BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro pada bulan April - Mei 2016. Pemaparan hasil akan diawali dengan gambaran umum rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro kemudian dari aspek teknis dan dilanjutkan dengan aspek lainnya. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai berbagai hasil dari aspek-aspek yang diteliti. A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum. RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro ditetapkan sebagai rumah sakit dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLU berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 756/Menkes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007. Tahapan sejarah perkembangan kelembagaan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Tahun 1978 : sebagai rumah sakit kelas C. b. Tahun 1992 : sebagai rumah sakit unit swadana dengan syarat. c. Tahun 1993 : sebagai rumah sakit kelas B non pendidikan. d. Tahun 1994 : sebagai rumah sakit unit swadana tanpa syarat. e. Tahun 1997 : sebagai rumah sakit penerimaan negara bukan pajak. 44 45 f. Tahun 1998 : terakreditasi penuh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk akreditasi tingkat dasar (5 standar pelayanan). g. Tahun 2001 : terakreditasi penuh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk akreditasi tingkat lanjut (12 standar pelayanan) h. Tahun 2003 : ditetapkan sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan. i. Tahun 2007 : terakreditasi penuh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk akreditasi tingkat lanjut (16 standar pelayanan). j. Tahun 2007 : sebagai rumah sakit badan layanan umum. k. Tahun 2015 : terakreditasi paripurna dari Komite Akreditasi Rumah Sakit versi 2012. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan nomor 934/Menkes/IX/2001 tanggal 5 September 2001, menetapkan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro menjadi Rumah Sakit Pendidikan untuk FK-UGM dan menjadi sebagai Laboratorium Pusat Pengembangan Pelayanan Medik Dasar Essensial. Tahun 2003 Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1594/Menkes/SK/XII/2002 tanggal 27 Desember 2002 menetapkan RSUP. Dr. Soeradji Tirtonegoro sebagai Rumah Sakit Kelas B Pendidikan. RSST sebagai bagian dari cikal bakal berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Fakultas Kedokteran Gigi, dan beberapa Fakultas lainnya. Peran Rumah Sakit sebagai lahan Pendidikan telah melekat seiring berjalannya waktu. Dan akhirnya, RSUP Dr. Soeradji 46 Tirtonegoro Klaten ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1594/Menkes/SK/XII/2002 tanggal 27 Desember 2002. Namun di dalam perkembangannya, sejak tahun 2005 di lingkungan Kementerian Kesehatan terdapat paradigma baru, yang menyatakan bahwa untuk penetapan RS Pendidikan disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan setelah melalui proses penilaian dan memenuhi kriteria Standar RS Pendidikan (terakreditasi sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan pada bulan Mei 2005. Pada tanggal 18 April 2013, setelah melalui visitasi maka ditetapkanlah kembali RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sebagai Rumah Sakit Pendidikan Satelit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : HK.02.03/I/0700/2013 dan sertifikat tersebut diberikan sebagai pengakuan bahwa RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten telah memenuhi Standar Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman, Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan. 2. Hasil penelitian. a. Analisis aspek teknis Berdasarkan wawancara dalam sesi presentasi alat dengan PT. Inmed Teknotama Cemerlang sebagai salah satu penyedia alat PACS: 1) Pemilihan jenis alat PACS a) Ada 2 jenis alat yang ditawarkan kepada rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro, yaitu local PACS dan cloud PACS. Diantara 2 jenis alat tersebut, cloud PACS mempunyai banyak kelebihan dibanding local PACS serta sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro. Tabel 4.1 Perbandingan local PACS dan Cloud PACS Local PACS Cloud PACS Membutuhkan Server lokal dan biaya hardware serta pengelolaan sistem Informasi dan Teknologi Tidak membutuhkan Server lokal dan biaya hardware serta pengelolaan sistem Informasi dan Teknologi Membutuhkan pengelolaan software lokal. Upgrade dan update secara manual Tidak membutuhkan pengelolaan software lokal. upgrade dan update secara otomatis Pengaturan user dalam pembacaan hasil terjadi tumpang tindih Tidak terjadi karena tiap user punya kode pribadi Resiko data dicuri, terkena virus atau hilang Tidak terjadi Pembacaan hasil terbatas di rumah sakit , hanya di komputer pribadi Pembacaan hasil bisa dimana saja, kapan saja, di perangkat apa saja Harga : USD 132.500 Harga : USD 220.700 b) Adapun standar fasilitas minimal yang dibutuhkan, yaitu : 1) Spesifikasi Perangkat Komputer a) Fasyankes perujuk (diampu) Perangkat Keras : 1) Pentium ®Dual core Processor –Equivalent or Higher 2) 2 GB RAM 3) Resolusi Monitor 1024*768, 32 bit true Color 47 48 4) UPS Perangkat lunak : 1) Windows 7™ Professional / Ultimate 32 bit / Windows 8 2) Internet Explorer 9.0 or Higher, Chrome v22 3) Software teleradiologi (Upload) 4) Anti virus firewall, Antivirus & Anti-spy ware Internet Network : 1) Network speed 2 Mbps 2) 100/1000 Mbps Ethernet card Modalitas : Standard DICOM Printer : Dot matrix/laser printer b) Server RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro (pengampu) Perangkat Keras : 1) Intel Quad core Xeon Processor, 800 MHz2) 2) 4 GB RAM (Higher RAM recommended if number of user exceed 25) 3) 500 MB ruang hardisk kosong untuk aplikasi 4) 1 TB ruang hardisk kosong untuk data/citra 5) Resolusi Monitor 1024*768, 32 bit true Color 6) UPS 49 Perangkat lunak 1) Windows 2008 server (enterprise atau web server atau data center edition Internet Explorer 9.0 or Higher, Chrome v22 2) Internet Information Server 7.0 3) PACS server Network : Network speed 4 Mbps c) Workstation RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro (pengampu) Perangkat Keras : 1) Pentium ®Dual core Processor –Equivalent or Higher. 2) 2 GB RAM. 3) Resolusi Monitor 1024*768,32 bit true Color (general radiologi). 4) Resolusi Monitor 5 MP FDA approved, 32 bit true Color (mammografi) 5) UPS Perangkat lunak : 1) Windows 7™ Professional / Ultimate 32 bit / Windows 8 2) Internet Explorer 9.0 or Higher, Chrome v22 3) Software teleradiologi (Upload) 4) Anti virus firewall, Antivirus & Anti spy ware Internet Network : 1) Network speed 2 Mbps 50 2) 100/1000 Mbps Ethernet card d) Mobile Viewer (browser) RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro (pengampu) 1) Tablet dengan Resolusi Monitor 1024*768 2) Network speed 2 Mbps 2) Spesifikasi PACS a) Mampu mengupload format DICOM, bmp, png, tiff, gif, jpeg, txt, pdf, doc, xls, avi, mpeg, mp4, flv, wmv, mov. b) Pada daftar pasien tersedia opsi pemilihan yang fleksibel baik menurut tanggal upload, status expertis, yankes yang diampu, modalitas maupun dokter pengirim. c) Dapat mengupload riwayat pasien atau dokumen pendukung lain seperti hasil laboratorium. d) Dapat dilihat melalui WEB. e) Dapat dilihat dengan dicom viewer dengan menu MPR, multiframe, mampu untuk membandingkan foto. f) Tersedia fitur Turn Around Time (TAT). g) Dapat dihubungkan dengan DICOM viewer dari merek lain, dapat digunakan untuk pengembangan teknologi radiologi. h) Citra dapat diarahkan ke dokter tertentu untuk dilakukan ekspertis sehingga dapat dilakukan penjadwalan untuk dokter spesialis radiologi. 51 i) Ada menu untuk menandai prioritas citra sehingga pada pasien emergensi akan cepat di ekspertis. j) Tersedia template yang dapat di atur sedemikian rupa k) Ada laporan melalui email setelah citra di lakukan ekspertis l) Ada menu untuk melihat statistik citra yang diupload, diekspertis, jumlah citra yang diekspertis dokter tertentu. m) Adanya tingkatan kewenangan akses untuk melihat citra, mengekspertis, mengupload dokumen pendukung dan melakukan administrasi. n) Dapat memodifikasi kewenangan user baik dokter spesialis radiologi, radiografer, tenaga Informasi dan Teknologi maupun dokter pengirim. Gambar 4.1 Skema Rujukan Teleradiologi 52 c) Pelayanan purna jual 1) Pelatihan untuk operator akan diberikan oleh penyedia alat sampai benar-benar mahir. 2) Apabila terjadi kerusakan alat, penyedia alat memberikan jaminan / respon time dengan cepat melalui sistem remote service. Apabila terjadi masalah di hardware sehingga tidak bisa ditangani melalui sistem remote service, kedatangan teknisi secara onsite maksimal selama 3 x 24 jam. 3) Garansi suku cadang dan jasa pemeliharaan selama 1 tahun. 4) Apabila kerusakannya terjadi di software karena virus, akan dilakukan perbaikan atau seting ulang. Akan tetapi apabila kerusakannya di hardware (kecuali harddisk sistem), akan diberikan backup alat. 2) Lokasi Sesuai keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan, standar ruang PACS adalah: a) Ukuran : minimal 3 m (p) x 3 m (l) x 2,8 m (t) b) Dapat menampung tempat printer, processing dan rekam medik elektronik. c) Dilengkapi dengan AC. Suhu dan kelembaban disesuaikan kebutuhan alat. Alat penunjang yang dibutuhkan adalah jaringan Local Area Network, 53 koneksi internet, meja dan kursi untuk operator. Sedangkan bagi rumah sakit yang diampu cukup menyediakan perangkat komputer dan alat penunjang yang dibutuhkan adalah jaringan Local Area Network, koneksi internet, meja dan kursi untuk operator. Secara teknis, pemasangan peralatan berada dibawah tanggung jawab pemasok peralatan. Rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro sebagai rumah sakit pengampu, sudah mempersiapkan ruang di instalasi radiologi seluas 22,4 m2 untuk memenuhi kebutuhan ruangan (workstation) bagi perangkat keras maupun perangkat lunak alat PACS. Direncanakan menggunakan ruang yang saat ini digunakan untuk ruang pembacaan radiologi dengan mengalihkan beberapa mebelair yaitu 2 almari dan 1 meja ke ruang lain. Denah / layout ruang yang dipersiapkan untuk alat PACS adalah sebagai berikut : Gambar 4.2 Denah ruang saat ini 54 Gambar 4.3 Denah ruang untuk penempatan alat PACS 3) Ketenagaan Jenis dan jumlah tenaga yang dibutuhkan dalam instalasi radiologi diagnostik berdasarkan jenis sarana pelayanan kesehatannya yaitu rumah sakit kelas A atau setara, adalah sesuai tabel dibawah. Tabel 4.2 Persyaratan jenis dan jumlah tenaga medis dan radiografer rumah sakit kelas A atau setara Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah RS kelas A 1. Spesialis radiologi Memiliki SIP 6 orang 2. Radiografer D3 Teknik Radiologi 2 orang/alat Memiliki SIKR Sumber: Keputusan Menteri Kesehata Republik Indonesia nomor 1014 tahun 2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan 55 Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, setiap tenaga yang ada dalam instalasi atau unit pelayanan radiologi diagnostik mempunyai tugas dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan mutu teknis dan proteksi atau keamanan pelayanan pencitraan radiodiagnostik atau intervensional. Tugas pokok dokter spesialis radiologi dan radiografer adalah : 1. Dokter Spesialis Radiologi a. Menyusun dan mengevaluasi secara berkala SOP (Standar Operasional Prosedur) tindak medik radiodiagnostik, pencitraan diagnostik dan radiologi intervensional serta melakukan revisi bila perlu. b. Melaksanakan dan mengevaluasi tindak radiodiagnostik, pencitraan diagnostik dan radiologi intervensional sesuai yang telah ditetapkan dalam SOP. c. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan fluroskopi bersama dengan radiografer. Khusus pemeriksaan yang memerlukan penyuntikan intravena, dikerjakan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter lain atau tenaga kesehatan (perawat) yang mendapat pendelegasian. d. Menjelaskan dan menandatangani informed consent atau izin tindakan medik kepada pasien atau keluarga pasien. 56 e. Melakukan pembacaan terhadap hasil diagnostik, pencitraan diagnostik dan pemeriksaan tindakan radio radiologi intervensional. f. Melaksanakan teleradiologi dan konsultasi radiodiagnostik, pencitraan diagnostik dan radiologi intervensional sesuai kebutuhan. g. Memberikan layanan konsultasi terhadap pemeriksaan yang akan dilaksanakan. h. Menjamin pelaksanaan seluruh aspek proteksi radiasi terhadap pasien. i. Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik. j. Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau intervensional dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya. k. Mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis. l. Meningkatkan kemampuan diri sesuai perkembangan IPTEK radiologi. 2. Radiografer a. Mempersiapkan pasien, obat – obatan dan peralatan untuk pemeriksaan dan pembuatan foto radiologi. b. Memposisikan pasien sesuai dengan teknik pemeriksaan. 57 c. Mengoperasionalkan peralatan radiologi sesuai SOP. Khusus untuk pemeriksaan dengan kontras dan fluoroskopi pemeriksaan dikerjakan bersama dengan dokter spesialis radiologi. d. Melakukan kegiatan processing film (kamar gelap dan work station) atau pencetakan hasil pemeriksaan secara digital. e. Melakukan penjaminan dan kendali mutu. f. Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X. g. Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan. h. Merawat dan memelihara alat pemeriksaan radiologi secara rutin. Instalasi radiologi rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro memiliki sumber daya manusia menurut jenis dan jumlahnya sebagai berikut : Tabel 4.3 Jenis dan jumlah tenaga medis dan radiografer di rumah sakit dr. Soeradji Tirtonegoro saat ini Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Spesialis radiologi Memiliki SIP 4 orang 2. Radiografer D3 Teknik Radiologi 13 orang Memiliki SIKR Sumber : Data pedoman pengorganisasian instalasi radiologi tahun 2015 b. Analisis aspek pasar Analisis aspek pasar dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kelayakan terhadap permintaan potensial atau pengguna produk yang dihasilkan, kemungkinan adanya persaingan, serta perkiraan penjualan yang 58 dapat dicapai (Sri Muryani, 1995). Menurut Nur Hidayati (2004) aspek pasar meliputi perkiraan permintaan, unit cost dan tarif. Investasi dari aspek pasar layak jika kecenderungan permintaan terus meningkat, tarif dibawah harga pesaing dan spesifikasi produk sebanding dengan pesaing. 1) Gambaran kelayakan terhadap permintaan potensial menggunakan alat PACS bisa diasumsikan dengan kinerja instalasi radiologi rumah sakit dr. Soeradji Tirtonegoro, yang tergambar dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.4 Rekapitulasi tindakan di Instalasi Radiologi 3 tahun terakhir No Tindakan Jumlah Tahun 2013 Jumlah Tahun 2014 Jumlah Tahun 2015 Keterangan 1 DENTAL 117 170 10 Sederhana I 2 THORAK 12.672 10.948 11.005 Sederhana III 3 PELVIS 642 706 724 4 BNO 439 748 459 5 EXTRIMITAS 7.473 7.389 6.838 6 OPG/Panoramic 940 793 1.034 7 CHEPALOMETRY 4 7 3 8 KPL 2P 323 267 193 9 V CERV 2 PSS 519 616 402 10 V LUMBAL 2 PSS 1.676 1.423 1.176 11 V THX-LUMBAL 309 224 18 12 THX AP/LAT 494 375 315 13 KPL3P 9 18 51 14 V CER 3P 248 48 47 15 V THX-LUM 3P 24 57 44 16 V.LUMBAL.3.P 60 36 68 17 ABD 3P 335 347 367 18 OESOPAGUS 0 1 19 PELVIS SONDE 14 21 18 20 C.ARM 42 90 106 Sedang I Sedang III Canggih I 59 Tabel 4.4 Rekapitulasi Tindakan di Instalasi Radiologi 3 Tahun Terakhir (lanjutan) No Tindakan Jumlah Tahun 2013 Jumlah Tahun 2014 Jumlah Tahun 2015 21 HSG 49 50 45 22 URETHRO CYSTO 15 13 16 23 URETHRO 45 20 17 24 CYSTO 4 11 19 25 RPG 10 10 7 26 APG 2 2 0 27 FISTULOGRAFI 23 16 16 28 OMD 30 13 22 29 COLON 83 73 67 30 IVP 238 83 140 31 BONES SURVEI 2 4 1 32 APP 57 31 14 33 CHOLANGIOGRAF 34 LOPOGRAFI 35 Keterangan 3 0 0 2 CT SCAN 2.195 1.115 1.662 JUMLAH 29.093 25.725 25.078 Canggih II Sumber : data laporan instalasi radiologi rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro 2) Perkiraan umur ekonomis dan tarif yang layak. Untuk mengoperasionalkan alat tersebut, dibutuhkan tarif. Komponen penyusunan tarif selain harga PACS itu sendiri, diperlukan biaya-biaya berupa jasa Internet Service Provider, jasa instalasi perangkat keras dan lunak, back up data, listrik, AC ruang server, jasa dokter spesialis radiologi dan jasa tenaga radiografer. 60 Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 59 tahun 2013 tentang tabel masa manfaat dalam rangka penyusutan barang milik negara berupa aset tetap pada entitas pemerintah pusat, rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro memperkirakankan alat PACS memiliki masa manfaat / masa ekonomis 5 tahun dan pada akhir tahun ke 5 memiliki nilai sisa / residu sebesar 0. 3) Jangkauan pelayanan / perkiraan pengguna PACS Sesuai data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 1 Januari 2014 bahwa saat ini ketersediaan tenaga pelayanan radiologi belum merata di fasilitas kesehatan sekunder khususnya rumah sakit kelas C dan D, terutama di daerah perbatasan, terpencil dan kepulauan (DPTK). Jumlah dokter spesialis radiologi terendah berada di provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Bengkulu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementerian Kesehatan mulai mengerakkan program telemedicine sebagai solusi memberikan layanan kesehatan yang lebih baik di daerahdaerah terpencil. Saat ini, dari sekitar 2000 rumah sakit swasta dan negeri, 740 rumah sakit sudah memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), dan 82% rumah sakit di Kabupaten Kota pemerintah terhubung dengan internet. Ketersediaan tenaga pelayanan radiologi yang belum merata di fasilitas kesehatan sekunder khususnya rumah sakit kelas C dan D digambarkan sebagai berikut : 61 Tabel 4.5 Jumlah dokter spesialis radiologi pada rumah sakit kelas C di Indonesia tahun 2013 Kepemilikan/ Penyelenggara Jumlah rumah sakit Jumlah dokter Eksisting Jumlah dokter sesuai standar Selisih Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Tentara Nasional Indonesia / Kepolisian Swasta Badan Umum Milik Negara 1 274 0 151 1 274 -1 -123 40 34 40 -6 257 310 257 53 22 28 22 6 Jumlah 594 523 594 -71 Tabel 4.6 Jumlah dokter spesialis radiologi pada rumah sakit kelas D di Indonesia tahun 2013 Kepemilikan/ Penyelenggara Jumlah rumah sakit Jumlah dokter Eksisting Jumlah Selisih dokter sesuai standar Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Tentara Nasional Indonesia / Kepolisian Badan Umum Milik Negara Swasta 1 126 0 22 1 126 -1 -104 73 21 73 -52 11 6 11 -5 318 232 318 -86 Jumlah 529 281 529 -248 Sumber : Buku “Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan dalam Persiapan Pelaksanaan JKN” oleh Badan PPSDM Kesehatan tahun 2013 a) Provinsi Sumatera Barat Sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2012 62 tercatat sebesar 4.904.460 jiwa, dengan tingkat kepadatan 115 jiwa per km2. Kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Barat tidak merata, kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota Bukittinggi dengan kepadatan penduduk 4.500 jiwa/km2. Komposisi penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (<15 tahun) sebesar 31,9 %, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 62,4 % dan yang berusia tua (>65 tahun) sebesar 5,6 %. Tabel 4.7 Sebaran rumah sakit Provinsi Sumatera Barat No Kabupaten/kota Jumlah rumah sakit 1. Kepulauan Mentawai 1 2. Pesisir Selatan 1 3. Solok 2 4. Sijunjung 1 5. Tanah Datar 2 6. Padang Pariaman 3 7. Agam 1 8. Lima Puluh Kota 2 9. Pasaman 2 10. Solok Selatan 0 11. Dharmas Raya 0 12. Pasaman Barat 1 13. Kota Padang 30 14. Kota Bukittinggi 6 15. Kota Payakumbuh 2 16. Kota Pariaman 1 17. Kota Solok 2 18. Kota Sawah Lunto 1 19. Kota Padang Panjang 2 Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat 2012 63 Tabel 4.8 Sebaran rumah sakit berdasarkan penyelenggara dan kelas di Provinsi Sumatera Barat No Penyelenggara A B C D Belum ditetapkan Total 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kementerian Kesehatan Kementerian Lain Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kota Kepolisian Tentara Nasional Indonesia Swasta non profit Badan Umum Milik Negara Swasta 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 10 4 0 0 5 1 1 0 0 0 1 0 0 1 8 0 5 0 0 0 1 0 1 2 7 0 8 2 0 2 12 6 1 3 20 1 14 11. Jumlah 1 4 22 15 19 61 Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat 2012 a. Provinsi Kepulauan Riau Jumlah penduduk Kepulaun Riau tahun 2011 sebesar 1.868.011 jiwa (laki-laki 51,33% dan perempuan 48,67%), dan pada tahun 2012 menjadi 1.988.792 jiwa (laki-laki 51,41% dan perempuan 48,59%), meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya. Proporsi persebaran penduduk Kepulauan Riau tahun 2012 tertinggi adalah Kota Batam (57,2%) dan yang terendah adalah Kabupaten Kepulauan Anambas (2,3%). Lebih dari 50% penduduk Kepulauan Riau berdomisili di Batam, hal ini dimungkinkan karena Kota Batam merupakan sumber lapangan pekerjaan seperti daerah industri, perkantoran dan perdagangan. Pada tahun 2012 di provinsi Kepulauan Riau terdapat 27 rumah sakit dengan rincian 10 rumah sakit pemerintah, 3 rumah sakit Tentara Nasional Indonesia, 12 rumah sakit swasta dan 1 rumah sakit milik 64 Badan Umum Milik Negara (Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau). b. Provinsi Bengkulu Provinsi Bengkulu terletak disebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.991.933 hektar atau 19.919,33 kilometer persegi. Secara administrasi Pemerintahan Provinsi Bengkulu terbagi menjadi 9 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri dari 124 kecamatan dan pada tahun 2013 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.814.357 jiwa (Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu). Tabel 4.9 Sebaran rumah sakit Provinsi Bengkulu No Kabupaten/kota Jumlah rumah sakit 1. Bengkulu Selatan 1 2. Rejang Lebong 2 3. Bengkulu Utara 3 4. Kaur 1 5. Seluma 1 6. Muko Muko 1 7. Lebong 1 8. Kepahiang 1 9. Bengkulu Tengah 1 10. Kota Bengkulu 7 Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat 2012 65 Tabel 4.10 Sebaran rumah sakit berdasarkan penyelenggara dan kelas di Provinsi Bengkulu No Penyelenggara A B C D Belum ditetapkan Total 1. Kementerian Kesehatan 0 0 0 0 0 0 2. Kementerian Lain 0 0 0 0 0 0 3. Pemerintah Provinsi 0 2 0 0 0 2 4. Pemerintah Kabupaten 0 0 4 6 0 10 5. Pemerintah Kota 0 0 0 1 0 1 6. Kepolisian 0 0 0 0 1 1 7. Tentara Nasional Indonesia 0 0 0 0 2 2 8. Swasta non profit 0 0 0 2 0 2 9. Badan Umum Milik Negara 0 0 0 0 0 0 10. Swasta 0 0 0 1 0 1 11. Jumlah 0 2 4 10 3 19 Sumber : Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat 2012 4) Kemungkinan timbulnya persaingan Ada beberapa rumah sakit di Indonesia yang sudah mengembangkan pelayanan teleradiologi antara lain rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Pantai Indah Kapuk Jakarta, Pertamedika Sentul City Jakarta, Bunda Jakarta, Paru Jember, Kwaingga Papua dan Karel Satsuittubun Maluku. a) Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sudah mengembangkan telemedicine sejak tahun 2012 dalam sebuah pilot project bidang teleradiologi yang diuji cobakan di 10 fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu contohnya di RSUP Cipto Mangunkusumo telah dilakukan teleradiologi menggunakan satu 66 pengampu dengan saluran komunikasi menggunakan internet. Sistem teleradiologi ini dilakukan melalui pengiriman image, hasil pemeriksaan di daerah yang kemudian dikirim ke server pusat di Kementrian Kesehatan, dilanjutkan ke rumah sakit rujukan di Jakarta untuk membaca pemeriksaan tersebut. b) Rumah sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Software yang digunakan untuk teleradiologi sudah menggunakan PACS software application berbasis DICOM dan web yang terlisensi dengan performance yang tinggi. Teleradiologi yang dilaksanakan ini melalui : 1) Intranet yaitu komputer di bagian-bagian rumah sakit seperti komputer di ruang-ruang baca radiolog, Unit Gawat Darurat, Instalasi Rawat Intensif, kamar operasi, dengan mengakses web server radiologi yang berbasis DICOM. 2) Internet yaitu bisa dikirim ke komputer pribadi di rumah dokter ataupun note book maupun ke Cell Phone (HP, PDA & Palm Top), yang disebut sebagai mobile teleradiologi. Pengiriman gambar bisa dengan protokol JPEG via email dengan bantuan komputer workstation dan juga bisa dengan melakukan browsing ke web server radiologi. Masalah yang muncul pada pelaksanaan teleradiologi adalah: 1) Intranet/LAN : a) Waktu pengiriman lama 67 b) Gambar tidak terkirim 2) Internet a) Setting GPRS/WAP pada Cell Phone b) Email Account, misalnya user ID atau passwordnya salah c) Provider problem d) Over limit mail attachment, dimana mail dalam mailbox melebihi kaouta yang ditetapkan oleh provider sehingga tidak memungkinkan menerima message baru. e) Security data c) Rumah sakit Pertamedika Sentul City Jakarta Teleradiologi di RS Pertamedika Sentul City ini merupakan pilot project dari layanan E-Health milik PT Sigma Cipta Caraka (TelkomSigma). Telkomsigma menggandeng perusahaan asal Malaysia, Redtone International Bhd, untuk menyediakan layanan teleradiologi di Indonesia. Telkom Group bertindak sebagai penyedia infrastruktur network berupa fixed broadband atau seluler 3G dan 4G, serta cloud services bagi pengguna yang terkoneksi dengan layanan tersebut. Adapun Redtone menjadi penyedia aplikasi atau platform teleradiologi. d) Rumah sakit Bunda Jakarta RSU Bunda Jakarta yang tergabung dalam jejaring Bundamedik Healthcare System (BMHS) menjalin kerjasama teleradiologi dengan Virtual Radiologic (vRad), perusahaan telemedicine global dari 68 Amerika Serikat yang berafiliasi dengan lebih dari 2.100 fasilitas kesehatan di seluruh dunia. Kemitraan dalam teleradiologi antara BMHS dan vRAd membuat masyarakat pasien tidak perlu lagi jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk memperoleh second opinion terkait pembacaan hasil pemeriksaan radiologi. Dengan teknologi ini nantinya pasien di rumah sakit yang tergabung dalam BMHS bisa mendapatkan pelayanan subspesialis langsung dari vRad tentang hasil pemeriksaan radiologi sesuai dengan kondisi penyakitnya. Menurut kepala RSU Bunda Jakarta, Dr. Didid Winnetouw teleradiologi bukan merupakan hal baru di Indonesia. Beberapa negara sudah melakukannya, termasuk Indonesia. Namun teleradiologi dengan dokter dari multinasional merupakan inovasi. Bahkan untuk wilayah Asia Tenggara, baru RSU Bunda yang bekerja sama dengan vRad. “Teknik ini merupakan cara lama, beberapa rumah sakit telah menerapkannya. Tetapi mereka sebatas internal antar-group saja. Cara ini baru karena bisa mencakup sampai ke luar negeri. RSU Bunda mengambil langkah ini sebagai bentuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan perkembangan ke depan nggak perlu „keluar‟ dalam mencari second opinion untuk radiologi. Kita sudah punya infrastrukturnya,” ungkapnya. e) Rumah sakit Paru Jember Setelah pasien dilakukan expose sinar X- Ray, data langsung 69 tersimpan di sistem, diedit di work station, kemudian dikirim melalui PACS agar dapat dibaca di station lain, antara lain di ruang Dokter Spesialis Radiologi, Poli Umum, Poli TB, Unit Gawat Darurat, dan Poli Spesialis. Data gambar juga bisa langsung diprint di kertas film, untuk diberikan kepada pasien. Hasil foto dibaca dan langsung dilakukan interpretasi/expertise oleh Dokter Spesialis Radiologi di Ruang Baca Foto Radiologi. Pasien tidak perlu antri lama menunggu hasil di depan loket radiologi untuk mengambil hasil. Foto beserta hasil expertisnya akan diantar oleh petugas radiologi ke dokter/ruangan yang meminta (poli atau ruang rawat inap). Rumah sakit kami mulai menerapkan sistem ini sejak 2013, namun baru optimal sejak 2014. Semua hasil pemeriksaan dengan Digital Radiologi dan Ultra Sono Grafi, hasil langsung dikirim dan tersimpan di station ruang baca radiologi. Dengan sistem ini dapat dengan mudah melihat semua hasil pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya ke pasien yang sama, dan melihat detail hasil pemeriksaan saat itu juga, dengan adanya fasilitas zoom, pengaturan kontras, kehalusan gambar, yang ada di dalam sistem. f) Rumah sakit umum daerah Kwaingga Papua dan rumah sakit umum daerah Karel Satsuittubun Maluku Keduanya sudah menggunakan alat PACS akan tetapi kondisi internet di lokasinya tidak mendukung sehingga pelayanan terhambat. 70 c. Analisis aspek keuangan 1) Metode Payback Period Hasil analisis investasi metode Payback Period dengan asumsi jumlah pemeriksaan / pasien tiap tahun naik 5%, selama masa manfaat 5 tahun. a) Berdasar asumsi 2 rumah sakit yang diampu Tabel 4.11 Perhitungan Payback Period dengan tarif Rp.120.000,00 (JP 40 %) dan jumlah pemeriksaan 25.078 pasien TARIF Rp JML PEMERIKSAAN PER TH Th 120.000 25.078 Ura i a n Ni l a i Inves tas i Ha rga Al a t Ca s h Fl ow Inves tas i 1 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Ka s Ma s uk Ka s Kel ua r Ka s Bers i h PP 1.809.303.081 1.809.303.081 1.200.056.919 1.200.056.919 1.899.768.235 154.490.000 2.054.258.235 1.105.569.765 2.305.626.684 1.994.756.647 162.214.500 2.156.971.147 1.160.848.253 3.466.474.938 2.094.494.479 169.939.000 2.264.433.479 1.219.276.891 4.685.751.829 2.199.219.203 177.663.500 2.376.882.703 1.281.013.186 5.966.765.015 3.089.800.000 25.078 3.009.360.000 3.009.360.000 3.009.360.000 2 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 26.332 3.159.828.000 3 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan Sha ri ng Penda pa tan Bi a ya Pemel i ha ra a n 27.648 3.317.819.400 4 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 29.031 3.483.710.370 5 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 30.482 3.657.895.889 3.159.828.000 5% 3.159.828.000 3.317.819.400 105% 3.317.819.400 3.483.710.370 110% 3.483.710.370 3.657.895.889 115% 3.657.895.889 Berdasarkan tabel diatas dapat kita hitung Payback Period sebagai berikut : Total investasi Pendapatan bersih tahun ke 1 Pendapatan bersih tahun ke 2 : Rp. 3.089.800.000,00 : Rp. 1.200.056.919,00 Rp. 1.889.743.081,00 : Rp. 1.105.569.765,00 Rp. 784.173.316,00 _ _ 71 Dikarenakan pendapatan bersih untuk tahun ke 3 melampaui sisa investasi dari tahun ke 2 maka dapat kita hitung sebagai berikut : = Rp. 784.173.316,00 x 12 x 30 hari Rp . 1.160.848.253,00 = 243,2 hari Payback Period (PP) = 2 tahun 243,2 hari c) Berdasar asumsi 1 rumah sakit yang diampu Tabel 4.12 Perhitungan Payback Period dengan tarif Rp.120.000,00 (JP 40 %) dan jumlah pemeriksaan 12.539 pasien TARIF Rp JML PEMERIKSAAN PER TH Th 120.000 12.539 Ura i a n Ni l a i Inves tas i Ha rga Al a t Ca s h Fl ow Inves tas i 1 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Ka s Ma s uk Ka s Kel ua r Ka s Bers i h PP 3.089.800.000 12.539 1.504.680.000 1.504.680.000 1.504.680.000 2 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 13.166 1.579.914.000 3 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan Sha ri ng Penda pa tan Bi a ya Pemel i ha ra a n 13.824 1.658.909.700 4 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 14.515 1.741.855.185 5 Juml a h Pa s i en / tahun Penda pa tan JS + JP Bi a ya Pemel i ha ra a n 15.241 1.828.947.944 1.207.435.116 1.207.435.116 297.244.884 297.244.884 1.267.806.872 154.490.000 1.422.296.872 157.617.128 454.862.012 1.331.197.216 162.214.500 1.493.411.716 165.497.984 620.359.996 1.397.757.076 169.939.000 1.567.696.076 174.159.109 794.519.105 1.467.644.930 177.663.500 1.645.308.430 183.639.514 978.158.619 1.579.914.000 5% 1.579.914.000 1.658.909.700 105% 1.658.909.700 1.741.855.185 110% 1.741.855.185 1.828.947.944 115% 1.828.947.944 Berdasarkan tabel diatas, Payback Period belum dapat dicapai sampai dengan tahun ke 5. 2) Metode Net Present Value (NPV) Metode ini digunakan untuk mengukur kelayakan investasi, dimana 72 seluruh proyeksi arus kas bersih di masa depan harus dinyatakan ke dalam nilai sekarang yang dikonversikan dengan tingkat suku bunga atau discount faktor. Perhitungan Net Present Value merupakan perkalian antara Net Cash Value atau pendapatan bersih setelah pajak dikalikan dengan discount faktor. Discount faktor yang dipakai peneliti disesuaikan dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia / BI rate saat ini yaitu 6,5 % (situs bank Indonesia per tanggal 16 Juni 2016). Dalam penelitian ini penghitungan analisis menggunakan bantuan software pengolah data Microsoft Excel version 2010. Hasil analisis metode Net Present Value selama masa manfaat 5 tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.13 Perhitungan Net Present Value dengan discount faktor 6,5 % ( dengan asumsi jumlah pemeriksaan 25.078 pasien) Data Deskripsi 0,065 Tingkat diskon tahunan. Menunjukkan tingkat inflasi atau suku bunga dari investasi yang bersaing. (3.089.800.000) Biaya awal investasi 1.200.056.919 Laba dari tahun pertama 1.105.569.765 Laba dari tahun kedua 1.160.848.253 Laba dari tahun ketiga 1.219.276.891 Laba dari tahun keempat 1.281.013,186 Laba dari tahun kelima Hasil 1.855.516.083,84 Deskripsi Nilai bersih saat ini untuk investasi ini 3) Metode Internal Rate of Return (IRR) Metode ini digunakan untuk mengukur berapa tingkat pengembalian 73 intern yang diperoleh dari suatu investasi. Dalam penelitian ini penghitungan analisis menggunakan bantuan software pengolah data Microsoft Excel version 2010. Hasil analisis metode Internal Rate of Return selama masa manfaat 5 tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.14 Perhitungan Internal Rate of Return (dengan asumsi jumlah pemeriksaan 25.078 pasien) Data Deskripsi (3.089.800.000,00) 1.200.056.919 1.105.569.765 1.160.848.253 1.219.276.891 1.281.013.186 Hasil 26 % Biaya awal bisnis Pendapatan bersih untuk tahun pertama Pendapatan bersih untuk tahun kedua Pendapatan bersih untuk tahun ketiga Pendapatan bersih untuk tahun keempat Pendapatan bersih untuk tahun kelima Deskripsi Tingkat internal pengembalian investasi setelah lima tahun B. Pembahasan 1. Dari aspek teknis diperoleh gambaran kelayakan teknis sebagai berikut : a. Ditinjau dari sub aspek pemilihan jenis alat PACS Sesuai program pengembangan pelayanan teleradiologi yang dicanangkan oleh rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro, yaitu sebagai pengampu rumah sakit di Indonesia yang tidak mempunyai / masih kekurangan tenaga dokter spesialis radiologi maka memerlukan alat PACS dengan spesifikasi cloud, harga Rp.3.089.800.000,00. Alat PACS dengan harga tersebut sudah masuk dalam perencanaan / e planning anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2017. 74 b. Ditinjau dari sub aspek lokasi Rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro sebagai rumah sakit pengampu, sudah mempersiapkan ruang di instalasi radiologi seluas 22,4 m2 untuk memenuhi kebutuhan ruangan (workstation) bagi perangkat keras maupun perangkat lunak alat PACS. Direncanakan menggunakan ruang yang saat ini digunakan untuk ruang pembacaan radiologi dengan mengalihkan beberapa mebelair yaitu 2 almari dan 1 meja ke ruang lain. Dengan melihat denah ruang yang dipersiapkan, sudah sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan untuk alat PACS. c. Ditinjau dari sub aspek tenaga, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan, dimana disebutkan bahwa salah satu tugas pokok seorang spesialis radiologi adalah melaksanakan teleradiologi dan konsultasi radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensional sesuai kebutuhan. Sedangkan salah satu tugas pokok seorang radiografer adalah melakukan penjaminan dan kendali mutu. Untuk menyelenggarakan pelayanan teleradiologi dengan alat PACS diperlukan seorang spesialis radiologi untuk menerjemahkan hasil pembacaan expertise, sedangkan radiografer diperlukan sebagai pengirim gambar yang akan melakukan pengecekan apakah hasil pembacaan / 75 report sudah terkirim atau belum (quality control), serta membantu menerjemahkan apabila hasil pembacaan / report sulit dibaca oleh penerima. Berdasarkan tabel 4.3, rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro memiliki 4 orang dokter spesialis radiologi, menurut Permenkes 56 tahun 2014 sudah memenuhi persyaratan minimal untuk jumlah ketenagaan di rumah sakit klas A, akan tetapi menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1014 tahun 2008 sesuai tabel 4.2, belum memenuhi persyaratan minimal sehingga perlu penambahan 2 orang dokter spesialis radiologi. Untuk tenaga radiografer, rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro memiliki 13 orang radiografer dengan alat x ray sejumlah 11 buah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1014 tahun 2008, standarnya adalah 1 alat oleh 2 orang radiografer sehingga dengan adanya penambahan alat PACS seharusnya ada tambahan tenaga radiografer sebanyak 11 orang. Saat ini masih dianggap cukup sesuai hasil perhitungan analisis beban kerja oleh sub bagian sumber daya manusia dan instalasi radiologi. Selain itu perlu dipikirkan juga beberapa kendala, antara lain : 1) Belum ada kejelasan regulasi. Indonesia baru sebatas mengaturnya dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Direktur Nomor: HK.02.03/V/0209/2013 Tanggal 31 Januari 2013 Tentang Pelaksanaan Pilot Project Telemedicine dan Penunjukan 76 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Telemedicine Bidang Teleradiologi dan Telekardiologi (Luthfi, 2014). 2) Ijin praktek dokter di Indonesia masih berdasarkan wilayah, padahal dengan pelayanan teleradiologi dokter akan otomatis berpraktek lintas wilayah, sehingga di Indonesia baru dimanfaatkan untuk internal / intranet (Johan Harlan, 2012). Sebagai kesimpulan, untuk menuju rumah sakit kelas A belum mampu memenuhi akan tetapi sesuai kondisi sekarang sebagai rumah sakit kelas B sudah mampu memenuhi dari sisi tenaga medis. Rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro telah mempertimbangkan dari sub aspek pemilihan jenis alat, lokasi dan tenaga. Dengan demikian berdasarkan gambaran kelayakan tersebut dapat disimpulkan, ditinjau dari aspek teknis pengadaan alat PACS layak diadakan oleh rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap aspek pasar. 2. Dari aspek pasar diperoleh gambaran kelayakan pasar sebagai berikut : a. Terjadi penurunan kunjungan / tindakan di instalasi radiologi dalam 3 tahun terakhir, diperkirakan karena: 1) Adanya kebijakan dari Badan Pelaksana Jaminan Sosial kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014, terjadi perubahan sistem paket klaim rawat jalan sehingga pemeriksaan penunjang sering tidak dilakukan. 2) Terjadi kerusakan alat CT Scan pada bulan September 2014 dan kembali rusak mulai pertengahan bulan Oktober 2015 sampai 77 dengan akhir Desember 2015 sehingga tidak melayani dan dirujuk keluar rumah sakit. 3) Mulai tanggal 1 Januari 2015 tidak melayani pembacaan x-ray dental. 4) Tarif yang lebih mahal dibanding klinik dan rumah sakit lain. b. Dalam buku yang disusun oleh Badan PPSDM Kesehatan pada tahun 2013 berjudul “Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan dalam Persiapan Pelaksanaan JKN”, disampaikan bahwa masalah kurangnya tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis dan distribusinya menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, di samping itu juga menimbulkan permasalahan pada rujukan dan penanganan pasien untuk kasus tertentu. Dari data ketersediaan tenaga pelayanan radiologi yang belum merata di fasilitas kesehatan sekunder khususnya rumah sakit kelas C dan D (tabel 4.5 dan tabel 4.6) menunjukkan bahwa mayoritas kekurangan tenaga kesehatan spesialis radiologi ada di rumah sakit klas C dan D milik pemerintah. Jumlah dokter spesialis radiologi terendah berada di provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Bengkulu. Rumah sakit yang ada di ketiga provinsi tersebut potensial menjadi rumah sakit yang diampu oleh rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro. c. Rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro telah mengantisipasi bahwa kecil kemungkinan timbulnya persaingan. Ada beberapa alasan yaitu: 1) Untuk menjadi rumah sakit pengampu yang menyelenggarakan pelayanan teleradiologi kepada rumah sakit yang diampu harus 78 didukung dengan pelayanan dokter spesialis radiologi yang cukup jumlahnya. 2) Alat PACS merupakan syarat peralatan yang harus ada di rumah sakit klas A, sementara di Indonesia hanya beberapa rumah sakit yang sudah mempunyai alat tersebut. d. Perkiraan umur ekonomis dan tarif yang layak. Di dalam buku Pedoman Pengelolaan Peralatan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2015) menyebutkan bahwa dalam penilaian teknologi peralatan perlu dipertimbangkan juga Life cycle cost (LCC) sebagai salah satu instrument penilaian, selain Ijin Edar. Life cycle cost (LCC) adalah total biaya keseluruhan peralatan, termasuk biaya pembelian, pengoperasian, pemeliharaan, pengalihan dan atau penghapusan. LCC adalah total perkiraan biaya dari awal sampai penghapusan, yang dihitung melalui biaya per tahun serta memperhatikan nilai waktu dari uang. Tujuan LCC analisis adalah pendekatan memilih biaya yang paling efektif dari serangkaian alternatif untuk menekan biaya pada jangka waktu tertentu peralatan. LCC merupakan model ekonomi selama masa dari peralatan tersebut dipakai, dipelihara, dihapus, biasanya sebesar 2 - 20 kali lebih besar dari biaya pengadaan awal. Keseimbangan antara unsur-unsur biaya dicapai ketika total LCC bisa diminimalkan. 79 Perkiraan biaya pemeliharaan selama setahun adalah sekitar 5% sampai 6% dari nilai investasi peralatan medis. Biaya pemeliharaan juga dapat dihitung dengan cara yang lebih spesifik berdasarkan kebutuhan rutin tahun sebelumnya serta standar kebutuhan pemeliharaan dari setiap peralatan. Besaran biaya pemeliharaan peralatan medis masing masing rumah sakit bisa berbeda. Sesuai pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang pola tarif Badan Layanan Umum, tarif harus mempertimbangkan : 1) Kontinuitas dan pengembangan layanan. 2) Daya beli masyarakat 3) Asas keadilan dan kepatutan. 4) Kompetisi yang sehat. Dengan mempertimbangkan 4 hal diatas maka perlu dilakukan penyesuaian tarif secara cermat agar bisa berkompetisi dengan rumah sakit pesaing. Oleh karena beberapa pertimbangan diatas serta disetarakan dengan tarif yang berlaku di RSST untuk pemeriksaan radiologi rawat jalan kategori sederhana, maka tarif yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah sebesar Rp. 120.000,00 dengan prosentase jasa pelayanan sebesar 40%. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 12 tahun 2013 tentang pola tarif Badan Layanan Umum pasal 28 bahwa besaran jasa pelayanan maksimal 44% dari jumlah tarif. Tarif tersebut bisa bersaing dengan tarif Rp. 162.000,00 80 yang berlaku di rumah sakit pesaing Narayana Netralaya Healthcare negara India. Rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro telah mempertimbangkan dari sub aspek perkiraan permintaan, kemungkinan timbulnya persaingan, perkiraan umur ekonomis dan tarif yang layak. Dengan demikian berdasarkan gambaran kelayakan tersebut dapat disimpulkan, ditinjau dari aspek pasar pengadaan alat PACS layak diadakan oleh rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap aspek keuangan. 3. Dari aspek keuangan Pengembangan alat PACS membutuhkan investasi sebesar Rp. 3.089.800.000,-. Pengembangan alat tersebut direncanakan menggunakan 100% anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari pemerintah Republik Indonesia dan sudah masuk dalam e planning tahun 2017. a. Nilai aset dari investasi keseluruhan untuk pengembangan alat PACS sebesar Rp. 3.089.800.000,00. Tabel 4.11 menunjukkan bahwa tarif Rp. 120.000,00 serta utilisasi sesuai perkiraan permintaan yaitu 25.078 pemeriksaan dengan asumsi tiap tahun naik 5%, diperkirakan aliran kas masuk selama tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 sebesar Rp. 16.628.613.659,00, aliran kas keluar sebesar Rp. 10.661.848.645,00, sehingga aliran kas bersih selama umur investasi sebesar Rp. 5.966.765.014,00. 81 b. Berdasarkan perhitungan / analisa Payback Period yang telah dilakukan: 1) Pada tabel 4.11, terlihat bahwa tarif Rp. 120.000,00 (JP 40 %) dengan asumsi 25.078 jumlah pemeriksaan, investasi / modal akan kembali dalam jangka waktu 2 tahun 243,2 hari. 2) Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa tarif Rp. 120.000,00 (JP 40 %) dengan asumsi 12.539 jumlah pemeriksaan, sampai dengan tahun ke lima (5) investasi / modal belum dapat kembali. c. Dalam perhitungan NPV diperlukan discount factor berdasarkan suku bunga bank yang berlaku saat itu. Suku bunga Bank Indonesia / BI rate yang berlaku pada semester 1 tahun 2016 adalah 6,5 %, sehingga discount factor yang digunakan adalah 6,5 %. Berdasarkan perhitungan di atas pada tabel 4.13, dengan asumsi jumlah pemeriksaan 25.078 pasien, didapatkan nilai Rp. 1.855.516.083,84. NPV bernilai positif dan nilainya > 0, maka rencana pengembangan investasi yang akan dilakukan layak untuk dilakukan. d. Berdasarkan perhitungan diatas pada tabel 4.14, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 26 % , lebih besar dari suku bunga Bank Indonesia yang berlaku sebesar 6,5 % maka IRR diterima.