kita “sulit” untuk ke toko atau tempat yang kita inginkan saat kita berada dalam waktu-waktu kerja. Di sisi lain ada pengalaman yang cukup menarik untuk direnungkan karena terciptanya ”match” memberikan dampak positif bagi penjual dan pembeli. Ada sebuah toko kelontong dan alat-alat tulis yang buka “cukup” pagi. Toko tersebut lokasinya di pinggir jalan besar, dan menjadi salah satu akses untuk anak-anak pergi ke sekolah (Sekolah Dasar). Lokasi toko juga dekat dengan pabrik. Setiap berangkat dan pulang anak-anak sekolah dan karyawan pabrik banyak yang mampir ke toko tersebut. Demikian juga para pengguna jalan raya, mereka berangkat bekerja bisa mampir dulu ke toko ini. Karena waktu mereka berangkat toko ini sudah buka dan waktu mereka pulang toko ini juga belum tutup. Ada match waktu antara penjual dan pembeli. Anak-anak dan orang-orang ini mampir untuk membeli berbagai macam barang, mulai barang yang “memang dibutuhkan” dan juga barang yang “tidak terlalu dibutuhkan” . Anak-anak membeli permen, snack dsb, sementara para pemakai jalan raya membeli berbagai macam keperluan. Bahkan beberapa pengguna jalan, baik pengguna sepeda motor maupun mobil banyak yang kemudian mampir untuk membeli berbagai macam barang. Mereka kebanyakan adalah para karyawan yang mampir saat mereka berangkat bekerja. Bisa dikatakan penyebab banyaknya pembeli yang datang salah satunya karena ada ”match” waktu antara pembeli dan penjual. Dari kejadian di atas dapat disimpulkan bahwa semua pihak merasa senang. Pembeli mendapatkan apa yang diinginkan (barang-barang), dan penjual mampu menjual barang dagangannya yang otomatis juga laba akan dapat diraih. Bisa kemudian dibayangkan kalau toko yang buka siang, sementara anak-anak sudah berada di sekolah dan para pekerja sudah berada di tempat kerja mereka masing-masing. Dampak yang kemudian terasa adalah hilangnya peluang atau kesempatan yang seharusnya diperoleh. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah toko tersebut menyediakan produk seperti yang diinginkan pembeli, jawabannya ”ya, menyediakan”, ”apakah pembeli punya keinginan membeli dan punya kemampuan daya beli?”, jawabannya ”ya”. Artinya ini adalah sebuah kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap penjual yang ada sebagai suatu syarat mutlak untuk terjadinya sebuah transaksi. Namun bisa dikatakan bahwa peluang emas ini akan hilang kalau kita mengabaikan sebuah syarat lain yaitu ”pertemuan pembeli 102 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 penjual pada suatu ”saat” yang sama atau supaya lebih mudah akan kita sebut dengan ”match waktu” Ternyata “match” antara produk dengan kebutuhan pembeli tidaklah cukup, perlu ada “match-match” yang lain, contohnya adalah “match dengan waktu”, “match dengan lokasi”, bahkan mungkin juga bisa ditambahkan dengan “match dengan penjual” “match dengan tempat parkir”, “match dengan juru parkir”, “match dengan cleaning service” dsb. Secara umum pemasaran menurut Kotler and Keller (2007) didefinisikan sebagai “memenuhi kebutuhan dengan menguntungkan”. Sesuai dengan definisi ini, maka beberapa kondisi di atas menggambarkan bahwa kebutuhan pembeli saat itu tidak bisa terpenuhi, dan dari sisi penjual keuntungan yang diinginkan juga tidak terjadi. Untuk terjadinya match, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dimana syarat minimal adalah apa yang diinginkan oleh pembeli sama dengan apa yang mampu diberikan/disediakan oleh penjual. Seringkali juga match yang terjadi tidak terjadi 100%. Match ini kadang kita bisa buat semacam “toleransi” dimana besarnya toleransi sangat tergantung dari pihak yang memiliki bargaining lebih besar. Kita ambil contoh, seorang pmbeli membutuhkan ”match layanan‟ dari pelayan yang ada di toko. Tetapi yang kita temui di lapangan adalah mungkin kita menemui pelayan yang memberikan pelayanan kepada kita tidak 100%, dia mungkin memberikan hanya 80% dari layanan yang kita inginkan, tetapi karena masih dalam batas toleransi pembeli, maka pembeli mungkin masih melakukan transaki pembelian, tetapi bisa dibayangkan apabila layanan yang diberikan adalah 50% dari apa yang diinginkan pembeli, maka kemungkinan pembeli akan merasa tersinggung dan kemungkinan besar akan membatalkan transaksi pembeliannya. Yang perlu kita pahami berikutnya adalah apakah match-match yang ada dalam sebuah transaksi pembelian merupakan sebuah match terpisah satu dengan yang lain atau menjadi sebuah kesatuan. Ambil contoh apakah match layanan berdiri sendiri, match waktu berdiri sendiri, match produk berdiri sendiri atau apakah ketiganya menjadi sebuah satu paket kesatuan. Untuk mendeteksi ini bukanlah sebuah usaha yang mudah. Setiap pembeli memiliki batas toleransi yang berbeda, termasuk didalamnya batas toleransi terhadap match tertentu. Seorang pembeli mungkin memiliki toleransi yang tinggi terhadap match layanan, pembeli ini tidak begitu peduli apakah layanan ramah atau tidak, kalaupun tidak terlalu ramah (mungkin kalau dirange nilai match-nya hanya 75%) tetapi mungkin dia lebih memperhatikan match produk. Pembeli ini berpikir pelayan tidak begitu ramah tidak masalah, karena dia lebih berkepentingan dengan match produk, dia sangat cocok dengan produk tersebut, dan dia berpikir yang penting adalah bagaimana produk tersebut memberikan match yang tinggi kepadanya. Pada jenis-jenis produk atau layanan yang kita berikan, secara umum kita bisa bagi menjadi dua kelompok match, meskipun ini sangat subyektif dan mungkin sangat berbeda diantara para pembeli atau penjual. Match pertama kita 103 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 sebut dengan match utama, sedangkan yang kedua match pendukung. Match utama adalah aspek-aspek yang menjadi fokus bagi pembeli. Contoh untuk layanan dokter spesialis, yang menjadi match utama adalah dokter itu sendiri dengan segala kemampuan dan kompetensinya, kalaupun petugas dokter ini memiliki petugas administrasi yang ”galak, sewot dan mungkin tidak menyenangkan”, serta tempat parkir yang tidak representatif, pasien dokter ini tetap banyak. Hal ini dikarenakan pasien menganggap bahwa layanan dokter ini sangat penting untuk menyembuhkan penyakitnya, pasien akan tetap berobat dan ”mengabaikan” petugas administrasi yang tidak menyenangkan maupun tempat parkir yang tidak nyaman. tersebut. Bisa dikatakan bahwa dokter adalah match utama sedangkan yang lainnya (petugas administrasi, tempat parkir) menjadi match pendukung. Hal tersebut akan berbeda untuk layanan dokter yang lebih umum. Karena penyedia layanan dokter umum cukup banyak, kemungkinan besar petugas administrasi yang galak dan tempat parkir yang tidak nyaman akan memunculkan keengganan untuk berobat ke tempat tersebut. Dari paparan di atas bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa jasa dan produk yang unik, tidak tergantikan sering akan sering membuat konsumen memberikan permakluman, sehingga hal-hal lain seakan ”tidak penting”, meskipun hal itu tidak membuat ”nyaman” pembeli. Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah ada banyak penyedia produk/jasa menjadi terlalu sombong dan menyatakan bahwa produk atau jasa yang ditawarkannya adalan unik dan berbeda dengan yang lain, akibatnya merasa bahwa faktor-faktor pendukung lainnya sering diabaikan. Dan mereka menganggap bahwa pembeli pasti akan tetap melakukan transaksi. Mereka seringkali kurang peka dengan lingkungan, mereka sering lupa bahwa pendatang baru bisa menjadi pesaing kuat mereka. Pendatang baru mungkin mampu menyediakan produk/jasa seperti mereka sekaligus pesaing ini juga menyediakan faktor-faktor pendukung yang prima. Dan akibatnya bisa ditebak, pembeli akan beralih ke pendatang baru yang mampu memberikan layanan lengkap bagi mereka, artinya memberikan match-match total kepada mereka. Kekurangsiapan dalam penyediaan match pembeli dan penjual merupakan sebuah peluang yang tidak kita tangkap dengan baik. Kesempatan untuk terjadinya transaksi menjadi hilang yang pada akhirnya akan berdampak pula pada hilangnya keuntungan yang seharusnya kita peroleh Kesuksesan penerapan konsep pemasaran salah satunya adalah bagaimana kita memahami kebutuhan, keinginan, dan perilaku para pelanggan kita. Oleh karena itu mendengar suara pelanggan (voice of the customer) merupakan hal yang mutlak diperlukan (Fandy T, Gregorius C dan Dadi A, 2008). Berapa banyak bisnis gagal karena seringkali kita salah menterjemahkan tentang produk yang tepat bagi konsumen kita. Banyak penjual/produsen yang menciptakan produk dan jasa yang menurut mereka ”baik” dan ”unggul”. Mereka sering lupa bahwa yang dikatakan ”baik” dan ”unggul” bukanlah dilihat dari sisi penjual/produsen, tetapi kita harus tahu bahwa pengguna/obyek dari produk yang kita hasilkan adalah dari pembeli kita. Jadi kita perlu ingat bahwa produk yang 104 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 kita ciptakan adalah produk yang ”baik”, ”unggul” atau yang ”cocok” dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan kita. Satu contoh menarik adalah salah satu produsen furniture menciptakan produk furniture unik (dilihat dari persepsi produsen), dia yakin bahwa produk ini akan laku di pasaran. Tapi yang terjadi kemudian adalah produk ini tidak laku di pasaran. Produk ini ”baik” menurut produsen/penjual, tetapi produk ini bukanlah yang diinginkan oleh konsumen. Jadi yang perlu kita pikirkan adalah bahwa produk yang kita ciptakan/kita jual bukanlah untuk kita tetapi untuk konsumen kita. Jadi saat kita menciptakan produk/menjual barang tempatkan diri kita seakan-akan kita adalah pembeli. Dan jangan kuatir karena dampaknya tentu positif bagi kita karena dengan terjualnya produk maka akan mendatangkan keuntungan bagi kita. Beberapa solusi yang kemudian muncul adalah: 1. Layanan “delivery” yaitu layanan untuk mendatangi pembeli, solusi ini akan meminimalisir bagi pembeli yang tidak punya waktu untuk mendatangi tempat usaha kita 2. Buatlah “komitmen” dengan pihak-pihak yang terkait baik langsung ataupun tidak langsung dengan usaha yang kita lakukan. Contoh buat komitmen dengan pemasok untuk menyediakan „match” waktu dan kualitas 3. Sediakan atau ciptakan alat yang bisa mewakili ketidakhadiran penjual (karyawan) sehingga layanan atau produk tetap dapat kita berikan kepada pembeli kita. Contoh: e-banking, mobile banking, ATM, alat penyedia minuman otomatis, dsb 4. Sebisa mungkin ciptakanlah match yang paling maksimal dengan calon pembeli kita, apakah itu match waktu, match produk, match layanan dan match-match lainnya, baik itu match utama maupun match pendukung. 5. Kalaupun match total tidak bisa diberikan oleh penjual, ciptakan “perbedaan yang tajam” atau “diferensiasi yang tajam” sehingga layanan anda memang tidak tergantikan oleh yang lain, akibatnya pembeli akan “terpaksa mengalah” dan tetap melakukan transaksi dengan anda 6. Sadari bahwa bahaya bisa muncul setiap saat, yaitu munculnya pesaing baru yang mampu memberikan match-match lengkap bagi pembeli, jadi tetaplah waspada kalaupun anda telah memiliki diferensiasi, karena mungkin pesaing baru akan memberikan sesuatu yang unik, diferensiasi kuat, sekaligus aspek pendukung yang prima (menyediakan match lengkap) 105 P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010 ISSN 1411 - 1497 Referensi Assael, H (2001), Consumer Behavior and Marketing Action, Singapore: Thomson Learning Gitosudarmo, Indriyo (1999), Yogyakarta: BPFE Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Kotler, P and Keller, K.L (2007), Manajemen Pemasaran (Terjemahan), edisi 12, Jakarta: PT. Indeks Porter, M (1980), Competitive Strategy, Techniques for Analizing Industries and Competitors, New York: The Free Press Pearce, J.A dan Robinson, R.B (2008), Manajemen Strategis, Formulasi Implementasi dan Pengendalian (Terjemahan), Jakarta: Penerbit Salemba Empat Sumarwan, Ujang dkk (2009), Pemasaran Strategik, Strategi untuk Pertumbuhan Perusahaan dalam Penciptaan Nilai bagi Pemegang Saham, Jakarta: Penerbit Inti Prima Promosindo Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius (2008), Pemasaran Strategik, Yogyakarta: Penerbit Andi 106