Ke s i mp u la n , pe n da pa t , da n pa n da nga n ya ng di sa mpa ik a n o le h pe n u li s da la m pa pe r WP/2/2016 i ni me r u pa k a n k e s im p u la n , pe nda pa t da n pa nda n ga n pe n u l is da n b uk a n me ru pa k a n k e s im p u la n , pe nda pa t da n pa n da nga n re s m i B a nk I nd o ne s ia . WORKING PAPER ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH Piter Abdullah Bayront Yudit Rumondor Anggita Cinditya Mutiara Kusuma 2016 Ke s i mp u la n , pe nda pa t , da n pa nda n ga n ya n g d i sa m pa ik a n o le h pe n u li s da la m pa pe r in i me r upa k a n k e s i mp u la n , pe n da pa t da n pa n da n ga n pe n u l is da n b uk a n me r upa k a n k e s im p u la n , pe nda pa t da n pa n da nga n re s m i B a nk I nd o ne s ia . 1 ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH Piter Abdullah, Bayront Yudit Rumondor, Anggita Cinditya Mutiara 1 Abstrak Data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menganalisis kinerja perekonomian suatu negara. Data NPI dapat digunakan untuk menganalisis transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk dan bukan penduduk, termasuk di dalamnya menganalisis supply dan demand valas dalam kaitannya dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Dalam perkembangannya, selain memelihara NPI yang menggunakan pencatatan secara accrual basis, Bank Indonesia juga mengembangkan pendekatan statistik supply demand NPI secara cash basis. Sebagaimana data NPI, data NPI cash basis juga memiliki karakteristik yang kompleks dan spesifik sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan data tersebut. Aliran dana valas yang tercatat pada NPI cash basis merupakan supply dan demand valas potensial dan diperkirakan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Namun, tidak semua supply demand valas potensial ini akan menjadi supply demand valas efektif, yaitu aliran dana yang dikonversikan pada pasar valas domestik. Penelitian ini menjelaskan komponen NPI cash basis yang merupakan supply demand valas potensial, serta menganalisis kriteria supply demand valas yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menjelaskan selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif sebagai indikator ekspektasi terhadap nilai tukar rupiah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel supply dan demand valas efektif secara signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah, sedangkan supply dan demand valas potensial tidak terbukti signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif, atau supplydemand gap, juga terbukti signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar rupiah. Key word : error correction model, foreign exchange, supply demand, rupiah, balance of payment JEL Classification:C20, F31 1Peneliti Ekonomi Senior dan Peneliti Ekonomi di Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM), Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan DKEM atau Bank Indonesia.E-mail:[email protected], [email protected], [email protected], dan [email protected]. 2 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kapasitas sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin dari pergerakan nilai kurs rupiah di pasar keuangan. Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan bahwa nilai tukar mata uang adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik, terhadap mata uang asing. Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Sugeng et al. (2010) memaparkan bahwa secara teoritis interaksi antara permintaan dan penawaran valas (supply dan demand valas) akan membentuk harga yang dalam hal ini adalah nilai tukar rupiah. Supply dan demand valas tercermin pada sebagian transaksi yang tercatat di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Permintaan valas terutama berasal dari kebutuhan impor BBM. Di sisi lain, penawaran valas mengandalkan penerimaan ekspor dan capital inflows. Meskipun begitu, data NPI yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak sepenuhnya mewakilialiran supply dan demand valas ke dalam pasar valas domestik. Bank Indonesia kemudian mengembangkan NPI cash basis untuk dapat lebih menjelaskan aliran dana valas, tetapi data yang tercatat di dalamnya juga belum menggambarkan supply dan demand valas secara riil. Hal itu disebabkan tidak semua transaksi yang tercatat di NPI dan NPI cash basis dilanjutkan dengan transaksi penjualan atau pembelian valas di pasar atau dengan kata lain menjadi supply dan demand valas secara efektif. Oleh karena itu, sebagian transaksi yang terjadi dalam NPI merupakan sumber dari supply dan demand valas potensial. Selanjutnya, supply dand emand valas potensial itu tercatat pada data NPI cash basis yang digunakan secara terbatas di internal Bank Indonesia. Tingginya volatilitas nilai tukar rupiah selama ini diperkirakan berasal dari banyaknya supplydan demand valas potensial yang belum ditransaksikan pada pasar valas domestik, atau tidak menjadi supply dan demand valas efektif. Dengan demikian, dibutuhkan analisis secara komprehensif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah yang 3 berasal dari supply dan demand valas, baik yang tercermin secara potensial di NPI cash basis maupun secara efektif pada pasar valas domestik. Gambar 1 menunjukkan bahwa tingginya aliran dana valas masuk yang tercatat pada financial account NPI tidak selalu mencerminkan penguatan rupiah, seperti yang terjadi pada tahun 2013-2014. Gambar 1.Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Transaksi Keuangan NPI I.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat beberapa pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kriteria supply dan demand valas yang mempengaruhi nilai tukar rupiah? 2. Apa sajakah komponen NPI dan NPI cash basis yang merupakan potensial supply dan demand valas di pasar valas domestik? 3. Bagaimanakah selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif (supply demand gap) dapat menjelaskan pergerakan atau ekspektasi terhadap nilai tukar rupiah? 4. Bagaimanakah implikasi kebijakan yang dapat diambil Bank Indonesia atau pemerintah dalam menyikapi karakteristik data NPI dan NPI cash basis serta hubungannya dengan nilai tukar rupiah? 4 I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan pertanyaan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan kriteria supply dan demand valas yang mempengaruhi nilai tukar rupiah di pasar valas domestik. 2. Mendefinisikan komponen NPI dan NPI cash basis yang merupakan supply dan demand valas potensial di Indonesia. 3. Menganalisis selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif (supply demand gap) dalam menjelaskan pergerakan atauekspektasi terhadap nilai tukar rupiah. 4. Mengidentifikasi policy options bagi pihak otoritas dalam merespons kondisi perekonomian terkini terkait nilai tukar rupiah. I.4. Sistematika Pembahasan Dalam mengidentifikasi supply dan demand valas potensial dan efektif di dalam perekonomian, alur pikir yang digunakan dapat dijelaskan melalui Gambar 2 berikut. NPI Export Capital Inflows Data NPI Portfolio FDI Capital Outflows Others Bayar Bunga Potensial Supply Import Bayar Pokok Potensial Demand >* Data NPI Cash Basis <* Supply Demand Valas Potensial: - Nostro - Cadangan Devisa - OCA >* Pasar Valas Domestik * diperkirakan Income (deviden, remittance) Efektif Supply <* Transaksi Efektif Demand Nilai Tukar Gambar 2. Alur Pikir Penelitian 5 Sementara untuk menganalisis pengaruh dari selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia, alur pikir model yang digunakan adalah sebagai berikut. Faktor Lainnya Nilai Tukar Potensial –Efektif Supply/Demand (Supply Demand Gap) Potensial Supply/Demand Neraca Pembayaran Indonesia Efektif Supply/Demand Gambar 3.Alur Pikir Model Penelitian ini dibagi ke dalam lima bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan penelitian yang berisikan latar belakang serta pertanyaan dan tujuan penelitian. Bagian kedua membahas studi literatur dan penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait supply dan demand valas. Bagian ketiga menjabarkan metodologi penelitian dan data yang digunakan. Bagian keempat memaparkan hasil temuan penelitian, baik hasil analisis deskriptif maupun hasil estimasi menggunakan model Error Correction Model (ECM). Sementara itu, bagian kelima berisikan simpulan dan rekomendasi kebijakan. 6 II. STUDI LITERATUR II.1. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia memiliki satu tujuan tunggal yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2004, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Sejak tahun 2005, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Berdasarkan situs resmi Bank Indonesia, dijelaskan pula bahwa peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, tidak untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan bahwa penentuan dan sistem nilai tukar suatu negara mempunyai evolusi yang panjang dalam sejarah sistem moneter internasional. Pada awal sistem moneter internasional modern pada abad ke-19, beberapa negara menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan mengacu pada standar emas (Gold Standard). Sistem itu mengalami pasang surut sampai akhirnya muncul sistem nilai tukar dengan mengacu pada kesepakatan Bretton Woods yang bertahan hingga tahun 1970-an. Setelah periode tersebut, setiap negara diberikan kebebasan untuk menentukan sistem nilai tukar yang digunakan. Berdasarkan perkembangan terakhir, terdapat kecenderungan negara-negara di dunia menggunakan sistem nilai tukar mengambang. Namun, masih terdapat beberapa negara yang menggunakan sistem nilai tukar tetap ataupun variatif dari sistem nilai tukar mengambang dengan sistem nilai tukar tetap. Corden (2002) mengklasifikasikan sistem nilai tukar di dunia ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) sistem nilai tukar tetap murni (absolutely fixed rate regime), (ii) sistem nilai tukar mengambang murni (pure floating regime), dan (iii) sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan (Fixed but Adjustable Rate/FBAR), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. 7 Sumber: Corden (2002) Gambar 4. Sistem Nilai Tukar Goeltom dan Zulverdi (1998) memaparkan bahwa sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sebagai berikut: 1. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978) Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp250,00 per 1 USD (sebelumnya Rp45 per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valas Jakarta dan di pasar internasional. Meskipun begitu, disadari bahwa nilai tukar yang overvalued dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional. Oleh karena itu, pada periode tersebut pemerintah melakukan devaluasi sebanyak 3 kali, yaitu pada 17 April 1970 dengan kurs sebesar Rp378,00 per 1 USD, kemudian pada 23 Agustus 1971 dengan kurs sebesar Rp415,00 per 1 USD dan pada tanggal 15 November 1978 dengan kurs sebesar Rp625,00 per 1 USD. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-1997) Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan itu diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread. 3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (sejak 14 Agustus 1997) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan yang menyebabkan makin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD, seiring dengan currency 8 turmoil yang melanda Thailand yang dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara ASEAN sehubungan dengan karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang akibat makin meningkatnya tekanan depresiasi, yaitu rupiah menembus Rp2.650,00 per 1 USD sejak awal Agustus 1997, pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (flexible exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. II.2. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Di dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat. Berdasarkan teori Purchasing Power Parity (PPP) yang dikemukakan oleh Dornbusch (1985) disebutkan bahwa perubahan level harga relatif antara dua negara akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Namun, Obstfeld dan Rogoff (2000) mengemukakan kesulitan dalam mengestimasi volatilitas nilai tukar. Semua model yang menggunakan fundamental ekonomi seperti tingkat suku bunga, output dan money supply tidak sepenuhnya mampu menjelaskan pergerakan nilai tukar. Hal tersebut dianggap exchange rate disconnect puzzle dengan menyebutkan bahwa beberapa studi terkini yang meneliti hubungan antara tingkat bunga dan nilai tukar seringkali menemukan hasil yang berbeda-beda (conflicting). Engel (2014) menjelaskan bahwa nilai tukar suatu negara merupakan harga dari mata uang asing dalam unit mata uang domestik, sehingga kenaikan nilai tukar merupakan depresiasi bagi mata uang domestik. Sementara itu, Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan bahwa setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan. Dalam hal permintaan terhadap valas relatif terhadap mata uang domestik meningkat, nilai mata uang domestik akan terdepresiasi. Sebaliknya, jika permintaan terhadap valas menurun, nilai mata uang domestik akan terapresiasi. Sementara itu, jika penawaran valas meningkat relatif terhadap mata uang domestik, nilai tukar mata uang domestik akan terapresiasi. Sebaliknya jika penawaran valas menurun relatif terhadap mata uang domestik, maka nilai tukar mata uang domestik akan terdepresiasi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi permintaan valas, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Pembayaran Impor Makin tinggi impor barang dan jasa, makin besar permintaan terhadap valas sehingga nilai tukar mata uang domestik akan cenderung terdepresiasi. Sebaliknya, jika impor menurun, permintaan valas menurun sehingga mendorong apresiasi nilai tukarmata uang domestik2. 2Dengan asumsi faktor-faktor lainnya tidak berubah (ceteris paribus). Asumsi ini juga berlaku untuk aliran modal keluar/masuk dan ekspor. 9 2. Faktor Aliran Modal Keluar (Capital Outflow) Makin besar aliran modal keluar, makin besar permintaan valas yang selanjutnya mendorong depresiasi nilai tukarmata uang domestik. Aliran modal keluar meliputi pembayaran utang penduduk Indonesia (baik swasta maupun pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. 3. Kegiatan Spekulasi Makin banyak kegiatan spekulasi valas yang dilakukan oleh spekulan3, makin besar permintaan terhadap valas sehingga mendorong depresiasi mata uangdomestik terhadap mata uang asing. Sementara itu, penawaran valas dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Penerimaan Hasil Ekspor Makin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, makin besar jumlah valas yang dimiliki oleh suatu negara dan selanjutnya nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Namun, jika ekspor menurun, jumlah valas yang dimiliki makin menurun sehingga nilai tukar mata uang domestik juga cenderung mengalami depresiasi. 2. Faktor Aliran Modal Masuk (Capital Inflow) Makin besar aliran modal masuk, nilai tukar mata uang domestik akan cenderung makin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan utang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (Portfolio Investment) atau investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar domestik dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. 3Spekulan valuta asing adalah pelaku di pasar valas yang bertujuan mendapatkan keuntungan dari melemahnya nilai tukar. 10 Sumber: Simorangkir dan Suseno (2004) Gambar 5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Domestik II.3. Permintaan dan Penawaran Valuta Asing Pasar valas, sebagaimana pasar pada umumnya, memiliki dua kekuatan utama yang saling berinteraksi, yaitu permintaan dan penawaran. Sebagaimana teori permintaan dan penawaran, Nugroho et al. (2014) menjelaskan bahwa nilai tukar dalam sistem nilai tukar mengambang akan ditentukan oleh interaksi antara supply dan demand. Permintaan adalah sejumlah barang atau jasa yang bersedia dibeli oleh konsumen pada berbagai level harga makin tinggi harganya akan makin sedikit barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen. Sebaliknya, penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang bersedia dijual oleh produsen atau pedagang kepada konsumen pada berbagai level harga. Berbeda dengan sisi permintaan, jumlah barang atau jasa yang ditawarkan penjual berbanding lurus dengan harganya: makin tinggi harga, makin banyak barang yang ditawarkan oleh penjual barang. Pertemuan antara permintaan dan penawaran barang yang diikuti pertukaran atau transaksi perdagangan adalah yang dikenal dengan pasar. Pasar berada dalam kondisi ekuilibrium, yaitu apabila interaksi antara sisi permintaan dan sisi penawaran menghasilkan satu harga keseimbangan pada kuantitas permintaan dan penawaran tertentu. Dalam konteks pasar valas, komoditi yang diperdagangkan adalah mata uang asing dan harganya adalah nilai tukar. Sebagaimana di pasar lainnya, excess demand atau berlebihnya permintaan terhadap mata uang asing mengakibatkan harga mata uang asing tersebut naik sehingga rupiah terdepresiasi. Sebaliknya, excess supply atau berlebihnya pasokan 11 mata uang asing menjadikan harga mata uang asing tersebut turun sehingga rupiah terapresiasi. Dalam penelitian ini, permintaan dan penawaran valas di dalam pasar valas domestik merupakan penawaran dan permintaan efektif, yaitu permintaan dan penawaran yang telah terealisasikan dalam bentuk konversi valas. Sebagaimana kajian yang telah dilakukan oleh Sugeng et al. (2010), penawaran atau permintaan valas dibedakan dari sudut pandang bank sebagai pasar valas berdasarkan aliran valas yang terjadi akibat transaksi valas yang dilakukan oleh bank. Penawaran valas efektif adalah aliran valas masuk ke pasar. Hal itu direpresentasikan oleh transaksi beli valas (jual rupiah) oleh bank, yaitu bank menerima valas dari counterparty dan sebagai lawan transaksinya, bank menyerahkan rupiah kepada counterparty dengan jumlah yang ekuivalen. Sebaliknya, permintaan valas efektif adalah aliran valas keluar dari pasar. Hal itu direpresentasikan oleh transaksi jual valas (beli rupiah) oleh bank yaitu bank menerima rupiah dari counterparty dan sebagai lawan transaksinya, bank menyerahkan valas kepada counterparty dengan jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan pelakunya, supply dan demand valas dapat didefinisikan sebagai penawaran dan permintaan valas dari seluruh kegiatan transaksi antara residen dan non residen dengan perbankan. Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan menunjukkan posisi bank sebagai net beli valas (transaksi beli lebih besar jika dibandingkan dengan transaksi jual) atau net jual valas (transaksi jual lebih besar jika dibandingkan dengan transaksi beli). Kondisi netjual dapat dipersamakan dengan excess demanddari pelaku pasar, sedangkan kondisi netbeli dapat dipersamakan dengan excess supply dari pelaku pasar. II.4. Penelitian Terdahulu terkait Supply dan Demand Valas Sugeng et al. (2010) melakukan penelitian terhadap interaksi antara supplydan demand valas dan pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa interaksi antara permintaan dan penawaran valas secara signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah, serta pengaruh permintaan dan penawaran valas dari pelaku luar negeri lebih dominan jika dibandingkan dari pelaku dalam negeri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dampak pergerakan nilai tukar terhadap perekonomian hanya terjadi dalam jangka pendek, yaitu pergerakan nilai tukar rupiah secara signifikan mempengaruhi impor dengan depresiasi rupiah memiliki dampak lebih besar daripada apresiasi rupiah. Kajian nilai tukar rupiah dengan pendekatan permintaan dan penawaran juga dilakukan oleh Husman (2005). Penelitian itu menggunakan model komposit (hybrid) yang memadukan beberapa pendekatan determinasi nilai tukar yang sudah sering digunakan dalam literatur. Hasil 12 penelitian menunjukkan bahwa variabel permintaan dan penawaran valas berpengaruh signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Selain itu, hasil estimasi dalam kajian tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak akan menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah dan bahwa faktor risiko merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pergerakan nilai tukar rupiah. Penelitian terdahulu terkait nilai tukar juga seringkali dilakukan, meskipun tidak secara spesifik membahas supplydan demand valas.Salah satunya adalah Kandil (2009) yang melakukan kajian terkait fluktuasi nilai tukar dan neraca pembayaran dengan mengidentifikasi saluran interaksinya di negara maju dan berkembang. Data yang digunakan mencakup 21 negara berkembang dan 25 negara maju selama periode 1971-2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara berkembang, dampak fluktuasi nilai tukar terhadap daya saing ekspor masih terbatas. Hal itu menunjukkan bahwa permintaan ekspor di negara berkembang bersifat inelastis, yaitu depresiasi nilai tukar tidak menstimulus peningkatan permintaan dan nilai ekspor. Selain itu, Sercu dan Uppal (1998) dalam penelitiannya menganalisis dampak volatilitas nilai tukar terhadap volume perdagangan antar negara dengan menggunakan pendekatan General Equilibrium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara volume perdagangan dan volatilitas nilai tukar dapat negatif atau positif bergantung pada sumber terjadinya volatilitas nilai tukar. Model yang digunakan dalam penelitian ini memberikan penjelasan bahwa tidak ada bukti kuat bahwa volatilitas nilai tukar dan volume perdagangan internasional memiliki hubungan negatif seperti yang diyakini selama ini. Di sisi lain, Nawatmi (2012) juga melalukan estimasi pengaruh volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terhadap perdagangan internasional, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang di Indonesia. Dengan menggunakan metode ARCH dan GARCH, ditemukan bahwa volatilitas nilai tukar dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar saat ini dan sebelumnnya, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memiliki persistent volatile. 13 III. METODOLOGI III.1. Alur Pikir dan Model Penelitian ini akan menggunakan dua pendekatan untuk menjelaskan pengaruh dari supply dan demand valas terhadap nilai tukar rupiah. Pendekatan pertama adalah analisis deskriptif yang akan menjelaskan perkembangan pasar valas di Indonesia, menggambarkan data supply dan demand valas efektif dan potensial, serta menjelaskan komponen NPI cash basisyang diklasifikasikan sebagaisupplydan demand valas potensial. Untuk mendukung penjelasan mengenai konsep supply dan demand valas efektif dan potensial, digunakan pendekatan kedua dalam yaitu digunakan model komposit untuk penentuan nilai tukar rupiah nominal. Model komposit yang digunakan adalah sebagai berikut: π π‘ = π½0 + π½1 (π − π∗ )π‘ + π½2 (π − π ∗ )π‘ + π½3 πππππ‘ + π½4 π‘ππ‘π‘ + π½5 πππ ππ‘ + π½6 (πππ‘ − πππ)π‘ (1) + π½7 ππππ‘ + π½8 πππ‘π‘ + π’π‘ Dimana π adalah nilai tukar nominal USD/IDR (nilai rupiah terhadap 1 USD), variabel π − π∗ merupakan price differential, π − π ∗ merupakan nominal interest rate differential, poil merupakan harga minyak internasional, π‘ππ‘ merupakan term of trade, πππ π merupakan risiko default negara menggunakan credit default swap (CDS), πππ‘ − πππ dihitung dari selisih supply dan demand valas potensial dikurangi supply demand valas efektif (atau disebut sebagai supply demand gap), πππ merupakan supply dan demand valas efektif di pasar valas domestik yang dibedakan menjadi supplydan demand valas efektif dari luar negeri dan dalam negeri, dan πππ‘ merupakan supply dan demand valas potensial. Model komposit yang dibangun dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan linear yang diadaptasi dari penelitian Husman (2005) yang menggunakan model komposit dalam penentuan nilai tukar rupiah nominal. π π‘ = π½0 + (π − π∗ ) + π½1 (π − π ∗ )π‘ + π½2 π ππ£π‘ + π½3 π‘ππ‘π‘ + π½4 πππππ‘ + π½5 πππ ππ‘ + π’π‘ (2) Variabel π ππ£ yang digunakan dalam Husman (2005) merupakan rasio antara supply- demand valas dari luar negeri yang menggambarkan transaksi valas antara bank domestik dan nasabah luar negeri. Model komposit itu menggabungkan beberapa pendekatan determinasi nilai tukar yang didalamnya menggunakan variabel-variabel makro seperti suku bunga dan variabel-variabel mikro seperti supply dan demand valas. Kerangka model yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut: 14 Faktor Lainnya Potensial Supply/Demand Potensial –Efektif Supply/Demand (Supply Demand Gap) Nilai Tukar Neraca Pembayaran Indonesia Efektif Supply/Demand Gambar 6.Kerangka Model Supplydan Demand Valas III.2. Metodologi Nugroho et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pasar valuta asing dengan mata uang asing sebagai komoditas yang diperdagangkan dan nilai tukar sebagai harga mata uang asing yang dinilai dengan mata uang domestik juga mengikuti teori permintaan dan penawaran valas. Secara teoritis kenaikan harga dolar AS terhadap rupiah (depresiasi rupiah) akan menurunkan permintaan dolar AS, tetapi meningkatkan penawarannya, demikian juga sebaliknya. Hal itu dapat ditunjukkan melalui persamaan-persamaan berikut: Persamaan penawaran valas: ππ‘π = π0 + π1 ππ‘ + π2 πππ‘ + π’π‘ (3) Persamaan permintaan valas: ππ‘π· = π0 + π1 ππ‘ + π2 πππ‘ + π£π‘ + (4) Pada persamaan (3) dan (4), ππ‘π dan ππ‘π· adalah pasokan dan permintaan valas, ππ‘ adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sedangkan πππ‘ adalah variable determinan lain. Keseimbangan pasar tercapai pada harga keseimbangan ππ‘ dan pada kondisi ππ‘π =ππ‘π· . Namun, dalam pasar valas dimana bank berfungsi sebagai market maker, permintaan dan penawaran valas yang dihadapi bank tidak selalu sama. Ekses permintaan atau pasokan tersebut akan diserap oleh bank. Untuk menekan ekses tersebut bank dapat mengubah kurs jual/beli yang ditawarkan ke nasabahnya. Dengan kondisi tersebut, keseimbangan pasar valas perbankan dapat direpresentasikan melalui persamaan berikut: ππ‘π − ππ‘π· = π0 − π0 + (π1 + π1 )ππ‘ + (π1 + π1 )ππ + π’π‘ + π£π‘ (5) Dengan mengisolasi ππ‘ diperoleh persamaan: 15 ππ‘ = (π0 − π0 ) 1 (π2 − π2 ) − (ππ‘π − ππ‘π· ) + ( ) π + (π£π‘ − π’π‘ ) (π1 + π1 ) (π1 + π1 ) (π1 + π1 ) π (6) Kemudian dengan menyederhanakan koefisien-koefisiennya, diperoleh: ππ‘ = π0 − π1 (ππ‘π − ππ‘π· ) + π2 πππ‘ + ππ‘ (7) Pasokan valas neto dalam sistem perekonomian terbuka dapat bersumber dari transaksi perdagangan internasional (ekspor-impor) dan aliran modal antar negara.Seluruh transaksi itu tercatat pada Current Account (CA) dan Capital and Financial Account (FA). Berdasarkan pertimbangan bahwa nilai tukar dan beberapa explanatory variable yang digunakan merupakan series yang non-stasioner melalui uji unit-root, metode ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Model itu dipilih untuk melihat hubungan jangka panjang dan juga hubungan jangka pendek variabel-variabel tertentu terhadap penentuan nilai tukar rupiah nominal. Tahapan dalam menggunakan metode ini adalah uji kointegrasi antara variabel independent dan variabel dependent dalam persamaan jangka panjang. Hal itu dilakukan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. Tahap selanjutnya adalah analisis hubungan jangka pendek diantara variabel-variabel tersebut. π¦π‘ = πΌ0 + πΌ1 π₯π‘ + π’π‘ (8) βπ¦π‘ = π½0 + π½1 βπ₯π‘ + π’π‘−1 + ππ‘ (9) atau βπ¦π‘ = π½0 + π½1 βπ₯π‘ + πΎ(π¦ − πΌ0 − πΌ1 π₯)π‘−1 + ππ‘ (10) Hasil uji kointegrasi persamaan jangka panjang menunjukkan bahwa antara variabel independen dan variabel dependen terkointegrasi pada derajat I atau I(1). Hal itu dapat dilihat dari residual hasil persamaan regresi jangka panjang yang stasioner. Jika variabel-variabel tersebut saling terkointegrasi, hal itu memenuhi kondisi keseimbangan jangka panjang yang dapat dilanjutkan dengan melihat dinamika variabel-variabel tersebut dalam jangka pendek. Sementara itu, πΎ pada persamaan jangka pendek menggambarkan speed of adjustment atau koefisien penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang. III.3. Perolehan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder terkait dengan supply dan demand valas di Indonesia, baik data yang bersifat potensial maupun efektif serta 16 faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah baik berupa faktor internal maupun eksternal. Pengamatan dilakukan dalam periode Juni 2012 sampai dengan Mei 2016. Berikut perincian data yang digunakan beserta sumber data: 1. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menggunakan data kurs JISDOR akhir bulan, sumber laman (website) Bank Indonesia. 2. Credit Default Swap (CDS) Indonesia mewakili variabel risiko Indonesia, sumber Bloomberg. 3. Suku bunga USD Libor 1 bulan sebagai suku bunga offshore, sumber Bloomberg. 4. Suku bunga rupiah tenor 1 bulan sebagai suku bunga domestik, sumber Bloomberg. 5. Harga minyak menggunakan harga minyak West Texas Intermediate (WTI), sumber Bloomberg. 6. Price differential menggunakan selisih indeks harga konsumen domestik dan US dengan tahun dasar 2012, sumber CEIC. 7. Term of Trade menggunakan harga barang ekspor dan impor, sumber CEIC. 8. Potensial supplydandemand valas menggunakan data laporan Overseas Current Account (OCA), Nostro dan Reserves di Departemen Statistik, Bank Indonesia. 9. Efektif supplydan demand valas menggunakan data transaksi valas perbankan dengan nasabah, sumber Laporan Harian Bank Umum (LHBU), Bank Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merupakan hargasatu unit mata uang asing (dolar AS) dalam mata uang domestik (rupiah). Sebagaimana di pasar lainnya, excess demand atau berlebihnya permintaan terhadap mata uang asing mengakibatkan harga mata uang asing naik sehingga rupiah terdepresiasi. Sebaliknya, excess supply atau berlebihnya pasokan mata uang asing menjadikan harga mata uang asing tersebut turun sehingga rupiah terapresiasi. Dalam penelitian ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebagai variabel dependen diambil dari kurs JISDOR yang dapat diakses oleh publik di website Bank Indonesia. Credit Default Swap (CDS) dapat digunakan sebagai indikator risiko Indonesia yang merupakan kontrak swap antara penjual dan pembeli CDS dengan kompensasi berupa hak untuk memperoleh pembayaran apabila kredit mengalami default atau kejadian lain yang tercantum dalam credit event, misalnya kebangkrutan atau restrukturisasi. CDS dikategorikan privately negotiated derivatives yang menjelaskan CDS sebagai kontrak bilateral antara penjual dan pembeli serta poin-poin tertentu yang dapat dinegosiasikan. Kajian awal IMF Report (2013) menemukan bahwa kenaikan spread CDS mengindikasikan meningkatnya risiko kredit suatu negara. Dalam penelitian ini, variabel CDS merupakan variabel independen yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah di Indonesia. Interest rate differential dihitung berdasarkan selisih suku bunga antara suku bunga rupiah tenor 1 bulan yang mewakili suku bunga domestik dibandingkan dengan suku bunga Libor USD tenor 1 bulan yang mewakili suku bunga offshore.Kelompok Riset Ekonomi I (2010) 17 menyebutkan bahwa nilai tukar suatu negara dipengaruhi oleh perbedaan suku bunga negara tersebut terhadap suku bunga dunia. Dalam penelitian ini, perbedaan suku bunga merupakan variabel independen yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah di Indonesia dan diduga memiliki koefisien positif. Variabel harga minyak dunia digunakan untuk melihat pengaruh spesifik harga minyak terhadap penentuan nilai tukar rupiah, sejalan dengan Husman (2005).Harga minyak mentah WTI digunakan sebagai acuan harga kontrak berjangka minyak di bursa berjangka komoditas New York Mercantile Exchange. Di dalam penelitian sebelumnya, price differential direstriksi menjadi sama dengan satu dengan asumsi bahwa Purchasing Power Parity akan terpenuhi dalam jangka panjang. Namun, asumsi Purchasing Power Parity sulit tercapai karena beberapa faktor, antara lain, karena sulitnya menemukan barang yang memiliki karakteristik sama di antara dua negara serta terdapatnya biaya-biaya lain yang mempengaruhi perbedaan harga suatu barang, misalnya biaya transportasi (Taylor, 2004). Dalam penelitian ini price differential sebagai variabel independen dihitung berdasarkan selisih antara indeks harga konsumen domestik dan indeks harga konsumen luar negeri yang diwakili Amerika. Term of Trade dihitung berdasarkan rasio antara indeks harga ekspor dibandingkan dengan indeks harga impor.Term of Trade yang meningkat dapat mencerminkan peningkatan permintaan pasar luar negeri terhadap barang ekspor dalam negeri yang selanjutnya menambah supply valas di pasar valas domestik. Term of Trade yang meningkat juga bisa disebabkan oleh menurunnya permintaan pasar dalam negeri atas barang impor dari luar negeri yang selanjutnya berdampak pada penurunan permintaan valas dari dalam negeri. Namun, beberapa literatur menyebutkan bahwa peningkatan harga ekspor tidak selalu diikuti dengan peningkatan supply valas di dalam negeri. Dugaan hasil estimasi untuk variabel ini sulit ditentukan pada awal. Hal itu dipengaruhi oleh besarnya faktor income effect dan substitution effect. Sahminan (2005) menemukan bahwa variabel π‘ππ‘ memiliki dampak positif terhadap nilai tukar yang berarti substitution effects lebih kuat pengaruhnya daripada income effects. Sementara itu, Husman (2005) menemukan pengaruh income effects lebih besar dari substitution effects. Supply dan demand valas efektif dari dalam dan luar negeri diperoleh dari transaksi yang tercatat di pasar valas domestik. Budiman et al. (2004) menjelaskan bahwa pasar valas adalah pasar keuangan tempat terjadinya transaksi valas dalam berbagai bentuk. Pertukaran rupiah dengan valas, dalam hal ini dengan dolar AS, melibatkan berbagai pelaku yang dapat dikelompokkan menjadi: (i) pelaku bank, (ii) lembaga keuangan non-bank dan korporasi, (iii) non-residen (bank dan non-bank), serta (iv) individu. Data supply dan demand valas efektif yang digunakan diambil dari data Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dengan adjustment.Beberapa 18 jenis transaksi yang paling umum dilakukan di pasar valas adalah transaksi spot dan transaksi derivatif terutama forward, swap, dan option. Jenis transaksi valas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Transaksi Spot, yaitu: transaksi jual-beli valas dengan kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan valas dan pihak pembeli harus melakukan pembayaran (mata uang domestik) pada 2 hari kerja setelah terjadinya kontrak. Transaksi spot juga memungkinkan untuk diselesaikan (settle) pada hari yang sama, atau lebih dikenal dengan today settlement (TOD), atau diselesaikan pada keesokan harinya, lazimnya dikenal dengan tomorrow settlement (TOM). b. Transaksi Forward, yaitu: transaksi jual-beli valas dengan settlement (penjual menyerahkan valas dan pihak pembeli harus melakukan pembayaran) pada waktu tertentu (lebih dari 2 hari kerja) sesuai dengan kontrak yang diperjanjikan dengan harga/kurs forward sebesar kurs spot ditambah premi forward. c. Transaksi Swap: gabungan antara transaksi spot dan forward tetapi dengan arah transaksi yang saling berlawanan. Transaksi swap jual adalah transaksi membeli valas secara spot disertai dengan transaksi forward jual valas. Sebaliknya, transaksi swap beli adalah transaksi spot jual valas yang diikuti oleh transaksi forward beli valas. Transaksi swap umumnya digunakan sebagai fasilitas lindung nilai aset dari risiko fluktuasi kursdan pengaturan likuiditas. Pada penelitian ini, transaksi supply dan demand valas efektif yang digunakan hanya mencakup transaksi spot (TOD dan TOM) serta transaksi forward yang kedua jenis transaksi tersebut memiliki karakteristik transaksi outright. Supplydan demand valas potensial dalam penelitian ini merupakan aliran valas (penawaran dan permintaan) antar residen (R-R), residen kepada non residen (R-NR) dan antar non residen (NR-NR) yang dilakukan melalui nostro, serta OCA (Overseas Current Account) dan cadangan devisa (cadev). Data yang digunakan untuk nostro diambil dari BOP cash basis (SKLLDI Bank), OCA dari SKLLDI LBB, sedangkan cadev diambil dari BOP tabel cadev. Supply dan demand valas (khususnya R-NR) juga dibandingkan dengan transaksi valas dalam BOP. Sementara itu, supply dan demand valas antar non residen dilakukan melalui nostro dengan sumber data yang digunakan yaitu data nostro LLD bank dengan adjustment. Data supplydan demand valas potensial tersebut disusun secara rutin oleh Departemen Statistik-Bank Indonesia. 19 IV. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dibagi ke dalam dua bagian utama. Bagian pertama merupakan analisis deskriptif yang meliputi deskripsi data pasar valas baik yang merupakan supply dan demand valas efektif maupun supply dan demand valas potensial. Sementara itu, bagian kedua merupakan hasil estimasi untuk mengetahui pengaruh dari supply dan demand valas efektif dan potensial terhadap pergerakan nilai tukar di Indonesia. IV.1. Analisis Deskriptif IV.1.1. Perkembangan Pasar Valuta Asing Pasar valas di Indonesia berkembang cukup baik pada periode penelitian (Januari 2012 hingga Mei 2016). Hal itu sejalan dengan pengaruh krisis finansial global pada tahun 2008 yang telah terlewati. Sebagaimana umumnya yang terjadi di Indonesia, transaksi spot masih mendominasi pasar valas domestik. Volume transaksi spot sepanjang periode penelitian mencapai USD1,70 triliun atau rata-rata per bulan sebesar USD32 miliar. Sementara itu, transaksi forward cenderung rendah dan stagnan dibandingkan transaksi spot. Volume transaksi forward sepanjang periode penelitian adalah USD0,18 triliun atau rata-rata per bulan sebesar USD3 miliar (Gambar 7). ribu USD Gambar 7. Perkembangan Volume Transaksi Pasar Valas Indonesia 20 Pelaku pasar valas domestik dapat berasal dari dalam dan luar negeri. Berdasarkan Gambar 8dapat dilihat bahwa baik untuk transaksi spot maupun forward, pelaku pasar valas domestik sebagian besar berasal dari dalam negeri. Forward LN 27% Spot LN 33% Spot DN 67% Forward DN 73% Gambar 8.Komposisi Pelaku Pasar Valas Domestik Sementara itu apabila dilihat berdasarkan jenis pelaku, Gambar 9 menunjukkanbahwa sebagian besar pelaku pasar valas domestik adalah Bank Swasta Nasional kemudian diikuti oleh Bank Persero. 6000000 ribu USD 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -1000000 BANK ASING BANK CAMPURAN BANK PERSERO BANK SWASTA NASIONAL Mar-16 May-16 Jan-16 Nov-15 Jul-15 Sep-15 Mar-15 May-15 Jan-15 Nov-14 Jul-14 Sep-14 May-14 Jan-14 Mar-14 Sep-13 Nov-13 Jul-13 May-13 Jan-13 Mar-13 Sep-12 Nov-12 Jul-12 May-12 Jan-12 Mar-12 -2000000 BANK PEMBANGUNAN DAERAH Gambar 9. Transaksi Valas Berdasarkan Pelaku 21 Meskipun pelaku pasar dari dalam negeri mendominasi transaksi di pasar valas domestik, volume net transaksi yang dilakukan oleh pelaku luar negeri (non residen) jauh lebih besar daripada pelaku dalam negeri sepanjang periode penelitian. 40,000,000 ribu USD 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 -5,000,000 DALAM NEGERI Aug-16 May-16 Feb-16 Nov-15 Aug-15 May-15 Feb-15 Nov-14 Aug-14 May-14 Feb-14 Nov-13 Aug-13 May-13 Feb-13 Nov-12 Aug-12 May-12 -10,000,000 LUAR NEGERI Gambar 10.Volume Transaksi Valas Spot IV.1.2. Supply dan Demand Valas Efektif Pasar valas di Indonesia merupakan terjadinya pertukaran atau jual-beli antara satu mata uang dan mata uang lainnya, tanpa memperhatikan tempat terjadinya transaksi. Transaksi valas dapat diperdagangkan baik melalui pedagang valas (money changer), bank, dan transaksi valas antar bank. Meskipun demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada transaksi valas yang terjadi di perbankan domestik, yaitu bank berfungsi sebagai pasar valas. Hal itu mengingat bank melaporkan transaksinya ke Bank Indonesia melalui Laporan Harian Bank Umum (LHBU) yang mencakup (i) individual, (ii) korporasi, (iii) bank domestik dan (iv) pihak luar negeri. Transaksi valas yang tercatat di dalam LHBU mencerminkan supplydan demand valas efektif, karena telah terealisasikan dalam bentuk transaksi valas. Penawaran atau permintaan valas dibedakan dari sudut pandang bank sebagai pasar valas- berdasarkan aliran valas yang terjadi dari transaksi valas yang dilakukan oleh bank dengan nasabahnya, baik itu nasabah dalam negeri maupun nasabah luar negeri. Sementara itu tersedia juga konsep order to buy atau order to sell yang merupakan keinginan nasabah untuk bertransaksi jual atau beli di level tertentu di suatu bank. Namun belum ada sistem yang menyimpannya dengan baik dan ketersediaan data ini sulit untuk dikonsolidasikan di semua bank. 22 Supply valas efektif adalah aliran valas masuk ke pasar, sehingga transaksi valas yang merepresentasikannya adalah transaksi beli valas (jual rupiah) oleh bank. Hal itu terjadi saat bank menerima valas dari counterparty dan sebagai lawan transaksinya bank menyerahkan rupiah kepada counterparty dengan jumlah yang ekuivalen. Sebaliknya, demand valas efektif adalah aliran valas keluar dari pasar, yang direpresentasikan oleh transaksi jual valas (beli rupiah) oleh bank. Hal itu terjadi saat bank menyerahkan valas kepada counterparty dan sebagai lawan transaksinya, bank menerima rupiah dari counterparty dengan jumlah yang ekuivalen. Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan menunjukkan posisi bank, baik itu sebagai net beli valas (transaksi beli valas lebih besar dibandingkan dengan transaksi jual valas) yang dapat dipersamakan dengan excess supply atau sebagai net jual valas (transaksi jual valas lebih besar jika dibandingkan dengan transaksi beli valas) yang dapat dipersamakan dengan excess demand. Gambar 11 menunjukkan bahwa sepanjang periode penelitian pelaku dari dalam negeri mencatatkan net beli pada sebagian besar periode. Sementara itu, pelaku dari luar negeri mencatatkan net jual pada sebagian besar periode. Hasil itu sejalan dengan yang diperoleh oleh Sugeng et al. (2010), yaitu pelaku LN lebih banyak berperan sebagai net supplier valas sehingga berfungsi sebagai penyeimbang net demand di sisi pelaku DN. Peran pelaku LN sebagai penyeimbang berdampak positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah yang bergerak menguat dan lebih stabil. Meskipun pasar valas secara keseluruhan masih mengalami excess demand, pasokan valas dari LN akan mendorong apresiasi rupiah. 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 -2,000,000 -4,000,000 -6,000,000 SDDN ALL CCY (Juta USD) SDLN ALL CCY (Juta USD) 2016M05 2016M03 2016M01 2015M11 2015M09 2015M07 2015M05 2015M03 2015M01 2014M11 2014M09 2014M07 2014M05 2014M03 2014M01 2013M11 2013M09 2013M07 2013M05 2013M03 2013M01 2012M11 2012M09 2012M07 2012M05 2012M03 -10,000,000 2012M01 -8,000,000 Grand Total Efektif Gambar 11. Supplydan Demand Valas Efektif dari Dalam dan Luar Negeri 23 Sebagaimana teori permintaan dan penawaran, supplydan demand valas efektif merupakan faktor yang mempengaruhi nilai tukar di dalam suatu perekonomian. Hal itu sejalan dengan pendapat Nugroho et al. (2014) yang menyebutkan bahwa dalam sistem nilai tukar mengambang nilai tukar akan ditentukan oleh interaksi antara supply dan demand valas sebagaimana teori permintaan dan penawaran. 16,000 Rp Juta USD 14,000 4,000,000 2,000,000 12,000 0 10,000 8,000 -2,000,000 6,000 -4,000,000 4,000 -6,000,000 2,000 0 -8,000,000 Grand Total Effective (sk. kanan) Kurs jisdor eop Gambar 12. Pergerakan Nilai Tukar dan SDV Efektif IV.1.3. NPI Cash Basis dan SupplyDemand Valas Potensial Pada teorinya, aliran supply dan demand valas tercatat melalui transaksi perekonomian yang terdapat di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sehingga arah pergerakan nilai tukar rupiah seharusnya ditentukan oleh kinerja NPI. Pada Gambar 13, terlihat bahwa kinerja NPI yang membaik (surplus) normalnya akan diikuti oleh bertambahnya supply valas di pasar valas domestik sehingga mendorong nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Sebaliknya kinerja NPI yang memburuk (defisit) normalnya diikuti oleh bertambahnya demand valas di pasar valas domestik sehingga nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa ketika kinerja NPI surplus, nilai tukar USD/IDR dapat melemah. Namun, data menunjukkan bahwa pada beberapa periode, arah pergerakan nilai tukar rupiah tidak sejalan dengan kinerja NPI. 24 16000 Rp Juta USD 15000 14000 10000 12000 10000 5000 8000 0 6000 4000 -5000 2000 0 -10000 Kurs JISDOR (USD/IDR) BOP Overall Balance (Juta USD) - skala kanan Gambar 13. Pergerakan Nilai Tukar dan NPI Sebagaimana alur pikir yang kembali ditunjukkan melalui Gambar 14, dapat dilihat bahwa supply dan demand valas tercatat melalui transaksi di NPI. Supply valas di NPI berasal dari transaksi ekspor dan capital inflows (portofolio investment, foreign direct investment dan other investment). Sementara itu, demand valas berasal dari transaksi impor, capital outflow (pembayaran pokok utang dan pembayaran bunga hutang), serta primary income (deviden dan remittance). 25 NPI Export Capital Inflows Data NPI Portfolio FDI Capital Outflows Others Bayar Bunga Potensial Supply Import Bayar Pokok Potensial Demand >* Data NPI Cash Basis <* Supply Demand Valas Potensial: - Nostro - Cadangan Devisa - OCA >* Pasar Valas Domestik Income (deviden, remittance) Efektif Supply * diperkirakan <* Transaksi Efektif Demand Nilai Tukar Gambar 14. Alur Pikir Identifikasi Supply danDemand Valas Potensial Namun, tidak semua supply dan demand dari NPI akan menjadi supply dan demand valas yang berpotensi untuk ditransaksikan di pasar valas domestik. Supply dan demand valas potensial ini tercatat melalui data NPI cash basis yang dikembangkan oleh Departemen Statistik Bank Indonesia.NPI cash basis ini mencatat pergerakan valas atas transaksi antar residen, residen dengan non-residen serta non-residen dengan non residen yang tercatat di rekening valas baik itu nostro, OCA, dan cadangan devisa.Transaksi yang kemudian terjadi di pasar valas domestik merupakan supply dan demand valas efektif.Oleh karena itu, jika data NPI, NPI cash basis, dan transaksi efektif di pasar valas domestik dijabarkan, data NPI akan lebih besar jika dibandingkan dengan supply dan demand valas potensial dari NPI cash basis yang juga akan lebih besar jika dibandingkan dengan supply dan demand valas efektif, sebagaimana ditunjukkan melalui Gambar 15. 26 Gambar 15. Alur Hubungan NPI, Supply Demand Valas Potensial dan Supply Demand Valas Efektif Bahwa transaksi yang tercatat di NPI, baik pada Current Account maupun Capital & Financial Account diperkirakan lebih besar jika dibandingkan dengan supply dan demand valas potensial. Berdasarkan Gambar 16, terlihat bahwa pergerakan transaksi di NPI dan supply demand valas potensial dari NPI cash basis adalah searah. Supply dan demand valas potensial dari NPI cash basisini diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar di Indonesia. 20,000 juta USD 15,000 BOP overall balance 10,000 5,000 BOP Current Account 0 BOP Capital & Financial Account -10,000 SDV Cash Basis Overall -15,000 -20,000 SDV Cash Basis Current Account -25,000 SDV Cash Basis Capital & Financial Account 2012 Q 1 2012 Q 2 2012 Q 3 2012 Q 4 2013 Q 1 2013 Q 2 2013 Q 3 2013 Q 4 2014 Q 1 2014 Q 2 2014 Q 3 2014 Q 4 2015 Q 1 2015 Q 2 2015 Q 3 2015 Q 4 2016 Q 1 2016 Q 2 -5,000 Gambar 16. Perbandingan NPI dan SupplyDemand Valas Potensial dari NPI Cash Basis Supply dandemand valas potensial yang diperoleh dari NPI cash basis merupakan aliran valas (penawaran dan permintaan) antar residen (R-R), residen-non residen (R-NR) dan antar 27 non residen (NR-NR) yang tercatat melalui nostro, OCA (Overseas Current Account) dan mutasi cadangan devisa (cadev). Data yang digunakan untuk nostro diambil dari BOP cash basis (SKLLDI Bank), OCA dari SKLLDI LBB, sedangkan cadev diambil dari BOP tabel cadev. Supply dan demand valas (khususnya R-NR) juga dibandingkan dengan transaksi valas dalam BOP. Sementara itu, supply dan demand valas antar non residen dilakukan melalui nostro dengan sumber data yang digunakan ialah data nostro LLD bank dengan adjustment. Transaksi yang tercatat di dalam NPI cash basisdapat digambarkan melalui Gambar 17. Tr .sektor eksternal (NPI) Al ir an V alas Tr .antar residen Tr .antar nonresiden OCA Reserves Cash Nostro Non cash Inflow Outflow Supply Demand Supply Demand Supply Demand Inflow Outflow Cadangan devisa Bank Indonesia Penempatan valas non bank di LN Pasokan valas di pasar domestik Sumber: Departemen Statistik Gambar 17. SupplyDemand Valas dari NPI Cash Basis Nostro account merepresentasikan akun yang dimiliki sebuah bank dalam mata uang asing di bank lainnya pada negara tempat nilai tukar tersebut dipergunakan. Nostro merupakan kali digunakan untuk memfasilitasi perdagangan internasional. Sebagian besar bank di seluruh dunia memiliki nostro account di setiap negara lainnya dengan convertible currency. Contoh dari convertible currencies adalah dolar AS (USD), dolar Kanada (CAD), poundsterling Inggris (GBP), euro Eropa (EUR) dan yen Jepang (JPY). Ketika sebuah bank perlu melakukan pembayaran di negara tempat mereka tidak memiliki akun Nostro, banktersebut dapat menggunakan bank lain yang memiliki hubungan koresponden untuk melakukan pembayaran atas namanya. Contoh pembayaran menggunakan akun Nostro adalah sebagai berikut: Bank A di Amerika Serikat melakukan kontrak pembelian valas secara spot untuk membeli GBP dari Bank B yang berlokasi di Swedia. Pada tanggal settlement, Bank B harus mengirimkan sejumlah GBP dari akun Nostro mereka di Inggris kepada akun Nostro Bank A yang juga berada di Inggris. Pada hari yang sama, Bank A harus membayar dalam USD ke akun Nostro Bank B yang 28 berada di Amerika Serikat. Pada umumnya, setiap bank memiliki akun Nostro untuk tiap-tiap nilai tukar yang berada di bank korespondensi pada negara tempat nilai tukar tersebut berlaku. Sebagai contoh, sebuah bank yang berlokasi di New York akan memiliki akun Nostro di bank korespondensi yang berada di Jepang untuk menerima yen. Bank tersebut juga akan memiliki akun Nostro di bank korespondensi yang berada di UK untuk menerima GBP. Kebalikan dari akun Nostro adalah akun Vostro. Akun Nostro selalu dalam bentuk valas, sedangkan akun Vostro selalu dalam bentuk valuta domestik. Sementara itu, Overseas Current Account (OCA) merupakan rekening bank di luar negeri yang digunakan untuk melakukan kegiatan lalu lintas devisa. Lalu lintas devisa sendiri merupakan kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. Penerimaan dan pembayaran melalui OCA meliputi seluruh penerimaan dan atau pembayaran melalui rekening giro di luar negeri baik dengan bukan penduduk maupun dengan penduduk. Perbedaan mendasar antara akun Nostro dan OCA adalah akun Nostro dimiliki oleh bank sedangkan OCA dimiliki oleh Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) ataupun korporasi. Selanjutnya, mutasi cadangan devisa merupakan salah satu bagian dari neraca pembayaran sektor moneter. Pos sektor moneter (monetary sector) atau biasa disebut sebagai lalu-lintas moneter (monetary accomodating) adalah transaksi pembayaran yang meliputi pembayaran terhadap transaksi yang tercatat dalam rekening berjalan (current account), seperti transaksi perdagangan, pendapatan modal dan transfer unilateral. Di samping itu termasuk pula transaksi penanaman modal langsung (investment account), seperti utang piutang jangka panjang dan utang piutang jangka pendek bukan moneter. Jika pengeluaran current account dan investment account lebih besar dari penerimaan pada current account dan investment account, akan terdapat perbedaan yang merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo kredit pada pos sektor moneter atau sering juga disebut sebagai neraca pembayaran sektor moneter (monetary sector account). Neraca pembayaran sektor moneter ini terdiri atas: a. Bank Sentral i. Hubungan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) ii. Kewajiban-kewajiban jangka pendek iii. Mutasi cadangan devisa iv. Mutasi cadangan emas moneter b. Bank-Bank Devisa i. Kewajiban-kewajiban jangka pendek ii. Mutasi cadangan devisa 29 Mutasi cadangan devisa merupakan pos tempat transaksi-transaksi penerimaan dan pemakaian valas dicatat, baik untuk bank sentral maupun untuk bank-bank swasta. Penerimaan valas dari luar negeri merupakan transaksi debet, sedangkan pemakaian valas ke luar negeri merupakan transaksi kredit pada pos masing-masing. Net pada tiap-tiap item reserve (cadev), nostro, dan OCA akan menghasilkan ekses penawaran atau permintaan terhadap valas. Sumber: Departemen Statistik Gambar 18.Ekses Penawaran dan Permintaan pada SDV Cash Basis Pencatatan supply dan demand valas pada setiap penawaran dan permintaan valas eksternal dan antar residen dapat dilihat pada gambar berikut. Sumber: Departemen Statistik Gambar 19.PencatatanPenawaran/Permintaan Valas Eksternal 30 Sumber: Departemen Statistik Gambar 20.Pencatatan Penawaran/Permintaan Valas Antar Residen Sementara itu, penawaran dan permintaan valas antar non residen merupakan penawaran/permintaan valas yang dilakukan antar non residen melalui nostro. Sumber data yang digunakan ialah data nostro LLD bank dengan adjustment. Sterilisasi valas dan other market operations merupakan aliran valas dari aktivitas bank sentral dalam operasi pasar. Data yang digunakan adalah data reserve cash flow yaitu sterilisasi valas jual dan beli. 10000 8000 million USD million USD 10000 8000 6000 6000 4000 4000 2000 2000 0 0 -2000 -2000 -6000 -4000 -8000 -6000 2012M01 2012M03 2012M05 2012M07 2012M09 2012M11 2013M01 2013M03 2013M05 2013M07 2013M09 2013M11 2014M01 2014M03 2014M05 2014M07 2014M09 2014M11 2015M01 2015M03 2015M05 2015M07 2015M09 2015M11 2016M01 2016M03 2016M05 -4000 Nostro OCA Reserve SDV Potensial (million USD) Gambar 21. Data SDV Potensial 2012 - 2016 31 Berdasarkan data yang diperoleh selama periode pengamatan penelitian ini, maka diketahui bahwa sebagian besar data NPIcash basisdidominasi oleh transaksi yang tercatat di Nostro, disusul oleh transaksi yang tercatat di OCA, kemudian data mutasi cadev seperti yang dapat dilihat pada Gambar 22. Perbandingan data antara supplydan demand valas efektif dan supply dan demand valas potensial, menunjukkan bahwa volume transaksi yang tercatat sebagai supply dan demand valas potensial lebih besar jika dibandingkan dengan volume transaksi supply dan demand valas efektif sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 22. 10.000.000 8.000.000 Q3-Q4 2012: - Moderasi pertumbuhan ekspor di tengah impor yang tinggi - Koreksi harga komoditas global. - Kekhawatiran mengenai fiscal cliff di AS - Belum solidnya pemulihan ekonomi AS - Ekonomi makro Eropa yang terus memburuk 6.000.000 4.000.000 16000 Q3-Q4 2014: - Tekanan depresiasi berlanjut terkait kekhawatiran dampak normalisasi the Fed, pelambatan ekonomi global, dan berlanjutnya ketegangan geopolitik - Tekanan meningkat di akhir tahun terkait koreksi tajam harga minyak dunia Q3-Q4 2013: - Tekanan harga domestik meningkat setelah kenaikan harga BBM - Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia berlanjut - Kebuntuan pembahasan fiskal AS berujung pada partial shutdown pemerintahan dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan global -Kebijakan tapering off QE diputuskan mulai Januari 2014 14000 12000 10000 2.000.000 - 8000 (2.000.000) Q1 2016: Rupiah menguat dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan FFR dan terbatasnya dampak Brexit (4.000.000) (6.000.000) Q2-2012: - Sentimen Grexit - Indikasi pelemahan ekonomi China - Belum solidnya pemulihan AS (8.000.000) Q1 2014: Rupiah menguat ditopang oleh perbaikan indikator domestik serta optimisme terhadap pelaksanaan PEMILU seiring keikutsertaan popular candidate Q1-Q2 2013: - Perlambatan ekonomi Eropa - Ketegangan politik Italia meningkat pasca pemilu - Indikasi tapering off QE memicu reposisi aset investasi global - Tren koreksi harga komoditas yang menjadi basis utama ekspor Indonesia berlanjut 6000 4000 Q3 2015: Tekanan depresiasi semakin meningkat sejalan dengan ekspektasi mata uang peers. Sumber tekanan terutama berasal dari eksternal terkait dinamika rencana kenaikan FFR oleh The Fed. Dari internal, tekanan berasal dari prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat 2000 (10.000.000) 2016M04 2016M05 2016M02 2016M03 2015M12 2016M01 2015M10 2015M11 2015M07 2015M08 2015M09 2015M05 2015M06 2015M03 2015M04 2015M01 2015M02 2014M10 2014M11 2014M12 2014M08 SDV Potensial (Juta USD) 2014M09 2014M06 2014M07 2014M04 2014M05 2014M01 2014M02 2014M03 2013M11 2013M12 2013M09 2013M10 2013M07 SDV Efektif (Juta USD) 2013M08 2013M04 2013M05 2013M06 2013M02 2013M03 2012M12 2013M01 2012M10 2012M11 2012M07 2012M08 2012M09 2012M05 2012M06 2012M03 2012M04 2012M01 2012M02 0 Kurs Jisdor (skala kanan) Gambar 22. Volume Transaksi SDV Efektif dan SDV Potensial: Event Analysis IV.2. Analisis Empiris Model ECM yang digunakan dalam model komposit pada estimasi nilai tukar jangka panjang adalah sebagai berikut: π π‘ = πΌ0 + πΌ1 (ππ‘ − ππ‘∗ ) + πΌ2 (ππ‘ − ππ‘∗ ) − πΌ3 ππππ‘ + πΌ4 π‘ππ‘π‘ + π’π‘ (11) Persamaan jangka pendek yang digunakan dalam model komposit ialah sebagai berikut: 32 βπ π‘ = π½0 + π½1 β(π − π ∗ )π‘ + π½2 βπ‘ππ‘π‘ + π½3 βπππ π‘ − π½4 βπππππ‘ − π½5 π’π‘−1 (12) + π½6 β(πππ‘ − ππππ)π‘−1 − π½7 π πππππ‘−3 − π½8 π πππππ‘ + π½9 πππ‘ππ‘−2 − π½10 ππ’π2015 + ππ‘ Estimasi dilakukan dengan menggunakan teknik general to specific dengan membuang variabel yang tidak signifikan. Namun, pada persamaan jangka pendek, variabel efektif supply dan demand valas dalam negeri dan variabel potensial supply dan demand valas tetap dimasukkan dalam persamaan. Hal itu dilakukan untuk melihat perilaku variabel-variabel tersebut dalam menentukan nilai tukar rupiah. IV.2.1. Hasil Empiris Uji stasionaritas dilakukan terhadap variabel dalam model komposit pada persamaan nilai tukar rupiah. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ADF (Augmented Dickey Fuller) test dan menggunakan p-value sebagai uji statistiknya. Hasil uji stasionaritas menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, price differential, interest rate differential, harga minyak dan term of trade merupakan variabel non-stasioner. Sementara itu untuk variabel risiko, supply demand efektif, dan supply demand potensial merupakan variabel stasioner. VARIABEL JISDOR Tabel 1.Uji Stasioner Variabel yang Digunakan Test statistics Price differential Interest rate differential Harga minyak Term of Trade Risiko Efektif supply demand Potensial supply demand 0.6438 0.8915 0.2175 0.5753 0.5753 0.0761 0.0058 0.0715 * *** * Selanjutnya uji kointegrasi dilakukan terhadap variabel-variabel yang tidak stasioner yaitu nilai tukar, price differential, interest rate differential, harga minyak dan term of trade. Uji kointegrasi dilakukan melalui uji ADF terhadap residual yang muncul, yang selanjutnya digunakan sebagai persamaan jangka panjang model komposit penentuan nilai tukar rupiah. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi, sehingga dapat dilanjutkan dengan melakukan prosedur ECM. Tabel 2.Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang Variabel Coefficient Log_Price Differential 0.081*** Interest Rate Differential 0.034*** Log_Oil Price -0.152*** Log_Term of Trade 0.271* Keterangan: ***,**,*: signifikan masing-masing pada nilai kritis 1%, 5%, dan 10%. 33 π π‘ = 8.371 + 0.081(ππ‘ − ππ‘∗ ) + 0.034(ππ‘ − ππ‘∗ ) − 0.152ππππ‘ + 0.271π‘ππ‘π‘ + π’π‘ Tabel 3.Uji Stasioner Residual Persamaan Jangka Panjang Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.506814 -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0121 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil estimasi persamaan jangka panjang menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah dipengaruhi secara signifikan oleh faktor fundamental seperti variabel price differential, interest rate differential, harga minyak, dan term of trade. Hal itu konsisten dengan penelitian sebelumnya, Husman (2005) memasukkan variabel price differential, term of trade dan harga minyak ke dalam persamaan jangka panjang. Sementara itu, dalam penelitian tentang BEER, Kelompok Riset Ekonomi I (2010) menganalisis faktor-faktor fundamental ekonomi yang berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah riil seperti di atas ditambah rasio harga non-tradable terhadap tradable sebagai indikator produktifitas dan faktor risiko. Dari hasil estimasi ECM, koefisien Error Correction bernilai negatif dan signifikan yang menunjukkan bahwa moel ECM yang dijalankan cukup valid. Nilai koefisien error correction sebesar -0,174 memperlihatkan persamaan tersebut memiliki kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjangnya sebesar 17,4% setiap bulannya. βπ π‘ = 0.008 + 0.030β(π − π ∗ )π‘ + 0.319βπ‘ππ‘π‘ + 0.049βπππ π‘ − 0.056βπππππ‘ − 0.174π’π‘−1 + 0.010β(πππ‘ − ππππ)π‘−1 − 0.016π πππππ‘−3 − 0,001π πππππ‘ + 0.018πππ‘ππ‘−2 − 0.056ππ’π2015 + ππ‘ π 2 = 0.715 π΄ππ. π 2 = 0.636 π·π = 1.630 Tabel 4. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Variabel Interest Rate Differential Coefficient 0.030*** Log_Term of Trade 0.319* Log_CDS 0.049** Log_Oil Price -0.055* Log_Potensial-Efektif (-1) 0.010*** Log_Supply Demand Luar Negeri (-3) -0.016** Log_Supply Demand Dalam Negeri -0.000 Log_Potensial (-2) 0.018 Dummy (2015.10) -0.055*** Keterangan: ***,**,*: signifikan masing-masing pada nilai kritis 1%, 5%, dan 10%. 34 Dalam penelitian sebelumnya, Husman (2005) merestriksi variabel price differential menjadi sama dengan satu dengan kata lain asumsi purchasing power parity (PPP) terpenuhi dalam jangka panjang. Dornbusch (1976) menyebutkan bahwa konsep PPP merupakan salah satu tonggak penting dalam model moneter dalam menjelaskan perilaku nilai tukar. Adapun masuknya faktor PPP dalam komponen yang mempengaruhi keseimbangan jangka panjang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (1990) serta Baillie and Selover (1987). Salah satu contoh yang cukup populer dan sering menggunakan konsep dasar PPP itu adalah penyusunan Big Mac Index. Dalam kenyataannya kondisi PPP sulit tercapai karena beberapa isu antara lain biaya transaksi (Keynes;1923). Sementara itu Taylor and Taylor (2004) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan kondisi PPP sulit tercapai. Beberapa diantaranya ialah biaya tarif, biaya transpor dan kuota. Sesuai dengan ekspektasi dan konsisten dengan penelitian Kilian and Taylor (2003) serta Coakley etal. (2004), hasil empiris menunjukkan hubungan positif antara price differential dan nilai tukar rupiah. Setiap kenaikan 1% pada selisih antara indeks harga domestik terhadap asing diprediksi menyebabkan nilai tukar rupiah melemah sebesar 0.08% (ceteris paribus). Estimasi koefisien interest rate differential memperlihatkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang memiliki hubungan positif terhadap nilai tukar rupiah nominal. Dalam persamaan jangka panjang, setiap 1% kenaikan selisih suku bunga antara domestik dan luar negeri diprediksi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 3,40% (ceteris paribus). Sementara itu dalam persamaan jangka pendek, setiap perubahan 1% dalam interest rate differentialdiprediksi menyebabkan perubahan nilai tukar Rupiah sebesar 3.04% (ceteris paribus). Hal itu sejalan dengan Meese and Rogoff (1988) yang menyebutkan bahwa mata uang suatu negara akan terdepresiasi seiring dengan makin melebarnya interest rate differential antara suku bunga domestik dan luar negeri. Makin lebar interest rate differential antara suatu negara dan negara lainnya, makin besar ekspektasi pelemahan nilai tukar negara tersebut jika dibandingkan dengan negara lainnya. Konsep ini sering disebut uncovered interest parity (UIP) yaitu selisih suku bunga domestik dan luar negeri sebanding dengan perubahan nilai tukar yang diharapkan antar dua negara. Variabel harga minyak dimasukkan ke dalam model untuk melihat secara spesifik perilaku pengaruh harga minyak ke dalam penentuan nilai tukar rupiah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga minyak secara signifikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang setiap 1% kenaikan harga minyak diperkirakan menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah sebesar 0,15% (ceteris paribus). Sementara itu, dalam jangka pendek, setiap perubahan 1% pada harga minyak diperkirakan menyebabkan apresiasi nilai tukar Rupiahsebesar 0.06% 35 (ceteris paribus). Hasil itu tidak sejalan dengan temuan Husman (2005) bahwa hubungan harga minyak dunia dengan nilai tukar rupiah adalah positif sesuai dengan latar belakang Indonesia yang sejak akhir tahun 2002 berubah statusnya dari negara net eksportir minyak menjadi negara net importir minyak. Hubungan negatif antara nilai tukar dan harga minyak dari hasil empiris ini sesuai dengan ekspektasi khususnya jika suatu negara termasuk dalam negara eksportir minyak. Untuk kasus Indonesia meskipun saat ini sebagai negara importir minyak, Indonesia juga menjadi negara eksportir komoditas lainnya seperti batu bara dan minyak sawit yang memiliki korelasi yang tinggi dengan harga minyak dunia. Makin tinggi harga minyak atau komoditas ekspor lainnya, akan makin besar supply valas dari hasil ekspor yang akan masuk ke pasar valas Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel π‘ππ‘ bernilai positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, setiap 1% kenaikan pada variabel π‘ππ‘diperkirakan menyebabkan laju perubahan nilai tukar terdepresiasi sebesar 0.32% (ceteris paribus). Hal itu mengindikasikan bahwa substitution effect lebih besar pengaruhnya daripada income effect. Kenaikan harga ekspor lebih besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku konsumen ke barang ekspor dari negara lain jika dibandingkan dengan pengaruh kenaikan harga ekspor terhadap pendapatan eksportir yang seharusnya dapat menambah supply valas di pasar valas domestik dan mendorong rupiah terapresiasi. Hal itu sejalan dengan temuan Sahminan (2005) bahwa substitution effect lebih besar dari income effect. Dari hasil empiris, variabel tot memiliki pengaruh paling besar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah baik di dalam model jangka pendek maupun model jangka panjang. Berdasarkan hasil estimasi, nilai tukar rupiah secaranegatif dan signifikan dipengaruhi oleh risiko. Indikator risiko yang diwakili oleh premi CDS Indonesia memberikan koefisien negatif. Hal itu berarti bahwa makin tinggi risiko negara Indonesia (premi CDS Indonesia meningkat) akan mendorong rupiah terdepresiasi. Hal itu sejalan dengan penelitian Sahminan (2007) dan Frankel (2007) yang menemukan bahwa risiko default suatu negara memiliki pengaruh yang signifikan dalam penentuan nilai tukar. Makin tinggi risiko default suatu negara akan makin sedikit minat investor berinvestasi dalam aset domestik sehingga akan menyebabkan terbatasnya supply valas ke pasar valas domestik dan menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi. Sebaliknya jika makin rendah risiko default suatu negara, makin menarik minat investor berinvestasi dalam aset domestik sehingga akan menambah supply valas di pasar valas domestik dan menyebabkan mata uang domestik terapresiasi. Output estimasi menunjukkan bahwa setiap perubahan kenaikan 1% premi CDS Indonesia, diperkirakan menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,04% (ceteris paribus). Seperti pada penelitian-penelitian sebelumnya, variabel risiko merupakan salah satu variabel 36 penting dalam penentuan suatu nilai tukar. Variabel itu dimasukkan ke dalam model untuk menangkap seberapa besar pengaruh dari perilaku risiko default negara terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Variabel selisih supply demand valas potensial dengan efektif secara positif dan signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Hasil estimasi menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% selisih supplydemand valas potensial dan efektif satu periode sebelumnya diharapkan akan menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,01% (ceteris paribus). Hal itu sejalan dengan ekspektasi karena makin besar selisih supply demand valas potensial dengan efektif, maka makin besar ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Pelaku pasar akan makin menahan valas yang dimiliki dan tidak segera melakukan konversi untuk mendapatkan kurs konversi yang lebih tinggi pada waktu mendatang seiring dengan meningkatnya ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Sebaliknya makin besar ekspektasi apresiasi nilai tukar rupiah, pelaku pasar diharapkan secepatnya mengonversi valasnya untuk segera mendapatkan kurs konversi yang masih tinggi. Lebih jauh lagi, pelaku pasar jika memungkinkan dapat melakukan spekulasi dengan mengambil posisi short USD/IDR dengan harapan akan memperoleh keuntungan pada saat rupiah terapresiasi. Variabel supply demand valas oleh pelaku luar negeri secara negatif dan signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Hasil estimasi menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% selisih supply demand valas luar negeri tiga periode sebelumnya diharapkan akan menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 0,02% (ceteris paribus). Makin besar pelaku pasar luar negeri menjual valas di pasar valas domestik, diharapkan makin mendorong rupiah terapresiasi. Sugeng et al. (2010) menyebutkan bahwa transaksi valas pelaku asing cenderung sebagai penggerak utama di pasar valas domestik karena volume transaksi yang besar sehingga dapat mempengaruhi pasar valas domestik. Selain itu,transaksi valas pelaku asing cenderung diikuti pelaku domestik karena pelaku asing lebih terbiasa melakukan analisis yang menyeluruh dengan menggunakan berbagai metode dan informasi yang relevan sebelum bertransaksi, sehingga keputusan transaksi yang diambil dapat dipercaya. Secara umum supply demand valas efektif tersebut mempengaruhi pasar atau level nilai tukar rupiah. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel supplydemand valas oleh pelaku dalam negeri tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal itu sejalan dengan pendapat Sugeng etal. (2010) bahwa pelaku dalam negeri cenderung mengikuti transaksi pelaku asing. Sebagian pelaku dalam negeri di pasar valas domestik melakukan transaksi valas berdasarkan kebutuhan aktivitas bisnis dengan jumlah yang relatif terbatas dan kurang dinamis jika dibandingkan dengan pelaku asing. Selain itu, hasil estimasi menunjukkan variabel supplydemand valas potensial tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal itu dapat dijelaskan bahwa tidak semua valas 37 yang ada di pasar valas domestik akan dikonversi oleh pemilik valas dan hanya mempengaruhi persediaan valas. Persediaan valas akan efektif mempengaruhi nilai tukar ketika persediaan valas tersebut telah dikonversi oleh pemilik valas. Secara umum, karakteristik dari supply demand valas potensial tersebut lebih cenderung mempengaruhi kondisi likuiditas valas atau mempengaruhi kondisi pasar uang valas (money market valas). Untuk melihat perilaku seluruh pelaku ekonomi di Indonesia, dalam penelitian ini supply demand valas potensial menggunakan data supply demand valas potensial dari rekening nostro, rekening OCA, atau rekening cadangan devisa. Selanjutnya terdapat potensi pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai supply demand valas potensial ini jika ingin memfokuskan penelitian terhadap rekeningrekening tertentu atau kombinasi dari rekening-rekening yang ada. Dalam persamaan jangka pendek, juga digunakan variabel dummy untuk menangkap pengaruh tingginya volatilitas nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2015 seiring dengan meningkatnya spekulasi kenaikan suku bunga fed fund rate untuk pertama kali. Tabel 5.Perbandingan Dengan Hasil Penelitian Terdahulu 38 V. V. KESIMPULAN DAN SARAN V. V.1. Kesimpulan 1. Supply demand valas efektif secara signifikan berpengaruh dalam penentuan nilai tukar rupiah nominal sejalan dengan mekanisme pembentukan harga dalam hukum penawaran dan permintaan, yakni harga dalam keseimbangan merupakan hasil dari penawaran dan permintaan yang telah ditransaksikan. Harga suatu komoditas, dalam hal ini kurs nilai tukar rupiah, dipengaruhi oleh banyak/sedikitnya penawaran dan permintaan valas di pasar valas domestik yang sudah dikonversi. 2. Sementara itu untuk supply demand valas potensial tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal itu dapat disebabkan oleh sifat dari supply demand valas itu yang sebatas mempengaruhi likuiditas/persediaan valas di pasar valas domestik. Tidak semua valas yang ada di pasar valas akan dikonversi oleh pemilik valas. Persediaan valas akan efektif mempengaruhi nilai tukar rupiah ketika persediaan valas tersebut telah dikonversi. Selain itu variabel supply demand valas potensial dan supply demand valas yang berasal dari nasabah dalam negeri tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. 3. Selisih supply demand valas potensial dengan efektif secara signifikan dan positif mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Selisih supply demand valas potensial dengan efektif dapat digunakan sebagai alternatif untuk menangkap ekspektasi pelaku valas terhadap nilai tukar rupiah. Makin tinggi ekspektasi depresiasi rupiah, makin besar selisih supply demand valas potensial dengan efektif sebagai strategi pelaku pasar dalam menyimpan valasnya menunggu untuk mendapatkan kurs yang lebih tinggi. Sebaliknya makin tinggi ekspektasi apresiasi rupiah, akan makin kecil selisih supply demand valas potensial dengan efektif sebagai strategi pelaku pasar untuk segera menjual valasnya ketika kurs rupiah masih tinggi. 4. Dalam jangka panjang, variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah antara lain ialah price differential, interest rate differential, harga minyak dan term of trade. Sementara itu, untuk jangka pendek, variabel-variabel yang berpengaruh signifikan antara lain ialah interest rate differential, term of trade, risiko, harga minyak, selisih supply demand valas efektif dan supply demand valas pelaku luar negeri. 39 V.2. Saran dan Rekomendasi 1. Pengambil kebijakan perlu secara cermat menggunakan data supply demand valas untuk dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan, baik data yang berasal dari NPI maupun dari NPI cash basis. Terdapat dua karakter supply demand valas yang bisa digunakan dalam menganalisis pergerakan nilai tukar rupiah, supply demand valas yang bersifat efektif dan supply demand valas yang bersifat potensial. 2. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa variabel selisih supply demand valas potensial dengan efektif atau bisa disebut ekspektasi merupakan faktor yang mempengaruhi penentuan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu penting bagi otoritas, baik itu pemerintah maupun bank sentral, menjaga ekspektasi pelaku pasar terhadap nilai tukar rupiah untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah. 3. NPI cash basis memiliki horizon waktu yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan NPI, karena usia pengembangannya relatif baru. Untuk mendapatkan view serta hasil analisis yang lebih komprehensif serta untuk mendukung pengembangan penelitian ke depan, diperlukan series NPI cash basis yang lebih panjang. Selain itu dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan kajian perilaku supply dan demand valas terhadap nilai tukar denganpendekatan lainnya seperti monetary approach dan asset approach. 40 DAFTAR PUSTAKA Baillie, R. T., & Selover, D. (1987). Cointegration and models of exchange rate determination. International Journal of Forecasting, 3, 43-51 Budiman, Aida S., Hendarsah, N., Nugroho, M. N., dan Silviani, E. 2004. Kajian terhadap Struktur Mikro Pasar Valas Antar Bank Domestik. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2004. Coakley, Jerry., Fuerters, Ana M., Wood, Andrew. (2004). A New interpretation of the exchange rate yield differential nexus. International Journal of Finance and Economics, 9, 201218. Corden, W. Max. 2002. Too Sensational on the Choice of Exchange Rate Regime. MIT Press, 2002. Dornbusch, R. (1976). Expectations and exchange rate dynamics. Journal of Political Economy, 84, 1161-1176. Dornbusch, R. (1985). Purchasing Power Parity. NBER Working Paper Series No. 1591. Engel, Charles (2014). Exchange Rate and Interest Parity. Handbook of International Economics, Volume 4. Frankel, Jeffrey. (2007). On the rand: Determinants of the south african exchange rate. NBER Working Paper #13050 Goeltom, M. dan Zoelverdi, D. 1998. Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1998. Husman, Jardine A. 2005. Estimasi Nilai Tukar Rupiah Paska Krisis: Pendekatan Model Komposit. Working Paper Bank Indonesia WP/07/2005. International Monetary Fund. 2013. Old Risks, New Challenges. Global Financial Stability Report, April 2013. Kandil, Magda. 2009. Exchange Rate Fluctuations and the Balance of Payments: Channels of Interaction in Developing and Developed Countries. Journal of Economic Integration 24(1), March 2009, 151-174. Kelompok Riset Ekonomi I. (2010). Re-estimasi Model Nilai Tukar Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER). Catatan Riset-DKM. Keynes, John Maynard. (1923). A Tract on Monetary Reform. London: Macmillan. pp. 8990, 91-92. Kilian and Taylor. (2003). Why is it so difficult to beat the random walk forecast of exchange rates). Journal of International Economics, 60, 85-107. Kim, Y. (1990). Purchasing power parity in the long run. Journal of Money, Credit and Banking, 22, 491-503. 41 Meese, R., and Rogoff, K. (1988). Was it real? The exchange rate-interest differential relation over the modern floating rate period. Journal of Finance, 43, 933-948. Nawatmi, S. (2012). Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, 1 (1), 41-56. Nugroho, M. Noor, Ibrahim, Winarno, T., Permata, M. I. 2014. Dampak Pembalikan Modal dan Threshold Defisit Neraca Berjalan terhadap Nilai Tukar Rupiah. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2014. Obstfeld, M., Rogoff, K. (2000). The Six Major Puzzles in International Macroeconomics: Is There a Common Cause? In: Bernanke, B., Rogoff, K. (Eds.), N.B.E.R Macroeconomic Annual 2000. MIT Press, Cambridge, MA, pp. 339-390. Sahminan. (2005). Estimating equilibrium real exchange rates of the Rupiah. Working Paper Bank Indonesia, WP/08/2005. Sahminan. 2007. Determinants of the Rupiah exchange rate. Working Paper Bank Indonesia, WP/07/2007. Sercu, Piet dan Uppal, Raman. 2003. Exchange Rate Volatility and International Trade: A General-Equilibrium Analysis. European Economic Review 47 (2003) 429-441. Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Seri Kebanksentralan, Mei 2004. Stockman, Alan C. 1980. A Theory of Exchange Rate Determination. The Journal of Political Economy, Vol. 88, No. 4 (Aug., 1980), pp. 673-698. Sugeng., Nugrohro, M. Noor., Ibrahim., Yanfitri. 2010. Pengaruh Dinamika Penawaran dan Permintaan Valas terhadap Nilai Tukar Rupiah dan Kinerja Perekonomian Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2010. Taylor, Alan M., & Taylor, Mark P. (2004). The purchasing power parity debate. The Journal of Economic Perspectives, 18, 135-158. 42