15 PERANCANGAN PROTOTYPE PENGUBAH UDARA KOTOR MENJADI UDARA BERSIH DENGAN TEKNIK IONISASI Arnisa Stefanie Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang, 2015 ABSTRAK Perancangan Prototype Pengubah Udara Kotor menjadi Udara Bersih dengan Teknik Ionisasi, merupakan teknologi alternatif untuk mengatasi pencemaran udara. Teknik Ionisasi terjadi akibat terbentuknya plasma dan efek lucutan korona pada media udara, yang terjadi dengan memberikan tegangan tinggi pada dua elektroda berbeda jenis yang saling berhadapan. Metode perancangan prototye adalah menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan menganalisis data hasil pengukuran volume polutan di dalam kotak kubus dengan dimensi 10x7x5 cm3 dan elektroda yang digunakan jenis jarum dan plat. Pengukuran asap dilakukan menggunakan sensor asap MQ-9 sebagai alat ukur asap dengan menitik beratkan pada pengukuran kadar CO. Hasil pengukuran berupa tegangan output sensor VRL dan akan dikonversi dengan menggunakan sensitivity characteristic sensor MQ-9 dengan menentukan nilai Rs/Ro untuk memperoleh satuan PPM. Pengukuran dilakukan pada dua kondisi, pengukuran di ruang terbuka dan pengukuran di tabung ionisator/tabung pembersih udara. Pengukuran di ruang terbuka dilakukan di ruang ber-AC bebas asap, ruang publik perkotaan dan ruang perbukitan. Hasil pengukuran di ruang berAC dengan Rs/Ro menit ke-1 hingga ke-10 adalah 4,1 – 17,2, kadar CO dalam PPM tidak terbaca oleh sensor karena berada diluar range sensitivity characteristic sensor MQ-9. Hasil pengukuran di ruang publik perkotaan rasio Rs/Ro dalam range 1,3-1,4 dengan kadar CO 450-465 PPM. Hasil pengukuran di ruang perbukitan menit ke-1 hingga ke-5 rasio Rs/Ro adalah 2,3 – 2,0 dengan kadar CO dalam PPM tidak terbaca, pada menit ke-6 hingga ke-10 rasio Rs/Ro adalah 1,8-1,3 dengan kadar CO 200-460 PPM. Pengukuran di dalam tabung ionisator atau tabung pembersih udara dilakukan dalam tiga tahap. Data hasil pengukuran di dalam tabung ionisasi pada proses pembersihan awal menit ke-1 hingga ke-2 rasio Rs/Ro adalah 1,4 – 1,9 dengan kadar CO 450 – 200 PPM, menit ke-3 hingga ke-10 rasio Rs/Ro 2,1 – 4,6 dengan kadar CO dalam PPM tidak terbaca oleh sensor karena berada diluar range sensitivity characteristic sensor MQ-9. Tahap pemberian kontaminan asap sario Rs/Ro dari menit ke-1 hingga ke-10 adalah 1,3-1,2 dengan kadar CO 460-470 PPM. Tahap pembersihan udara menit ke-1 hingga ke-4 rasio Rs/Ro 1,2-1,4 dengan kadar CO 490-450 PPM menit ke-5 hingga ke-10 rasio Rs/Ro 2,2-2,9 dengan kadar CO dalam PPM tidak terbaca oleh sensor karena berada diluar range sensitivity characteristic sensor MQ9. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asap mengandung kontaminan CO di ruang terbuka relatif kecil pada ruang ber-AC dan besar pada daerah ruang publik perkotaan. Hasil penelitian pengukuran di dalam tabung ionisasi menunjukkan bahwa proses ionisasi terjadi dengan baik dengan kenaikan rasio Rs/Ro dari menit ke-1 hingga ke-10 dari 1,2-2,9. Pada rasio Rs/Ro 2,2-2,9 kadar CO tidak dapat dikonversi dalam bentuk PPM sesuai dengan grafik sensitivity characteristic sensor MQ-9. Hal ini menunjukkan bahwa kadar CO di dalam tabung ionisasi semakin berkurang dan proses ionisasi/pembersihan udara terjadi dengan baik. Keyword: Asap, CO , sensitivity characteristic, PPM, rasio PENDAHULUAN “Lucutan korona biasanya melibatkan dua elektroda asimetris, elektrode yang satu memiliki permukaan yang sangat melengkung (seperti ujung sebuah jarum atau kawat berdiameter kecil) dan elektrode satunya lagi memiliki kelekukan yang rendah (seperti piring atau permukaan tanah). Kelengkungan yang tinggi memastikan potensial gradien yang tinggi di sekitar sebuah elektrode, untuk menciptakan sebuah plasma”[4]. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 16 LANDASAN TEORI Plasma Definisi Plasma Plasma merupakan substansi yang mirip dengan gas dengan bagian tertentu dari partikel terionisasi. Adanya pembawa muatan yang cukup banyak membuat plasma bersifat konduktor listrik sehingga bereaksi dengan kuat terhadap medan elektromagnet. Oleh karena itu, plasma memiliki sifat-sifat unik yang berbeda dengan padatan, cairan maupun gas dan dianggap merupakan wujud zat yang berbeda. Plasma dapat dibuat dengan cara memanfaatkan tegangan listrik, misal dengan menghadapkan dua buah elektroda di udara bebas; dalam hal ini udara merupakan suatu isolator yaitu materi yang tidak dapat menghantarkan listrik. Pada kedua elektroda dipasang tegangan listrik yang cukup tinggi sehingga sifat konduktor akan muncul pada udara di antara kedua elektroda dan bersamaan dengan itu arus listrik mulai mengalir. Aliran arus listrik ini menunjukkan adanya ionisasi yang mengakibatkan terbentuknya ion serta elektron di antara dua elektroda tersebut dengan plasma [3]. Konsep tentang plasma pertama kali dikemukakan oleh Langmuir dan Tonks pada tahun 1928. Mereka mendefinisikan plasma sebagai gas yang terionisasi dalam lucutan listrik. Ketika medan listrik di kenakan pada gas, elektron energetik akan mentransferkan energinya pada gas molekul melalui proses tumbukan, eksitasi molekul, tangkapan elektron, disosiasi, dan ionisasi seperti tampak pada gambar 1 [2]. Plasma terjadi ketika terbentuk percampuran kuasinetral dari elektron, radikal, ion positif dan negatif. Kondisi kuasinetral merupakan daerah dimana terdapat kerapatan ion (ni) yang hampir sama dengan kerapatan elektron (ne) sehingga dapat dikatakan ni » ne » n, dengan n menyatakan kerapatan secara umum yang disebut kerapatan plasma [5]. Gambar 1 Proses Elementer pada Plasma non Thermik dalam skala waktu [2] Lucutan Korona Korona merupakan proses pembangkitan arus di dalam fluida netral diantara dua elektroda bertegangan tinggi dengan mengionisasi fluida tersebut sehingga membentuk plasma di sekitar salah satu elektroda dan menggunakan ion yang dihasilkan dalam proses tersebut sebagai pembawa muatan menuju elektroda lainnya seperti tampak pada gambar 2. Proses terjadinya lucutan pijar korona dalam medan listrik diawali dengan lucutan townsend kemudian diikuti oleh lucutan pijar (glow discharge) atau korona (corona discharge) dan berakhir dengan lucutan arc . Lucutan korona dibangkitkan menggunakan pasangan elektroda tak simetris yang akan membangkitkan lucutan di dalam daerah dengan medan listrik tinggi di sekitar elektroda yang memiliki bentuk geometri lebih runcing dibanding elektroda lainnya. Elektroda dimana disekitarnya terjadi proses ionisasi disebut elektroda aktif [6]. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 17 Gambar 2 Proses Pembangkitan plasma lucutan pijar korona pada ruang antar elektroda [6] Lucutan pijar korona bisa terjadi dalam medan listrik tak seragam yang intensitas medannya cukup besar tetapi belum mampu mengakibatkan terjadinya keadaan arc (arc discharge) pada gas. Pijaran korona bisa terjadi pada ujung elektroda aktif. Lucutan pijar korona dapat terjadi diawali oleh lucutan Townsend kemudian diikuti oleh lucutan pijar (glow discharge) atau korona (corona discharge) dan berakhir dengan lucutan arc. Lucutan pijar korona ini termasuk jenis plasma non thermal. Gambar 3 ditunjukkkan daerah dalam lucutan pijar korona antara dua elektroda dengan konfigurasi geometri hyperboloid-bidang yang merupakan pendekatan terhadap geometri titik-bidang. Gambar 3 Ilustrasi daerah antara dua elektroda pada lucutan korona titik bidang [3] (a) polaritas negatif pada elektroda titik (b) polaritas positif pada elektroda titik Sensor Asap MQ-9 Sensor MQ-9 merupakan sensor asap yang digunakan dalam peralatan untuk mendeteksi kadar gas salah satunya karbon monoksida (CO) . Struktur dan konfigurasi MQ-9 sensor gas ditunjukkan pada gambar. 4 (Konfigurasi A atau B), sensor disusun oleh mikro AL2O3 tabung keramik, Tin Dioksida (SnO2) lapisan sensitif, elektroda pengukuran dan pemanas adalah tetap menjadi kerak yang dibuat oleh plastik dan stainless steel bersih.Pemanas menyediakan kondisi kerja yang diperlukan untuk pekerjaan komponen sensitif. MQ-9 dibuat dengan 6 pin, 4 dari mereka yang digunakan untuk mengambil sinyal, dan 2 lainnya digunakan untuk menyediakan arus pemanasan. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 18 Gambar 4 Sensor MQ-9 Kondisi standar sensor bekerja ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel 1 Daerah Kerja Sensor MQ-9 Keterangan VC/(Tegangan Rangkaian) VH (H)/ Tegangan Pemanas (Tinggi) VH (L)/ Tegangan Pemanas (Rendah) RL/Resistansi Beban RH Resistansi Pemanas TH (H) Waktu Pemanasan (Tinggi) TH (L) Waktu Pemanasan (Rendah) PH Konsumsi Pemanasan Nilai 5V±0.1 5V±0.1 1.4V±0.1 Dapat disesuaikan 33Ω±5% 60±1 seconds 90±1 seconds Sekitar 350mW Hambatan permukaan sensor Rs diperoleh melalui dipengaruhi sinyal output tegangan dari resistansi beban RL yang seri. Hubungan Rs dan RL ditunjukkan dalam persamaan 𝑅𝑆 ⁄𝑅𝐿 = (𝑉𝐶 − 𝑉𝑅𝐿 )/𝑉𝑅𝐿 (1) Sinyal ketika sensor digeser dari udara bersih untuk karbon monoksida (CO), pengukuran sinyal dilakukan dalam waktu satu atau dua periode pemanasan lengkap (2,5 menit dari tegangan tinggi ke tegangan rendah). Lapisan sensitif dari MQ-9 komponen gas sensitif terbuat dari SnO2 dengan stabilitas. Nilai resistansi MQ-9 adalah perbedaan untuk berbagai jenis dan berbagai gas konsentrasi. Kalibrasi dilakukan dengan detektor untuk CO 200 ppm di udara dan menggunakan nilai resistansi beban itu (RL) sekitar 10 KΩ (5KΩ sampai 47 KΩ). Range kadar CO dapat dideteksi oleh sensor MQ-9 sesuai dengan grafik karakteristik sensitifitas pada gambar 5 [7]. Gambar 5 Grafik Karakteristik Sensitifitas Sensor MQ-9 JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 19 PERANCANGAN DAN PENGUJIAN Daigram Blok Perancangan Blok diagram perancangan prototype pengubah udara kotor menjadi udara bersih dengan teknik ionisasi yang terdiri dari beberapa elemen rangkaian yang dikombinasikan menjadi rangkaian terpadu ditunjukkan dalam gambar 6. Gambar 6 Diagram Blok Perancangan Prinsip kerja perancangan ini adalah sensor MQ-9 berfungsi sebagai alat ukur membaca data kadar asap dengan adanya perubahan tegangan output berupa VRL. Asap dimasukkan ke dalam tabung ionisatot dari kipas penghisap. Proses ionisasi terjadi karena adanya lucutan korona yang terjadi akibat tegangan tinggi AC yang diberikan melalui flyback pada elektroda positif (elektroda jarum) dan elektroda negatif atau plat dihubungkan pada ground. Rangkaian Konverter DC to AC Rangkaian converter DC to AC merupakan rangkaian yang dapat mengubah Tegangan DC atau Tegangan Berpolaritas menjadi Tegangan Bolak Balik Atau Tegangan AC. Yang diharapkan dapat menghasilkan tenganan AC sebesar 400 VAC dengan frekwensi rentang antara 60 Hz hingga 1 KHz sebagai Penghasil Modulasi untuk generator ion negatif. Gambar 7 Rangkaian Inverter Flyback Fungsi Flyback Transformator dalam penelitian ini difungsikan untuk menghasilkan lipatan tegangan yang dikeluarkan oleh converter DC to AC sebesar 400 VAC menjadi tegangan 25 – 40 kV AC. Hal ini dilakukan agar dapat menghasilkan korona pada output tranformator Flyback. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 20 Gambar 8 Rangkaian Multifier Voltage Tabung Ionosator Tabung ionosator di proyeksikan untuk menampung udara kotor atau senyawa CO 2 dan jenis gas yang berbahaya lainnya. Tabung ionosator ini dibangun dengan syarat harus kedap udara.Dikarenakan untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna. Perancangan tabung ionosator, dalam prototype berdimensi 10x7x5 cm3 ditunjukkan dalam gambar 9. Gambar 9 Tabung Ionosator Tabung ionosator terbuat dari bahan isolator yaitu plastik (dalam perancangan ini) dan tersusun dari dua elektroda berbentuk jarum yang dilengkungkan dan elektroda datar yang berasal dari plat tembaga, yang ditunjukkan dalam gambar 10. Elektroda dihubungkan dengan tegangan output pada Flyback converter. Gambar 10 Elektroda Jarum-Plat di dalam Tabung Ionosator PENGUJIAN Pengujian di Ruang Terbuka Pengujian dilakukan dengan menggunakan sensor asap MQ-9 yang difungsikan sebagai alat ukur/detektor kadar asap. Hasil pengukuran diperoleh dengan mengukur data tengangan output yang dideteksi oleh sensor MQ-9 melalui beban yang diberikan kepada sensor yaitu 10 kΩ dengan menggunakan alat ukur tegangan (voltmeter), sehingga diperoleh nilai V RL. Pengujian awal diawali dengan menguji kondisi udara di luar tabung ionisator menggunakan sensor MQ-9. Pengujian udara di luar tabung ionisator digunakan beberapa sample ruangan meliputi ( Ruang ber JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 21 AC 16⁰C, Ruang Publik Perkotaan 30⁰C, Ruang Alam Perbukitan 10⁰C ). Tujuan pengujian awal adalah untuk menghasilkan data referensi yang dapat digunakan sebagai pembanding dengan data hasil pengukuran di dalam tabung ionisator. Hasil pengukuran pada pengujian awal berupa nilai tegangan keluaran dari sensor MQ-9 ditunjukkan dalam tabel 2. Tabel 2 Pengukuran Vout Sensor MQ-9 di Ruang terbuka Ruang Periode Ber-AC (m) bebas Asap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.54 0.42 0.34 0.31 0.29 0.25 0.19 0.17 0.16 0.14 Ruang Terbuka Ruang Ruang Publik Alam Perkotaan Perbukitan VRL (volt) 1.34 0.886 1.36 0.892 1.35 0.909 1.32 0.923 1.34 1.003 1.31 1.091 1.32 1.123 1.33 1.201 1.33 1.315 1.31 1.345 Data hasil pengukuran asap menggunakan sensor MQ-9 di ruang terbuka menunjukkan hasil yang variatif sesuai kondisi ruang dan suhu udara. Semakin kecil suhu udara tidak dapat menjadi acuan utama untuk menentukan hasil pengukuran yang baik. Semakin luas ruang terbuka maka kontaminasi udara terhadap asap semakin besar. Data tersebut menunjukkan bahwa pengukuran yang paling baik pada ruang berAC dengan tingkat kontaminasi asap yang relatif kecil, data hasil pengukuran menunjukkan nilai tegangan kecil. Data hasil pengukuran di ruang terbuka akan dijadikan data acuan sebagai pembanding data hasil pengukuran di dalam tabung ionisator prototipe pembersih udara. Pengujian di Dalam Tabung Ionisator Pengujian di dalam tabung ionisator dilakukan secara bertahap, pengujian awal pembersihan tabung ionisator dengan proses ionisasi bertujuan untuk memastikan kondisi tabung awal, proses pemasukan kontaminan asap ke dalam tabung ionisator, proses pembersihan tabung ionisator dengan proses ionisasi. Data hasil pengukuran ditunjukkan dalam tabel 3. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 22 Tabel 3 Data hasil pengukuran dengan sensor MQ-9 di dalam tabung ionisasi Proses Pembersihan Tabung Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Proses Pemasukan Kontaminan Asap VRL (volt) 1.352 1.363 1.386 1.404 1.414 1.436 1.434 1.447 1.458 1.465 1.32 1.02 0.97 0.85 0.83 0.71 0.70 0.68 0.53 0.49 Proses Pembersihan Tabung dengan Ionisasi 1.45 1.37 1.36 1.28 0.93 0.88 0.76 0.65 0.5 0.48 tabel 3 menunjukkan data hasil pengukuran dengan menggunakan sensor MQ-9, proses pembersihan tabung di awal menunjukkan bahwa tegangan output VRL akan mengalami penurunan dengan jika kadar kontaminan menurun, dan VRL akan meningkat jika kontaminan asap yang diberikan tinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan berisi tentang konversi data hasil pengukuran pada bab III, ke dalam satuan PPM (part per million) sesuai dengan grafik karakteristik sensitifitas sensor MQ-9 yang ditunjukkan dalam gambar 4, untuk menunjukkan bahwa hasil pengukuran dapat dibaca oleh sensor dalam satuan asap PPM. Berdasarkan Grafik Karakteristik Sensitifitas sensor Gas MQ-9, maka diperoleh, tabel nilai resistansi pada sensor MQ-9 berbanding dengan kadar Co ,dalam hal ini nilai Rs/Ro terhadap volume gas (PPM) yang ditunjukkan dalam tabel 4. Tabel 4 Tingkat sensitifitas sensor MQ-9 Terhadap CO (PPM) Rs/Ro 1.9 1.8 1.7 1.4 1 0.98 0.95 0.9 0.85 0.8 PPM 200 350 400 450 500 600 700 800 900 1000 Besaran nilai volume material ditunjukkan dengan satuan PPM ( Part Per Milion). Konversi nilai tegangan kedalam nilai besaran volume gas dilakukan dengan membuat pendekatan persamaan. Untuk menentukan nilai konsentrasi gas Karbon Monoksida terlebih dahulu harus mengetahui nilai Rs, nilai Rs merupakan nilai konsentrasi gas untuk menentukan nilai satuan yang diukur, dalam hal ini nilai satuan gas dinyatakan sebagai PPM. Satuan PPM merupakan Part per Milion yang artinya partikel per sejuta. Berdasarkan datasheet sensor MQ-9, nilai Rs dapat ditentukan dengan rumus seperti berikut : JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 23 𝑅𝑆 = (𝑉𝐶/ 𝑉𝑅𝐿 ) − 1 𝑥𝑅𝐿 (2) Vc merupakan tegangan input yang dibutuhkan pada rangkaian, dalam hal ini Vc diberikan tegangan 5V. Pada sistem ini menggunakan nilai RL sebesar 10 KΩ. Dari persamaan di atas, semakin banyak gas maka resistansi semakin menurun dan nilai VRL semakin membesar. VRL merupakan nilai tegangan output sensor yang nilainya selalu berubah-ubah. Sementara nilai Ro didapat dari persamaan berikut, 𝑅𝑜 = (65/ 100)(𝑅𝐿 𝑅𝐻 ) (3) Dimana, 65 merupakan nilai 65% temperature humadity, 100 adalah batas Rs di 100ppm Co, dan RH adalah nilai tetapan dari resistansi heater sebesar 31 Ohm, dan RL Ketetapan tahanan beban. Nilai Rs dibutuhkan sebagai perubahan koefisien resistansi terhadap gas karbon monoksida, maka diperoleh tabel penyesuaian antara nilai RS , Rs/Ro V.RL. Pembacaan konversi kadar CO sesuai dengan grafik perbandingan Rs/R0 dan PPM untuk pengukuran kadar CO diruang terbuka ditunjukkan dalam tabel 5. Tabel 5 Konversi Rs/Ro dalam PPM pada Data di Ruang Terbuka Time (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ruang BerRuang Publik AC Perkotaan Rs/Ro PPM Rs/Ro PPM 4.1 1.4 450 5.4 1.3 465 6.8 1.3 465 7.5 1.4 450 8.1 1.4 450 9.4 1.4 450 12.6 1.4 450 14.1 1.4 450 15.0 1.4 450 17.2 1.4 450 Ruang Perbukitan Rs/Ro PPM 2.3 2.3 2.2 2.2 2.0 1.8 200 1.7 400 1.6 420 1.4 450 1.3 460 Tabel 5 menunjukkan hasil konversi Rs/Ro dalam PPM pada Data di Ruang Terbuka menunjukkan bahwa kadar CO terbesar berada pada ruang publik perkotaan pada menit ke-1 hingga menit ke-10 dan ruang perbukitan pada menit ke 9 dan ke 10. Pada ruang ber-AC kadar CO tidak terbaca karena berada diatas batas perbandingan Rs/Ro dan hal ini menunjukkan semakin besar perbandingan Rs/Ro makan kadar CO semakin kecil. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 24 Tabel 6 Konversi Rs/Ro dalam PPM pada Data Hasil Pengukuran dengan MQ-9 di dalam Tabung Ionisator/Tabung Pembersih Udara Time (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pembersihan Pemberian Proses Tabung Kontaminan Ionisasi/Pembersihan Ionisator Asap Udara Rs/Ro PPM Rs/Ro PPM Rs/Ro PPM 1.4 450 1.3 460 1.2 490 1.9 200 1.3 460 1.3 485 2.1 1.3 460 1.3 485 2.4 1.3 460 1.4 450 2.5 1.3 460 2.2 3.0 1.2 470 2.3 3.0 1.2 470 2.4 3.2 1.2 470 2.6 4.2 1.2 470 2.8 4.6 1.2 470 2.9 - Tabel 6 menunjukkan hasil konversi Rs/Ro dalam PPM pada data hasil pengukuran dengan menggunakan sensor MQ-9 di dalam tabung ionisator/tabung pembersih udara. Hasil konversi satuan tersebut menggunakan referensi grafik karakteristik sensitifitas sensor MQ-9 untuk mengukur kadar CO yang ditunjukkan pada gambar 5. Hasil konversi menunjukkan bahwa sensor MQ-9 hanya dapat membaca kadar CO pada range perbandingan Rs/Ro maksimal pada nilai 1,9. Pada proses pembersihan tabung ionisator menit ke-1 hingga ke-2 dapat terbaca oleh sensor karena mengandung kadar CO dalam parameter sensor MQ-9, menit ke 3 hingga menit ke-10 sensor tidak dapat membaca kadar CO dalam PPM hal ini menunjukkan proses pembersihan udara terjadi dengan baik. Pada proses pemberian kontaminan asap rasio Rs/Ro dalam kondisi stabil dan sensor dapat mengkonversi dalam satuan PPM, hal ini menunjukkan bahwa tabung ionisator mengandung kadar CO yang relatif tinggi. Pada proses ionisasi / proses pembersihan udara pada menit ke-1 hingga menit ke-4 menunjukkan rasio Rs/Ro berangsung semakin membesar dan masih mengandung kadar CO, menit ke-5 hingga menit ke-10 menunjukkan rasio Rs/Ro semakin besar sehingga tidak masuk kedalam range sensitifitas karakteristik sensor MQ-9, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan kondisi udara yaitu terjadi ionisasi kadar CO menjadi udara bersih O 2. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian Prototype Pengubah Udara Kotor menjadi Udara Bersih dengan Teknik Ionisasi yang diambil dari perancangan, pengujian dan pengamatan yang telah dilakukan adalah: 1. Pendeteksian sensor berbanding dengan volume kotak pengurai asap, artinya jika volume tabung penampung asap lebih besar maka durasi yang di butuhkan untuk membakar atau mengurai membutuhkan waktu yang lama. 2. Sifat Korona dapat mengurai antara CO menjadi O 2, di buktikan dengan data analisa selama penelitian yang menyatakan setelah proses ionisasi pada tabung ionisator maka kadar CO pada tabung tidak dapat di konversi kedalam satuan PPM, hal ini menunjukkan nilai kadar CO lebih kecil dari range kadar CO yang ditunjukkan oleh sensitifitas karakteristik sensor MQ-9. 3. Tingkat zat asap atau gas akan berbeda waktu pembakarannya dikarenakan masa jenisnya tiap gas berbeda. 4. Makin Besar Korona membakar maka makin cepat pula pembakaran ion positif yang terbakar. JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2 25 DAFTAR PUSTAKA [1] Joviana, 2009, Skripsi dengan judul Hubungan Konsentrasi Aktivitas Radon dan Thoron di Udara dalam Ruangan dengan Gejala Sick Building Syndrome pada 3 Gedung DKI Jakarta [2] B Setiyana, dalam Pengaruh Teknologi Sistem Plasma Lucutan Pijar terhadap Tingkat Pengerasan Permukaan Logam, Jurnal Momentum Vol 4No.1 April 2008: 43-47, Jurusan teknik Mesin, universitas Diponegoro [3] Fajar, dkk. Perancangan Pembangkit Tegangan Tinggi Impuls Untuk Aplikasi Pengolahan Limbah Cair Industri Minuman Ringan Dengan Teknologi Plasma Lucutan Korona. Jurnal Teknik Elektro UNDIP [4] Deri,dkk. Perancangan dan Realisasi Pembangkit Korona dengan Sumber DC dari Baterai 12 Volt DC Menggunakan Flyback Converter. Jurnal Reka Elkomika [5] Pandji Triadyaksa, Anggoro Eko Setiawan, Ari Sugiarto SL, Umar Hanafi, Muhammad Nur, Divisi Center for Plasma Research, Pusat Studi Aplikasi Radiasi dan Rekayasa Bahan Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. [6] Diktat Tegangan Tinggi, Universitas Sumatera Utara [7] Henan Hanwei Electronics Co., Ltd www.hwsensor.com JREC Journal of Electrical and Electronics Vol. 3 No. 2