Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN : Cetak 2085-1049 GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN EMERGENCY PSYCHIATRIC DENGAN PEMENUHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH Sujarwo1, Livana PH2, Siti Safiah2 RSJD Dr. Amino Gondho Hutomo Semarang Email: [email protected] 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal Email: [email protected] 1 ABSTRAK Pendahuluan: Pasien emergency psychiatric termasuk pasien skizofrenia akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi yang diakibatkan oleh gangguan pikiran dan gangguan perilaku pada biokimiawi otak dimana hal ini berdampak buruk bagi pemenuhan nutrisi yang ditandai dengan Body Mass Index (BMI) kurang dari normal. Tubuh memerlukan makanan untuk mempertahankan kelangsungan fungsinya. Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang kehidupan manusia, namun jumlah nutrisi yang diperlukan tiap orang berbeda sesuai dengan kataristiknya, seperti jenis kelamin, usia, aktivitas dan lain-lain. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, diagnosa psikiatrik, masalah fisik, masalah keperawatan) Emergency Pschyatric dengan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Historical Design. Sampel berjumlah 33 responden.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder, menggunakan total sampling. Hasil: Karakteristik pasien emergency psychiatric mayoritas usia dewasa awal, berjenis kelamin perempuan, berpendidikan SD, diagnosis medis skizofrenia tak terinci, diagnosis fisik terkait sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan, dan memiliki masalah keperawatan jiwa isolasi sosial. Diskusi: Penelitian kualitatif diperlukan untuk melengkapi informasi yang terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien emergency psychiatric. Kata kunci: Pasien emergency psychiatric, pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. ABSTRACT Introduction:psychiatric emergency patients including patients with schizophrenia have experienced a disruption of nutrition caused by problems with thinking and behavior disorders in biochemical brain where it is bad for the fulfillment of nutritional marked with a Body Mass Index (BMI) less than normal. The body needs food to sustain its function. The nutritional needs required throughout the life of man, but the amount of nutrients needed each person differently according to kataristiknya, such as gender, age, activity and others. Methods:This study aimed to determine Overview Patient characteristics (age, gender, psychiatric diagnosis, a physical problem, the problem of nursing) Emergency Nutrition Fulfillment Pschyatric with less than Needs Body. This type of research is descriptive Historical Design. Sample of 33 respondents. Data collection techniques in this study were obtained from secondary data, using a total sampling. Results: Patients characteristics majority of the psychiatric emergency early adulthood, female, elementary education, medical diagnosis of schizophrenia is not detailed, physical diagnosis related to the cardiovascular system and digestive system, and has the soul of nursing problems of social isolation. Discussion: Qualitative research is needed to supplement the information related to factors that affect nutrition less than body requirements in emergency psychiatric patients. Keywords: Patients emergency psychiatric, nutrition less than body requirements PENDAHULUAN Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat. Hal ini dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan hidup sehingga seseorang dihadapkan untuk berpikir, berkeinginan untuk mencapai cita-cita yang 1 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal mengharuskan seseorang berhubungan dengan orang lain. Jika seseorang mengalami kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain, maka akan timbul respon fisiologis maupun psikologis ketika keinginan tersebut tidak tercapai. Kondisi ini terjadi karena seseorang tidak mau belajar dari sebuah proses interaksi dengan orang lain sehingga tidak pernah mengukur kemampuannya dengan standar orang lain. Akibatnya, timbullah perasaan tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan, terutama minat dan motivasi sehingga membuat seseorang gagal dalam mempertahankan kualitas hidupnya. Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi sebuah tuntutan tersebut akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir & Muhith, 2011). Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global dari sekitar 450 juta penduduk dunia baik negara maju maupun berkembang orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri pasien gangguan jiwa yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya (Dinata, 2006). Sedangkan menurut Azwar dalam Dinata (2006) angka tersebut menunjukkan jumlah pasien gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Hal ini menunjukkan perlunya penanganan segera pada pasien gangguan jiwa agar tidak semakin bertambah angka kejadian gangguan jiwa. Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatrik seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional dibidang kedokteran, ilmu keperawatan, psikologi dan pekerja sosial. Kegawatdaruratan psikiatrik adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati pasien yang jika tidak diobati dengan segera dapat merugikan, baik untuk dirinya atau orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Moh. Ildrem Medan hanya mendapatkan makanan yang disediakan dari rumah sakit dan jarang mendapatkan makanan dari keluarga yang mengunjunginya. Pasien Skizofrenia akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi yang diakibatkan oleh gangguan pikiran dan gangguan perilaku pada biokimiawi otak dimana hal ini berdampak buruk bagi pemenuhan nutrisinya ditandai dengan Body Mass Index (BMI) kurang dari normal (Asmadi, 2012). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia/ WHO (World Health Organitation), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius.Sementara itu menurut Muchtar dalam Dinata (2006) satu pertiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara pernah mengalami gangguan neuropsikiatrik. Hal tersebut didikung oleh data WHO bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Panik dan cemas adalah gejala paling ringan kira – kira 12-16 % atau 26 juta dari total populasi mengalami gejala – gejala gangguan jiwa. The Indonesian Psychiatric Epidemiologi Network menyatakan bahwa 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gangguan jiwa (Prasetyo, 2006). Tubuh memerlukan makanan untuk mempertahankan kelangsungan fungsinya. Kebutuhan nutrisi ini diperlukan sepanjang kehidupan manusia, namun jumlah nutrisi yang diperlukan tiap orang berbeda sesuai dengan kataristiknya, seperti jenis kelamin, usia, aktivitas dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, melainkan mempunyai banyak fungsi. Adapun fungsi umum dari nutrisi adalah sebagai sumber energi, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel tubuh yang rusak, mempertahankan vitalitas tubuh, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan nutrisi perlu diperhatikan zat gizinya (nutrien). Nutrien merupakan zat kimia organik yang ditemukan dalam makanan dan diperlukan agar tubuh dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Nutrien tersebut diabsorbsi di saluran 2 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 pencernaan kemudian didistribusikan ke sel-sel tubuh lain. Nutrien didalam sel tubuh digunakan untuk proses fungsional sel tersebut, sumber energi, dan sintesis protein, sehingga intake nutrisi ke dalam tubuh harus adekuat yang mengandung nutrien esensial tertentu yang seimbang. Nutrien esensial tersebut meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Makanan yang masuk kedalam tubuh sampai di keluarkan dari tubuh dalam bentuk sampah metabolisme terjadi melalui proses pencernaan. Gangguan pada proses pencernaan dapat menyebabkan individu mengalami gangguan pemenuhan nutrisi. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bukan hanya memerhatikan jumlah yang dikonsumsi, melainkan juga perlu memerhatikan zat gizi yang mesti di penuhi, sehingga makanan yang dikonsumsi harus mengandung nutrien esensial yang baik bagi tubuh (Asmadi, 2012). Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Makanan yang kita makan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh dalam bentuk energi, fungsi kelenjar, kerja hormon sebelum melalui proses pencernaan, absorbsi, dan metabolisme. Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi fisiologi organ tubuh, pergerakan, mempertahankan temperature, fungsi kelenjar, kerja hormon, pertumbuhan, dan penggantian sel-sel yang rusak (Tarwoto & Wartonah, 2010). Hasil studi pendahuluan didapatkan data bahwa selama 7 bulan terakhir diruang X RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang didapatkan pasien dengan gangguan skrizofrenia yang mengalami penuruan nafsu makan sebanyak 33 orang. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Gambaran Karakteristik Pasien Emergency Psychiatric Dengan Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang X RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang” Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal METODE Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Historical Design. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan nutrisi di ruang X RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang.Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di ruang X RSJD Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang yang berjumlah 33 pasien. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling. Tempat penelitian di ruang X RSJD Dr.Amino Gondo Hutomo Semarang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain yang dikutip untuk mendukung tujuan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari buku dokumentasi ruangan yang merupakan tempat dari penelitian ini. Data diambil berdasarkan data pasien dengan diagnosis keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan diagnosa fisik yang tidak dipublikasikan. Data diambil selama 7 bulan terakhir, dimana analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabelnya. HASIL Hasil penelitian tentang karakteristik pasien emergency psychiatric meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, dan diagnosa psikiatrik. Data karakteristik pasien emergency psychiatric dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan umur yang di rawat Usia Remaja Awal (12-16) f 4 % 12,1 Remaja Akhir (17-25) 3 9,1 12 36,4 Lansia Awal (46-55) 5 5 15,2 15,2 Lansia Akhir (56-65) 2 6,1 Manula (65-akhir) Total 2 6,1 33 100,0 Dewasa Awal (26-35) Dewasa Akhir (36-45) Hasil penelitian Tabel .1 menunjukkan karakteristik responden mayoritas berusia dewasa awal (36,4%). Adapun Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric 3 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total f 11 22 33 % 33,3 66,7 100,0 Tabel 2 dapat dilihat bahwa karakteristik berdasarkan jenis kelamin perempuan dengan persentase tertinggi (66,7 %). Adapun Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan pendidikan Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Sarjana Total f 8 14 8 1 2 33 % 24,2 42,4 24,2 3,0 6,1 100,0 Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakteristik berdasarkan pendidikan dengan persentase terbanyak pendidikan SD (42,4 %). Adapun Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosis psikiatri dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosis psikiatrik Diagnosa Psikiatrik Depresi berat Depresi dengan gejala psikotik Dimensia GMO Skizofrenia akut Skizofrenia katatonik Skizofrenia Paranoid Skizofrenia tak terinci Total f 2 1 1 4 2 9 1 13 33 % 6,1 3,0 3,0 12,1 6,1 27,3 3,0 39,4 100,0 Tabel 4 dapat dilihat berdasarkan diagnosa psikiatrik presentase terbanyak skizofrenia tak terinci (39,4 %). Adapun Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal diagnosis fisik dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatricberdasarkan diagnosis fisik Diagnosa Fisik Sistem Endokrin Sistem Kardiovaskuler Sistem Neurologi Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan Total f % 2 13 4 13 1 33 6,1 39,4 12,1 39,4 3,0 100,0 Tabel 5 dapat dilihat berdasarkan diagnosa fisik presentase paling banyak masalah sistem kardiovaskuler (39,4%). Adapun Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosis keperawatan jiwa dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosis keperawatan jiwa Diagnosis Fisik Halusinasi Harga Diri Rendah Isolasi Sosial Resiko Perilaku Kekerasan Waham Total f 2 2 13 11 5 33 % 6,1 6,1 39,4 33,3 15,2 100, 0 Tabel 5 dapat dilihat berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa presentase terbanyak isolasi sosial sebanyak 13 responden (39,4 %), Resiko Perilaku Kekerasan sebanyak 11 responden (33,3 %), Waham sebanyak 5 responden (15,2 %), Halusinasi sebanyak 2 responden (6,1 %) dan Harga Diri Rendah sebanyak 2 responden (6,1 %). PEMBAHASAN 1. Umur Hasil data karakteristik responden dapat dilihat bahwa jumlah pasien emergency psychiatric lebih banyak pada usia dewasa awal (26-35 tahun) dengan persentase 36,4% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Umur adalah variabel yang selalu dikaitkan dengan penyelidikan epidemiologi, angka-angka kesakitan dan hampir semua menunjukkan ada hubungan dengan umur. Umur merupakan suatu kondisi biologi pada individu yang melekat 4 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 dan berubah sesuai dengan bertambahnya hari/ bulan/ tahun atau umur seseorang. Semakin bertambah umur seseorang maka tingkat ketenangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Hurlock, 2006). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 26-35 tahun yang seharusnya merupakan kelompok yang telah memiliki ketenangan dan kekuatan untuk mengendalikan dirinya. Teori perkembangan psikologi menjelaskan pada usia 26-35 tahun individu berada dalam fase adanya suatu tanggung jawab pada dirinya seperti memiliki keluarga sehingga memaksa mereka untuk bekerja dan memiliki mobilias yang tinggi. Mobilitas yang tinggi berdampak pada timbulnya gangguan ketenangan yang disebabkan adanya tekanan dalam pekerjaan dan ekonomi, permasalah sosial dan lain sebagainya yang menjadi faktor stressor untuk timbulnya gangguan jiwa pada seseorang (Hurlock, 2006). Penelitian Ilyas (2008), menyatakan bahwa kejadian gangguan jiwa pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun lebih tinggi dibandingkan umur kurang dari 40 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan, teori dan hasil penelitian sebelumnya peneliti menyimpulkan bahwa individu usia 26-35 tahun (dewasa awal) mempunyai tanggung jawab besar terhadap dirinya dan keluarga sehingga stressor untuk mengalami gangguan jiwa lebih besar. 2. Jenis Kelamin Karakteristik responden menurut jenis kelamin menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan persentase 66,7% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Hal ini dikarenakan perempuan lebih mudah untuk mengalami stres dikarenakan wanita biasanya mengutamakan emotion-confused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional dalam menghadapi masalah. Sedangkan pada pria lebih cenderung menggunakan rasio dan logika dalam menyelesaikan masalah (Hamilton & Fagot dalam Lestarianita & Fakhrurozi, 2007). Penelitian Alzahem (2010) menyatakan bahwa tingkat depresi perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki, karena perempuan cenderung Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal dua kali lipat mengalami depresi dan kecemasan, termasuk unipolar depression, dysthymia, panik disorder, post traumatik disorder, generalized anxiety disorder dan social anxiety disorder. Berdasarkan hasil pengamatan, teori dan penelitian sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa pada pasien perempuan tingkat emosinya lebih tinggi, mudah panik, tersinggung dan sering cemas, karena perempuan lebih banyak mengutamakan perasaanya. 3. Pendidikan Karakteristik responden menurut pendidikan menunjukkan sebagian besar berpendidikan SD dengan persentase 42,4% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Tingkat pendidikan responden tersebut menunjukkan sebagian besar responden memiliki pendidikan tingkat dasar. Hal ini sebagaimana dikemukakan Chan & Mak (2008) yang mengemukakan bahwa pasien gangguan mental memiliki permasalahan atau kesulitan untuk berprestasi dan berinteraksi di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Dhiny Ardiyanti (2014), menyatakan bahwa gangguan jiwa sering terjadi pada seseorang yang tingkat pendidikannya SD dibandingkan dengan yang SMP, SLTA maupun S1. Berdasarkan hasil pengamatan, teori dan penelitian sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan responden yang rendah disebabkan karena pasien gangguan jiwa umumnya memiliki permasalahan dengan interaksi dengan orang lain, selain itu kemampuan penerimaan terhadap informasi juga mengalami gangguan. 4. Diagnosa Psikiatrik Pasien Emergency Psychiatric Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosa psikiatrik lebih banyak pada pasien yang mengalami gangguan pada skizofrenia tak terinci dengan persentase 39,4% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Berdasarkan hasil observasi didapatkan pada pasien dengan masalah psikiatrik skizofrenia tak terinci, emosi pasien sering berubah-ubah sehingga saat emosi labil pasien lebih cenderung tidak mau makan dan harus dipaksa. Skizofrenia Tak Terinci merupakan sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia 5 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 tertentu. Skizofrenia tak terinci dikarakteristikan dengan perilaku yang disorganisasi dan gejala-gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe atau kelompok kriteria skizofrenia. Menurut (Kozier, 2004) pada pasien skizofrenia tak terinci, pasien lebih memerlukan perhatian khusus untuk menyelesaikan tugasnya seharihari terutama dalam hal perawatan diri. Pada episode psikotik dapat menjadi sangat preokupasi dengan ide-ide waham atau halusinasi sehingga pasien gagal dalam melakukan aktivitas dasar dalam kehidupan sehari-hari. Pasien kurang memiliki perasaan emosi, minat atau kepedulian dan dapat mengalami defisit perawatan diri. Mereka tidak memperhatikan kebersihan diri, berhias, dan gagal untuk mengenali sensasi seperti rasa haus dan lapar, sehingga pasien dapat terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Defisit perawatan diri klien skizofrenia dengan gejala negatif terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas seharihari yang meliputi defisit mandi, berpakaian dan makan. Defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia disebabkan oleh adanya gangguan kognitif atau persepsi, penurunan atau tidak adanya motivasi dan ansietas berat yang menyebabkan ketergantungan terhadap kebutuhan perawatan dirinya (Potter & Perry, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan dan teori peneliti menyimpulkan bahwa pada pasien dengan masalah psikiatrik skizofrenia tak terinci, emosi pasien sering berubah-ubah sehingga saat emosi labil pasien lebih cenderung tidak mau makan dan harus dipaksa. 5. Diagnosis Fisik Pasien Emergency Psychiatric Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan diagnosis fisik lebih banyak pada pasien yang mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan dengan persentase sama yaitu 39,4% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Berdasarkan hasil observasi didapatkan pada pasien dengan masalah pada sistem kardiovaskuler pasien. Sistem kardiovaskuler atau yang dikenal sebagai sistem peredaran darah merupakan sistem transportasi darah, yang menjelaskan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal bagaimana darah didistribusikan keseluruh bagain tubuh yang membutuhkan. Asmadi (2012) menjelaskan fungsi sistem dari kardiovaskuler memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme. Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem transport tertutup yang terdiri atas : jantung (organ pemompa), komponen darah (pembawa materi oksigen dan nutrisi), saluran darah (media yang mengalirkan komponen darah). Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan dan organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat, apabila terjadi masalah pada sistem kardiovaskuler maka bisa menyebabkan darah tidak mampu memberikan nutrisi ke seluruh bagian tubuh secara optimal. Berdasarkan hasil pengamatan dan teori peneliti menyimpulkan bahwa didapatkan pasien yang mengalami gangguan kardiovasekuler mengalami gangguan pada pola makan. Salah satu contoh pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler yang mengalami gangguan jiwa halusinasi, saat halusinasinya aktif mereka cenderung menolak makan. Sedangkan pada sistem kardiovaskuler memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sistem pencernaan adalah serangkain proses yang dilakukan oleh beberapa organ untuk menghaluskan dan menyerap nutrisi dan kandungan yang ada pada makanan serta minuman. Makanan dibutuhkan manusia sebagai sumber energi, yang mana konsumsi makanan yang di cerna akan diuraikan oleh tubuh menjadi sumber energi manusia. Sistem pencernaan terdiri dari beberapa organ yaitu : rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, hati, pankreas, usus besar, rectum. Apabila terjadi gangguan pada salah satu organ pencernaan tersebut maka kebutuhan nutrisi tidak tercukupi. Berdasarkan hasil pengamatan dan teori diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pasien yang mengalami gangguan pencernaan yang mengalami gangguan pola makan, pasien mengalami masalah pada sistem pencernaan contohnya pada pasien yang mengalami diagnosis typoid dan anemia, mereka harus dipaksa saat makan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, bahkan dipasang selang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. 6 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 6. Masalah Keperawatan Pasien Emergency Psychiatric Distribusi frekuensi pasien emergency psychiatric berdasarkan masalah keperawatan lebih banyak pada pasien yang mengalami isolasi sosial dengan persentase 39,4% yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa pasien dengan masalah isolasi sosial menunjukkan sikap lebih sering menyendiri, sukar berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, tidak mau makan, menghindar dari orang lain, kegiatan sehari-hari hanya berdiam diri di kamar dan saat makan mereka harus di paksa. Isolasi Sosial adalah kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA, 2012). Masalah isolasi sosial ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan sosial budaya, kegagalan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, tidak mau makan, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Kusumawati, 2010). Maramis (2006) mengatakan perilaku yang sering muncul pada pasien skizofrenia yaitu dengan klien mengalami isolasi sosial sebesar 72% dari kasus Skizofrenia dan 72% mengalami penurunan kemampuan memelihara diri (makan, mandi, dan berpakaian). Berdasarkan hasil pengamatan dan teori peneliti menyimpulkan bahwa pada masalah pasien dengan isolasi sosial lebih ditunjukkan dengan perilaku sering menyendiri, sukar berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, tidak mau makan, menghindar dari orang lain, kegiatan sehari-hari terabaikan karena pasien hanya berdiam diri di kamar dan saat makan mereka harus dipaksa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik umur pasien emergency psychiatric yang di rawat di Ruang X RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang sebagian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal besar adalah usia dewasa awal, berjenis kelamin perempuan, berpendidikan SD, diagnosis psikiatrik pasien dengan skizofrenia tak terinci, memiliki diagnosis fisik pada sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan, serta memiliki masalah keperawatan jiwa isolasi sosial Saran Penelitian ini telah memaparkan gambaran karakteristik pasien emergency psychiatric. Penelitian lanjutan perlu dilakukan seperti penelitian kualitatif untuk melengkapi informasi yang terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien emergency psychiatric. Bagi pihak rumah sakit diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien gangguan jiwa terutama pada pasien emergency psychiatric agar dapat mencapai kemandirian yang optimal. Bagi Institusi pendidikan tinggi keperawatan diharapkan mampu menetapkan modul-modul terapi yang dapat digunakan untuk praktek keperawatan pada pasien Emergency psychiatric yang mengalami pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2012). Teknik Procedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito, LJ. (2008). Nursing Diagnosis : Aplication to clnical practice. Alih Bahasa Monica. Jakarta: EGC. Fausiah, Fitri, dan Widury Julianti. (2005). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock, E. (2006). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kelliat B.A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Kozier. (2004). Fundamental Of Nursing: Concept, Process and Practice. New Jersey. Pearson prentice hall. Kusumaswati F dan Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 7 Jurnal Keperawatan Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Maret 2016 Maramis W.F. (2006). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Nasir Abdul & Muhith Abdul. (2011). DasarDasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika. Potter, Patricia. A. (2005). Buku Ajar Fundamental: Konsep,Pproses, dan Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC. Potter, P.A & Perry A.G. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Riskesdas. (2007). Laporan nasional 2007. Diakses tanggal 20 Agustus 2016 dari http://www.depkes.go.id. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal Sadock’s & Kaplan. Comprehensive Textbok of Psychiatry. (2009). In Kimberly E. Steele, Schweltz & Michele A. Editor Obesity. Volume II. Stuart dan Laraia. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. Elsevler Mosby. Alih Bahasa Budi Santosa. Philadelphia. Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson, J. W dan Ahern N. R. (2011). Buku Saku Diagnose Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC. 8