abstrak abstract

advertisement
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
ISSN : Cetak 2085-1049
GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN EMERGENCY PSYCHIATRIC DENGAN
PEMENUHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
Sujarwo1, Livana PH2, Siti Safiah2
RSJD Dr. Amino Gondho Hutomo Semarang
Email: [email protected]
2
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Email: [email protected]
1
ABSTRAK
Pendahuluan: Pasien emergency psychiatric termasuk pasien skizofrenia akan mengalami gangguan
pemenuhan nutrisi yang diakibatkan oleh gangguan pikiran dan gangguan perilaku pada biokimiawi
otak dimana hal ini berdampak buruk bagi pemenuhan nutrisi yang ditandai dengan Body Mass
Index (BMI) kurang dari normal. Tubuh memerlukan makanan untuk mempertahankan kelangsungan
fungsinya. Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang kehidupan manusia, namun jumlah nutrisi yang
diperlukan tiap orang berbeda sesuai dengan kataristiknya, seperti jenis kelamin, usia, aktivitas dan
lain-lain. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien (umur,
jenis kelamin, diagnosa psikiatrik, masalah fisik, masalah keperawatan) Emergency Pschyatric dengan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan Historical Design. Sampel berjumlah 33 responden.Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini diperoleh dari data sekunder, menggunakan total sampling. Hasil: Karakteristik pasien
emergency psychiatric mayoritas usia dewasa awal, berjenis kelamin perempuan, berpendidikan SD,
diagnosis medis skizofrenia tak terinci, diagnosis fisik terkait sistem kardiovaskuler dan sistem
pencernaan, dan memiliki masalah keperawatan jiwa isolasi sosial. Diskusi: Penelitian kualitatif
diperlukan untuk melengkapi informasi yang terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien emergency psychiatric.
Kata kunci: Pasien emergency psychiatric, pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
ABSTRACT
Introduction:psychiatric emergency patients including patients with schizophrenia have experienced
a disruption of nutrition caused by problems with thinking and behavior disorders in biochemical
brain where it is bad for the fulfillment of nutritional marked with a Body Mass Index (BMI) less than
normal. The body needs food to sustain its function. The nutritional needs required throughout the life
of man, but the amount of nutrients needed each person differently according to kataristiknya, such as
gender, age, activity and others. Methods:This study aimed to determine Overview Patient
characteristics (age, gender, psychiatric diagnosis, a physical problem, the problem of nursing)
Emergency Nutrition Fulfillment Pschyatric with less than Needs Body. This type of research is
descriptive Historical Design. Sample of 33 respondents. Data collection techniques in this study were
obtained from secondary data, using a total sampling. Results: Patients characteristics majority of the
psychiatric emergency early adulthood, female, elementary education, medical diagnosis of
schizophrenia is not detailed, physical diagnosis related to the cardiovascular system and digestive
system, and has the soul of nursing problems of social isolation. Discussion: Qualitative research is
needed to supplement the information related to factors that affect nutrition less than body
requirements in emergency psychiatric patients.
Keywords: Patients emergency psychiatric, nutrition less than body requirements
PENDAHULUAN
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila
ditemukan adanya gangguan pada fungsi
mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,
perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya
tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu
dalam proses hidup di masyarakat. Hal ini
dipicu oleh adanya keinginan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
dalam mempertahankan hidup sehingga
seseorang dihadapkan
untuk
berpikir,
berkeinginan untuk mencapai cita-cita yang
1
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
mengharuskan seseorang berhubungan dengan
orang
lain. Jika seseorang mengalami
kegagalan dalam berinteraksi dengan orang
lain, maka akan timbul respon fisiologis
maupun psikologis ketika keinginan tersebut
tidak tercapai. Kondisi ini terjadi karena
seseorang tidak mau belajar dari sebuah proses
interaksi dengan orang lain sehingga tidak
pernah mengukur kemampuannya dengan
standar orang lain. Akibatnya, timbullah
perasaan tertekan. Hal ini ditandai dengan
menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya
pencapaian sebuah keinginan, terutama minat
dan motivasi sehingga membuat seseorang
gagal
dalam
mempertahankan
kualitas
hidupnya. Perasaan tertekan atau depresi
akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi
sebuah
tuntutan tersebut akan mengawali
terjadinya penyimpangan kepribadian yang
merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa
(Nasir & Muhith, 2011).
Berdasarkan data statistik, angka pasien
gangguan
kesehatan
jiwa
memang
mengkhawatirkan. Secara global dari sekitar
450 juta penduduk dunia baik negara maju
maupun berkembang orang yang mengalami
gangguan mental, sekitar satu juta orang
diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya. Angka ini cukup kecil jika
dibandingkan dengan upaya bunuh diri pasien
gangguan jiwa yang mencapai 20 juta jiwa
setiap tahunnya (Dinata, 2006). Sedangkan
menurut Azwar dalam Dinata (2006) angka
tersebut menunjukkan jumlah pasien gangguan
jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni
satu dari empat penduduk Indonesia menderita
kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres,
penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai
skizofrenia. Hal ini menunjukkan perlunya
penanganan segera pada pasien gangguan jiwa
agar tidak semakin bertambah angka kejadian
gangguan jiwa.
Kegawatdaruratan
Psikiatrik
merupakan
aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi
darurat. Kondisi ini menuntut intervensi
psikiatrik seperti percobaan bunuh diri,
penyalahgunaan obat, depresi, penyakit
kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya
pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan
psikiatrik dilakukan oleh para profesional
dibidang kedokteran, ilmu keperawatan,
psikologi dan pekerja sosial. Kegawatdaruratan
psikiatrik adalah gangguan akut perilaku,
pikiran atau suasana hati pasien yang jika tidak
diobati dengan segera dapat merugikan, baik
untuk dirinya atau orang lain dalam lingkungan
sekitarnya.
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. Moh. Ildrem Medan hanya mendapatkan
makanan yang disediakan dari rumah sakit
dan
jarang mendapatkan makanan dari
keluarga yang mengunjunginya. Pasien
Skizofrenia akan
mengalami
gangguan
pemenuhan nutrisi yang diakibatkan oleh
gangguan pikiran dan gangguan perilaku pada
biokimiawi otak dimana hal ini berdampak
buruk bagi pemenuhan nutrisinya ditandai
dengan Body Mass Index (BMI) kurang dari
normal (Asmadi, 2012).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia/ WHO
(World
Health
Organitation),
masalah
gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia sudah
menjadi masalah yang sangat serius.Sementara
itu menurut Muchtar dalam Dinata (2006) satu
pertiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara
pernah mengalami gangguan neuropsikiatrik.
Hal tersebut didikung oleh data WHO bahwa 26
juta penduduk Indonesia mengalami gangguan
jiwa. Panik dan cemas adalah gejala paling
ringan kira – kira 12-16 % atau 26 juta dari total
populasi mengalami gejala – gejala gangguan
jiwa. The Indonesian Psychiatric Epidemiologi
Network menyatakan bahwa 11 kota di
Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk
dewasa menderita gangguan jiwa (Prasetyo,
2006).
Tubuh
memerlukan
makanan
untuk
mempertahankan kelangsungan fungsinya.
Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang
kehidupan manusia, namun jumlah nutrisi yang
diperlukan tiap orang berbeda sesuai dengan
kataristiknya, seperti jenis kelamin, usia,
aktivitas dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
bukan
hanya
sekedar
untuk
menghilangkan
rasa
lapar,
melainkan
mempunyai banyak fungsi. Adapun fungsi
umum dari nutrisi adalah sebagai sumber
energi, memelihara jaringan tubuh, mengganti
sel tubuh yang rusak, mempertahankan vitalitas
tubuh, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam
memenuhi
kebutuhan
nutrisi
perlu
diperhatikan zat gizinya (nutrien). Nutrien
merupakan zat kimia organik yang ditemukan
dalam makanan dan diperlukan agar tubuh
dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.
Nutrien
tersebut diabsorbsi di saluran
2
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
pencernaan kemudian didistribusikan ke sel-sel
tubuh lain. Nutrien
didalam sel tubuh
digunakan untuk proses fungsional sel
tersebut, sumber energi, dan sintesis protein,
sehingga intake nutrisi ke dalam tubuh harus
adekuat yang mengandung nutrien esensial
tertentu yang seimbang. Nutrien esensial
tersebut meliputi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, dan air. Makanan yang masuk
kedalam tubuh sampai di keluarkan dari tubuh
dalam bentuk sampah metabolisme terjadi
melalui proses pencernaan. Gangguan pada
proses
pencernaan dapat
menyebabkan
individu mengalami gangguan pemenuhan
nutrisi. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan
hanya memerhatikan jumlah yang dikonsumsi,
melainkan juga perlu memerhatikan zat gizi
yang mesti di penuhi, sehingga makanan yang
dikonsumsi harus mengandung nutrien esensial
yang baik bagi tubuh (Asmadi, 2012).
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit,
termasuk keseluruhan proses dalam tubuh
manusia untuk menerima makanan atau
bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk
aktivitas
penting
dalam
tubuh
serta
mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat
dikatakan sebagai ilmu tentang makanan,
zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung,
aksi, reaksi, dan keseimbangan yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.
Makanan yang kita makan tidak dapat
dimanfaatkan oleh tubuh dalam bentuk
energi, fungsi kelenjar, kerja hormon
sebelum melalui proses pencernaan, absorbsi,
dan metabolisme. Tubuh memerlukan energi
untuk fungsi-fungsi fisiologi organ tubuh,
pergerakan, mempertahankan temperature,
fungsi kelenjar, kerja hormon, pertumbuhan,
dan penggantian sel-sel yang rusak (Tarwoto
& Wartonah, 2010). Hasil studi pendahuluan
didapatkan data bahwa selama 7 bulan terakhir
diruang X RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang didapatkan pasien dengan gangguan
skrizofrenia yang mengalami penuruan nafsu
makan sebanyak 33 orang. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan diatas maka
penulis
tertarik untuk mengangkat judul
“Gambaran Karakteristik Pasien Emergency
Psychiatric Dengan Pemenuhan Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang X RSJD Dr.
Amino Gondo Hutomo Semarang”
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan Historical Design. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien yang mengalami
gangguan nutrisi di ruang X RSJD Dr. Amino
Gondo Hutomo Semarang.Sampel dalam
penelitian ini adalah pasien yang mengalami
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh di ruang X RSJD Dr. Amino
Gondo Hutomo Semarang yang berjumlah 33
pasien. Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah menggunakan total sampling. Tempat
penelitian di ruang X RSJD Dr.Amino Gondo
Hutomo Semarang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
diperoleh dari data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari pihak lain yang dikutip untuk
mendukung tujuan penelitian. Data sekunder
dalam penelitian ini diambil dari buku
dokumentasi ruangan yang merupakan tempat
dari penelitian ini. Data diambil berdasarkan
data pasien dengan diagnosis keperawatan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dan
diagnosa fisik yang tidak dipublikasikan. Data
diambil selama 7 bulan terakhir, dimana
analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabelnya.
HASIL
Hasil penelitian tentang karakteristik pasien
emergency psychiatric meliputi: umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan diagnosa psikiatrik.
Data karakteristik pasien emergency psychiatric
dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatric berdasarkan umur yang di rawat
Usia
Remaja Awal (12-16)
f
4
%
12,1
Remaja Akhir (17-25)
3
9,1
12
36,4
Lansia Awal (46-55)
5
5
15,2
15,2
Lansia Akhir (56-65)
2
6,1
Manula (65-akhir)
Total
2
6,1
33
100,0
Dewasa Awal (26-35)
Dewasa Akhir (36-45)
Hasil penelitian Tabel .1 menunjukkan
karakteristik responden mayoritas berusia
dewasa awal (36,4%). Adapun Distribusi
frekuensi pasien emergency psychiatric
3
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatric berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
f
11
22
33
%
33,3
66,7
100,0
Tabel 2 dapat dilihat bahwa karakteristik
berdasarkan jenis kelamin perempuan dengan
persentase tertinggi (66,7 %). Adapun
Distribusi
frekuensi
pasien
emergency
psychiatric berdasarkan pendidikan dapat
dilihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3.
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatric berdasarkan pendidikan
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Total
f
8
14
8
1
2
33
%
24,2
42,4
24,2
3,0
6,1
100,0
Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakteristik
berdasarkan pendidikan dengan persentase
terbanyak pendidikan SD (42,4 %). Adapun
Distribusi
frekuensi
pasien
emergency
psychiatric berdasarkan diagnosis psikiatri
dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatric berdasarkan diagnosis psikiatrik
Diagnosa Psikiatrik
Depresi berat
Depresi dengan gejala psikotik
Dimensia
GMO
Skizofrenia akut
Skizofrenia katatonik
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia tak terinci
Total
f
2
1
1
4
2
9
1
13
33
%
6,1
3,0
3,0
12,1
6,1
27,3
3,0
39,4
100,0
Tabel 4 dapat dilihat berdasarkan diagnosa
psikiatrik presentase terbanyak skizofrenia tak
terinci (39,4 %). Adapun Distribusi frekuensi
pasien emergency psychiatric berdasarkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
diagnosis fisik dapat dilihat pada tabel 5 berikut
ini:
Tabel 5.
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatricberdasarkan diagnosis fisik
Diagnosa Fisik
Sistem Endokrin
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Neurologi
Sistem Pencernaan
Sistem Pernafasan
Total
f
%
2
13
4
13
1
33
6,1
39,4
12,1
39,4
3,0
100,0
Tabel 5 dapat dilihat berdasarkan diagnosa fisik
presentase paling banyak masalah sistem
kardiovaskuler (39,4%). Adapun Distribusi
frekuensi pasien emergency psychiatric
berdasarkan diagnosis keperawatan jiwa dapat
dilihat pada tabel 6 berikut ini:
Tabel 6.
Distribusi frekuensi pasien emergency
psychiatric berdasarkan diagnosis
keperawatan jiwa
Diagnosis Fisik
Halusinasi
Harga Diri Rendah
Isolasi Sosial
Resiko Perilaku Kekerasan
Waham
Total
f
2
2
13
11
5
33
%
6,1
6,1
39,4
33,3
15,2
100,
0
Tabel 5 dapat dilihat berdasarkan diagnosa
keperawatan jiwa presentase terbanyak isolasi
sosial sebanyak 13 responden (39,4 %), Resiko
Perilaku Kekerasan sebanyak 11 responden
(33,3 %), Waham sebanyak 5 responden (15,2
%), Halusinasi sebanyak 2 responden (6,1 %)
dan Harga Diri Rendah sebanyak 2 responden
(6,1 %).
PEMBAHASAN
1. Umur
Hasil data karakteristik responden dapat dilihat
bahwa jumlah pasien emergency psychiatric
lebih banyak pada usia dewasa awal (26-35
tahun) dengan persentase 36,4% yang
mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Umur adalah variabel yang
selalu
dikaitkan
dengan
penyelidikan
epidemiologi, angka-angka kesakitan dan
hampir semua menunjukkan ada hubungan
dengan umur. Umur merupakan suatu
kondisi biologi pada individu yang melekat
4
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
dan berubah sesuai dengan bertambahnya
hari/ bulan/ tahun atau umur seseorang.
Semakin bertambah umur seseorang maka
tingkat ketenangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
(Hurlock, 2006).
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berumur 26-35 tahun yang
seharusnya merupakan kelompok yang telah
memiliki ketenangan dan kekuatan untuk
mengendalikan dirinya. Teori perkembangan
psikologi menjelaskan pada usia 26-35 tahun
individu berada dalam fase adanya suatu
tanggung jawab pada dirinya seperti memiliki
keluarga sehingga memaksa mereka untuk
bekerja dan memiliki mobilias yang tinggi.
Mobilitas yang tinggi berdampak pada
timbulnya
gangguan
ketenangan
yang
disebabkan adanya tekanan dalam pekerjaan
dan ekonomi, permasalah sosial dan lain
sebagainya yang menjadi faktor stressor
untuk
timbulnya
gangguan
jiwa pada
seseorang (Hurlock, 2006). Penelitian Ilyas
(2008), menyatakan bahwa kejadian gangguan
jiwa pada individu yang berusia lebih dari 40
tahun lebih tinggi dibandingkan umur kurang
dari 40 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan,
teori dan hasil penelitian sebelumnya peneliti
menyimpulkan bahwa individu usia 26-35
tahun (dewasa awal) mempunyai tanggung
jawab besar terhadap dirinya dan keluarga
sehingga stressor untuk mengalami gangguan
jiwa lebih besar.
2. Jenis Kelamin
Karakteristik responden menurut jenis kelamin
menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin
perempuan dengan persentase 66,7% yang
mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Hal ini dikarenakan perempuan
lebih
mudah
untuk mengalami
stres
dikarenakan wanita biasanya mengutamakan
emotion-confused coping karena mereka lebih
menggunakan perasaan atau lebih emosional
dalam menghadapi masalah. Sedangkan pada
pria lebih cenderung menggunakan rasio dan
logika dalam menyelesaikan masalah (Hamilton
& Fagot dalam Lestarianita & Fakhrurozi,
2007).
Penelitian Alzahem (2010) menyatakan bahwa
tingkat depresi perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki, karena perempuan cenderung
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
dua kali lipat mengalami depresi dan
kecemasan, termasuk unipolar depression,
dysthymia, panik disorder, post traumatik
disorder, generalized anxiety disorder dan
social anxiety disorder. Berdasarkan hasil
pengamatan, teori dan penelitian sebelumnya,
peneliti menyimpulkan bahwa pada pasien
perempuan tingkat emosinya lebih tinggi,
mudah panik, tersinggung dan sering cemas,
karena perempuan lebih banyak mengutamakan
perasaanya.
3. Pendidikan
Karakteristik responden menurut pendidikan
menunjukkan sebagian besar berpendidikan SD
dengan persentase 42,4% yang mengalami
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan. Tingkat pendidikan responden
tersebut
menunjukkan
sebagian
besar
responden memiliki pendidikan tingkat dasar.
Hal ini sebagaimana dikemukakan Chan &
Mak (2008) yang mengemukakan bahwa
pasien
gangguan
mental
memiliki
permasalahan atau kesulitan untuk berprestasi
dan berinteraksi di sekolah. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Dhiny Ardiyanti (2014),
menyatakan bahwa gangguan jiwa sering terjadi
pada seseorang yang tingkat pendidikannya SD
dibandingkan dengan yang SMP, SLTA
maupun S1. Berdasarkan hasil pengamatan,
teori dan penelitian sebelumnya, peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat
pendidikan
responden yang rendah disebabkan karena
pasien gangguan jiwa umumnya memiliki
permasalahan dengan interaksi dengan orang
lain, selain itu kemampuan penerimaan
terhadap informasi juga mengalami gangguan.
4. Diagnosa Psikiatrik Pasien Emergency
Psychiatric
Distribusi
frekuensi
pasien
emergency
psychiatric berdasarkan diagnosa psikiatrik
lebih banyak pada pasien yang mengalami
gangguan pada skizofrenia tak terinci dengan
persentase 39,4% yang mengalami gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Berdasarkan hasil observasi didapatkan pada
pasien dengan masalah psikiatrik skizofrenia
tak terinci, emosi pasien sering berubah-ubah
sehingga saat emosi labil pasien lebih
cenderung tidak mau makan dan harus dipaksa.
Skizofrenia Tak Terinci merupakan sejenis
skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul
sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia
5
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
tertentu.
Skizofrenia
tak
terinci
dikarakteristikan dengan perilaku yang
disorganisasi dan gejala-gejala psikosis yang
mungkin memenuhi lebih dari satu tipe atau
kelompok kriteria skizofrenia.
Menurut (Kozier, 2004) pada pasien skizofrenia
tak terinci, pasien lebih memerlukan perhatian
khusus untuk menyelesaikan tugasnya seharihari terutama dalam hal perawatan diri. Pada
episode psikotik dapat menjadi sangat
preokupasi dengan ide-ide waham atau
halusinasi sehingga pasien gagal dalam
melakukan aktivitas dasar dalam kehidupan
sehari-hari. Pasien kurang memiliki perasaan
emosi, minat atau kepedulian dan dapat
mengalami defisit perawatan diri. Mereka tidak
memperhatikan kebersihan diri, berhias, dan
gagal untuk mengenali sensasi seperti rasa haus
dan lapar, sehingga pasien dapat terjadi
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Defisit perawatan diri klien skizofrenia dengan
gejala negatif terjadi pada seseorang yang
mengalami gangguan atau hambatan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas seharihari yang meliputi defisit mandi, berpakaian
dan makan. Defisit perawatan diri pada pasien
skizofrenia disebabkan oleh adanya gangguan
kognitif atau persepsi, penurunan atau tidak
adanya motivasi dan ansietas berat yang
menyebabkan
ketergantungan
terhadap
kebutuhan perawatan dirinya (Potter & Perry,
2009). Berdasarkan hasil pengamatan dan teori
peneliti menyimpulkan bahwa pada pasien
dengan masalah psikiatrik skizofrenia tak
terinci, emosi pasien sering berubah-ubah
sehingga saat emosi labil pasien lebih
cenderung tidak mau makan dan harus dipaksa.
5. Diagnosis
Fisik
Pasien
Emergency
Psychiatric
Distribusi
frekuensi
pasien
emergency
psychiatric berdasarkan diagnosis fisik lebih
banyak pada pasien yang mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskuler dan sistem
pencernaan dengan persentase sama yaitu
39,4% yang mengalami gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan. Berdasarkan
hasil observasi didapatkan pada pasien dengan
masalah pada sistem kardiovaskuler pasien.
Sistem kardiovaskuler atau yang dikenal
sebagai sistem peredaran darah merupakan
sistem transportasi darah, yang menjelaskan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
bagaimana darah didistribusikan keseluruh
bagain tubuh yang membutuhkan.
Asmadi (2012) menjelaskan fungsi sistem dari
kardiovaskuler memberikan dan mengalirkan
suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan
dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses
metabolisme. Sistem kardiovaskuler merupakan
suatu sistem transport tertutup yang terdiri atas :
jantung (organ pemompa), komponen darah
(pembawa materi oksigen dan nutrisi), saluran
darah (media yang mengalirkan komponen
darah). Ketiga komponen tersebut harus
berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan dan
organ tubuh menerima suplai oksigen dan
nutrisi yang adekuat, apabila terjadi masalah
pada sistem kardiovaskuler maka bisa
menyebabkan darah tidak mampu memberikan
nutrisi ke seluruh bagian tubuh secara optimal.
Berdasarkan hasil pengamatan dan teori peneliti
menyimpulkan bahwa didapatkan pasien yang
mengalami
gangguan
kardiovasekuler
mengalami gangguan pada pola makan. Salah
satu contoh pasien yang mengalami gangguan
sistem kardiovaskuler yang mengalami
gangguan jiwa halusinasi, saat halusinasinya
aktif mereka cenderung menolak makan.
Sedangkan
pada
sistem
kardiovaskuler
memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.
Sistem pencernaan adalah serangkain proses
yang dilakukan oleh beberapa organ untuk
menghaluskan dan menyerap nutrisi dan
kandungan yang ada pada makanan serta
minuman. Makanan dibutuhkan manusia
sebagai sumber energi, yang mana konsumsi
makanan yang di cerna akan diuraikan oleh
tubuh menjadi sumber energi manusia. Sistem
pencernaan terdiri dari beberapa organ yaitu :
rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus
halus, hati, pankreas, usus besar, rectum.
Apabila terjadi gangguan pada salah satu organ
pencernaan tersebut maka kebutuhan nutrisi
tidak tercukupi. Berdasarkan hasil pengamatan
dan teori diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
pasien yang mengalami gangguan pencernaan
yang mengalami gangguan pola makan, pasien
mengalami masalah pada sistem pencernaan
contohnya pada pasien yang mengalami
diagnosis typoid dan anemia, mereka harus
dipaksa saat makan untuk memenuhi kebutuhan
tubuhnya, bahkan dipasang selang NGT untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya.
6
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
6. Masalah Keperawatan Pasien Emergency
Psychiatric
Distribusi
frekuensi
pasien
emergency
psychiatric berdasarkan masalah keperawatan
lebih banyak pada pasien yang mengalami
isolasi sosial dengan persentase 39,4% yang
mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Berdasarkan hasil observasi
didapatkan bahwa pasien dengan masalah
isolasi sosial menunjukkan sikap lebih sering
menyendiri, sukar berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, tidak mau
makan, menghindar dari orang lain, kegiatan
sehari-hari hanya berdiam diri di kamar dan
saat makan mereka harus di paksa.
Isolasi Sosial adalah kesepian yang dialami
oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh
keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negatif atau mengancam (NANDA, 2012).
Masalah isolasi sosial ini dipengaruhi oleh
faktor predisposisi diantaranya perkembangan
dan sosial budaya, kegagalan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini
dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, tidak mau makan,
menghindar dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari terabaikan (Kusumawati, 2010).
Maramis (2006) mengatakan perilaku yang
sering muncul pada pasien skizofrenia yaitu
dengan klien mengalami isolasi sosial sebesar
72% dari kasus Skizofrenia dan 72%
mengalami penurunan kemampuan memelihara
diri (makan, mandi, dan berpakaian).
Berdasarkan hasil pengamatan dan teori peneliti
menyimpulkan bahwa pada masalah pasien
dengan isolasi sosial lebih ditunjukkan dengan
perilaku
sering
menyendiri,
sukar
berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, tidak mau makan,
menghindar dari orang lain, kegiatan sehari-hari
terabaikan karena pasien hanya berdiam diri di
kamar dan saat makan mereka harus dipaksa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik
umur
pasien
emergency
psychiatric yang di rawat di Ruang X RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang sebagian
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
besar adalah usia dewasa awal, berjenis kelamin
perempuan, berpendidikan SD, diagnosis
psikiatrik pasien dengan skizofrenia tak terinci,
memiliki diagnosis fisik pada sistem
kardiovaskuler dan sistem pencernaan, serta
memiliki masalah keperawatan jiwa isolasi
sosial
Saran
Penelitian ini telah memaparkan gambaran
karakteristik pasien emergency psychiatric.
Penelitian lanjutan perlu dilakukan seperti
penelitian
kualitatif
untuk
melengkapi
informasi yang terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada pasien emergency
psychiatric. Bagi pihak rumah sakit diharapkan
mampu meningkatkan pelayanan dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien
gangguan jiwa terutama pada pasien emergency
psychiatric agar dapat mencapai kemandirian
yang optimal. Bagi Institusi pendidikan tinggi
keperawatan diharapkan mampu menetapkan
modul-modul terapi yang dapat digunakan
untuk praktek keperawatan pada pasien
Emergency psychiatric yang mengalami
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
(2012).
Teknik
Procedural
Keperawatan Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar. Jakarta: Salemba
Medika.
Carpenito, LJ. (2008). Nursing Diagnosis :
Aplication to clnical practice. Alih
Bahasa Monica. Jakarta: EGC.
Fausiah, Fitri, dan Widury Julianti. (2005).
Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: UI-Press.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, E. (2006). Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Erlangga.
Kelliat B.A. (2006). Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kozier. (2004). Fundamental Of Nursing:
Concept, Process and Practice. New
Jersey. Pearson prentice hall.
Kusumaswati F dan Hartono, Y. (2010). Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
7
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016
Maramis W.F. (2006). Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nasir Abdul & Muhith Abdul. (2011). DasarDasar Keperawatan Jiwa: Pengantar
dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patricia. A. (2005). Buku Ajar
Fundamental: Konsep,Pproses, dan
Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.
Potter, P.A & Perry A.G. 2009. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Riskesdas. (2007). Laporan nasional 2007.
Diakses tanggal 20 Agustus 2016 dari
http://www.depkes.go.id.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Sadock’s & Kaplan. Comprehensive Textbok of
Psychiatry. (2009). In Kimberly E. Steele,
Schweltz & Michele A. Editor Obesity.
Volume II.
Stuart dan Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing. Elsevler
Mosby. Alih Bahasa Budi Santosa.
Philadelphia.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan
Dasar
Manusia
Dan
Proses
Keperawatan edisi 4. Jakarta: Salemba
Medika.
Wilkinson, J. W dan Ahern N. R. (2011). Buku
Saku Diagnose Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
8
Download