BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Pondasi untuk jembatan yang menghubungkan dua tempat yang dipisahkan oleh
sungai biasanya berada pada sebuah lereng yang berpotensi runtuh. Pergerakan
yang terjadi pada lereng umumnya terjadi karena adanya beban di atasnya.
Pemancangan yang dilakukan pada sebuah lereng tentunya memiliki angka
kesulitan yang lebih besar daripada di tempat yang relatif datar. Stabilitas suatu
lereng akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan suatu
pondasi.
Analisis kelongsoran yang terjadi di Indonesia banyak diselesaikan umumnya
menggunakan menggunakan metode keseimbangan batas. Firdauzi (2013)
menganalisis kelongsoran yang terjadi di sepanjang Sungai Serayu oleh gerusan
akibat aliran air sungai. Analisis stabilitas lereng dilakukan untuk mengetahui nilai
faktor aman suatu lereng dengan tujuan untuk mengetahui tindakan pencegahan dan
pengamanan yang dapat dilakukan. Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan
bahwa lereng Sungai Serayu pada ruas yang ditinjau dalam keadaan tidak aman.
Hasil analisis menunjukkan angka aman sebesar 1,036 menggunakan Plaxis; 1,179
berdasarkan Geoslope Metode Spencer, dan 1,204 berdasarkan metode Bishop.
Beberapa analisis terhadap kegagalan pondasi khususnya pondasi jembatan sudah
banyak dilakukan. Hidayat (2011) melaporkan kegagalan pondasi pada abutmen
jembatan sungai Bahalang di Kalimantan Tengah diakibatkan karena pondasi tidak
mampu menahan daya lateral akibat penimbunan yang melampaui batas kritis dan
beban preloading yang melampaui bending moment ijin tiang yang mengakibatkan
terjadinya total displacement sebesar 6,42 meter sehingga
tiang mengalami
failure/patah dimana potensi terbesar pada bagian sambungan.
Nur, dkk (2013) melakukan studi kasus pada kegagalan Jembatan Toddoppuli X
Makasar yang mana bagian abutment bergeser ke dalam dan bagian bawahnya ke
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
arah sungai. Dari running program geoslope terlihat bahwa lereng sungai tersebut
memungkinkan untuk terjadinya kelongsoran karena kecilnya nilai faktor
keamanannya dan abutment jembatan berada di daerah kritis lereng sungai tersebut.
Jadi kondisi ini memungkinkan abutment terguling karena posisinya di daerah
kritis.
Husin (2012) melakukan studi kasus terhadap kegagalan salah satu abutment
jembatan di Surabaya yang mengalami defleksi horisontal sebesar 40 cm pada saat
proses pembangunan sedang berlangsung. Dari analisis diperoleh informasi bahwa
struktur abutment mengalami rotasi yang diakibatkan adanya tekanan dari tanah
urugan di belakang abutment. Berdasarkan analisis tersebut selanjutnya di dalam
pembangunan jembatan tersebut berat tanah urugan di belakang abutment harus
dikurangi untuk mengurangi gaya desak terhadap abutment.
Kadang-kadang suatu pondasi juga mengalami kegagalan karena letaknya pada
tanah lunak. Raharjo dan Handoko (2005) melakukan kajian geoteknik pada galian
tanah lunak dan menganalisis kembali secara numerik terhadap peristiwa kegagalan
pondasi yang terjadi di Jakarta pada tahun 1990. Dalam tinjauannya menyimpulkan
bahwa galian pada tanah lunak yang tidak dikontrol atau yang tidak diproteksi
dengan baik dapat menyebabkan gerakan massa yang sangat besar dalam arah
lateral dan dapat menyebabkan kegagalan pondasi tiang yang telah dibangun.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Stabilitas Lereng
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng sehingga mendorong terjadinya
pergerakan lereng yaitu topografi, kondisi geologi (litologi dan struktur geologi),
hidrologi, vegetasi, karakteristik tanah/batuan penutup lereng, gempa bumi dan
iklim (Hutchinson, 1984 dalam Bismoseno, 2006).
Varnes (1958) dalam Bismoseno (2006) menguraikan faktor-faktor ketidakstabilan
suatu lereng dalam dua kelompok antara lain :
1) Tegangan geser yang meningkat yang disebabkan oleh bertambahnya beban
lereng (bangunan dan timbunan pada bagian atasnya), hilangnya dukungan
lateral (pemotongan dan penggalian pada kaki lereng), perubahan muka air yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
berbatasan dengan lereng yang berlangsung cepat (sudden draw down),
meningkatkan tegangan lateral (celah-celah retakan terisi oleh air), dan akibat
beban gempa yang terjadi.
2) Terjadinya pengurangan tahanan geser yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan air pori yang mengurangi tegangan efektif (infiltrasi air hujan ke dalam
lereng, tidak terkontrolnya aliran air dalam drainase, gempa bumi yang
menyebabkan tekanan air murni), pengembangan pada tanah lempung,
pelapukan dan degradasi sifat kimia serta keruntuhan progresif karena
melemahnya tegangan geser.
Pemisahan longsoran biasanya dimulai dari titik-titik lemah seperti retakan pada
batuan tua, retakan pada lereng sendiri, atau pada batas antar lapisan tanah, dan
berawal dari gerakan lambat yang semakin cepat sampai pada akhirnya massa tanah
yang longsor terlepas dari asalnya (Krynine, 1957 dalam Bismoseno, 2006).
2.2.1.1 Mekanisme Longsoran
Mekanisme suatu longsoran sangat sulit diprediksi waktu dan penyebab terjadinya
sehingga keadaan suatu lereng yang dianggap stabil juga tidak dapat dinyatakan
aman dari longsor. Mekanisme terjadinya longsor baru dapat diketahui setelah
terjadinya longsoran dengan meneliti penyebab-penyebabnya.
Menurut Hardiyatmo (2006) stabilitas lereng dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut:
1) Gaya-gaya yang menggerakkan, contohnya berat sistem tanah,
2) Gaya rembesan dalam lereng,
3) Kemiringan dari bidang longsor,
4) Kuat geser pada bidang longsor,
5) Pengurangan kuat geser pada bidang longsor oleh tekanan hidrostatik.
2.2.1.2 Faktor Keamanan
Faktor aman (SF) didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan
dan gaya yang menggerakkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
.................................................................................................(2.1)
dengan:
: tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (kN/m2),
d
: tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
(kN/m2).
Umumnya, faktor keamanan stabilitas lereng atau faktor aman terhadap kuat geser
tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2 - 1,5. Menurut Bowles (1989) nilai
dari faktor keamanan berdasarkan intensitas kelongsorannya seperti Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hubungan faktor keamanan dan kejadian longsor
Nilai Faktor Keamanan
SF <1,07
1,07 < SF < 1,25
SF > 1,25
Intensitas atau Kejadian Longsor
Longsor biasa terjadi/sering (lereng labil)
Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
2.2.2 Teori Keruntuhan Material Mohr-Couloumb
Mohr (1900) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang
menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis
antara tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal
maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan antara tegangan
normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan, dalam bentuk
persamaan berikut.
f
) ..................................................................................................(2.2)
Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh Persamaan 2.2 sebenarnya
berbentak garis lengkung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Untuk sebagian
besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah
garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan geser.
Persamaan itu dapat ditulis sebagai berikut:
f
......................................................................................(2.3)
dengan c adalah kohesi, dan adalah sudut geser dalam. Hubungan pada Persamaan
2.3 disebut juga sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
(Sumber: Hardiyatmo, Buku Mekanika Tanah 1 hal. 318)
Gambar 2.1 Kriteria Kegagalan Mohr-Coulomb
2.2.3 Pondasi Dalam
Dalam perencanaan pondasi dalam biasanya menggunakan pondasi tiang. Pondasi
tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat
dalam.
Menurut Hardiyatmo (2010) Pondasi dalam digunakan untuk beberapa maksud
antara lain :
1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke
tanah pendukung yang kuat.
2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu
sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk
mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah di
sekitarnya.
3. Untuk mengangkur bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen guling.
4. Untuk menahan gaya-gaya horisontal gaya yang arahnya miring.
5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut
bertambah.
6. Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus
air.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau
berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang kedalam tanah sehingga terjadi
perpindahan volume tanah yang relatif besar, contohnya: tiang kayu, tiang beton
pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat.
2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti tiang
kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan
relatif kecil, contohnya : tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang
ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang
dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah, contohnya:
tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran
tanah (pipa baja di letakkan dalam lubang dan di cor beton).
2.2.4 Korelasi Parameter Tanah
Data tanah yang didapatkan dari hasil tes, baik di lapangan maupun pada
laboratorium dalam suatu proyek tidak selalu lengkap, oleh sebab itu dibutuhkan
korelasi-korelasi data tanah untuk melengkapi parameter-parameter lainnya guna
membantu dalam perancangan atau analisa. Pada umumnya korelasi data tanah
dapat diperoleh melalui SPT atau dari jenis tanah di lapangan. Berikut ini
merupakan korelasi-korelasi yang digunakan untuk mendapatkan parameter data
tanah lainnya seperti berat volume ( ), kohesi (c), sudut geser ( ), modulus Young
(E), dan poisson ratio (v).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
2.2.4.1 Korelasi Parameter Tanah Kohesif
Berikut adalah tabel hubungan parameter tanah kohesif yang ditampilkan pada
Tabel 2.2 sampai Tabel 2.6.
Tabel 2.2 Korelasi antara nilai N, qu, konsistensi pada tanah lempung
Tanah Kohesif
N
Berat isi
<4
4-6
6 - 15
16 - 25
>25
kN/m3
14 - 18
16 - 18
16 - 18
16 - 18
>20
qu, kPa
<25
20 - 50
30 - 60
40 - 200
>100
,
Konsistensi
Sangat Lunak
Lunak
Sedang
Kenyal (Stiff)
Keras
(Sumber: Bowles,1989).
Tabel 2.3 Nilai tipikal berat volume tanah
Jenis Tanah
sat
dry
(kN/m3)
(kN/m3)
Kerikil
20 - 22
15 17
Pasir
18 - 20
13 16
Lanau
18 - 20
14 18
Lempung
16 22
14 - 21
(Sumber : preece, Jenifer J, 2000)
Tabel 2.4 Hubungan hasil SPT dengan konsistensi tanah, nilai Qu, nilai dan nilai
c pada tanah lempung
N-SPT
<2
Qu
Konsistensi
Sangat lunak/
very soft
c
sat
2
3
(tons/ft )
(kN/m )
(kN/m2)
<0,25
16-19
12,5
2-4
Lunak/soft
0,25-0,50
16-19
12,5-25
4-8
Sedang/medium
0,50-1,00
17-20
25-50
8-15
Kaku/stiff
1,00-2,00
19-22
50-100
2,00-4,00
19-22
100-200
>4,00
19-22
>200
15-30
>30
Sangat kaku/
very stiff
Keras/hard
(Lambe & Whitman, Terzaghi & Peck 1948).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Tabel 2.5 Hubungan antara jenis tanah dan poisson ratio
Jenis Tanah
)
Lempung jenuh
0,4
0,5
Lempung tak jenuh
0,1
0,3
Lempung berpasir
0,2
0,3
Lanau
0,3
0,35
Pasir
0,1
1,0
Batuan
0,1
0,4
Umum dipakai untuk tanah
0,3
0,4
(Sumber: Das, 1995)
2.2.4.2 Korelasi Parameter Tanah Non Kohesif
Berikut adalah tabel hubungan korelasi parameter untuk tanah non kohesif yang
ditampilkan pada Tabel 2.8 sampai Tabel 2.14.
Tabel 2.6 Korelasi Nilai N-SPT dengan relative density tanah non kohesif.
Konsistensi N-SPT
(blows/ft)
0-4
4 - 10
10 - 30
30 - 50
>50
Density
Very Loose
Loose
Medium
Dense
Very Dense
(Lambe, T. William, 1969)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Tabel 2.7 Hubungan antara kepadatan, bulk density, nilai N SPT, qc dan
pada
tanah pasir
Kepadatan
Relative
Nilai N-SPT
Tekanan
Sudut
Konus qc
Gesek
(kg/cm2)
( )
<4
< 20
< 30
Density
Very Loose (sangat
< 0,2
lepas)
Loose (lepas)
0,2
0,4
4 - 10
20 -40
30 - 85
Medium
0,4
0,6
10 - 30
40 - 120
35 - 40
Dense (kompak)
0,6
0,8
30 - 50
120 - 200
40 - 45
Very Dense (sangat
0,8
1,0
> 50
> 200
> 45
(agak kompak)
kompak)
(Sumber : Mayerhof, 1965)
Tabel 2.8 Korelasi berat volume tanah ( ) untuk tanah non kohesif dan kohesif.
Tanah Non-kohesif
N
0 - 10
11 - 30
31 - 50
>50
Unit Weight (kN/m3)
12 - 16
14 - 18
16 - 20
18-23
( o)
25 - 32
28 - 36
30 - 40
>35
Loose
Medium
Dense
Very Dense
Angle of Friction
State
Tanah Kohesif
N
4-6
6 - 15
16 - 25
>25
Unit Weight (kN/m3)
16 - 18
16 - 18
16 - 20
>20
qu (kPa)
20 - 50
30 - 60
40 - 200
>100
Soft
Medium
Consistency
(Sumber: Whilliam, Whitman, Robert, 1962)
commit to user
Stiff
Hard
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Tabel 2.9 Korelasi berat volume tanah jenuh (
sat)
untuk tanah non kohesif.
Very
Loose
Loose
Medium
Dense
N-SPT
Fine
Medium
Coarse
1-2
2-3
3-6
3-6
4-7
5-9
7 - 15
16 - 30
8-20
21 - 40
10-25
26 - 45
Fine
Medium
Coarse
26 - 28
27 - 28
28 - 30
28 - 30
30 - 32
30 - 34
30 - 34
32 - 36
33 - 34
33 - 38
36 - 42
40 - 50
<50
17 - 20
17 - 22
20 - 23
Description
sat (kN/m3)
11 - 16
14 - 18
Very
Dense
>40
>45
(Whilliam T., Whitman ,Robert V., 1962)
Tabel 2.10 Nilai tipikal berat volume tanah
Jenis
sat
Tanah
(kN/m3)
(kN/m3)
Kerikil
20 22
15 17
Pasir
18 20
13 16
Lanau
18 20
14 18
Lempung
16 22
14 21
dry
(John Wiley & Sons, 2000)
Tabel 2.11 Hubungan antara sudut gesek dalam dengan jenis tanah
Jenis tanah
Sudut Gesek Dalam (o)
Kerikil kepasiran
35 - 40
Kerikil kerakal
35 - 40
Pasir padat
35 - 40
Pasir lepas
30
Lempung kelanauan
25 - 30
Lempung kelanauan
20 - 25
(Sumber : Das,1995)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
2.2.5 Modulus Elastisitas Tanah dari Hasil Standard Penetration
Test (SPT)
Beberapa korelasi langsung antara modulus elastisitas (Es) dan N60 sudah banyak
dikembangkan,
namun
seringkali
memberikan
hasil
yang
berbeda
(Anagnostopoulos, 1990; Kulhawy dan Mayne, 1990). Hal ini mungkin karena
kurangnya presisi dari hasil SPT dan sebagian besar karena pengaruh faktor lain.
Meskipun demikian, hubungan berikut ini akan menghasilkan perkiraan secara
konservatif. Nilai dari Es diberikan dengan persamaan berikut (Donald P. Coduto,
2001):
Es
0
1N60 ............................................................................(2.4)
Dimana;
Es
0, 1
= Modulus Elastisitas
= Correlation Factor (dari tabel 2.14)
OCR
= Rasio Overkonsolidasi
N60
= Nilai N-SPT
Untuk beberapa analisis dapat digunakan OCR=1, kecuali kalau ada bukti yang
jelas mengenai overconsolidation. Nilai Correlation Factor disajikan pada Tabel
2.14.
Tabel 2.12 Faktor Korelasi
o
Soil Type
2
Clean Sands (SW dan SP)
Silty Sands and Clayey Sands (SM and SC)
(lb/ft )
100000
50000
1
kPa
5000
2500
2
(lb/ft )
24000
12000
(lb/ft2)
1200
600
(Sumber: Anagnostopoulos, 1990; Kulhawy dan Mayne, 1990)
2.2.6 Modulus Elastisitas Komposit
Pada komposit isotropik atau short fibre, penghitungan modulus elastisitas dapat
digunakan Persamaan Tsai Halpin (1976) (M. Zainuri, dkk, 2008). Dimana faktor
geometri partikel penguat yang diperoleh dari bentuk geometri partikel penguat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
sebagai fungsi dari arah beban, geometri dan orientasi penguat dapat menjadi
pertimbangan faktor geometri.
.........................................................................................(2.5)
Dimana :
....................................................................................................(2.6)
Dimana S adalah faktor geometri fiber atau partikel (l/d).
Komposit unidireksional merupakan komposit yang mempunyai orientasi penguat
yang sama. Pemberian beban yang arahnya sama dengan orientasi penguat disebut
beban longitudinal, maka komposit akan mengalami strain yang sama antara matrik
dan penguat (isostrain).
Beban transversal pada meterial komposit unidireksional merupakan beban yang
tegak lurus terhadap orientasi penguat. Pemberian beban tersebut mengakibatkan
terjadinya elongasi yang berbeda antara penguat dan matrik, sementara besar beban
eksternal yang dialami matrik dan penguat adalah sama besar (isostress). Oleh
karena itu modulus elastisitas dengan beban tegak lurus penampang lintang (lower
bond) dinyatakan dengan persamaan:
..............................................................................................(2.7)
Modulus elastis komposit longitudinal (upper bond) dapat dinyatakan dengan
persamaan yang dikenal dengan hukum campuran (rule of mixture).
...................................................................................(2.8)
Dimana E adalah modulus elastisitas, V adalah fraksi volume, c adalah komposit,
m adalah matrik dan f penguat. Kedua persamaan diatas dapat digunakan untuk
menguji kualitas ikatan antar permukaan matrik penguat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2.2.7 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga didasarkan pada konsep menyusun objek yang rumit dari
bagian-bagian yang lebih sederhana, atau membagi objek yang rumit menjadi
bagian-bagian kecil yang dapat dengan mudah selesaikan (Liu Yijun, 2003).
Pada umumnya, elemen hingga digunakan untuk analisisis tegangan dan deformasi.
Geometri material yang akan dianalisis terlebih dahulu dibagi menjadi jaring-jaring
elemen hingga, sehingga analisis akan menjadi lebih mudah. Motode elemen
hingga dapat digunakan untuk analisis material padat, termasuk analisis geoteknik
pada material tanah. Gambar 2.2 menunjukan posisi tegangan pada material padat.
Metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengetahui modulus elastisitas suatu
material, parameter ini didefinisikan sebagai matrik hubungan tegangan-regangan
yang terjadi pada material akibat beban yang bekerja padanya. Matrik modulus
elastisitas terdiri dari komponen tegangan normal ( ) dan tegangan geser ( ), serta
regangan normal ( ) dan regangan geser ( ) pada arah sumbu x, y, dan z dalam
bidang kartesius seperti ditunjukan oleh Persamaan 2.9 hingga 2.11.
Gambar 2.2 Posisi tegangan pada material padat (Liu Yijun, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Matrik Tegangan:
x
y
{ }=
z
(2.9)
xy
yz
zx
Matrik Regangan:
x
y
={ }=
z
(2.10)
xy
yz
zx
Martik Hubungan Tegangan-Regangan
x
1-v
v
v
0
0
0
x
y
v
1-v
v
0
0
0
y
z
v
v
1-v
0
0
0
z
xy
0
0
0
0
0
xy
yz
0
0
0
0
0
yz
zx
0
0
0
0
=
0
commit to user
zx
(2.11)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Salah satu program komputer yang biasa digunakan untuk analisis bidang geoteknik
adalah Plaxis 2D. Ada dua jenis model geometri elemen hingga yang biasa
digunakan dalam Plaxis 2D, yaitu model Plane-Strain dan Axysimmetry. Model
Plane Strain dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada bidang
berpenampang melintang dengan kondisi tegangan dan deformasi relatif seragam
pada arah tegak lurus terhadap penampang. Sedangkan model Axisymmetry
digunakan untuk analisis bidang dengan penampang melintang radial, dengan
kondisi tegangan dan deformasi seragam di setiap arah radial.
Pemodelan elemen hingga untuk menganalisis pilar jembatan yang terletak pada
sebuah lereng menggunakan Plaxis 2D dapat dilakukan model plane strain. Model
ini digunakan untuk geometri dengan potongan melintang tanah yang seragam dan
kondisi skema pembebanan yang disamakan untuk arah tegak lurus terhadap
potongan melintang (sumbu z). Displacement dan tegangan arah sumbu z
diasumsikan bernilai nol.
Gambar 2.3 Pemodelan Plane Strain
2.3
Hipotesa Penelitian
Pondasi tiang kelompok yang digunakan merupakan jenis spun pile yakni berupa
pondasi tiang berlubang dengan ujung tertutup. Dalam kasus ini, untuk mencapai
kedalaman pancang 22 meter digunakan sambungan antara
pondasi dengan
panjang 14 meter dan 8 meter. Letak sambungan berada pada kedalaman 8 meter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
dari permukaan tanah dan disambung dengan menggunakan las. Oleh karena itu,
diambil hipotesis bahwa kemungkinan besar spun pile mengalami patah pada
daerah sambungan.
commit to user
Download